UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Kamis, 31 Desember 2020

Kumpulan Puisi Tito Semiawan - CATATAN PERJALANAN



CATATAN PERJALANAN

Jalan masih simpan deru
Sepanjang akasia menguning
Secabik rindang mencoba teduh
Menepis silau kemarau
Bangunan berderet lesu
Menatap hiruk pikuk sore kumuh
Angin timur merontokkan daun
Menghitung sibuk di luasan kalbu

Sungai membawa hijau
Hanyut di tenang riak
Bukit menghindar terik
Batas kontur horison
Tinggalkan semak meranggas
Tanah kerontang pecah
Kanopi langit sepanjang bayang

Pohon kapuk melepas putih biji
Dingin peluk bediding
Janapada riuh hajat senja
Lembayung payungi pengantin
Kilat foto merekam catat sejarah
Wajah sumringah gaun berkibar
Sayup azan mengeja maghrib
Matahari tenggelam

Lampu menebar terang sejarak mata
Menunjuk arah pulang nun di sana
Perjalanan susuri malam
Menyibak ramai padat merayap
Mendekap setangkup kantuk
Dikejauhan jarak telah lelah

Tito Semiawan
271220
----------<0>----------





BALAPAN ANTRI

Pagi masih bertirai dingin
Aku bangun dahului mentari
Mengejar antri nomor kecil
Agar tuntas cepat periksa klinik

Motor melaju kencang
Angin menerpa sisa kantuk
Harap cepat tiba di barisan
Bayar lunas penantian

Di depan klinik antrian mengular
Alamat mendapat nomor besar
Berdiri menanti dengan kecewa
Tetap sabar karena butuh obat

Tito Semiawan
271220
----------<0>----------





SEKALI LAGI MENGENAI AIR MATA

Jangan menangis kenang
Dukamu nestapa hirau asmara
Tetes air mata berwarna haru
Basahi luka hujam rindu

Ingatmu pejam lentik bulu mata
Menanti harap cemas pertemuan hati
Kilau air mata basahi wajahmu kasih
Mengeja bahagia di senyap gulana

Usah pedih merajam sedih, cinta
Nafasmu hangat birahi Kama Ratih
Air mata mengalirkan pilu derita
Seperti dusta mengiris. Perih

Pandangmu degup risau bola mata
Bisikkan nama pada semilir angin
Butir air mata menyibak sangka
Menetes menjadi dukamu abadi

Tito Semiawan
271220
----------<0>----------



AKU DAN BANGKU TAMAN

Sebenarnya angin tidaklah menegurku dengan sengaja
Karena sepoinya menghembus rindang di antara rimbun daun
Setidaknya silirnya menghampir bawa semilir meniup rambutku acak
Dan aku terdiam sendiri bersama bangku taman menatap senja

Ketika matahari perlahan menutup tirainya di ufuk lembayung
Bangku memilih kekasih seperti asmara muda mudi berbagi rindu
Di lintasan anak-anak berlarian mengejar ria hingga lelah keringat
Aku tetap sendiri dengan bangku mengeja sepi yang asing

Taman nampak cantik tersiram sinar lampu
Pepohonan berusaha sembunyi dari terang asmara
Pasangan berpegangan tangan rapat menolak dingin malam
Aku menatap rindu dan bangku memeluk duka

Malam renta kian menghujam dalam kelam merkuri
Desir angin perlahan mengisi lengang sunyi menghimpit
Aku meninggalkan bangku taman yang gigil sendiri
Bangku taman memandangku dengan sedih merintih

Tito Semiawan
030122
----------<0>----------



SALAH DUGA

Sahabat, ucapku tiada kitab suci
Mengeja benar salah dengan hitam putih
Menunjuk bodoh dengan tiga jari menuding hati
Mengiris baik buruk dengan mata pisau adil

Sahabat, ucapku tiada kitab suci
Sebab nalar selalu memihak diri
Sebab ucap menakar langkah lari
Sebab menang kalah jadi kunci

Sahabat, ucapku tiada kitab suci
Sadari batas pertimbangan nurani
Mencari jarum di tumpukan jerami

Sahabat, ucapku tiada kitab suci
Sebab hanya terjemah yang tersurat
Sebab hanya meraba yang tersirat

Tito Semiawan
030121
----------<0>----------



BINCANG SAHABAT

Kita bincang lewat ketikan bahagia
Tanpa suara tiada sua muka
Hanya tatap bisu mendera layar
Kadang senyum sendiri
Membaca pikirmu terpampang
Kerap simpati dan empati
Diwakili gambar lucu di ujung kalimat

Percakapan makin intens
Malam kian tua
Sepi mencengkram
Mata nanar mengeja pesan
Jari menjawab segenap tanya
Secangkir kopi pahit
Sebagai orang ke tiga yang menyela

Musuh kita hanya satu
Listrik yang padam
Memutus aliran berita
Sedang lelah dibiarkan menumpuk
Melecut stres menolak kantuk
Menepis mangkel yang membunuh
Musik sayup mengalun dari pemutar digital

Sekian lama menatap jawab
Ketikan salah huruf melompat
Pinggang dan leher mulai meregang
Didera nyeri yang menggigit
Aku pamit pada sahabat hati
Komputer kumatikan
Lalu berbaring letakkan lelah

Tito Semiawan
030122
----------<0>----------



KONTEMPLASI

Sekian langkah sejarah
Musim tak selalu menguning
Jalan mencari arah
Menjumput dosa pahala

Sedikit luang menyulam luka
Sesal menoreh kenang
Rambutpun putih waktu
Kedip mata sisa usia

Senja bungkukkan bahu mentari
Langkah tertatih hindari onak
Bayang memanjang sentuh pikiran
Hati tenggelam di dasar kenangan

Tito Semiawan
030121
----------<0>----------





BUNGA DI SEKITAR SANG PEMULA: BUNDA


Bunda.
Ucapmu lembut tiada penghakiman
Limpahan kasihmu air susu pengetahuan
Menetes dari dada Jawa sejati
Tiap belai di lembar rambut
tulus curah cinta ibu bumi
Kau bunga feodal seribu kungkung
Pasrah hati sukacita bakti suami
Di rahimmu sabda leluhur serupa jimat
Adat dijunjung ugama dipikul
Bunda,
Dari garba sucimu tumbuh buluh perindu
Pucuknya menuding langit
Menjunjung luhur memendam dalam
Hanya hamba, anak durhaka, batang bengkok
Tercerabut dari serabut babad
Kerdil oleh modernisasi yang menyihir
Namun kasihmu tetap merengkuh dahagaku
Tiada beda dalam cinta serumpun bambu
Bunda,
Di pelukmu ku tersungkur
Mengecil kerdil
Tetap merengek
Merajuk dan terpuruk
mengeja surgamu

Tito Semiawan
100121
----------<0>----------





BUNGA DI SEKITAR SANG PEMULA: NYAI

Dari Tulangan kau adalah komoditi
Harga yang harus dibayar untuk jabatan
Sesuai jumlah hormat penduduk
pada gelar dan kerja
Dari keterpurukan kau balik telapak
Kau putus nadi persaudaraan
Kau urus tuan besar dengan patuh bakti
Kau rebut obor pengetahuan
Dengan lapar dahaga pencerahan, kau genggam dunia
Dengan bangga seorang wanita, kau tunjukkan pada masyarakat dahsyatnya ilmu di tangan ambisi
Wanita pribumi yang sanggup menggenggam buhul jiwa
Berdiri sama tinggi dalam kulit dan gender
Sejajar dalam sulit dan untung
Engkau, Nyai berhati bangsawan
Auramu elegan ningrat berharta
Ucapmu didik sopan tatakrama
Wawasanmu luas laksana buku
Dagang alatmu menaklukkan hidup
Putrimu pengatur gerak usaha
Pengawalmu darah pendekar Madura perkasa
Sihirmu menanggalkan katak dari tempurungnya
Mama, baktiku untuk cerdasmu

Tito Semiawan
100121
----------<0>----------




BUNGA DI SEKITAR SANG PEMULA: MAY

May, ingatkah ketika kita jalan berdampingan
Kaki kecilmu tergesa mengejar langkahku
Ketika itu sore mulai menguning
Jari-jarimu mungil menggenggam erat lengan
Kau mengoceh ceria layaknya prenjak
Riang, lugu dan murni
Kau tuding layangan di langit biru
Kau pandangi kagum kereta angin
Berjalan kencang tanpa penghela
Membelah jalanan kota
Jika lelah kita duduk di tepi lapangan
Bau rumput menggelitik hidung
Kau lanjutkan cerita
Tentang sekolah,
nyanyian yang dihafal tadi pagi
Ayah yang pemurung dengan dunia lukisnya
Tentang kakinya yang tunggal
dirajam gejolak bumi serambi
Engkau, May, adalah buah cinta terlarang
Antara marsose dan pribumi gagah penentang maut
Ibumu mati bawa noda tanpa dosa
Ditembus tajam rencong adik tercinta
May, cita-citamu telah tergapai
Suaramu memenuhi angkasa mengalahkan kicau burung
Namamu harum cemerlang
Buah bibir setiap bangsa
Aku tiada sesal memutus tali kasih kita
Sebab di hati engkau hanya adik kecil
Jagalah papamu dengan cinta
Juga mama dengan hormat
Jadikan suaramu pertanda jaman

Tito Semiawan
100121
----------<0>----------




BUNGA DI SEKITAR SANG PEMULA: MAGDA

Mevrouw,
Kau ajar tiap lapar mata dengan ilmu
Menanam tanya di ukir jiwa suci
Lidahmu tajam sembilu kata
Letakkan jujur pada goresan pena
Menutur peradaban dahaga pribumi
Pandanganmu balas budi tanam paksa
Politik etik ras terhadap hutang kemakmuran
Pengusung bebas kerakyatan berdikari
Wajahmu totok bertotol musim khatulistiwa
Hati condong pada kawula
Dengan keringat menyeka gerah kemarau
Cakrawala kau bentang di bumi manusia
Mata gelisah curiga kolonial
Tetap biru pada tekad
Guru adalah predikatmu
Politik cara hidupmu
Deportasi tulisan nasibmu

Tito Semiawan
100121
----------<0>----------




BUNGA DI SEKITAR SANG PEMULA: SAR & MIR

Tatap mata kalian heran tawarkan selidik
Memandang pribumi, Jawa, mengunyah kikuk
Sebelah kaki menginjak budaya adiluhung
Sebelah yang lain mengecap pengetahuan modern
Kalian wakil peradaban maju
di bumi pribumi bermakna feodal
Alumni tengil memplonco adik kelas lugu ragu
Kalian benamkan semua harap pembaharuan
di kepala bertudung blangkon penuh tanya
Kalian ejek peruntunganku nan gemilang nun di depan
Kalian cemooh hidupku dengan istri dan selir
Juga kuasa yang menindas kawula alit
Kalian kata pribumi bangsawan wajib terima garwa
Berdarah murni eropa atau indo
Agar tidak semena-mena pada wanita dan ibu
Kalian tertawa lepas nampak geligi
Tanpa tabu mengungkung
Kita bersanding di bangku taman
Aku memeluk diam yang menggigil didera patuh
Kalian terus mencecar dan mendobrak perisai akalku
Kalian laksana jembatan peradaban
Menjejalkan pokok pikir
menyandera ketidaktahuan ku yang papa
Mengerut jiwa mencoba bebas beban pencerahan
Sar, kabarmu putus oleh jumlah rotasi mentari
Semoga peruntungan tetap memihak persahabatan kita
Mir, demi anak kau beri durjana dosa birahi di pangkuanku
Kita seperti binatang menoleh dari sibuk suamimu
Ketika kau kandung buah hatimu sayang
Aku hanya termangu menatap perutmu buncit
Aku yakin buah itu tidak kau petik dari diriku
Sebab aku mandul, Mir

Tito Semiawan
100121
----------<0>----------




BUNGA DI SEKITAR SANG PEMULA: ANN

Engkau adalah bunga akhir abad
Rambutmu lebat sentuh ikal
Hitam berkilat khas pribumi
Wajah bagai lilin tuangan
Lekuk sempurna proporsional
Mata kejora coklat hazel
Ditudung alis lengkung serasi
Hidung bangir bercuping indah
Menggantung bibir merah gairah
Pipi halus menyangga cantik
Kulit putih lembut beludru
Postur seimbang keindahan creole
Tubuhmu wangi gadis remaja
Kecantikan dewi kahyangan
Titisan Nawang Wulan berdarah atas angin

Kau pikul tanggungjawab
Kelas empat ELS pun tiada usai
Dicampakkan dari dunia anak yang lugu
Pada kerja yang menguras keringat dan air mata
Perlahan terampil kau rebut hingga ahli
Memerah sapi hingga cepat dan banyak
Mengawasi panen hingga rapi di gudang
Memimpin dengan tegas dan kasih sayang
Hormati semua yang memberi hidup dan kehidupan
Lincah menegur dan menerima salam
Bak kupu-kupu hinggap di tiap bunga
menebar bahagia dan optimis

Ingatkah ketika aku bertemu ayahanda
Kau dandan cantik berkebaya hijau
Perhiasan menempel di tubuhmu gemulai
Rambutmu digelung tinggi
Jenjang lehermu putih berkalung jamrud
Kau dandan untukku, kata mama
Kita makan malam
Menikmati sapi muda utuh
Tersaji di meja bundar ukiran jepara
Pembicaraan kita seketika putus
Sosok tinggi besar limbung berjalan
Masuk dengan wangi yang keras menusuk
Dan berhenti tepat di depanku
Lalu berteriak lantang
Mengatakan aku monyet
Biarpun berpakaian eropa
Tetap saja inlader rendah cacad adab

Ann, istriku
Bundaku berkata
Kau jelita titisan bidadari
Kecantikan sempurna di pandang mata
Leluhur akan berperang
Memperebutkan ukiran dewata
Hamba keindahan surgawi
Negara akan tumbang
Memohon perhatian jelita
Rajapun masygul ranjangnya tak kau toleh

Ann,
Guruku Mevrow Magda
Sangat memaklumi
Mengapa aku pilih kau bunga keindahan
Setelah fitnah menjalar
Di sekolah ku tahun terakhir
Beliau mafhum sebuah harga yang pantas
Untuk menyunting kecantikan creole sempurna
Beliaupun telah kembali ke negeri atas angin
Melepaskan juangnya karena pengusiran

Kau kata kau masih sering bermanja
Jika malam telah penuh dan bulan mengeluh
Kau datangi peraduan mama luas
Kau benamkan tubuh di balik selimut sulam
Dan dengan aleman kau peluk leher mama
Sambil merengek minta diceritakan masa kecil mama
Setelah usai cerita
Kaupun tidur lelap merangkul mimpi

Waktu kau sakit
Pedalamanmu yang merana
Akupun berpura dokter merawat pasien rewel
Hingga seri wajahmu semu merah kembali
Malam itu,
Setelah menyelesaikan latihan soal aljabar
Tiba-tiba kau menggelandot mohon
Minta ditemani baca cerita pengantar mimpi
Dengan patuh kuikuti kehendak dewi kecantikan
Kupapah ke kamarnya indah bernuansa pribumi
Kau rebahkan diri di dipan
Dan minta diselimuti hangat
Dengan rengek penuh perintah
Kau mohon cerita apapun asal kau mendengar suaraku
Ketika bercerita
Bau perawanmu menghujam kelakianku
Langit tetap berpaku bintang
Dan kami menjadi sekelamin binatang purba

Dari kerapuhan cermin retak
Aku sadari kuat jiwamu
Kau cerita tentang rumput gelagah
Tempat kita lewati ketika berkuda
Ya, disanalah
Disanalah kakak biadab tiada berperi manusia
Menggagahi putih jiwa kecantikan creole
Setelah pengakuan mengguncang jiwa
Akupun tersandera tanya
Jika aku percaya pada kemurnian dewi
Dan malam semakin renta
Anginpun meniup birahi
Kamipun telanjang seperti sepasang asmara
Mengarungi birahi

Kini kau tercerabut dari tanah dewi Sri
Menekuri dingin angin laut utara
Sendiri dengan membawa cinta kita
Kita terpisah karena hukum yang memihak
Kau dalam perwalian saudara
Saudara yang tak pernah memandang
Hingga waktu diputus hukum
Cara lain utuk merampok
Hasil kerja keras pribumi
Pribumi yang tidak berhak karena nasab
dan darah yang mengalir
Tapi kami, aku dan mama, sadar
Kau sedang menjemput kematian
Karena itu kami akan terus berjuang
Melawan sistem menindas
Walaupun kami yakin
Kami akan kalah

Tito Semiawan
100121
----------<0>----------



MENGAPA SEMBUNYI

Kata tak akan melukis wajahmu utuh
Sekedar basa basi berdalih malu
Meski jujur tak nanti tampak hadap
Tatap lebih jelas dari seribu ungkap

Gambarmu lebih indah dari sosok
Sebagai cemas salah menilai diri
Berhentilah mencoba membaca hati
Sebab kasat mata telah cerna banyak

Mengapa sembunyi
Bila komunikasi
coba sambung silaturohim

Mengapa sembunyi
Jika membuka diri
campakkan benci

Tito Semiawan
170121
---------<0>----------



MENUNGGU GILIR

Lelaki tua lelap tekuni mimpi
Rebahkan lelah di bangku sunyi
Meringkuk berselimut ringkih
Pejamkan mata dengkurkan sepi

Perempuan tua tekuri bosan
Menatap waktu dan diam
Berdiri di kerumunan antrian
Menanti gilir kesempatan

Lelaki dan perempuan tua memikul letih
Dengan renta di pagi merepih
Usia tiada kecuali merapat baris
Sebab tiba menjadi batas garis

Tito Semiawan
170121
----------<0>----------



MENUJU SENJA

Tahun hilang dihanyutkan kenangan
Pergulatan tanpa tindak hendak
Ketika pijak tinggalkan langkah
Hati termangu menatap kesiaan

Telusur jejak di senyap sejarah
Seperti lagu tak nanti usai
Setiap tanda hadir kesadaran
Hanya sisakan letikan sesal

Senja terbata mengeja usia
Wajah menanti kepastian lalu
Kelabu rambut hanya pertanda waktu
Dan kita disini terdiam kian tua

Tito Semiawan
170121
----------<0>----------



DAUN

Dan daun luruh berguguran dipelukan ibu bumi
Menanti isak langit di dahan ranting
Dibawanya semua warna kemarau yang menguning kering

Angin telah lelah memikul kerontang
Kadang bisikkan harap di puncak kulminasi
Mengusik burung tempua di pelepah

Daun jatuh dan bayang pohon memanjang
Rindangnya serupa pukau silau
Gemerisiknya khusyu lantunkan mantera hujan

----------<0>----------



SIKLUS

Kering letikkan panas lelatu
Angin tiupkan kematian pada kobarnya
Melahap daun dan ranting serupa bara, merah
Asap membumbung hadirkan maut

Pohon menghitam terawang langit
Bau gosong sesakkan nafas
Tiap hidup yang bergantung
Tumpas lenyap dilalap api

Ketika amarah telah arang dan abu
Langit teteskan harap dari celah awan
Air basuh luka bumi perciki benih kehidupan
Tumbuhkan tunas dan daun, hijau

Tito Semiawan
170121
----------<0>---------- 


BUNGA DI SEKITAR SANG PEMULA: ANG

Datangmu negeri jauh
Menjejak di tanah asing tanpa sanak
Kau cari kekasih hilang kabar
Berjuang demi Asia modern

Tubuhmu ringkih
Kurus penyakit
Batuk demam
Pasi wajah

Kita sua di pondokan
Kau datang dengan tanya
Ku undang ramah istirahat
Berbagi makan bertukar cerita

Ku lamar kau dengan segenap cinta
Kau terima sepenuh pengabdian wanita
Rumah tangga kita ramai diskusi
Terjemah modern di alam kolonial

Ketika tubuh mampu terima beban
Kau kembali berjuang bawah tanah
Jika siang lelap kutemui
Malam merambat kau jelajahi perjuangan

Kau adalah buron
Gupermen selidik gerak bebasmu
Aku adalah lindung tubuh ringkihmu
Tanpa dekap tanpa birahi. Hanya bakti

Di akhir perjalanan
Sakitmu merenggut tubuh kurus
Kenanganmu tertuang dalam foto pernikahan
Ku simpan di kopor tua berkarat

Tito Semiawan
100121
----------<0>----------


BUNGA DI SEKITAR SANG PEMULA: PRINSES

Kau putri raja dari kepulauan timur Hindia
Tudingan makar raja terhadap kuasa putih
Diasingkan di Priangan jelita pedalaman
Darahmu panas turunan gagah pahlawan kulit tembaga
Lantang bicara tolak basa basi
Berani berbuat tiada jeri
Lugas tuntas memutus masalah
Cakap bidik dan tikam tajam
Jika kuda berlari tubuh kecilmu menari
Anggun pelosok tak lunturkan gesit

Prinses, kau istri dan pengawal
Disisimu aman jadi sifatmu
Dalam sibuk kelola berita
Ku tuai panas asmara di malam berangin
Kau lindungi sang pemula
Dengan pengabdian istri tanpa kecuali

Ketika tiba ancaman menggoyang soko guru
Dengan gagah kau hadapi dusta khianat
Kau hujamkan timah panas pada kematian
Atas nama kehormatan yang kau junjung
Tak ada peradilan apapun tudingan
Hanya berita terbawa angin
Sebab kau darah bangsawan di atas hukum

Pada akhirnya
Ketika aku memeluk sunyi
Dalam kubur tersembunyi
Kau pun tidak menengok istirahatku
Sama dengan bunga-bunga yang lain
Hilang terbawa angin
Ditelan sejarah

Tito Semiawan
100121
---------<0>----------
TITO SEMIAWAN


Tidak ada komentar:

Posting Komentar