: Suyatri Yatri
Hujan meneteskan rindu
membisik mesra di lembaran dedaunan
debaran di jantung bumi
masih bergemuruh
cinta tumbuh di tunas rasa
senyum paling manis
dalam kesaksian makna
di singgasana romansa dimulai
pucuk-pucuk melati bahagia
berbunga lebat berselimut asmara
Rohul, 27092020
MENCINTAIMU
Suyatri Yatri
Aku mencintaimu lebih dari ucapan
Bukan sebuah perjanjian
Namun sederet pemaknaan
Hakikat jiwa yang memberi sebuah kehidupan raga
Aku mencintaimu bukan hanya sekadar pelafalan
Tapi sebuah pemakaman logika
Yang memberi teduh atas lindunganmu
Sejatinya hati memberi terapi
Agar semakin dekat dan romasa cinta memberi ruang yang mendamaikan
Aku mencintaimu seteguh hati
Seperti kecepatan cahaya yang masuk menerangi kalbu
Menunjukkan arah paling tepat untuk melangkah
Aku mrncintaimu seumur hidupku
Desah napasku menyebut namamu
Tidak ada cinta yang sebaik cintamu
Aku sandarkan diri padamu
Takdirku adalah ketentuanmu
Dermaga abadi menuju Rabb-Mu
Rohul, 19102020
MAKNA SENJA
Suyatri Yatri
Rindukan senja
secarik makna
di lembaran waktu
menebar pesona jingga
Senarai kata
di palung jiwa
mengimla estetika
mengendap di minda
Sekejap menilik rindu
di antara randu
senyum itu
masih tulus teramu
tatap mata yang syahdu
Sebelum rona menghilang
dan gelap menurunkan hitam
seteguk cinta
telah dicicipi
setelah itu
hening menemani diri
Rohul, 19102020
AIR MATA DI MATA JELAGA
Suyatri Yatri
Ternganga jiwa menyaksikan jelaga
Asap membumbung disapu angin
Berdentum lembaran puing
Mengecup dinding
Deras mana antara air mata dan air siraman?
Entahlah, kesedihan mendera
Sungsang rasa menguliti jiwa
Panas mengalungi segala sendi
Habis dilalap api
Menjalar berlahan namun pasti
Dimamah amarah di ceruk waktu
Ke manakah raungan rindu pemadam?
Hanya mampu menatap di kejauhan
Setelah hitam bara mengabu
Empat jam berkelindan
Mati berlahan meninggalkan cerita pilu
Rokan Hulu, 18102020
SEKARAT
Belumlah sempurna bangunan istana
sudah tuan runtuhkan dengan luka
madu yang tuan berikan
menjadi racun berbisa
membunuh berlahan
menyumbat kerja syaraf
lumpuh segala gerak
Matilah tanpa syarat!
Rohul, 13102020
Suyatri Yatri
TRAGEDI ISTANA PUISI
Ternyata diksiku telah berhamburan entah ke mana
Aksaraku berserakan karena katamu tak lagi menyapa rindu
Kuakhiri jejak sajak yang meretas waktu
Larikku meregang nyawa
Mati tak berirama
Hilang tak bernada
Budaya tergerus diamuk badai
Bias memudar berpagar samar
Kapan pelita memancarkan cahaya di hati suci?
Sementara tongkat membawa rebah
Tiada kukuh tiang menyanggah dinding
Hingga istana runtuh berkeping-keping
Di mana salah besi tak senyawa dengan pondasi?
Tanya tergantung tanpa titik
Koma pun mengambang tanpa jeda
Seru pun tak lagi bersuara merdu
Kemana syair mendengungkan batin
Sementara raga tak merapal jiwa
Dari nurani yang berbisik benar di antara dusta yang berdiri salah
Lemparkan bola api
Terbakar hanguskan segala janji
Bersaksi tanpa bukti
Beralibi di ladang pengakuan
Logika tak lagi mengental di cawan madu
"Inilah nyanyian tragedi istana puisiku"
Berwajah seribu
Bertangan sejuta
Belati bermata dua
Rokan Hulu, 30 Mei 2018
Hakcipta © 2018 Suyatri Yatri
Semua hak terpelihara
Patidusa_4321
JANJI HATI
Berbisik bayu menyentuh kalbu
Rayuan jangkrik bersenandung
Meluahkan rindu
Merdu
Kasih
Menapak jejak
Menyibak tirai rasa
Genggaman hadirkan gita cinta
Kukalungkan sayang di hatimu
Tanda kerulusan diriku
Menyulam makna
Kebahagiaan
Setia
Mengikat suci
Sebuah janji pasti
Menjaga kebersamaan hati selamanya
Rokan Hulu, 24 Mei 2018
Hakcipta © 2018 Suyatri Yatri
Semua hak terpelihara
BIARKAN UJIAN MEMBALUT PERJUANGANMU
Semoga lulus ujian kali ini, Nak.
Biarkan kicau murai berceloteh
Senyummu menyauk sejuk di permukaan telaga
Dakilah tebing dan jurang menuju puncak kebaikan
Jangan takut tubuhmu tergores luka kerikil tajam
Sebab perjuanganmu membawa kebaikan
Kalungkan selendang ilmu di lehermu yang jenjang
Balutlah ragamu dengan pakaian akhlak yang menawan
Pahami setiap lurah yang kau turuni
Pelajari setiap lereng yang kau lewati
Di sana, akan kau jumpai kisi hidup dari kemampuanmu membaca kehidupan.
Lihatlah lautan yang akan kau seberangi, mencicipi setiap tetes asinnya air
Takkan kering puluhan kali kau timba
Itulah wajah sebenarnya dari kejujuran etikamu
Kerudungmu adalah marwah antik yang harus kau pertahankan dengan baik
Jangan jalangkan lakumu di antara nafsu yang menjerumuskanmu dalam kefanaan dunia
Tangan lembut Allah memberi kekuatan padamu
Untuk terus menuntun ke jalan menuju cahaya-Nya
Tak perlu gamang bersanding derita
Sebab nanti kau nikmati butiran peluh yang telah kau tumpahkan dari kegigihanmu
Air matamu akan menjadi butiran keindahan dari kebahagiaan yang akan kau petik
Berbekal keberanian dan kemandirianmu Bintang kejora dalam payung keimanan hadir dalam genggamanmu
Rokan Hulu, 24 Mei 2018
RENUNGAN DI DINDING WAKTU
Telah kuputuskan tak mendekati bara
Agar sulut tak menyala
Biarkan padam jelaga
Dari cucuran perenungan jiwa
Dihujani sejuknya tirta
Telah aku akhiri secawan penawar
Agar tak tercabar
Namun api terus berkobar
Tak bisa dihentikan walau bijak berkoar
Emosi tak jua tersamar
Meredam dendam yang membesar
Diam tanpa sebab jiwa pun terbakar
Kutinggalkan keluh
yang tak jua meluruh
Kutatap iba dari sesal sungguh
tiada terhentikan juga amarah walau terpasang seribu suluh
Terus bertopang ego berbalut angkuh
Tercipta labirin menjadi gaduh
Sungguh miris jiwa depresi terpasung dalam bumbungan buluh
Dalam badai aku berlutut kalah
Tak ingin rumah layaknya istana permata yang megah
Namun kebersamaan yang tiada menyalah
Kini limbung nurani menyerah
Kukembalikan makna dari rasa lelah
Kuletakkan kembali pada dinding waktu yang pasrah
Tiada dayaku lagi berhadang diri dengan ucapkan terserah
Jalan tercipta dari apa yang terniatkan di jiwa
Ikhlas tertanam pada laku atau hanya sekadar kata tanpa telaah makna
Introspeksi diri menuju bijak dewasa
Rokan Hulu, 23 Mei 2018
Hakcipta © 2018 Suyatri Yatri
Semua hak terpelihara
ZIARAH RINDU
Aku puisikan setiap tetes airmata dari diksi yang berserakan
Menjadi renungan malam memadat kerinduan
Larik makna tercampakkan
Dari sebuah rasa yang sedang berpusara dalam keteduhan
Ikrar dari sejarah memintal peradaban
Terkadang tumbang oleh belati keserakahan
Hadirkan luka dalam berkabung tangisan
Sejumput ego memecahkan persaudaraan
Sementara kesenian pita penghubung dari kelembutan masih meratap di persimpangan
Jiwa yang tandus kian terpenggal
Menziarahi waktu yang tertinggal
Janganlah angkuh menjadi angkara hingga napas tersengal
Saat mantra terpajang bibir tipis mulai merapal
Makna yang tertuang pun gagal
Terselip racun mematikan yang mangkal
Debat tak lagi berujung pangkal
Harga diri hilang terjungkal
Suara langit menggelegar
Bercahaya kerlip lampu suar
Jangan memilin benar hingga hati pun gusar
Terhapus wajah di balik bayangan samar
Terhunus pedang estetika yang tegar
Tanpa bujukan dan hasutan bertengger
Nurani mati pada raga yang menggelepar
Tersesat kelam dari retorika yang gundah terkapar
Pada Ilahi kurengkuh sabar
Di bilik rindu kusenandungkan syair bertajuk syiar
Rokanhulu, 23 Mei 2018
Hakcipta © 2018 Suyatri Yatri
Semua hak terpelihara
RINDU TUJUH LEMBAR
Inginku kembali lelap dalam diam panjang bersama sayap rindu di pusara kehidupan
Jenuhku yang selalu ditancapkan belati kata berbisa
Adil tak lagi bertengger di ujung ranting rapuh
Cerita hanya berpeluk di atas nisan antik berbungkus kain putih yang menarik.
Aku rindukan tujuh lembar pembungkus raga
Sebab kebencian telah mengelilingi jantung hati dari wajah yang kuhormati.
Aroma tidur panjang melenakan merayuku untuk segera persiapkan diri menerima sambutan
Air suci yang kurindukan
Bertabur melati saat keranda sunyi berangsur berlahan menuju rumah abadi
Lepaskan pernik luka dari jiwa terbuang
Ikhlasku dari semua perlakuan
"Senyumku telah sabar di ujung jalan kematian"
Pagaruyung, 17 Juni 2018
Hakcipta 2018 Suyatri Yatri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar