|
|
OPINI KRITIK:
Siamir Marulafau
Luar biasa membaca antologi puisi berjudul 'MERAH PUTIH' karya Ni Putu Putri Suastini. Antologi puisi ini tidak hanya ditulis dalam bahasa Indonesia tetapi juga dalam bahasa Inggris. Saya mengetahui bahwa ada beberapa puisi dalam bahasa Inggris. Yang saya baca berjudul ′′ PERAHU DAN TANGAN yang memiliki makna yang baik dan mendalam diungkapkan bagaimana alam memiliki kekuatan melebihi kekuatan manusia.
Puisi tampaknya memiliki kemampuan untuk menulis puisi dalam bahasa Inggris untuk memilih kata-kata atau diksi yang baik dan tepat dan menggantikan sosok bicara seperti personifikasi:
′′ Angin menciptakan percikan air
Gelombang mendengarnya. Dia menari
Dan gulungan, dan gulungan, mabuk
Sangat tinggi!"
Puisi juga menggunakan ulangan untuk menekankan makna puisi agar dapat menggambarkan karakteristik gelombang. Kapten kapal harus berhati-hati untuk berbalik karena ombak ayunan kadang-kadang datang untuk merayu. Itulah gambaran yang terjebak pada perasaan yang mendalam sang penyair, yang memberi peringatan bagi mereka yang mengendarai perahu saat ombak liar.
Sebagai seorang penyair seorang kritikus sastra merasa terkejut atas kecakapan para penyair dalam mengganti dan memilih kata-kata yang tepat dalam menulis puisi ini. Saya berani mengatakan bahwa antologi ini sangat bagus untuk dibaca oleh siswa literatur. Ini mungkin juga bisa jadi referensi bagus bagi yang ingin menulis skripsi sarjana di Universitas.
Selain itu, saya tahu bahwa gambar penyair sepenuhnya berdasarkan alam yang indah sebagai inspirasi yang indah untuk menulis puisi. Dia merasa sulit untuk memisahkan dirinya dari alam. Dia bermaksud meminta orang-orang untuk kembali ke alam dan menghargai ALAM sebagai ciptaan Tuhan yang memberikan kelebihan kepada manusia.
Entah gaya menulis puisi dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris tampaknya sangat puitis. Bahasa puitis dapat ditemukan dalam setiap baris puisi dengan tokoh-tokoh ceramah agar puisi indah untuk dibaca.
Salam hormat,
Selamat pagi, teman
Assc.Prof. Siamir Marulafau,Drs,M,Hum
NIP. 19580517 1985031003
FIB USU, Medan
UCAPAN TERIMA KASIH
Oleh :Siamir Marulafau
Terimakasih atas pengiriman buku bertajuk " Trilogi Puisi Merah" karya : Ibu Ni Putu Putri Suastini. Kehadiran buku ini menambah wawasan pengetahuan di bidang perpuisian. Saya sangat terharu dan tertegun membaca karya penyair ini dengan menggunakan "Warna Merah" . Saya sangat setuju jika penyairnya menggunakan warna merah sebagai lambang keberanian dalam perjuangan hidup (Struggling for life). Ini satu ajaran dalam kehidupan yang sangat bermagna yang memiliki visi dan misi ke depan untuk lebih maju dalam pejuangan hidup.
Penyair Nusantara ini sangat bagus untuk dijadikan panutan bagi penyair lainnya,khusus penyair wanita yang memiliki semangat yang tetap berkobar dan tak padam sampai nafas di titik akhir. Dengan ucapan dan tulisan tertera dalam TRILOGI PUISI MERAH ini, saya sebagai penyair dari Medan, Sumatera Utara mengucapkan Selamat kepada Ibu Gubernur Bali.Moga sehat dan terus berkarya sampai titik terakhir. Salam Sastra.
Medan , 30-10-2020
dtt
Associate Prof.Siamir Marulafau,Drs,M.Hum
Nip. 19580517 1985031003
JANGAN PERNAH MATAHARI MENOLAK UNTUK MENENANGKAN HIDUPMU
tidak pernah matahari menolak untuk mencerahkan kehidupanmu
karena aku tahu bumi milik kita
Tapi kapan nyawa tertukar?
Apa yang harus dilakukan jika Virus akan tersebar?
semua jendela dunia akan tertutup
pintunya pun akan terkunci
menakjubkan untuk virus yang tidak terlihat membunuh semua pria
tidak ada yang menghindari pandemi ini
karena terlihat seperti setan dari langit biru
Rasanya seperti percikan batu keras di atas kepala
membuat semua makhluk dimanjakan menjadi sia sia
betapa jeleknya wabah menjadi liar di antara semuanya
Jaga masker untuk menghindari dalam kehidupan
dan jarak sosial dijaga
hidup itu seperti matahari berkilau cahayanya
untuk membuat setiap hati berada dalam DAMAI
Oleh:
Siamir Marulafau
Medan,October 26,2020
Apresiasi Puisi Kemanusiaan Sedunia 2020, dianjurkan oleh Persatuan Pemuisi Nasional.
AKAN KE MANA HIDUP INI DIARAHKAN?
Siamir Marulafau
akan ke mana hidup ini diarahkan?
bertanya selalu pada bulan
bulan pun tak enggan menyapa
chahaya-ku untuk makhluk di bumi
berjalan kau di atas bumi
semua pepohonan akan bercahaya
jika hati bersatu dan berdaulat
membentangkan daun-daun yang bukan kering
angin pun tak akan menghembuskannya
bila merona di setiap gerak dan langkah
dengan kedamaian dalam hati yang tulus
toleransi bersemayam dalam dada terbuka
solidaritas menjalar dalam ingatan
sepanjang bumi merangkul sukaduka
antar sesama mengukir rasa citra
dunia akan tersenyum dalam celah kemanusiaan
Medan,24-10-2020
#PemuisinasionalMalaysia#
#Pemuisikemanusiaansedunia#
-------------------------------------------------
AKU BKN GILA PANGKAT,GELAR,KAYA,MISKIN,PENYAIR/SASTRAWAN TAPI INGIN JADI MANUSIA SEJATI
Udstz/23/10/2020
To Read Nilavro Nill Shoovro’s poem entitled “THE LAST REBELLION”
By : Siamir Marulafau _ Indonesia, penyairdcm2@gmail.com
The Last Rebellion
Nilavro Nill Shoovro
I am not dead, although
Sleeping in my coffin
With the eyes closed forever
With all those dreams of a future
You think I have died, like
Many others, deceived or
fighting for you down the ages
or facing your bullets instead
You think I should take rest
In peace to forget everything
From the fear of death
To the pain of dying…everyday
Now that I’m no more relevant
To cast any vote to make someone
Win, to power; or depower others
I feel relieved and free from slavery
I am not dead, as you like to think
I am not dead, as you have conspired
I am not dead, as you break the news
I am not dead, as you want to prove
6th November’ 2020
I.INTRODUCTION AND ANALYSIS
The above poem entitled “THE LAST REBELLION” by Nilavro Nill Shoovro seems to invite my interest to read because this poem is full of metaphoric words. This my fellow poet has put some brilliant and golden ideas to ask poets and poetess in all over the world to write poems in the Web of OPA.Since i became a member of this fine group, i knew that this fellow poet had been very active to select the poets’ works to share constributions in the group. Nilavro Nill Shoovri is a brilliant and esteemed poet in the world of writing poems because he uses to write poems which seemed to be good and one of the topics he wrote is “The Last Rebellion” makes his feeling to rebel as what he feels in this poem.
This poem is also magnificent to appreciate. Students of University may analyse this above poem based on literary theories they like. The use of theory depends on what specific subject matter there be analysed such as Rene Wellek and Austin Warrent’s theory, Mimetic theory, Socio Literary theory, Structural theory, Semiotic theory, etc.
The theory of literarture used in analysing this above poem is Socio Literary Theory and Structural Theory. The analyst tends to use these theories because the poem really concerns with the social problem and the way how the poet wrote the poem is based on structure.
Actualy, the poet is not a politician but there will be something like experience until the event recorded in his mind as a poet. And this is a moment assumption to be expressed in my my feeling as a literary critic to read the above poem by Nilavro. No wonder if this topic is about “The Last Rebellion” be written so as to rebell everything seen and touched by feeling . From the topic written, the reader can assume that it might be there is something inspired to feel annoyed of human actions towards human conflicts like how cruel man to treat slavery, kill and insult and opress as well.
This may bring a fact in today’s time that many people feel worried about human actions which can not be controlled in the developing of technology. More or less my assumption will be like that brings my mind to think and feel why the poet, Nilavro writes this above poem. If the topic and the lines of the first poem analyzed, it seems the choice of words precisely right . The words are mostly expressed in the color of rebellion. Let's see the following lines of the first poem:
“I am not dead, although
Sleeping in my coffin
With the eyes closed forever
With all those dreams of a future”
What he says is true that the poet is not dead though he is sleeping and he closed his eyes in his coffin but his dreams are still running in the future. The poet seems has a specific vision and mission in the furure to think over about human life. The poet seems to be a good writer to see around of what happened in social life.
In the second poem, Nilavro as a poet emphasizes his objection to think about human actions in case of cruelty and oppression towards man. This may be occurred in social life to kill each other without having a mercy. In these lines, the poet says that he has not died like may others and they may not think he has died. He does not like if some one deceives and fights and uses bullets to kill one with another.
“You think I have died, like
Many others, deceived or
fighting for you down the ages
or facing your bullets instead”
In the third poem, the poet seems to remind the ones who had a contradiction to his mind and he frankly says that eventhough he takes rest, he never forgets everything in PEACE, even from the fear of death and the pain of dying as well. My assumption to this urge by the poet is exactly true if it is seen from the personality of a poet that he, who is a brave to struggle for survival of human life in case of oppressing slavery.
“You think I should take rest
In peace to forget everything
From the fear of death
To the pain of dying…everyday”
The emphasis of this statement is really in his mind that he never stopps to think about the slavery’s way of life treated by the poeple who may not concerned with. He further thinks that the life of slavery is useless and like rubbish. Let's see these following lines :
“Now that I’m no more relevant
To cast any vote to make someone
Win, to power; or depower others
I feel relieved and free from slavery”
In the above poems, Nilavro says he has no more relevant to cast any vote to make someone get win so as regarding as a power that make his life free from slavery. He pusues all the actions conducted by the man’s cruelty on the lives of slavery. He knows that slavery is man and has a right to live in this universe.
In the last poem, the poet really uses repetition to retell that he is not really died as they think about him.Though they have conspired to think he has died,but it is merely in illusion. Though they spread and break the news to prove, but it is not really true in his mind. Let's see these following lines how the poet expressed his opinion about what he says honestly.
“I am not dead, as you like to think
I am not dead, as you have conspired
I am not dead, as you break the news
I am not dead, as you want to prove”
II. LITERARY COMMENTARY
In my opinion as Opa poet and literary critic, i assume the poet, Nilavro Nill is wise enough to illustrate the social condition of living in modern time caused by the oppression through writing poem. This is a fact occurred in social life in todays’ time,which may not be avoided to write and talk. I dare say this poem is a free verse and constructing in a narrative prose writing, which is not related to the type of conventional writing.
Viewed from the style of writing, this poem is a modern one,and the language used by the poet is rather simple and easy to understand. This poem is constructed in metaphoric language. So, the poem is seemed beautiful and has social and philosophical meaning.The choice of words are good and the figures of speech are also clear referred to metaphoric language that make the poem written be beautiful.
The structure of language used by Nilavro in this above poem can be found in Robert Khorn’s Patterns of English Sentences like :
SUBJECT ----- MODAl ------- ADJECTIVE
I am not dead
SUBJECT ---MODAL--- SDJECTIVE --- CONJ ---SUBJECT ----VERVB COMPLEMENT
I an not dead although (I) sleeping in my coffin.....
SUBJECT------- VERB ------ CONJ---- SUBJECT---- MODAL------VERB ---- OBJECT
You think (that) I should take rest
You think (that) I have died
SUBJECT ------ VERB ------ADJECTIVE --- CONJ----SUBJECT---ADJECTIVE
I feel relieved and (I) free from slavery
SUBJECT (Inf. to ---- CONJ-----SUBJET(Inf. To) ----VERB COMPLEMENT
To cat any vote (and) to make someone win, to power.....
SUBJECT--- TO BE --- AD ---- Conj---SUBJECT ---VERB COMPLEMENT---OBJECT
I am not dead as you you like think to
I am not dead as you conspired
I am not dead as you break the news
I am not dead as you want to prove
III. CONCLUSION AND SUGGESTIONS
Having read and analyzed this poem, i come to conclude that this poem really talks about social condition of the world in todays’ time whereas many victims are found to be victimized to be slavery and oppression. However,these should be a concept of mind that be written through poem entitled “The Rebellion” by the poet.
The choice of words by the poet is precisely right and the figures of speech is really suitable for constructing poem. So, my suggestion to other readers is that they should read and analyse this poem in order that they can improve their knowledge in terms of writing poems besides knowing the social condition described by the poet.
IV. REFERENCES
Alexander, L.G. 1977.Poetry and Prose Appreciation for Over Sea Studies.
London :Longman Group.
Aminur Rahman.2016. Perpetual Diary. Persatuan Sastrawan Malaysia.Kuala Lumpur.
Arthur , B. 1968. Reading Literature and Learning a Second Language. Language
Learning 18(3-4), 199-210.
Benton, M. & Fox, G.1987. What Happens When We Read Poems in Lee, V J.(ed)
English Literature In Schools,Milton Keynes : Open University Press
Booth, D.E,& Moore,B.1988.Poems Please.Markham,Ontario Pembroke PublisherLtd.
Carter, R & M. Long. 1991 Teaching Literature.Longman
APRESIASI GLIMPSED PADA PUISI SHAKIL KALAM ′′ AKU MENCINTAIMU ′′
OLEH: Siamir Marulafau, dosen Sastra Inggris
Universitas Sumatera Utara, Medan-Indonesia
Email: penyairdcm2@gmail.com
AKU MENCINTAIMU
Di air sungai yang jernih Padma, wajahmu tersenyum dan mengapung,
Dalam bayang-bayang bulan; udara membuat gelombang kecil,
Dan tersesat menuju yang tak terbatas dan menuju tujuan yang tak diketahui.
Malam gaib pake gaun glamor
Di malam bulan purnama; di siang hari hujan di air hitam waduk yang besar;
Bunga yang menakjubkan dimekarkan di sana, kau akan datang.
Menghitung jam tunggu bersama, cahaya hari redup,
Matahari tenggelam, cahaya emas di langit barat.
Kamu datang, tapi kamu belum datang,
Kepada siapa aku mengungkapkan kesedihanku?
Ke hutan, ke sungai, ke matahari, ke bintang-bintang di langit, ke burung-burung terbang!
Kini langit penuh dengan pemuda terang bulan yang gegabah,
Kosmosku yang acuh!
Apa yang akan dia dengarkan untukku!
Memudar satu malam yang enigmatis, mengisi kedalaman hitam.
Di siang hari, gemerlapnya sinar mentari dalam semilir angin,
Cahaya terus menyala dalam kegelapan, malam berlalu dan fajar baru datang,
Sampai sekarang Anda tidak datang ke jagung jendela pikiran.
Saya menghabiskan malam tanpa tidur; itu adalah malam yang sangat tragis!
Kamu bukan berasal dari gunung awan dengan pakaian putih,
Saya berjalan dengan peta kota yang tidak dikenal.
Apa yang telah saya dapatkan dalam hidup yang singkat! Apa lagi yang tidak mendapatkan!
Pemandangan yang luar biasa! Pemandangan yang luar biasa! Berapa banyak kehidupan yang tersisa?
Mencocokkan akun dalam buku kehidupan - semuanya secara acak.
Berjemur di sekeliling, mata terbuka lebar, dan jam tangan mati.
Dalam Padma yang bergejolak, ada ombak besar - gila;
Kapal besar ngebut masuk angin
Menuju pohon beringin besar di tepi sungai, pikiranku menjadi berani.
Meninggalkan biru langit abu-abu, Anda mengerti ini!
Kau akan berkata dengan suara yang rendah dan lembut, aku mencintaimu.
Bangladesh, Asia
Copyright:Shakil Kalam
Saya. DISKUSI DAN ANALISIS
Sungguh menakjubkan membaca ini di atas berjudul ′′ Aku Mencintaimu ′′ oleh Shakil Kalam. Mengapa saya harus tertarik membaca dan memberikan sedikit apresiasi pada puisi ini karena puisi di atas ini memiliki banyak kata-kata kiasan dan makna literal yang baik dari cinta yang memiliki makna yang sangat dalam di balik tulisan huruf pada puisi itu sendiri. Tak heran, jika banyak pembaca merasa menarik membaca puisi ini karena penyair disebut sebagai penyair terhormat dan telah diketahui kembali di beberapa belahan dunia.
Shakil Kalam adalah teman facebook saya, yang mau menerima saya sebagai teman. Dia yang telah menjadi penyair selama bertahun-tahun. Meski aku belum begitu mengenalnya dalam dunia menulis puisi, tapi aku tahu dia terus terang dan mudah memberikan senyuman kepada mereka yang ingin menulis karya sastra seperti puisi. Dari sudut pandang literatur menulis puisi, ia diklasifikasikan sebagai seorang cemerlang untuk mengungkapkan sebuah gagasan tentang CINTA terkait sebagai salah satu penulis khas dalam mengungkapkan cintanya. Mungkin diterjemahkan dalam bahasa Bangladesh. Kalau memang demikian, saya ingin membaca puisi dalam bahasa Bangladesh, tetapi saya tidak mengerti dan tidak bisa berbicara Bangla. Salah satu penyair Bagladesh, yang namanya Aminur Rahmah pernah bilang ke saya ketika kami berada di Kuala Lumpur saat Festival Sastra yang dilakukan NUMERA pada tahun 2017. Beliau bercerita bahwa ada beberapa penyair besar di negaranya. Memang benar apa yang dikatakannya dan saya ambil bukti sampai hari ini saya bertemu sahabat, Shakil Kalam.
Dalam baris pertama puisi di atas, penyair tampaknya menggunakan bahasa kiasan yang indah yang diungkapkan dalam bentuk personifikasi. Ia menguraikan wajah gadis itu, yang benar-benar ia cintai, Padma tersenyum melayang di atas air bersih. Sementara itu, di baris-baris puisi di atas berikutnya, penyair benar-benar mengungkapkan pikirannya dalam penggunaan Hyperbola sehingga melebih-lebihkan sesuatu terhadap cintanya dengan mengatakan bahwa ia tersesat menuju tujuan yang tak terbatas dan tidak diketahui. Artinya penyair itu hampir tidak merasa bingung menyambut seseorang yang sangat dicintainya. Sebenarnya, penyair lebih lanjut mengungkapkan perasaannya terhadap mencintai gadis itu dengan mengatakan beberapa bahasa puitis yang indah dalam beberapa garis di bawah ini:
′′ Di air bening sungai Padma, wajahmu tersenyum dan mengapung,
Dalam bayang-bayang bulan; udara membuat gelombang kecil,
Dan tersesat menuju yang tak terbatas dan menuju tujuan yang tak diketahui.
Malam gaib pake gaun glamor
Di malam bulan purnama; di siang hari hujan di air hitam waduk yang besar;
Bunga yang menakjubkan bermekaran di sana, Anda akan datang."
Di garis berikutnya, penyair tampaknya tidak punya semangat untuk menghitung jam ketika ia bertemu gadis itu. Dia mengatakan bahwa matahari terbenam dan memiliki cahaya emas dan menjadi redup untuk menunggu kedatangannya. Cewek itu, yang sayang gak ikut. Penyair hampir tidak menjadi frustrasi untuk menunggu dan menunggu. Sebagai bukti, kepada siapa ia mengungkapkan kesedihannya jika bukan kepada gadis itu. Tidak mungkin untuk mengungkapkan kepada matahari, sungai, bintang di langit atau burung-burung terbang. Dalam gambarannya, langit yang ia pandang penuh dengan pemuda cahaya bulan meskipun mereka kosmos yang acuh. Itu adalah beban hati yang benar-benar di elakkan oleh sang penyair mengingat cinta murni yang ditemukan dalam beberapa garis puitis yang tertulis dalam puisi di atas. Mari kita lihat berikut ini:
′′ Menghitung jam tunggu bersama, cahaya hari redup,
Matahari tenggelam, cahaya emas di langit barat.
Kamu datang, tapi kamu belum datang,
Kepada siapa aku mengungkapkan kesedihanku?
Ke hutan, ke sungai, ke matahari, ke bintang-bintang di langit, ke burung-burung terbang!
Kini langit penuh dengan pemuda terang bulan yang gegabah,
Kosmosku yang acuh!
Apa yang akan dia dengarkan untukku!"
Sungguh indah mengenali sang kekasih sebagai penyair untuk memiliki semangat dalam menunggu Padma, seorang wanita cantik usia muda. Penyair di sini menggambarkan pembaca berapa lama ia menghabiskan malam tanpa tidur yang membawanya datang di malam yang sangat tragis dan berjalan ke kota yang tidak dikenal dengan peta di tangan. Tapi, apa yang mencari tahu? Kyknya gk dpt apa2 Dia hanya mengungkapkan waktu dan menghitungnya untuk mencari dalam kehidupan yang singkat. Dia datang untuk mengatakan bahwa untuk mendapatkan cinta sejati bukanlah pekerjaan yang mudah jika pencocokan benar-benar dihitung dalam hidup. Ini terlihat seperti apa yang dia impikan untuk mencari tahu sesuatu secara acak. Mari kita lihat garis berikut ini:
′′ Memudar satu malam yang menyenangkan, mengisi kedalaman hitam.
Di siang hari, gemerlapnya sinar mentari dalam semilir angin,
Cahaya terus menyala dalam kegelapan, malam berlalu dan fajar baru datang,
Sampai sekarang Anda tidak datang ke jagung jendela pikiran.
Saya menghabiskan malam tanpa tidur; itu adalah malam yang sangat tragis!
Kamu bukan berasal dari gunung awan dengan pakaian putih,
Saya berjalan dengan peta kota yang tidak dikenal.
Apa yang telah saya dapatkan dalam hidup yang singkat! Apa lagi yang tidak mendapatkan!
Pemandangan yang luar biasa! Pemandangan yang luar biasa! Berapa banyak kehidupan yang tersisa?
Mencocokkan akun dalam buku kehidupan - semuanya secara acak ′′
Di garis terakhir puisi, penyair benar-benar jatuh cinta dan menyatakan bahwa ia mencintai gadis itu. Tentunya, ia berkata dengan suara rendah dan lembut. Dia terus terang mencoba menjadi pemberani untuk mengatakan sesuatu agar kekasihnya mengerti perasaannya selama dia meninggalkan langit biru abu-abu, dan dia tidak peduli segalanya meski ada ombak besar untuk menentangnya mencapai target CINTA benar-benar ada dalam pikirannya. Mari kita garis-garis berikut:
′′ Berjemur di sekitar, mata terbuka lebar, dan jam tangan
Pergi.
Dalam Padma yang bergejolak, ada ombak besar - gila;
Kapal besar ngebut masuk angin
Menuju pohon beringin besar di tepi sungai,. Pikiranku menjadi pemberani
Meninggalkan biru langit abu-abu, Anda mengerti ini!
Kau akan berkata dengan suara yang rendah dan lembut, aku mencintaimu. ′′
II. OPINI KRITIK DI LITERATURE
Setelah membaca ini di atas puisi, dapat dikatakan bahwa puisi ini adalah tulisan prosa narasi. Sang penyair menceritakan kisah gadis yang bernama Padma. Mengenai bahwa gadis itu mungkin pasangannya, dan dia sangat mencintainya. Penyair menggunakan labguage sederhana, yang tidak begitu sulit untuk dimengerti. Pantun itu tampak sangat indah karena penyair menggunakan tokoh-tokoh ucapan yang membuat menarik untuk dibaca.
Penyusunan kalimat sangat baik dan diksi-diksi tersebut digunakan untuk membangun kalimat secara literer. Puisi ini dapat dianalisis menggunakan pendekatan tekstual dalam metode intrinsik seperti yang ditemukan dalam Teori Rene Wellek & Austin Warrent (Teori Sastra). Tapi, ini tergantung pada researher untuk menggunakannya. Singkatnya, ia harus bisa merumuskan teori tentang masalah pembahasan. Puisi di atas adalah yang modern dan bukan dalam bentuk konvensional. Artinya penulis bebas mengekspresikan ide-idenya dalam bercerita tentang cintanya berdasarkan tema sendiri. Kurang lebih yang dibahas dalam tulisan ini perlu permintaan maaf untuk diwakafkan karena pembaca dan penulis komentar ini masih hijau literatur.
Salam,
Tidak ada yang lain
Siamir Marulafau
SEKELUMIT PEMAHAMAN TENTANG “PUJANGGA” Karya :
Mazlan Noor, Along
Oleh : Siamir Marulafau
Fib USU,Medan –Indonesia
penyairdcm2@gmail.com
PUJANGGA
gelombang boleh kau pintal-pintal.
menjadi ombak kehidupan.
gunung adalah banjaran bermain dalam perasaan.
ombak adalah deru dan irama.
gelombang bagi mu adalah perjalanan.
buih-buih adalah pedoman erti kehidupan.
embun mengingatkan kita erti pagi.
daun menandakan berbagai musim.
pohon-pohon terkumpul menjadi rimba.
bunga-bunga mendambakan agungnya cinta.
ranting dan dahan adalah usia.
renik-renik tumbuhan adalah padang cemerla mata.
cakerawala itu misteri rahsia yang tak terjangkau.
unggas dan cengkerik beralun bila malam tiba.
bulan dan bintang menghiasi malam terakam didada.
mentari adalah cahaya seluroh alam semesta.
awan dan corak menganyam bingkai naluri.
angin dan ribut adalah nafas yang melingkari.
hujan adalah simfoni membasahi bumi.
flora dan fauna adalah rujukan teman manusiawi.
lagu dan nyanyian adalah halwa pengaman sanubari.
gendang rebana dan kompang meriuhkan suasana diri.
gurindam seloka, syair dan pantun dikarang tulis mengekal tradisi.
keragaman politik di sentuh buat membela nasib rakyat
kekalutan aliran dan mazhab wajar selalu diperingat.
keagamaan tunggak kepada setiap rancangan.
fakir dan hartawan dijauhkan kastaan.
semuanya direnungkan oleh sang pujangga.
penafsir alam manusia dan kemanusiaan.
karang mengarang untuk dibaca orang.
berbagai kisah dan tauladan sebagai renungan.
bingkisan demi bingkisan tidak kejemuan.
kalam-kalam mutiara yang insan perlukan.
tidak akan digelar pujangga
jika dia memang bukan pujangga.
jika yang dikarang penuh kepura-puraan
dusta-dustaan.
mazlan noor along
30 mei 2019
pondok gemahati
I. PEMBAHASAN DAN KAJIAN
Setelah saya membuka face book saya, saya merasa tertegun membaca karya seorang pujangga dan pelukis Malaysia bernama Mazzlan Noor alias Along. Tak heran lagi jika Beliau ini adalah ahli dalam mengulas sebuah puisi panjang berbentuk puisi prosa liris yang sangat indah dan sangat bermagna untuk dibaca di kalangan para pecinta seni puisi baik di kalangan pembaca Malaysia maupun Indonesia dan negara-negara lainnya karena penyair seperti Along ini sangat arif meletakkan kata –kata yang penuh dengan bahasa majas dan puitis sehingga puisi terasa indah untuk dibaca.
Saya sangat tertarik membaca puisi ini karena pada baris terakhir, penyair menyatakan bahwa “Tidak digelar pujangga //jika dia memang bukan pujangga//jika yang dikarang penuh kepura- puraan dusta- dustaan// Hal seperti ini akan timbul pertanyaan kepada kita selaku pembaca ,apakah memang benar pujangga itu berpura-pura dan dusta dalam menulis sebuah karya sastra? Saya sebagai sastrawan tidak akan setuju jika pujangga itu diklaim sebagai seorang yang dusta. Hal ini bisa saja akan terjadi bila seseorang itu akan berpura-pura jadi pujangga atau penyair dalam menulis sesuatu akan kelihatan di dalam karya itu akan terdapat sifat yang mengarah pada kenafikan. Pujangga bukan sembarang orang dan dia telah memiliki keahlian dan bakat serta imajinasi yang sangat tinggi untuk menciptakan karya sastra maupun karya seni lainnya. Renungannya terhadap sesuatu yang diciptakan adalah sangat tinggi dan tercuat dan muncul di berbagai media sosial. Kita bisa memahami opini penyair, Mazlan Noor dalam puisi ini bahwa dalam benak pujangga itu akan ada sesuatu yang sangat menyimpan rahasia yang misterius. Dapat dikatakan imajinasi dan perasaan serta pikiran Pujangga itu memikirkan tentang flora dan fauna dan hal ini merujuk kepada kemanusiaan. Dengan pengertian bahwa pujangga sebagai manusia harus sayang dan senang pada flora dan fauna sebagai makhluk ciptaan Tuhan dan ini merujuk kepada KEMANUSIAAN (Humanity). Kepekaan seorang penyair dalam puisi ini adalah merujuk pada sifat keterbukaan dengan perasaan yang sangat peka, yang dalam benak si penyair terekam bahwa sesungguhnya lagu dan nyanyian yang menggunakan alat- alat musik dan lain sebagainya adalah hanya bersifat menghibur diri. Tetapi yang paling penting adalah PENAFSIRAN ALAM MANUSIA antara sesama. Dengan pengertian bahwa Manusia harus dapat membela antara yang satu dengan yang lainnya, terutama orang-orang yang berpotensial dalam sebuah negara . Mereka harus dapat membela walaupun mereka memiliki mazhab yang berbeda- beda. Hal seperti ini tertuang dalam pikiran sang pujangga sebagai bahan renungan untuk dipikirkan. Tak heran lagi jika masalah ini tertanam dalam pikiran pujangga. Sebagai bukti dapat dilihat dalam baris- baris puisi ini :
“flora dan fauna adalah rujukan teman manusiawi.
lagu dan nyanyian adalah halwa pengaman sanubari.
gendang rebana dan kompang meriuhkan suasana diri.
gurindam seloka, syair dan pantun dikarang tulis mengekal tradisi.
keragaman politik di sentuh buat membela nasib rakyat
kekalutan aliran dan mazhab wajar selalu diperingat.
keagamaan tunggak kepada setiap rancangan.
fakir dan hartawan dijauhkan kastaan.
semuanya direnungkan oleh sang pujangga.
penafsir alam manusia dan kemanusiaan.
karang mengarang untuk dibaca orang.
berbagai kisah dan tauladan sebagai renungan.
bingkisan demi bingkisan tidak kejemuan.
kalam-kalam mutiara yang insan perlukan”
Selanjutnya, salah satu hal dari kesemuanya yang membuat pembaca tertarik pada puisi ini adalah perangkaian kata-kata yang indah dengan metaforik yang tepat dan hal ini akan terlihat pada beberapa baris- baris puisi membuat hati pembaca hanyut dalam gelombang walaupun menjadi gelombang kehidupan. Dalam pikiran penyair gelombang itu akan menjadi PERJALANAN yang harus ditempuh dan meskipun badai menerpa sebuah kapal , nakhoda harus arif dan bijaksana dalam mengendalikan gelombang. Karena gelombang itu punya berbagai irama. Gelombang akan menjadi buih yang memiliki arti dalam perjalanan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan. Dengan kata lain bahwa semua isi alam ciptaan Tuhan akan mempunyai arti dan tak obahnya seperti EMBUN juga punya arti yang turut mengingatkan manusia bahwa itu adalah petanda waktu pagi . Dengan ulasan penggunaan majas ,seperti gaya bahasa PERSONIFIKASI : “ embun mengingatkan kita erti pagi”//”bunga-bunga mendambakan agungnya cita”// akan membuat puisi indah dan berarti. Lihat pada baris—baris puisi di bawah ini :
“ gelombang boleh kau pintal-pintal.
menjadi ombak kehidupan.
gunung adalah banjaran bermain dalam perasaan.
ombak adalah deru dan irama.
gelombang bagi mu adalah perjalanan.
buih-buih adalah pedoman erti kehidupan.
embun mengingatkan kita erti pagi.
daun menandakan berbagai musim.
pohon-pohon terkumpul menjadi rimba.
bunga-bunga mendambakan agungnya cinta.
ranting dan dahan adalah usia.”
II. KRITIK OPINI DALAM ILMU SASTRA
Setelah membaca dan meninjau penulisan puisi ini , saya menyatakan bahwa tulisan puisi seperti ini adalah sebuah puisi berbentuk prosa liris yang mengulas tentang peran seorang PUJANGGA sebagai Penyair yang memiliki perasaan yang sangat peka terhadap sesuatu apa yang dialami dan dilihat dalam celah-celah kehidupan. Tak heran lagi bila seorang pujangga seperti MAZLAN NOOR, alias ALONG memiliki perasaan peka dan pikiran yang amat jernih dalam memikirkan nasib rakyat, yang tergolong sebagai makhluk Tuhan.
Ini petanda bahwa seorang PUJANGGA adalah menjadi pilar dalam sebuah negara untuk memberikan ulasan tentang kemanusiaan kepada PIHAK YANG BERWENANG dalam urusan kemanusiaan. Pokok pemikiran ini tertuang dalam ulasan puisi ini yang dapat dijadikan sebagai bahan dan acuan bagi para pembaca, terutama di kalangan mahasiswa di berbagai universitas di Malaysia maupun Indonesia dan negara-negara lainnya. Puisi yang agak panjang ini dapat dianalisis dengan menggunakan TEORI SEMIOTIK, SOSIAL BUDAYA, RELIGI, FILOSOFIS dalam sebuah buku teori sastra, yakni Teori sastra Rene Wellek & Austin Warrent ( The Theory of Literature).
Dalam pengamatan saya sebagai pembaca dan bertindak sebagai KRITIKUS SASTRA menyatakan bahwa karya puisi bertajuk “PUJANGGA” adalah sebuah karya yang memiliki kharisma merujuk pada PUJANGGA. Dalam analisis saya, penyair puisi ini bukan hanya saja PELUKIS tersohor di Asia Tenggara tetapi juga Pujangga yang sangat berkompetensi dalam bidangnya , terutama dalam penulisan karya sastra,puisi.
Puisi yang ditulis ini adalah terangkai dalam bahasa Melayu Malaysia dengan diksi yang tepat dan rangkaian kalimat yang tepat dengan gaya bahasa hyperbola , personifikasi, dan mengandung arti filsafah kehidupan merujuk pada filsafah kemanusiaan. Dengan pengertian, penyair mengajak seluruh umat manusia di dunia supaya cinta kepada FLORA DAN FAUNA. Jika hal ini tercapai maka kehidupan dirasakan lempang ke depan tanpa adanya KONFILIK antara sesama, dan inilah yang paling dicintai dan disenangi oleh Tuhan.
Dalam pengungkapan, Penyair tidak salah karena Ia memiliki keilmuan pujangga dalam mengulas arti yang tersirat di balik tersurat, dan ini adalah salah satu ajaran bagi manusia di dunia supaya cinta kepada alam yang membalut kehidupan Flora dan Fauna. Puisi ini juga dinilai tidak menyalah dalam pemakaian STRUKTURAL. Dengan pengertian bahwa penyair menggunakan Struktur : SUBJEK----PREDIKAT----OBJEK----OBJEK-----KETERANGAN ,Contoh :
Embun mengingatkan kita erti pagi
S V(P) O O Ket
Semuanya direnungkan oleh sang pujangga
S V(P) Objek Pelaku
Demikianlah sekelumit tinjauan dan apresiasi serta kajian puisi bertajuk “PUJANGGA” karya Mazlan Noor, Along oleh ; Acc. Prof Udtsz. Siamir Marulafau, Drs,M.Hum dari Fib USU-Medan Indonesia untuk dijadikan bahan acuan dan pandangan dalam mengkaji karya sastra. Bila ada kesalahan serta kekhilafan dalam pengulasan dan pemaparan, mohon dimaafkan karena pembaca adalah manusia biasa dan masih hijau dalam ilmu sastra.
Wassalam,
dtt
Ascc.Prof.Udstz.Siamir marulafau,Drs,M,Hum
Nip. 19580517 1985031003
SEPENGGAL APRESIASI DAN TINJAUAN BUKU ANTOLOGI PUISI BERTAJUK "DI PELATARAN SENJA'KARYA :Sri Sunarti
Oleh : Siamir Marulafau
Buku Antologi Puisi bertajuk "Di Pelataran Senja ' ini membuat jantung-ku berdebar. Mengapa?Di saat Munsi III berlangsung,seorang peserta Munsi III juga menyerahkan bukunya kepada saya tanpa bayar. Wah, aneh dalam pikiran-ku, dan tentu saya menerimanya dengan hati yang ikhlas . Saya sadar bahwa penyair ini adalah teman fb saya. Orang cantik bangat, dan cuma saya tak tahu apa sih pekerjaanya. Mungkin ia seorang GURU. Orangnya sangat ramah dan setiap waktu makan bersama dia selalu menegurku, perhatianku kadang tertuju padanya. Hampir wajahnya terselip dalam sanubariku. Aku sudah mulai memperhatikan karyanya.
Tapi setelah saya balik ke Medan tgl 7-11-2020, saya tak menyenggol dan memperhatikan buku antologi itu,karena saya terlalu lelah dan sibuk dengan pekerjaanku di Kampus. Entah mengapa hatiku teringat membaca buku antologi puisi Sri Sunarti. Setelah saya baca dan mengamati buku ini,ternyata ada Kang Soni Farid Maulana sebagai Pengatantar. Wah, dalam hatiku,jika Penyair senior ini yang memberikan kata pengantar antologi puisi ini, berarti buku ini tidak lagi disangsikan kwalitasnya karena Soni Farid Maulana adalah seorang sastrawan Indonesia yang telah mempublikasikan karya sastra dan bukunya pun telah lolos di HPI dua tahun yang silam.
Merujuk pada buku antologi puisi bertajuk" Di Pelataran Senja', dapat dilihat bahwa buku ini memang kumpulan-kumpulan puisi yang judulnya beraneka ragam.Buku ini memang menarik karena penulis puisi terinspirasi dengan kehidupan yang dialami selama berkeliling di wilayah Indonesia. Tetapi walaupun banyak judul yang ditulis tapi hanya satu judul yang membuat saya tertarik,yakni bertajuk"PENGAKUAN"pada halaman 51. Semua judul dan isi puisi dalam antologi puisi ini bagus-bagus dan menarik untuk dibaca.
Jika ditanya pada saya,mengapa tertarik dengan judul puisi "PENGAKUAN"? Lantas saya jawab : Karena semua diksi dalam puisi ini sangat dibumbui dengan MAJAS dan bahasa indah.Jadi,membuat hati saya tersentuh,dan coba anda bayangkan pada baris pertama dan ke dua : Penyair menggunakan majas 'Hyperbola" yang amat menarik dengan ungkapan:
"hempaskan tubuhku tak berdaya
serahkan jiwaku di persinggahan kalbu"
Jika diamati bahasa puitis pada puisi di atas ternyata penyair merasa pasrah akan segalanya karena dia merasa dirinya tak berdaya lagi dengan sesuatu yang menggugah perasaannya akan senang untuk singgah dalam kalbu. Mengapa dia singgah dalam kalbu itu? Kemungkinan hatinya telah tersentuh dengan aroma seseorang yang dia lihat bahwa itu yang membuat dia bahagia di dunia ini.
Kemudian, pada baris berikutnya ,penyair berterus terang menyatakan bahwa dia sungguh membuka jendela hatinya walaupun dia melihat rentangan yang dusta. Hal ini dapat saja diakui bila kasih dan cinta itu tak benar lagi dan hanya dari bibir yang manis saja tanpa ada bukti, itu bisa digolongkan sebagai hal yang dusta dan akan membuat dosa bagi manusia.
"kubuka jendela hati
kuliaht rentangan-rentangan dusta"
dan untuk meyakinkan hati pembaca , ternyata sang penyair sebagai seorang yang percaya pada Tuhan dengan tidak lupa mengingat nama Tuhan dan berzikir selalu dalam kehidupan ,dia berterus terang bahwa segala tindakan manusia di bumi adalah bisa saja mengandung dosa. Oleh karena itu ,penyair mengakui bila berzikir dan pasrah serta menyerahkan segalanya pada Tuhan di MULTAZAM, maka dosa-dosa itu akan terhempas dan berhamburan. Dia mengakui bahwa jendela hati yang terbuka untuk menerima segalanya untuk cinta yang tak terpercaya akan mengandung dosa bila hal itu tidak tercapai dan diabaikan. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada baris-baris puisi di bawah ini :
"dosa-dosa berhamburan
dalam hitungan tasbih
zikir dilantunkan semakin keras tubuhku
terhempas
karena di Multazam telah kupasrahkan segalanya"
Jika diperhatikan pada baris-baris puisi selanjutnya, penyair juga tidak lupa mengatakan bahwa insan di dunia ini tak perlu angkuh antar sesama selagi berjalan di muka bumi Tuhan. Maka dengan demikian manusia harus sadar dan harus membaca dalam diri untuk mengetahui bahwa manusia diciptakan dari seonggok daging dan tidak bersisa jika manusia telah mati. Hal ini dapat dilihat pada baris-baris puisi di bawah ini:
"tiada yang tersisa
kecuali seonggok daging berbalut keanggkuhan
berjalan menapaki bumi"
KRITIK OPINI DALAM ILMU SASTRA:
Jika puisi bertajuk " Di Pelataran Senja" diamati dengan cermat, dapat dikatakan bahwa puisi ini memang bagus dan bermakna.Susunan kata-kata dalam bentuk penulisan juga bagus,terutama dalam pemilihan diksi yang dibumbui oleh majas yang tepat sehingga puisi terasa indah. Isi puisi mengandung falsafah kehidupan yang cenderung harus mengingat pada Pencipta bahwa manusia itu diciptakan dari segumpal darah dan tak perlu sombong dan angkuh selama hidup di dunia.
Demikian sekeping ulasan tentang puisi bertajuk "Di Pelataran Senja" karya : Sri Sunarti" oleh pembaca dan apabila ada hal yang kurang tepat dalam analisis, harus kembali kepada penyair..Pembaca tak lupa juga minta maaf atas segala kekurangan.Moga semua ini menjadi barokah karena Allah.
Wassalam,
dtt
Drs.Udtsz.Siamir Marulafau,M,Hum
Nip. 19580517 1985031003
JANGAN BIARKAN MATAHARI PERGI
Marulafau Siam
Jangan biarkan matahari pergi
Selama pencahayaannya berkilau
Siapa tau nanti ada di negaramu mengejar virus berhamburan
Sejak kehidupan terlihat seperti gua gelap
Tak perlu khawatir untuk menekankan rasa kosong
disebabkan oleh pandemi virus hantu
Upaya berjalan untuk mencari
Sampai vaksin akan ada di tangan sana untuk menyembuhkan
Medan, 25 November 2020, Hak Cipta
SEKILAS ULASAN TENTANG SASTRAWAN :(Essei)
Oleh Siamir Marulafau
Saya sebagai salah seorang sastrawan Indonesia merasa kagum dengan 14 orang sastrawan Malaysia yang tertera di bawah ini:
aftar penerima[sunting | sunting sumber]
1981 : (Dr) Kamaludin Muhammad atau Keris Mas
1982 : Prof. Emeritus Dato' Dr. Shahnon Ahmad
1983 : Datuk (Dr.) Usman Awang
1985 : Datuk (Dr.) A. Samad Said
1987 : (Dr.) Muhammad Dahlan Abdul Biang atau Arena Wati
1991 : Prof. Emeritus Dr. Muhammad Haji Salleh
1993 : Datuk Noordin Hassan
1996 : Datuk Abdullah Hussain
2003 : Prof. Madya Dr. Syed Othman Syed Omar atau S. Othman Kelantan
2009 : Dato' Dr. Anwar Ridhwan
2011 : Datuk Dr. Ahmad Kamal Abdullah atau Kemala
2013 : Datuk Baha Zain
2015 : Datuk Dr. Zurinah Hassan
2019 : Siti Zainon Ismail
Kita tidak bisa menentukan siapa yang lebih aktif dan unggul jika kita membaca karya-karya mereka.Tetapi namun demikian beberapa yang akrab dan saya kenal termasuk Bpk,Dato Dr Kemala yang tak asing lagi kita kenal dengan menulis banyak karya sastra yang tak terhitung di berbagai pustaka negara Malaysia. Maaf saya bukan memuji tapi ternyata menjadi fakta bagi saya selaku salah seorang anggota Sastrawan NUMERA Malaysia,yang akan dinobatkan menjadi TOKOH PATRIA NUMERA MALAYSIA yang insya Allah 30 January, 2021. Sastrawan Negara Malaysia,Dr Ahmad Khamal Abdullah adalah salah seorang yang sangat populer di Malaysia yang mendapat Penghargaan atas karyanya bertajuk "LAUT TAKJUB". Saya dari Medan-Indonesia merasa bangga atas perolehan piagam penghargaan itu.Tidak heran jika karya itu mendapat perhatian yang baik di kalangan pembaca karena karya berjudul"Laut Takjub" itu sangat bagus untuk dibaca.
Mengingat sastrawan Malaysia yang terakhir dinobatkan di Malaysia, yakni Ibu DR Zurinah Hassan,dan Ibu Siti Zainon Ismail adalah juga sastrawan Negara yang telah menulis banyak karya sastra dan karya-karyanya telah banyak dipublikasi dan ditempatkan di beberapa perpustakaan Malaysia. Sehemat saya,Ibu Dr Zurinah Hassan adalah salah seorang yang produktif menulis karya sastra dan memberikan pencerahan dan ceramah tentang karya ilmiah di berbagai daerah dan negara baik secara Daring maupun temu muka sebelumnya. Cuma sayang sekali saya tidak bisa mengikuti pencerahan dan ceramahnya tertanggal 24 November 2020 yang merujuk pada pembicaraan "Normal Baru Dan Media Baru' berhubung karena tak bisa masuk ke dalam forum walaupun beberapa kali saya akses Meeting Number dan Passsword. Tapi tak mengapalah. Saya berdoa sebelumnya bahwa Acara ini akan lancar dan sukses. Saya mengira bahwa apa yang disampaikan Sastrawan Malysia ini sangat bermanfaat bagi kita semua dan juga bagi umat manusia di dunia secara Daring.
Salah satu indikasi yang membuat saya simpatik dan terpesona atas munculnya 13 sastrawan Negara Malaysia muncul di dunia ini adalah KEHIDUPAN PARA SASTRAWAN YANG TAK TERABAIKAN OLEH NEGARA/KERAJAAN :Yang artinya mereka ini semua adalah sangat diperhatikan oleh negara sebagai sastrawan. Tak heran jika mereka ini semua semangat dalam memproduksi karya sastra karena apa -apa yang mereka buat selalu didukung oleh kerajaan Malaysia. Dan mungkin dalam persepsi saya mereka mendapat insentif dalam menulis karya sastra dan lain sebagainya.
Saya juga sangat simpatik melihat beberapa satrawan Malaysia seperti : Bpk,Dr Radzuan Ibrahim, Zaleena e- naa, Latty Latisa, Dr.Nashuha, Prof. Dr A. Halim, Mazlan Noor, DR.Saleh Rahmad, DrRaja Rajeswari Sheenta Raman, Norazima Abubakar, Shirley Idris dan yang lainnya karena mereka sangat produktif dalam menulis karya sastra.
Kegiatan dan penulisan karya sastra di Malaysia sangat produktif dan saling terkait antara satu dengan yang lain.Mereka sangat kompak dan sangat membantu baik dari kalangan sastrawan, penyair, pendidik sangat dukung mendukung. Saya sangat kagum melihat kegiatan sastrawan di berbagai daerah di negara ini.
Salah satu Grup Pemuisi Berkarya yang ada di Malysia dan dikelolah oleh Bpk Dr Radzuan Ibrahim, yang sangat berjaya dalam mengampu penyair-penyair Malaysia dan juga penyair-penyair di Indonesia. Beliau ini sangat produktif dalam menulis karya sastra dan kita doakan akan menjadi Sastrawan Negara Malaysia. Yang membuat saya simpatik dalam Grup ini adalah keaktifan dan keteguhan serta kesungguhan yang sama dengan GRUP NUMERA Malaysia dan sangat mengikat hubungan PERSAUDARAAN antara sesama membuat dunia GEMPAR dan sebagai buktinya Sastrawan Malaysia ini (DR Radzuan Ibrahim) membuka forum bagi penyair/satrawan untuk ambil bagian untuk menghantar karya-karya PUISI DOA DEKLAMASI pada maklumat yang diberitakan. Grup Ini sangat ampuh dan patuh dihargai karena penulisan karya sastra diutamakan BAHASA MELAYU BAHASA MALAYSIA yang menjadi Khazanah budaya Negara Malaysia. Saya sebagai sastrawan dari Indonesia juga mendoakan semoga BAHASA MELAYU MALAYSIA MENJADI BAHASA INTERNASIONAL.
Jika ditanya pada saya bagaimana kehidupan sastrawan di Indonesia? Jawab : Saya tidak bisa berbincang apa-apa, dan lantas saya katakan tidak sama dengan dengan kehidupan, kegiatan sastrawan di Malaysia. Cuma dalam pikiran saya, sudah ada beberapa sastrawan yang paling top dan mendapat PENGHARGAAN YANG SETINGGI-TINGINYA DARI PEMERINTAH, dan seharusnya diberi perhatian oleh PEMERINTAH. Karena sastrawan adalah termasuk PILAR Negara yang berucap melalui KATA_KATA, dan tak dapat dibiarkan begitu saja.
Demikianlah Ulasan tentang Sastrawan- Sastrawan Malaysia , dan jika dalam pengulasan ini ada kekhilafan terdapat hal yang yang tak tepat dibicarakan, saya mohon dimaafkan.
Wassalam,
dtt
Ascc.Prof Udstz. Siamir Marulafau,Drs, M.Hum
NIP.19580517 1985031003
GURU-KU YANG SETIA
Siamir Marulafau
Guru-ku membuat aku dapat menelusuri jalan hidupku di ruang gelap
dan menjadikan aku insan berkharisma di alam yang tak kekal ini
aku sadar, jalan kutempuh penuh duri
tak bisa dijalani tanpa obor menyala
Guru-ku ,sungguh kau pahlawan tanpa tanda jasa
tanpa merasa lelah menghidupkan api yang padam jadi terang benderang
membuat pohon di tengah hutan berdaun rimbun
tak akan bisa tumbang walaupun angin kencang menerjang
sungguh jasamu bagaikan pilar emas tak bisa dibayar
aku hanya diam dan tak banyak berbincang
karena mulut-ku membisu ditikam suara yang tak berpaling
membuat hatiku mengenang akan roda-roda kujalankan dalam hidup
sungguh roda itu berguling di lembah sunyi
hanya berputar di jalan lempang yang tak berliku-liku
sm/24/11/2020
UCAPAN TERIMA KASIH :
Oleh : Siamir Marulafau
Kaos Alumni MUNSI dan buku kumpulan puisi Ibu Nia Samsihono telah sampai di tangan saya.
Saya pun terkejut mendengar klakson Ojek yang mengantar paket ini di rumah saya tepat pada salat magrib. Mengejutkan hati,dan rupanya paket kiriman Ibu Nia. Tak lama kemudian setelah salat magrib, saya membuka antologi kumpulan puisi Ibu Nia Samsihono dengan tajuk" Nyanyian Alam". Ternyata setelah saya amati dan membaca judul puisi yang ditulis Ibu Nia, nampaknya bagus-bagus walaupun judul puisi beraneka ragam tapi kesemuanya merujuk pada alam,dan pantas jika penyair-nya juga berbisik dan menyanyi pada alam. Mata saya tertuju pada satu judul,yaitu "BULAN"pada halaman 17. Sebelum saya membacanya , saya mengucapkan terima kasih atas pengiriman paket ini kepada saya
Tajuk puisi " BULAN" adalah sangat bagus karena melambangkan cahaya dan kecantikan serta penerangan. Puisi yang ditulis penyair kita ini sungguh cantik karena dihiasi dengan diksi yang indah serta metaforik yang indah pula walaupun bahasanya sederhana tapi maknanya sangat menyentuh hati. Hal ini dapat dilihat pada puisi I baris 1 s.d. 4:
"mengapakah bulan keabuan
tak sejernih dulu lagi
mengapakah banyak bintang
tak secerlang matamu lagi"
Saya sebagai pembaca pun terheran -heran,mengapa penyair bertanya selalu tentang keabuan bulan dan bintang tak cemerlang lagi? Jika hal ini dikaitkan dengan usia manusia di bumi,hal ini juga akan menjadi simbol bagi setiap makhluk terutama manusia di bumi. Mengapa? Karena jika usia sudah lanjut seperti bulan yang cahayanya tak terang benderang lagi dan akan terlihat keabuan yang merujuk pada usia lanjut. Dengan demikian ini salah satu indikasi bagi pembaca bahwa perjalanan kehidupan manusia itu bagaikan bulan yang diikuti oleh waktu.
kemudian yang paling menarik lagi adalah pembicaraan penyair pada puisi berikutnya dengan mengumpamakan musim yaitu musim kemarau tiba. Dalam hal ini, jika musim kemarau tiba, maka alam itu cerah, dan langit pun cerah. Tapi kali ini,penyair melihatnya tidak. Sepertinya ada sesuatu yang mengubah pendirian dan sikap dalam kehidupan. Penyair kemungkinan merasa kehidupan yang dialami sekarang ini tidak seperti kemarau pada masa yang lalu, yaitu cerah dan cemerlang. Kemungkinan perasaan tercekam akan sesuatu hal yang membuat diri tak bersemangat lagi ibarat hutan yang terbakar dengan hanya menanggung kepedihan. Hal ini dapat dilihat pada puisi ke III sbb :
"Mengapakah bulan memudar
pucat dan membisu
mengapakah bintang terbakar
hangus dalam kepedihan"
Akan membacakan puisi bertajuk “ Negara-ku Akan Bersinar lagi"
melalui Vidio berdurasi 4 menit atas anjuran DEKLAMASI PUISI DOA UNTUK MALAYSIA di TV PEMUISI, Anjuran PEMUISI.
NEGARA-KU AKAN BERSINAR LAGI
Pengarang : Siamir Marulafau
Negara : Indonesia
#tvpemuisi
#doauntuk malaysia
ya Allah, ya Tuhan kami
dengan doa kusuguhkan
dari lubuk hati mendalam
memohon pada-Mu
selamatkanlah kami,negara kami
tertimpa musibah Covid-19
ya Allah,ya Tuhan kami
kuatkanlah hati kami
menghadapi segala cobaan
dan kami tak akan berpaling
sujud 1/3 malam selalu
meminta ampun dari segala dosa
ya Allah ,ya Tuhan kami
perkenankanlah doa kami
berilah kekuatan kepada kami
tiupkanlah angin segar serta sinar di negara kami
moga semua kehidupan berkembang bagaikan
bunga di musim semi
berikanlah kesehatan dan kesejahteraan pada pemimpin
dan rakyat kami,malaysia
moga semua berdaulat,sejahtera dan selamat dunia akhirat
aamiin,aamiin ya rabbal alamin
Medan, 22-11-2020
BAGAIMANA SAYA BISA DATANG UNTUK MENGGELAR MATAHARI?
Marulafau Siam
Bagaimana saya bisa datang untuk mengambil matahari?
Berarti sementara itu berkilau membakarku
Sejak Covid-19 seperti tumbuh daun palem
Itu membunuh semua tanpa peringatan
Semua pada putus asa untuk menjalankan kehidupan
Dan tidak ada tempat untuk mengeluarkan
Tidak ada yang bisa dilakukan kecuali tinggal di pondok
Medan, November 21,20202
SEKILAS INFO :
Oleh : Siamir Marulafau
KATANYA KALAU KARYA SASTRA TIDAK DITULIS DALAM BAHASA INTERNASIONAL DENGAN TULISAN SENDIRI (BUKAN TERJEMAHAN), SEPERTI BAHASA INGGRIS, SPANYOL, ARAB ,JERMAN, PRANCIS, DAN BELANDA, KARYA ITU TIDAK TERMASUK DALAM KELAS DUNIA DAN PENULISNYA JUGA TIDAK TERMASUK PENULIS DUNIA, APAKAH BETUL ATAU TIDAK???
TAPI JIKA ANDA MENGUASAI DAN MAMPU MENULIS KARYA SASTRA ITU DALAM SALAH SATU BAHASA TERSEBUT DI ATAS, DAN KARYA ANDA DIKURASI OLEH MEREKA YANG AHLI DENGAN SALAH SATU BAHASA TERSEBUT DI ATAS, MAKA KARYA ANDA TERMASUK DALAM KATEGORI KARYA INTERNASIONAL DAN ANDA JUGA PENGARANG INTERNASIONAL MERUJUK PADA POSISI SASTRA INTERNASIONAL (INTERNATIONAL LITERATURE)
HERAN JIKA ADA SEBAHAGIAN DI NEGARA INI MENULIS KARYA SASTRA DAN KARYANYA DITERJEMAHKAN KE DALAM BAHASA ASING MERASA BAHWA KARYA ITU SUDAH MENJADI KARYA INTERNASIONAL,DAN MERASA DIRINYA SUDAH MENJADI PENGARANG INTERNASIONAL.
DI MUNSI III, SAYA MENGUSULKAN SUPAYA BAHASA INDONESIA DI JADIKAN MENJADI BAHASA INTERNASIONAL,SUPAYA HASIL KARYA PENYAIR/PENGARANG INDONESIA INI MENJADI KARYA INTERNASIONAL DAN SEKALIAN PENYAIR/PENGARANGNYA JUGA MENJADI PENYAIR/PENGARANG INTERNASIONAL. DI NEGARA INI ADA DUA ORANG PENGARANG YANG INTERNASIONAL SEPERTI : PRAMOEDIA ANATATOUR YANG AHLI DALAM BAHASA PRANCIS,DAN BELANDA DAN MENULIS KARYA SASTRA DALAM BAHASA PRANCIS DAN BELANDA . KEMUDIAN, SITUR SITUMORANG JUGA AHLI DALAM BAHASA BELANDA MENULIS KARYA SASTRA DALAM BAHASA BELANDA,MAKA MEREKA TERMASUK PENGARANG INTERNASIONAL. TAK HERAN JIKA PRAMOEDIA ANATATOUR DIJULUKI ALBERT CAMUS PRANCIS.
MENGAPA TERPIKIR SEKILAS INFO INI KARENA DALAM ILMU SASTRA BANDINGAN ( COMPARATIVE LITERATURE), ADA PERBANDINGAN KARYA SASTRA YANG MERUJUK PADA BENTUK KARYA SASTRA YANG NASIONAL DAN INTERNASIONAL.
===========
SAYA SEBAGAI PENYAIR/SASTRAWAN NASIONAL JUGA MENYADARI HAL DEMIKIAN MAKA BERBUIH MULUT SAYA BERBICARA PADA KEPALA BALAI BAHASA PUSAT UNTUK DISAMPAIKAN KEPADA KEMDIKBUD SUPAYA BAHASA INDONESIA DIJADIKAN MENJADI BAHASA INTERNASIONAL. SUPAYA SEMUA PENGARANG INDONESIA MENJADI PENGARANG DUNIA. SASTRA ITU ADALAH ALATNYA BAHASA MERUJUK PADA PENGGUNAAN KATA DAN MEMBENTUK KALIMAT YANG BERMAKNA,IYA APA TIDAK? MESKIPUN KITA BERKOAK-KOAK DAN MENGKLAIM DIRI KITA SEBAGAI SASTRAWAN INTERNASIONAL DAN MENULIS KARYA SASTRA ITU DALAM BAHASA INDONESIA, APAKAH KARYA ITU DAPAT DIMENGERTI DI BARAT. MESKIPUN KARYA ITU DITERJEMAHKAN, APAKAH HASIL TERJEMAHAN ITU SAMA DENGAN ASLINYA? (L1- L2)
TAPI JIKA KARYA SASTRA YANG DITULIS SASTRAWAN INDONESIA DALAM BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA INTERNASIONAL DAN BAHASA ITU DIKENAL DUNIA MAKA TERWUJUDLAH NAMA SESEORANG DI NEGARA INI MENJADI SASTRAWAN INTERNASIONAL,BETUL ATAU TIDAK?
NAH, BAGAIMANA PULA JIKA KARYA SEORANG PENGARANG INDONESIA MENULIS KARYA SASTRA PUISI ATAU CERPEN DALAM BAHASA ITALIA, RUSIA, BANGLADESH, DLL. APAKAH PENGARANG ITU DAPAT DIANGGAP SEBAGAI PENGARANG INTERNASIONAL? SEMENTARA BAHASA ITU HANYA BERKECIPUNG DI NEGARA ITU SENDIRI. HAL SEPERTI ITU BELUM MENDUNIA. TETAPI JIKA KARYA SASTRA ITU DITULIS DALAM BAHASA SPANYOL DAN INGGRIS (BUKAN TERJEMAHAN) DAN KEMUDIAN DIKURASI, LAYAK ATAU TIDAK KARYA ITU DIMASUKKAN DALAM SEBUAH ANTOLOGI, MAKA KARYA SASTRA DAN PENGARANGNYA TERMASUK KELAS INTERNASIONAL.
Demikianlah sekilas info untuk menjadi bahan pertimbangan dan apabila ada kekhilafan ,mohon dimaafkan. Dan apabila ada yang merasa jengkel dengan info ini,mohon jangan dimaki saya,hehehe.Maksih.
Wassalam,
dtt
Drs.Siamir Marulafau,M.Hum
Nip.19580517 1985031003
SEPENGGAL APRESIASI
Oleh: Siamir Marulafau
Buku antologi puisi yang ditulis oleh Suyadi San bertajuk "SAJAK ULAT BULU ini berkisar 438 halaman. Setelah saya baca dan mengamati antologi puisi ini ternyata semua puisi-puisi di dalam antologi ini bagus-bagus. Tetapi ada salah satu topik yang menarik bagi saya sebagai pembaca ,yakni : "POLUSI"(Halaman: 226)
Mengapa topik ini saya pilih menjadi bahan apresiasi saya? Karena topik ini unik dan menyangkut masalah polusi yang terkait di kota saya. Sungguh peka perasaan dan pikiran penyair menuturkan dan mengulas apa yang terjadi di kota saya melalui sebuah puisi berbentuk ' Puisi prosa liris' yang dibumbui dengan diksi yang tepat dengan metaforik bahasa yang tepat.
Dalam sajak ini, penyair merasa jenuh dan tak enak melihat situasi dan kondisi kota di mana dia tinggal. Mengapa demikian? Karena hal ini dapat dilihat pada baris- baris puisi dalam sajak I. Penyair sungguh prihatin melihat keadaan kota yang semrawut dan tak terurus. Jika dilihat dari sudut penataan kota, ini sudah tidak termasuk kategori yang diinginkan oleh masyarakat. Jadi, semua yang dilihat oleh penyair terasa mencekam dan tak enak dipandang. Ini suatu kritikan pedas yang amat tajam bagi yang berwenang. Saya sebagai pembaca sangat setuju dan bahkan mengangkat jempol saya sebelah kanan dan kiri membenarkan hal yang terjadi dan sesuai dengan pikiran dan perasaan saya sebagai pembaca:
"Bau asap dari trotoar jalan-jalan beraspal
beterbangan debu dari asap-asap mana saja
selalu kutemui kesenjangan-kesenjangan
yang mendasar-dasarkan haluan
semua menyesakkan
semua memuakkan
semua menerasingkan"
Pada sajak ke II, penyair merasa jengkel dan marah atas wajah kota yang dibayangkan seperti kubangan,dan sangat menjijikan. Suasana jadi muram dan tidak sedap di pandang serta dicium baunya. Penyair pada akhir puisinya berterus terang bahwa orang yang berwenang dan berpotensial menangani masalah ini haruslah benar-benar memikirkan bahwa kebersihan kota itu adalah hal yang paling penting dibina dan dijaga supaya kehidupan itu lempang. Tapi dalam pokok pemikiran penyair turut mengekspresikan bahwa memang begitulah watak manusia zaman sekarang alias tak mau tahu dengan keadaan yang membuat kehidupan murka.
"Sudahlah kerumuni saja lalat-lalat yang
tetap mencari mangsa di kubangan sana
biarlah semua menjadi seteru alam
yang muram, sekalian menunggu datangnya
sang akhir zaman ini yang merasa murka,
dari pada hidup ini seperti polusi"
OPINI DALAM KRITIK :
Jika kita telusuri penulisan puisi ini tidak berseberangan dengan kaidah dan sistem penulisan puisi. Diksi yang dipakai adalah tepat dengan bahasa yang sederhana tetapi mengandung makna yang tajam. Dalam pemikiran pembaca, puisi ini agaknya menyorot kinerja kepemerintahan sebuah daerah.
Puisi ini sangat singkat, dan ditulis dengan gaya bahasa yang lazim dijumpai dalam ilmu sastra. Salah satu gaya bahasa "SIMILI" (Perumpamaan) dijumpai pada akhir baris puisi pada sajak yang ke II, seperti :" Sang akhir zaman ini yang merasa murka,//dari pada hidup ini seperti polusi"
Puisi ini dapat dianalisis dengan berbagai teori ilmu sastra seperti teori Sosio Budaya, teori filsafah kehidupan, teori Rene Wellek, teori struktural, dll. Dengan lahirnya penulisan puisi yang singkat ini, penyair-penyair dapat mengenal lebih mendalam bahwa kualitas sebuah puisi tidak tergantung pada panjang pendeknya sebuah puisi yang ditulis tetapi tergantung pada makna yang berakar pada "KATA". Puisi merujuk pada bentuk puisi modern.,yaitu puisi yang tak terikat pada bentuk puisi yang konvensional. Puisi ditulis dengan bebas merujuk pada tema tertentu oleh si penyair.
Demikianlah ulasan yang sedikit dipaparkan oleh pembaca yang ilmunya masih hijau di bidang sastra. Jika ada kekhilafan dan yang tak menyenangkan dalam perasaan,pembaca mohon maaf karena pembaca adalah manusia biasa. Makasih.
Wassalam,
dtt
Drs Siamir Marulafau,M.Hum
NIP. 19580517 1985031003