UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Jumat, 22 Juli 2022

Kumpulan Puisi Mahyaruddin - SIAPA


 
DI MANA
oleh, Mahyaruddin


ada jiwa separuh gila
meraba hati nya sendiri
memanggil nama sendiri
memompa jantung sendiri
yang katanya hampir mati
berlari di antara emosi dan meditasi
bernyanyi

sudut hampa
ruang kosong
katanya ada

gila

namun katanya dia tidak begitu
katanya hanya rindu
dan
dia tanya
aku di rindu yang mana

Belawan, Bumi Allah. Juli 2022.
#pondokteduh



SIAPA
oleh, Mahyaruddin


sepasang mata sayu
merayu
untai senyum
bibir merah muda
kerudungnya jingga
ia tertawa
bercengkrama dengan angin petang
menerpa wajah manisnya

gila
aku jatuh cinta
pada perempuan
dalam cerita tulisanku sendiri

Belawan, setengah Juli 2022.
#pondokteduh



KHIANAT
oleh, Mahyaruddin

jendela rindu
retak
dan telah pecah
ribuan keping
terserak penuhi lantai mimpi
puing-puing kaca nya berwajah serupa
sama seperti foto dalam dompet ku

ku sapu dengan seutas kain bertuliskan
Inalillahi

dalam hati ku
kau sudah mati

Belawan, Lupa Ingatan. Juli 2022.
#pondokteduh

MAHYARUDDIN


Kumpulan Puisi Ira Gusirawati Nooryadin - TETAPLAH DI RELUNG HATI



Assalammu'alaikum..
Semoga berkenan..

TETAPLAH DI RELUNG HATI

Kau yang bersemayam dalam relung hati
Tetaplah disini jangan beranjak pergi
Temani aku meniti waktu kini dan nanti
Merajut mimpi hapuskan sepi

Rinduku kau sulam hingga akhirnya menepi
Pada dermagamu kutambatkan hati
Lukaku kau obati dengan alunan syair suci
Bait-bait yang hilang dalam catatanku telah kau lengkapi

Walau jalan berliku, hasratku masih menggebu
Pada jalan setapak masih ada jejak masa lalu
Biarlah itu menjadi kenangan yang tak perlu terusik
Karena aku dan kamu adalah pribadi yang selalu menjaga hati
Tetaplah disini di relung hati

. By: IGN, Bandung, 16022022



RETAK PECAH SERIBU

Senjaku hilang ditelan kelam malam
Bayu berhembus, raga kaku terdiam
Dinginnya menusuk rusuk yang terdalam

Rindu di kalbu makin menderu
Berdegup kencang bertabuh bertalu
Rembulan di balik awan menyusupi cemburu
Mengoyak angan menimbang ragu

Kabar burung bertiup kencang
Dendang pilu dari sekumpulan bintang
Jejak cinta dari yang kusayang
Ciptakan rindu berselimut cemburu

Inginku bercermin tepiskan ragu
Apa daya cerminku retak membisu
Tak mungkin lagi kurangkai jadi satu
Cerminku telah retak pecah seribu..

By: IGN, Bandung 20 Juli 2022.



Assalammu'alaikum..
PESONA PENARI

Penari dahayu nan kirana
Pesona yang membuat dewana
Lirikan netra nan tajam
Meluluhkan rindu dendam

Jemari lentik tubuh gemulai
Hasrat bangkit enggan usai
Hati berlabuh jiwapun terkulai

Jiwa rapuh ingin berteduh
Membasuh peluh hapuskan keluh

Irama musik terus mengalun
Semilir bayu menggoyang dedaun
Senyum penari kian membuai
Tancapkan asa anganpun tergapai

Tarian kerinduan kian membuncah
Gerak nan lincah tiada gundah
Pesona penari kian tersemai
Rindu dendam akhirnya tertunai

By: IGN, Kota Kembang, 18 Juli 2022



BENTANGKAN LAYAR
By: IGN

Kau bentangkan layar di atas perahu kita
Mendayung kita bergantian
Menggapai harapan dan tujuan

Bila purnama datang
Langit memendarkan kecemasan dan bimbang
Fokuskan pandangan agar tak terantuk batu karang
Kencangkan tali layar walau badai menerjang

Pasang surut air laut kita rasakan
Riuh tawa sekumpulan bintang melenakan

Percikkan buih hingga ke tepi impian
Kita kerjakan bersama tak pernah sendirian
Agar mentari kembali berseri
Agar pelangi mewarnai hari

Riak gelombang menari-nari
Langit jingga kita nikmati
Tetaplah layar terbentang
Awasi arah angin agar seimbang

#Bandung, 24 Juli 2022.
IRA GUSIRAWATI
NOORYADIN


Kumpulan Puisi Uwa Kijoen - SAMPAN



SAMPAN
kepada diri sendiri


aku tengah redakan duka, dan menidurkan luka, saat kau urai cerita air mata.
di sini, angin terbangkan mimpi, mentari pun main kan cahaya.

biarkan hari bersama waktu, berlarian mengejar harapan, telah aku genggam petang lewat jerit hewan malam.

seperti kemarin terbaring memeluk sunyi, lantas sepi pun tawarkan dahaga
: kamukah itu yang selalu
mengayuh sampan ke tepi
sungai?

Uwa Kijoen
Kadipaten, 12102021
#sunyisepidalamhening
#diamkusepi



Uwa Kijoen :
MEMELUK KESUNYIAN


aku memeluk kesunyian
seperti embun mencumbui ujung daunan, maka biarkan mentari diam-diam memberi kehangatan,
bukankah tiap pagi pun
kita menikmati riwayat perjalanan, sambil minum kopi dan meneguk rasa pahitnya?

Kadipaten, 18072022

UWA KIJOEN

Sabtu, 16 Juli 2022

Kumpulan Puisi S Pandi Wijaya - DINGIN DI KEDAI KOPI



DINGIN DI KEDAI KOPI 

Seperti kedai kopi tanpa menu
Kita pun bicara kehilangan tema
Hingga secangkir seduhan dingin tak dirasa
Dan seduhan pengganti pun tanpa menu

Kata-kata terucap pun seperti kehilangan kamus
Rasa kehilangan kanvas buat dilukiskan
Hanya tatap mata mensiratkan rumus
Pada kata entah, ingin mendingin enggan

"Kopinya sudah dingin lagi ya ... "
Terucap kata
Seperti kedai kopi tanpa menu

Sementara kita
Masih mencari-cari menu
Di satu titik temu
Dengan rindu
Yang telah ratusan purnama menunggu

Dingin di kedai kopi tanpa menu
Temu yang tak basuh rindu

Karya : S Pandi Wijaya
SPW,
Pandeglang, 17072022
( Catatan Kelana Bodo )



DI ATAS MEJA SENJA

Di beranda senja, di atas meja kopiku masih panas
Tinta mengering, pena enggan menari
Angin diam, kupu-kupu diam
Aku tenggelam di telaga kenang

Duhai ...
Engkau yang bening dalam hening
Atas nama bakti
Kulepas terbang bebas

Membayang wajah Rumi, di cermin wajah Madjnun
Keikhlasan
Atau ketidakwarasanku
Mencintai cinta

Di beranda senja
Tumpahan kopi dulu di atas meja
Masih kucium harumnya

SPW,
Pandeglang, 19072022
( Catatan Kelana Bodo )



GELIAT

Aku memandang laut
Gulungan ombak menghantar buih
Perih kutinggal di pantai

Aku memandang gunung-gunung
Kabut menghabiskan segala dingin
Duka kubiarkan di lembah mengembun

Aku memandang mentari
Mencari fajar
Bersama kupu-kupu menari
Berpuisi tentang bunga mekar

Aku menatap hari
Langit
Bintang-bintang
Dan rembulan

SPW,
Pandeglang, 18072022
( Catatan Kelana Bodo )



RINDUKU

Dan kupetik bintang
Kusemat di jantung malam
Puisi-puisi terbang meradang

Rembulan wajahmu
Selembut awan senyummu
Binar mataku
Sesak napasku

SPW,
Pandeglang, 17072022
( Catatan Kelana Bodo )

S PANDI WIJAYA

Kumpulan Puisi Akhmad Husaini - RITUS KONDISI KELINDAN SUARA AMBISI


RITUS KONDISI KELINDAN SUARA AMBISI
Karya : Akhmad Husaini


Disenangi semua orang tentu senang adanya
menggoda selalu hadir menimpa alpa
himpitan tuntas diri tentang semua
bayang kelindan hampa kekasih pilu
tebaran janji jelita menata paksa
seputar ingatan angan berdentang sendu

Ritus kondisi kelindan suara ambisi
pegangan kuat mesti ada berpadu
mengiring langkah wujud semua rasa
langkah remang tegas segala bentuk
jelajah jani hadir benci terasa
jenjang derajat tingkah berkabut
intim senarai wajah kembara akut

Bahasa sunyi daya jelajah cemberut
asal muasal pantas tersaji batas
pergi jauh kehendak apik tersentak
watak mumpuni gelisah ruang waktu
senarai janji bimbang umpama menderai
ritus sempana geliat tujuan cumbu

Lambai irama menuang jelita sangka
langkah gemulai mementang kelindan
gemilang rangkai bahana penasti
pandangan merajut indikasi pelita muara
rintih semusim kekasih panduan rintis
jalani saja semua penuh dengan bahagia

Angkinang Selatan, 14 Juli 2022



WIBAWA KETULUSAN ARAH SIMBOL PERDAYA
Karya : Akhmad Husaini


Memukau suara arus terpikat ego
pergi mencerna perkenan dendam
benih cinta asumsi pandangan cumbu
manis manja sadar relung jiwa
untuk tuntunan pindai bersama
telusuri jalan-jalan mengusik jejak

Wibawa ketulusan arah simbol perdaya
firasat cumbu aroma lamunan gigih
dentang rupawan senarai geliat ambisi
senandung penjuru optimis memadu
perias statis gerus batas teriris
tayangan silam kendali melayang
ratapan mata kendali mutiara

Sentimen pandang gelora meniku
ritus simbol terpaut angan tajam
coba jalani semua dengan nurani
celah kosong pertanda mengikat
hujan petang bawa senarai rentang
sandera datang konotasi ilusi sempana

Tendensi gerimis konotasi lagu juwita
tekad serta pantang untuk ditolak
jiwa terawang bicara senandung maju
dentang menuju imajinasi pesona
cengkeram aroma tuntutan siklus merona
bebas dalam perjuangan ironi merasuk

Angkinang Selatan, 13 Juli 2022



RESPON BAIK IKATAN TERPAAN SUGESTI
Karya : Akhmad Husaini


Aturan penuh tuntutan menebar rintih
mawas diri kehendak anggapan pasrah
bertaruh waktu sepanjang tentu menuju
cerna daulat kian penuh dengan makna
derai perangai serta ikatan penuh citra
gejolak rindu petuah sandera kentara

Respon baik ikatan terpaan sugesti
hadir kekuatan penuh cinta statis
untung sebuah keutamaan diri serta
ingatan teguh hadir hambar tebaran
tuntutan besar ketentuan rindu padu
sentimen luruh sampai kebiri padu
perasaan janji anggapan simpul ironi

Jarak dekat himpun lelap diri menderai
gemulai respon tirani kehendak langkah
lincah aturan tanggap pentas taksir
menggeliat senandung gerus keras
ornamen diri pertarungan sendu
piranti jelita ambisi sinar tentu

Risalah pendapat argumen cumbu
sistematis lampau memicu tumpu
tirani bingkai obsesi petuah risau
umpama ritus gelayut semburat
aturan pasrah nurani potensi sinergi
beban nalar statis romantisme jejak

Angkinang Selatan, 13 Juli 2022



INTONASI PERISAI TAJAM PENASTI
Karya : Akhmad Husaini


Rentang watak simponi lagu makna
belenggu nafiri rindu memadu
citra indikasi nalar retas sembilu
dentang sendu asumsi malam redup
gempita iringan larut semburat tiku
hadapi semua sepenuh senang gelora

Intonasi perisai tajam penasti
jelita luruh panggung noktah diri
sindikasi ritus semburat gapai kelam
pandangan beda saling bingkai segera
orientasi pandangan diri lamunan sempurna
memintal aura tipis petuah jiwa
lempang kesadaran langit penuh rintih

Simbol lagu umpama perias sandaran
taksir maksud leluhur rindu sendu
usaha keras menuang tancapan lumrah
ancaman melabuh musim ambisi citra
imaji asmara langkah kondisi
beda pantang mengurai retas cinta

Hadir diri komando risau meniku
gugah sengketa lamunan penuh intim
dengan semampai arus petuah lerai
cumbu langgam situasi tambal sulam
dampak nyata kesetiaan penuh poranda
geliat warna-warni meniku ragam tuntas

Angkinang Selatan, 13 Juli 2022
AKHMAD HUSAINI


Selasa, 12 Juli 2022

Kumpulan Puisi Eko Windarto - AKU ADALAH POHON


 
MEMBACA MATAMU

Membaca matamu
Bayang-bayang donasi dana nasib tergugu di gigir waktu
Menjumput tujuh ayat cinta membuka mata kalbu

Batu, 1072022



DI SINI

Di sini, demokrasi disusupi
Mahasiswa mahasiswi berorasi menelanjangi diri

Tanpa hati mereka bermimpi
Dan melupakan jalan kembali

Seperti perang Rusia dan Ukraina
Mereka berebut mencari muka di panggung sandiwara

Bagai jeritan emak-emak di siang bolong di antara kelangkaan BBM dan minyak goreng
Mereka menyuarakan aspirasi hatinya yang kosong dan gosong

O... demokrasi yang tua dimakan liberalisasi
; kemana akan kau bawa jiwa-jiwa yang suka berpesta serta berdusta?

Karya : Eko Windarto
Sekarputih, 1342022



AKU ADALAH POHON


aku adalah pohon
kadang kurang siraman
dahannya kering hingga patah berserakan
: dari situlah kutemukan energi lezat bernutrisi menyuapi hati dan mengalirkan waktu

dalam perjalanan musim kering dan sunyi
tangisan tak galib dan tangisan gaib pohon itu menjejali halaman fantasi
menyertai pergerakan rasa dan terowongan mimpi

Batu, 1652022




SAAT MERINDUKANMU

saat aku merindukanmu
wajahmu hadir di pentas pentas sekujur tubuhku
gambarmu memanggil manggil di setiap langkahku melaksanakan shalatku
meski kita terpisah jarak pintu
hatimu selalu terbuka menerima apa sukaku
seruanmu membuka mukaku
yang mencari doa di kotamu
sangkan paranku melarung diri menyelami rahasiamu

Sekarputih. 15.7.2022



YANG BISA MEMBACA CUACA


ada apa dengan robotik yang mulai menggeser dominasi manusia?
apakah aku sadar di masa depan anak-anak akan lebih dewasa
melihat rindu dan cinta sebagai berita biasa?
apakah nilai luhur bukan lagi sebagai pesan kemanusiaannya?
atau karena hantu-hantu tekhnologi menghimpun ilmu dan kutukan untuk ditimpakan ke dalam kepala?
ah... entahlah! hanya hati yang bercahaya bisa membaca cuaca

Sekarputih, 2362019



DI GUNUNG BROMO

malam ini kabut bercerita tentang bagaimana rasanya kehilangan kekasih kalbu
saat embun es gunung Bromo menggenang di lamur matamu

gigil dan dingin saling mengasuh keheningan hatimu
ketika keterluntaaku bercerita tentang hikmah mengasah keterampilan langkahmu

langkah demi langkah di gurun pasir itu
berkisah mengenai kepasrahan demi kepasrahan rindu yang bertalu
hingga aku khusyuk menulis puisi-puisi laku

Sekarputih, 2562019



NYANYIAN CINTA

aku bicara tentang cinta
getaran nadanya mampu menggoyahkan jiwa
kumandangnya harum bagai bunga
membuka kidung jula juli perawan suci
siapa yang berani membuka pintu lagu kasih sayang ini
adalah rahasia-rahasia hati yang paling wangi
menyimpan bisikan sanubari paling berani memecah sunyi

sebuah sajak yang bernafas dalam benih hatiku
mengalirkan kasih sayang di tiap desir nadimu
tiap-tiap desah napas tersimpan rasa risau mendesau merasuk ke dalam sukmaku
betapa desir nyanyianmu yang fana itu
menjadi saksi bisu di ujung penglihatan batinku
yang memantulkan cahaya dari air mataku
dan disembunyikan oleh kesadaran cinta
ah.... meneguk rasa kasih sayangku dalam jubahmu
adalah gema jiwa tanpa kata

ketika nyanyian rindu dikumandangkan oleh kesunyian jiwa
mimpi dan bayanganmu melipat lagu rohani yang digubah oleh renungan cinta
getaran nadanya bagai rahasia debur ombak samudra
menyalipku pada gelombang air mata
sebagai perahu yang menyatukan cuaca dalam menangkap cinta

aku berusaha memecah sunyi
menuturkan bisikan sanubari
yang terungkap oleh hati
melagukan kidung suci
sebagaimana cinta memahkotai hati
menyanyikan melodi
meluluhkan diri
mengalir bagaikan kali
mereguk dahaga siang tadi

Batu, 1372018



Saat saya membuat toilet di belakang rumah, romo Daru Maheldaswara menginginkan saya menulis sajak toilet seperti di bawah ini.
SAJAK TOILET

sejak pertama kali membuat toilet itu
aku temukan cerita baru
menggemakan cinta demi anak istrinya

batu bata, pasir dan semen menjadi saksi bisu
bagi kuli yang menggali kehidupan tanpa malu
bau tanah dan peluh menjilati muka dan hatiku
ketika letih pulang ke pangkuan ibu

Sekarputih, 2062019



AKU

aku bunuh aksara ini
saat puisi lelaki menjual birahi dengan berani

2
aku bakar kata-kata itu
ketika lelaki puisi selalu menipu

3
aku tulis puisi ini
karena menyadari akan mati

Sekarputih, 2162019



BULAN


bulan mengangkang di atas kepala
merenda kenangan lama

sepi membaja
rebah di atas kuburan tua

bunga-bunga putih bercahaya menggemakan luka
saat bulan mewedar waktu
jalan berliku memetik kata-kata madu

pada tangan-tangan berdebu
kulihat bulan dan bintang manis
menyapamu

Sekarputih. 2062019



KUTULIS PUISI INI

kutulis puisi ini ketika membaca ambang sore di matamu
dan jarum-jarum hujan yang runcing itu
mencuci rambutmu yang blonde seperti beludru

sedang bunga-bunga dan pohon jambu di halaman itu
berkaca di jendela rumahku

sambil tersenyum menunggu waktu berbuka rindu
hati puisi mengembara mengetuk pintu-pintu cinta paling syahdu

Sekarputih, 1962019



Saat di hutan Pinus Coban Manten yang mampu melahirkan puisi.

DI ANTARA HUTAN PINUS

di hutan pinus, aku memetik kecapi
serasa kabut tipis merindukan wajahmu dalam gigil hati
menanti datangnya pagi

ketika siang bergerak mengitari sepi
rumbai-rumbai kabut menapaki ke segaran bumi

ibarat rona pipimu
hangat mentari sesungguhnya adalah cintaku sebelum matimu
ah...bulir-bulir embun yang merasuk ke dalam tubuhmu
seakan rembang petang yang mengambang merumuskan tekstur daun hatiku

di antara deretan pinus, kuikuti langkah getahmu
aku ingin belajar dan berguru pada gunung tua itu
yang menyimpan magma dan merawat kerinduannya pada ketulusan rindu

Batu, 2012018



Malam yang dingin dan padang bulan melahirkan puisi di bawah ini.
KUSUNTING BULAN DI ATAS KEPALA

kusunting bulan di atas kepala
penuh puisi bercahaya

sepi menjelma urat nadi membaca
ujung jari paling setia merenda malam penuh cinta

tanpa ragu
kesunyian kupeluk syahdu
menjumpai perpisahan memuji rindu

Batu.1362017



TRAGEDI KOLOBENDU


malam tegak di kolam tua
bulan mengangkang di atas kepala
orang-orang ramai bergunjing kematian ibu setengah tua
yang tersadap darah para lelaki bermuka dua

ibu Kolobendu namanya
cantiknya luar biasa
suka hura-hura dan senang menerima panggilan siapa saja
selalu lupa pada suami dan anak-anaknya
uang menjadi rujukan dan tolok ukurnya

lama ia tidak merasa tua
selalu melalang buana ke mana saja ia suka
soal cinta sesaat adalah hal biasa
apalagi dosa seakan tak mengenalnya
semua dianggapnya biasa dan nyata
hidup perlu dibela biar tidak jadi ibu jelata

waktu terus berjalan tanpa mengenal lelah siapa pun jua
Kalobendu terserang penyakit kelamin yang tak ada obatnya
ia baru sadar bahwa kesenangan yang semu harus di bayarnya
dengan penyesalan yang tiada tara

Kalobendu mati di rumah sakit harapan hati
suami dan anak-anaknya kaget sekali
melihat istri sekaligus ibu dari anak-anaknya terbungkus plastik yang tak boleh dibuka lagi
hingga tangis mereka tak terbendung lagi

malam sepi dan dingin sekali
ketika para pelayat bicara sendiri
tanpa menyembunyikan kedalaman hati

Batu, 19112018



Puisi ini kupersembahkan bagi anak istri yang sedang berbuka puasa

DI AMBANG SORE

di ambang sore
bau rica-rica menyapa rindu
bau harum aroma kopi menusuk hidungku
semangkuk kolak pisang bagai kaldu
memberi warna di rasaku

seperti sendok dan garpu
kutangkap birahi di matamu
mengaduk perutku dengan syahdu

ah....di atas meja itu
aroma segala rindu
menghipnotis kasih sayangku

Batu, 1362018



TAK ADA YANG BERBOHONG

tak ada penyair atau penulis mau berbohong tentang sejarah negerinya sendiri
sebab kejadian gestapo di orde lama, pemberontakan permesta, kejadian Tri Sakti sampai kejadian tahun politik 2019 tak bisa dipungkiri
semua itu bukan isapan jempol belaka
fakta dan kenyataan tak bisa menutup mata
segala yang telah terjadi tak bisa dikebiri
sejarah kehidupan telah mencatat dirinya sendiri
tanpa tanda tanya dan tanpa jeda menjadi saksi yang tak bisa dihapus dari mata hati
meski kejadian serupa di orde lama akan terulang lagi
untung Allah melindungi

Sekarputih, 762019




TARIAN DI ATAS PELATARAN SUNGAI BRANTAS

Gemericik sungai Brantas mengalun syahdu
Mengikuti perkusi alam semesta
Pohon-pohon tercengang melihat daun-daun mengolah komposisi jazzy di hati:
suaranya melengking mengikuti melodi anak-anak Ukraina menatap sepi

Tarian-tarian rancak di atas pelataran sungai Brantas menggambarkan suara hati muda-mudi Citayam yang sedang berseru,
dan tak sempat membaca peluru berdesing di perumahan POLRI
Hingga cctv di ruang jiwanya hilang entah kemana

Tarian-tarian rancak itu seperti puisi terlalu dalam menancapkan rasa di sukmaku
Membuatku tak bisa melupakanmu

Ghupit Pendem, 2272022



di kali brantas
seorang gadis cantik
memeras jarik
sambil membaca mantra
meremas hati bunda

tanka

Kumpulan Puisi Genoveva Manuhara - DIA


DIA 2

Dia lelaki berjantung puisi
Darahnya seni detaknya diksi degupnya sepi

Dia lelaki ilham setiap mimpi
Tangguh menghadapi sepi demi sebuah janji

Dia lelaki bercambuk api
Melecut diri menyalakan tungku di sudut hati

Dia lelaki mengajariku merawat luka
Hingga aku kembali berjiwa

Yogya, 20220708
(Genoveva Manuhara)



TAULADAN

Aku berterimakasih pada Tuhan
Karena telah dilahirkan dari rahimmu
Aku mengucap syukur pada Tuhan
Karena telah menjadikan engkau ibuku

Cintamu sederhana
Tulus melayani
Ikhlas mengabdi

Tak perlu kuberkaca pada cermin tetangga
Atau membaca teori dari lipatan pustaka
Semua cinta telah kau gelar begitu sempurna
Cukup kujadikan dirimu teladan seutuhnya

Tapi aku tak mampu jadi anak yang berbakti
Tak bisa jadi istri yang hormat pada suami
Bukan ibu yang bijak bagi anakku

Ternyata tak mudah menjadi sepertimu
Menjadi ibu bijak berhati malaikat

Gk, 20191222
(Genoveva Manuhara)



TERPENJARA RINDU

Maafkanlah aku yang telah jatuh cinta padamu
Please jangan salahkan siapa
Ini murni salahku yang tak bisa menolak pesonamu

Vonis bersalah karena mencintaimu
Dalam persidangan yang tak adil bagiku
Pidana kurungan rindu telah ditetapkan
Kujalani penuh kesetiaan

Gk, 20191229
(Genoveva Manuhara)
*pengacara yang gagal*



AKU

Usai sudah perjalananku
Telah sempurna kubeli luka sampai ujung dunia
Tak guna aku merintih pada lautan
Sebab asinnya air mata tak mampu menggarami hidupku
Tak perlu aku memaki matahari
Sebab panasnya hati tak mampu menerangi jiwaku

Aku ingin seikhlas pantai menunggu ombak datang
Mengerami luka dengan rela
Aku ingin setegar karang
Berteriak menantang badai menerjang

Inilah aku yang sebenarnya
Adalah aku yang sesungguhnya
Dan aku adalah aku
Yang tak pernah mundur dari jalanku

Celosia, 20200104
(Genoveva Manuhara)



SENDIRI

Dalam diam kurangkum gelisah
Kembali ada sendu mengusik kalbu
Menggores nyeri terasa di hati
Bertumpuk sesal mengganjar
Mengalirkan air mata darah

Kurajah kata setia pada kisah hati
Yang kini tersisih dari belantara asmara
Rindu selalu rusuhi
Sendiri menghitung hari

Bandungan, 20200103
(Genoveva Manuhara)



MUNAJAT

Tuhan. Kau ciptakan banyak warna di bumi, merah, putih, hitam, kuning, coklat dengan segala macam perpaduannya.
Ijinkan aku menyentuhnya.

Tuhan. Banyak cara untuk berkiblat padaMu. Begitu banyak keyakinan dan faham yang berbeda.
Namun hanya satu hal yang harus dimengerti secara hakiki yaitu mengasihi.

Tuhan. Kau ciptakan begitu banyak bahasa yang berbeda, hingga manusia kesulitan memahami kata. Manusia sungkan saling bicara kerena enggan menterjemahkan.
Ijinkan aku untuk terjemahkan dan melafalkan agar aku bisa berbicara dengan semua bahasa di dunia.

Tuhan. Kau ciptakan berbagai bangsa. Ada yang merasa lebih berharga hingga menindas yang lainnya dengan alasan tak bermakna.
Ijinkan aku berbaur dengan mereka dan mencintai segala budaya.

Tuhan. Kau ciptakan banyak perbedaan yang nyata dan sebagai penawarnya Kau ciptakan orang-orang terpilih yang tak terpengaruh oleh warna, bangsa, agama. Tanpa lelah menebar cinta.
Ijinkan aku jadi bagiannya.

Gk, 20191231
(Genoveva Manuhara)



NISAN KETIGA


Tak ada yang berubah
Sunyi masih bertahta dengan megah
Kuhadapkan mataku pada dua nisan batu
Menyatu pada satu cinta penuh luka
Tertulis dalam prasasti cinta abadi

Gelombang rindu datang dari sudut jiwa yang hina
Berkejaran tak terkendali
Akan terus begitu
Berkibar dengan rasa berdosa
Setiap tetesan air mata adalah anak tangga menuju duka

Kujatuhkan batinku pada namamu dan namanya
Dalam pelukan rasa yang bercabang
Di atas bayang dosa yang meremukkan jiwa
Sampai batas akhir janjiku
Nisan ketiga tertulis namaku

Gk, 20200107
(Genoveva Manuhara)

Senin, 04 Juli 2022

Kumpulan Puisi Faiqa Eiliyah - DEMI SEBUAH ASA



DEMI SEBUAH ASA

Semerbak angin di musim yang basah
Meneduhkan jiwa gersang yang kian kerontang
Memapah hati agar tak terseret ke dalam lembah duka terdalam
Lalu bangkit berlari demi menciumi manisnya aroma bunga yang merekah di penghujung senja

Karya : Faiqa Eiliyah
Takalar, 04072022



BIMBANG

Sebuah kisah
Tentang mimpi di sela musim
Berlari, jatuh dan bangun
Walau tak pernah sesakit ini

Sebilah belati tertancap di dasar hati
Darah mengucur pada kelopak netra yang basah
Perih lirih terucap
Meski senyum masih mengembang

Haruskah patah di sini?
Saat luka entah mana yang kan dibalut
Tak nampak lebam ataupun goresan
Hanya perih menjadi-jadi

Tak ingin maju setengah langkah
Tapi jalan di depan penuh berduri
Jika mundur adalah mati
Biarlah jejak menghapus bimbang

Takalar, 05072027



MENCUMBU SEMU
(Puisi patidusa cemara)

Malam
Tiada cahaya
Hanya pekat kelam
Sepi dan luka menemani

Rindu
Penuh damba
Menanti sang kekasih
Namun hilang tak berjejak

Haruskah?
Sekali lagi
Lalu sampai kapan
Menipu diri mencumbu semu

Takalar, 05072022



BUAH HATIKU
(Puisi akrostik)

Bagai permata bersinar
Untaian asa kulangitkan
Agar kelak kalian
Hidup bahagia dunia akhirat

Harapan tertuang dalam doa
Andai kelak kalian dewasa
Tetaplah Istiqomah di jalan Allah
Ibadah jadikan prioritas
Kuatkan iman lemahkan nafsu
Untuk bahagia yang hakiki

Takalar, 05072022



KATAKAN PADA SANG MALAM
(Puisi campuran, patidusa Cemara dan tangga)

Katakan pada sang malam
Aku sungguh takut
Pada gelapnya
Sepi

Namun
Diri terpesona
Pada kerlap bintang
Pada teduh cahaya bulan

Katakan pada sang malam
Aku sungguh benci
Ketika menggigil
Kedinginan

Namun
Pada damainya
Aku terlelap nyenyak
Berkelana di alam mimpi

Takalar, 05072022



SEKAPUR SIRIH TENTANG AKU DAN RPS

Beberapa tahun silam, entah kapan tepatnya dan bagaimana awalnya? Aku berteman dengan salah satu mastah di sini siapa lagi kalau bukan senior kita Drs. Mustahari Sembiring.
Saya ingat betul bagaimana saat itu Beliau menempa semangat saya untuk belajar literasi meskipun saya selalu bilang kalau saya ini fakir ilmu. Lalu Beliau mengajak bergabung ke grup ini, awalnya cuma berani ngintip doang. Perlahan mulai berani berkarya meski tetap receh dan masih sangat jauh dari layak.
Setidaknya karena grup ini akhirnya saya bisa terjun ke dunia literasi, sudah menghasilkan beberapa ratus ribu dari novel pertama saya, dan sudah memiliki beberapa antologi puisi dan cerpen juga.

Makasih RPS.

Minggu, 03 Juli 2022

Kumpulan Puisi Mohammad As'adi - DALAM HENING



DALAM HENING

Aku hanyut
Tenggelam
Merindukan Nya
Dalam tasbih
tahmid dan takbir

***

Hening menyebar keseluruh kehampaan hati
seperti ketika cinta bersemi
menebarkan perihnya rindu
pada luka kehidupan sunyi
-Kupilih jalan ini untuk menepi
Melarung lelahku sebelum tumbang

***

Aku hening dalam lenyap
Lenyap dalam hening
Hanya aku dan kau
Seperti ombak dan buih

Dalam hening ombak berdebur
-ah seperti ini rinduku pada MU-
Dalam hening angin dan embun
Membawa serta risik daun

Karya : Mohammad As'adi
Temanggung 13062022



DAUN YANG GUGUR

Berhadap hadapan dengan kabut
senja nglangut
Gerimis lembut dan setangkai mawar
tengah berbincang pahitnya perpisahan
-musim segera berganti-katamu
Tapi sepi tak pernah beranjak pergi
berlayar selalu di atas pergerakan musim-

:kalau kau mendengar
dedaunan jatuh di atas makammu
itulah rinduku
:selalu gugur
dan bersemi
sepanjang musim

Temanggung 09072022




WIRID


Semua terpisah dalam ketidaksadaran
Terbuang sunyi dalam sunyi
Api menyala dalam keberanian
Sendiri menantang gelap dan gigilnya malam
Aku meyusuri karena pedihnya cinta
Setelah Kau tuangkan anggur kerinduan
Ke dadaku yang kelam

Mabok !aku mabok
Sunyi tapi tak pernah sendiri
Meneteskan air mata bahagia selalu
Meski terluka tapi tiada luka
Dingin tanpa gigil
Memeluk semesta cinta
Aku katakan pada Mu
:Hak Mu !

Kepayang dalam mabok
Dekil cintaku remuk
Kau beri aku langit
Kau beri aku bumi
Kau beri aku waktu
Kau beri pedih karena rindu
Luka tanpa sakit
Dan Kau beri aku sepi
-ya hayyu ya qayyum-
Aku katakan pada Mu
:Hak Mu !

Temanggung 19072022

MOHAMMAD
AS'ADI


Kumpulan Puisi Lasman Simanjuntak – BILA SUNYIKU IKUT TERLUKA


Puisi
Pulo Lasman Simanjuntak
BILA SUNYIKU IKUT TERLUKA

-persembahan buat eyls-

hari itu hatiku giat mencari cuaca
bertemu saudagar muda
murtad terjebak pada tumpukan minyak pelumas
deru mesin perang yang juga bertabrakan
di pertigaan jalan menuju gunung-gunung kematian

sunyiku terus berlari cepat
secepat pesawat terbang yang mau mendarat di sebuah lapangan hijau berlumut, tumbuh liar
amat pedas dan perih

setelah bertegur sapa sambil membawa seperangkat anjungan tunai
otakku dibanting ke jalan beraspal
yang dihajar begitu keras
sampai pecahan kaca berhamburan
jadi tontonan orang-orang
yang melihat sunyiku terus mengeluarkan darah segar

dari jarak dekat
seorang gadis perawan menawarkan racun tumbuhan
untuk disantap bersama tiga jiwa yang merana karena kelaparan akut

sementara sunyiku masih ketakutan
saat bersembahyang di bukit tengkorak
untuk diketahui anakku yang tunggal
masih gemar berciuman dengan pelabuhan di ujung-ujung pulau terluar

Pamulang, Kamis 30 Juni 2022




Puisi
Pulo Lasman Simanjuntak
KOTAK KARDUS


memburu rindu malam amat jalang
perempuan wangi tak perawan
menggagahi rembulan liar
sosok tubuh kurus
cemas berlumur darah segar

dalam bumi yang lain
kaki dan tanganku yang bergairah liar
berenang lagi bersama kawan sebangku
di atas hamparan tikar basah dan dingin
tak punya rongga-ronga suara

Jakarta, 10 Juli 2022




Puisi
Pulo Lasman Simanjuntak

AIR TANAH

sekian abad aku terus mencari
akar-akar hujan di tubuhmu
yang jadi rajin bersetubuh
dengan padang pasir

sebab tak ada lagi kulihat
mengalir sisa-sisa sari makanan sehat
yang berubah rupa jadi tulang belulang

sampai puncaknya pada hari perhentian
ditimba dari sumur dalam mencemaskan
takut pertengkaran dengan saudaraku
merantau dari negeri seberang
selalu dengan amarah berkepanjangan

berulangkali sudah kudendangkan
nyanyian persungutan kehausan
lalu kularikan lagi dirinya
sampai di tepi kuburan
ritual orang-orang kesepian dan terasing

Pamulang, Rabu, 13 Juli 2022




Puisi

Pulo Lasman Simanjuntak
TRAUMATIK

stasiun radio kuusung
dari belakang punggung
unjuk gigi hewan-hewan melata

matahari mengepulkan asap hitam
bencana berantai
tidurku meninju bulan
yang berdarah

membuntingi pohon tunggal
perawan bertekuk lutut
perut ditikam belati
kehilangan air mani

kabar celaka
membuatku makin menarik minat
membenturkan geger otak
ke dalam kulkas

kebaktian sudah genap
bapak menggali kuburan riuh
saudaraku menjala pertempuran
badai gurun
jasad beradat penuh
terbaring angkuh
di atas papan catur

berkembangbiaklah bumi yang labil
turut berenang di dalam lautan tak bertepi
ataukah menelan bunga-bunga karang

tanyaku waktu itu
mengapa dewa-dewa rajin mabuk
menjaga pintu kematian
sekian waktu dikhianati
jadi suatu dongeng
huruf-huruf lumpuh di lembaran koran
aku kecurian tanah-tanah pijak
sepuluh tahun kubangun
jadi tugu hijau dihatimu
mencair
untuk penyair atau penginjil

Bekasi, Juli 1997



BANDARA INTERNASIONAL CHANGI


lihatlah toko-toko siang ini
sudah berdandan
mau tunggu apa lagi
mahluk dungu ?
jasad makin usang
sepanjang landasan
permadani batu
tak beri salam tuli
kumpulan kaki-kaki
yang payah dari Jakarta
membawa kado untuk pewarta

percakapan riuh
kulipat rapi dalam kopor biru
menyedot sepi kian berlemak
sampai dari jarak begitu dekat
supir airbus menggosok-gosok jantung

pesawat belum menembus
lapisan kaca berlapis-lapis baja
oi, ada bau lonte
kuku-kuku birahi

di sini tanpa beban
sebuah benua aneh
dirobek-robek
tanpa beban
dalam bahasa tarzan

Singapura, Desember 1996



DARI SINI

ketika tiba kudaku dicambuk bulu-bulu
beranda stasiun yang lugu
makin mengeras bumimu berlapis-lapis

pacu! ayo! pacukan kudaku
sarat racun tumbuhan
menuju gurun perang
sampai terkencing
mata uang logam

logikaku terus berlari,berlari
mendaki matahari
di kaki mall yang terbakar
faktur-faktur gemerlap

perjalanan kilas balik sudah basi
giliran lewat siapa harus berkemas
dari atas tenda pencuri kembang-kembang gula
ataukah menggilas rakus
roda-roda aspal

tercatat biodata dengan air tinta merah
aku melirik
tangannya adalah ratusan mercon
siap meledak
dalam saku celana

Johor Baharu, Malaysia, Desember 1996



SAJAK PERJALANAN EPISODE PERTAMA

badai mengamuk
dari mulut sungai
tak tercatat dalam kitab

wajahmu membatu
batasi bibir laut
aku sendiri bahasa bisu
suara protes
seperti angin berlalu

membujuk ke kancah perang
tak bermimpi permukiman-permukiman kumuh
serangga liar yang lapar
dan orang-orang sudah ditidurkan
di sebuah negeri gaib

pada zaman abad terbalik
masihkah penyair berpolitik,tanya Mr.Asart.
sesal dibanting di trotoar jalan
perkawinan retak
terbentur dinding kapal

Singapura, Desember 1996



PERTEMUAN II


siapa mau bersajak
tiang-tiang beton salah dihapalkan
penyanyi beriman, itu pikiran pertama
menyergap percakapan di pintu rumah

satu abad kemudian
sepotong ginjal tak bernilai jual
potret semua perkawinan retak
setia bersetubuh dengan birahi angin

Jakarta, Juli 1997



PERTEMUAN IV

mari kita membangun
kapal besar di atas gunung batu
suatu pertemuan ribuan jam terbang

sibuk mencuri buah jarum
dari dalam perut laut

kemarin disodorkan
daging haram adat penuh
sekarang kesetiaan darah anggur
harus dipikul rata

Jakarta, Juli 1997



Puisi
Pulo Lasman Simanjuntak

KEREMANGAN ANCOL SUATU MALAM

sangatlah disayangkan
engkau yang rajin tidur tidak perawan
seperti memacu sekawanan kuda garang
dalam kegilaan laut malam

membungai tiap usiamu disegala zaman
petualangan dalam kemah
lebih berarti
dari sedu sedan

padahal jauh di punggung bukit sana
ada suara-suara riuh memanggilmu
seperti suara paranabi, keramaian pasar lelang, lalu lalang orang di pematang sawah
kemudian membentuk sebuah koor
bukan dari lonceng rumah ibadah

padahal mulut-mulut mereka ingin bercerita
kepada engkau yang menggumuli hidup kelewat dalam

engkau yang memamerkan cinta palsu
di bawah matahari pudar
engkau yang merayu otot-otot lelaki
dengan lembaran rupiah
napsu birahi logam
lalu menyembunyikan diantara tenda-tenda
telanjang dan pencakar langit ibukota

lama engkau catat pesan liar itu di payudara
hingga dalam ingatan
seribu mimpi mengurungmu
yang terengah-engah
ketakutan menyebut nama Tuhan
berusaha menyodorkan dosa-dosamu
dari pintu ke pintu
sisanya ialah tangisan biru
dan perhitungan berkepanjangan

Jakarta-Pamulang, 080-022



Sajak
Pulo Lasman Simanjuntak

IBUNDA

1//
minggu siang tak secerah yang lalu
hari itu ada musibah
letih tubuh
menangis sukma
bunda pergi
untuk selama-lamanya
sakit dan penderitaan

2//
dengarlah suara lirih sajak ini
dimuntahkan dari isi hati
meskipun jasadmu dalam liang kubur
rohmu pasti mendengar
terjahit dalan batin terluka

3//
engkau meninggalkan kami
kenangan dan nirmala
pesan sorga pasti tempatmu
kebaikanmu jadi pahala
siap membuka pintu-pintu langit biru

4//
ketika mulutmu sudah lumpuh
tak bisa bicara
ketika perutmu tak bisa mengunyah manna
aku seolah-olah merasakan penyakit kutuk
sehingga airmata ini terus mengalir
ke tong sampah rumah sakit beracun

5//
kupandang lagi tubuhnya yang makin mengecil
mau bersatu mesra dengan malaikat maut
aku tak bisa berbuat apa-apa
selain terus menulis sajak ini
tentang doa yang sekarat
sepi yang makin kurus
nyawa yang tak terurus

6//
pada akhirnya ibunda menutup mata
giginya tinggal tulang belulang
bumi pun berhenti berputar
dari sebelah tangan kanan
penyair yang nyaris kelaparan

Pamulang, Kamis 19 Mei 2022



Puisi
Pulo Lasman Simanjuntak

PERJALANAN –II

duka siapa mau menyerang
di rimba kamarmu selalu liar
hanya singgahkah ?

kalau suasana sudah bosan menyapamu
dan rasa sepi kembali menyergap
disaat risau tak sabar lepas
diam, diamlah hatiku semakin manis

semoga kecupan-Nya
membuat aku lebih kerasan
di sini saja

Jakarta, Juni 1978

#HariPuisiIndonesia # 100tahunchairilanwar

Dalam rangka menyambut Hari Puisi Indonesia (HPI) ke-10 sekaligus memperingati 100 tahun Pujangga Besar Chairil Anwar pada Selasa , 26 Juli 2022.
Dan, untuk ikut merayakannya dengan sukacita.
Saya (Penyair Pulo Lasman Simanjuntak) akan mempublish kembali karya puisi yang pertama kali saya tulis ketika masih duduk di bangku SMA Neg.35 ( Jakarta) kelas I.
Puisi berjudul “PERJALANAN -II” ini telah dimuat di Majalah KELUARGA (Group Harian Umum Merdeka-BM Diah) pada bln Juni tahun 1978 lalu.
Salam Puisi Indonesia,
"Dirgahayu Penyair di Seluruh Indonesia"
Pamulang, Senin , 25 Juli 2022
PULO LASMAN
SIMANJUNTAK

Kumpulan Puisi Ariani – HAYAL


HAYAL

Jika halal ku sentuh..
Kan ku rangkai indah senyummu itu..
Ku padukan dengan tajam tatapmu..
Kan ku Bingkai rapi di dasar hati..

Jika mampu ku berbisik..
Maafkan aku..
Keheninganku Ini..
Menciptakan kau kedalam angan..
Mewarnai kanvas jiwaku dalam keindahan..
Damai dalam Hayalan..

Tanjung Balai
01 Juli 2022
04.04 Wib



KANDA


Sisa sisa kemesraan yang dulu bergelora..
Kini mengalir dalam celoteh tinta.,
Melukis kan kerinduan,.
Mekar.,
Gugur..
Kering tak terjaga.,

Aku terhanyut dalam indah mu..
Aku bermimpi dalam jaga ku..
Sementara.,
Padang mu tlah berbunga.,
Ranting mu tlah berduri..

Tapi..
Madu masih bersemayam rapi..
Candu mu tlah mengalir dalam nadi...

Kandaa..
Biarkan ku mati..
Dalam bingkai kasih..
Yang merajai..

Karya : Ariani
Juni2022
Indonesia



MAWAR MU

Jika nanti kau kembali..
Kau akan mengerti waktu ini begitu menyiksa..
Jika nanti kau kembali..
Kau akan tau Aku masih Mawar mu..

Tak usah lagi bertanya pada siapa..
Kan ku tata ruangan hati ini untuk mu..
Dan Tak perlu lagi bertanya pada malam..
Tidur dan bermimpilah dalam penantian..

Asa mu juga Asa ku..
Seperti Purnama disana..
Berbinar di keheningan malam..

Kan ku Runtuhkan waktu..
Runtuhkan lah ruang pemisah dengan kesabaran..
Kembalilah dan aku masih Mawarmu..

Karya : Ariani
#WD




SATRIA MALAMKU

Saat embun merayu rayu..
Kau merangkul dalam canda mu..
Membiak malam penuh cumbu..
Satria Malam Ku..

Kini pagi ku tlah tiba..
Ku tatap rona pada langitnya..
Perlahan semakin tajam silau nya..
Pandangan pun meradang..
Ku merindu Kegelapan..
Satria Malam Ku..

Ku beranjak dan berlari..
Menutup tirai dari mentari..
Bersembunyi..
Bernyanyi..
Menari..
Dengan mata terpejam ku mencari..
Dimana kita tenggelam..
Dalam lautan kasih..
Satria Malam Ku..

Akan kah..
Satria Malam Ku..
Mampu menantang Mentari..
Melebur bersama Menyatukan Sinar Cinta..
Yang tak kan pernah ada..
Di malam mereka..
Di pagi mereka..
Hingga Mati..

14 Mei 2014 / 08.45 Wib
~ Mj .Rani (Ariani)
Tanjungbalai, Sumatera Utara



MALAM

Malam..
Sehari bagai sewindu..
Aroma asmara ..
Melekat kalbu..
Ku merindu..

Tau kah kau kasih ku..
Gelora ku slalu ada..
Rasa ku ini begitu nyata..
Keindahan mu..
Menepis lara di dada..
Ku bahagia..

Jangan..
Jangan biar kan..
Manja ku Sirna..
Lenyap dalam hening mu..
Tersisih karna dusta mu..

Biarkan..
Biarkan ku menata..
Ruang hati yg tak bisa ku ingkari..
Dinding jiwa yg tlah terlukis rapi..
Oleh Senyum mu..
Tatap mu..
Kecupan mu..

Oleh : Mj Rani (Ariani)



RIMBA HATI MU

Ketika ku berjalan meniti temaram..
Rona jingga mengingat kan ku padamu..
Dikala ku menanti menyambut malam..
Senyum ku berkilau mengenang mu..

Saat itu..
Saat mendebarkan di balik awan..
Saat itu kau biarkan ku meliar..
Kau biarkan ku mendesah di balik belukar..
Bak penghuni tua di rimba raya..
Di Rimba Hati Mu..

Tolong lah..
Kini ku tak lagi bersuara..
Merintih juga tiada daya..
Ku membisu sendiri..
Dalam gelap nya Rimba..

Biarkan..
Biar kumerajai sesat ini..
Ku mendesah mengaum juga merintih.,
Biarkan lah..

Kembalikan..
Tatapan tajam sang Burung Hantu..
Erangan manis Macan liar ku..
Agar ku terbiasa melawan takut ku..
Ketika ku tersesat.,
Di Rimba Hati Mu..

Oleh : Mj. Rani (Ariani)
Tanjungbalai,Sumatera Utara



MUSIM

~Meski musim belum berganti..
Hujan masih lah riang..
Tangisan langit begitu merdu..
Seriang mawar di taman..
Semerdu senandung lirih mu..

~Aku kan tetap menunggu..
Sampai mawar gugur ke bumi..
Bertunas..
Menguntum..
Dan mekar lagi..

Oleh : MJ. RANI (ARIANI)
Tanjungbalai, Sumatera Utara



KANDA

Kandaa..
Sisa sisa kemesraan yang dulu bergelora..
Kini mengalir dalam celoteh tinta.,
Melukis kan kerinduan,.
Mekar.,
Gugur..
Kering tak terjaga.,

Aku terhanyut dalam indah mu..
Aku bermimpi dalam jaga ku..

Sementara.,
Padang mu tlah berbunga.,
Ranting mu tlah berduri..

Tapi..
Madu itu tak mau pergi,.
Candu mu tlah mengalir dalam nadi...

Kandaa..
Biarkan ku mati..
Dalam bingkai kasih..
Yang merajai..

Oleh : Mj Rani (Ariani)
Tanjungbalai, Sumatera Utara

ARIANI

Kumpulan Puisi Isyak Ranga - JENTIK RANTING KERING



JENTIK RANTING KERING

Terpijak
denyut
lepas
buncah
rebah

Gentar
tersobek
angkuh
tertampar
bisu terpaku

Bedebah
seru tersita
denominasi birahi
advis kurawa
janin api terahimi

Uh..
delusi
anjang angan
sayat mendung
nyalang mengulum sepi
Langit
debur
tersepah
remah
basi


Ah
kau itu kami
kita sefaham
mati pasti
bertaji

Sudahlah
daki
daku
dalu
lalu..

Jkt.22*IsRa*



TITIAN RAPOEH KISAH OESANG

Waktoe jang getas itoe telah menggetarkan njali koe poean,
di sebaris waktoe kosong jang sempat tertjetjer pada diary detak djantoeng kita

Hingga mata pena hati kita saling
bertaoet merangkai ode rama rama mentjumboe kelopak poespa dengan tinta biroe dari bedjana taboe jang djalang

Hanja sadja kepekatan sepi telah
menoetoep sinaran soeloeh matahati , membiaskan sinarnja, hingga kerantjoean itoe terlandjoer kita sandjoeng sebagai anoegerah

Dan djedjak achir itoe poen laksana
badai mengoyak beboekitan tandoes
Mendobrak lantak benteng djandji
mengoekir kisah matahari dan remboelan bertaoet nadi

Laksana kerioehan pekik tjamar
mendjoelang ombak,
sehakekat gemoeroehnja tanja mengapa itoe menoentoet djawab

Mengapa bait achir berangkoem senjoem itu tak dapat teroekir disana, di sebaris kosong waktoe jang pernah tertjetjer dipelataran radjah takdir kaoe dan akoe poean..

Ah
hingga letih mendjoelang sendja
keboentoean jawab itoe merahim
penat

( dan gerimis poen menghapoes bait bait djandji diatas partitoer pasir kering lembar hati kita )

Djkt 22*IsRa*



DI DETAK HATI BERPUISI


Tentang mu,
selaksa sapa kerling genit malam
terpuisi di baris hela hayal
narasikan rama rama penyanjung puspa

Gemanya manja terkawal kabut beku
di atas pucuk rerumputan
menadah hangatnya bara binalmu
dalam harap detak rindu yang berbirama separuh ketuk lelap

Lalu mencair jadikan embun
stepa benak telanjang pun terpuasi
dalam jubah pucuk hijau muda
tunas jabah segala sujud

Tak sia sukma berlelah pinta
di hening panjang
yang berduri

Ah,
semoga
tanpa tanya lagi
bila esok terjelang
dan keluh kan malu terajang
di jemari janji tergenggam

Jkt.22*IsRa*



BAYANG DIRI DI DERU MALAM GETAS


Hingga pada akhirnya hanya asap
segala peluh itu digetasnya reranting waktu
lalu gerimis menjadi puisi lembab di atas bebukitan hati

Keterasingan menjadi ayat beku dipuncak hening dan jejak kenang menjadi seremoni penutup kisah usang dibaitnya
keriuhan merepih tertusuk duri

Terbujur beku
arsiran matahari renta
terbungkus rekat pejam abadi
sekerat hela terburai lalu

Lihatlah,
kelak suluh nyali
hanyalah selembar kepapahan
ketika bejana daki kan bersaksi

Jkt.22*IsRa*



DI BAWAH SELUBUNG MATAHARI

apa mengapa
sebuah tanya
di nadi yang melabirin
merotasi tak jemu
kemarin atau hari ini
ribuan catatan nadi
berlumpatan tersangrai bara birahi
lalu tenggelam ke samudera senyap
mengharu birukan tangis
sebagai bait akhirnya
membungkam mulut hari
dengan keping angin senja yang kering

lalu di mana akhir keletihan kan merebah
bila malam hanyalah pelengkap akhir
dari jejak musafir linglung menapak
bukankah esok nyali kembali bertaruh peluh
melembabkan lambung matahari?
lihatlah di alur itu kebuntuan tanya
selalu saja membentur dinding asap
dan gaungnya kembali menampar rungu diri

kutipan senyum hanyalah kefatamorganaan
pada pentas topeng kepatutan berpupur debu
ditiap terminya selalu ada pelukan sinis
bak perindu berwajah sayu, lalu membelai lembut laksana bunda bersanggul madu
ah kebodohan nalar terlelap sadar
dalam dekap candu berhulu pilu

aduhai terkunci tanya berabad renta
guratan apa dan mengapa pada laci langit
segara pekatnya mengalir deras menelusuri setiap jengkal ruang ruang benak yang berlumut erang dan buihnya tuba kemuakan
wahai jiwa jiwa manja putra dari rahim kebingungan, apa lagi yang dapat kau peras
dari reranting ego mimpi di kebun bercadas
bila akhir dari tanya itu hanya terbuka dalam pusara akhir kisah desah memenggal salam

Jkt.22*IsRa*



DINDING KOTA DI ATAS CERMIN DIRI

Dalam perjalanan pulang
selalu saja harus kulewati tembok tembok kokoh yang menjulang angkuh
padahal acapkali ketakjuban melahirkan kekerdilan rasa ketika melintasinya
namun selalu saja terasa sama
keafatisanannya sebeku musim penghujan

Entah sudah berapa ribu kali jejak ku tercecer
hanya menjadi catatan bisu yang tak bermakna
atau mungkin juga telah menjadi sebuah kitab rutinitas yang menjenuhkan,bertuliskan ayat ayat butiran debu menjadi pelengkap kisah tergadainya butiran peluh yang jatuh dengan beberapa lembar upah yang mungkin setara dengan sebotol parfum kaum selebritis ibu kota hanya untuk memanjakan cacing cacing rakus di lambung busung dan sisanya untuk membayar sewa sebuah griya kecil dengan lampin tipis penjaring mimpi yang seadanya..hahaha

Tapi aku tak perduli semua keangkuhannya itu
bahkan seakan tembok tembok kokoh itu telah menjadi sobat karibku ditengah keriuhan ambisi dan mimpi dari para petarung buas di rimbunnya belantara kota yang saling mempercantik diri dengan gaya super glamour
memikat dan menjerat dengan kesundalan janji berlidah belah

Aku melihat keping keping keburaman rasa dari para pengais remahan rejeki yang terduduk lesu di pinggiran tembok tembok kokoh itu , bagaikan dedaunan kering yang
berguguran diatas aspal hitam
di paksa mengunyah kepasrahan
seakan mengantri tergerus deru jaman
raungan dari hati yang terkupas waktu
hanyalah ornamen rapuh yang mungkin searah dengan kalimat " ya sudahlah itu sudah menjadi takdir dirajah jemari kita !"

Rembulan di atas tembok tembok angkuh itu
menatap separuh enggan dari balik awan
antara aku jejak dan bayang bayang diri
di gempita lanturnan musik garang penimang birahi malam dan seakan berkata nyinyir pada nyaliku yang hampir tersengal,

" Sudah usah kau menyemai geram dalam kefakiran, karena realita itu telah terpampang
setua jaman..pulanglah karena esok jalan dan tembok angkuh ini masih menunggu kau menampi mimpi walau hanya sebatas angan..

Jkt.22*IsRa*

Kumpulan Puisi Merawati May - KESENDIRIAN


 
Merawati May
ROMANSA CINTA


jangan kau datan
karena kelam pada malam
menyelimuti mata hati pada kegelapan malam
biarkan saja tatapku telanjang ; agar rinduku
tak terhalang, Kekasih
o angin,
singkirkan mendung
agar rembulan lepas kupandang
dan hujan, jangan kau percikkan air cintaku
agar hatiku tak tersaput mendung

maka, biarkan sajak-sajak
meraih diksi, agar syair pujangga mencatat arti cinta
pada bait kalimat yang mengitari hatiku

maka pada dendang cinta ini, kunyanyikan tembang asmara, yang mengalunkan lagu asmaradahana
untuk menghabiskan malam
dalam nada-nada romansa cinta

Bandara Sukarno Hatta, 1 Juli 2022



SEPI
Merawati May


Tak ada sketsa
Hanya air mata

Tubuh terbelah
Tak terkenali wajah
Dalam gelap memahat luka

Hancur
Lebur dengan tanah

Di luar sana
Mereka asik bercengkrama
Tawa
Menyayat sukma
Merobek karpet merah

Sedang aku
Hanya punya sepi
Sendiri
Menepi dipinang sepi

Bengkulu, 2022



KESENDIRIAN
Merawati May


Aku adalah kesendirian
Di dalam bait bait yang telah patah
Kerinduan adalah lagu keharaman
Karena sang purnama telah meredupkan sayapnya

Akan kubawa hati menepaki jejak jejak sunyi,
Dalam kekalahan
Dalam kekalutan
Kisah yang berharap indah
Tengelam dalam surutnya kenyataan

Riau, 2022



TENTANG RINDU
Merawati May


Pagi telah pergi
Matahari tak bersinar lagi
Entah sampai kapan mengingat dirimu
Kuhanya diam...
Mengengam, menahan semua kerinduan
Memanggil namamu di setiap malam
Ingin engkau datang dan hadir
Di mimpiku, duhai rindu
Dan waktu kan menjawab
Pertemuanku dengan dirimu
Hingga sampai kini
Aku masih ada disini.

" Dan bayanganmu akan selalu bersandar di hatiku.
Janjiku pasti kan pulang bersamamu "

Riau, 2022



RAHASIA DI BALIK CERITA SILAM

Tersirat makna di atas lembar kanvas silam
Debur ombak menghantam kerasnya hamparan batu karang
Kugoreskan syair aksara nan kelam
Pada ratapan diri dalam riuk lirih yang terdalam

Asa menimpa dalam bahasa hati
Terkurung di jiwa pada adab tradisi yang tiada henti
Ingin aku menembus lorong-lorong sejati
Pada kuasanya aku hanya termenung dalam diam

kusapu kesejukan angin menerpa
Tertatap di netra hanya lalu lalang titik cahaya
Harapku indah penantian singgah
Kabut putih masih mendekap sepenuh jiwa raga

Berlinang air mata mengetuk pintu di kejayaan
Kunci-kunci setia masih membungkam di pertapaan singgasana
Pada sehujud sandi kebesaran di setiap penjuru yang ada
Nyatanya cahaya kisah hanyalah lambaian senyum ceria

Masih tersekat di sudut yang telah ternoktah
Pada perisai semboyan diri memenjarakan luhur budi yang tersisa
Akan sejarah waktu yang membuka segudang cerita
Kisah dilema jadikan kekuatan abadi dari setiap sisi sudut pandang.

Bercermin dari pahit getirnya perjalanan masa ke masa
Pada langkah tapak kesucian akan sehujud petunjuk jalan nan cerah
kupandangi pada setiap titik penghambaan
Menanti secercah cahaya suci dalam setiap sisi penjuru jalan

Pada tabir yang tertera
di balik rahasia masih tersibak rahasia
Akan kejernihan kilau cahaya anugerah
Padamu berikan kekuatan sejati dari rapuhnya di jiwa raga ibu.

Bengkulu, 21 Oktober 2021



TOPENG NEGERI ILUSI

Kembali mendewakan raga
Dengan sentuhan ilusi bergaris khayal abadi
Tatapan bertukar silang
Melempar nalar kumuh dalam tandusnya pandang

Sekumpulan bayang berbondong
Mengutarakan tawa paling benar
Menjiwai serakah yang melangitkan kasta
Menenun kabut hingga menenggelamkan mega
Pada bincang serapah

Putih tertunduk layu
Terinjak bualan kosong
Lahap butiran nurani
Hingga bersulang angkuh
Menjadikan congkak pada barisan bait-bait puisi

Inikah topeng negeri ilusi
Yang mana enggan memportal aral
Seni menjadi rupa para pesolek nista memperdaya ruh serakah akan tahta

Dan para pejalan yang singgah
Di antara dermaga maya
Angkuh melenggang anggun
Dewa dewi bergentayangan
Bermelek lincah laksana para penghuni surga
Yang lengser dari negeri kayangan
Dan perlahan sesak di mabuk zaman

Apa benar ini hanya sebatas khayal?
Atau hanya gurau kosong
Yang mengatas namakan sepi
Dengan pembodohan sebagai jembatan penghubung riba

Bengkulu, 21 Oktober 2021



DERMAGA HATI

Mungkinkah semua hilang
Cintaku yang tak bertuan
Dalam asaku berdoa
Kau mahligai cintaku

Mungkinkah kisahku ini
Berakhir penuh bahagia
Bila cintaku didusta
Hilang asa tanpa rasa

Di mana kau kini?
Dirimu oh kasih
Lelah hatiku terukir
Indah dalam majas hati
Cinta
Hanya sebatas nestapa

Letih naluriku berkata
Karena aku hanyalah wanita biasa
Kadang tegar, kadang juga rapuh
Seperti karang di laut lepas.



DERMAGA HATING
Merawati May


Apo mungkin segalo hilang
Cinto ambo idak ba lanang
Dalam hating ambo ba doa
Amban mahligai cinto ambo

Apo mungkin kisah ambo iko
Selesai dengan senang
Apo laing cinto ambo aban bohong
Hilang perasaan idak ado raso

Dimano aban kining?
Oh, aban kekasih ambo
Litak hating ambo nguki
Elok dalam kato hating
Hanyo sebatas nestapa

Litak badan ambo ngecek
Kareno ambo cuma tino biaso
Kadang kuek, kadang lemah
Macam karang di laut lepeh.

Bengkulu, 21 Oktober 2021



CATATAN :

Terkadang pertemuan itu membuat kita semakin dewasa belajar dari lingkungan yang ada.

Aku belajar banyak hal dari beliau yang selalu aku panggil dengan istilah abang Adri Darmadji Woko, beliau di mataku seorang guru yang bijak dan penuh dedikasi dalam berbagi ilmu, baik itu dalam dunia sastra maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Tak terasa alamanak berjalan sesuai dengan putaran waktunya, hari ini usia abangku bertambah satu tahun lagi.

Tak ada yang bisa may ucapkan untuk abang selain doa yang tulus.

" selamat mengenang hari lahir ke 71 tahun buat abang, semoga abang makin sukses dan sehat selalu"

#LoveMay



Merawati May
PERGI, PERGILAH DARIKU

*SENGAJA* kutulis surat ini, untukmu. Meski banyak hal yang tak terungkap namun dengan segala kekurangan harus kusampaikan kepadamu.

Dari catatan sejarah kebersamaan kita yang lebih dari dua tahun, aku lebih banyak menahan sabar. Mencoba untuk tidak melukai hatimu. Sebab sebagai wanita, aku berusaha keras untuk lebih menghargai perpaduan cinta kita.

Namun sejauh apa aku mencoba bertahan, ternyata luka hatiku semakin berdarah. Bahkan dengan jeritan hati yang dalam, aku semakin terbakar kepedihan.
Ah, betapa pedih dan sedihnya aku.

Namun lewat sehelai surat ini untukmu, aku mencoba menuturkan berbagai hal yang menggores luka di hatiku. Ini harus kusampaikan, meski aku sadari hubungan cinta kita akan berakhir saat ini juga.

Aku sadar, usiamu jauh berada di atas lapisan usiaku. Perbedaan itulah yang membuat aku harus menghormatimu sebagai kakak, ayah, atau orang yang dituakan.

Namun sejauh aku menerapkan etika kepadamu, kau menganggap semua itu tak ada artinya. Sekian tahun aku bertahan dari kepahitan rasa, hingga menyiksa perasaanku secara berkepanjangan.

Dalam suatu acara pembahasan sastra puisi di satu daerah di Jawa Tengah, beberapa teman penyair dan juga dirimu hadir memenuhi undangan itu.

Tapi sedikit pun tak ada kebahagiaan di hatiku ketika aku mengetahui bahwa kau juga ikut menyemarakkan acara pembahasan sastra tersebut.

Namun seperti yang sudah kukatakan sebelunya, aku masih tetap berusaha untuk menghargaimu. Namun betapa kaget aku, ternyata kau mengacuhkanku. Seolah aku merasa seperti sehelai kertas yang kau sobek dan dibuang begitu saja di jalan pedesaan di kawasan itu.

Betapa sakitnya hatiku. Namun sebagai seorang wanita yang patuh kepada etika pergaulan sosial, rasa sakit hati itu aku pendam sedalam-dalamnya di hatiku.

Padahal hatiku sudah cenderung luka dan memancarkan darah yang begitu parah. Dari tatanan yang menyakitkan inilah aku mulai marah.

Aku mulai bersikap ketus dengan memperlihatkan rona wajah yang tak bersahabat.

Apakah sebagai orang terdekatnya aku harus terus mengalah? Tidak. Itu tak harus aku lakukan. Jika tetap terus mengalah, harga diriku akan semakin terpuruk.

Aku akan bangkit dan memperlihatkan sikap yang antipati kepadanya," ujar hatiku dengan suhu kemarahan yang makin meningkat.

Perlu aku jelaskan, sudah sekian lama akan menahan emosi dengan sikapmu yang kunilai tidak dewasa.

Tentu saja, dengan selalu bertahan dan mengungkap nilai-nilai penghargaan bagimu yang sudah kuanggap sebagai kerabat sendiri itu, terasa begitu berat.

Sebab aku selalu menyisihkan hal-hal tabu yang seharusnya tak boleh kulakukan. Tapi karena aku sudah menganggapmu sebagai kakak (kangmas), maka ketika kau memelukku, perasaan risih itu aku tepis jauh-jauh.

Sayangnya, kau tak memahami keikhlasan hatiku untuk melakukan sikap bijak, ketika aku harus mengikuti acara sastra sebagai duniaku.

Ini yang sangat "menampar" perasaanku sebagai wanita yang memiliki suami dan dua anak. Apakah masih kurang baik sikapku kepadamu?

Pertanyaan ini seperti berteriak di ruang kosong yang bergaung-gaung tanpa jawaban. Semakin keras suara itu digaungkan, makin keras pula tekanan gaungnya menggedor kuping sendiri tanpa jawaban.

Aku semakin sakit dengan kenyataan itu. Namun sebagai wanita yang menghargai etika, aku masih tetap memberikan apresiasi terhadap dia.

Sebenarnya aku sangat menghormatimu sama seperti menghargai orang tua. Apalagi kalau melihat kondisimu sangat memprihatinkan. Karena itu aku selalu membimbingmu ketika berjalan.

Sebenarnya, aku berharap kau tak menyalah artikan perhatianku kepadamu. Terus terang itu secara ikhlas kulakukan karena aku sudah mengganggapmu sebagai orang tuaku.

Karena itu dalam acara sastra apapun kita ketemu, aku selalu ada di sampingmu. Tentu bukan karena aku mencintaimu, tapi kedekatan kulakukan semata-mata hanya sebagai sikap untuk menghargaimu.

Tapi yang aku heran, selama dua tahun lebih kita saling kenal, kau menganggap kedekatanku itu sebagai ungkapan cinta. Masya Allah. Ini yang aku cemaskan.

Tapi untuk menjelaskan persoalan sebenarnya kepadamu, aku tak punya keberanian sama sekali. Maka itu aku tetap bersikap seperti biasa.

Apalagi kau selalu memperlihatkan perasaan sayangmu kepadaku. Jujur saja, meski aku jengah dengan sikapmu yang kunilai sangat berlebihan itu, namun aku tetap bersabar untuk bersikap seperti biasa.

Ternyata, melihat sikapmu yang berlebihan itu aku mulai tidak menyukainya. Apalagi dalam chat japrian di _whatsapp_, kau kerapkali menguatarakan perasaan cintamu secara terbuka.

Ah, dalam hati kecilku, terasa mau muntah membaca itu. Namun aku mencoba bersikap biasa saja meski tak ada sepotong kata jawaban pun.

Dalam kaitan ini, aku makin surut. Perasaanku makin tawar. Seperti tanaman hias yang jarang sekali disiram air jernih. Karena suasana seperti inilah aku mulai bereaksi, meski tak terlihat begitu frontal.

Aku mulai "tak mempedulikannya" ketika dalam satu pertemuan para penulis (penyair). Kamu berada di mana, aku pun ada di mana.

Merasakan suasana ini, kau tampak seperti buah kepala hanyut dibawa air ketidakpastian.

Kau tampak tak enak hati. Terutama setelah acara temu penyair itu selesai, kau pergi. Meski kau pamit dengan irama bahasa yang ragu dan "takut", aku tetap tak menggubrismu lagi.

Sebab hatiku sudah hangus. Karena api kemarahan yang berkobar telah membakar rasa simpatikku atas dirimu

Kini pergilah. Pergilah jauh-jauh dari ingatan yang pernah kita rajut. Aku sudah tak peduli lagi dengan segala rasa simpatik dan kepedulianmu kepadaku.

Kalau dulu aku begitu simpatik dengan penuh kasih, itu kulakukan karena aku kasihan kepadamu. Namun seiring sikapmu yang membuat aku marah, akhirnya aku memutuskan untuk berpisah dan berjanji tidak akan peduli lagi kepadamu.

Meski apa pun yang terjadi, aku tak peduli lagi. Karena ketersinggungan emosiku telah membuat perasaan kasihanku kepadamu, berbalik seratus delapan puluh derajat.

Sudah, pegilah. Pegilah jauh-jauh dari kehidupanku. Baik jauh dari diriku sebagai istri seseorang, maupun aku sebagai "wanita sastra" yang selalu menemanimu selama ini.

Namun sebagai wanita berakhlak muslimah, aku tetap menghargaimu sebagai orang yang pernah memberikan _support_ atas sejumlah karya.

Terima kasih. Terima kasih atas segala kebaikanmu selama ini. Semoga Allah SWT membalas dengan amal keberkahan untukmu.

Selamat tinggal. Meski hatiku sudah tak memiliki rasa simpatik lagi sedikit pun, tapi aku tetap akan mengingat kisah kebaikanmu. Selamat tinggal !

Bengkulu, 19 Juli 2022