KEMBANG ILALANG
Yuni Tri Wahyu
Di sebuah taman bermekaran aneka bunga
Mungkin saja kelopaknya ada yang terbuat dari plastik daur ulang
Semestinya lebih banyak asli ciptaan Sang Pemilik Alam
Entahlah, tidak perlu dipikirkan
Kumbang terbang kian kemari mengecupi putik sari
Tanpa peduli bunga-bunga layu terbakar api cemburu
Atau percaya diri atas isapan diksi tanpa isi
Terkulai bait sesalkan puisi syahdu
Sementara kembang ilalang, tersenyum miris menanti angin berembus
Terbangkan daun dan bunga kering
Tapi tahukah, akarnya terus menjalar tumbuhkan tunas juang
Ia tak pernah tumpas oleh rayuan, meski kerontang berulang
Tangerang, 03 April 2022
MENYEMAI MIMPI
Yuni Tri Wahyu
Di pekarangan rumah dengan tanah basah sisa hujan semalam, aku semai butir-butir mimpi. Berharap tumbuh tunas kebahagiaan, hingga berbuah ranum senyuman.
Terlukis pada lengkung alis dan setiap kelopak mata. Bermekaran bunga dari getirnya perjuangan purba.
Beriringan angan sunyi memeluk sepi, diam memaknai hening. Gumam doa syahdu menarikan biji-biji tasbih di pinggang jemari. Mengikat kuat ingin pada tiang keyakinan. Bersemi semaian mimpi jadi kenyataan.
Kemana telunjuk-Nya diarahkan. Aku, kamu, kalian, tawakal.
Tangerang, 02 April 2022
USIA TIDAK MAMPU BERDUSTA
Yuni Tri Wahyu
Ada saatnya kegagahan memudar seiring jejak langkah tertinggal. Kegigihan perlahan tertatih ketika silih berganti tergores perih. Merintih pun hanya menambah luka semakin dalam.
Membuka mata dan pikiran sejernih penghayatan memahami inti kehidupan. Pada akhirnya akan berpulang. Jika tidak sekarang, kapan lagi waktu untuk bebenah diri?
Selagi masih sempat mari bertobat, karena usia tidak akan mampu berdusta.
Tangerang, 31 Maret 2022
MENIMANG HARAP
Yuni Tri Wahyu
Terlalu menimang harap raih syahdu, ketika sunyi nyanyikan lagu sepi. Ada sendu temani hening, berjibaku wening mendayu pilu. Kutitipkan senyum pada palung paling jantung. Kemudian tengadah mengurai bening berkilauan.
Tangerang, 11 April 2022
AKU BUKAN PERANGKAI KATA
Yuni Tri Wahyu
Mengalir dari hulu ke hilir, perlahan ikuti irama hati
Jemari menari menggoreskan diksi
Inspirasi dari segala sisi
Jangan memaksa pikiran dengan berbagai kiasan
Begitulah puisiku, sederhana apa adanya
Tidak perlu panggil sanjungan apalagi sebuah pencitraan
Ambisiku telah lelap pada ketulusan yang tiarap
Tertembak oleh pejuang literasi bergaun manipulasi
Aku bukan perangkai kata, bermajas indah pun aturan baku syahdu
Namun pelukis sepi, meninabobokan sunyi dalam hening
Diam di antara semarak bertabur bintang
Pun hanya setitik nyali pemberian Ilahi
Tangerang, 07 April 2022
PUISI PALING INDAH
Yuni Tri Wahyu
Tidak harus majas berlapis madu kata
Merangkai bait sejuta pesona tertata dalam syair manis romantis
Biarkan apa adanya, menari dalam kungkungan lara
Pun bergoyang suka-suka diksi merengkuh makna
Puisi paling indah, bukankah saat hati kita bertaut?
Diam mengeja sepi nikmati sunyi pada hening sejati
Bergandeng tangan melangkah menuju sepertiga malam
Bersujud sebut asma-Nya tak berbilang
Tangerang, 17 April 2022
ENERGI POSITIF
Yuni Tri Wahyu
Semoga sehat dan bahagia selalu, mengalun doa tulus sepanjang waktu. Bukan sekedar buih bibir bermanis kata.
Seperti terlewati hari dari pagi hingga senja bahkan kembali fajar menemani. Mari kita rangkai diksi seiring puja-puji kepada Ilahi.
Lepas prasangka mengganggu langkah, agar energi positif sampai di sudut paling sunyi.
Tangerang, 16 April 2022
DOA DALAM DIAM
Yuni Tri Wahyu
Perbedaan sekat jarak
Aku terhenyak tak mampu bertindak
Perlahan menghilang memeluk sesak
Ranum tersuguh seutas senyum
Layu oleh diammu nan ambigu
Sejujur simpan harap ada pembelaan atas kesayangan
Hem, semestinya aku memangkas mimpi
Menyulam damai tanpa tepi
Lalu berlari sejauh mungkin
Menghindari kejaran bayangan
Di hari bahagia entah tersisa namaku atau terkubur di hati
Kutitipkan doa terbaik untukmu, perempuan salju
Tangerang, 20 April 2022
LAKI-LAKI BERMATA PUISI
Yuni Tri Wahyu
Lika-liku laku laki-laki langkahkan kaki memapah diksi
Perlahan namun pasti melukis cinta pada jantung puisi
Sepenuh hati leburkan diri pada perhelatan seni
Jiwa raga ikhlas mengabdi hingga sekian generasi
Tidak banyak berharap materi dikantongi
Jiwanya telah terpenuhi segala kebutuhan tanpa kemewahan
Rindu di dada telah purna pada setiap lekuk puisi
Kasihnya tertancap di sanubari tidak terganti
Karena ia laki-laki bermata puisi
Tangerang, 19 April 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar