REVOLUSI DIRI
Romy Sastra
memberontak pada kematian mencari cahaya adalah proses perjalanan; kota-kota berlari mengejar bulan, adakah daratan di sana tempat berpijak? dan nafsu-nafsu bergulung hitam mencari kenikmatan, adakah atma bening dalam hening?
aku melihat aku sepi di kotaku
padahal ramai sekali kelip berlalu lalang
tongkat yang dipinjam hampir lupa dibawa
aku melangkah sejurus doa
dan tiba kesaksian
sepucuk surat melayang di hayatan bertulis sabda;
...kau merugi, meski laba telah kau raup sebesar dunia...
ah, aku tertunduk lesu
memaknai isyarat batin
baru saja terjadi revolusi diri
pemberontakan meninju keningku
membuka minda menuju keyakinan
di mana jalan tuhan sudah jelas di depan mata
aku terlahir kembali
Jakarta, 5 Desember 2020
SISA GAIRAH SEMALAM
Romy Sastra
nyanyian malam telah pulang ke peraduan
kicauan membangunkan pagi
dada langit terbuka
sunrise merupa di ufuk timur
wahai kekasih
tataplah mentari
usah menyulam selimut karena dingin
sauk embun nan bertaburan di dedaunan
secangkir hidangan di telapak tangan
suguhkan dengan senyuman manis
rambutmu yang basah
menyisahkan gairah kisah semalam
aku sambut menu pagi ini di jemariku
kukecup kening indahmu dengan sayang
rebahlah ke dada cinta
tumpahkan segala rindu yang tak pernah jemu
pada bait puisi, tersusun diksi hati
memungut serpihan kenangan
kurajut kujadikan madah permadani indah
bahwa cinta itu adalah anugrah
HR RoS
Jkt, 261117
TANGIS DI BATU NISAN
Romy Sastra
diam menilik prasasti sebuah nama
mencari tahu makna kehidupan
yang hidup terjebak dalam kepalsuan
bunga-bunga kering
daun-daun berguguran
ranting-ranting berjatuhan
yang tersisa tunggul berjamur
akan rapuh dan lenyap ditelan waktu
dalam diamku,
bertanya tubuh pada tanah
jangan kau tolak bangkaiku kelak
meski tubuh ini busuk
mengotori aroma sucimu
aku yakin kaulah kepasrahan itu
yang akan menerima fitrah dan segala nista
nisan itu bak prasasti menunggu misteri
berdiri sunyi seakan saksi kematian
bertanya diri dalam diam
untuk apa hidup ini?
disadari,
tangis di batu nisan
sejengkal lagi akan masuk berselimut kafan
sedangkan Ilahi menitip pesan pada kalam
Aku ciptakan hambaKu,
Aku ingin agar Aku dikenal
duuhh ... diri
kenapa tubuh lalai mengejar budi
duuhh ... jidat berkepala batu
kenapa susah bersujud enggan mengabdi
duuhh ... biadabnya aku
payah tunaikan ikrar perjanjian azali
tak menghiraukan seruan Ilahi
jangan hukum aku ya, Tuhan
bila hidayah tertutup untukku
bangunkan aku dari tidur sesaat ini
biar tahu jalan pulang ke tempat abadi
HR RoS
Jakarta, 301117
KEMBANG MISTERI
Romy Sastra
melintasi titian senja menuju dermaga
tertatih langkah memandu laju
kubawakan seciduk tirta tak tumpah
menyirami taman-taman bunga hampir layu
berharap kembang senja mekar selalu
menyibak sehelai rambut jatuh di hidungku
padahal sedari tadi dagu bertanya pada dungu
anggrek, mawar, ataukah anyelir cinta kupilih
semua tumbuh di beranda jiwa berbunga ungu
jawaban tanya resah tak tahu
lalu,
kupetik kembang melati kucium mewangi
janji terpukau pada jalinan ingin mengabdi
kupelihara kelopak melati tak koyak oleh benci
jaring-jaring kupasang lewat telik sandi
jika kelopak koyak, apakah senja telah pergi
akhirnya,
aku pungut doa malam dari sanubari
kirimkan ke langit
menengadah tadah pada Ilahi
berharap pintu langit terbuka
wajah yang dirindu merupa kembali
ahh,
melati di titik batin ternyata tak merupa lagi
ia telah tiada
pergi ke alam sunyi tanpa kabar berita
kekasih putih akhirnya terbungkus misteri
rindu menjadi semu, angan berlalu
sebait doa pasrah di nisan tanah merah
kisah menyunting kasih yang tak sampai
hingga melati dan kamboja bersedih
titian senja rapuh
pendayungku patah hanyut tertinggal jauh
HR RoS
Jakarta, 291117
KEMBANG SENJA MERINDU BULAN
Romy Sastra
Bunda,
Senja telah pergi menyunting malam
Sunyi mulai bernyanyi di telinga
Kembang senja merindu rembulan
Tertutup awan di balik dahan
Langit-langit rumah kutatap
Ada sekelabat bayangan merupa
Memanggilku pulang ke tanah asal
Tanah merah yang telah kau diami kini
Tanah merah itu masih basah di nisanmu Ibundaku
Setahun yang lalu
Ananda berulang tahun, tanpa Ibunda di sisiku
Kini ulang tahunku bertamu lagi
Ibu yang kusayangi tak lagi menemani
Luruh sudah air mataku satu-satu
Mengenang deritamu
Kini, derita itu berganti pada anakmu
Bundaku ...
Aku kini payah bunda
Rumah ini dulu ramai
Kini terasa sunyi dan sunyiii
Damai tak lagi berpihak di hati ini
Semua adik-adikku
Memilih jalan sendiri-sendiri
Berbakti pada suami
Aku kakak yang gagal mengikuti nakhoda cinta
Terhempas di riak gelombang
Dihantam batu karang
Sebiduk retak tak berkayuh
Tenggelam diguncang egonya sang bayu
Setangkai kembang senja
Layu di halaman rumah
Malam ....
Sunyimu kian mencekam
Jangan nyanyikan kidung kematian untukku
Biarkan aku hidup lebih lama lagi
Baktiku masih ada untuk ayah
Yang membutuhkan kasih sayang anaknya
Pada anak-anakku
Kudekap engkau satu-satu dalam doa
Gesekkan biola rindu pada ibumu
Yang menanggung pilu membesarkan kamu
Berbaktilah nak?!
Sebelum mentarimu lenyap
Pulang ke tanah asal
Bersanding di samping nisan tanah merah
Nenekmu yang pulang kemarin itu
Hemmm ... Tangis ini berhentilah
Air mata usah tumpah
Sebab, penyeka telah cukup basah
Aku yang berkawan derita
Telah robek kelambu biru itu satu-satu
Akan berganti kain putih
Untuk selimut panjangku
Uuhhh ... Mmmmm....
HR RoS
Jakarta, 20 Desember 2017
AKU DAN TUAN GURU
Romy Sastra
lembah-lembah diri kuhadang
melipat tengkuk membungkuk
menurun mendaki dengan lafaz ilahi
jalan-jalan terjal ditelusuri
memasuki alam
rongga rimba raya
aku dan nafsu
mengikuti jejak langkah fana
mengintai di setiap tengadah doa
memohon mahabbah
aliran tenang mengalir di telaga kaca rasa
bersabdanya sang penunggu kasta
di tingkat makam yang tinggi
untuk apa engkau datang kemari
yang hanya 'kan membawa ilusi
tuan,
aku datang kemari membawa cinta
izinkan aku bertanya tentang azali berdiri
ya, tuan penunggu sagara alam diri
baiklah,
jika satu langkah kaujelang
maka, pahami keluar masuknya nafs terpuji
jangan berdiri di kaki menapaki
jangan duduk di tilam permadani
berpijaklah di tempat rasamu bersembunyi
'kan kau tahu rasa yang sejati
bersila pada embun-embun malam
di ruang yang teramat sunyi
di sana sabda itu dibisikkan
la ilaha illa ana, innani anaallah
pengakuan Ia.
pasubhannallazi biyadihi ...
akhir kalam ayat-ayat suci
subhanna rabbika robbil izati ...
ia adalah penutup segala doa untuk kekasih
sesungguhnya itulah sabdaku
pintamu akan azali itu
keakuan kesucian-Nya segala maha
sadari sedari kini
jangan tersesat jalan menuju pulang
sedangkan godaan datang silih berganti
kembalilah turun ke mayapada
pegang nukilan tauhid dari mursyid
jangan lengahkan barang sedikit
meski sulit dan pahit
ia jembatan sirothol mustaqim
saksikan kehadiran kekasih di setiap daim
HR RoS
Jakarta, 251217
TEGAR PADA NOKTAH
Romy Sastra
aku pernah menitipkan pesan pada langit, di dalam doa menengadah, istikharah
demi menggapaimu wahai puan,
kubawa kau berkelana ke berbagai cabaran, puan tetap tabah,
lalu kita menikah, seiring waktu berlalu, hujan dan matahari menyapa lingkaran noktah kita
dadamu tak resah karena sebak, meski irama hidup ini sumbang, nyanyian hidup di tapal batas kisah berdendang indah, seringkali langkah kaki terantuk jatuh, berlari tersungkur di telaga tak bernama, akhirnya pipimu basah ditetesan hiba
padahal kakimu sudah bernanah menjalani kisah hidup, kau tetap berjuang
dan kau terus menatap kening berdebu di sudut asa yang kau rengkuh, yakinmu akan memetik bintang pada hujung rambutku, padahal malam di ubunku berawan, kejora akhirnya kau petik jua, kau genggam setia
kala siang,
netramu tak silau memandang terik, sebab sudah terbiasa terbakar matahari
telik sandi janji kita kian kuat terikat di suatu kepercayaan saling setujuan
lalu pelangi menghadirkan warna ungu, yang semestinya biru
sedangkan putih telah tersimpan rapi di bola mata ini
jingga merupa di wajahmu,
seperti menyiratkan kerisauan, di jejak hari, pada hidup yang kita lalui
menataplah selalu ke depan wahai puan, meski jurang itu dalam, kau memang tak merasa gamang meniti titian tak berdian
akhirnya anak-anak kita lahir dan tumbuh dewasa, hidup kita bermain di rindangnya ilalang, sedangkan anyelir cinta di sana bermegah di istana priyayi
si jejaka itu kini mulai mengejar cita menatap pelangi
dan si mungil masih bermain sendiri mengejar capung-capung kecil di kaki bukit, kala malam menghitung bunyi jangkrik-jangkrk berdendang
dan si tongkat sebagai penunjuk jalan, tak pernah hadir menuntun aba-aba pada aksara study, sebab tongkat itu bermusyafir berdua dengan selendang cintanya setiap hari mengikuti langkah tuan mencari sesuap nasi di sana
pulanglah puan!
sibakkan awan putih itu, yang sempat hitam
dekaplah haribaan-Nya mari berdoa,
sebab kelam akan terang dengan sendirinya
jika hatimu tabah menjalani suratan azali
HR RoS
Jakarta, 031117
BIAS-BIAS KISAH
kirim kabar pada rindu
nyanyian tak lagi merdu
bawakan pesan ke hati puan
tentang stanza cinta
di larik madah tuan
tak lagi beraturan
rindu menyapa rasa
sepi sudah
karena yang terpisah tak terikat janji
kisah sisakan memori
menyingkap terik di hati yang sedih
sibakkan awan di dada langit
biar koloni hitam berubah putih
oh, sunyi... usah menyulam mimpi
meski kerlip tak menari di sayap kunang-kunang
duka jangan bermain lara
sedangkan musim selalu berganti
bunga-bunga menebar wangi
putik menjanjikan buah 'tuk dijaga
maka sirami
resah, berlalulah pergi
usah tingkah menjadi duri dalam kisah
yang kuhantarkan kabar tentang rindu
pada sulaman kasih berpayet indah
nan terkasih tak terkisah dalam noktah
ia diam saja,
gagal sudah merajut mimpi menjadi nyata
berbalik arah jalan terbaik
mengukur bayangan diri
sampai di mana bayangan itu tegak berdiri
HR RoS
Jkt, 301017
MENGGAPAI IMPIAN
Romy Sastra
setelah bulan ini pergi
pulang bersama musim angin
kita bertemu pada bulan ke sebelas
pada musim yang lebih dingin
hujan kian menyemai butiran
apakah rindu kita ikut terbawa dingin?
tidak puan,
kisah ini bukan kisah semusim
kita yang pernah jatuh hati di labuhan batin
aku buka rahasia garis tangan
mengenalimu,
di palung rindu yang terdalam
tertulis sebuah aksara atas nama cinta
dan kusingkap tirai penghalang pandang
kehadiranmu samar puan
seperti bayang-bayang
kucoba titipkan warta pada sunyi
mencarimu,
berharap tuju menemui rindu
janganlah kehadiranmu menjadi semu
padahal kau ada di setiap napasku
dalam hening
tasbihkan namamu di peraduan religi
bukan bermantera cinta
melainkan mengawinkan sukma
kukirimkan rupamu ke langit
tataplah bintang puan, bawa pulang
kenali bayangan fitrah menjadi nyata
ternyata suratan itu memang ada
lalu, kujahit perca-perca jadi permadani
dari tetesan peluh buat permaisuri
aku berbakti pada janji
kuhantarkan gaun pengantin
serta sebungkus asa, pada kotak rahasia
kita menikah
akhirnya anak-anak kita lahir
tirai mimpi telah menjadi nyata
berbahagialah kisah, jangan berduka
pada suatu cabaran dunia yang lara
duri-duri menusuk telapak kaki, lalui
jangan merintih menyesali
dengarkan saja siulan kenari bernyanyi
membawa indahnya kisah pada suatu impian
telah tercapai
usah berpisah karena goda, kasih terbengkalai
seperti takdir yang tak sampai
kupeluk, kucium keningmu selalu
terpejamlah, nikmati!
sayangku bercumbu tak berbenalu
bahwa kisah kita biarkan berbunga
sekuntum kembang mekar di jambangan
dikau kasih, bukan lagi khayalan
impian telah berkenyataan
HR RoS
Jakarta, 28-10-2017
SUMPAH PEMUDA
dulu ia nusantara
Indonesia belum ada
negerinya makmur subur dan kaya
dijaga oleh kearifan raja-raja
lalu,
ekspedisi rempah menjajah belahan benua perut nusantara diperkosa
pertiwi berdarah
raja-raja itu kalah
ada yang tergoda
ada juga bermaruah
putra putri pejuang bersatu
untuk satu tanah air
satu bangsa
satu bahasa
lahirlah Indonesia
kibarkan semangat juang di dada pertiwi
dari suku mana kita berasal
dari tanah mana engkau berdiri
kita satu nadi
satu panji merah putih
dengan puisi yang menggelora
atas nama sumpah pemuda
berdirilah Indonesia
HR RoS
Jkt, 28-10-2017
menyambut hari sumpah pemuda
TEGARLAH WAHAI PUAN
Romy Sastra
kupu-kupu menari menyapa pagi
kedasih bingung,
seperti kehilangan kekasih
murung menatap awan masih seperti malam
fajar sekejap menyinari
embun tertumpang di daun, lalu kering
mentari tak terik siang ini
kabus-kabus berkoloni di dada hari
pertanda cerah tak jadi
musim berganti
tegarlah wahai ilalang
kehidupan ini masih panjang
petang akhirnya datang
siluet segera pulang ke peraduan
kutitipkan cahaya pada lilin
terangi malam ini, jangan padam
lalu, kau tak bertahan lama menyinari kelam
sedangkan malam baru mulai menyapa
pernah kusinggahi dermaga tak bertuan
menatap menara gadingnya
tali sauh para nelayan rapuh mengikat cabaran
semuanya seperti ambai-ambai pantai
menggali pasir lalu sembunyi
kau puan, tegarlah dilamun angan
kukibas bayangan hitam menghantuimu
tentang kegagalan dan kematian
kutitipkan satu kejora cinta di rambutmu
biar ia tergerai menyemai
wahai, sang kidung hati
bukalah matamu
jangan terpejam menatap ilusi
yakinlah esok pagi masih kembali
jadilah bestari pada reinkarnasi mimp-mimpi
mimpi menjadi nyata
pada konflik hidup yang tak sudah
HR RoS
Jakarta, 27-10-2017
EMBRIO CINTA
Romy Sastra
desah cinta setetes darah hina berkoloni
sukma kasih menyatu dalam garbah
terbentuk bibit insani
bertanya Hu pada embrio
"Kutitip amanahKu... ke dunia kelak,
adakah engkau sanggup memikul titah dunia sepanjang kematian?
sedangkan engkau embrio tercipta dari sabdaKu
kehidupan pertama dalam Qolam azali
Kutuntun detail dikau tentang indahnya rahsi
azali tergurat misteri
di setiap detik-detik laju cipta
lena seperti melayang dalam nebula
segala serba ada papah senyum mesra
berdialog belajar cinta bernapas Hu
detak-detak memandu berjalan jauh
tetap langkah itu di hadapan-Nya
Hu bersabda pada ruh,
siapa Rabbmu ya, embrio?
Engkaulah wahai kekasihku
lahir ke dunia alam kematian
tersesat jalan, negeri apa ini?
tak tahu tujuan
yang tak lagi menemukan kedamaian
yang ada kebisingan
embrio mencoba tenang kembali
pada azan memandu asma-asma puji
yang dikenal dari rahim suci
baru saja tertumpah lewat gua garbah
embrio maha bingung
hanya bergantung getaran tali nadi
pada titah suara merdu tapi semu
ayah dan ibu
embrio belajar bermusyafir di dunia kematian mencari lembaran azali
bertasbih
untuk bekal jalan pulang
ke alam abadi ....
HR RoS
Jakarta, 27092016
DESTINASI
Romy Sastra
berkabut sebak
jejak luruh dalam bayangan tak terpijak
tatapan tajam menatap celah
memilah garis rasa
lurus tak tercela
aku raba doa menyingkap sukma
mati di dalam hidup
jantung bergerak nadi bergetar
alam sunyi menepi
hening bak lonceng berbunyi bashiran, sami'an,
hayatan Ilallah
fana....
tubuh halus menembus kosmik alam diri
menatap sagara riak berwarna
hawa menggodaku
Aku simak bisikkannya itu
wahai si musafir kerdil
janganlah berpayah berzikir
cukup!
sampai di sini keindahan-Nya yang dipikir
sebab, ke sananya kosong
godaan itu,
ia adalah nafsu
terus berlalu tinggalkan jejak abstrak
dalam tarikh nafas ditahan,
tak ingin tergoda dalam kancah warna kepalsuan
destinasi imanku melaju
dalam perjalanan pikir, akal, nafsu bercumbu
meninggalkan rona semu
akliq nakliq fitrahku lebur
berbaur ke kolam rasa
menuju awas tak berujung,
tak bertempat, bening
bukan warna lagi
lingga saliraku kaku dalam yoga zikra
pentauhidan itu
melaju menuju tauhid destinasi yang hakiki
tak berwujud lagi, ia awas
dari jiwa kepada maha jiwa
bayanganku sirna, yang ada adalah, IA
makrifat itu
HR RoS
Jakarta, 25-10-2017
PATRIOT
Kupotong sebatang bambu, lalu kutancapkan ke dada Ibu
Darah sucinya mengalir seperti peluh di tubuh
Kuminum seteguk,
Merah mendidih di hati yang perih
Tak ingin negeriku dijajah benalu dunia
Aku bersumpah
Sejengkal tanah adalah nyawa
Berguruh riuh seperti angin dingin
Tak goyang digoda ingin
Pada hipokrit di balik cermin
Angkasa ini biru bung, masih biru
Langit negeriku tak ingin berdebu
Pantang mundur diserang musuh
Meski baju ini compang-camping
Pekik itu
Menyatukan sumpah pemuda bela negara
Singsingkan lengan mari bersatu
Sabda bangsa tertulis di dada Garuda
Falsafah negara Bhineka Tunggal Ika
Mari kita jaga, jangan sayapnya patah
Tak bisa terbang tinggi
Menjelajahi dunia
Mana dadamu kawan
Ini dadaku
Mana otakmu kawan
Ini otakku
Bersatulah kita
Jangan terkotak-kotak, membuat ibu merintih
Tuhan titipkan negeri ini
Benteng terakhir perdamaian abadi
Dari pengalaman dicabik-cabik kolonial
Mari berdiri
Tundukkan lawan dengan prestasi
HR RoS
Jakarta, 23-10-2017
MALING-MALING BERDASI
Romy Sastra
kubuka lemari Jepara itu
tersusun kain-kain beraroma bunga
sayangnya, ada kecoa-kecoa busuk
di lipatan kain sejarah ibu
lemari telah difigura dengan ornamen mewah
kenapa otak si pembuat ornamen bereksperimen seperti pahlawan
padahal bedebah, jadi maling-maling berdasi
negeri ini disusun rapi
oleh pemuda-pemudi patriotik
tadinya tercabik koyak
oleh si pendobrak ekspedisi kolonial dunia
pemuda-pemudi itu gugur
ada yang lapuk ditelan usia
ada berdiri teguh di tugu-tugu kota
pengabdiannya,
menitipkan jasa, nama dan sejarah
lalu, yang berdasi kerdil
di mana jasa tuan itu kini,
titipkan bakti pada negeri?
yang ada hanya lencana suasa di dada hipokrit
seperti peribahasa:
guru kencing berdiri, murid kencing berlari
sebatang pohon bambu
kutanam di halaman rumahku
lalu tumbuh menjadi rumpun
anak-anakku lapar
tak lagi dapat mencari makan
tanahnya kemarin subur
kini tandus berganti gedung kaca
yang isinya gedung itu tak lagi kecoa
tetapi tikus-tikus impor mengeruk pertiwi
berkoloni ke kantong-kantong pribumi
dan kita mati di lumbung sendiri
zalim kau tikus-tikus iblis
padahal,
telah kuangkat kau ke derajat tinggi
nyatanya kau banci
kaukaya pada kesempatan jabatan semusim
lalu ingin kaya lagi
akhirnya buncit,
dan kurus kejepit di kursi pesakit
rasainnnn....!!!
HR RoS
Jakarta, 081117
MENCARI BULAN MENATAP CINTA
Romy Sastra
Minggu kedua awal Juni tahun ini
Kisahku satu keinginan pada angin malam, berbuah dingin
Langit di atas rumahku kelabu
Sebab, siang tadi teriknya tertutup kabus
Koloninya mengundang sebak hingga ke senja
Malam ini sunyi
Gelap dan dingin sekali
Bulan tak mengintip seperti malu
Lalu, kunyalakan sebatang lilin di tangan, dan kukirimkan ke langit
Berharap mendung terkuak putri malam tampak
Hingga penantianku tiba di minggu kedua bulan November, masih di tahun ini
Rembulan tak jua merupa
Lalu kubuka tirai ghaib, yang diciptakan Tuhan sebelum langit itu ada
Aku berpikir....
Di mana sang kejora bermegah dengan putri malam yang biasanya mesra
Aku tak putus asa pada jejak-jejak cahaya
Mencari purnama meski seribu tahun lamanya
Dengan petunjuk jalan tasauf di ruang batin
Atafakkarun
Aku khyusukkan hening pada iman, ternyata jiwaku kelam, aku terdiam
Bertanya pada nurani, pantaslah purnama tak ada di pertengahan bulan
Ternyata nuraniku mencari bulan tersesat jalan
Jiwa ini akhirnya menangis, dan kutasbihkan
Seribu kalimahtulhaq ke labirin cinta
Bermantera-mantera rindu di kalbu
Lalu terkuak purnama yang indah bermegah
Tirai gaib yang diciptakan Tuhan akhirnya terbuka
Jalan yang tersesat itu bermusyahaddah
Wajah-wajah kejora dan purnama bersatu
Menatap cinta tak lagi bercahaya
Yang ada awasnya Ia, bermahabbah
HR RoS
Jakarta, 09-11-2017
LAHIRNYA SANG BINTANG
Karya: Romy Sastra
Jiwa yang tenang itu berlabuh
Dari rahim seorang Ibu
Yatim tak berayah
Tak lama belia, Ibu pun tiada
Hidup yang payah dengan Kakek tercinta
Figur sang bintang lahir ke dunia
Di antara berjuta gemintang
Bersinar dari azali
hingga akhir zaman
Kelahiranmu dinantikan sekalian alam
Iblis-iblis berhamburan
Para malaikat tercengang
Alam gelap menjadi terang
Shalawat kami senandungkan
Sebuah puisi aku titipkan
Di majelis ini ya rasulullah
Bukan sekadar kenang
Melainkan panduan
Musthofa
Engkau pembaharu akidah
Dari zaman jahiliyah, menuju cahaya agama
Ya, Rasul
Pada maulid ini
Umatmu mengenang kembali
Lahirnya sang kekasih
Jakarta, 20 Oktober 2107
BELAIAN SAYANG
lentiknya jemari kekasih
satukan ruas-ruas menggenggam sayang
kusibak mayang yang tergerai panjang
terurai jatuh kuselipkan ke sudut telinga
kususun rapi dengan belaian
seraut wajah memandang pasrah
kau tutup kelopak indah
terpejam aku tenggelam
rebah ke dalam pangkuan
ada nyanyian kasih di ruang telaga
detak berdetak irama deburan menghentak
lalu, di dada ini pintu nirwana terbuka
maka masuklah dengan cinta
terlelap lekat tak ingin berpisah
berpagut rindu saling bercumbu
pelihara kemesraan itu jangan sampai layu
netramu yang terpejam perlahan terbuka
ada bening mengalir indah
menganak sungai di sela hiba
kuusap bendungan itu jangan terjatuh
kulepas pandangan ke kening
kukecup sekali lagi
bunga-bunga bahagia bertaburan
merawat bunga kekasih ke dalam impian
nan tumbuh di jambangan hati
HR RoS
Jkt, 201117
MENYENTUH MAHA JIWA
Kunyalakan lilin di telapak tangan
Berharap hangatnya menyentuh badan
Lalu, lilin itu kian mendekati kulit
Lilin lenyap jadi leleh
Aku terbakar
Sakitnya dibakar api dunia tak seberapa
Masih ada obatnya
Sedangkan api neraka
Jauh lebih pedih dari seribu lilin yang menyala
Membakari jemari
Kunyalakan pelita di ruang batin
Berharap kelam bercahaya
Picingkan netra sekejap
Bayang-bayang menghilang
Yang ada nyata
Tuhan bersamaku, dan bersamamu
Dan juga berada di seantero yang ada
Menyentuh maha jiwa
Tak tersentuh tapi terasa
Dialah maha jiwa itu
HR RoS
Jkt 181117
MENCARI BULAN MENATAP CINTA
Romy Sastra
Minggu kedua awal Juni tahun ini
Kisahku satu keinginan pada angin malam, berbuah dingin
Langit di atas rumahku kelabu
Sebab, siang tadi teriknya tertutup kabus
Koloninya mengundang sebak hingga ke senja
Malam ini sunyi
Gelap dan dingin sekali
Bulan tak mengintip seperti malu
Lalu, kunyalakan sebatang lilin di tangan, dan kukirimkan ke langit
Berharap mendung terkuak putri malam tampak
Hingga penantianku tiba di minggu kedua bulan November, masih di tahun ini
Rembulan tak jua merupa
Lalu kubuka tirai ghaib, yang diciptakan Tuhan sebelum langit itu ada
Aku berpikir....
Di mana sang kejora bermegah dengan putri malam yang biasanya mesra
Aku tak putus asa pada jejak-jejak cahaya
Mencari purnama meski seribu tahun lamanya
Dengan petunjuk jalan tasauf di ruang batin
Atafakkarun
Aku khyusukkan hening pada iman, ternyata jiwaku kelam, aku terdiam
Bertanya pada nurani, pantaslah purnama tak ada di pertengahan bulan
Ternyata nuraniku mencari bulan tersesat jalan
Jiwa ini akhirnya menangis, dan kutasbihkan
Seribu kalimahtulhaq ke labirin cinta
Bermantera-mantera rindu di kalbu
Lalu terkuak purnama yang indah bermegah
Tirai gaib yang diciptakan Tuhan akhirnya terbuka
Jalan yang tersesat itu bermusyahaddah
Wajah-wajah kejora dan purnama bersatu
Menatap cinta tak lagi bercahaya
Yang ada awasnya Ia, bermahabbah
HR RoS
Jakarta, 09-11-2017
SIKLUS MUSIM
Romy Sastra
malam ini akan serasa dingin
hujan baru saja reda
koloni embun datang
membawa cermin di atas daun
pelangi melingkari mayapada
siklus kearifan alam
berputar mengikuti porosnya
setangkai kembang nan layu
daun-daunnya hampir gugur
berharap mekar senja ini
burung-burung bernyanyi kepakkan sayap
menyambut kedamaian alam
disirami hujan
bertasbih menandakan pujian
menatap cakrawala di ujung waktu
mendung masih saja menggantung
si putri malam merajuk
mahkotanya tersibak menjadi rinai di bumi
wahai putri, jangan bersedih
tersenyumlah menatap dunia
ia adalah suratan azali di dada hari
HR RoS
Jkt, 27-09-17
DENDANG BUMI MANDE BAPUISI
Romy Sastra
painan,
nagari paik nian
kato anak dagang dari dulunyo
kini painan lah rami
ranah rancak ditingkahi zaman
sambuiklah tamu jo galak nan manieh
bak bundo kanduang limpapeh nagari
dulu,
samanjak penjajah masuk dari tangah lautan
dari pulau cingkuak
mambuek benteng sarato pelabuhan
manikam jajak ka padalaman
dari pulau cingkuak mambao pasan dagang
tanyato nagari painan nyaman didiami
lah kaseroan,
manipu anak-anak nagari
sangketo parang tajadi
painan jadi sejarah kolonial
jo darah dan nyao ditaruahkan
isilah kemerdekaan barami-rami
sairiang jalan dalam cito-cito pajuangan
ranah nan denai cinto
dilingkuang bukiek diapiek muaro
dari ketek bundo gadangkan
sajak denai tinggakan kampuang jo halaman
hilang ka tanah jao
tapian mandi nan lah jadi angan
denai jalangi ranah painan pulang
mambao alek seni dan sastra
dalam bingkai puisi jo kawan-kawan
sambuiklah kadatangan alek kami
untuak kemajuan generasi dalam literasi
oiii, camar
bisiekkan pasan ka riak nan bagalombang
radokan badai nan manghadang
kapa anak dagang ka balaieh ka tapian
sambuiklah salam kami painan
dari rantau kami datang ka pasisie
dalam dendang bumi mande bapuisi
kami silangkan tikuluak ka badan
jo carano kami siriehkan
bungo rampai paluruah sapo
kok tadayo si anak dagang banasib malang
tuah tawa palarai damam ubekkan
ka nan kuaso doa dikadukan
oii risau,
usah sakiek manjadi bayangan
salamaikan pasisie dari sangketo nan manyeso
dek bumi semakin sampiek
acok-acoklah baarak kaki ka musajiek
minta ka nan kuaso
jauahkan dari bahayo dan bancano
silang sangketo kok ado,
laraikan curito baiyo-iyo
duduak Samo randah
tagak samo tinggi
nan gadang pabimbiang nan ketek
nan ketek hormati nan tuo
nan bajubah tolong salimuti
nan lah kambang tolong buahi
nan babuah agiehlah bibit ka nagari
kok payuang tabukak taduahkanlah generasi
kok tanyo disampaikan, ungkailah jawaban
tunjuakkan jalan kan nan rami
bumi mande bapuisi
tampek alek seni sastra
anak nagari pasisie
HR RoS
Jakarta, 23/09/2017
POLITIK BALING-BALING ANGIN
Romy Sastra
baling-baling angin berputar
sebab sepoi menerpa gurun
mendaki semut-semut kecil
melubangi parit-parit, kerdil
sampai di atas gurun terlena tak mau turun
sang angin kian sejuk
membuat si pungguk cemburu
sang pelatuk mematuk kayu kapuk
pohonnya mati,
ilalang kian gersang di tengah padang
tak lagi bisa berlindung
tetap saja hidup
meski gurun itu runtuh
beban hutang negeri semakin menggunung
politik baling-baling angin
ke mana angin kencang
ke sana ia bergoyang-goyang
demi kantong masa depan
pesta pora di gubuk-gubuk mewah
padahal tak bertaji
hanya pandai bernyanyi
dapat kesempatan sekali
ingin berkali-kali
akhirnya masuk bui
hukum dibeli
sang penjual tak ingin rugi
si pembeli dan penjual
sama-sama tak punya harga diri
HR RoS
Jakarta, 17-09-17
TARIKH SUNYI
Romy Sastra
berlayar malam
menyelami samudera terdalam
batu karang menghadang, singkirkan!
bermandi kerlip pada bintang-bintang
bulan purnama lebur cahayanya luntur
aurora langit membuncah ke seantero jiwa
menyelami diri
tak lagi berkomat-kamit
menghitung ismudz dzat
matikan nafs,
hening bersuara bening pada sami'
seperti lonceng berbunyi
aku mati terkubur sendiri
mati di dalam hidup
meninggalkan duniawi
terbungkus sunyi
berkain kafan hitam, kelam
bermandi zam-zam di sela pori
telah pulang ke asal
di mana dulu azali diri berjanji akan mengabdi
kenali yang sejati dengan menempuh mati
karena hidup dunia ini tertidur
sebentar saja terlelap
kala terjaga nanti baru tahu untung rugi
HR RoS
Jkt, 11-09-17
AKU BERSAMA MALAM
Romy Sastra
desah bayu menambah keheningan
pada alunan seruling rindu
menyentuh sanubari,
membangunkan kisi-kisi malam
kisah yang telah sunyi, bangkitkan kembali
hening dalam kesendirian
angan kulukis bias dalam impian
jalan impian itu
yang tak pernah jadi kenyataan
dewi malam ....
temani aku malam ini
jangan dikau malu memeluk sepiku
kejora ....
taburkan kerlip indahmu
sinari temaram hati ini
biarkan aku bermandi cahaya
bersama galaxi yang mengitari
awan ....
guguskan embun malammu
basahi alam yang gersang
sirami jiwaku yang lara
walau setitik tertumpang di rerumputan
izinkan aku,
menyauk telaga mini di dedaunan
membasuh wajah yang lusuh, berdebu
berharap raut ini ceria
****
aku bersama malam
bercerita dalam bayangan diri
kaki ini sudah lelah melangkah
menggapai sebuah impian
yang kian jauh di ujung harapan
yang terkisah telah menutup memori
kau yang kuimpikan, kukasihi
kini telah berlalu pergi
adakah jalan ini kau singgahi kembali
jalan itu telah menjadi sebuah persimpangan
akankah bunga yang mekar tadi sore
layu sebelum berkembang
kuakui,
aku dalam keterpurukan
tak seperti yang diharapkan
modalku hanya sebuah keyakinan
untuk sinari kasih mimpi di ujung angan
akankah impian malamku
selalu bersanding bersama bayangan
angan, jangan menari di ujung malam
angin, bawalah sepoi keperaduan sunyi
kunang-kuang, menarilah sampai pagi
bulan, sinari malamku meski sekejap
yang dikau akan tertutup awan
fajar, jinggamu titipkanlah
semoga netra dunia menyinari jejak hari
tuk gapai esok ceria,
tak lagi berbuah kegagalan
mungkinkah pelita itu akan padam selamanya
jika rembulan tak merupa
fajar tak lagi jingga
netra dunia pun malu berganti derai rinai
entahlah ....
ah, fatalis jangan berselendang asa
HR RoS
Jakarta, 020917
SASTRAKU LARA
By Romy Sastra
tinta ....
dari debar-debar hati kulukis larik
menyulam diksi ke langit-langit rongga
sebak di dada tinta pudar warnanya
sastraku lara, generik alami telah kuracik
menyembuhkan luka
pada kearifan budi yang tergadai
kertas ....
lembaran yang pasrah
kucaci-maki imaji dalam goresan
menodai putihmu
mencoba tenggelamkan lamunan diam
tak dapat mata terpejam
bahwa sastraku payah, tak indah dirasa
kertas berbisik, panahlah aku selalu
dengan tinta itu
akan aku ajarkan jemari lentikmu
tentang tabah dan pasrah meski bisu
bahwa sastra tak pernah susah
ia penghibur hati di pentas tari ilusi
kuberlari meninggalkan jejak
langkah tak berbekas bias
masa depan suram
pucuk-pucuk telah berguguran
layu sebelum berkembang
ke mana kutemui lagi pertapaan
sabda mantera tak lagi bertuah
tertanya dalam lamunan
asyik menyulut asap membubung ke awan
kereta kencana telah berjaya melaju
ke singgasana raja
tempat duduk sang pelaku para pujangga
bertanya diri pada mimpi
mimpi pun telah usai tak terurai
cerita ....
bahwa sastra yang kudamba
putus tertikam belati
majasku payah tak elok dicerna
karena tak memiliki sudut pandang
asumsi wibawa sastra bodoh dan mentah
tak layak berada di stasiun warta
sang pemerhati ....
Berikan tuah bertitah tadah yang rela
jangan diam menyulam dungu
seakan tak mau tahu
sang penulis haus sudah bermadah
menyusun aksara sastra
berpayah-payah karena cinta
memandu goresan yang terbilang
tak indah
aahh, diri ....
sudahilah memaki kisah
kenapa kau kecewa pada cerita
yang tak pernah sempurna
jangan bersedih
sastra adalah bahasa jiwa
mengertilah....
HR RoS
Jakarta,16092016
TANGIS DI BATU NISAN
Romy Sastra
diam menilik prasasti sebuah nama
mencari tahu makna kehidupan
yang hidup telah terjebak dalam kepalsuan
bunga-bunga telah kering
daun-daun berguguran
ranting-ranting berjatuhan
yang tersisa tunggul berjamur
akan rapuh dan lenyap ditelan waktu
dalam diamku,
bertanya tubuh pada tanah
jangan kau tolak bangkaiku kelak
meski tubuh ini busuk mengotori
aroma sucimu,
aku yakin kaulah kepasrahan itu
yang akan menerima fitrah
dan segala nista
nisan itu bak prasasti menunggu misteri
berdiri sunyi beraroma melati
akankah ia sebagai saksi kematian
bertanya diri,
untuk apa hidup ini?
disadari,
illahi menitip pesan pada kalam
aku ciptakan hambaku,
aku ingin agar aku itu dikenal
duuhh....
tapi kenapa tubuh ini lalai mengejar tasbih
sedangkan ia kunci pintu arasy
kapankah diri tunaikan ikrar permohonan tuhan
selalu lalai
biadabnya diri
tak menghiraukan seruan illahi
jangan hukum aku tuhan
bila hidayah tertutup untukku
bangunkan aku dari tidur sesaat ini
biar aku tahu jalan pulang
nisan, prasastimu kupinjam
HR RoS
Jakarta, 17-5-2016, 18:45
ILYAS YAKUB PAHLAWAN ITU
Romy Sastra
di negeri yang sunyi Asam Kumbang
telah lahir dari rahim pertiwi
cikal bakal pejuang
mengusir penjajah dengan tinta
bergerilya di tembok pengasingan
seorang pahlawan
pahlawan itu, Ilyas Yakub
sejenak kita merenung
pada sejarah bangsa
putra Asam Kumbang Painan
terbujur di nisan sunyi
di hadapan mesjid raya Kapelgam
dipindahkan ke tanah kosong
kau pahlawanku
tuan dibuang jauh
dari bumi Mandeh ke Boven Digul
hingga Australia dan pulau Semanu
sampai Labuhan Brunei
demi cita-cita kemerdekaan itu
kasih terberai
di antara benua, pulau dan semenanjung
kidung kampung tak lagi mendayu
demi Indonesia merdeka
memilih mati di medan jihad
untuk negeri tercinta
kau pahlawanku Ilyas Yakub
serunai memanggil di malam hari
ayat-ayat kemerdekaan dikumandangkan
perjuanganmu membawa warta ke angkasa
jadi jurnalis bangsa
nisanmu tak kami abaikan
karena jasamu kau dikenang
setiap tahun
kami taburkan kembang setaman
mewangi sepanjang sejarah
tenanglah dikau di haribaan Tuhan
hingga damai di surga
HR RoS
Jakarta, 19-10-2017
IKTIBARLAH
kita di antara dua gejolak
realiti dan sisi lain
pernah singgah sekejap
lalu hilang dari tatapan
pesta usai
cerita terurai
hikmah tadahlah
usah bersedih
lalu, kenapa kita menyunting sunyi
merenda sepi
dengan payet-payet pelangi
Pelangi pun sekejap menari
lenyap bersama mimpi
matilah mencintai yang abadi
jangan mati mencintai ilusi
sebab, yang abadi destinasi hakiki
ilusi hanya mainan orang-orang bodoh
jangan tertipu
ia akan berbuah malu
tegarlah wahai sang pemimpi
jangan bermain angan
hidup ini kenyataan
akan terus berlanjut
nama dan sejarah adalah torehan
jadikan ia tunas-tunas berputik
pada tirani darah selanjutnya
berbenahlah menuju keabadian
dari alam kehidupan yang terlelap ini
HR RoS
Jkt, 191017
DICUMBUI BAYANGAN
melukis bayang semalam
mewujudkan rindu
terkenang pada yang hilang
pernah bercumbu berbuah malu
Kenangan sekilas jadi bias
takkan bisa jejak yang hilang dicari
sebab, layar telah dibakar oleh emosi
semuanya telah berlalu
ia yang kembali pulang
ke peraduan masing-masing
aku menunggu sang fajar
terangi langkah ini
sang bayang-bayang usah lagi bersamaku
aku mengejar nan tertinggal
pada impian realiti
bersama yang terkasih
HR RoS,
Jkt, 181017
KHAYAL DI PUNCAK UBUN
mata ini terpejam,
ilusi khayal membubung ke dinding ubun
tangga arsy berlapis seperti buah kol
berkabut awan putih tak berisi, nol
di negeri astagina, negeri antah berantah
tersaksi dengan cupu manik berjiwa dewa
tatkala kacahaya cinta merekah
tuai selendang rasa
menyusup ke samudera jiwa
indahnya lorong langit tak berujung
seperti berkelana di pantai tak bertepi, sunyi
sebuah negeri istana di atas awan
dalam kias dahaga cinta yang rela
pada maha pencipta, jiwa
bermusyahaddah
HR RoS
Jkt, 211017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar