DI KOLAM CANGAR
air belerang gunung Arjuna merendam tubuhku bersama batu-batu hitam itu
dalam kehangatan air kolam Cangar yang menyembunyikan sinarnya
pohon-pohon pinus meringkuk dalam hatiku
diam-diam kesiur angin menyentuh cahaya senjaku
memintal bintang-bintang di langit retina mataku
sebelum hari berlalu mengabadikan kegelisahan semestaku
kumpulan unggas yang manis itu
menggetarkan persahabatanku denganmu
dan terus berputar seperti rotasi bumimu
Batu, 782021
PEKIK MERDEKA
Sebuah pekik merdeka adalah gema kata-kata yang dilaksanakan
Melaksanakan kemerdekaan tidak semudah membalikkan telapak tangan
Peristiwa demi peristiwa tak pernah hilang dari pandangan
Sebab pergulatan dan perjuangan untuk mencapai tujuan butuh keikhlasan
Ingat! Masa depan telah menghadang dengan sempurna
Meski di depan mata kerikil-kerikil kecil masih ada
Kami terus maju melawan luka dan lupa
Kami terus bergerak dan bergaung dalam transformasi digital
Kami terus menerus mengisi hati dan transmisi globalisasi
Sekarputih, 1482021
DI TAMAN BUNGA
setiap kupandang bunga
jiwa berasa terseduh keindahannya
ada cuaca hati yang begitu sulit diraba
aku tidak berdaya untuk tidak memasukinya
hingga puisi minta dilahirkan dan mendirikan bulu roma
Sekarputih, 2482021
APAKAH AKU MENULIS NAMAMU
Apakah aku menulis namamu di tiang-tiang subuh
Menjadi ayat-ayat cinta yang tak pernah tua berlabuh
Atau di pagi buta mengajakmu membangun rumah warna warni tanpa keluh
Apakah aku menulis namamu di tiang-tiang subuh
Hingga langit menari sampai sunyi dikekal puisi
Dari balik renungan ini
Sekarputih, 492021
RENUNGAN
Tengoklah ke dalam sebelum bicara
Sebab, kata-kata seperti pasir gunung Bromo
Menyimpan ketajaman makna
Singkirkan debu yang masih tersisa
Kala kosa kata mengenal bahasa alam semesta
Sekarputih, 392021
DIAMLAH
Diamlah!
Dengarkan suara hati bunga sakura itu, syahdu melampaui setiap katamu
Aku tertawan warnamu yang seperti pipi merah jambu
Diamlah!
Coba dengarkan desau angin senja dalam nada-nada tak berjeda
Kala bangku tua mengayunkan tanya
Sekarputih, 592021
SAJAK DUKA TAMAN ISMAIL MARZUKI
malam-malam sunyi begini
kutulis puisi di wajahmu yang penuh mimpi
sedang waktu terus menulis buku antologi,
mencatat ambruknya dinding dan ruang seni,
dimana lagu Ismail Marzuki ditinggal pergi oleh sepotong pesan demokrasi
jalan-jalan menuju Taman Ismail Marzuki penuh sesak oleh keinginan
sementara lampu-lampu kendaraan saling silang menyilaukan
anak-anak jalanan tak mampu menahan beban
hidup sekali harus diperjuangkan dan dilaksanakan
bukan hanya pasrah pada keadaan
para seniman dan seniwati matanya blingsatan
mencari mimpi terkurung dan dihilangkan
sedang para dewan perwakilan tanpa sungkan ketok palu demi pembangunan
ironis sekali, bukan!
ini negara hukum, bung! bukan negara jajahan atau sarang penyamun
ingat! perampokan kebudayaan akan di jadikan catatan bukan kelinci percobaan
Batu, 25112019
NYANYIAN PALAWIJA
seruling merayapi ladang palawija
di antara suara burung di pohon tua
tembang kangen menggemakan jiwa
tetesan embun dari daun-daun itu
menunjukkan airmata ibu
berkawan dengan puisi kalbu
rindu di pucuk-pucuk perdu
mengajak menggali lagu
ketika kesiur angin membelai kekasihku
ah... ternyata
nyanyian palawija adalah cinta
yang digali dari tarian gadis-gadis desa
Batu, 2511218
PERJALANAN EMBUN PAGI
apakah aku menulis namamu di tiang-tiang subuh di segala cuaca
menjadi ayat-ayat cinta yang tak pernah tua
atau di pagi buta mengajakmu membangun rumah warna warni
hingga langit menari sampai sunyi dikekal puisi
jika kau masih menulis namamu dengan kalbu
kirimi aku lagu merdu seperti yang kau nyanyikan di ranjang sunyi itu
oh... pagi yang berseri bertingkat-tingkat bagai mimpi
di mana kau letakan embun menetes dari balik daun berwarna-warni?
sedang hatiku mencari di perjalanmu yang sunyi
Batu,15122017
RUMAH ADALAH ISTANA
rumah berjendela dua berwarna coklat muda
serta pohon-pohon berdaun merah menyala
menemani keluarga bercengkrama dengan mesra
bukankah itu cinta?
anak-anak manis dan jenaka
dibuai tangan-tangan ceria nan bahagia
serta menggetarkan rasa
menyergap hati ayah bundanya
bukankah itu mesra?
karena rumah adalah istana
maka kemerdekaan cinta bukanlah keranda
Sekarputih, 2862019
SAAT DI PEMATANG SAWAH
burung-burung berkicau membuka pagi
cahaya embun menari di atas daun-daun berseri
mendekap mimpiku di antara batang padi
huma-huma di hatiku berirama memancarkan rupa dan warna
gemericik air bicara padaku
ketika cahaya membantuku menemui jejak ruang kehidupanmu
pagi masih menyala bersama mimpi anak-anak gembala
seorang petani melepas angannya
saat sajak-sajakku membayangkan gigil kita
mengelana melepas zikir keudara
ilalang mendengung suling angin memburu bisuku
di sela tembang sumbang rumput-rumput hijau tua itu
pada getar pagi hari
dalam kedalaman sunyi menuju pematang bersemi
keberadaan oksigen dan nitrogen adalah makna estetismu yang suci
Batu, 1622018
Sekarputih, 1932018
YANG BISA MEMBACA CUACA
ada apa dengan robotik yang mulai menggeser dominasi manusia?
apakah aku sadar di masa depan anak-anak akan lebih dewasa
melihat rindu dan cinta sebagai berita biasa?
apakah nilai luhur bukan lagi sebagai pesan kemanusiaannya?
atau karena hantu-hantu tekhnologi menghimpun ilmu dan kutukan untuk ditimpakan ke dalam kepala?
ah... entahlah! hanya hati yang bercahaya bisa membaca cuaca
Sekarputih, 2362019
DI GUNUNG BROMO
malam ini kabut bercerita tentang bagaimana rasanya kehilangan kekasih kalbu
saat embun es gunung Bromo menggenang di lamur matamu
gigil dan dingin saling mengasuh keheningan hatimu
ketika keterluntaaku bercerita tentang hikmah mengasah keterampilan langkahmu
langkah demi langkah di gurun pasir itu
berkisah mengenai kepasrahan demi kepasrahan rindu yang bertalu
hingga aku khusyuk menulis puisi-puisi laku
Sekarputih, 2562019
NYANYIAN CINTA
aku bicara tentang cinta
getaran nadanya mampu menggoyahkan jiwa
kumandangnya harum bagai bunga
membuka kidung jula juli perawan suci
siapa yang berani membuka pintu lagu kasih sayang ini
adalah rahasia-rahasia hati yang paling wangi
menyimpan bisikan sanubari paling berani memecah sunyi
sebuah sajak yang bernafas dalam benih hatiku
mengalirkan kasih sayang di tiap desir nadimu
tiap-tiap desah napas tersimpan rasa risau mendesau merasuk ke dalam sukmaku
betapa desir nyanyianmu yang fana itu
menjadi saksi bisu di ujung penglihatan batinku
yang memantulkan cahaya dari air mataku
dan disembunyikan oleh kesadaran cinta
ah.... meneguk rasa kasih sayangku dalam jubahmu
adalah gema jiwa tanpa kata
ketika nyanyian rindu dikumandangkan oleh kesunyian jiwa
mimpi dan bayanganmu melipat lagu rohani yang digubah oleh renungan cinta
getaran nadanya bagai rahasia debur ombak samudra
menyalipku pada gelombang air mata
sebagai perahu yang menyatukan cuaca dalam menangkap cinta
aku berusaha memecah sunyi
menuturkan bisikan sanubari
yang terungkap oleh hati
melagukan kidung suci
sebagaimana cinta memahkotai hati
menyanyikan melodi
meluluhkan diri
mengalir bagaikan kali
mereguk dahaga siang tadi
Batu, 1372018
Saat saya membuat toilet di belakang rumah, romo Daru Maheldaswara menginginkan saya menulis sajak toilet seperti di bawah ini.
SAJAK TOILET
sejak pertama kali membuat toilet itu
aku temukan cerita baru
menggemakan cinta demi anak istrinya
batu bata, pasir dan semen menjadi saksi bisu
bagi kuli yang menggali kehidupan tanpa malu
bau tanah dan peluh menjilati muka dan hatiku
ketika letih pulang ke pangkuan ibu
Sekarputih, 2062019
AKU
1
aku bunuh aksara ini
saat puisi lelaki menjual birahi dengan berani
2
aku bakar kata-kata itu
ketika lelaki puisi selalu menipu
3
aku tulis puisi ini
karena menyadari akan mati
Sekarputih, 2162019
BULAN
bulan mengangkang di atas kepala
merenda kenangan lama
sepi membaja
rebah di atas kuburan tua
bunga-bunga putih bercahaya menggemakan luka
saat bulan mewedar waktu
jalan berliku memetik kata-kata madu
pada tangan-tangan berdebu
kulihat bulan dan bintang manis
menyapamu
Sekarputih. 2062019
KUTULIS PUISI INI
kutulis puisi ini ketika membaca ambang sore di matamu
dan jarum-jarum hujan yang runcing itu
mencuci rambutmu yang blonde seperti beludru
sedang bunga-bunga dan pohon jambu di halaman itu
berkaca di jendela rumahku
sambil tersenyum menunggu waktu berbuka rindu
hati puisi mengembara mengetuk pintu-pintu cinta paling syahdu
Sekarputih, 1962019
Saat di hutan Pinus Coban Manten yang mampu melahirkan puisi.
DI ANTARA HUTAN PINUS
di hutan pinus, aku memetik kecapi
serasa kabut tipis merindukan wajahmu dalam gigil hati
menanti datangnya pagi
ketika siang bergerak mengitari sepi
rumbai-rumbai kabut menapaki ke segaran bumi
ibarat rona pipimu
hangat mentari sesungguhnya adalah cintaku sebelum matimu
ah...bulir-bulir embun yang merasuk ke dalam tubuhmu
seakan rembang petang yang mengambang merumuskan tekstur daun hatiku
di antara deretan pinus, kuikuti langkah getahmu
aku ingin belajar dan berguru pada gunung tua itu
yang menyimpan magma dan merawat kerinduannya pada ketulusan rindu
Batu, 2012018
Malam yang dingin dan padang bulan melahirkan puisi di bawah ini.
KUSUNTING BULAN DI ATAS KEPALA
kusunting bulan di atas kepala
penuh puisi bercahaya
sepi menjelma urat nadi membaca
ujung jari paling setia merenda malam penuh cinta
tanpa ragu
kesunyian kupeluk syahdu
menjumpai perpisahan memuji rindu
Batu.1362017
TRAGEDI KOLOBENDU
malam tegak di kolam tua
bulan mengangkang di atas kepala
orang-orang ramai bergunjing kematian ibu setengah tua
yang tersadap darah para lelaki bermuka dua
ibu Kolobendu namanya
cantiknya luar biasa
suka hura-hura dan senang menerima panggilan siapa saja
selalu lupa pada suami dan anak-anaknya
uang menjadi rujukan dan tolok ukurnya
lama ia tidak merasa tua
selalu melalang buana ke mana saja ia suka
soal cinta sesaat adalah hal biasa
apalagi dosa seakan tak mengenalnya
semua dianggapnya biasa dan nyata
hidup perlu dibela biar tidak jadi ibu jelata
waktu terus berjalan tanpa mengenal lelah siapa pun jua
Kalobendu terserang penyakit kelamin yang tak ada obatnya
ia baru sadar bahwa kesenangan yang semu harus di bayarnya
dengan penyesalan yang tiada tara
Kalobendu mati di rumah sakit harapan hati
suami dan anak-anaknya kaget sekali
melihat istri sekaligus ibu dari anak-anaknya terbungkus plastik yang tak boleh dibuka lagi
hingga tangis mereka tak terbendung lagi
malam sepi dan dingin sekali
ketika para pelayat bicara sendiri
tanpa menyembunyikan kedalaman hati
Batu, 19112018
PUISI INI KUPERSEMBAHKAN BAGI ANAK ISTRI YANG SEDANG BERBUKA PUASA
DI AMBANG SORE
di ambang sore
bau rica-rica menyapa rindu
bau harum aroma kopi menusuk hidungku
semangkuk kolak pisang bagai kaldu
memberi warna di rasaku
seperti sendok dan garpu
kutangkap birahi di matamu
mengaduk perutku dengan syahdu
ah....di atas meja itu
aroma segala rindu
menghipnotis kasih sayangku
Batu, 1362018
TAK ADA YANG BERBOHONG
tak ada penyair atau penulis mau berbohong tentang sejarah negerinya sendiri
sebab kejadian gestapo di orde lama, pemberontakan permesta, kejadian Tri Sakti sampai kejadian tahun politik 2019 tak bisa dipungkiri
semua itu bukan isapan jempol belaka
fakta dan kenyataan tak bisa menutup mata
segala yang telah terjadi tak bisa dikebiri
sejarah kehidupan telah mencatat dirinya sendiri
tanpa tanda tanya dan tanpa jeda menjadi saksi yang tak bisa dihapus dari mata hati
meski kejadian serupa di orde lama akan terulang lagi
untung Allah melindungi
Sekarputih, 762019
Puisi di bawah ini terinspirasi dialog dengan prof. Erry Amanda di rumahnya bersama Jaka El-masriv, Siti Sundari dan Retno Rengganis
DIALOG DI CIBIRU
ketika dialog di Cibiru
ada cahaya menyapaku
mengulik rasa dari segala penjuru
pada hening malam sebuah lagu
bernapas di dalam benih hatimu
meneguk rasa kasihku
tanpa kata malam itu memecah kesunyian kalbu
mengungkapkan kesedihan hati para tamu
membongkar rahasia renungan cinta dan rindu
saat tertawa lepas begitu saja
aku membayangkan kebun teh yang bersaf-saf seperti tangga
tak pernah bicara sorga neraka
hanya manusia yang lupa akan cinta sejatinya cinta
bahasa alam semesta
tak menggema dalam jiwa mereka
karena cinta tak memberikan apa-apa kecuali dirinya
maka cinta telah cukup bagi cinta
dan aku berada di dalam hati-Nya untuk melepas dahaga
Sekarputih, 1572019
TRAGEDI KOLOBENDU
malam tegak di kolam tua
bulan mengangkang di atas kepala
orang-orang ramai bergunjing kematian ibu setengah tua
yang tersadap darah para lelaki bermuka dua
ibu Kolobendu namanya
cantiknya luar biasa
suka hura-hura dan senang menerima panggilan siapa saja
selalu lupa pada suami dan anak-anaknya
uang menjadi rujukan dan tolok ukurnya
lama ia tidak merasa tua
selalu melalang buana ke mana saja ia suka
soal cinta sesaat adalah hal biasa
apalagi dosa seakan tak mengenalnya
semua dianggapnya biasa dan nyata
hidup perlu dibela biar tidak jadi ibu jelata
waktu terus berjalan tanpa mengenal lelah siapa pun jua
Kalobendu terserang penyakit kelamin yang tak ada obatnya
ia baru sadar bahwa kesenangan yang semu harus di bayarnya
dengan penyesalan yang tiada tara
Kalobendu mati di rumah sakit harapan hati
suami dan anak-anaknya kaget sekali
melihat istri sekaligus ibu dari anak-anaknya terbungkus plastik yang tak boleh dibuka lagi
hingga tangis mereka tak terbendung lagi
malam sepi dan dingin sekali
ketika para pelayat bicara sendiri
tanpa menyembunyikan kedalaman hati
Batu, 19112018
PUISI INI KUPERSEMBAHKAN BAGI ANAK ISTRI YANG SEDANG BERBUKA PUASA
DI AMBANG SORE
di ambang sore
bau rica-rica menyapa rindu
bau harum aroma kopi menusuk hidungku
semangkuk kolak pisang bagai kaldu
memberi warna di rasaku
seperti sendok dan garpu
kutangkap birahi di matamu
mengaduk perutku dengan syahdu
ah....di atas meja itu
aroma segala rindu
menghipnotis kasih sayangku
Batu, 1362018
TAK ADA YANG BERBOHONG
tak ada penyair atau penulis mau berbohong tentang sejarah negerinya sendiri
sebab kejadian gestapo di orde lama, pemberontakan permesta, kejadian Tri Sakti sampai kejadian tahun politik 2019 tak bisa dipungkiri
semua itu bukan isapan jempol belaka
fakta dan kenyataan tak bisa menutup mata
segala yang telah terjadi tak bisa dikebiri
sejarah kehidupan telah mencatat dirinya sendiri
tanpa tanda tanya dan tanpa jeda menjadi saksi yang tak bisa dihapus dari mata hati
meski kejadian serupa di orde lama akan terulang lagi
untung Allah melindungi
Sekarputih, 762019
RINDU
saat aku merindukanmu
wajahmu hadir di pentas pentas sekujur tubuhku
gambarmu memanggil manggil di setiap langkahku
meski kita terpisah jarak pintu
hatimu selalu terbuka menerima apa sukaku
seruanmu membuka mukaku
yang mencari doa di kota hatimu
sangkan paranku melarung diri menyelami rahasiamu
Sekarputih. 15.7.2016
MALAM DAN DINGIN
dingin malam ini mengalir ke dalam hati
hingga kata-kata hidup kembali
angin berdesir seperti sungai birahi
menyibak analogi-analogi mimpi
alampun telanjang, kosong, dan tanpa spesifikasi
gelap dan sepi menjamah dadaku yang puisi
rupanya malam dan dingin ingin menjalin geloraku
membasuh nyanyian cinta tanpa tepi yang menjinakkan darahku
pelan-pelan kujamah kedamaianmu
sambil menandaskan ciumanku demi sajak jatuh di pangkuanmu
Sekarputih, 2712020
DI PEMATANG SAWAH
di pematang sawah yang selalu terbungkus warna kuning padi
gubuk-gubuk tua terlihat kecil sekali
di antara rumput dan ramban-ramban itu
kudengar kesiur angin membacakan puisimu
burung-burung menari menggerakan hatiku
yang sedang berguru pada keindahan semestamu
sejenak aku menghirup udara senja
di musim yang penuh imaji jiwa
di mana bunyi pematangmu
menyerupai suara hatiku
yang sunyi seperti tetesan embun dari daunmu
yang lesap pada usia
menebar harum kamboja tua
Batu, 2372018
DI ALUN-ALUN KOTA
Kala kau lontarkan kata-kata
Rasamu mengelana menuju muara
Kesiur angin mamiri menebarkan aroma aksara
Merasuki napas cintamu tak terduga
Ah... diam-diam hatimu ingin meronta dan menyampaikan suka duka
Dalam tehquila yang kau teguk bersama rasa
Semangkuk soto ayam yang kau makan bersama tatapan mata
Mengisyaratkan tanda tanya tak terkira
Meja kursi pun ikut menyapa mesra
Meski bibirmu terkatup seribu bahasa
Langit pun ikut bicara dengan syahdu
Saat kau kenang encokmu
Ternyata rasa itu mengitari alun-alun kota
Sambil mencari arti cahaya cinta di antara cerita virus Corona
Dalam senda-gurau, angin dan cinta mendesah lembut sekali
Menyergap hatimu yang lepas terbuka
Sekarputih, 2412020
DI DEPAN MATA
sebelum aku kembali
tataplah mata sekali lagi
baca, bacalah cakrawala di retina matanya
dari sanalah bintang gemintang menghidangkan aksara
sementara debu-debu bergulung-gulung kesana-kemari
gerobak peradaban meraung-raung seperti anak-anak kecil meminta sesuatu
kehendak-kehendak terpenjara sendiri
perselingkuhan menggantung di hati
menggoda!
biadab dan durjana!
kesadaran dan kewajaran lupa dijaga
pengkhianatan selalu nampak memesona
sek dijadikan barang nyata karena mudah dilupakan begitu saja
hingga seekor kambing menangis di depan mata
Sekarputih, 2512020
PERJALANAN CINTA
jangan ikat leherku dengan belenggu
biar dagu dan mata menatapmu
wahai kekasihku
peluklah dukaku dengan gembiramu
sungguh aku rindu membaca sajak-sajakmu
dalam kitab induk yang nyata itu
karena kewajibanku
cinta takan minta balasan darimu
Batu, 26112018
|
EKO WINDARTO |