UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Kamis, 02 Juli 2020

Kumpulan Puisi Puji Astuti - PERGILAH KASIH



PERGILAH KASIH
Karya : Puji Astuti


Mungkin air mata ini tak lagi mampu menetes
Saat kujejaki larutnya cerita kemarin
Betapa tidak?
Kini kita telah jauh melangkah di jalan yang berbeda

Sebutir permata kupertahankan
Di sini .... di dada ini
Kala dendang rindu masih saling bertalu
Merapalkan syair-syair nan biru

Kisah tak selamanya indah
Memimpikan pun serasa telah usang
Manik-manik berkilau telah melusuh
Seiring pertikaian jiwa yang menusuk rasa

Pergilah kasih,
Kuberikan senyum keikhlasanku yang termahal
Karena gelora luka akan terus kubawa
Sampai hati ini lupa akan perihnya cinta

Di torehan keemasan senja
Larunglah cerita dua anak manusia
Saling mendekap kebisuan
Sampai nanti lara itu terkatup kembali

Jogja, 25,06 2020



Judul : TETAP ADA
Karya :
Puji Astuti

Ibarat orang kehausan adalah aku
Memeluk erat kesendirian tanpa teman
Menina bobokkan hati dengan sepi
Menjatuhkan kerinduan pada rasa tak berarti

Pernah kau hadir di selipan cinta
Menghangatkan gigilku yang terperi
Cabik kasihmu menjulur di sekujur tubuh
Meregangkan hasrat berkepanjangan

Mata senja kini tak bermakna
Namun titisan itu masih ada
Mengukir pada sebuah nama
Selalu menjelma di kala aku membenamkan lara

Malam itu kau suguhkan setangkai mawar tanpa duri
Kupeluk erat tak membekas di dada ini
Sesungguhnya aku ingin kau di sini
Menyelesaikan tujuan kita seperti dalam mimpi

Iklas kulabuhkan dengan tangis
Menguburkan semua prasasti yang tragis
Berpulangmu sungguh menggoyahkan gemingku
Dan kini tak dapat lagi mengharap kehadiranmu untuk menyembuhkan seluruh perihku

Jogja, 08.07.2020




SENANDUNG RESAH
By : Puji Astuti


Tertegun sesaat menelaah rasa
Pada kisaran waktu yang singkat
Berjuntai rumpun kasih tersambung ikat
Mengapa genggaman lepas tak tertambat

Kidung malam terdengar sayu
Berjalan seakan kaku
Rindu menuai bisu
Tertunduk wajah-wajah pilu
Menyeruak di ruang jiwa

Akankan cinta tersasar ke lembah cadas
Tanpa bersua tuk saling lepas
Seakan hidup ini hanya sebatas tuas
Getas meretas tertindas

Hati luluh bentuk lirik diri
Tersandung cinta kasih yang sedih
Melodi simponi pun terasa lirih
Tak terserat indah yang terasa pedih

Kenapa musti ada tetesan jiwa
Membuat rasa terluka
Membuyarkan inti-inti cinta
Porak poranda terbabat badai kecewa
Melebur segala mimpi
Benamkan asa yang ada

"Kenapa ...ya, kenapa?"

Tanyaku pada diri dan juga dirimu
Akankah cinta sejati hanya menjadi milik pelangi
Senja nan indah tenggelam bersama sunset
Senyum temaram bias sisakan luka di hati
Dan selalu retaskan bisik-bisik manja

Pergi menjemput malam
Tenggelam dalam kelam
Di jendela rasa dua sejoli
Terpisah rindu nan resah
Tersisih dari sisa waktu senja berlalu....

Jogja, 26/01/2017



SENJA AKAN TIBA
By : Puji Astuti


Kasih,
Perjalanan ini kita tempuh
Dan waktu pun pernah kita luangkan
Di mana kita selalu sisihkan kesempatan
'Tuk temukan rindu-rindu di hati
Kita mencari apa yang perlu dicari

Lihatlah, aku selalu ada di dekatmu
Sedekat korek api dan rokok
Sehangat secangkir kopi dan pahit
Namun, aku tak pernah pedulikan
Siapa dirimu di masa lalu
Karena itu, kehidupan milikmu nan dulu
Adalah kebahagiaanku
Dari itu aku belajar makna kasih

Yang,
bila kini ada ragu menggayut di dadamu
Pastikan itu hanya buang buang waktu saja
Bagiku, karena satu hati dan rasaku
Sama seperti yang kita kenal selama ini
Tak ada tuntutan apapun pada janji
Karena kita tahu bahwa kita saling cinta
"Padamu ...titik hati hanya bersatu, ya. Untuk kita..
..
Sayang, pijar masih ada
Dan kupastikan selalu ada untukmu
Walau lelehku tak kan bermakna
Karena, itulah pengorbananku
Kau tau aku adalah lilin untukmu
Yang tak akan menyerah menerangi
Walau ragu kau cumbu
aku tetap milikmu

Satu pintaku padamu
Jangan padamkan bara cinta
Biarkan terus berbinar saat menatapmu
Dan sangat erat di saat memelukmu
Ada tiga kata yang aku suka... "Aku Cinta Padamu ....

#hujan_gerimis_disenjaku
Jogja, 26/01/2017



CINTA KITA

Berayun melintasi selah-selah daun senja yang gugur
Kidung cinta masih mengalun saat kabut putih meredam lingsirkan malam
Bersandar pada gayutan serpih lamunan
Melepaskan kegelisahan sepenggal nyanyian kita berdua

Kemasan payung kasih sangatlah rapi
Sematkan pucuk-pucuk rindu di hati
Manis perasan jiwa terukir di sana
Berdentum riuhkan suasana erotis kasmaran

Jiwa menyatu dalam bejana cinta sejati
Ukiran abjad makna tertitis di rahim puisi
Melambangkan dua hati yang saling berpagut
Mereguk inti sari kehidupan nan lestari

Bahtera ini akan terus melaju
Seiring tumbuhnya tunas berterumbu
Menghijaukan kegersangan yang ada
Karena kita pemilik cinta sesungguhnya

Lingkar hati
Buih jiwa yang misteri
Padukan di sini
Selamanya akan terpatri suci

JOGJA, 13/2/2017
#PujiAstuti



BELAHAN JIWA
By : Puji Astuti


Bergayutlah di kekarnya lenganku
Di sini penuh dengan kehangatan cinta
Janganlah meragu tuk mengadu
Segenap keresahan yang membelenggu

Ada rindu di ujung terumbu yang selalu baru
Naungan kasih akan menyelimuti tiap sudut hati
Harapan dan impian jangan disingkirkan pergi
Datanglah agar jiwa di penuhi ketenangan yang hakiki

Kita yang tersebut dalam makdah cinta
Menciptakan gumpalan-gumpalan kebahagiaan
Rindu dan cemburu biarlah menjadi resapan
Karena keduanya melekat dalam hati dan pikiran

Kasih,
Kumpulkan semua kekuatan rasa
Kita reguk manisnya dalam makna cinta
Bagaikan Ratih dan Kamajaya
Yang selalu satu tuk memadukan gelora kehangatannya

Waktu biarlah berlalu apa adanya
Tenggelamkan asa di cawan madu canda
Simpan wangi melati ke dalam hati sanubari
Bawalah resah kita ke ujung senja nanti

Pelantun jiwa,
Mari duduk di sini dekat di hati
Rebahkan dan sandarkan penat raga sehari
Labuhkan semua gelora jiwa kusuma
Agar kita satu rasa dan satu cinta yang selalu menggelora.

#JOGJA_cerahpagi_ 7-2-2017



TETES PERIH
By : Puji Astuti


Terletak di ketidakjujuran tuk membunuh
Dilematik menusuk tirai kepercayaan
Kecurangan mengatas namakan rajutan ikatan
Menikam di balik manisnya secawan hidangan

Dia yang menangis ter-isak karena dusta
Melepuhkan bilur kesakitan hati dan jiwa
Meneriakkan segala kekesalan yang ada di dada
Tanpa ada peduli tuk bisa meredam raungannya

Mencabik, menguliti tanpa hati
Mengucurkan darah kesetiaan yang terbeli
Bahkan tak jua pedulikan sukma kini terbelenggu keji
Akan jeruji tirani dalam khasanah tahta singgasana kepicikan naluri

Belati terhunus dan menembus perih
Meluruh, memberuncah darah tak terperi di sini
Goresannya detik demi detik makin mencekik
Di ujung hembusan napas sengal makin kian tanggal

Di manakah nama cinta itu singgah
Nanar mata mencari keteduhan demi keluh jiwa
Tuk sandarkan segala luka di atas luka
Karena sekujur raga telah luluh dan tak lagi berdaya

#JOGJA_siang__ 7/2/2017



TERLARUNG
By: Puji Astuti


Hari ini secawan madu kau berikan padaku, tuk mendulang kecurigaan yang semalam kau sematkan, ada sinar kecemburuan di balik matamu yang selalu kau palingkan dari wajahku

Lihatlah,
Seonggok perasaan ini lebur menjadi sejumput arang hitam, niscaya aku yang meringkuk di sudut selimut setelah mendapati hatimu yang membuncah penuh dengan amarah

Dengarlah,
Sesak jiwaku ingin kau luruhkan, namun dinginnya malam tak juga membuatmu meredamkan api di hati, aku diam dan kau pun diam.

Dengan terpejam, sekali lagi kugali semua yang pernah terjadi, ada serumpun bunga ungu terselip di antara bingkai slide cerita.
Aku terisak melihat kerentangan yang ada di antara kita

Hari ini sudah terlarung jiwaku, mendapati serpihan kekecewaan untuk kesekian kalinya dalam sebuah perjalanan panjang,
biarlah semua menjadi prasasti abadi, bahwa kita pernah menjadi satu hati yang pada awalnya terdiri dua jiwa yang sangatlah berbeda.

#_Cintaituindah_Jikasatujiwa
#FIKTIF, JOGJAKARTA, 29012017



#Puisi_Prosais_Kolaborasi
KIDUNG TIGA GITA
Penulis: Romy Sastra bersama Fe Chrizta & Puji Astuti


#i
Bersamamu gita
kidung hening dendangkan rasa
jari-jemari menari titipkan aksara hati
langit jingga pelangi kata bermadah
bersemi bunga di pupuk lewat diksi.

Gita tinta gugurkan resah
kenapa dunia dihiasi lara
sedangkan bayu tiupkan sepoi merayu
pada tetesan malam tak hujan
ciptakan embun,
rengkuh dada rindu
berkaca diri pada imaji
bernyanyilah!
Biar sepi berlalu pergi.

Pengabdian Srikandi dan Sembodro
leraikan jerih panah Arjuna di medan laga
rona kalbu menyentuh relung-relung pilu
bahwa rindu tak beristana megah
bermahkota nawacita cinta
tuk keseburan hati merenda setia.

Kidung tiga gita talenta sastra
antara petikan, dawai dan syair bernyanyi
bersamamu kita bisa menyulam history
cerita luka, tersenyum, canda, tawa, dan hahahahaaa....

Berbahagia seiring menempuh senja
di pantai maya ini,
jejakkan kaki melangkah yang kian menepi
meski terantuk kerikil-kerikil tirani mencibir
Aahh, tak apalah....

****

#ii
Senandung lirih terdengar perlahan
di antara desir angin
meniupkan nyanyian rindu menyayat pilu.

"Di mana engkau sayang?" Gumam bisu.
Bayanganmu semakin lekat di netra berdebu
ingin kutepis rindu
namun semakin kuat mencengkram
jejak-jejak langkah kaki berlari di sekeliling rasa
riuh berbisik di telinga teriakkan kata-kata manis
namun kau tak sekalipun tampakkan raga
buatku semakin deras teteskan butiran bening.

"Hentikan...!" bentakku sembari bersedih,
kau hujamkan belati pada pikiran nan lelah.
"Bebaskan aku..." ucapan nan lirih.
"Ya ...bebaskan aku dari rindu tak sudah.

Bawalah kisah kita dari keterpasungan ini
hingga jiwa beroleh kedamaian
bersatu dan abadi....

****

#iii
Perlahan telapak kaki ini
menyusuri tepian pantai pasir putih
menjemput riak air laut yang datang
aku tertegun memandang senja
ke mana mega yang berarak
berlalu pergi tak rinaikan awan.

Kemarin masih kita rajut asmara
begitu sempurna aku kau bawa
meniti perjalanan kasih suci
di senja itu kau bernyanyi mengucapkan janji
begitu manisnya.

Masih terlintas senyum bahagiamu
mengecup lembut bibirku
melambung tinggi lenakan rasa kala itu,
kita berjanji tuk arungi perjalanan
dalam lelah tak dirasa
eratkan jemari memintal benang kasih
setia sampai mati.

Kau yang pergi....

Akankah kembali lagi padaku?
Sedangkan di sini menanti rindu
penantian itu jangan sia-sia
meski dunia kita sudah berbeda
namun cinta ini tak akan pernah sirna
hanya dikaulah belahan seluruh jiwa
Mengertilah Arjunaku....

Jakarta, Semarang, Jogja, 29/01/2017



REJAM JIWA
By : Puji Astuti


Linangku jatuh di pipi
Terkhianati akan sebuah janji
Lukaku merejam perih
Berdarah, tersayat akan nilai kepercayaan

Lelah aku rasakan sendiri kini
Disambut lemparan senyum sinis
Bagai menertawakan tetesan darahku
Ayunan nina bobo yang terdengar tak merdu

Mimpi buruk mengusik tiap waktu
Dosa-dosapun tak terhiraukan lagi
Apakah mampu berpijak hati ini
Tuk bisa melerai setiap tiupan kemunafikan

Tongkat masih kukuh tergenggam
Gayungpun masih bisa kupenuhi
dengan tetes peluh di setiap detik waktu

Tangan masih mampu menguliti mimpi
Kedua kaki rapuh bisa mengukur jalanan
Napas membagi udara di rongga dada
Namun parau suara ini menyanyikan kidung kenestapaan

Jangan khianati jika memang tak perlu
Bersandingpun terasa jauh di sana
Bibirku membisu meredam amarah
Ada gejolak yang membakar di dalam dada

Naif memang terjerat benang kusut
Membelenggu hati dan pikiran
Serasa mencekik urat nadi sekarat
Menohok ulu hati sangat memilukan

Mencibir berbisik-bisik kata
Melempar senyum kecurigaan
Akankah menyadari itu bagai sebuah belati
Menghunjam sampai ke jantung kematian

JOGJA, 29012017



PANAS
By: Puji Astuti


Terik di kala siang hari
Menaburkan benih-benih risih
Seutas tali terbang terbawa angin
Tersangkut di ujung dahan kering
Tertegun angan melayang
Terobek kalbu nan rundung
Serentak raga terbujur kaku
Siang membawa aroma amis
Tatapan matahari sadis
Panas menggilas sedih
Bagi hati yang berpaling pergi

Cinta sejati tak pernah ada merupa
Di atas perjalanan kaki dusta
Benci menjadi sahabat diri
Nalar hilang hanyut terbawa jala
Aku pun menelusup mencari duri
Yang terselip di antara jemari

Perih tersentuh luruh
Apalagi tersiram air garam
Geram, dendam menyelimuti sekujur jiwa

Prasangka dusta di belakang layar
Jadi tanda tanya pada kabar
Tirai sudah terhampar nyata
Menebar racun di zona rasa
Hempaskan citra yang megah
Lunturkan kepercayaan
Mencoreng muka dengan arang
Beringas menerpa wajah yang nanar

Mata elang telah mengarah
Satu tudingan ujung jari dengan pasti
Memantau dengan segenap benci
Karena yang dicari kesucian
Kenapa hipokrit menjuntai pada hati
Kepercayaan perisai diri kalah
Tak mampu membimbing cinta
Relung jiwa terpatri menerima yang ada

Ah, terik... reduplah sekejap
Biarkan wajahku menatapmu
Tanpa tertutup telapan tangan ini.

Jogja, 28/01/2017



PAGI
By : Puji Astuti


Tetes embun membasahi ujung jemari
Sejuknya menegarkan keresahan semalam
Tajuk rindu menyelusup perlahan
Menggenangi cawan hati berselimut hangat

Mimpi menoreh senyum terkulum
Melarikkan sepenggal cerita cinta kasih
Desah napasmu masih lirih terdengar
Saat mata terkatup tuk lepaskan kelelahan

Pagi..
Sapa yang menghangatkan dinginnya udara
Kegairahan membangunkan mimpi asa
Satu genggaman masih erat ingin ter-dekap
Tuk menuntunku menapak di perjalanan panjang

Warna telah tertoreh di kanvas hati
Dindingnya bagai pelangi setelah rinai hujan
Membias dalam senyum dan binar tawa
Jangan hancurkan cinta yang sudah tertanam nyata

Jeda waktu dan jarak terbentang
Terlampaui oleh kekuatan tali hati
Terangkum dalam kosa-kosa aksara
Bahwa satu jiwa menumpu kalbu dan rasa

Terkatup rindu bertalu tak henti memanggil
Tulang rusukku jangan pergi lagi
Disini selalu ada maaf serta setumpuk hati jiwa
Tuk kau pulang dan melampiaskan semua kisah cerita

JOGJA, 27012017




SENJAKU


Berkaca di ambang batas cakra lembayung
Jauh di sudut jiwa ini pun meretas kembali jejak sajak rindu
Bimbang dengan segala yang ada di sana
Karena ada keterbatasan ambang makin mengikis asa

Kupijakkan generasiku dengan landasan akal
Baik raga, jiwa, kalbu dan sukmaku
Meleburkan makna di segala masa
Di mana aku makin tahu akan remahan bentuk cinta

Warnamu tak pudar
Bentukmu pun kian memapar
Melarung di segala penjuru nalar
Merebahkan seribu akal yang telah berjajar

Setiaku bercucuran derai air mata
Seakan terbeli dengan sayatan kilau belati
Hujam dalam di sekujur nadi
Merejam lara yang tak terperi lagi

Simbahku di pelataran permadani suci
Ber-aromakan melati tanda sangat mewangi
Memabukkan imajinasi yang masih dini
Di segala sudut duduk terpaku dan tak mengerti

Di senja ini adalah waktuku
Kutumpahkan semua yang tersembunyi di balik bisu
Di lorong temaram lembah dingin sunyi
Jauh dari sentuhan netramu
Tempat aku tuk asingkan diri dari ramainya dera hati

~ PA ~
JOGJA, 01112017



INGIN SENDIRI

Tak sedetik pun kau melihatku dengan mata bathin
Bentuk apa yang terwujudkan aku
Apakah wujud sosok peri ataukah seorang durjana
Yang selalu lemah dan terhina papa

Kulumatkan segala rasa di dada
Bagaikan tersuguh beratus-ratus pernik tajam
Saat kutelan seakan seratus jarum nyangkut di tenggorokan
Berdarah, ternoda dan kesakitan

Satu ucapmu..
Satu tudinganmu..
Membuat murkaku meletup-letup pecah
Bergejolak dan meledak
Gemeretak gigi gerahamku menahan luapan amarah

Aku pelaku liku jalanan malam
Aku pengukir koridor kehidupan keras
Namun selalu di matamu terlihat cacat pincang
Seakan tiada harga pantas tuk dibanggakan

Selaksa raja tak punya hati
Mencaci sekehendak nyali sendiri
Muntahkan seonggok sangka jorok
Yang tak berjiwa hanya bisanya menohok

Kuingin mengubur diri menyepi
Terasing dari namanya benci
Kuingin menyendiri di bukit tertinggi
Menjemput segala pencarianku
Dari sudut mimpi di antara buluh peradu
Yang tak terjamah rasa di kepingan naluri dan kalbu.

~ PA ~
Jogja, 29102017



KE MANA PERGINYA


Semenjak pertikaian kemarin aku kehilangan Cahya. Dia yang dulu selalu memelukku di saat aku jatuh, sedih dan menangis.
Kini Cahya pergi, memalingkan muka dan berlalu dariku
Aku merindukannya walau terkadang dia bawel dan keras kepala

Cahya yang baik ceria dan mempesona menurutku. Cantik dan sering menggodaku.

Aku telah mengkhianati kepercayaannya sehingga dia mengumpat dan meninggalkanku sendiri kini

Aaaahh... kucari-cari di lorong maya pun tak ada.
Kemana dia perginya? Mungkin sakit hatinya sudah tak terperi dan tak memberiku kesempatan tuk menyematkan perban kasa agar darah tak mengucur dari titik lukanya

Cahya, aku menyayangimu secara nyata
Andaikan ada salahku maka berilah celah untuk aku perbaiki diri. Kekhilafanku adalah sesuatu yang belum kau mengerti maknanya
Sadarilah itu Cahya

Baiklah, kutunggu lambaian tanganmu untuk segera kuraih dan kupeluk lagi seperti dulu.
Karena aku sayang padamu dan aku tahu kau pun memiliki rasa yang sama itu

Menyendirilah sementara karena akupun sedang membenahi keterasingan ini
Sampai waktu yang nanti akan mempertemukan kita.
Menyatukan waktu terjeda di antara rasa rindu dan keterbatasan amarahmu dan penyesalanku

Pulanglah...

~ PA ~
Jogja, 24102017



TANAH BASAH

Aku pijaki dirimu saat hujan pagi ini
Dengan keterburuan yang mengejarku
Tiada teriakan saat kaki-kaki berlomba berlarian
Kala derai hujan bergegas turun tak beraturan

Basah sepuluh, seratus atau seribu kaki
Gemericik di atas punggung kerasmu
Berdentum roda-roda menggilas tepian bidang
Menyeret, menahan beban dan tak jeda waktu sedikit pun

Kerikil saling terlepas dari jajaran indahmu
Berhamburan tergulung air bah musiman
Mencari ke hulu mengikuti derasanya alir
Tumbang pagar pohon dan lenyap bersama sampah buangan

Tanahku tergerus waktu
Ter-erosi luapan banjir dini hari
Tak terhitung sudah kesekian kali
Di negeri ini perlu adanya perbaikan diri

Senyawa pancaroba

~ PA ~
Jogja, 231017



ISTIRAHATLAH

Jarum berdetak pukul 00.00
keheningan mulai menyelimuti alam
jiwa-jiwa terlena di buaian mimpi

Kenapa aku masih terjaga..?

Redamkanlah sejenak hai kalbu
esok masih panjang cerita kisahmu
seiring waktu yang bergulir
pejamkan kelopak indramu sukma

Tik.. tak.. tik.. tak..
Masih terdengar perjalanan detik di dinding
tanpa kelelahan mengitari angka-angka pasti
melaju bersama derap kehidupan
seperti erotis perjalananmu raga

Napas teratur menyusuri nadi
membawa segumpal mimpi sunyi
terlenalah segera tuk hilangkan senyawa
penat, kesal keseharian tadi

Sungkur segala problema
lepas setumpuk beban
hilang bergunung himpitan
sirnalah semua kesedihan

Lelap.. lelap dan lelap
hening kembali hening
terdiam di antara gelombang mimpi
istirahatlah wahai insan pematik aksara puisi

~ Puji Astuti ~
Jogja, 22112017



CERAH PAGI DAMAI DI HATI

Kubisikkan pada jiwaku
Lihatlah pagi ini serasa hangat
Sinar mentari menyentuh kulit ari raga rapuh
Terselip harapan kecerahan menghalau mendung yang mengintip di balik mega putih
Indahnya perasaan dan leganya asa terlintas di ujung senyum lepas
Kuingin mendera bathin yang sekian waktu terbelenggu hempasan di babatuan kalbu

Kusebut namaMu di desah napas
Kuhitung di persendian jemari
Ratusan bahkan ribuan kali
Untuk bisa melapangkan bilik bathinku

Di sini beberapa tahun yang lalu
Masih kusimpan tragedi kepiluan
Hampir melemparkan ragaku ke jurang curam
Meremuk redamkan segala keinginan
Membodohkan naluri merejam hati terkebiri

Di saat ini cerah pagi menyulutkan harmoni keistimewaan detik waktu
Kesia-siaan berlalu jadilah memori nada lagu
Melodi dan syairnya pun adalah inti kehidupan itu sendiri
Yang terenda di ujung pagi sampai senja

Kurentangkan kedua lenganku
Bersama-Mu perjalanan ini akan terus berpacu

~ Puji Astuti ~
Jogja, 20112017



BATAS AKHIR


Sudah berkali kuyakini
bahwa cinta ini semu adanya
tanpa keresahan
dan kubiarkan berlalu bersama waktu
kubenamkan segala pernik jingga untuk menjemput dilema kapahitan

Segalanya makin jelas
namun kupaksakan menjadi samar seperti fatamorgana
kulenyapkan bayangan-bayangan pendar yang mulai hilang di telan masa

Kenyataan bisa terasa sakit dan kejam
namun kupilin dengan pita ungu untuk tanda berkabungku

Inilah tragedi ironis meluluh lantakkan imaji hidup
ombak menerjang palung jiwa
menjadi poranda dan kandas

Retas kenangan menghimpit mimpi
makin dalam menghujam perih
secawan racun kutelan perlahan
mematikan denyut nadi perjalanan sepi

~ Puji Astuti ~
Jogja, 19112017



KIKIS
By : Puji Astuti

Aku terduduk di beranda tua
Terasa asing bersentuhan di aulanya
Seberapa lamakah telah kutinggalkan
Hanya tuk telusuri terjalnya liku jalanan

Berhadapan dengan tebalnya debu
Yang mempermadanikan hamparan luas itu
Miris jiwaku menapaki yang tinggalkan jejak
Tapakan-tapakan di pijakan jemari kaki ini

Tertinggal pula selembar kenangan usang
Di sudut-sudut pilar yang berdiri kekar
Bayangan cerita kisah kasih remaja
Seakan aku kembali muda tanpa disengaja

Sentakku terhenti di kala tiupan terpa wajahku
Ternyata aku masih terduduk di sini dengan terpaku
Waktu pun telah lama turut berlalu
Bersama rinduku yang selalu berterumbu

Jogja, 16112017



TAKDIR

Di antara resahan di titik dan kalbu
Tertulis aksara yang terindah bertumpu rindu
Semagis mantra napasmu melandung
Tak hiraukan lagi galau hati nan pilu

Segenap resahku mengalir ke hilir
Memasungkan kekukuhan dadaku yang terlampir
Oleh cipta warna penutup kisi-kisi gerigi
Bersatu di sudut sukma kian menepi

Rindu ini hanyalah rasa
Cinta 'tuk luapan nyata
Tak bertahta di antara curiga
Karena tertumpah sepenuh jiwa

Ke tepian curahan ini
Melesak sekehendak takdir
Dengan segenap harap dan doa
Semoga manjadi Sakinah Mawadah Warohmah

~ Puji Astuti ~
JOGJA, 18112017



LURUH

Kisahku tak pernah berakhir sempurna
Segulir cerita menggambarkan Kekeluan jiwa bertabuh resah
Antara aku dan kamu makin ada jenjang yang terbentang luas

Sakit di hati adalah pecahan keegoisan antara dua senyawa kalbu
Terpotong adanya keinginan tak teraih
Fundamental yang rapuh dan kikis
Terjerat akan rasa cinta dan dusta

Kupupus rasa kian terjepit
Seakan mencabut seluruh imunnya raga
Lemas, tak berdaya akan durja
Menyanjungmu pun kini tak terucapkan
Karena tergerus kepedihan yang ada

Sudutmu, di remang ruang itu
Kini membaur dengan berbagai aroma
Khasmu kini aku tak tau
Dirimu bukanlah jiwa yang dulu pernah kurengkuh dan kusentuh

Kekangku meluruh
Tak lagi terasakan utuh
Semua telah lumpuh terjatuh
Bersama leburnya jiwaku
Dan mungkin tak akan sembuh karena rapuh

~ Puji Astuti ~
Jogja, 13112017



KESEMPATAN


Durasi untukmu sudah di ambang batas
Nerajuk tak lagi membuat delegasi hati terketuk
Hanyalah keyakinan terpaku tertuju niatmu
Tanpa itu matilah egomu

Lihatlah jemariku terbuka dua
Jangan menunggu sampai lima membuka jua
Skak, sudah habis kesempatan yang kuberikan

Jangan menangis tanpa suara
Isakmu pun tak menggemingkan rasa
Terlalu lama bias jiwaku menunggu
Kesadaranmu makin lama makin tak menentu

Buanglah sedihmu
Jalanku dan jalanmu sangatlah berbeda
Akankah bisa menyatu
Jika sudut egomu tak mau menunduk
Tuk legalitas jalinan yang kita bina

Hempas kesempatan di ujung akhir
Letakkan harapan dan berpalinglah
Genggaman jemari lepaskan kini
Semoga bisa menjadi cambuk perjalanan nanti

~ Puji Astuti ~
Jogja, 18112017




GERIMIS HATI OLEH CINTA RAHASIA
Karya : Puji Astuti


Malam ini adalah kesekian kalinya air mataku jatuh. Betapa tidak, kita telah merajah kelu menjadi sejarah kelabu. Aku, kau dan dia menempati lingkaran tak berujung.

Aku mencintaimu karena sesaknya rasa luka yang ada di dada. Uluran hangat jemarimu membukakan mata bahwa masih ada alunan kidung bahagia. Walau cinta ini adalah rahasia. Namun gerimis hati deras menghujani.

Waktu seakan memihak manis. Perjumpaan-perjumpaan selalu ada tetes indah di kalbu.
Kita lupa bahwa jalinan ini seperti fatamorgana. Bertabur kemilau namun terasa ada remang di sana.

Satu purnama di kesekian senja yang telah berlalu. Menggiring isak tangis menderai jiwa kita. Kukuh dalam genggaman erat akan tetapi harus terlepaskan dengan kesadaran.

Tiga rasa tak akan bisa menyatu. Akulah yang harus menelan pil pahit itu. Bukan salahmu jika tangisnya meluluhkan rasa. Karena sesungguhnya dia cintamu seutuhnya.

Seperti malam ini. Kulepas bayangmu kian samar di mataku. Pulanglah dan jangan kembali lagi. Kita akhiri perjalanan ini. Tanpa ada rasa sakit di hati. Karena cinta terlarang harus berhenti. Demi sebuah janji saat di prasasti suci. Hidup semati sampai kaki dan nini.

Jogja, 23.07.2020



DI SINI AKU ADA
Karya : Puji Astuti


Pertama mataku terbuka
Hirup udara di tanah kelahiran
Bercandaku bersama hijaunya negeri ini
Di sini aku kan selalu ada untuk berdiri

Menggayung kehidupan dengan seksama
Selaras iring doa-doa kepada Yang Kuasa
Memayungi segenap bayangan diri melangkah ke mana
Sedetik berhenti adalah renungan syukur penuh rasa

Tanah ini adalah berkah
Setiap jengkal tertapak nikmat yang di dapat
Terselipkan munajat di setiap hembusan napas
Tanah tumpah darah menjelma sepanjang alirah detak di dada

Terpenuhi segalanya
Tak terlintas ingin pergi karena rinduku ada
Merimbunkan syair-syair aksara hati
Menghadirkan serat indah tak ingin berpisah

Jika napasku berhenti nanti
Aku tetap akan tertidur bersama tanah ini
Kembali menjadi hamba yang tidak abadi
Menghadap pada Illahi untuk berserah diri

Jogja, 08.08.2020

PUJI ASTUTI







Tidak ada komentar:

Posting Komentar