UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Sabtu, 19 Desember 2020

Kumpulan Puisi Mohammad As'adi - DALAM SUNYIKU



DALAM SUNYIKU

Dalam sepi meluka dalam rindu
Pada sebuah prasasti
: Cinta menjelma jadi laut
Cinta menjelma jadi gunung
Cinta menjelma jadi kehampaan absolute
Dalam semesta mengheningkan cipta
Aku adalah semangat cinta
Tapi Ia telah pergi
Ruhku direnggutnya

2
Kesejatian dan cinta aboslut
Kau hamparkan di tujuh langit berlapis-lapis
Lalu Kau taburkan sebagai butir-butir
Pada awan berarak , pada embun
Rembulan dan matahari
Di selembar sajadah
Kupandangi dengan air mata letih
Sampai aku tak tahu dimana ia berada

Wahai sang pencipta
Dalam hati pengelana
Wanginya sekutum mawar
Kau hadirkan kembali
Dalam alunan seruling cinta para sufi
Aku mencari cari
Aku mencari cari
Dimanakah ia ?

Ya raab datangkan deritaku
Datangkan sunyiku
Ciptakan rinduku
Datangkan kehampaanku
Karena dengan begitu
aku takut berpisah
Dengan MU, sampai mautku
Memisahkan ruh dan jasadku
:Bahagiaku
Ketika engkau menyapa dengan nestapa
Yang kemudian kau hanyutkan
Aku dalam rindu

Temanggung 2611202



CAHAYA BULAN SETENGAH USIA
(setahun kepulanganmu)

Cahaya bulan setengah usia
Merambati gumpalan awan musim hujan
Tak henti bercerita
Harapan dan keputusasaan
Sepertiga malam ini
Seperti membawaku kembali bartawaf
Dalam pertapaanku yang sunyi
Sambil mengenangmu wahai
Hembusan angin senja laut merah
Di bawah matahari penuh
Di ketenangan ombak
: kita pernah singgah
Menulisi kilau lautan jingga
Dengan cinta di bawah naungan cinta
Kini ia tinggal senandung cinta yang sunyi

-Dua belas purnama dalam kabut nestapa
Dan kesedihan. Dua belas purnama meniti jalan baru
Menuju pemenjaraan raga, menepis segala fana
:aku juga bakal pulang ……..
Kami semua bakal pulang…….
Kami tengah menuju kesana

- Sebentar lagi purnama
Untuk yang ke dua belas kali
Dan aku bertanya-tanya
Pada purnama keberapa
Kapalku meninggalkan sauh
Berlabuh dalam pelukan Nya?

2
Berjuta kesenyapan memutar jiwa
Dalam kesenyapan memabokkan
Aku menyebut MU
Dalam pusingan jiwa para dawis
Mabok cinta
Cinta berkata padaku
:aku akan menenangkan jiwamu
tunggu purnamaku
Karena cahayanya adalah cahayaku
Dan cahayamu

Temanggng 122020



SEBUAH WAJAH
(kepada seorang teman)

Sebuah wajah
Kugambar
Pada gerimis
Lalu angin mendesir
-hanya lelehan tinta
dan selembar kertas tak berbentuk
yang tersisa serupa bayangan diatas air-

Sebuah kehidupan
Kugambar
Pada detak jam dinding
Menandai waktu terus berjalan
-akankah kita sanggup mengatakan
Kita memiliki cinta ?
Seperti matahari memiliki siang
Dan angin memiliki desir ?–
Aku tak tahu akankah kita bermuara
Di satu genangan lalu bertemu di lautan?-

Kugambar wajahmu
Pada sebersit harapan
Menjadi pelipur
Pemilik rindu

Temanggung 15122020



KEPADA BIYUNG

Kau telah begitu lama tertidur pulas
Berkalang tanah ibu pertiwi
Sunyi hiruk pikuk negeri
-dalam senjakalaku
Tatanan kehidupan berserak-serak
Karena nurani lepas dari lubuk
Wajah-wajah bertopeng
Duduk di atas singasana
Jiwa-jiwa terbelenggu angkara
Menjajah negeri
Negeri kita biyung

Air mataku
Kusisipkan pada bunga-bunga kamboja
Yang jatuh di atas makam
Engkau merasakan bukan ?
: ketakberdayaan yang tertimbun
lewat tetes air kelopak mata duka
Kau mendengar bukan ?
: jerit dan teriak anak-anak negeri
yang sakit tak terperi
berhadapan dengan sangkur
peluru dan harapan hampa
negeri ini makin tak beradab

-kau pergilah bersama kaum demonstran
jadikan nurani sebagai panglima
kebenaran akan menjelma jadi cahaya
dan cahaya menjelma jadi api
membakar kecongkaaan dan kekejian negeri ini-
Katamu bertahun lalu
saat melepas aku pergi berdemonstrasi

Biyung, kau adalah rinduku
puisi penyejuk hati
tatapan matamu bermiliar embun
Biyung , kau adalah bara
untuk negeri ini dan anak-anakmu
Tapi kini kerentaan dan encokku
Membuat aku hanya termangu
Bersama kabut
Kabut yang menghitam
Menari-nari di langit seantero negeri
Bersama beratus elang
Bermata saga

Temanggung 2019



AKU DAN LELAKI DI PEMATANG

Kabut dan serpih embun
Pohon-pohon bambu bertekukan
Gigil mendekapku dan lelaki di pematang
”ini negeri makin terkoyak
Mengigil tak bertuan”
Katanya padaku

Seperti serpihan angin
Datang dan pergi
Pidato-pidato sakit jiwa
Budak-budak rakyat yang merasa jadi raja-raja
Suaranya berdesingan di antara cemara
‘’Kita hanyalah tumbal bagi negeri ini
Kita hanyalah pertapa dalam bayangan
Sangkur dan bayonet
Dengan mengatasnamakan undang-undang’’

‘’Disini, di gunung kita terjerat rentenir
dan kaum kapitalis, di luasan cakrawala negeri ini
kita terjajah kekuasaan dan kekuatan tak terkalahkan
lalu siapa kita ?
pemilik negerikah atau budak-budak di bawah selangkangan
para politisi?’’katanya

Aku dan lelaki di pematang
Terbata bersajak, sajak-sajak daun tembakau
Tak berumah tak bernama
Beraroma klembak dan kemenyan
Nafasnya : hidup tersengal !

Aku dan lelaki di pematang
Menghirup aroma tanah dan kering dedaunan
Mendengarkan irama tak beraturan
Nyanyian negeri tak lagi segemulai nyiur melambai
Tak lagi segemulai gadis-gadis gunung
Suaranya berderak
Seperti ranting patah
Terinjak-injak binatang liar

Temanggung 2019



NOCTURNO

Lagi, tergagap dalam kota berpesta
Lupa sajak dalam secangkir kopi hampa
Kalau kau bertanya:
Kenapa malam tak lagi meninabobokan?
Karena setiap kegelapan menyembunyikan
Huruf-huruf yang menyebutku dalam diaroma sebuah kota
terbalut pesta pora
terbalut kata tak sempurna
-sejarah berlaku
Selalu begitu
Hanya sebatas jalanan kota tak berjejak-

Di sebuah pertigaan
Seseorang berkata padaku
:mestinya kotamu adalah pusaka
Jiwa tualang tergenggam
Hingga ke makam
-aku katakan padamu
Awan-awan kelabu
Berlalu lalang
Aku tak ada disitu
Apalah arti jiwaku ?

Temanggung 2019



DANDANG GULA
Mantra Perempuan Berkonde

Seorang perempuan ningrat berkonde
Bermata embun menulis rindu
Padaku yang menggigau
Ibu menulis kelu
Ibu menulis kasih berarak
:sebuah buku memorial terpanjang

-Lamun sira anggeguru kaki
(Jika engkau meminta nasehat dariku)
Amiliha manungsa kang nyata
(Pilihlah manusia sejati)
Ingkang becik martabate
(Yang baik martabatnya)
Sarta kaweruh ing ukum
(Serta mengenal hukum)-

Tembang kasmaran seorang ibu
Dandang gula kehidupan
Mewartakan kepada siapa berguru
Padaku yang selalu
Menengadah pada cakrawala terbuka
Dengan sengal nafas kesiaan waktu

-Kang ibadah lan kang wirangi
(Yang taat beribadah dan menjalankan ajaran agama)
Sukur oleh wong tapa ingkang wus amungkul
(Apalagi mendapat orang suka perihatin yang sudah mumpuni)
Tan mikir pawewehing lyan
(Yang tak berpikir pemberian orang lain)
Iku pantes sira guronana kaki
(itu pantas kau berguru padanya)
Sartane kawruhanana
(Serta belajar padanya)

Rebana…rebana sunyi
Yang termaktub dalam lelaku
Membeku selalu, terbelenggu lupa
Mengungkapkan benih-benih hidup
Lupakan aku jati diri
Tak berkaca pada jiwa dan hati

-Rosing janur miwah witing pari
(Ruas janur juga pohon padi)
Toya wijil kang saking sarira
(Air yang keluar dari badanmu)
Walang kayu ijo lare
(Belalang kayu hijau muda)
dalu dalu sun luru
(Malam-malam kucari)
dimen enget ampuhing dhiri
(agar dapat mengingat kekuatan diri)-

Seorang perempuan ningrat berkonde
Telah lama dalam sunyi
Dalam panjangnya hening cipta
Ia menjelma pada belahan jiwa
Belahan jiwa terpilih
Untukku
Karena mantra pandang seorang ibu

-wadung jambe mas rara
(kapak pohon jambe kakak perempuan)
nimas kembangipun
(adinda jadi bunganya)
Jroning cipta tuhu sira
(Dalam hening cipta slalu bersamamu)
bebek alit dade mupan wira wiri
(bebek kecil jadi kesana-kemari)
anandhang ro asmara
(sedang jatuh cinta)

Temanggung 2019



AKU BERPUISI TENTANG KAMU

Di setiap kota yang kusinggahi
Kutinggalkan jejak-jejak
Hingga akhirnya sebuah kota menahanku
Karena disinilah darah ibu mengalir
Parakan menjadi persinggahan terakhir
Menyalakan perbincangan,berkisah
Jiwa meliuk,rohku bersimpuh

***
Aku berpuisi tentang kamu
Tatkala setengah mabok
Kota-kota menghela
Tualangku dalam imaji
Tak bertiang
Karena aku adalah penyair

Lampu-lampu temaram
Kucari tempat-tempat berlabuh
Bagi hidup yang melenguh
Menempuh gugusan pulau
Pulau-pulau
Gejolak jiwaku
Kubawa
Kutikam dalam rengkuh musim

Aku mengejar diriku kemana berlari
Kota diam anjing-anjing menyalak
Bumi bergoncang tempat berpijak mengambang
‘’kau menggingau tentang dunia yang runtuh’’
Katamu

Langit begitu risih denganku yang terselip
Hanya dengan mabok dan lupakan derita
Tanpa kata berkendara angin
Dalam biduk prahara, senyap dan terlupakan

Kabut dari barat bagai bongkah besar
Putih bergumpal menyongsong langkah
Sunyi segalanya
Padam segalanya
Bungkam segalanya
aku bagai tak ada
didasar keinginan
sebuah kebebasan

Parakan 1982/2019



KOTA TERLUKA

Perempuan muda membaca sajak di tengah kota
Melambai gaun membalut tubuh semampai
Kata berselancar pada angin mendasau
:kenapa sajak selalu air mata ?
Kenapa sajak selalu rindu dan cinta ?

Di tengah pasar kota
Sumpah serapah
air mata tertahan
dan gadis-gadis kehilangan pita rambutnya
Seperti kata memukau, melukai diri
Perempuan-perempuan bergelung mengukir sejarah
Terseret alunan ombak penjaja rupiah
Tergerus….tergerus sampai muara
Mencipta kosakata sajak-sajak tak terucap
-begitulah kalau penyair berkubang derita
masa silamnya sendiri- yang sesungguhnya
hanyalah sebuah makam,sajak-sajak kehilangan tuan-

Pancaroba, angin menyisir sungai-sungai kerontang
Di kotaku menuliskan memorial terluka
Ia berhembus dari tanah-tanah tandus
Bocah-bocah tak bernama membayang cinta kasih
Hidup meloncat-loncat!
: Aha aku hela
Aku hela angin
Musim pancaroba
Aku hela
Masuk
Dalam jiwa
Angin aku jelmakan
Kepalan tangan
Di kotaku terluka

Temanggung 2019



SAJAK KOTA PUSAKA

Pepohonan meranggas meliuk
Di atas kotaku berdebu
-burung-burung berterbangan telah pergi
bersama gelap menyisir tepian langit
: hari begitu melelahkan
setelah menulisi gerbang kota
dengan sajak-inilah hidupku
dalam penjara kata-kata-
Tak ada
Tak ada lagi anak-anak berbaringan di rerumputan
Pada senja desau merdu bunga-bunga rumput bergesekan
Tinggal sebuah kenangan mengabu di sudut-sudut kota beku
Tertelan peradaban, sejarah manusia berlaku

****
Kotaku terbalut debu !
Sungaiku mengalir tak mengalir
Mengapung gelung dan konde perempuan-perempuan gunung
Berbalut aroma tembakau dari tanah tak bertuan

Hitam dan coklat
Berkecipak menepis udara
Mengalir perlahan hanyutkan perlawanan
Meninggalkan sebuah kosakata
:Kota Pusaka
-Terbaring dalam kata
Yang akhirnya hanya tertulis
Dalam pustaka peradaban
Lalu kita berbaris ke seluruh kota
Kadang matahari hampir sedepa-
Kotaku meraung !

Temanggung 2019



GUNUNG BERKISAH

Gunung terbalut kabut, banyak berkisah disini
Pada tanya penyair merdeka menyisir pualam kata
Akan datangkah hari-hari tanpa perih
Pada seserpih waktu tak berhenti menelisik hari-hari berlari
-waktu….waktuku tak pernah berhenti
senafas sunyi membangun piramida memorial-

Tak bisa meninggalkan ketetapan
Dalam puncak kegelisahan
Berbenturan dengan kenangan
Merayu hari-hari berlalu
-tak jemu aku , rinduku bernyanyi
Karena kau menjinakkan tualang sunyi-

Rumi dan Gibran dalam patah sayapku
Mastnawi Iqbal adalah mimpiku
Selalu dalam getaran-getaran subuh
Fajarpun melayang dalam bayangan
:Aku ingin kembali
Menapak jalan terpilih
Karena cinta sesekali aku bertahan

****
Tanah tak bertuan , tandus
Bebatuan memeluk tanah
Begitu amat melelahkan bercocok tanam disini
Angin selalu merenggut sejuk kabut
Dalam penantian
Bayangan ketakutan ketika harus memetik buahnya

:Engkau selalu berkata
Aku menaikturunkan kabut
Tanpa lelah pada tiupan angin
yang meniupkan selalu ritus kehidupan
- ah sudahlah….kita hanya sekedar ingin minum
Secawan anggur untuk memenuhi dahaga
Tak terpuaskan
Ah…sudahlah ..
Benih-benih yang kita tanam
Pada waktunya menjelma cendawan di musim hujan
Bukankah ilalang gunung tumbuh selalu
Dan mengerti kesedihan langit ?
Ingin kumatikan dengan hasrat dan kesungguhan
Dengan air mata dan kepasrahan dalam setiap sujudku
Merangkum duka gelisah menjelmakan hidup bergelora
Berjiwa mengejar mimpi kita dalam pelukan
Gunung tak berpohon tak berair

***
Kita selalu lupa
Atas ketertindasan kita ,oleh keinginan dan nafsu membara
Sehingga kita tidak pernah sampai kepuncak gunung suci

Mula-mula hanya sebuah cita-cita, tapi ketika sampai puncaknya
Merobek hati dan meruntuhkan semua bangunan kemanusiaan
Padahal rumah kita tak terbuat dari pualam
Ia berdiri di atas setumpuhan batu berpelukan tanah gersang

Kita selalu lupa
tak pernah mampu membuat tungku penghangat
angin menembus selalu anyaman gigil
pada malam tanpa lentera
cahaya hanya berlarian
pada lorong-lorong meraut kecemasan

Kita hanya mampu membuat setitik cahaya
kadang berubah jadi api
Membakar seluruh ruangan
Karena tidak terjaga keinginan suci
Kita memang selalu lupa
Pada sebuah kesedihan panjang ketika kita harus pulang
Melalui lorong gelap tanpa cahaya dan lilin

***
Di bawah bukit dan kota-kota besar ada harapan
Kesenangan dan pembusukan-pembusukan
Namun seekor lebah akan lebih memilih sekuntum bunga
Yang tersembunyi di semak-semak
atau di belantara tandus sekalipun
Lalu pulang membawa sari bunga
Untuk diberikan pada siapa saja yang menginginkan
Lebah dan bunga saling memberi kesenangan
Keduanya tiada henti saling hirup dan menghisap
Berdzikir dalam keindahan sebuah percintaan
Tiada henti tanpa kebusukan untuk saling berhianat

***
Beginilah perjalanan terus bergerak
Hampir tiada waktu tanpa riak
berarak bergelombang, mengucap mantra

Mimpi selalu membalut dalam kabut
Terurai ketika matahari nanar membakar nadi
Dalam penderitaan tak mampu menjaga jarak
Karena mimpi hanya sebatas ketika kegelapan berada pada pusatnya
Ketika juga datang prahara , saling memanggil dalam kegelapan
Lalu terkam menerkam

***
Keterlelapan selalu saja melupakan
Bahwa matahari akhirnya meredup
Sehingga tinggal penyesalan abadi
Karena tak ada waktu lagi tertinggal
Untuk sekedar berkemas
Sebelum ujung kaki lepas dari kening dan dahi
Dan tangan halus menggami kita
Membawa kesebuah taman
Untuk memetik buah dari benih yang kita tanam
Tangis dan lolong panjang
Menyembur dari pori-pori dan tulang belulang
:duh gusti
Berikan tangis dan lolong itu sekarang
Biar kepedihan berkurang
Dan beri aku waktu untuk terbangun
Agar keterlelepan tidak menjelma jadi beku

***
Perjalanan ini seperti melintasi rekahan-rekahan batu
Adakalanya tersangkut akar pepohonan
Matahari membuat dahaga dan haus selalu
Sekali terbalut angin gunung
Mengundang takjub diantara kepak burung
Meliuk di gumpalan awan merah jingga

Ketika mendung kita rindu matahari
Dan ketika matahari membakar kening dan dahi
Kita rindu mendung dan angin
Keinginan itu memang tidak berakhir
Hanya dzikir
Dalam keluasan hati
Membebaskan kalut dari sunyi
Mengarungi ruang dan waktu
Dengan kemerdekaan menghamba
Bagi penguasa langit dan bumi

Temanggung 2009/2019



DEMIKIAN MENGHIMPIT

Demikian menghimpit dukamu pada rembulan bisu
Sajak-sajak hilang suara
Tak segarang ketika engkau
Menantang langit
Menengadah di atas panggung
:bukankah kita hanya sebait puisi
dalam sunyi kota yang masih terselip cahaya?

Kerapuhan hanyalah sebuah instalasi
Yang menyangga gedung tak bernama
Bercerita bisu selalu dinding-dindingnya
Kalau ada duka di dalamnya
Ia hanya sebuah sisipan nada
Dalam komposisi sebuah lagu
Ada cinta, rindu dan air mata
Jiwa adalah istana emas
Untuk merenda benang-benang memorial

Temanggung 2019



KITA TAK LAGI DI AMBANG SENJA

Kita tak lagi diambang senja bersama kupu-kupu mengejar bunga
Tepian langit semburatkan merah saga kehitaman
:Sebentar lagi gelap sayang , kataku

-bersiaplah layar tergulung dan biduk berhenti- katamu

Temanggung 2019



ZAMAN BERCERITA

Demikianlah zaman bercerita tak terasa luluh lantakkan impian
Para penyair menulisi angin hambar dengan cinta dan rindu
Ketajaman pikir tak mampu mengerat dahi sekeras batu
Dan erangan sajak hanyalah hembusan berlalu
:matilah kita dalam kota yang dibangun dari keringat kita

Demikianlah ketika zaman tak terasa berganti
Jejak yang tertinggal adalah teriakan srigala lapar
Mengendus mayat-mayat bergelimpangan di kota-kota mati
Tak ada siraman bunga tak ada sekotak peti mati
: hemmm….aku hanya bergumam dalam sajak terluka

Gemetaran kita mengatakan semua akan berakhir
Melepas kehidupan terakhir dari ujung rambut
Demikialah kalau kita tak bersandar pada kebenaran
:Manusia adalah keabadian
Disini pada senja dan subuh yang diam
Hanyalah seonggok sepi dan ketakberdayaan
Tak mampu memahami bahwa kita hanya dalam masa penantian
Menuju ruang tak berbatas

Demikianlah kita
Srigala
Di kota-kota mati
Demikianlah kita
Tak bisa berkata
Tak bisa berkaca
: sesungguhnya kita para budak
Tak bernama tak bermakna
Budak pada gumpalan-gumpalan angin
Menghamba pada gelombang awan hitam
Berselancar di lautan penderitaan
Menghancurkan kemudi dan layar-layar terkembang

Temanggung 2019



KOTA BERSOLEK

Kota bersolek hingar bingar
Hianati titah raja-raja
Tanah perdikan tak lagi bertuan
Risik daun, angin , beradu bebatuan

-kaukah itu ruh pengelana
Sendiri terluka
Dalam kisah kota tenggelam
diantara para penyair cinta
Yang mabok dalam senggama
Kata tak bermakna ?-

Kota ku terluka
Hingar bingar menelan para lelaki
Di pasar kota, hidup dengan satu kaki
Atau perempuan-perempuan bermata suram
Dan anak-anak terhempas
Di sudut kota melukisi jalanan
Dengan sajak-sajak tak terbaca
:aku adalah penghuni kota
Yang silau selalu
Lampu-lampu mercuri
Yang silau selalu
Lampu panggung-panggung pertunjukan
Terhempas
Di bawah telapak kaki menari-nari

Ooo…jangan kau hentikan nyaliku meradang
Diantara para benalu kota
Melukisi peradaban seperti mauku
Menari bersama angin dan debu-debu kota
Menghentakkan kaki
Membumihanguskan keserakahan jiwa
Mabok dalam gendhing-gendhing tak beraturan

Ooo….kau bilang aku sampah kota
Tapi aku bilang kemerdekaan adalah harga diri
Dan sunyiku adalah detak jantung
Nadi mengaliriku beribu, berjuta huruf
Berulang berselip kata menandai kehidupan
Dalam senggama duka
Melahirkan
Hari-hari tak pernah berkaca

Kotaku bersolek selalu
Sudut-sudutnya seperti gadis-gadis bergincu

Temanggung 2019



AMSAL SEBUAH PERBURUAN

(Dialog Misteri ) 

Udara tak mampu lagi menembus dinding-dinding kota
Pengab dalam kancah budaya tak mengenal luka
Penghuni kota hilang rupa dalam senyap, dalam pekat
Dalam alunan puisi gemerlap
Sejak semula aku katakan

Perburuan ada di belantara dan lautan
Perburuan ada di langit dan jagat tak berbatas

: Kau menggigil
Sepanjang musim
Sepanjang cinta mengenal rindu , katamu

-Inilah pencarian- kataku

: Kau gemetaran diujung pisau . Kesepian !
Kau bergelayutan di pelosok-pelosok lebam
Pada angin menghidangkan amsal kehidupan
Dibalik bintang gemintang

-Hanya samar tak tertangkap
Berbayang dalam usia merambat-

: Kau lupa, acapkali
Tak mampu menepi
Dari badai
Yang menghentak dalam kilatan
Cahaya-cahaya langit


-Terasa begitu melelahkan
Dalam harap berburu bayang
Satu persatu terlampaui
Kutinggalkan
Menjelma
Symponi panjang dalam sebuah orkestra-
: Satu nada sayup
Datang satu bait
Satu bait sayup
Menjelma komposisi sebuah lagu
Kehidupan

-Ada kegilaan dalam jiwa
Mengurai misteri
Sambil meniti ketelanjangan
Menyusuri
Kesanggupan-kesanggupan manusia
Mencari jalan pulang
Dalam himpunan berjuta harap
Kecemasan yang pekat
Kepapaan dan noktah kebahagiaan-

:Kau berjaga sendiri
Menyelidik
Hati gemetar
Di atas bukit
Beradu pandang
Dengan kotamu
Gemerlap semu
Tak henti berburu

Temanggung 1982-2019

MOHAMMAD AS'ADI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar