UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Sabtu, 22 Februari 2020

RISAU




RISAU

Ketika raga merasa gusar
Dan hati mulai berkelakar
Haruskah jiwa terus bersabar
Merasa cinta yang mulai pudar

Karya : Armedz Al Ghasan
#coretan_pena


--------------------------------


Hujankah??!
Oh apakah disurga mengalami musim semi?
Atau,,, mungkin musim semi selamanya?

Karya : Armedz Al Ghasan

Kumpulan Puisi Dhea Ariel - MUSIM DINGIN



MUSIM DINGIN

Perkampungan tampak sepi
Sayup-sayup terbenam di kejauhan malam tak bertepi...
Musim dingin
Matahari hanya muncul sesaat
Di balik dinding kabut tebal
Udara mendung sepanjang hari...
Betapa getir perasaan
Dingin menggigit-gigit
Seluruh kulit dan tulang

Hanju_130117



K A B U T

Kabut tipis berlari melanda wajahku
Sejuk bagai es
Leher mantel kukatup rapat
Dar kedua lubang hidung keluar asap,
seperti garis lurus,
Lalu lenyap sebentar saat menark napas...
Hujan tipis saja, lebih berat dari gerimis
Udara di mana-mana berkabut
Pohon-pohon ranggas
Mencongak tanpa daun
Ke langit berkabut...

Hanju_130117



ENTRANCE TO HEART OF ANGEL'S
Dhealova 0206013


Aku berlari diantara waktu yang memanah langkah
Yang kuikuti arus karena harus
Lalu kuajak perasaan melanjutkan perjalanan...
Tahukah kau yang kutuju??
Mungkin saat ini kau tak tahu
Tapi nanti kau akan tahu...
Desakan perasaanku yang datang perlahan...
Atau keras mendobrak pintu
Dan itu pintu di hatimu....
And you are the angel
Tapi itu terserah padamu
Mau mengusirku diam di depan pintu
Atau izinkan kumasuk lalu mengunci
Biar hanya aku....



UNTUK PEREMPUAN DARI TIMUR
@DianRusdi


Di sini waktu masih terus berguguran
Menuju lembah-lembah dan savana paling sunyi...
Rumput-rumput hijau sebagian mengering di bawah terik...

Kutulis sajak ini seiring kisahnya yang pergi
Redupkan mentari di balik punggung
Bangunkan kelelawar-kelelawar kesepian
Memakan ranum buah-buah gunung...
Untukmu perempuan dari timur
Bangunkan lagi sajak-sajak yang telah mati..
Seperti anjing syberia yang keras mendengkur...
Pegunungan salju---terasa sepi...

Untuk waktu, dan untuk semua yang membeku
Hangatkan lagi indahya bunga di musim semi...
Melihat mekar sakura-sakura putih
Indah dan tumbuh...
Hari-hari tak pun terasa jenuh...

Special dedicated for Perempuan Sasak Dhea Ariel
Bandung 13. 0117



BIARKAN SERINTIK GERIMIS JATUH... ( LOVE INSIDE )
Dhe 1601014ra


Senyap....
Telah kutangkap berjuta nada dari rintik gerimis...
Desah dedaunan lembut mesra dipeluk angin malam ini
Kekasih...
Ada kaca jendela berembun di sini...
Dan pikiranku yang hanyut terseret arus luapan kerinduan...
Kau adalah muara tempat menghentikan segala perasaan yang jelas kau tahu...
Andai kau dengar rintik gerimis ini...
Meski hanya berjatuhan di atas genting...
Iramanya bagai petikan gitar...
Membuka kata...
Ada cinta bersama jatuhnya
Indah kukatakan...
Kekasih...
Saat ini kupaku wajahmu diantara putaran waktu...
Sejak tadi aku dibodohi putaran jarum jam yang kembali di angka 12...
Atau aku yang bodoh...?!
Menghayalkanmu terlalu...
Hingga basah aku
Tapi bukan kumenghayal yang bukan-bukan...
Tetapi aku lupa menutup jendela...Hingga rintik gerimis masuk leluasa...

Meraba tubuhku...

Menjilati kulitku...

Dan basahlah aku

Kekasih...

Jujur saja, aku mengibaratkan dirimu adalah gerimis itu...
Lembut, sejuk, basahiku...
Sesekali mungkin kubawa dirimu jauh...jauh sekali
Hingga menembus bajuku...
Hmmmm...dan aku tahu
Sedikit tidaknya nakalnya kamu...
Melembabkan lapisan tanah yang ditumbuhi rimbun ilalang...
Hingga tinggalkan genangan
Gerimis ini...
basahi aku lagi, berjuta rasa kutitipkan di butirnya...

Rasakanlah...
Resapilah...
Sedalam matamu terjaga...
Aku ada...



KENANGAN HUJAN

Di hujan itu ingatan terlibat
Menggelayut pada bayang
Menari, bernyanyi, berputar putar menantang dingin
Terbawa sampai ke ulu hati bersama hujan
Menjadi sebagian masa lalu yang hidup bersama gemercik hujan...
dan kau masih tetap menjadi narasi pada puisiku

Oleh : Dhea Ariel



SELEMBAR DAUN YANG JATUH
Dhe 0902014ra


Ketika mentari berlari gelisah...
Ia tahu bahwa saatnya berlalu tinggalkan senja meski wajah langit memerah....
Barisan awanpun perlahan berjalan menggandeng angin...
Lepaskan kawanan walet yang asyik bermanuver di udara...

Selembar daun terbang terlepas dari pelukan dahan dan ranting...
Ringan tanpa beban..
Hingga jatuh merebah di atas tanah
Dengan sendirinya akan hancur terserap musnah atau rata terinjak langkah-langkah....

Muka tanah merekah menelan syair berludah...
Kata-kata melembab lalu tumbuh cendawan...
Gusar lapisan lumut lekat mencari dinding...
Hanya daun kering yang garing, menanti terjilat gerimis atau kencing dan najis....

Selembar daun terjatuh, lagi dan lagi...
Karena sang angin ajak paksa dahan ranting menari...
Bawa sebentuk cerita...
Betapapun kokoh badan pohon berdiri...
Aku hanya selembar daun....
Apakah angin, ataukah hujan bisa saja melepaskan...
Kapan...entah kapan?
Hanyalah kehendak Tuhan

Karena aku hanya selembar daun.........



DAN MATAMU.....!

Matamu adalah bahasa
Bahasa yang sulit kuungkap seketika
Bisa saja....aku salah
Bisa saja....aku benar
Dan kau tak mengakui
Mungkin perlu kucolok hingga berair
Atau kukecup mesra...
Mana...?
Mana yang kau suka?
Tak perlu bilang jika waktu tak panjang...
Nanti kupotong dengan senyuman...
Bibirmu yang bergetar tanpa tempo
Kubaca...
Tapi kutakut salah...
Biarlah...
Aku hanya perlu satu kata...
Ucapkan saja...
"Aku cinta padamu...Dhe"
Sorry, aku hanya mengingatkan pada matamu....

Oleh : Dhea Ariel
ASMEDIA ULFAHANY
(Dhea Ariel)


Kamis, 06 Februari 2020

THE DAYS BEFORE WE MARRIED



Jika kembang bunga
pasti kau bilang biru warnanya.

Begitu pula Purnama kemarin,
bayang panjang pohon kelapa
tiarap begitu lekat pada tanah.
Menakuti anjing sekampung.
Begitu ramai mereka melolong.

Hingga Semesta terjaga.
Merupa raksasa terkangkang di hadapan jalan kita.
Aku kerdil tanpa senjata,
keras kepala menghadapinya.

Cuma senyummu.
Yang berkeras meyakinkan aku.
Bahwa dunia sekelilingmu
berwarna biru.

oleh ; tguh klasbungamatahari
Rengat, 2008.


Kumpulan Puisi Ade Prasetyo - SAJAK HITAM DI PENGHUJUNG JANUARI


SAJAK HITAM DI PENGHUJUNG JANUARI
oleh : a. Prasetyo


sore yang gelap
di penghujung januari, berjelaga
desir angin menyiar tentang
sebuah sajak merundung nestapa

tatap-tatap nanar
wajah-wajah gusar
terpapar

tubuh-tubuh terkapar
sengat terbakar
menggelepar

mulut-mulut sontak tergagap
kota, mendadak senyap
dunia terkesiap
gerangan apa diri tlah tersilap

saat raga lalai
jiwa-jiwa terbengkalai
abaikan pikir, seakan kisah tak ada akhir
memakna hidup semata cucuran mengalir

sore yang gelap
di penghujung januari menyisa pekat
jikalau tuhan berkehendak
bilakah takdir akan tertolak

**
bumi siwalan,
penghujung januari 2020



MELARUNG HARAP
: sejenak bersama puan
Oleh : A. Prasetyo

Puan, engkaukah yang terlarung bersama sepoi? Kala renjana enggan menyapa jiwa-jiwa yang melarut sepi. Sendiri, tanpa ada secercah hangat menemani. Saat semesta tak lagi memberi dama, hanya mencipta gulana.

Atma, teraba kerontang. Menguap bersama sisa embun semalam. Menempel ragu di pucuk-pucuk catleya. Satu persatu kelopaknya berguguran. Tak ada lagi mimpi yang terhampar, pada kuntum yang t'lah layu sebelum mekar.

Detik berdetak kian melambat. Puan masih menanti di penghujung mimpi. Dalam gelap malam, tanpa setitik pun kerlip gemintang menemani. Mencoba menghapus pekatnya jelaga, karna sekian masa diri melampah tak terarah.

Puan, tahukah engkau jawab dari sebuah tanya. Berapa lama atma 'kan terjaga raga. Hingga semua sempat tak lagi terengkuh. Keluh hanya menyisa peluh. Lantas tanpa kau sadari, asa t'lah menghirap melebur harap. Seiring kuntum-kuntum catleya yang kian terbang menjauh; menyisa sunyi.

**
Bumi Siwalan, 210120



KITA DAN BALABALA
Oleh : A. Prasetyo


Pagi hangat menyapa
Dalam erat jabat sahabat
"Apa kabar, Puan?"
Sapa lembut merajut dama

Senyum melukis rona
Menyejuk walau tak nampak netra
Menguar selaksa rasa
Berdepa membentang aksa

Kita memang tak sama
Betawi, Jawa, Sunda dan Minahasa
Lain suku juga bahasa
Namun, satu merangkai asa

Lantas,
Melintas sebuah tanya
Hakikat tentang berbeda
Bilakah hadirnya memakna

"Apakah kau tahu, Puan?"

Saat kubis, wortel dan daun bawang
Berbalut tepung dan rempahrempah
Mewujud balabala
Tersaji penuh rasa cinta

Pun antara kita dan balabala
Tercipta karna saling menjaga
Perbedaaan hanyalah sebatas nama
Usah biarkan melarung tisna

Pagi hangat menyapa
Merajut cerita tentang bersama
Menjejak lampah menggurat tilas
Karna kita tak selamanya ada

**
MJ beach, 180220



TUHAN, KUINGIN
oleh : a. Prasetyo


tuhan
pagi ini kusapa engkau
lewat sebait harap
tanpa isak dan air mata menyerta

hanya sebuah pinta
terlantun sepenuh asa
meski hasrat selaksa angan
biarlah tersimpan sebatas ingin

**
bumi siwalan, 160220



MENANTI SUARA TUHAN
oleh : a. Prasetyo


pada tuhan kumeminta
di sela putaran jarum jam
dalam diam
pagi, siang, malam; sepanjang bumi berotasi

pada tuhan kumeminta
sungguh, hanya pada-nya
bukan padamu,
dia atau mereka yang tengah bertahta

pada tuhan kuberharap
sungguh, hanya pada-nya
tidak pada gedung tinggi menjulang, atau
para tokohtokoh (konon) terhormat

pada tuhan kumeratap
saat jalan kian gelap
tertutup pekat jelaga kemunafikan
arogansi (katanya) 'tuk mencegah disintegrasi

pada tuhan kubertanya
masih adakah norma, etika; tata krama
seperti dulu pernah
diajarkan di bangku sekolah

pada tuhan kutitipkan asa
nafas anakanak penjaga peradaban
agar tapak kokoh menjejak
lampah tak sesat arah

pada tuhan kuberserah
meluruh, pasrah

**
bumi siwalan, 070220



SEBUAH ENTAH
oleh : a. Prasetyo


aku bersaksi di depan sebuah mimbar
saat orang-orang teriak sesumbar
pada penghujung siang yang tercipta hambar

para lelaki dewasa berserakan terbahak
bersorak
sebagian melawak
hingga serak
dan pada akhirnya
meluahkan dahak

perlahan,
satu per satu mereka memungut
mulutnya yang berjatuhan
tercecer di balik rerimbun semak dan belukar
perlahan,
bibirnya terlepas
usai nyinyir tak terbalas
lalu perlahan,
sebait aksara mengaduh
saat berdebat riuh
tentang tangan dan kakinya yang tak lagi erat berjabat

aku bersaksi di depan sebuah mimbar,
saat mata tajam menghujam
telunjuk lekat terangkat
menunjuk pada mulut-mulut mungil
yang tak lagi kuat menahan lapar

aspal
beton
cakarayam
semen
pasir
dan bebatuan
tak lagi ada menyisa makna

lantas terpikir tanya sebuah fakta
konon,
bumi ini tuhan yang punya
tetapi isinya entah untuk siapa?
hari bergulir tak bertepi
ia tak pernah mengingkar janji
hingga tuhan turunkan sebuah bukti
panas, menyengat
hujan, menderas
badai, menerjang
bumi, sekarat!

semua tak bisa bersembunyi

**
bumi siwalan, 301219



SEMALAM BERSAMA PUAN
Oleh : A. Prasetyo


Puan, malam yang kau lalui acap gelisah
Menepi di penghujung sepi menyisa resah
Kadang bersorak girang, walau bibir ucap mendesah
Bagai teriris sembilu sukma mencipta basah

Puan, sukmamu pekat berjelaga
Menyimpan tanya, bilakah usai sebuah cerita
Melenyap dalam fatamorgana nan fana
Memusnah, tanpa mencipta sebayang gulana

Puan, malam yang kau lalui memandu hasrat
Membisik lembut mereguk syahwat
Hingga melupa ada Tuhan yang musti kau puja
Entah sampai kapan diri 'kan legam: terhina

**
Gang Monas, 291219



MENCINTAIMU
Oleh : A. Prasetyo


Aku mencintaimu dengan sederhana
Tak serumit hukum Kirchoff,
Saat mencari besaran arus
Pada percabangan rangkaian elektronika

Aku mencintaimu dengan akal menyerta
Selayaknya aljabar Boolean,
Memakna gerbang-gerbang logika
Dalam tabel kebenaran tertata

Aku mencintaimu dengan menjaga rasa
Seperti tegangan pada regulator,
Stabil menghantar
Meski kadang tereduksi hambatan

Aku mencintaimu dengan gembira
Seceria warna gelang pada resistor,
Menanda sebuah angka
Memberi maanfaat nilai tersemat

Aku mencintaimu dengan segenap asa
Sekuat output operational amplifier,
Meski terkadang
Ada ripple menyerta

Aku 'kan tetap mencintaimu dengan setia
Seperti kuat arus dan tegangan,
Berbanding lurus pada sebuah penghantar
Bersama selamanya

**
Bumi Siwalan, 261219



CINTAMU SEMU
Oleh : A. Prasetyo


Puan, sekeping hati yang kausematkan
Hanyalah simbol runtuhnya peradaban
Pada insan yang mengaku bertuhan
Namun, lalai abaikan firman

Diri, hadirkan hasrat menyerta
Meski hanya sebatas sapa semata
Mengalun elegi menyirap gulana
Pada siapa 'kan titipkan rasa

Puan, asmaramu hampa
Berjelaga tak terpantik rasa
Sukma terengkuh, luluh
Tanpa mewujud tisna: nestapa!

Sekeping syahwat yang kau ruah
Di penghujung temaram tak menyisa gemintang
Matamata binal tajam melantang
Mencipta liur liar membuncah

Puan, usah diri mengumbar kekata
Teronggok abaikan hakikat makna
Yakinlah, kelak 'kan tiba suatu masa
Dama hadir menyerta, semu melenyap: mengangkasa!

**
Bumi Siwalan, 251219



AKU HANYA INGIN BERSAJAK
Oleh : A. Prasetyo


Aku hanya ingin bersajak
Membingkai kekata walau sejenak
Tanpa perlu menepi pada riak
Saat para pujangga ramai bersorak

Aku hanya ingin bersajak
Meski tanpa diksi menghentak
Kala rima tak mewujud birama
Merenda abjad mencipta makna

Aku hanya ingin bersajak
Berharap lampah menyisa jejak
Meretas tapak bijak membekas
Menjunjung adab tinggalkan tilas

Aku hanya ingin bersajak
Aksara terangkai kisah terserak
Usah diri melantang congkak
Karna semua 'kan dihisab kelak

**
Bumi Siwalan, 251219



YETIN MARYATI
: Untukmu, Ibu
Oleh : A. Prasetyo

Yakinlah pada tulus cinta kasihnya
Elok merupa memercik rona
Tutur teratur kebajikan nan luhur
Ingatkan norma kebaikan bertabur
Nur terpancar, memulas wajah ayu nan syahdu

Masihkah ada nikmat yang engkau dusta
Anugerah Illahi tercipta sempurna
Rasa syukur mengiring tunduk tafakkur
Yakinlah, usah diri meragu
Apa yang tlah tersurat serta tersirat
Tisna terengkuh, dalam sabda baginda Rosul nan mulia
"Ibumu, ibumu, ibumu ... lalu ayahmu!"

**
Bumi Siwalan, 221219



MELAMPAH SESAT
Oleh : A. Prasetyo


Penghujung detik
Menyisa detak
Menguak onak
Percik terpantik

Hasrat merebak
Aurat tersingkap
Norma menghirap
Rupiah memikat

Iman terjerat
Terhipnotis nikmat
Candu sesaat
Kekal melaknat

Puan, ingatlah hakikat
Lampah kian tersesat
Kelak menanti akherat
Selamanya sukma terjerat

**
Bumi Siwalan, 231219



IZINKAN TUHAN TURUNKAN HUJAN
oleh : a. Prasetyo


hujan yang turun semalaman
di penghujung sebuah perayaan
menyirat sebuah pembuktian
tentang makna keniscayaan

berbulir mengalir
meliuk dari hulu ke hilir
menyapa bumi yang kian kikir
agar insan senantiasa berpikir

pada gang sempit
lorong kumuh berimpit
perkampungan kawula alit
komplek perumahan elit
semua hanya bisa menjerit
lantas lari terbirit

sungguh, tuhan tak pernah keliru
atau bersabda ambigu
meski titah-nya acap tak digugu
ia 'kan tetap menyeru

duhai para penghuni semesta nan dicipta sempurna
usah diri ragu atas petuah-nya
bahwa hujan dicipta, selaksa berkah menyerta
bagi hamba yang mampu memakna

**
Genangan, 01012020



APALAH AKU TANPA MEREKA
Oleh : A. Prasetyo


Siang dalam terik bagaskara
Pada sebuah ruang yang tak mengenal kasta,

Memadu mesra
Tatkala tauge dan tempe menyatu
Berkolaborasi dalam cinta

Lantas satu per satu,
Cabe
Tomat
Garam
Gula, dan terasi

Tanpa kompromi
Mereka berkonspirasi
Merenda temu bersama berbagi
Mewujud mimpi

Tak ada yang berkata "akulah yang ter ...."
Karna kini diri tlah menyatu padu
Tak ada iri, hasut dan dengki
Demi nikmat tersaji

**
Antaboga, 040120



SAJAK PERIUK NASI
oleh : a. Prasetyo


pagi ini periuk nasi bergembira
sebab pada akhirnya
dia kembali tunaikan tugasnya

setelah sekian lama
teronggok
terdiam sendiri
tergantung bingung
di dinding kusam
pekat berjelaga
pada sebuah rumah
yang tak lagi utuh atapnya

anak-anak kurcaci terduduk rapi
resah menanti
terhidang nasi
di hamparan banner berwarna-warni
bekas kampanye para politisi

sudah terlalu lama
mulutmulut kecil itu berpuasa
hingga mereka tlah melupa
bagaimana nasi berasa

pagi ini periuk nasi bergembira
melihat para kurcaci tertawa
lahap menyantap
meski tanpa lauk menyerta

**
bumi siwalan, 120220



MENIKMAT BUMI TUHAN
Oleh : A. Prasetyo


Tubuh kecil tak terengkuh
Terpapar bagaskara mencipta berbulir peluh
Mulut berceloteh riang tanpa keluh
Hingga saatnya tiba melempar sauh

Mereka, anak-anak nelayan
Mendayung sampan ke tepian
Mencari sisa-sisa ikan
Yang terdampar karna pasang semalaman

Mereka, anak-anak yang tak termakan rapuhnya peradaban
Dalam congkaknya zaman tetap tegar bertahan
Berdiri melantang halau terpaan
Bersahaja tanpa rasa keterpaksaan

Sungguh, semesta raya mengingatkan
Rezeki terhampar di sepanjang bumi Tuhan
Usah diri meragu firman
Manakah nikmat yang engkau dustakan

**
Bumi Siwalan, 060120



CERITA PAGI
oleh : a. Prasetyo


pagi ini
jam enam lewat seperempat menit,
kulihat dua bocah
duduk bersenda gurau
di sebuah rumah penjaga
tempat pembuangan sampah
pada penghujung jalan sebuah perkampungan

lalat-lalat hijau
sebesar ujung jari kelingking
beterbangan, berputar-putar
mengelilingi segelas teh hangat
yang tak ada penutupnya

lalu, mulut-mulut sang bocah
bergantian mencecap,
menyantap sebungkus nasi
yang dimakan berdua
terlihat alangkah bahagia

sementara,
hujan yang turun semalam
menyisa genangan air menghitam
tercecer di beberapa tempat, seakan
membentuk gugusan pulau-pulau
pada peta nusantara

menguar aroma tak sedap
menyapa rongga hidung mereka
dalam sekian waktu berlalu
terlalu akrab, sang bocah
menghirup oksigen, bercampur bau basi

pagi ini
jam enam lewat dua puluh menit
kulihat dua bocah
berseragam putih merah
keluar dari rumah penjaga
tempat pembuangan sampah
pada penghujung jalan sebuah perkampungan

bersemangat menapaki hari
membekal diri
berharap suatu saat nanti
mereka, tak lagi menjadi penghuni
rumah penjaga tempat pembuangan sampah lagi

**
ujung sawobarat, 150120



TERLARANG TEMU
Oleh : A. Prasetyo


Untukmu, perempuan semu
Merajuk di penghujung temaram
Bait-bait pujangga meramu
Aksara merangkai rindu
Luahkan rahsa merajut temu

Puan, bolehkah sejenak kugenggam
Lembaran gores bertinta pilu
Cerita engkau dan aku
Saat bentang menyisa ragu

Hingga pada gigil harap
Luruh menghirap
Resah menyesap
Melarung kisah menuai pisah
ADE PRASETYO



Kumpulan Puisi Samodera Berbirbisik - TANYA TAK TERJAWAB





SINAR KEHIDUPAN
Karya: Samodera Berbisik


Tersenyum malu-malu, bersembunyi di balik kabut. Namun selalu hadir, hingga batas waktu berakhir.

Sinar garang menembus bumi, namun kini redup. Terguyur rinai, tiada henti. Memenuhi panggung kehidupan dunia.

Senja menjemput, pulang ke peraduan. Merebahkan diri dalam kehangatan kasih sayang. Lelap dalam peluk keheningan.

Esok hari fajar kembali membangunkan, perlahan bangkit mengecupi bulir-bulir bening. Kemudian menjalani hari, tanpa terpinta lagi.

Tangerang, 05 Pebruari 2020



TANYA TAK TERJAWAB
Karya; Samodera Berbisik


Ingin menjauh semakin dekat
Akan melepas kian terikat
Sebuah kebenaran, atau pembenaran
Suatu kesalahan, apa keindahan

Dimana meletakkan titik
Bila akhir kalimat, sebuah pertanyaan
Seribu rangkaian aksara dipasangkan
Tetap saja bukan jawaban

Alam pikiran tak mampu menjamah
Mengapa tak pasrah kepada-Nya
Membiarkan semua terjadi
Dan ... menjalani sepenuh hati

Tangerang, 04 Pebruari 2020
#musafiraksara



SEBATAS ANGAN
Karya: Samodera Berbisik


Jangan lagi katakan sayang, bila tak mau berjuang
Jangan bilang cinta, jika di bibir terucap kata
Rasamu sebatas angan
Sementara ingin tak ubah angin
Semilir membelai, lalu lenyap terberai
Tak ada jejak terpijak

Aku hanya meminta sebait puisi
Jemarimu tiada sudi menari
Apalagi bila menginginkan sepotong berlian
Dirimu mungkin pingsan
Terkapar, menggelepar bagai ikan kurang air

Sesak napas, tersendat, megap-megap
Tapi tak ingin mangkat
Sudah, bahagialah bersama jejak yang tertinggal
Atau bangga tentang angan hayalan

Aku masih akan berjuang
Inginku masih penuh dambaan
Maaf ... aku berlalu membungkus rindu
Kubuka nanti, saat sebatas anganmu tersadar

Dan rasa itu menyebar mengisi setiap sisi ruang hati
Tapi jangan lagi, mengharap aku kembali
Bisa jadi, diri ini telah mati
Terperangkap dalam imajinasi tak bertepi

Tangerang, 04 Pebruari 2020
#AksaraSakitJiwaAkut
@musafiraksara




SALAM RINDU
Karya: Samodera Berbisik


Salam rindumu telah kuterima
Lewat semilir angin, lembut membelai jiwa
Sehingga kecupan-kecupan ingatan kita
Melumat sekujur rasa

Duhai kekasih di palung rasa
Isyarat gelora cintamu mendekap sukma
Menghangati gigilku, menahan rindu
Pada harapan yang terus melaju, tanpa temu

Salam rindumu begitu mesra
Kubalas dengan lantunan doa
Semoga bahagia, menemani langkahmu di sana
Hingga suatu saat, Tuhan mengizinkan kita bersama

Bukan hanya salam rindu tereja
Namun berpagutnya dua hati
Saling merangkai asmara
Dalam lingkaran kebahagiaan, selamanya

Tangerang, 02022020
#musafiraksara



KECUPANMU MEMBANGUNKAN MATI SURIKU
Karya: Samodera Berbisik


Tubuhku terjatuh menggelepar, dan tertidur. Ooh tidak! Pingsan, di jalan setapak dengan kerikil-kerikil tajam. Tak ada satupun orang yang peduli meski banyak yang berlalu lalang. Tiba-tiba seorang perempuan sebayaku berteriak, "Tolong bantu aku, ini sahabatku, bawa ke dalam mobilku, katanya penuh kecemasan. Kemudian beberapa laki-laki mengangkat tubuhku ke dalam mobil. Lalu melaju menuju arah tempat tinggalku. Sebuah pondok sederhana, beratap rumbia. Di baringkannya tubuhku di atas balai tanpa alas dan bantal apalagi selimut hangat. Dalam tidurku, melihat sahabatku menelepon seorang. Tak berapa lama seorang dokter cantik datang memeriksa kondisiku. Setelah itu ia tersenyum dan membisikkan sesuatu kepada sahabatku yang juga ikut tersenyum. Aku jadi keheranan di buatnya. Kemudian mereka meninggalkan aku sendiri, setelah sahabatku kembali menelepon seseorang.

Aku melihat ragaku tertidur sendiri, tiada seorangpun menemani, "Aku benar-benar hidup sendiri di dunia ini," kataku terenyuh.

Dalam hitungan jam, tiba-tiba seorang laki-laki tampan membuka pintu reot pondokku. Suara engsel berderit menyayat hati. Laki-laki itu ternyata kekasihku, seorang pujangga yang pergi mengejar ambisi. Ia berjalan mendekatiku dan meraih tanganku begitu lembut, "Dek, bangunlah sayang, abang sudah datang untukmu, maafkan aku telah meninggalkanmu begitu saja. Aku tak menyangka kerinduanmu membuatmu seperti ini. tadi aku mendengar cerita dari sahabatmu saat meneleponku." Katamu perlahan. Aku berjalan mendekat untuk memelukmu, namun tanganku kembali melayang tak mampu menyentuh apapun.

Hari berganti setiap hari kekasihku mengunjungi tanpa lelah. Ini hari ke tujuh dalam tidurku. Ia mendekatiku, menunduk dan dengan penuh perasaan mencium keningku, "Dek, ayolah sayang bangunlah, abang berjanji tak akan meninggalkanmu lagi, kita akan bersama selamanya tanpa ada satupun orang mampu menghalangi. Dia kembali mengecup keningku sambil menitikkan air mata. Tiba-tiba aku terbatuk, membuka mata perlahan, "Abang sudah datang?" Tanyaku lemah. Ia memelukku dengan segenap rindu, "Alhamdulillah adek sudah bangun, abang tak ingin kehilanganmu." Jawabmu lembut. Kami berpelukan, "Abang jangan tinggalkan adek lagi ya?" Kataku manja.
"Tidak sayang, abang sudah berjanji sewaktu adek masih tertidur." Jawabmu mesra.
"Terima kasih sayang, kecupanmu telah membangunkan mati suriku." Jawabku bahagia.

Tangerang, 01 Pebruari 2020
#ImajinasiTakBertepi



JEJAK DI KESUNYIAN WAKTU
Karya: Samodera Berbisik


Ada yang tertinggal pada lepuhnya jemari
Jejak rasa yang tertera di sudut hati
Serpihan ingatan tentang kisah elegi tak terperi
Bersemayam lekat mengikat perjalanan kehidupan

Ingin kuurai dalam berai, agar sirna bersama angin
Namun nestapa telah menyatu
Bersama liatnya waktu
Tanpa aku simpan di ruang kalbu

Tak akan aku biarkan senja menangis sia-sia
Kepedihan yang terus merongrong masa
Menyadarkan diri akan sebuah garis yang tak terhindari
Selayaknya tunduk, bersujud tanpa bertanya lagi

Ya Robb ...Engkau cipta sedih yang demikian menyayat
Meninggalkan jejak di kesunyian waktu
Sebelum raga ini lenyap bersama perputaran roda dunia
Maka izinkanlah aku memohon ampunan-Mu, selama masih terpijak kehidupan ini.

Tangerang, 27 Januari 2020
#AksaraPerenunganDiri



#EMiMa

Biarkan pohon puisi berbunga aksara. Tanpa seorangpun menyirami air mata elegi. Hingga kelopaknya berguguran di hembus semilir angin. Dan, bersatu menjadi humus di bumi pertiwi.

Samodera Berbisik
Tangerang, 26 Januari 2020



SATU TITIK
Karya: Samodera Berbisik


Perjalanan aksaraku terus mengitari waktu. Melewati jeda tanpa terpinta. Suata masa ada koma yang benar-benar membuat terkesima. Entah apanya, yang membuatku menahan napas. Aku tak bisa menerjemahkan dengan larik-larik kalimat manapun. Ia mengupas segala kulit luka, tanpa secuilpun mengiris rasa. Seiring surya bergulir, pada sore yang emas, sinarnya menembus jantung. Jiwa melayang, terbang menjemput selendang lembayung.

Tersipu mengingat isyarat koma kala itu. Namun kini kesadaran telah menemukan kewarasan, bahwa selendang lembayung akan hilang saat sore emas pulang ke peraduan.

Esok hari, kulanjutkan pengembaraan aksara. Melewati hutan cemara yang sangat lebat. Semak-semaknya liar, membuat tersesat. Terperosok aku pada belukar jahat, sulur-sulurnya menjerat dan mengikat. Jedaku pada belantara, kutemukan seekor buaya darat menghuninya. Ia bersembunyi di balik topeng kesatria sastra. Syair-syairnya melambungkan angan, hingga jauh menembus langit pesona. Indah berselimut pelangi. Namun akhirnya terbukalah topeng oleh semilir angin dan terlihatlah sang buaya dengan maskara tanpa mata, sekarat tembaga dusta. Mataku berlinang, lalu kutinggalkan kedunguan pada nisan tanpa pusara.

Dalam perjalanan aksara di suatu sore yang emas, aku bertemu elang dengan tatapan tajam, namun terlihat kilatan bening pada manik hitamnya. Ia tersenyum manis, namun kebekuan hati tiada tersentuh. Gigil telah menyelimuti, tanpa terhindari. Pengembaraan yang di penuhi tikaman dan goresan dusta telah mengebalkan rasa. Koma dan jeda semakin membuat perih tak terkira. Jiwa hampa tanpa makna. Namun sang elang terus mengitari langkah tanpa kenal lelah. Ia menukik, tepat pada pusaran ombak prahara, kemudian dengan paruh yang kokoh tergulunglah segala nestapa. Hingga aku lemas, lunglai tak berdaya. Roboh dalam dekapan hangat sepasang sayapnya. Dan ... pengembaraan aksaraku terhenti pada satu titik, sepasang manik mata.

Tangerang, 25 Januari 2020
#ProsaPerjalananAksara
#MusafirAksara



KAMU
Karya: Samodera Berbisik


Usah tanya rindu untuk siapa
Kamu tahu pasti rasa ini
Memanggil nama
Indah menghuni hati

Kamu masih enggan
Meluah kedukaan
Aku sanggup hadapi
Apa pun kemungkinan

Aku tulus tanpa tanya
Namun kamu mengunggah gundah
Dengar kata hati
Adakah ragu sapa ini

Kamu masih genggam luka
Tanpa gapai aku menabur obatnya
Tepis tangan sekuat ego
Atau harga diri tinggi jadi komando

Kamu, berkutat pada masa lalu
Entah, apa langkah kaki
Masih satu derap dengan hati
Atau balik kanan tanpa peduli

Tangerang, 24 Januari 2020
#AksaraLingLung



INDAH TERAMAT MENYAKITKAN
Karya: Samodera Berbisik


Terdengar rancu di hatiku
Biru terucap, abu-abu tereja rasa
Sungguh aku tak memahami
Senyuman manis tersungging
Penamu membelai aksara lain

Mengapa tak pernah terangkai
Sebait larik-larik teruntai
Tentang kita, kisah terjalani
Jemarimu hanya menari cerita lampau
Lalu, apa makna aksaraku kini

Kau tahu pasti
Setiap lantunan kenangmu, membakar dadaku
Namun mengapa, terulang dan terus kau ulang
Merambati titian usang
Inikah caramu menyayangiku

Menghembuskan napas panas
Membakar sukma lara
Cukup sudah, maaf kesabaranku tak lagi sanggup berpacu
Aku ... berlalu tanpa ada kata berpisah
Karena engkau begitu indah, juga teramat menyakitkan

Tangerang, 23 Januari 2020
#AksaraSakitJiwa
#MelemaskanJemari




MENGUPAS TANPA MENGIRIS
Karya: Samodera Berbisik


Teruntuk yang telah berlalu, sekian waktu. Baru aku fahami sesungguhnya ucapanmu. Kala itu, aku hanya menyimak sambil melewati senyum manis.Tanpa berpikir yang tersirat dalam aksara terucap.

Apakah dirimu masih mengingat kenang kita. Jejak-jejak kisah mencuri makna dalam setiap cerita. Begitu manis dalam ingatan. Memenuhi pelangi langit-langit puisi.

Kuharap masih ada sisa jejak, meski setitik dalam ingatan. Mengupas tanpa mengiris. Kebersamaan kita saling mengisi tanpa menyakiti. Meski pernah tersakiti oleh rindu, namun kini kerinduan membawa aku mengingat kenangan bersamamu.

Tanpa lagi rindu berselimut cemburu, tiada harap menitipkan asa memiliki. Karena sesungguhnya engkau telah kumiliki dari dalam palung rasa. Seiring lantunan doa tak terpinta. Untukmu, untukku, untuk kita. Bahagia selamanya, dalam biduk berbeda.

Tangerang, 22 Januari 2020
#MengupasTanpaMengiris
#TerhaturTerimaKasih
#TanpaBatas




GELORA RASA II
Karya: Samodera Berbisik


Lelaki senja kembali menyusuri pantai. Tiba-tiba langkahnya terhenti. "Di sini pertama kali aku bertemu dengan perempuan pelangi, bagaimana kabarnya ya?" gumamnya, sambil terus melangkah. Tanpa sengaja langkahnya terhenti di depan pondok perempuan pelangi. Mata lelaki senja memandang ke arah pondok. Sepi, tidak ada satupun penghuninya. Hatinya pun terasa begitu sepi. Dengan gontai ia kembali melanjutkan langkah. Setelah kira-kira seratus meter ia menemukan sebuah pondok. Kebetulan sepasang suami istri nelayan berada di halaman sedang menjemur ikan. Rupanya mereka mengasinkan ikan hasil tangkapan. Dengan sedikit ragu lelaki senja menghampiri sepasang nelayan itu.
"Bapak, ibu, mohon maaf, boleh saya bertanya sesuatu?" Kata lelaki senja.
"Silahkan nak." Jawab mereka ramah.
"Apa bapak, ibu mengenal pemilik pondok itu?" Lanjut lelaki senja.
"oh, nak Melati, dia keponakan kami, ibunya kakak dari bapak." Jawab ibu nelayan sambil melirik suaminya. Kemudian mereka menunduk, terlihat sekali guratan kesedihan di wajah keduanya.
"Nak, rumahnya hanya selisih tiga dusun dari pondok ini, temui dia kalau kamu tak ingin terlambat." Jawab perempuan itu sambil menitikkan air mata.
"Sekarang pulanglah." Jawab bapak nelayan.
Kemudian lelaki senja. Berlalu setelah berpamitan.

Sesampai di pondoknya lelaki senja duduk di teras. Pikirannya terus berkecamuk.
"Ada apa sebenarnya dengan perempuan pelangi, eh Melati, iya namanya Melati. Mengapa bibinya berkata sebelum terlambat, apa ia akan di nikahkan dengan seseorang yang tidak ia suka?" Hanya sampai disitu pertanyaan yang berlarian dalam pikirannya. Hingga ia tertidur.

Malam terasa begitu dingin. Lelaki senja terbangun dari tidur pulasnya.
"Rupanya aku tertidur di teras, pantas terasa dingin sekali." Katanya sambil melangkah ke dalam kamarnya. Ia berbaring ingin melanjutkan tidurnya.
namun hatinya kembali sibuk bertanya-tanya.
"Lalu bagaimana dengan gelora rasa kami, apakah ini alasannya ia meninggakanku tanpa pesan?" Tanyanya pada diri sendiri.
"Oke, esok setelah fajar seusai sholat subuh aku akan pergi ke kampungnya, untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi." Kata lelaki senja. Dan, akhirnya kembali ia tertidur.

Esok hari setelah fajar menyingsing ia berjalan menyusuri pantai menuju dusun tempat Melati tinggal.Hanya sekitar dua jam perjalanan ia telah sampai pada tempat yang di tuju. Sepi, dusun itu sangat sepi. Tak lebih dari 15 rumah berada di perkampungan itu. Tiba-tiba langkahnya terhenti di tanah lapang perbatasan dusun. Banyak orang berkerumun di atas gundukan tanah merah. Mereka menangis. Lelaki senja terhenti ketika melihat dua sosok yang ia kenali.
"Bukankah itu paman dan bibinya Melati, siapa yang meninggal ya, Melati tak terlihat?" Suara hatinya terus menyapa tanya.
"Kemarilah nak!" Kata bibinya melati menahan isak. Pandangannya tertuju pada lelaki senja. Kemudian ia menghampirinya.

"Siapa yang meninggal bu?" Kata lelaki senja.
Ibu itu tak mampu menjawab. Ia hanya menunjuk papan nisan, pandangan lelaki senja mengikuti arah telunjuk ibu itu. Dan, ia membaca nama yang tertulis di papan nisan, "M E L A T I" . Ia terduduk lemas. Tak menyangka ia terlambat, ia hanya menemukan melati yang memenuhi pusara. Gelora rasa rindu yang bergemuruh di dadanya terhempas. Lelaki senja lemas. Pandangan matanya gelap.

Tamat
Tangerang, 12 Pebruari 2020



AKTOR AKUN
Karya: Samodera Berbisik


Berlari sejauh mampu kaki melangkah
Bersembunyilah selagi masih ada yang menutupi
Berperan selama berdiri panggung kehidupan
Bermain-main ketika labirin belum tersingkir

Aku ikuti semua, kemana arah tertuju
Kusimak isi skenario dalam genggaman
Untuk kumainkan satu karakter
Bila memang itu inginmu

Suatu saat akan tiba ending pementasan
Dan ... aku akan bertepuk tangan
Terulur jabat erat, bersama senyum ketulusan
Untukmu aktor beragam akun

Tangerang, 20 Februari 2020
#tarianjemari
#musafiraksara



RINDU SERINDU RINDUNYA
Karya: Samodera Berbisik


Memaparkan segala kisah terjal perjalanan
Mengurai dalam majas aksara tak berkesudahan
Menyenandungkan irama jiwa dengan tarian
Jemari meramu kata sesuka gerakan

Andai saja untaian ini tak indah, bahkan membuat gerah
Abaikan, usah meresah gelisah
Biarkan imajinasiku mengembara, menyusuri madah
Mencari titik rindu yang masih begitu mentah

Melanjutkan langkah menemukan rindu kalbu
Mematangkan kalimat yang masih ambigu
Dan, terus mengais makna yang tersimpan di balik awan kelabu
Hingga berlabuh pada titik temu

Kutahu kemana arah menyandarkan rasa
Walau jauh dari jangkauan jiwa
Masih riuh dengan asa menggila
Tetapi keyakinan hanya kepada-Nya, melabuhkan rindu serindu-rindunya

Tangerang, 20022020
#tarianjemari
#musafiraksara



------------------------------------


Masih terasa
Gigil memeluk jiwa
Hujan melanda

SB
Tgr, 20022020





PEMAPAH HATI
Karya: Samodera Berbisik


Ketika serabut kalut menjemput kemelut
Engkau datang membalut lembut
Hingga aku tak luput memagut
Kecupan termanis darimu sang penyelimut

Kuharap tak hanya sesaat
Kala dukaku tajam membabat
Jiwa yang nyaris sekarat
Oleh dusta yang selalu tersemat
Dari piciknya pengkhianat

Duhai pemapah hati kering ini
Tetaplah disini sampai nanti
Jangan berlalu meninggalkan prasasti
Engkaulah sesungguhnya kucari, di antara belahan bumi

Tangerang, 19 Februari 2020
#tarianjemari
#musafiraksara




#MiMa

Mengharap rindu mencumbui malam. Berdebat resah dalam keheningan. Ketika engkau datang, lelap telah melumpuhkan aku.

Samodera Berbisik
Tangerang, 18 Februari 2020



BERDIRI DI ANTARA JEDA
Karya: Samodera Berbisik


Menunggu sepotong asa
Di antara ribuan irisan luka
Serasa perih menikam jiwa
Tetap terlalui, tanpa tanya

Menguak misteri tak bertepi
Bijak menguji silih berganti
Sementara ratap, menambah luka hati
Tersenyum saja dalam pasrah diri

Tergariskan dalam perjalanan
Tajam bebatuan bentuk perjuangan
Lalu, mengapa masih mengurai erangan
Merunduklah dalam kepasrahan

Berdiri di antara jeda
Menggilas duka dengan tawa
Biarkan saja melewati kisahnya
Hingga titik menyelesaikan semua

Tangerang, 17 Februari 2020
#tarianjemari
#musafiraksara




REBAH
Karya: Samodera Berbisik


Langkah ini tiada pernah terhenti
Meski duri merajami hati
Cedera, nestapa pun menyelimuti nurani
Menghalangi perputaran waktu, berganti

Musafir akan terus berkelana
Mengumpulkan puing-puing aksara
Tercecer di setiap sudut tak bermakna
Merangkai dengan segenap rasa

Lihatlah ... diri masih setia berkreasi
Walau terabai, seperti basi
Senyum ini akan terus mewarnai
Tanpa secuil sakit hati

Kepada yang mencerca dengan senyum sinis
Akan tergenggam sebagai saran manis
Igauanmu adalah imajinasi tak pernah habis
Agar membuatku semakin eksis

Aku telah rebah dalam hening
Mencari setitik bening
Agar luka tak menetap pada kening
Lesap tanpa menyisakan percikan beling

Tangerang, 16 Pebruari 2020



DUHAIKU
Karya: Samodera Berbisik


Rindu, aku hanya ingin berada dalam pelukanmu
Tanpa seucap kata, ataupun sepucuk rayu
Biarlah kurasakan debar hatimu
Bersenandung memanggil namaku

Duhaiku, malam ini begitu ingin bermanja
Pada lembutnya kecupanmu
Menyentuh rusuh resah tak menentu
Saat ku menahan rindu padamu, hanya kamu

Yang kumau, mengisi ruang kalbu
Mari kembali kita menyemat asmara
Sempat tercecer pada tangkai curiga
Duhaiku ... kita pacu rindu, hingga puncak ternikmat

Kemudian terbungkus dalam lembah desah
Terkulai oleh ayunan hasrat
Tersenyum menggenggam temali cinta
Mengikat tanpa aksara pemikat

Tangerang, 14 Pebruari 2020
#tarianjemari
#musafiraksara




GELORA RASA
Karya: Samodera Berbisik


Lelaki senja berjalan menyusuri pesisir pantai. Sepasang kelopak bibirnya tersenyum penuh makna. Selama ini tiada setetes embun pun menyesapi dahaga. Kerontang, bahkan untuk menelan ludahnya sendiripun terasa begitu pahit.

Kini isi tempurung kepalanya sedang berdiskusi dengan suara hati.
"Oh angin, benarkah berita yang kau sampaikan ini, dia pun merasakan gelora rasaku?" Gumamnya sambil terus berjalan. Pikirannya melayang pada beberapa purnama silam. Seorang perempuan yang terpaut usia 7 tahun di bawahnya telah merebut kensunyian hatinya. Tanpa pesan ia berlalu, meninggalkan kenangan. Kala itu mereka bersahabat, yang di pertemukan pada pantai ini. Saat itu masing-masing sedang duduk sambil menikmati senja. Entah apa yang mereka rasakan pada debar hati masing-masing.

Tanpa sengaja riak kecil menghanyutkan sepasang sandal sang perempuan, dan terhenti tepat pada kaki lelaki senja. Saat azan berkumandang perempuan itu beranjak dari duduknya, hendak pulang ke pondoknya yang tak jauh dari pantai. Tiba-tiba ia terkejut, "Di mana sandalku?" Bisiknya pelan. Kemudian ia berjalan menyusuri pantai, dan pandangannya terhenti pada sepasang sandalnya, berada dekat kaki lelaki senja.
"Maaf tuan, aku mau ambil sandalku ini." Katanya sopan.
"Oh silahkan puan, maaf aku tak melihatnya." Jawab lelaki senja tak kalah sopan.

Mereka kemudian bersahabat karena sering bertemu kala menikmati senja. Tetapi tak tahu sebabnya, tiba-tiba perempuan itu tak terlihat lagi di tepi pantai. Sampai suatu saat lelaki senja menyusuri pantai sendirian, dan menemukan surat yang terbawa hembusan angin, tepat mengenai wajahnya. Pada selembar kertas itu tertulis,

Kepada
Sahabatku lelaki senja

"Terima kasih telah menemani disaat-saat kesendirian ini. Namun maafkanlah aku, harus meninggalkanmu. Aku pulang ke kampung halaman.Hanya beberapa kampung dari pondokku ini.
Salam dariku, perempuan yang mengagumimu."

Tertanda:
Perempuan pelangi

Lelaki senja itu kembali tersenyum, "Duhai perempuan pelangi, akupun mengagumimu. hadirmu bagai setetes embun yang menyejuki hatiku yang kering kerontang selama ini." Gumam lelaki senja, sambil melangkah meninggalkan pesisir pantai. Ia pulang dengan mendekap rasa yang menggelora.

Bersambung ...

Tangerang, 12 Pebruari 2020



MELEPAS


rasa tersemat
tanpa mengikat
indah merekah
warnai hati

bukan takdir
meski hadir
berlalu saja
ikhlaskan rasa

SB
Tgr, 11022020
#PUSAI



MALAM TANPAMU
Karya: Samodera Berbisik


Semalam hening, menyimpan gundah
Resah menguasai mimpi
Sepi tanpa imajinasi
Untuk melahirkan seuntai sajak

Aksara enggan singgah
Sekedar menyapa diksi
Bagaimana bait-bait menjadi puisi
Kosong, gaun kertasku tetap putih

Pagi ini, kucoba tersenyum
Menyambut semringah mentari
Namun lagi-lagi sunyi
Tersemai di hati

Semua karenamu
Inspirasi yang entah, singgah di mana
Semalam tanpamu, puisiku beku
Hingga kini masih tetap bisu

Tangerang. 11 Pebruari 2020
#tarianjemari
#musafiraksara




TIADA DUSTA
Karya: Samodera Berbisik


Langkah kita sejalan
Bergandeng tangan
Sejajar kiri dan kanan
Memandang lurus ke depan

Saat terjatuh, terluka bersama
Saling menghapus air mata
Kemudian tersenyum berdua
Tanpa di beri aba-aba

Namun tiada dusta
Bukan kamu yang aku puja
Mencumbui rindu di jiwa
Menyetubuhi gemuruh asmara

Kutahu rasamu pasti
Tapi dustamu pun tiada kendali
Mencacah ketulusan hati
Menikam setajam belati

Hingga diri remuk redam
Menyimpan lara dalam diam
Jauh, teramat rapat terpendam
Tenggelam pada pekat malam

Tangerang, 09 Pebruari 2020
#musafiraksara



NYANYIAN ANGIN
Samodera Berbisik


Terucap lembut bagai semilir sang bayu.
Mempesona irama sendu.
Membias symponi hati, sirna seumpama nyanyian angin.

Tgr, 08022020



PAMIT
Karya: Samodera Berbisik


Maaf, bila ucapku melukaimu
Aku akan berlalu tanpa pilu

Kukira hadirku mengisi sepi itu
Namun ternyata, mengganggu ketenanganmu

Kuharap masih ada ketulusan
Tapi ternyata aku menjadi beban

Akan aku jadikan pengalaman
Tak semua orang, menyambut uluran, sejujur ucapan

Aku pamit, tak akan lagi membuatmu sulit
Biarlah kulangkahkan kaki tanpa sakit

Tersadar kini, selayaknya memang harus sendiri
Berkidung menyuarakan rasa hati

Selamat jalan ...
Bahagia menunggumu, penuh senyuman

Tangerang, 07 Pebruari 2020



#EMiMa

Tak perlu lagi aku mempuisikan namamu. Karena hadirmu, merupakan ruh bagi aksara-aksaraku.

Samodera Berbisik
Tangerang, 06 Pebruari 2020






Kumpulan Puisi Muhammad Jayadi - PENGALAMAN ADALAH KEKAYAAN



PENGALAMAN ADALAH KEKAYAAN
Muhammad Jayadi


Pengamalan-pengalaman lewat adalah kekayaan tak pudar
Bersama penghayatan terhadap kehidupan
Luka dan duka adalah keindahan, sepucuk kabar gembira pembuka kesadaran
Tuhan berikan sebagai hadiah berupa keadaan-keadaan
Menampar sikap kemanjaan
Menyalakan api perjuangan jiwa menggapai tujuan
Segenap harap tumbuh mekar memanggil mimpi-mimpi jadi nyata
Mereguk waktu memijar cahaya gemilang di antara bengisnya kenyataan dunia menipu daya dengan kejamnya.

Halong 04-02-2020



KEMBANG KEHIDUPAN
Muhammad Jayadi


Di sela waktu
Ada pikir menyeruak ke permukaan bumi
Tentang kehidupan, yang terkilir di tepi jalanan
Namun terus berpacu menghadapi kenyataan
Menyegar bersama daun-daun hijau
Mekar bersama kembang-kembang rindu

Burung-burung meluas geraknya di atas samudera
Mengukir cinta dan menyerap air mata dunia jadi makna-makna
Pun demikian dengan aku, sepotong-sepotong cahaya bulan kukumpulkan di sisi wajahku
Menyempurnakan peradaban yang pernah beku diremukkan kelam masa lalu.

Halong 04-02-2020



KUTUNGGU KAMU
Muhammad Jayadi


kutunggu kamu di bangku taman ini
setangkup sunyi dan gerimis bernyanyi
sampai saat kamu datang menaburkan aroma bunga di dada
luaslah dunia yang memenjara jiwa dalam bekunya
dan aku berkata: aku demam rasa padamu
indah dunia yang tak terbayar oleh apapun juga.

Halong 02022020



LAGU KEMBARA MALAM
Muhammad Jayadi


Dalam malam, percakapan mengasah fikir dalam nyanyian angin menderu
pecahkan segala rasa dalam jiwa kepada untaian kata menabur makna
jalan-jalan telah terlalui dari waktu yang berwajah sendu
sebab kita menanti matahari esok pagi, harapan orang-orang yang membumi
menyemai makna
menggores warna nurani
di nadi langit, kita lantunkan doa-doa dalam diam hening.

Kalsel 18 Agustus 2019



HUJAN YANG MEMBERI ARTI
Muhammad Jayadi

Hujan dan dingin, satu lipatan dalam aroma hari-hari murung dan beku. Liukan hari-hari bermain di ujung mata dan sepasang tangan berdoa, meminta ampun dosa, meminta rahmat masuk di dada.

Kuyup jiwa dibasahi noda-noda, menyelimut ribuan mimpi yang kotorkan suasana hari-hari terbata. Remang. Ribuan kali mencoba mandi di sumur cahaya, ribuan kali noda menyiram dada. Bertarung dua jiwa di dalam diri. Perih dan pedih.

Waktu adalah wadah menimang usia. Hari-hari berlalu menyisihkan kemudaan, jadi tua dan kering badan. Lama mencari arti diri di balik kekosongan pandang yang selalu lalai dan berjalan tak tentu arah ditipu mimpi-mimpi.

Loa Buah Samarinda, Maret 2007



DUNIA YANG TUA
Muhammad Jayadi

Hari panas, seperti sarapan dengan menu matahari terhidang di meja. Jendela terbuka menunggu angin masuk menyejukkan badan. Sunyinya daerah ini seperti sunyinya jiwaku yang telah beku beradu dengan terjangan igauan mimpi-mimpi dunia penuh tipu. Angkasa terik matahari terjerat titik air mata kebisuan.
Jadi basah hari. Jadi buyar lamunan.

Detak jam, detak waktu, detak hari-hari ini, hari-hari berlalu. Kududuk terbius angin senja merah. Lambaian pohon-pohon dan bisik kerinduan pada hati makin bertengger, makin berkutat erat. Mimpi dan hanyalah mimpi di angkasa paling jauh, gemetar jiwa mengayuh mabuk racau sandiwara ini. Bersusun barisan ketakutan pada hidup berdebu. Meskipun kata-kata bukanlah apa-apa tapi bisa jadi hibur pada saat-saat duka, sebagai kenangan untuk sunggingkan senyum secuil di bibir yang mengatakan perih pada derita yang panjang.

Loa Buah Samarinda, Maret 2007



SUARA-SUARA KESADARAN
Muhammad Jayadi

Gigil pagi
Di badanmu terbawa angin musim semi
Peradaban manusia berubah secepat kilat
Noktah-noktah perjalanan di iringi kabut, kabur dalam pandangan
Gerak perubahan merobek budaya cinta dan kasih sayang
Yang ada, hanya sisa rasa tega mengisap darah sesama saudara
Pun demikian, masih ada suara-suara bercahaya
Melawan kemunafikan dan dusta, di satu sisi yang penuh luka
Memberontak dari kekangan mereka yang buta aksara kebenaran
Yang tuli dari mendengar panggilan keinsafan.

Masih ada
Dan akan selalu ada.
Halong 25 Januari 2020



CINTA
Muhammad Jayadi


Tiba-tiba aku adalah cinta
memetik bunga di tepi senja
harumnya mengerling seindah matamu
menikam sukma sunyi dalam diriku
menyuguhkan dawai indah pada malam-malam berdebu,
dan aku rindu padamu, dinda.

Halong 22 Januari 2020



LESTARI JIWA
Karya : Muhammad Jayadi


Kalaulah malam jadi perhiasan keindahan
Pastilah bintang-bintang dan rembulan mengisyaratkan lestari jiwaku dengan senyuman nurani
Sebagai hasil dari renungan ke renungan dalam perjalanan ini.

Halong 21-01-2019



DI RADIO MALAM HARI
Muhammad Jayadi


Di radio malam hari aku mendengar suara rindu dari pintu-pintu terbuka menawarkan rasa seumpama surga di bilik jiwa
Damai ia, menyanyikan tembang kenangan tempo hari beberapa butir waktu yang manis menjadi hujan rinai di hatiku

O alangkah indahnya kehidupan rupa makna di wajah usia meniti jalan kembali
Biar puas jiwa melenggang memasuki ribuan makna tak terduga pada permainan rasa yang menggema cinta di dalamnya.

Di radio malam hari itu, aku mendengar jiwa menerangkan serpihan arti yang tercecer minta dipungut kembali
Lantas dibingkai dan ditaruh di dinding hati sebagai kenang tempatku bercermin diri
Pada nilai masa laluku yang sering berbuat tanpa arti.

Halong 22 Februari 2020



PENGAJARAN SEMESTA
Muhammad Jayadi


Semesta mengajarkanku bahwa kehidupan manusia tak ada yang tanpa makna
Mengalun di tiap keadaan, percikan air telaga menyejukkan mata hati yang rindu kedamaian
Raut wajah keadaan itulah tempat kita menangkap isyarat Tuhan di riuh nyanyian merdu sang waktu
Alam sebagai hadiah untuk disyukuri, dirawat sebagai merawat diri sendiri
Akan terbukalah dengannya nilai kasih sayang dan kesempurnaan dalam bentuk nilai hakiki
Menjaga peradaban manusia sebagai wujud pengabdian pada Tuhan.

Halong 22 Februari 2020



NAFAS RINDUKU
Muhammad Jayadi


Sebentar saja
Kuungkapkan kata ke udara
Nafasku terperangkap di lorong-lorong
Nada rinduku bernyanyi penuh harap

Titik-titik gerimis membuka selubung waktu
Bahwa ada hari kita yang manis, terlewati dengan indah di nada senyummu
Alunkan melodi pada malam penuh kenangan
Di tepi sendu angin daun-daun luruh bergema menitipkan kata-kata
Menjadi nafasku di sini, rumah kesadaran yang menenangkan diri dalam sepi.

Halong 13 Februari 2020



MENULIS SEBUAH KENANGAN
Muhammad Jayadi


Menuliskannya
Kehidupan itu
Memberikan ruang lapang
Di dalam sanubari
Menyerap ihwal malam dan siang
Pentas hari-hari berenang
Yang akan kukenangkan esok, mungkin
Sambil mengecup panas matahari
Sebagai bukti perjalanan diri
Berjuang dan menapak keras cadas
Segala rintang halang yang setia menemani.

Halong 13 Februari 2020



YANG BERJIWA
Muhammad Jayadi

Yang berjiwa di sisi malam dengan tangis piatu rontokkan dosa-dosa
Menatap hening sukma terjaga ketika kesadaran mengiris kenyataan di hadapan mata

Lentera mulai dinyalakan ketika kegelapan akrab menyulam usia
Langkah-langkah menuju kepastian diarahkan peradaban yang masih berdiri tegak di sendi-sendi nilai kemuliaan
Dan itu modal bagi kita menjalani hidup yang fana
Dengan gerak sederhana tulus ikhlas meraga dunia.

Halong 11 Februari 2020



MENATAP INGIN
Muhammad Jayadi


Baru saja aku keluar, menatap ingin
segala misteri tersembunyi harus dibuka
memugar kenyataan yang pernah koyak dirobek sangsi dan air mata
sehingga hidup adalah ruang paling niscaya menembus batas semesta
mengecup bening makna di raga usia berjalan menuju nyala lentera di malam sunyi tempat merenung sepi
meneropong jauh ke dalam diri sendiri
itu keindahan juga buatku.

Halong 10 Februari 2019



DI LIPATAN ZAMAN
Muhammad Jayadi


Tahun-tahun berlalu melipat zaman berganti warna
Sengketa-sengketa membelah bumi dan rasa kemanusiaan hilang perlahan
Ditelan oleh angkara murka dan keserakahan perut-perut rakus

Yang tersisa dari itu, rintik air mata menetes di lembah-lembah
Dari tangisan sekarat orang-orang yang dikalahkan para serigala pemangku kekuasaan yang menghisap darah-darah rakyatnya

Dan kami berkata, robohkan segala daya negatif di sisi redup cahaya
Menyalakan harapan dengan semangat bara membara
Peradaban manusia yang dibimbing Tuhan yang maha esa.

Halong 7 Februari 2020



MATAHARI RINDU
Muhammad Jayadi


Seiring matahari menyembul di antara urat nadi
Di timur, ia yang pernah sepi disergap malam
Menari antara rumbai impian yang tak pernah padam cahaya
Selalu, dalam diamku ada perenungan
Kurasakan mengayakan jejak perjalanan
Pengalaman penuh gejolak yang harganya tak tergantikan
Kutuliskan rindu di bumi ini
Tempatku menyelam ke dalam jauh relung nurani.

Halong 27 Desember 2019



NOCTURNO
Muhammad Jayadi

Menembus dingin
Di gelap malam
Jalan sunyi lengang
Jangkrik bernyanyi sehabis hujan
Kodok pun memekik sesekali
Hawa dingin merasuki sukma
Sambil menepi di tepi jalanan
Kuguratkan keindahannya
Menengok ke dalam diri
Bercermin pada masa lalu
Mempelajari kembali jalan yang telah dilalui
Memperbaiki risalah hati yang pernah hampir mati
Terkotori kejemuan duniawi.

Halong 25 Desember 2019



PADA SETANGKAI BUNGA
Muhammad Jayadi


Pada setangkai bunga merah
Kutitipkan pesan rindu untukmu
Lambang pertautan hati
Dalam debur ombak asmara
Kepadamu, mata indah akhlak lembut ramah
Kusambangi malam
Mengenangmu dalam kegetiranku
Sepucuk harap yang kutanam
Dalam pengembaraan di jalan Tuhan
Biar saja Dia tentukan
Akhir kisah perjalanan hatiku
Mengalir murni isyaratkan hakikat kesejatian cinta
Menahan segala goda dan bisik fana zaman
Agar tak terjebak noda asmara tak bertuan.

Halong 25 Desember 2019



SYUKUR MENENTRAM JIWA
Muhammad Jayadi


Damai jiwa yang kurasa di sini
Permainan bentuk rupa angin
Lambaian dedaun dan gemericik sungai mengalir dalam
Sebagai sisa hujan lebat semalam
Riang menyambut pagi yang masih dingin
Menyembunyikan matahari malu-malu di balik kelambu awan
Burung-burung berkicau dalam embun
Nun hari ini, aku mensyukuri jejak langkah diri
Menyulam pasti wujud diri sebagai hamba yang mengingat selalu akan kemurahan yang maha pemberi rezeki
Alhamdulillah kuucap di balik segala kelegaan terobatinya dahaga hati.

Halong 24 Desember 2019



BAYANGAN TABIR JIWA
Muhammad Jayadi


Aku yang merenung pagi ini
Antara lembaran hati menulis puisi juga menghapus sangsi
Menghamparkan kata mewujud nyata mata nurani
Menampar keping dusta dunia
Yang munafik tak bersahaja
Aku hadapi itu
Kemungkinan yang juga berada dalam batinku
Kepalsuan yang menabir dari jarak kedekatanku pada Tuhan
Berjalan tanpa kutoleh bayangan yang menyita masaku
Memperoleh kesejatian dan kebenaran sepanjang jalanku
Tersebab ia mengecoh, bayang itu
Dunia itu.

Halong 24 Desember 2019



MENEMPUH LEZAT RASA HATI
Muhammad Jayadi


Aku selalu bersemangat memungut arti
Mengumpulkan jejak untuk mengerti
Menulis sajak-sajak
Di antara tumpukan pikiran yang terserak
Di awan
Di sungai
Di matahari
Di rembulan
Di jiwa
Di indah mata gadis belia

Aku menikmati hidup ini
Sedalam kelezatan hatiku menyelami lautan misteri fikirmu, kekasih.

Halong 2 Januari 2020



RAGAKU MENULIS TENTANGMU
Muhammad Jayadi


Aku ingin melukis wajahmu di kala rembulan tiba dengan syahdu
ungkapan tulusku dari batin diliputi rindu
nada-nada kata menyentuh langit perenungan
jari jemari menuliskan wangi jejakmu yang indah itu
kemanisan bergumul cahaya akrab melingkari sudut mata hatimu
indah, menyadarkanku bahwa engkau pun salah satu yang terindah yang pernah Tuhan cipta
dalam segala daya memikat sukmaku
rebah dalam rasa, fana melebur dalam usia yang menua.

Halong 5 Januari 2020



RAJAWALI
Muhammad Jayadi


Terbang bagai rajawali
Mengarungi udara lembah
Hari-hari cerah
Di tengah doa orang-orang kalah
Harapan
Impian
Melebur bersama makna
Menampik resah yang sumbat aliran darah.

Januari 2020



CERMIN KEHIDUPAN
Muhammad Jayadi


Aku membaca nasib di kaca retak
malam yang digunting sepotong bulan perak
membuatku terdiam, hening
membuka tabir kesadaran
bahwa di balik kefanaan
ada jalan menuju abadinya sebuah nilai kehidupan
ya, di sisi Tuhan kita serahkan segala hasil juang pengembaraan panjang ini
terus berlaku dalam kebajikan, biaskan sinar mentari di jalan suci murni
menggapai makna nafas yang sejati.

Balangan 18 September 2019



PERADABAN HITAM
Muhammad Jayadi


Daun sepi menatap langit
menadah hujan
menggores impian
nada sumbang kehidupan
mesti dilawan
sebab
mata hati akan hidup
ketika kebenaran disuarakan
dan keadilan ditegakkan

masihkah terlihat hal itu di masa ini?
sedang nurani tak lagi dihargai
keping-keping hati ternodai
kepalsuan menenggelamkan jiwa-jiwa mati
ditusuk-tusuk pisau peradaban hitam
hitam
hitam
hitam,
ah sudahlah.

3 Januari 2020



BULAN MALAM
Muhammad Jayadi


Tuhan menciptakan bulan itu
Yang terlihat indah, malam ini.
Mudah-mudahan, hati juga
Diberikan indah meniti
Perjalanan hidup ini.

Kalsel 17 Desember 2014



KEPASTIAN
Muhammad Jayadi


Beringsut dari cara lama
Waktu membawaku ke arah yang lebih sederhana
Tapi lebih pasti dalam langkah jiwa
Menjejaki ribuan makna dalam diri
Serpihan bingkai mimpi yang terjalani

Pun aku telah leluasa
Dengan unggunan kata-kata
Aku merenungi kehidupan ini
Pikiran yang mengalir membawaku bertafakur
Kepada rimba sunyi bening hati.

Halong Kalsel 2018



LOMPATAN WAKTU
Muhammad Jayadi


Zaman berzaman
bunga-bunga mekar di taman
sibukkan matahari menyinar
menghangatkan imaji dingin di bibir kesadaran

Pun aku
telah terbiasa menenun keadaan
berjalan di lorong-lorong tua
mencari serpihan harapan

Jejak kaki masih hangat
berwarna hitam ia
ingin kuhapuskan
menggantinya permata
sebab kesempatan masih ada
selama nafas menggema di rongga usia.

Halong 11 Januari 2020



HIKMAH KEHIDUPAN
Karya : M. Jayadi

Pengajaran ada di mana saja
Pada malam yang sunyi
Pada siang yang terang
Pada alam semesta dan segala tragedinya

Karena hikmah selalu Tuhan selipkan
Di setiap kita punya gerak badan
Meskipun kadang
Kita tak pernah menyadarinya
Karena jarang kita merenungkan.

Halong Januari 2019.



MAWAR HITAM
Karya : M. Jayadi


Kudekap malam
Dengan sentuhan mawar hitam
Sunyi yang berupa lembaran-lembaran
Menjadi kata-kata di ujung pena
Berpuisi menembang hidup
Lentera yang menyalakan keindahan.

Halong Januari 2019



MATA AIR JIWA
Karya : M. Jayadi


Betapa mengejutkan kehidupan
Yang tak pernah kita duga alur cerita di depan mata
Apapun bisa berubah
Hanya saja, mata hati kita
Harap selalu terjaga
Menjadi telaga bening
Yang selalu memancar padanya
Mata air jiwa
Hikmat yang luas, menuju jalan ketinggian
Di sisi Tuhan.

Halong Kalsel 2019



PENTAS USIA DIRI
Muhammad Jayadi

Mengawali kata
Titik usia rimbun rasa
Pahit manis sepi tertata
Di putaran roda-roda

Ya, waktu berputar
Sebagai perjalanan panjang
Namun umur sebentar saja
Akan ada akhirnya
Pentas dunia fana

Sedang yang baka
Kita harapkan ridha Allah ta'ala
Memasukkan kita dalam surganya.

Halong 10 Januari 2020



MEMERIKSA KEADAAN
Karya : M. Jayadi


Satu persatu hal kita
Kita periksa
Dalam diri
Membuka cakrawala

Hitam yang menutup marwah
Mari kita kikis bersama
Telah lama ia menutup nurani
Ketika kita lengah menoleh indah dunia

Kita periksa kembali
Warna perjalanan ini
Menorehkan puisi
Lembar yang mewarnai hati.

Halong Kalsel 10 Januari 2019



SENANDUNG KEHIDUPAN
Karya : M. Jayadi


Pada sendu alam
Hujan adalah teman
Mengusir sunyi di tiap tetesannya
Mengatasi segala keraguanmu
Tentang waktu
Belajar menerima pemberian-Nya
Saat hati sadar akan kelemahannya
Di hadapan Allah Sang Pencipta.

Halong Kalsel Januari 2019



UBAN
Muhammad Jayadi


Jika uban telah melanda
bersiaplah dan bersedia
SMS Tuhan sebagai penanda
perjalanan dunia mesti reda

Namun umur siapa duga
hitam rambut pun tetap waspada
kematian tak bersuara
kesiapan mesti terjaga.

Halong 8 Januari 2020



MUSAFIR
Muhammad Jayadi


Lambaian hari-hari menyapa keinginan menjadi
menemukan jalan dan pijakan sebenar diri mengarungi pijar matahari
di sini, di dalam puisi
kubedah hidup dengan nilai pasti
menyemai bunga-bunga hakikat
menepis tuba mengirama di dada sejak di perjalananku pertama, dunia
membuka pintu seluasnya, agar jalan kembali terbentang jelas
tak ada ragu
tak ada kebimbangan merajai kendara hati
itu rupa yang kugambarkan di bentang langit kesadaran dalam diriku sendiri
menjadi musafir tak terikat keadaan tabir yang musykil di ceruk kelam malam hari.

Halong 8 Januari 2020



KEMBALI KE JIWA SENDIRI
Karya : M. Jayadi


Singgahlah, sebentar saja
Kita renungi kehidupan
Menilik sejarah diri kita
Menoreh jejak, seperti gerimis ini
Untuk lebih mawas diri
Menyikapi keadaan, menjadi kekayaan bagi jiwa
Hikmah yang datang dari duka dan air mata derita.

Halong Kalsel, Januari 2019



CERMIN WAKTU
Karya : Muhammad Jayadi


Tangan mencari di ujung kesibukan yang tak pernah dimengerti bintang. Burung pagi terbang mencari makan ke setiap penjuru arah kehidupan. Melayang, melayang dan melayang.

Hembusan nafas mengiring mata mengais arti seperti seekor ayam mencari makan di pekarangan. Pandang sepi tak bertuan bergumul dalam jiwa, ceritakan setiap kata-kata berkabut putih seperti petatah-petitih dari rintihan sukma yang memar. Hidup bagai camar.

Lalu siapakah yang mulai menua di ujung cermin dengan gemas menuding malam yang dianggapnya nol, tanpa makna? Siapa? Kutatap dengan berat hati, dia adalah wajahku sendiri.

Samarinda, maret 2007



KOPI MALAMKU
Muhammad Jayadi


Kuteguk kopiku di malam ini
Dingin yang tak mau beranjak, jadi teman
Menyimak kembali peristiwa hati
Yang berlalu
Jadi ajar akan diri sendiri
Lebih menimbang-nimbang lagi kala berniat, berbuat, berkata dalam dunia
Mencapai langkah lebih jauh lagi
Membijaksanai gerak kehidupan ini.

Januari 2019



MARI BERSAJAK
Muhammad Jayadi


Masuklah ke heningku
mari kita bersajak
merenung diri terdalam
bentuk dunia kata
meraja dalam jiwa
keindahan seni bergema
di penjuru semesta
sebagai adanya
bening mata air peradaban
yang kian hari kian tandus
sebagai gurun Gobi
sebagai gurun Sahara
tempat orang-orang terdampar kehausan
akan nilai-nilai kehidupan.

Mari, bersajaklah kawan.

Halong 7 Januari 2020



KISAH LANGIT
Muhammad Jayadi


Langit pucat yang lembut
bersama pancaran warna matahari kelabu
hari ini
tegaskan kandung air masih 'kan hujani sang Januari
lukisan kisah pada sebongkah batu di dada
mesti kita pecahkan melunakkan waktu di bibir senja nanti
di kala kesunyian datang pun ia jadi tempat kita merenung diri.

Halong 7 Januari 2020



SUNGAI DALAM DIRI
Karya : Muhammad Jayadi


Malam, dalam jiwa sendiri
Bermenung lagu kembara hidup
Segala pengalaman kuselami
Kusuka ini kehidupan
Betapa pun pahitnya

Sebab,
Hikmah selalu ada
Sehabis kita lewati
Satu persatu nyata diri
Dalam kehidupan ini
Yang ternyata penuh arti.

Kalsel 07-02-2014



DALAM RINDU
Muhammad Jayadi


Yang menghanyutkan hatiku di tepian hari yang kulalui
harum nafas kerinduan pada sosok cantik di balik tirai malam
deru-deru hati menggema dalam kata
menyanyikan nada keindahan cinta
menggapai kebersamaan yang sederhana namun luar biasa
alunan mata indah menawan nan bijaksana
memahami setiap langkahku yang pernah berjalan terbata.

Halong 6 Januari 2020



TERTAWAN RINDU DI MATAMU
Muhammad Jayadi

Aku terkesiap ketika menemu bening matamu
di sudut remang itu
tak menduga pula bahwa kecantikan nan menawan itu
kudapati di negeri terpencil ini
di sudut kampung nan sunyi

Engkau apik menawan
bersih jiwa menenun cahaya
tinggallah di hatiku berlama-lama
biar kita bercengkerama perihal rasa
yang telah menjadikan aku jatuh cinta

Mari kita minum kopi bersama
saat daun-daun pagi ditetesi embun mutiara itu
mari, cintaku.

Halong Januari 2020



SEBENING EMBUN, RASA ITU
Karya : Muhammad Jayadi


Akan kuceritakan indahnya pertemuan kita
Pada embun yang terjaga di pagi tiba
Mengisyaratkan hatiku yang bahagia
Betapa rasa yang membuaiku dalam perjalanan derita
Tak kurasakan,
Sebab ada cinta di dada
Dan kedalaman makna rasaku padamu
Adalah dawai yang terindah melintasi gurun sahara.

Halong 21-01-19



SAJAK ABU-ABU
Muhammad Jayadi


Pagi abu-abu di dekat kerisik pohon jambu
mewarnai jendela hari terbuka di dadaku
ada sajak tergeletak begitu saja di tepi jalanan
kupungut serta kubopong hingga ke dalam rumah
menemani mimpi masa silam yang kesepian
menanti berita esok hari yang cemerlang
tentu, semua bergulir seiring nada juang untuk mencapai harapan
kupetik dari petuah lama para tetua yang bijaksana
mata mereka telah mampu menembus kegaiban dengan cahaya kesadaran.

Halong 21 Januari 2020



KUTULIS SAJAK UNTUKMU
Muhammad Jayadi

Aku menulis sajak untukmu
Tersebab ada cinta hadir di dalam diriku
Mengiring sejak lama rasa itu, terbawa angin
Merasuk di qalbu
Ketika aku Tuhan kenalkan denganmu
Ditimpa sinar indah bola matamu
Dan perangai lembut dan ayu
Bagaimanakah lelaki tak mencintai wanita sepertimu
Yakinlah adindaku
Hidupku dan hidupmu telah diatur dalam satu bahtera
Kita sama-sama mengarungi gelombang dan rintangan laut kehidupan
Janganlah takut, sebab kita masih dijalan-Nya
Pertolongan akan datang senantiasa.

Halong 19-01-2020



TAFAKUR HUJAN
Muhammad Jayadi


Kudengar hujan gemuruh pada senja kelabu hitam
Menitikkan air mata dari limpahan karunia Tuhan
Namun kita mesti memeriksa keadaan dalam diri
Tahun demi tahun terlewati begitu saja
Bahwa begitu banyaknya mengandung dosa
Sudahkah tertaubati, di hari-hari yang hambar cahaya
Sebab bila ini jadi bencana, yang tidak beres bukan di mana
Kita teropong ke dalam diri masing-masing
Adakah aku pelaksana yang mengundang murka Tuhanku?

Kalsel 20 Januari 2020

MUHAMMAD
JAYADI


Kumpulan Puisi Suyatri Yatri - PRAHARA



KALAH

Perlahan hati tersayat tanpa terkelupas dan berdarah
Ngilu memerih
Saat berada di posisi salah
Kembali berkubang dalam jurang luka
Negeri tak bertuan, asing dan pengap
Jelujur waktu menganga
Tak mampu bersuara
Di titik mata angin tertunduk lemah

Rohul, 03022020
Suyatri Yatri



PRAHARA


Angin membadai saat wajah langit cerah membiru.
Adakah kecemburuan singgah di ceruk waktu hingga dendam bergumul menjadi keributan puting beliung?
Ah ... alam sering tak terbaca saat tanda mengabur

Sering ombak menggila saat pantai tenang tak menyapa
Akar-akar mulai mencium magma bumi du kedalaman rengkah tanah
Meletus dengan letupan kecil saat percikan api membakar
Terpental kata saat berselancar menggulung gelombang
Hingga dilema mengarungi samudra dan merobekkan layar,
Sauh tak lagi mencakar tiang-tiang kukuh

Bertumpahan segala rasa
dari gumpalan prahara di lautan prasangka
Hingga celoteh memajang
Luka lebam menimbun kelembutan
Dingin membeku tanpa setitik tanda tersisa

Rohul, 30012020
Suyatri Yatri



SEHATMU LEBIH BERHARGA

Jiwa takkan tenang
bila wajah pucat pasi terbayang
Rasa kian bercampur kegelisahan
Menafsir waktu dalam kecemasan

Sakit bergumul sesak di dada
Menatap kuyu bermata sayu
Ingin memeluk tubuh lemahmu
Merintih perih menahan sakit

Andai bisa kugantikan deritamu
Biarkan kularutkan
Agar tak lagi kudengar keluhmu
Di antara serpihan malam yang menanggalkan sabar

Aku hanya mampu menatap langit-langit
Tengadah merapal doa
Berharap Allah berkuasa mengangkat rasa sakit
Sehatmu menjadi bagian berharga di jiwa

Rohul, 29012020
Suyatri Yatri



KISAH LELAKI SETENGAH BAYA


Kisah dibentangkan di gelaran malam
dalam kelam, pelita padam
cahaya tak lagi membasuh alam
angin membisik kalam

Luka menganga
pada jiwa lelaki setengah baya
darah mengental tak nyata
namun lebam memerih di sekujur raga

letih memeluk duka
tertahan tangis sesak di dada
tatapan hampa
dari beban yang bergayut di jiwa
memberat ringkih raga

29012020
Suyatri Yatri



1/ SUNYI


Biarkan senja menggabak, saat retak makna dilipat sunyi. Ada sekumpulan rahasia yang terselip di ketiak awan. Ia tak ingin membebani rasa, sebab waktu tak pernah berhenti di satu titik. Angin masih saja berseru saat jiwa ingin meditasi di atas lempengan batu bernama sepi.

Masih di tengah perjalanan menapak jejak. Sementara sesak sudah berhimpun lelah di dada. Masih bisakah terus melangkah saat malam mulai turun merayap perlahan? Gugusan bintang pun tertutup gelaran permadani hitam.

Hening dalam gigilan dingin menggerogoti raga. Mengimla ayat-ayat rindu di bentangan kalam. Sunyi semakin sunyi berlabuh zikir dititipkan di sudut-sudut waktu kian memburam.

Rohul, 27012020
Suyatri Yatri



BAHASA CINTA


Hari ini tak ada sajian puisi paling romantis yang kusuguhkan
Hanya secangkir kopi diksi tanpa gula dan sepiring singkong aksara yang terletak di meja
Aku menatap lembut bola matamu untuk melihat kesungguhan rasa di belantara kata
Agar aku bisa memaknai bahagia bersamamu

Aku dan kamu menjadi kita
Dengan segala tanda tanya dan seru dalam keambiguan kalimat, kita akan menyatukan jiwa dengan kata penghubung yang tepat
Biarkan lebih dan kurang tertutupi oleh pelengkap waktu
Agar kemajemukan tak menjadi pemicu ego yang berdiri di antara duri yang membuat kita melukai.

Rohul, 27 Januari 2020
Suyatri Yatri



JIWAMU MENITIPKAN SEJUTA PESAN


Di balik jendela ada sederet kisah yang tersimpan
Izinkan aku menyelisik jiwamu
Lewat pintu rapuh yang enggan bersuara
Aku menikmati paras renta yang kulihat dengan batinku

Di lembaran atap berkarat, jiwamu menitipkan sejuta pesan
Alam menjadi guru kehidupan
Membaca dinding bersusun papan
Riuh sejarah menetes di tanah Kotoranah
Tumbuh subur di padang budaya
Bersenandung selawat diiringi petuah pantun

Rohul, 23012020
#SuyatriYatri
SUYATRI YATRI



Kumpulan Puisi Ayu Ashari - BERSEMBUNYI DI HATIMU

 
 


MUSAFIR

Pada senja yang semakin menua
Alunan rintik hujan mencecar rasa
memutar fragmen kefakiran iman
berlakon pada baitbait mengikuti dogma
Nyatanya semua keadaan biramakan tekanan
isyarat akan sebuah kerugian

Sejenak keheningan menggelora dan menyiksa
Setapak waktu yang biasa dilalui mulai menepi
Sesaat termenung meraba lingkaran yang mendiami pandangan
Ajaibnya hati tak lagi memberontak
mencoba beralibi menepis kezholiman pada diri

Mungkin sebuah tarikan nafas semburkan penolakan undang undang ego
Lenyap di antara kepusingan pola fikir dan terdiam
melarung jiwa yang teracak abstrak

Ah, sepintar apa akal ini memeluk duniawi
menawar akidah halalkan segala cara
Tuk sekedar menerjemahkan ambisi menjadi nyata
Sedetik menutup malu, mengaibkan gairah
lalu terhempas

O, riang dipeluk namun gundah yang menjelma meniti di setiap kabisat berlalu
Sesungguhnya lemah kabut yang mendiami kalbu
kerlingkan sisa takwa yang tertanam dalam darah

Pergilah mengadu
Berpadu menyusun bakti
Memaknai diri di atas sajadah

ayu Ashari medan 23012020



PAMIT
(sajak sunyi untuk Erik episode bersembunyi di hati)

Rik...
Setengah windu berlalu sudah
Dan selama itu aku tak pernah mengunjungi makam hatiku
Gairahku hanyut bersama arus ke dasar jurang pada hujan deras di pagi hari empat belas Januari dua ribu enam belas
Sejak saat itu, nabastala selalu berselimut mendung, guntur dan kilat saling membentur, megamega senantiasa membentuk raut wajahmu

Rik
Ketika malam kian merangkak menjemput fajar, khayalku membangun kehadiranmu mencumbu puncak inginku,
tapi Rik aku telah lelah bermain bersama bayangbayangmu,
Bayangbayang semu yang semakin menghempasku pada sunyi mengiris pilu.

Ah Riiiik...
Beranjaklah engkau dari gerbang hatiku, terbanglah bersama bintangbintang agar kelak kau dapat menyaksikan betapa ia telah mampu melukis pelangi di ronaku, selayakmu
atau kembali ke negaramu kunjungi castilmu yang megah

Kupinta padamu Rik
Izinkanlah peziarah menziarahi makam hatiku
Menaburkan kembang tujuh rupa
Menanam setangkai mawar merah
Dan menyirami tanahnya yang kering dengan seguci madu pada malam berpurnama,

Maafkan aku Rik
Bukankah " life must go on" seperti yang engkau katakan padaku empat musim gugur silam kala engkau bujuk agar aku meninggalkan rumah khayalku
dan membawaku ke rumah rengkuhmu.

Ah Rik
Terlalu panjang jika aku mempuisikan kembali tentang kita, bukannya aku ingin melupa cintamu yang tulus, aku hanya tak ingin sembunyi di hatimu terus menerus.
Maka Rik...
Hari ini aku mengunjungimu
Untuk pamit..
Percayalah Rik, rinduku akanmu tak pernah purna termakan masa, dan akan terus berlabuh pada buah yang engkau semai di rahimku

O, Rik
Andai takdir bisa berubah kemana kita akan pergi?
Tapi aku kira takkan pernah terjadi bukan?

Ayu Ashari hutan diklat Parapat 18012020

 

BERSEMBUNYI DI HATI
Part 1

Dari hutan tropis yang basah
Larik itu kita mulai
Pada pertemuan yang tak sengaja
Engkau sungguh memukauku
Diantara hari hari terkelamku
Engkau mampu mengusir nestapaku
Mengusir sakitku
Memgubur segalanya dalam rengkuhmu

Ketika senja mulai turun
Angin berhembus menggandeng embun
Dingin merajuk cemburu
Aku berbaring di sampingmu dalam hangat pelukmu
Saat langit semakin gelap
Kelap kelip kunang kunang menari
Di celah celah rimbun dedauanan
Diiringi riuh jangkrik dangdutan
Sedang bilik kita remang bercahaya dian
Suasana yang sangat romantis itu sungguh menenggelamkan kita pada agni asmara yang baranya tak mau padam meski arunika telah menerobos masuk melalui kisi jendela

Sudah terbiasa aku bangun lebih awal
Memandangi wajahmu yang membelakangi mentari pagi, membelai lembut wajahmu membangunkanmu
Tapi seperti hal sebelumnya,
Kau akan menghilang suatu hari nanti
Maka kan kuhabiskan waktuku tuk sembunyikan isi hatiku.

(bersambung BERSEMBUNYI DI HATI PART 2)
AYU ASHARI
Hutan diklat parapat, 14022020



BERSEMBUNYI DI HATIMU
part 2

Musim semi berlalu
Aku mengantarmu ke stasiun bus antar kota
Kau kecup bibirku penuh gairah lembut
"setialah padaku, aku pasti kembali untukmu! " bisikmu
Ketika bus mulai bergerak, kau melambaikan tangan, ku seka airmata yang mendesak keluar dari balik retina
"Beri aku senyum termanismu sayang, berjanjilah kau akan setia menunggu aku!" teriakmu
"ya, aku berjanji akan setia menunggumu kembali!" jawabku pada hati

Lalu aku pulang ke pencakar langitku, lampu neon dan kertas tunggu yang ku sebut rumah kayangan, dimana aku senantiasa melukis wajahmu, melukis semua yang terindah..

Seperti sebelumnya, suatu hari nanti
Entah esok atau lusa,
entah di musim semi atau musim lain
Aku akan terbangun dengan berat hati
Aku kembali lagi ke tempat aku memulai hujan pagi hari
Dan meskipun aku berharap kau ada di sini
Ku tau itu tak mungkin sebab aku tak tau di langit ke berapa kini kau berada
Atau kah masih di kedalaman jurang di dalam bus yang telah karatan
Entahlah

Yaa
Semua di mulai dari sini
Dari hutan diklat yang basah
Di beranda rumah panggung kayu sederhana
Tempat aku menyemedikan luka luka
Dahagamu mengawali jumpa kita
Di senja nan muram alam seolah memberi restu, pada legenda cinta kita yang rancu
dalam perbedaan usia yang terpaut jauh

Dan hari ini
Jalan yang sama juga membawaku ke sini memanggilku pulang
Dan apakah aku harus menghabiskan seumur hidupku untuk menyembunyikan dirimu di hatiku, lantaran gerimis musim semi belum juga ingin mengering..

Yang pasti, di sini aku mencium aroma tubuhmu
merasakan kehangatan sentuhanmu di setiap lekuk tubuhku.

SELESAI
Ayu Ashari
Hutan diklat parapat, 13012020



RUPAMU TAK SEELOK LALU

Tepian danau toba
Ketika musim demi musim
Di satu dasawarsa
Rupanya kian memudar

Hutan kehilangan pohon
Kawanan kera menengadahkan tangan
di pinggir pinggir jalan
harapkan belas kasihan

Ah danau tobaku
Langitmu tak sedingin waktu lalu
Bahkan volume airmu menyurut

Kemana...
Kemana wajah danauku
Aku kehilangan kemolekannya
Tangan tangan serakah merampasnya

Oh... rindu membuncah
Pada alamnya di masa silam
aku rindu kenakalan dinginmu
Yang gigilkan sekujur tubuh
Meski kubalut berlapis selimut

Ayu Ashari danau toba 11022020



SEBATAS BUIH

Segugus dusta bak sempadan dua mata pisau
yang siap menyayat sebongkah rasa dalam selaksa peristiwa
Kau mengibaratkan hati seperti gurun sahara yang luas,
samudra yang dalam,
gunung yang tinggi,
atau jumantara yang tak berbatas.

Kau merasakan cinta,
menghitung semua sajak yang tersisa,
Kau mengikat rindu,
pada rangkaian segala jamak yang berbusa.
Kau menyayang,
tanpa pernah mau mengerti bagaimana sebenarnya hati,
tanpa pernah tau makna suci
dan tanpa memahami arti sunyi

Cintamu hanya buih,
rindumu laksana istana pasir,
sayangmu hanya gulma yang terinjakpun mati
bagai angin yang tak menyejukkan
bagai hujan yang tak tertahan awan

Tutuplah matamu,
atau ku jengkal saja semua tentangmu
sampai ruh melepas diri
Maka berhentilah bersajak,
atau ku cegat sebelum menjejak

Ah, kau ada sebatas buih mengendarai ombak
menyapu pantai tinggalkan riak

O, Lesaplah segala harap sebelum ku cecap

Ayu Ashari medan 16022020



MELUKIS BAYANGAN SENJA

Kala mentari mencium fajar
kuntum melati mulai bersemi kembali
terbuai sentuhan embun semalaman
dan ketika senja beranjak menghampiri
segala harap ku titipkan
dengan ketulusan yang mendasar

Kepada langit aku bertanya
Akankah menyecap kebahagian setiap waktu
lalu bagaimana dengan kabar kepahitan
yang telah kau puisikan
Angin sepoi sedikit menggelitik
menerpa kelopak wajah serta membawa aromanya

Ah, Akankah kau yang pernah kucinta
kembali dan membawa rindu ?
Aku yakin dengan rasaku
Cinta yang terilhami dari kelembutanmu,
Ketulusanku, kekagumanku,
dan kebersamaan kita
sampai detik ini masih menjadi misteri
sebuah teka-teki saat manik mata kita saling menatap
Tidakkah engkau tahu bagaimana rasaku
wahai lelaki pujaan..?

O, lembayung menggantung di langit senja
nuansa jingga membawaku kembali ke masa lalu
namun kini ku sadari itu hanyalah khayalan
lukisan kenangan dari kisah cintaku
yang nyatanya bertepuk sebelah tangan.

Ayu Ashari medan 14022020



CINTA TERPASUNG MEMOAR RINDU

Langkah malam merangkak begitu senyap
Asaku hampir melesap
terkikis lalu lalang tangisan meratap
seakan menolak menjeda walau sekejap
dan di antara rintik rindu yang berayap
aku menggenggammu dalam rentak harap

Dan pada detak waktu yang menungkik cepat
Ku lihat kau dalam bayangan memucat
masih menetap pada ruang tengkorak
Meski sesekali mengawang awang dan bergejolak

Selimut langit telah terbentang rawan
mentari mengalah pada gugusan awan
menghadirkan jingga pada tepi cakrawala
mengantar resah doa doa kembali pada ranjang raya
segala kenang tetap terlelap di dalam jiwa

Sejuta rasa masih tertinggal pada tiap jengkal semesta
berputar dalam hingar bingar celoteh sang camar
bersama mega pengiring menujumu
lincah menyalip di tengah tengah biduk kasihku
meski terlihat samar menyampaikan bergumpal riuh tanya
Apakah kau akan kembali pada pelukku yang pernah menjadi rumah bagimu...?

Entahlah

Ah, cintaku terpasung dalam memoar rindu



SURAT

Malam terbuka
jadi kenangan
suara menjelma
jadi rintik hujan
oh, dapatkah kukirim surat
agar rinduku kepadamu
tak terkoyak karena sepi
semalaman.

Ayu Ashari mega park 06022020



PERAMAL
Oleh Ayu Ashari


Biarkan saja abstrak
seperti saxophone
kekehilangan nada
Dan ketika engkau bersumpah
untuk menulis sejarah,
kemudian merilisnya,
mungkin engkau baru pulang
dari pepustakaan.

Matamu kehilangan makna,
wajahmu serba telanjang
matahari sore terlempar jauh
mungkin kilau mu putus asa
dalam pelukan pelangi.

Apakah engkau cemas?
ketika gemetar menunjukan
sebuah kubur pelancong
dalam keharuan ratusan
jiwa pengrajin
Karena kau satu-satunya
maka tak ada bunga
seperti bunga itu
tumbuh di dalam taman
lalu hilang di halaman

Rilismu tak lagi riang
seperti lompatan bintang-bintang
letusan terputus golak didih tak henti
air mancur dahsyat di desak berkali-kali
kepingan besar melambung
bagai batu terpantul jatuh
di tempat liar paling suci.

Punah mempesona berbau narwastu
batu-batu merangkul perdu
cahaya bulan hilang sejenak
karena di kunjungi peramal
yang sulit untuk diterka.
di lima mil berkelok
dengan gerak berliku-liku.

Medan, 2407019
#karyasastradunia
#sastrawanindonesiadankaryanya
#puisisastraromantis
#sastrapuisiindonesia



Maybe

Mungkin pekat ini salah
Hayati tiap hisapan kedamaian
Engkau turut menatap lanskap sunyi bermanja denganku
Namun bisu telah menendangku jauh melintasi kepenatan
Menerabas segala tanya di belantara mega mega

Ayu Ashari medan jan 2020

AYU ASHARI