"Letakkan pelan seluruh kemarahanmu, anakku,
kesunyianmu, di sisi
kesunyianku.
Hanya ada pohon
Bunga Bangkai yang tumbuh hitam
di sudut taman.
Masa depanmu separuh hangus.
Dan di tahta yang kini kosong
di dalam, jauh di dalam, ingatan telah jadi bekas"
Anaknya berkaca-kaca dari matanya api
dan dia melontarkannya ke langit malam.
Puteranya tak mengatakan apa-apa,
tapi sang Ibu ingin tahu,
di mata yang berdarah itu hikayat memilih arahnya sendiri.
Ini tragedi keluarga kita,
kau mungkin sudah menjelma dan metamorfosa,
ayahmu, atau ibumu
karena kiasan berhenti
dan Sang Ayah menolak
perjalanan ke pengadilan agama lagi.’
‘Apa yang terjadi nanti dengan Ayah, bu?’
tanya sang anak.
‘Ia terjun ke dalam neraka
mencari malaikat terbang
yang hitam penuh kesakitan kematian.’
Kelak nanti dia adalah pembangkang yang berkabung di siksanya sendiri,
yang tak ingin
siapapun mati tersiksa seperti itu.”
‘Tapi dalam mimpi mereka berdua
mereka bunuh ayah mereka.
‘Dengan rahang mengetam mereka
berbisik,
“Manusia Durjana, kau Jangan sentuh ibu kami:
Karena dia telah lama bertopang di
punggung hiu,
mencari jalan perpisahan darimu”
Dan dalam cerita puteranya itu, ayahnyapun
menatap cemas
mata anaknya yang menatap begitu dendam padanya...
Oleh : Jaka Malela
Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar