ANGIN MALAM
Angin menanti
Ditepi dangau
Suatu malam yang tergopoh
Pada jam arah seperdua
Tutup jendela
Bakar kemenyan
Lanjutkan seputing semedi
Mata ini tercekat
Selembar tugas
Untuk sajak yang ku tunaikan
Sebelum kau terkepak pada mimpi tidurmu yang tak nyenyak
Seputih awan
Sebutir air mata
Sekupas bawang
Setipis ari
Sekuning bunga matahari
Semai, semedi kita satu
Untuk dunia yang telah terkutuk
Oleh ; Dion-anak Zaman
DO’A PINTU MALAM TIGA
Oleh : Dion-anak Zaman
atas nama JagadMu. sepuluh Dosa ku lakoni
sembilan Kebencian kutekuni
Tujuh kebohongan
bersama bayang bayang iblis
berhentinya angin atau setelah puting susu Ibuku ku balas Tuba
Kemuliaan mana lagi yang tak berWarna?
akan setianya Iblis sebelum membangkang kepada Tuhan.
seikat janji Manusia saat menjadi janin berbentuk manusia
memecah ketubang seorang Ibu mengerang sakit. kencingnya yang berwarna melewati ajalnya yang hampir direnggut. Tuhan melindungiNya
untuk Para pengabdi
antara Hujan yang berangin. Kepada Sang Nabi Nabi, terlebih yang mulia sang Manusia Agung pelipur dan pembaharu zaman yang biadab. kau Muliakan kemudian. atas Kesderhanaan, dan Cinta yang kau sabdakan. kaulah nabi sang penghulu nabi nabi Muhammad. SAW. Alfatihah. para sahabatnya. Alfatihah. kepada para pemimpin islam dizaman perjalanan awal Islam dan membawa Ketauhidan. hukum hukum Tuhan. para Sufi, Ulama, dan para syuhada yang gugur atas Nama Kebenaran Tuhan. Alfatihah
untuk para pengabdi
pemimpin Dunia era modern, kepada pemimpin yanga rif, dan bijaksana
untukmu sang penyair. Budayawan. dan orang orang jujur yang bukan terlanjur
segelas anggur untukmu. melepas dahaga kita. maafkan kita sama sama mabuk! sama sama jatuh Cinta pada perempuan yang sama. semoga kita berbeda dalam Tujuan yang sama. Maka Tuhanku mengetahui itu semua, Tuhanku mengatakan dalam AlkitabNya, ama dengan bacaan kitab kitab Tuhan yang sama kita Agungkan, sang Maha Tahu. Kuserahkan antara siang diterjang dajjal dajjal yang persis sama dengan wajahku yang berkomedo dan pakaianku yang suka bewarna hitam dan kuning.! maafkan jiak kendali bibir dan ucapakanku membunuhmu. dan melukai ketumbar sesumbar dan pahit perih kau rasakan.
untuk sesamaku pesujud sewaktu waktu
sebilah pedang pedangmu, menggores kulit perawan bulan
kita telah berada dititk nadir yang sama, maka Alfatihah untuk bersama"
kepada semesta
ajarkan aku kembali belajar berkisah dan bertutur
agar lidah lidah kami terbiasa dengan ucapan Cinta
dan juga aku bisa tahu sejauh mana sembah dan abdiku kepada bumi dan TuhanKu
serta kepada sesamaku Manusia.
Tuhan.. Engkau amat Mulia
sebelum aku berDoa pada ketiga kalinya menemui Pintu malammu
Tuhan..Engkau Tahu pasti bukan?
DO’A PINTU MALAM DUA
Oleh : Dion-anak Zaman
Tuhan Engkaulah tempatku menentramkan kegetiranku
saat sehari di tubuhku berdebu dan berkeringat
kemudian di selisih waktu kau beriku kesempatan, Nikmat dan keyakinan
sebab Kau menjadi bilur bilur keinginan dan harapanku mengadu dan meminta
Tuhan Engkau lebih Tahu
segala perselisihan ini. antara siang, sepetik harapan
malam seteguk tunainya pencarian nafkah Ilahi-Mu
dan Hidupku matiku Lillahi Rabbal alamin
Tidak jua ku sengaja hanya mengemis pada saat kelenjar kelanjr ini bergetah
karena terlalu lama menunggu,,Ahh' Tuhan maafkan aku sudah sedikit keluar dari jangkauan kelembutanMu
Tuhan sebab aku belajar Di alkitabMu
tentang sebuah Keraguan HambaMu
aku yakini itu! Sungguh Atas Nama-Mu
yang Suci nan Agung
Tuhan...maafkan aku jika aku pernah menyuratimu
terngtang Cinta dan menayakan atas kaki langit dan nama kaki langitMu
dan selalu meminjam bait bait keindahanMu yang menceritakan tengtang para pengikut dan Nabi nabiMu yang kau pilihkan sekelumit persoalan duniawi
Tuhan aku meminang sehelai MagribMu meski secuil-pun kekuatanku
tak mampu memberikan setangkai mawar, dan pelangi di balik jeruji awan
tempatkan aku pada orang orang yang Engkau Kasihi
atas Namamu, sepatutunya Aku bersujud...
ELEGI KEHIDUPAN
Oleh : Dion-anak Zaman
(untuk kita semua yang pernah salah, yang pernah lupa, pernah membenci, dan mulai tak lazim lagi untuk menjadi bagian keteduhan)
matanya pucat pasih, kebiruan
bulunya tipis, kelenjar urat uratnya menukarkan kulitnya
kesunyian mencekamnya, seluruh rindu kemuning terbang dibawa bul bul
kala mereka terbahak, aku diam
kala mereka tertawa aku membujuk nalar nalar dekatku yang sama persis dengan bentuk perawakanku. jangan' biarlah bibirmu tersungging, namun jangan relakan tawamu berkias. Dan menipu orang orang sekeliling kita. itu lebih baik diantara kita ikut tertawa dan terbahak, apatah lagi menangis.
sejam waktu bergetar resah. inging mengulang, dia tak datang lagi
intinya kita biarlah belajar disini untuk membetahkan jiwa dan kespritualan kita yang diajarkan oleh guru agama kita waktu amsih dikursi kecil berdempetan.
november yang gerah. Sesumbar anak anak panah menancap dileherku
aku tercekik, kita mulai merasakan keberadaan itu, Jenuh! dan pembiaran. Membiarkan orang orang melumeri listip, dan bedak, namun karena dedak sehari, kita patuk patukkan bibir kita bagai Burung yang kurus meninggalkan sangkarnya. So"dding (nama samaran) menatapku, menunggu angin puting beliung berlalu. dua rumah ludes, habis direkayasa lagi. dua jiwa melayang sepi.! dia bertengkuk lututunya setinggi matanya, hanya sedikit kulihat mata picisnya. menukar nukar recehan dan uang kertas, pemberian orang orang dermawan yang sombong,! ( red seolah olah). Tekana hidup menjepit, sempurna manusia mulai terhuyung huyung masuk dikaki lantai masjid. anak buyung, menangis minta mainan pistolan air, toh terbuat dari plastik yang isinya nanti adalah air semi dan kencing, bahkan air hasil Onaninya. sebab tak mampu dan belum layak, tapi dipaksakan dibelikan dan tiada petunjuk penuntun cara pemakaiannya. seperti Gatok Kaca yang bersimbol semangat, meski nafas tersengal sengal, seperti wayang yang diadu berkelahi, oleg dalang, pencuri nasi semalam. sama dengan mereka yang hanya mencuri celah celah kecewa, dan kita dihadapkan oleh keinginan keinginan yang mulai tak santun. kita bagai pejuang kesiangan, seperti tahu memakaikan granat, dan merakit Bom, lalu meledak ditangan dan tubuh kita terpental jauh dikaki kaki zaman, masa lampau dulu, kita mulai merangkak lagi,!
matanya berubah kini. daeng juma' menganulir ucapannya, mulai takut sehelai katanya, sesumbar, tiada filter, t5embakau terbakar sudah diisap kenikmatan sesaat. jelang sore dia menemui daeng kanan, kekasih sejatinya dulu, yang usianya hampir sebaya, maklum dulu Cinta bagai sekam dan disakralkan, oleh adat, maharnya berlebihan, adat mulai linglung, Budaya berubah menjadi baus dan biadab, mengurung sistem, mengatur kategori sosialitas, dan status, golongan, menerka neerka siapa gerangan selanjutnya yang meneruskan tahta. Cinta diamati oleh kasta dan sebutan Puang, Karaeng sampai ata,(hamba sahaya), toh juga akhrinya sepertyi tokek, dan ciciak hanya menempael didingding hiasan tembok rumah rumah yang pengecut. dan mulai memeprcayai binatang retil melata itu yang menakutkan namun menggemaskan. sering jadi olokan, dan sering di gunakan sebagai alat, untuk menakuti nakuti kita, saat kita kecil menrengek dan menangis. Cinta Daeng kanan begitu tulus, bagai bunga mekar, seperti kesetian Bintang dan kejujuran gemintang lainnya, merona cahayanya tanpa bias cahaya bulan.
air mata Buaya, dengan Budaya Budaya yang terkikis,
anak anak menuntaskan dengan menggorek leher kekasihnya, dan memamgkas habis bunga simbol simbol abadi Cinta, sesorang dari mereka memprotes, sambil menggerek nandinya. dia habis menghisap sabu, kata temannya. yang mabuk Cinta. Seorang Ibu hanya berdiri di bibir jendela. mukanya pasih perih, bathinnya menangis, matanya merah, sebutir sebelum matahri terbenam dari seonnggok duka dan cerita diatas. dia menemui ajalnya.
SEPENGGAL HARAP
anak daun
anak sipulung sinasib buntung
perahu kita berlayar daun daun kering
perahu kita lebih sekedar dinamakan sampan
kita mau mengarungi kali ini
dengan atasan angin dan langit yang mejujung
seputih kapas kapas tertancap dilereng bukit
disanalah penanda itu, sepulang dari pulau,kita suruh Amma' menanak lagi
sebutir jagung, dan lauk kering mairo yang kita sempat jaring selama perjalanan
jangan mencari daun bayam
dan kelor, sebab kita telah mengarung dik" jangan menoleh kebelaian matamu disisi peninggalan air mata Amma' sebentar lagi kita akan memasuki samudera, biarlah angin membawa kita, karang, uih, gelombang pasang, kami terombang ambing, Amma; memeluk sibuyung yang linglung, sambil kakinya ditancap ditikar plastik, penambal agar sampan tak dimasuki air, dari lubang ubang cicit yang tersembunyi,
langit merah, cakrawala berubah
burung camar mengicau menyambut menghantar seebentar lagi kita terlepas dari liukan liukan angin kehidupan, bunga semerbak dan bangkai bangkai kalimat dan semulut bibir, yang mengusik perjalnan yang beinugrasi secara alamiah, kita telah disimpang jalan, kita dibawa dan dihantar oleh keyakinan tahid kita, atas ajaran tata' dan Amma" yang kadang kita sepelekan," dik! coba berdiri, dan saksikan ombak, dan matahri yang kembali muncul", dan tersenyumlah, semilir angin akan menembatkanmu diantara ketakutanmu yang lazim,
kita telah sampai dik!
namun kita baru mengawali perjalanan
karena setelah ini, perjalanan selanjutnya belumlah pasti kita akan jua mampu menepis remah remah badai, dan semoga kamu tidaklah takut, dengan ancaman dunia, dan kemuliaan manusia yang butuh tumpangan untuk menuju kepulau, namun mereka terlalu penegcut! seola ola menjadi manusia, namun kejujurannya tak semulia amma" dan seberanimu dik!
daun menepi jatuh dikerau kali ini
disiang yang mengaduk aduk darah
terpecar, menjadi aksara yang penuh berkah
terhadap Tuhan. djalalu, kita diperjalankan
Oleh : Dion-anak Zaman
MAWAR DAN DAUNNYA YANG TERSOBEK
lebih kuat, segerai air mata
demi sebuah kemuliaan, dengan tetesan tetesan
meremah, menghujatku seusai Cinta telah menemuiku
anak anak air ditelaga ini
membatu, menatap kebalik dingding cela senja
aku mencintai sesudah senja kembali redup
kau tahu, namun semakin kau tak mau jujur
kau memberiku asa yang hampa
oese yang klise
temui aku dengan linangan disini
menerimamu sebagai abjadku setara aksara aksara Cinta sang penyair
dari mana semilir kabar
setinta, dan goresan suratmu tak pernah menempatku rindu
aku mulai p0anik, dan menyerapah hari hariku yang dingin
tempatku dulu kau tukarkan dengan mawar
dalam gemggaman janjim untuk meyakiniku
sebagai pilihan untukmu, terlebih saat kegelisahan ini ada, dan menakutkanku
aku butuh dekapan, dan menemuiku sebagai Cinta
dalam teramat lazimnya,
lebih kuat, kutadah air mataku
diatas mawar yang daunnya sobek
Oleh : Dion-anak Zaman
ADAB
Mata picis mata kendali kelenjar kelenjar,
Anak wayang tertancap dibatang tubuh pasal pasal adab! Semula pesona menekan bulan untuk tidak muncul. Lalu kerling mata mengenalku,
Sama dengan butir butir dengan sigap kupunguti, aku diapik tubuh perawan
Matanya picis juga, aku menawarkan anggur, dia menoleh kesisi perawan lainnya yang butuh', kemana mata itu yang dulu? Sambil mendekap anak daun, yang masih kuncupnya,'
Oleh : Dion-anak Zaman
BUNGA
Bunga ini, aku baru saja melukisnya, secara acak saja, Daeng hanya melihat sejengkal matanya tertuju dijemariku aku melengkungkan garis,tengah, aku juga tidak tahu kala Daeng menanyakan bunga apa itu?, secara jujur, dan sadar, aku baru tahu, bahwa persepsi dari apa yang nampak, kadang sama dan berbeda,! Bunga ini, entah dinamakan apa, namun aku memilikinya
Oleh : Dion-anak Zaman
PENARI
Tarian itu
Setegak bahunya
Setangkai tumitnya
Aku melihat sesi adegan sandiwara itu
Teramat sayang mataku kulewatkan
Penari itu
Melintas ada bunga sehelainya
Aku menimpali dan memotong nadiku
Oleh : Dion-anak Zaman
MAHAR CINTA
Maharku kelak" jika ada waktuku ku tak mau sebening hati ibuku mencuri air mataku,,terhadap Cinta yang ada, pada lembayun, benih benih, kemudian menemukanku pada kelak menerima Bismillahku kusyahkan kau jadi cinta yang teramat' ku sembahkab dikau jika sudi menerima pinanganku, dengan mahar sepetak Cinta, sejujur roman roman kasih yang pernah ku temukan' dan jika berkenan kapan kau izinkan aku!?
Oleh : Dion-anak Zaman
PAGI
sejajar dengan hari, aku mash menarik sarung! memperbaiki posisi bahu dan menikmati selera pukul 06.00, kepunggung dan leherku kujaga dengan bantal lembut, berharap bisa lebih nyenyak kembali yang semalam tertunda,
kusambar saja dengan meraba unsur bunyinya
berdering panggilan masuk, ada nama tertentu" bersegera
tidurku yang terencana menjadi menemui batang dan tiang hari sebelum kukenalkan kepada khlayak tengtyang cahaya matahari, yang tak lazim bagiku,
bolak balik, balik lagi, menderu, menggemggam kertas kertas
menegur sisa pohon sekitar tangkainta menjulas ketengah, dan serak serak daun, kususuri, hingga tepi siang mencariku diujung dahaga dan laparnya seketika, ahh" hanya saja kutakbiasa seperti ini, dan selalu saja kutanya matahari, kenapa meski selalu kutekurkan lengan dan tengkukku"
akau mengandaikan pagi
sama dengan kugapai kau kekasih
aku menandakan hari sama seperti kau yang kelak akan kunikahi
aku menggeser awan
sama seperti kugesek dawai dawaiku
bernyanyi senyaring burung, dan seserak gagak yang menyeyrumpat kematian anak hamba yang mistik
sesudah pagi, kugeser lenganku dipelepah siang
mengepak sedikit sayapku
segera mungkin terbang kenirwana
atau diatas pohon keteduhan manusia lalu belajar kembali menegur hujan dan senja,belajar kembali melukis mata, bunga dan sketsa siluet, manusia yang menyamping tak jelas keperawakannya
atau mengajak kekasih yang beranak
sementara perawan menungguiku
kelenjar matanya sepi, disudut mata dan keningnya yang tajam dihiasi pensil alis,
aku berselera dan tertikam amarah amarah
aku yang ditemui hari dengan andai andai
sementara tubuhku legam oleh batu picis dan tebalnya bibir manusia menggunjing
mengenai aku, esok kutemui lagi kisanak!
sementara bulan tiadalah kau nampak lagi
pesan bul bul kearah angin menuju ketimur, kenapa rindu kau tempatkan disisi layar sobek, dan aku meng_arung disamudera pasai Cinta dari lubukmu yang teramat jauh ketimpang yang lalu diam membeku diutara menungguiku?
dia datang membangunkanku
dan segera menyuruhku menyelesaikan subuhku"
Oleh : Dion-anak Zaman
AKU BUTUH ITU
Saya butuh itu!
Disetiap fajar, kulengkungkan telunjuk dan kupingku,,saat tertentu menembaki pagiku yang serapah
Aku butuh itu'
Saat menjelang senja
Kutemukan batang hari
Diatas paru baya
Kudapati Cinta tergolek
Aku butuh itu'
Saat malam menggelayut
Menyelimuti dunia yang tak berdamai
Aku butuh itu"
Cinta temani senja dan malam
Agar tidak pergi begitu saja
Oleh : Dion-anak Zaman
PETIR
Petir
Kibasan murni
Tajuk hari ada kelender ditiang rumah
Dekat dua gambar tokoh politik
Sobek dan terobek
Bagian atas dekat bulan menunggu malam,
Petir
Tiba tiba saja
Mana ada rindu terkubur
Kala bunga kelopaknya sama
Ahh' nama itu lagi
Sebentuk apa rupa manusia
Yang menggedor dengan pelor
Disana nyaring disini berbunyi nyinying
Petir" siang menakutkan,
Malam tak bisa kulelapkan tidurku
Oleh : Dion-anak Zaman
JANGAN MENANGIS
Sekiranya penantian ditimur sudah kau ragukan, maka beranjaklah sayang,,jangan menunggu setelah awan mengarak, lalu embun menepi diujung ranting mangga yang kemarin retak oleh angin timur
Perlahan rindu ini menajan, menempati sepi dan aku masih dengan kecubung kesukaanku"
Sayang jangan menangis
Nantikan rindu dalam perindu yang teramat asing
Oleh : Dion-anak Zaman
WAKTU
seandainya bisa kutolerir waktu ini
akan ku ajak kau juga diantara sisi cerita lain jua
namun kehendak waktu itu sendiri, yang membuat kita telah ada, kita bernaung diteduh antara sengatan matahari, kita telah membuat cerita itu sendiri
saat itu kita bagai diujung daun
dan kita kuat saat itu, bagai ranting cemara dan pinus Kuyakin mereka Tahu itu!
seketika hujan menemukan kita di tepi hutan "puitih memulihkan segerai air mata itu
kemuning kembali bercerita dan menyapa bunga itu"
datang mndekapku, dengan kekuatan Cinta yang singkat lima belas menit
enam bulan dua belas hari.
mungkin ku takpandai memuja muji
aku takut sala menduga dan mereka bersangka
dan takut sangka itu menodai keihlasan
pilihan itu ada
tetapi Tuhan telah memilih kita
Oleh : Dion-anak Zaman
MANTRA
mantraku yang kulupa
mantraku yang tersembunyi
sabda itu kembali terdengar
Ritualku terjedah
aku telah lupa setangkai hari dan belasan hari
semesta dan Tuhan melihatku berjarak dengan kekasih-KU
mengepak sang gagak diatas pohon dekat tebing ditandai gelagak pohon yang samr tak kukenali
sang jegal dan picisnya simfoni
selalu ingin menganulir waktu
sayang..aku lupa! dan seakan mengetahuinya
namun aku terjegal kembali
mantraku hilang
kendali Ritualku hanya dengan melakoninya dengan keyakinan menyebutkan NamaNya
Oleh : Dion-anak Zaman
SETELAH CAMAR BERANJAK
Camar camar telah terbang
Muara terbengkalai oleh air cucian penduduk bangsal didekat dusun sudut kota, menjadi riasan kolom dan anak anak kolom, terbakar semu
Terhempas debu debu
Terkaburkan masa depannya
Susah, segadang nasinya sebutir jatuh dilantai berpasir
Coba tengok dahan ranting (nyanyian balada anak anak),
Pohon dan kebun tercemari
Daunnya berkeringat, buah padi berwarna pekat,
setelah camar beranjak"!
Oleh : Dion-anak Zaman
DI NEGERI SAKURA
aku pernah bercerita dibatas tapak tapak itu
aku menuliskannya, sejauh imajinasiku segetah karet kayu yang tertancap ditanah tanah berpasir,
disini sejuk sayang
kau tahu? butiran pasir yang terkemih lewat serpihan tapak jejak kaki manusia
peradaban kita jauh berbeda, aku menuliskanmu tengtang naluri, kebiasaan, serta kebudayaan yang tertera oleh prilaku kemanusiaanmu
sajak tak kupenggal sedeikitp-un
mata panah membujukku melemparkan dikaki kaki dekat Gunung sakurajhima
ada ranting menjelma menjadi teduhan eduh matahari
angin mengusir debu debu,
andai saja kau tahu dan berada disisiku, tak perlu kusajakkan, dan ku urai dalam garis garis catatanku, saat mulai beranjak, saat kusaksikan matahari, kemudian bunga bunga mekar yang tumbuh diemperan toko dan gedung gerdung,,saat Poohon kewajiban tertanam menjadi peleindung kegerahan, dan kenegerian bumi yang berputar amarah
aku menyaksikan itu semua, disini,!
Oleh : Dion-anak Zaman
CICAK
Aku menemukan dan menginjak
Se ekor cicak tergelatk terbujur tubuhnya di kaki meja buah karya Tata', semut hitam datang menyambangi, ususnya keluar, matanya terpejam pilu, jemarinya lemas, punggunggnya terluka goresan, ekornya terputus dari ruas batang pangkalnya,,ada haru dan ku nikmati dengan pandangan kekuatan ibahku,
Tuhan angkatlah jiwa cicak dengan kekuatan jemarinya melekat sama dengan kebthinanku,
Oleh : Dion-anak Zaman
KALA CINTA SULIT DIREDAM
Kita main peran
Kita terdetak jantung berdenyut rasa
Apalah arti sebuah ikatan
Jika kita tak mengakuinya
Kita maknai apa?
Sebelum mereka menemukan
Saat air matamu jatuh
Kau telah pasrah pada nasib
Sementara hari esok takdir telah tertoreh untukmu
Jangan mengubah sekaligus memintanya,
Kita ada karena Cinta yang tertera
Semakin kita perankan, justru ketakutan kehilangan, membius lalu menyalahkan atas luka kepergian
Oleh : Dion-anak Zaman
RINDU
Menangislah untuk sebuah kemuliaan, kegtiran adalah kepasrahan dari nasib dan takdir, ke resahan adalah polemik berbuah manis, pertemuan indah kelak kala Cinta sulit diredam karena bagian dari takdir,,cinta datang dan pergi bagai filsafah mistik, kemuliaannya menjadikan kita peka rasa namun jangan mengingkarinya dan menyesalinya, menangislah pada hal hal yang teramat sakral, dan pantas
Oleh : Dion-anak Zaman
TERKUTUKLAH MAWAR
aku belajar dari sekuntum
secepat itukah mekar?
menahan bulan untuk tak pergi ditegap bumiku
segeralah purnama menemukanku ditaman sepi
tepi itu kini berakhir
ditengah teratai menguning bersedih
duhai matahri ajarkan siuman jelita ke tempat pemujaannya
dengan linang air mata kekasihnya
jauh dipisah ditemuinya mawar yang telah pudar dan berupa lain
terkutuklah atas Cinta. Jejak kemuning yang takjup oleh peringai dan warna gaun
kelembutan Shinta terjegal oleh perempuan yang diatas kepalanya mawar berkincir
samar namun masuk kerelung relung luka
dan membiarkan sekuntum mengelatak sepi tanpa daya
ter hempas, tergoda goda manusia dari rupa kurawa yang menyeramkan
menunjuk ketempat savana. tiadalah tanda tanda mawar yang tumbuh sepekan
terkutuklah mawar, sebilah kata, kau geletakkan simbol kemuliaan Cinta
manusia di bunuh maya, ditikam asmara, disepuh emas kilat sanubari yang tergempal bagai tinju kepalan, lalu membujuk putri singgahan Raja
menahan tangisnya dikatupkan bibirnya, berusaha tersenyum kepada kekasih yang membawakan mawar dari balik bukit cudas na cadas, dari terjalnya buah buah picisan
kereta menanti, bawalah aku pergi dari sumbarnya kemuliaan
jika kau memang mencintaiku
mawar jatuh
bulan berpinang menjadi butiran cahaya
kekasih beranjak menempatkan kecupan didahi Cintanya yang mati oleh kerumunan adab, dengan mawar yang terkutuk, dia membawanya sambil menyusur semak semak hatinya yang hancur.
kekasih menaruh air matanya sebutir dibalik daun mawar
"kenanglah sejak kau merasakan bahawa aku telah bahagia disisi Cinta yang telah membawaku berakhir di saat mawar ini mulai menguliti dirinya, lalu layu tergeletak, dibawa angin menuju titah adab, yang akan membunuh dan mengutuknya"
Oleh : Dion-anak Zaman
SENI
Seni,,,,,,,,
Sepi
Sekam
Selalu berinteraksi
Seni,,,
Tanda Tuhan menganugerahi
Siapa yang mengatakan itu"
Maka sampai pada ujung jemari
Lalu keluar dianus
Sang Dewi murka
Berubah menjadi Rewata Dewa Amarah, mengobrak abrik isi dunia
Karena tak lagi eling, serta pinang dibelah dua, mencuci saung, ditelaga
Seni,,penyembahan!
Sebi bukan basa basi
Seni sumpah jiwa
komponen tertinggi mahluk,lalu! Kalian namakan apa?
Oleh : Dion-anak Zaman
AKU RUH DUNIA
(sekejap, dan segeleng kepala kita, diantara sisi manusia yang mau belajar menerjemahkan, bukan sekadar tahu lalu oangling, menuduh kemuliaan ketegasan ide dan kemandirian imajinasi.)
Aku adalah Ruh Dunia
ditakdirkan untuk melengkapi kesengsaraan semerta kebahagiaan
jika kutak ada, kau kemana? saat peluru menembus batang batang mawar
engkau sisakankah?.
hendak kau tanya Wanita yang ber pinang mengkal
apakah juga dia mencintaiku?. Tidak! dan bukan saja engkau merasuki bagai arwah arwah bersemayam. Namun ketauladanan dirilah membawaku Ketempat tertinggi "adalah Aku Ruh Dunia yang kini beranjak untuk sebuah Cinta kepada wanita itu!
kita bagai musafir, mengelana disisi hidup dunia yang melatah
seperti burung bul bul mengajak akwanannya bergerombong, bersama menuang arak dan biji biji air mata ummat para Nabi. Tetapi sungguh gejala itu mulai menakutkan! seketika burung ditembaki sayapnya, manusia berpingkal paganya kelihatan mulus diatas lututnya berdiri dan duduk mengangkang, kutebas kemaluanku sejak berakhir ditiup angin sehelainya kelihatan."kau bukan Ruh disisi yang kumaksud.
lebih kesana arah Matahari menjelang. Seperti bukit bukit wanita ditindih aroma tubuh lelaki, sepental ketapel memantul amntulkan. Kembali sekunyah kacang tanah yang terserabut. dan dikulitinya, sampai setan alas membungkam jiwa dan keimanan. satu lagi wanita dibukitnya yang telah melemah.
maka karena aku adalah Ruh Dunia kemarilah!. Demi atas nama Tuhanku. Sepatutnya kau adalah Cinta, yang kuterjemahkan seberapa abad yang lalu. Disaat peradaban dan kemusnahannya dimulai hingga dihancurkan.
Temui aku diantara beranjaknya burung burung dan gerai angin, menebus lara dengan menuangkan jiwa semata untuk pencarian dan pelarianmu. Sebagai penghuni Dunia yanga rif, sebelum kiamat dan takdirmu menjegal.
Akulah Ruh Dunia yang terasing sekalipun
Oleh : Dion-anak Zaman
SELEMBAR SURAT BUDIMAN
Kepada kawan tiupan angin beranjak
Jangan panik, serpihan remah kaca kaca jendela adalah kabar dari manusia,
Ini hari kita dipisah, kala esok kita berjumpa lagi, kemudian kita merenda esok matahari harapan
Pernahkah kau menoreh luka
Padahal kita badan yang berjiwa
Kita hati yang tertutup
Kita benang yang bersambung dan menjadi menutup luka luka depah,
Surat ini untukmu kawan yang budiman!
Oleh : Dion-anak Zaman
I LOVE YOU
Sepekan tak menyertakanku rindu teramat dalam, terkubur sisa seputing ceria, kita tak lagi semesra mawar dan embun, tiada kusangkakan, saat pemuja kita berhenti ditepi hujan, sayang, kau lupa seperti biasa, mengecup, dan saling merias bulan kala purnama, sepekan, kita berjauhan pada ringkih dan titian hidup yang membuat kita terjaga pada rinai rinai pelesir pencari cinta yang sejati,,sayang, I Love You
Oleh : Dion-anak Zaman
CINTA
Ada banyak jiwa yang memaknai, memberikan defenisi penyesuaian tengtang Cinta, terlebih saat kutanyakan pada kekasih! Dia tertuduh, dia merasa jauh dari jelmaan yag bagaimana meski dan bentuknya,,sebelum mereka menyusur, ada jiwa yang terlantar juga, ada jiwa yang hanyut dengan kehampaan, ada ketentuan, kemuliaannya tiada bisa di jadikan sumber sumber dan kemuliaannya, Cinta tak segamblang dan selarik kata saja
DION ANAK ZAMAN |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar