Selasa, 12 Juli 2022
Kumpulan Puisi Eko Windarto - AKU ADALAH POHON
MEMBACA MATAMU
Membaca matamu
Bayang-bayang donasi dana nasib tergugu di gigir waktu
Menjumput tujuh ayat cinta membuka mata kalbu
Batu, 1072022
DI SINI
Di sini, demokrasi disusupi
Mahasiswa mahasiswi berorasi menelanjangi diri
Tanpa hati mereka bermimpi
Dan melupakan jalan kembali
Seperti perang Rusia dan Ukraina
Mereka berebut mencari muka di panggung sandiwara
Bagai jeritan emak-emak di siang bolong di antara kelangkaan BBM dan minyak goreng
Mereka menyuarakan aspirasi hatinya yang kosong dan gosong
O... demokrasi yang tua dimakan liberalisasi
; kemana akan kau bawa jiwa-jiwa yang suka berpesta serta berdusta?
Karya : Eko Windarto
Sekarputih, 1342022
AKU ADALAH POHON
aku adalah pohon
kadang kurang siraman
dahannya kering hingga patah berserakan
: dari situlah kutemukan energi lezat bernutrisi menyuapi hati dan mengalirkan waktu
dalam perjalanan musim kering dan sunyi
tangisan tak galib dan tangisan gaib pohon itu menjejali halaman fantasi
menyertai pergerakan rasa dan terowongan mimpi
Batu, 1652022
SAAT MERINDUKANMU
saat aku merindukanmu
wajahmu hadir di pentas pentas sekujur tubuhku
gambarmu memanggil manggil di setiap langkahku melaksanakan shalatku
meski kita terpisah jarak pintu
hatimu selalu terbuka menerima apa sukaku
seruanmu membuka mukaku
yang mencari doa di kotamu
sangkan paranku melarung diri menyelami rahasiamu
Sekarputih. 15.7.2022
YANG BISA MEMBACA CUACA
ada apa dengan robotik yang mulai menggeser dominasi manusia?
apakah aku sadar di masa depan anak-anak akan lebih dewasa
melihat rindu dan cinta sebagai berita biasa?
apakah nilai luhur bukan lagi sebagai pesan kemanusiaannya?
atau karena hantu-hantu tekhnologi menghimpun ilmu dan kutukan untuk ditimpakan ke dalam kepala?
ah... entahlah! hanya hati yang bercahaya bisa membaca cuaca
Sekarputih, 2362019
DI GUNUNG BROMO
malam ini kabut bercerita tentang bagaimana rasanya kehilangan kekasih kalbu
saat embun es gunung Bromo menggenang di lamur matamu
gigil dan dingin saling mengasuh keheningan hatimu
ketika keterluntaaku bercerita tentang hikmah mengasah keterampilan langkahmu
langkah demi langkah di gurun pasir itu
berkisah mengenai kepasrahan demi kepasrahan rindu yang bertalu
hingga aku khusyuk menulis puisi-puisi laku
Sekarputih, 2562019
NYANYIAN CINTA
aku bicara tentang cinta
getaran nadanya mampu menggoyahkan jiwa
kumandangnya harum bagai bunga
membuka kidung jula juli perawan suci
siapa yang berani membuka pintu lagu kasih sayang ini
adalah rahasia-rahasia hati yang paling wangi
menyimpan bisikan sanubari paling berani memecah sunyi
sebuah sajak yang bernafas dalam benih hatiku
mengalirkan kasih sayang di tiap desir nadimu
tiap-tiap desah napas tersimpan rasa risau mendesau merasuk ke dalam sukmaku
betapa desir nyanyianmu yang fana itu
menjadi saksi bisu di ujung penglihatan batinku
yang memantulkan cahaya dari air mataku
dan disembunyikan oleh kesadaran cinta
ah.... meneguk rasa kasih sayangku dalam jubahmu
adalah gema jiwa tanpa kata
ketika nyanyian rindu dikumandangkan oleh kesunyian jiwa
mimpi dan bayanganmu melipat lagu rohani yang digubah oleh renungan cinta
getaran nadanya bagai rahasia debur ombak samudra
menyalipku pada gelombang air mata
sebagai perahu yang menyatukan cuaca dalam menangkap cinta
aku berusaha memecah sunyi
menuturkan bisikan sanubari
yang terungkap oleh hati
melagukan kidung suci
sebagaimana cinta memahkotai hati
menyanyikan melodi
meluluhkan diri
mengalir bagaikan kali
mereguk dahaga siang tadi
Batu, 1372018
Saat saya membuat toilet di belakang rumah, romo Daru Maheldaswara menginginkan saya menulis sajak toilet seperti di bawah ini.
SAJAK TOILET
sejak pertama kali membuat toilet itu
aku temukan cerita baru
menggemakan cinta demi anak istrinya
batu bata, pasir dan semen menjadi saksi bisu
bagi kuli yang menggali kehidupan tanpa malu
bau tanah dan peluh menjilati muka dan hatiku
ketika letih pulang ke pangkuan ibu
Sekarputih, 2062019
AKU
aku bunuh aksara ini
saat puisi lelaki menjual birahi dengan berani
2
aku bakar kata-kata itu
ketika lelaki puisi selalu menipu
3
aku tulis puisi ini
karena menyadari akan mati
Sekarputih, 2162019
BULAN
bulan mengangkang di atas kepala
merenda kenangan lama
sepi membaja
rebah di atas kuburan tua
bunga-bunga putih bercahaya menggemakan luka
saat bulan mewedar waktu
jalan berliku memetik kata-kata madu
pada tangan-tangan berdebu
kulihat bulan dan bintang manis
menyapamu
Sekarputih. 2062019
KUTULIS PUISI INI
kutulis puisi ini ketika membaca ambang sore di matamu
dan jarum-jarum hujan yang runcing itu
mencuci rambutmu yang blonde seperti beludru
sedang bunga-bunga dan pohon jambu di halaman itu
berkaca di jendela rumahku
sambil tersenyum menunggu waktu berbuka rindu
hati puisi mengembara mengetuk pintu-pintu cinta paling syahdu
Sekarputih, 1962019
Saat di hutan Pinus Coban Manten yang mampu melahirkan puisi.
DI ANTARA HUTAN PINUS
di hutan pinus, aku memetik kecapi
serasa kabut tipis merindukan wajahmu dalam gigil hati
menanti datangnya pagi
ketika siang bergerak mengitari sepi
rumbai-rumbai kabut menapaki ke segaran bumi
ibarat rona pipimu
hangat mentari sesungguhnya adalah cintaku sebelum matimu
ah...bulir-bulir embun yang merasuk ke dalam tubuhmu
seakan rembang petang yang mengambang merumuskan tekstur daun hatiku
di antara deretan pinus, kuikuti langkah getahmu
aku ingin belajar dan berguru pada gunung tua itu
yang menyimpan magma dan merawat kerinduannya pada ketulusan rindu
Batu, 2012018
Malam yang dingin dan padang bulan melahirkan puisi di bawah ini.
KUSUNTING BULAN DI ATAS KEPALA
kusunting bulan di atas kepala
penuh puisi bercahaya
sepi menjelma urat nadi membaca
ujung jari paling setia merenda malam penuh cinta
tanpa ragu
kesunyian kupeluk syahdu
menjumpai perpisahan memuji rindu
Batu.1362017
TRAGEDI KOLOBENDU
malam tegak di kolam tua
bulan mengangkang di atas kepala
orang-orang ramai bergunjing kematian ibu setengah tua
yang tersadap darah para lelaki bermuka dua
ibu Kolobendu namanya
cantiknya luar biasa
suka hura-hura dan senang menerima panggilan siapa saja
selalu lupa pada suami dan anak-anaknya
uang menjadi rujukan dan tolok ukurnya
lama ia tidak merasa tua
selalu melalang buana ke mana saja ia suka
soal cinta sesaat adalah hal biasa
apalagi dosa seakan tak mengenalnya
semua dianggapnya biasa dan nyata
hidup perlu dibela biar tidak jadi ibu jelata
waktu terus berjalan tanpa mengenal lelah siapa pun jua
Kalobendu terserang penyakit kelamin yang tak ada obatnya
ia baru sadar bahwa kesenangan yang semu harus di bayarnya
dengan penyesalan yang tiada tara
Kalobendu mati di rumah sakit harapan hati
suami dan anak-anaknya kaget sekali
melihat istri sekaligus ibu dari anak-anaknya terbungkus plastik yang tak boleh dibuka lagi
hingga tangis mereka tak terbendung lagi
malam sepi dan dingin sekali
ketika para pelayat bicara sendiri
tanpa menyembunyikan kedalaman hati
Batu, 19112018
Puisi ini kupersembahkan bagi anak istri yang sedang berbuka puasa
DI AMBANG SORE
di ambang sore
bau rica-rica menyapa rindu
bau harum aroma kopi menusuk hidungku
semangkuk kolak pisang bagai kaldu
memberi warna di rasaku
seperti sendok dan garpu
kutangkap birahi di matamu
mengaduk perutku dengan syahdu
ah....di atas meja itu
aroma segala rindu
menghipnotis kasih sayangku
Batu, 1362018
TAK ADA YANG BERBOHONG
tak ada penyair atau penulis mau berbohong tentang sejarah negerinya sendiri
sebab kejadian gestapo di orde lama, pemberontakan permesta, kejadian Tri Sakti sampai kejadian tahun politik 2019 tak bisa dipungkiri
semua itu bukan isapan jempol belaka
fakta dan kenyataan tak bisa menutup mata
segala yang telah terjadi tak bisa dikebiri
sejarah kehidupan telah mencatat dirinya sendiri
tanpa tanda tanya dan tanpa jeda menjadi saksi yang tak bisa dihapus dari mata hati
meski kejadian serupa di orde lama akan terulang lagi
untung Allah melindungi
Sekarputih, 762019
TARIAN DI ATAS PELATARAN SUNGAI BRANTAS
Gemericik sungai Brantas mengalun syahdu
Mengikuti perkusi alam semesta
Pohon-pohon tercengang melihat daun-daun mengolah komposisi jazzy di hati:
suaranya melengking mengikuti melodi anak-anak Ukraina menatap sepi
Tarian-tarian rancak di atas pelataran sungai Brantas menggambarkan suara hati muda-mudi Citayam yang sedang berseru,
dan tak sempat membaca peluru berdesing di perumahan POLRI
Hingga cctv di ruang jiwanya hilang entah kemana
Tarian-tarian rancak itu seperti puisi terlalu dalam menancapkan rasa di sukmaku
Membuatku tak bisa melupakanmu
Ghupit Pendem, 2272022
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar