PAMIT
Tuan, ijin aku pergi
Karena aku bukan lagi inang dari puisi cintamu
Aku hanya abjad yang tercecer
Remahan rindu dari kisah masa lalu
Lagu sendu yang mengiba di sela sela mantra doa
Tuan, pemilik hati
Terimakasih karena telah memberi warna dalam kisahku
Aku begitu bahagia pernah jadi bagian dalam hidupmu
Setidaknya bilik hati ini pernah terisi
Walau kini kosong tak berpenghuni
Tuan, pemilik rasa
Bila engkau rindu padaku pandanglah jingga kala senja
Pada biasnya kutitipkan asa
Pada cakrawala kusematkan cinta
Untaian doa kugantungkan pada mega mega semoga engkau bahagia
Gk, 20201026
(Genoveva Manuhara)
SIA SIA
Kubuka jendela kamarku perlahan
Ada sakit yang menyeruak begitu dasyat
Tetesan air hujan jatuh tepat menghunjam
Pedih
Ada duka yang membayang di setiap tetesnya
Ada isak pilu di setiap rintiknya
Gemetar diri menanti janji tak pasti
Begitu lama aku mengerami luka
Tiap detik ingatkan rasa
Tiap waktu kukelu
Karena selaksa rindu masih mengharu
Kutarik benang cinta sampai ke ujung titik lelah
Segala makin tersia tanpa makna
Semua tak ada
Gk, 20201024
(Genoveva Manuhara)
RENJANA YANG LUKA
Sepotong rindu telah kucuri dari hati yang berdebu
Setangkup harap kusemat pada rembulan yang layu
Karena pendar pesonanya bersarang di matamu
Dengan gemetar aku bersimpuh
Sadar tak ada tempat untuk berlabuh
Meski sekedar menambatkan jiwa yang kian rapuh
Berkali kuseberangi danau air mata
Pada hatimu yang ambigu aku terluka
Berkali aku tenggelam dalam lumpur duka
Pada janji sua yang tak pernah jadi nyata
Berkali aku jatuh dalam rayu yang membiusku
Pada bibirmu yang penuh tuba melumatku
Namun aku tetap di sini
Membentuk duniaku penuh fantasi
Suatu saat nanti kau datang dengan senyuman
Menganggapku pantas diperjuangkan
Menyadari aku tercipta untuk bersamamu seiring sejalan
Gk, 20201127
(Genoveva Manuhara)
RUANG HAMPA
Di ruang hampa
Dalam kurung dinding sepi
Beku
Jari menghitung
Tiap detik menuai rasa
Masih sama
Bayangmu makin memanjang mengabur dalam ruang
Merentang angan
Rasamu tak tergapai
Rasaku membentur udara dingin
Luruh dan jatuh
Beku juga kelu
Inilah rasa paling luka dalam menggapaimu
Kekasih imajiku mati dalam ruang hampa sunyi
Gk, 20201126
(Genoveva Manuhara)
AKU BUKAN SIAPA SIAPA
Semakin banyak yang kau ungkap
Aku semakin menyadari
Diri ini bukan apa apa dan bukan siapa siapa di hadapanmu
Mungkin aku hanya si hina yang tak layak menatapmu
Apalagi bersanding denganmu
Akhirnya aku luruh dan jatuh
Tertunduk antara nyeri dan sakit hati
Kuusap dada ini sakit sekali
Berulang aku bertanya
Sesungguhnya apa arti adaku bagimu
Gk, 20201118
(Genoveva Manuhara)
Pic. Google
TAHUKAH ENGKAU
Kekasih
Di awal musim kau datang dengan sejuta bunga
Di akhir musim kau pergi meninggalkan luka
Tidakkah engkau iba
Kini tubuh ringkih ini menggelepar tak berjiwa
Tahukah engkau, Kekasih
Betapa panjang jalan yang harus kutempuh agar aku sampai padamu
Bergantang gantang air mata tumpah untuk membasuh luka perjuangan dalam perjalanan menuju hatimu yang berduri
Kekasih
Lihatlah sepotong hati yang menghitam terkena racun asmara
Hancur berkeping digerogoti sepi
Terbungkus kafan kesetiaan yang ujungnya kau koyak dengan pengkhianatan
Kekasih
Tidak inginkah kau menguburkannya dengan layak
Dengan taburan kembang kamboja
Dan namaku tertulis di nisannya
Aku rela meski tanpa untaian doa
Gk, 20201113
(Genoveva Manuhara)
TAK BISA MENGULANG BAHASA CINTA
Sepertinya semua jalan berkobar di hadapanku
Membakar hangus seluruh keinginanku untuk bersamamu
Puisi kepedihan memenuhi seluruh rongga jiwaku yang retak
Kedua mataku terpejam
Mengucurkan air mata darah
Aku tak bisa lagi mengulang bahasa cinta
Gk, 20201105
(Genoveva Manuhara)
AKU ORA PAPA
Semalam aku hanya terjaga
Sulit bagiku untuk pejamkan mata
Kututup telingaku dari suara suara sengau yang mencoba merusak logika
Berulang kali aku mencoba meyakinkan diri
Semua ini hanya rindu yang mengusik alam bawah sadarku
Aku terus berusaha meyakinkan rasa
Semua baik baik saja
Gk, 20201110
(Genoveva Manuhara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar