SUJUD
Tuhan,
ketika rahang benak ku letih
dan kelu telah berkubu
di atas tilam keluh,
lihatlah kiranya pada
perawannya rinduku
yang masih bersolek genit
menanti sapaMu
di tepian ranjang
malamnya
jiwaku.
JKT.20*IsRa*
MATAHARI TUA
Aku ingin mempuisikan langit
yang terbelah di bebukitan benak
tentang cahaya mentari tua yang letih memucat disela pori pori dedaunan waktu
Terbungkuk memanggul beribu pundi
aksara berpeluh kesah yang kian menekan
semakin memetakan kerut renta dahi senjanya
ah..realisasi bakti bersayap setia mencambuk perih
Itu wajah wajah kita
itu aksara aksara kita
itu keluh serapah kita
dan berjuta puing angan
yang di panggulnya
Aku ingin memozaik huruf huruf duri yang berabad kisah menggores dipunggungnya
hingga terang terjalang menelanjangi jubah penutup bilur bilur bernanah disekujur raga waktunya
Tapi ah..
Mata pena ku patah
belati malu memajalkan nyali
ketika di sela erangnya,
namaku pun tersebut di keluhnya
Jkt.20*IsRa*
BARA DI BULAN DESEMBER
Masih sama nuansa roman beku
di ufuk pagi ini des..
mati gayamu yang membosankan
terlintas dialur mata,
serpihan daun kering di jalan remang,
tertelan dilambung desah
dan melo picisan terarsir jelas disisi mata.
Aku muak dan kau tahu itu,
tak bisakah kau ubah arah narasi sepimu
berlalu di menit menit ihwalmu menapak
didetak rohku.
Pergilah des,
sebelum sakratulku membunuh kisah,
bersama seribu dawai yang berirama lirih
dengan syair duri yang kau selipkan dironggamulutku,
hingga pekik ku memerah sempurna
pada bait bait doaku di altar malam.
Jkt,20*IsRa*
PUDAR
Kepada langit yang berbusana sexi..
gemuruh birahi petir meronta
sengatnya merindu cumbu
diselimut guruh detak jantungnya beronani
ingin lepaskan dendam rindu
dalam bara berbuih
menghanguskan kala berjirah duri
lihatlah..
cemeti angkuhmu merajah hujan...
kepada awan berdada gempal
bergincu hitam jalangkan sinar
bekumu tersipu malu
menggelinjang manja dibahu malam
dibelai pucuk2 janji bintang yang telanjang
sang mucikari waktu merenta
sibuk membungkus kerut
dengan pupur pucat
seribu serapahmu
telahmengusik
dinding
resah
kepada Bulan yang bersenggama janji
usah lagi memantra padang ilalang
dengan serbuk
dupa bangkai nyali
Kidungkan saja erang lirih
dari rongga kering tak berdahak
agar usai babad melaknat
dan gending maut turut berjabat
karna letih merahim hening
muak menatap panggung lahat
kepada busur cakrawala berwarna pudar
sampaikanlah salam
kumbang bersayap geram
kepada sang puspa rampai berdaun candu
usah lagi bersolek
diatas embun berdebu,
sebab pesonanya telah berkarat
lamurkan sejuk menghinggap.
" Renjana tipis itu telah sirna..
Jkt20*IsRa*
USAI.
Lupakan sejenak nona,
kepeningan asmara yang memerahkan dahi malam kita
hingga berkerut dan memaksa renta memperkosa tunas muda angan menjadi layu.
Tidak kah pada akhirnya membuat kita enggan menatap cermin genit yang dulu selalu kita puja saat birahi api biru itu masih tergenggam..?
Lihat..
lihat lah jemari angan kita
mungkin terlalu letih
kita cengkramkan di ranting malam
menunggu biasan sang candra mengurai cahayanya menjadi telaga tinta ,
buat pena jiwa kita menggoreskan
bait bait puisi pada kitab merindu.
Marilah nona,
kita hamparkan wajah letih dibalik topeng senyum yang selama ini kita kenakan di opera semu diatas tilam kejujuran.
Bukan kah telah muak
rahang hening kita
mengunyah makna rindu
yang berlapis asap,
dari belukar huma
yang kita
bakar dengan
suluh ego kau dan aku?
Sudahlah nona,
renjana kisah itu
hampir tenggelam,
mari pulang ke lembar putih diary
kau,
aku,
sebelum kelam sesatkan langkah
dan mata pena itu merobeknya.
Jkt.20IsRa*
ANNATOMI BIOLOGIS
Kami adalah harmoni kolaboratif., Yang mengikat,
Fire,
Water,
Wind,
Soil
Lihatlah menonton malam ini
Ketika jiwa merenung
Dalam diam..
Api itu ada di dalam diri kita
seharusnya hanya obor kecil
yang menerangi pikiran menghangatkan cinta
tidak menjadi bara api
yang menghanguskan
Look ..
Air mengalir dengan lembut di hati kita
Menyegarkan jiwa yang kering
seharusnya tidak menjadi tsunami yang menghancurkan harapan dan perasaan
Look ..
Ada kehidupan yang memiliki alasan
Angin mamiri yang mendinginkan rasa dengan lembut menyapa pori-pori pikiran
bukan menjadi badai yang memadamkan kasih sayang
Look ..
pikiran kita huma dengan tanah subur
Dimana benih bayi kebajikan harus tumbuh kehijauan,
bukan kuburan beku yang mengubur perawatan
Apakah kamu,
Aku dan kita semua ingin merobek jubah suci rahmat ilahi hingga harmoni itu lenyap.?
Baiklah..
Merenungkan
Jika kita masih merasa
Hamba PENCIPTA.
Jkt. 20 * IsRa *
PERCIKAN KISAH
Puan,
beribu jejak kenang itu masih saja terus menembangkan gita sunyi
merasuk kedalam rongga benak
lalu memasung nyali pada dinding beku
Meski riuh gemerisik kota dengan segala kepekakan dentuman irama glamournya telah coba kusumbatkan pada rungu batin
namun lengan kekar rindu meremas gemas hinga lumat bebatuan acuh
Lalu kembali memaksa masuk bayang dan mengajak berdansa dalam alunan desah angin beku
memeluk bulan yang separuh telanjang , hingga tersangkut di reranting kering mimpi
Ah puan,
jejak jejak itu seakan tak pernah letih
memetik dawai dawai bisu
di atas lembah berilalang duri
dimana jemari janji kita pernah saling terluka
Yah..
Ketika ego angkuh kita berseteru
kita saling membekap erang di saku senja, yang pada akhirnya hapuskan semua siluet mimpi di degub jantung malam yang sketsakan senyum seribu bintang
Sungguh puan,
ingin sekali ku jadikan badai semua keheningan yang meresah jalang,
agar terhapus semua jejak kenang
biar tak letih lagi bahu malam
memikul kisah berdurinya
Hingga lupa tercipta,
usaikan cerita yang pernah
merahim luka pada jemari angan
dan kita pun lirih menyanjung
noktah hitam menutup
kisahnya
Jkt.20*IsRa*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar