AKU DAN IRAMA CINTA
menatap tubuh
sebatang tongkat menuntunku berpijak mencari taman bernyawa tempat berkisah
irama semusim mendesah
alunan muzika gairah tuju kekasih
di titik sensitif simponi berfantasi
parau suaraku gelora:
ah.., hu.
aku takjub
nakalku lama terdiam
membayangkan cumbu
di pergulatan lelaku
puji nadiku ternoda
di gairah percintaan
antara dosa dan doa
aku hanyut dan tenggelam
Romy Sastra
Jkt, 1,3,21
WADAH LIANG
Romy Sastra
tubuh berpanggung
adalah khalifah di bumi
bagaimana sembilan wadah liang
isyarat wali
aku membaca makna:
wayang skenario sang hyang widi
roh tercipta
Jakarta, 9 Maret 2021
MENCARI CINTA
... pergulatan duniawi berawal dari prosesi batin disabdakan, dan lahiriyah diciptakan dengan segala konsekuensi di tanah tirani jadi catatan asal muasal perjalanan adalah titian menuju pemberhentian. di mana diri tak jua dikenali yang sering ditipu oleh kepalsuan. semesta menabur cinta waspadai kepura-puraan! aku bangun dari kematian ini mencari cinta yang sesungguhnya ...
Romy Sastra
Jkt 16321
SEMBADRA
Romy Sastra
anggun, lembut, berparas cindaga wangi
ikonik blasteran wiracarita mahabharata
putri prabu basudewa yang melakoni gelanggang dewa dewi
memikat hati
sungkem sembadra memeluk tabah,
gemulai tangannya menyimpan tadah setia pada arjuna
"duhai kesatria yang memanggul panah bermata asmara
telah aku buka parasku tak berdebu memelukmu"
"engkau tahu arjuna?
aku adalah tungku istana
mengayomi hidangan di mata zaman
dan aku mati di belati burisrawa
lalu hidup kembali dimantra antareja"
"sembadra?
aku menemukanmu di dada cinta
tak berpaling mata
meski rayuan dunia menggoda"
"sembadra?
setia dan tabahmu kudamba"
Jakarta, 13 Maret 2021
MEMBACA DAUN GUGUR
Romy Sastra
pada catatan sejarah
rundung duka di mata zaman terus berjalan
sudah diwasiatkan sabda-sabda
bahkan para pujangga memanah ramalan
di ujung pena: bumi penuh bencana
abad berlalu kemilau merisau
tahun-tahun diisi maksiat keparat
kita tahu
adalah pertikaian penyebab sungsang
tak berkesudahan
jalan lurus sudah dipajang
kenapa buta?
di mana tadulako berpusaka titah
sebagian bijaksana yang lainnya angkara
mungkin skenario iblis bermain di jelaga
dan pun skenario rabbani pada semesta
menguji bakti ciptaannya
aku baca catatan isyarat daun gugur
tak hatiku tidur
Jakarta, 10 Maret 2021
TAFAKUR
telah aku kelilingi dunia mencarimu di berbagai persinggahan bertanya: di mana pintu istana kekasih berada? semua diam tak tahu, aku tak pasrah mendaki
bertanya pada angin lenakan tubuh, mata kantuk debu-debu jadi peluh. di liang rongga memuji khyusuk jawaban pujian itu:
ya hu, ya hu, keluar masuk
bertanya pada langit jawabannya kelip. merunduklah di pintu sujud mata batin tak berkedip. bulan bintang matahari semua galaksi memuji.
aku tafakur pencarian larut tersaksi
bertanya pada hamparan membentang
berbisik pada pasir-pasir dihantam gelombang, alam tersenyum pasrah tak menuntut lelah dan jera, jawabnya isyaratkan makna: istana kekasih berada pada semesta
bertanya pada samudra biru, riak-riak melambai seperti bayangan. kutatap nun di kejauhan telanjangi jiwaku selami kedalaman
aku terdiam sejenak merenungi diri yang dicari sesungguhnya tak jauh ditempuh, cukup bertanya pada rasa sendiri.
ternyata Istana kekasihku pintunya pada kematian di dalan ruh: aku malu
Romy Sastra
Jakarta, 20/03/2021
MABUK
ahadiyat sajaratulyakin tumbuh subur di saat taat. makrokosmik bermegah menyatukan wahdah. dzat menyelimuti atma berkoloni pada sukma
aku tengadah simpuh cari kekasih bermandi peluh sunyi bertasbih. mabuk, mabukku ke dalam pertapaan maha cinta bercumbu seperti laila majenun. mengekang nafsu-nafsu angkara, tercampak nista ke kawah candradimuka nyala api yang tak kunjung padam. lalu kupadamkan bara genggam pelita menuju ranah
kubuka tabir menyusun sepuluh jari tersingkap bulir kelip. rohku melancong jauh ke samudra tak bertepi, mengangkasa tak berujung langit-langit diri
aku diam dan fana menapaki jejak-jejak malam tak terpijak, terjungkal ke dasar tak tersentuh, terbang melampaui ubunku. aku menatap tatapan menyelimuti hakikatku, memuji yang qadim tersembunyi dan nyata. ya, di dalam jiwa
aku bercumbu mesra bersama diri, meski sendiri bukan mimpi melainkan daimku tajali. aku lenyap senyap tak ingin bangkit lagi, indahnya kematian bertemu keabadian berasa surgawi tak jauh tuju kutemui makrifat Ilahi, cukup satu napas 'kan terbuka arasy
Romy Sastra
Jakarta, 18/3/21
MIMPI ASMARA DURNA
Romy Sastra
muntah asmara durna
di punggung sembrani
adalah perjalanan mimpi
terbuka tabir yang mengikat
tersemat pada dewi wilutama
oh, bambang kumbayana
terima kasihku padamu
kau baru saja bercocok tanam
cinta satu malam
aliri air sucimu tumpah di lautan
lalu kupungut lepaskan kutuk
air sucimu kukawinkan di dalam rahimku
berbuah embrio anakmu
kubedah kolam cinta
maka berikan ia nama aswatama
aku pamit naik ke langit
siapakah engkau bidadari cantik
secepat itu pamit?
Jakarta, 28 Maret 2021
PENTAS SUNYI
pentas bisu bersiul angin
mereka membatu
hanya bisa menyepuh ingin
kapankah virus berpulang pada sunyi?
azan berkumandang maskumambang
nasib bernisbah enyahlah musibah!
aku mementas hati
Romy Sastra
Jakarta, 24/3/21
JIWA DAN ILALANG
Romy Sastra
dan hujan adalah rahmat dari sisinya, ketika tabir hikmah tersingkap, daun-daun layu kembali merayu, tanah kerontang jadi subur, tubuh dahaga bersuka cita, semua hidup dan ceria. maka, aku bersyukur ketika sunyi didapatkan seribu satu jawaban tiba.
ar-rahman rahim maha memberi tak butuh imbalan serupa melainkan ingin disembah, aku berpikir. aku tak kufur nikmat pada dunia telah disediakan keinginan tak pernah puas. lalu kuiktibari sejarah ambiya terdahulu, betapa kemewahan tercipta pada zamannya, dan kaumnya ingkari kebenaran, dan tuhan timpakan azab amat pedih pada yang zalim. sehingga mereka seperti kayu-kayu terpanggang menjadi arang.
fa-biayyai alaa'i rabbi kuma tukadzdzi ban. maka, nikmat tuhanmu yang mana yang kamu dustakan? sekejap merenung, jiwa mencari jawaban kehidupan pada ilalang tak lekang dengan panas tak mati ditimpa hujan, hidup menantang matahari berpayung langit berselimut embun malam.
tunas ilalang tumbuh seperti huruf alif bertauhid. ketika tua daunnya layu dan mati tak meninggalkan sedih pada generasi. regenerasi estafet siklus melebarkan kehidupan tak merasa tertindas zaman, ia terus tumbuh dan tumbuh meski ditindih kaki-kaki kolonialis, durinya menanti perisai diri.
Jkt, 24-03-21
CINTA TAK BERNISAN
aku pernah berlayar mengarungi lautan
jumpai dayita dalam renungan
dermaga tua kutemui;
sunyi
layaranku taklah origami
yang tak mampu datangi kerinduan
kisah usai sudah mainan bayangan diri
aku pasrah karam dan mati
Romy Sastra
Jkt, 24321
SASTRAKU LARA
Romy Sastra
tinta ....
dari debar-debar hati kutulis larik
menyulam diksi ke langit-langit rongga
sebak di dada,
tinta sudah pudar warnanya
goresan sudah pasi
tak lagi ada canda
sedangkan generik alami telah kuracik
menyembuhkan luka
pada kearifan budi yang tergadai
dituduh hipokrit cinta
kertas ....
lembaran yang pasrah
kucaci-maki imaji dalam goresan
menodai putihmu
mencoba tenggelamkan lamunan
tak dapat mata terpejam
bahwa sastraku payah, tak indah dirasa
kertas berbisik,
panahlah aku selalu dengan tinta itu
akan aku ajarkan jemari lentikmu
tentang tabah dan pasrah meski bisu
bahwa sastra tak pernah susah
ia penghibur hati di pentas tari ilusi
ternyata, tetap saja sastraku lara
kuberlari meninggalkan jejak
langkah tak berbekas bias
masa depan suram
seringkali dirundung durja
terhina di pentas seremonial
seperti pucuk-pucuk tumbuh menjadi layu
sebelum subur telah gugur
layu sebelum berkembang
ke mana kutemui lagi pertapaan
sabda mantera tak lagi bertuah
tertanya dalam lamunan
asyik menyulut asap membubung ke awan
kereta kencana telah berjaya melaju
ke singgasana raja
tempat duduk sang pelaku para pujangga
bertanya diri pada mimpi
mimpi pun telah usai tak terurai
cerita ....
bahwa sastra yang kudamba
putus tertikam belati
majasku payah tak elok dicerna
karena tak memiliki sudut pandang
sudah menjadi ironi
asumsi wibawa sastraku bodoh dan mentah
tak layak berada di stasiun warta
sang pemerhati ..
..
berikan tuah bertitah tadah yang rela
jangan diam menyulam dungu
seakan tak mau tahu
yang dipungut berbuah malu
sang penulis haus sudah bermadah
menyusun sajak-sajak nan indah
telah berpayah-payah karena cinta
memandu goresan yang terbilang tak indah
mencoba selalu cabari obsesi
tetap saja cibiran diraih
aahh, diri ....
sudahilah memaki kisah
kenapa kau kecewa pada cerita
yang tak pernah sempurna
jangan bersedih
sastra adalah bahasa jiwa
mengertilah ....
HR RoS
Jkt 27818
HIDANGAN TANPA GULA
Romy Sastra
Selamat pagi dunia
Aku menyapa dari balik kaca
Satu jamuan aku hantarkan
Tentang sajak malam yang pergi
Pergi dari lamunan
Di sini aku masih sendiri
Di sana mungkin sudah bernyanyi
Aku mencoba berlari dan terus berlari
Untuk meninggalkan sunyi
Tanpa sempat menghirup hampas kopi
Duhai diri, usah merajuk hati
Pada kisah yang sudah berlalu
Ada masa cerita terlewati
Waktu mengekangi laju
Kita tak mampu lagi mengenali rindu
Antara kau dan aku
Namun ada saja sejarah dikenang
Di mana untaian kata kurangkai ulang
Aku pernah menatap nakal matamu
Memandang kau dengan rasa sayang
Pada suatu janji aku setia menanti
Jika kau datang kembali
Dan pada pagi
Telah hilang ke peraduan
Menoktah pada terik
Kita tinggalkan tanda tanya
Kita hirup saja kopi di cawan
Sedangkan hampas adalah kepahitan
Nikmat-nikmatnya tersisa di lidah
Kita rasakan saja
Bagaimana hidangan itu tak bergula?
HR RoS
Jkt, 270818
TARIAN ILALANG
Romy Sastra
Hujan sesekali turun, panas mendominasi, terik membakari ladang, padang jadi gersang.
Rumput mati enggan tumbuh kembali, sedangkan ilalang tak gamang ditingkah hari, panas menghadang dari pagi hingga ke petang, burung-burung bisu tak lagi merayu, memilih menjauh ke pucuk nan rindang, nyaman di depan istana khayalan, menikmati semilir di dahan-dahan.
Tegarnya si ilalang menari seperti tak merasa panas haus dan kehujanan.
Ilalang terus tumbuh tak pernah mengeluh, walaupun dada ibunya kian rusuh, tetap saja rentak nadinya silih berganti memuji. Kenapa benalu semakin angkuh tak tahu malu, beringin lupa pada janji untuk mengabdi dalam slogan.
Angin terus berhembus lambaikan spanduk jargon dipaksa melambai di pentas kegagalan, delik seribu satu keberhasilan didengung-dengungkan.
Kenapa hujan tak datang jua? Ilalang terus menari bersama desau riuh daun-daun yang kian gugur tak menyalahkan takdir kematian. Pohon terus tumbuh, pucuk layu bunga jatuh tak berputik. Ilalang tetap saja titipkan pesan pada tirani yang tak tak mau berbagi, meski api melahap seantero bumi, akarnya ilalang yang kering selalu tegar mencakar di tengah abu sisa pembakaran. Perlahan bibit baru tumbuh dan tumbuh menari, ia akan tetap menari, dan terus menari, meski bunga plamboyan di taman nona selalu dijaga dan dipuja nyonya dan tuan-tuan.
Tegarlah wahai pejantan tangguh, cabari dunia!
Melangkah terus, meski kaki lelah jangan mengalah, jejakmu yang berdarah jadi sejarah.
HR RoS
Jkt, 050918
NAN TERLUPAKAN
Romy Sastra
rajut terkoyak sulaman rapuh
roda waktu menjajah lara
kita terpasung di antara benci dan rindu
apakah rindu sekadar basa-basi
kenapa bermusuhan?
renda tak jadi dijahit
tangan ditusuk serapah
terbuka benang memori di album lusuh
dituduh pengkhianat
belati semakin merobek jantungku
matilah aku
hari berlalu musim berganti
kidung kisah semakin parah
rindu, usah lagi bertamu di tepian hati
lembaran asmara telah kubencii
aku kalah pada gita cinta pelangi
yang tak memihak pada sebutir embun
aku dahaga
pergi sajalah kisah jangan datang lagi
rawat kenangan dan lupakan kekecewaan
tatap laju ke depan meski rasa itu pahit
berdamai bersama jiwa tinggalkan dendam
mari berdamai ke sekian kalinya
kita rebut kemenangan tak berperang
tetesan itu percuma
tersenyumlah
lupakan kisah sedih yang dulu
tentang kisah kasih yang tak sampai
memang noktah kita telah berbeda
tak lagi bisa bersatu
hilang jangan dikenang
kita petik mentari
biarlah rindu-rindu terbang bersama debu
nan pergi biarlah pergi
usah kembali lagi
merdekakan hati karena jajahan
dari belenggu bayangan
hiduplah seribu tahun lagi
HR RoS
Jkt, 030918
AKU BERSAMA MALAM
Romy Sastra
malam ....
semilir malammu menambah keheningan
pada alunan seruling rindu
menyentuh sanubari
seperti gesekan biola misteri
membangunkan kisi-kisi silam
kisah yang sunyi bangkitkan kembali
diri ....
hening dan sendiri
seperti ajnabi lelah mencari
mengejar bayangan kekasih
dijejaki ilusi
kenangan ....
tentang malam yang mulai berdendang menyunting kisah silam
impian lama bermain di ruang angan
impian tak pernah jadi kenyataan
dewi malam ....
temani aku malam ini
jangan dikau malu memeluk sepiku
kejora ....
taburkan kerlip indahmu
sinari temaram hati ini
biarkan aku bermandi cahaya
bersama galaxi yang mengitari
awan ....
guguskan embun malammu
basahi alam yang gersang
sirami jiwaku yang lara
walau setitik tertumpang di rerumputan
embun. ...
izinkan aku menyauk telaga mini di rerumputan
membasuh wajah yang lusuh, berdebu
berharap raut ini ceria
tak lagi menyimpan duka
bersama malam ....
bercerita dalam bayangan diri
kaki ini sudah lelah melangkah
menggapai sebuah impian
yang kian jauh di ujung harapan
yang terkisah telah menutup memori
kekasih ....
kau yang pernah kuimpikan
kini telah pergi
adakah jalan ini kau singgahi kembali
jalan itu telah menjadi sebuah persimpangan
seperti bunga yang mekar tadi sore
layu sebelum berkembang
kuakui ....
aku dalam keterpurukan
tak seperti yang diharapkan
modalku hanya sebuah keyakinan
untuk sinari kasih di ujung angan
akankah impian malamku
selalu bersanding bersama bayangan?
angan ....
angan menari di ujung malam
angin, bawalah sepoi keperaduan sunyi
kunang-kunang, menarilah sampai pagi
bulan, sinari malamku meski sekejap
yang dikau akan tertutup awan
fajar, jinggamu titipkanlah
semoga netra dunia menyinari jejak hari
tuk gapai esok ceria,
tak lagi berbuah kegagalan
mungkinkah pelita itu akan padam selamanya
jika rembulan tak merupa
fajar tak lagi jingga
netra dunia akhirnya sendu
berganti derai air mata
sedangkan rinai tak kunjung jatuh
ah, entahlah ....
fatalis jangan berselendang malu
HR RoS
Jakarta, 020918
TERJAUH DAN TERDEKAT
Romy Sastra
duduk melipat lidah menyentuh langit
merenda rasa ke dalam jiwa tak komat-kamit
doa-doa bertarung di angkasa
berputar bermain bersama nebula
destinasi cinta Ilahi, perjalanan terjauh
padahal dekat sekali
terbuka sembilan jendela rumah
nafsu-nafsu lepas mencari kesenangan
yang dicari tak jua menemukan jawaban
meski berkelana ke ujung dunia
yang ditemukan tetap kepalsuan
menutup sembilan pintu diri
pada jejak-jejak wali
berpeluh mendaki makam keimanan
butiran zam-zam mengalir di segala pori
hidangan kalam jamuan asyik
tuak-tuak diteguk mabuk
menuju titik destinasi terjauh
yang dituju telah bertamu tak disadari
rindu bercumbu
kenikmatan cumbu mematikan rasa
kematian terindah senyum menatap cinta
meski el-maut datang menakutkan
tak gentar rubuhnya gunung Thursina
tak ciut nyali meski gelap tertutup terik
sadar pada hayat sejati akan dijelang
rindu kematian adalah kualitas iman
el-maut tak sanggup berkuasa
sebab pencinta telah berkasih dengan cinta
pelukan maha kekasih jannah terindah
sesungguhnya di dunia tertidur
ketika terjaga nanti baru tahu destinasi
kenali pintu istana Ilahi
di mana kunci?
HR RoS
Jkt, 10918
DI MANA KETENANGAN BERADA
Romy Sastra
Betapa burung-burung yang terbang tinggi bebas menjelajahi cakrawala.
Terbang dari gunung-gunung dan lembah hingga melintasi samudra.
Kebebasan burung-burung itu didapatkan, tapi tidak ketenangan selain hanya sekejap saja.
Sedangkan Adam sudah merasa yakin tenang berada di dalam surga, ternyata dicampakkan juga ke dunia.
Lalu, di mana ketenangan itu berada?
Bertanyalah pada hati!
Di sana ada cinta hakiki bertakhta.
HR RoS
Jkt, 9918
PANGGUNG MISTERI
Romy Sastra
belalang jatuh hati pada kebaikan awan menaungi sebatang ilalang di tengah padang
tentang pipit kehausan di daun pinang
menatap derai arai disangka padi
pipit malu diayun angan
kenali di bawah pohon akasia, semut sendiri termenung menatap jingga di bibir samudra
kenapa gundah?
padahal pasukanmu selalu berbagi, tika rezeki di pundaknya.
singa buas!
pernah satu kelinci mensiasati buaya kelaparan
demi menyelamatkan tubuh mungilnya di atas punggung tumpukan azali dosa
riak-riak di telaga tarian angin menitip damai
lalu, sekelompok pemangsa memperebutkan bangkai anak-anak ayam bukan tiram
sebab, bulunya sudah dicabut dari dalam cangkang sebelumnya
akankah pesta menumpahkan kuah dari belanga?
darah tak lagi merah
tulang kita tak lagi putih
melati menyimpan wangi di lorong waktu
disambut lolongan malam di bawah kemboja
di mana cahaya?
tanya keimanan!
HR RoS
Jakarta, 120918
SETANGKAI KEMBANG RINDU
Romy Sastra
seribu satu cerita telah kuluah,
memetik satu kisah yang tak kulupa
pada setangkai nan merekah
menitip aroma wangi
sekuntum bunga berseri
satu kelopak jatuh ke bumi
mencium anyirnya jejak musafir
apakah tuba kau rasa?
baru saja kemarin
simponi rindu kudendangkan di tapal batas bahwa kita tak ingin bertikai
ketika cabaran di pucuk perdu terayun lunglai
apakah tarian angin gamangkan sayap-sayap camar menari di pantai?
kini, nada rindu telah sumbang pada suatu keadaan yang sulit dimengerti karena berjauhan.
bila cintaku adalah deritamu,
maafkan pertemuan
karena suratan selalu bermain pada kenyataan
maka, campakkan noktah hati ini ke samudra terjauh, biarlah riak gelombang menenggelamkan layaran mimpi
kisah karam tak sampai pada tujuan.
ketika luka hati tak berdarah kau rasa
derai air mata menjadi-jadi
basuhlah dengan doa
jika embun membasuh laramu tak cukup
petiklah arunika pagi di jendela
tirai kehidupan yang baru gapailah!
setangkai kembang rindu nan biru kuberi
telah bungkam ke dalam lamunan sepi
jangan kau anggap wanginya kepalsuan
bingkai kekasih yang dikanvaskan seribu warna tak menjadi taman asmara
kenapa dikau layu? suburlah!
story yang dikemas di arena hati tak berbenalu
jadikan penghibur setia pada musafir rindu
bersemilah cinta, mekar selalu.
HR RoS
Jakarta, 24918
MALU
berlayar rasa ke hulu
ingin tahu dermaga cinta abadi
pecahkan batu karang di hati
jangan berbiduk ria ke hilir
sebab, noda berpadu di birunya laut
asin di lidah bermanis kata
doa-doa rela terabaikan dalam tengadah
memohon suasa jadikan permata
sedangkan kekasih sejati tak dikenali
malulah pada Ar-Rabbani sendiri
HR RoS
Jkt 200918
MENGGAPAI IMPIAN
Romy Sastra
setelah bulan Agustus pergi
pulang bersama musim angin
kita bertemu pada bulan ke sembilan
pada musim yang lebih dingin
hujan kian menyemai butiran
apakah rindu kita ikut terbawa dingin?
tidak puan,
kisah ini bukan kisah semusim
kita yang pernah jatuh hati di labuhan batin
aku buka rahasia garis tangan
mengenalimu,
di palung rindu yang terdalam
tertulis sebuah aksara atas nama cinta
dan kusingkap tirai penghalang pandang
kehadiranmu samar puan
seperti bayang-bayang
kucoba titipkan warta pada sunyi
mencarimu,
berharap tuju menemui rindu
janganlah kehadiranmu menjadi semu
padahal kau ada di setiap napasku
dalam hening
tasbihkan namamu di peraduan religi
bukan bermantera cinta
melainkan mengawinkan sukma
kukirimkan rupamu ke langit
tataplah bintang puan, bawa pulang
kenali bayangan fitrah menjadi nyata
ternyata suratan itu memang ada
lalu, kujahit perca-perca jadi permadani
dari tetesan peluh buat permaisuri
aku berbakti pada janji
kuhantarkan gaun pengantin
serta sebungkus asa
pada kotak rahasia
kita menikah
akhirnya anak-anak kita lahir
tirai mimpi telah menjadi nyata
berbahagialah kisah, jangan berduka
pada suatu cabaran dunia yang lara
duri-duri menusuk telapak kaki, lalui
jangan merintih menyesali
dengarkan saja siulan kenari bernyanyi
membawa indahnya kisah pada suatu impi
telah tercapainya noktah
usah berpisah karena tergoda orang ketiga
rindu kita jangan terbengkalai
seperti takdir yang tak sampai
kupeluk, kucium keningmu selalu
terpejamlah, nikmati cintaku!
sayangku bercumbu tak berbenalu
kisah kita biarkan berbunga
sekuntum kembang mekar di jambangan
dikau kekasih bukan lagi khayalan
impian kita telah menjadi kenyataan
HR RoS
Jakarta, 18,09,2018
TARIKH SUNYI
Romy Sastra
berlayar malam
menyelami samudra terdalam
batu karang menghadang, singkirkan!
bermandi kerlip pada bintang-bintang
purnama lebur cahaya luntur
aurora langit membuncah ke seantero jiwa
yang dicari awas sejati
menyelami diri
tak lagi berkomat-kamit
menghitung ismudz dzat
matikan nafs,
hening bersuara bening pada sami'
seperti lonceng berbunyi
mati terkubur sendiri
mati di dalam hidup
meninggalkan duniawi
terbungkus sunyi
berkain kafan hitam, kelam
bermandi zam-zam di sela pori
pulang ke asal terjadi
di mana dulu azali diri berjanji 'kan mengabdi
di setiap napas tak lepas bertasbih
kenali sejati dengan menempuh mati
karena hidup di dunia ini tertidur
sebentar saja terlelap
kala terjaga nanti baru tahu untung rugi
jangan tersesat!
dalam tarikh sunyi berwirid sampai pagi
menempuh fana dalam diri
membuka pintu istana tercinta
tirai-tirai makrifatullah nyata
HR RoS
Jakarta, 11,09,18
KEBYAR SASTRA
Romy Sastra
esa hilang dua terbilang
patah tumbuh hilang berganti, semboyan itu
takkan melayu hilang di bumi sumpahmu
hang tuah di dada pandawa
gelorakan semangat demi martabat
sejarah adalah plakat panjang di torehan insan-insan sastra, bersatulah kita
seperti menyusun sajak-sajak nan indah
warna pertiwi seperti pelangi
falsafah alam pada sendi-sendi kehidupan
satu pohon tegar berdiri kokoh dihembus bayu
tak tercabut rumpun digoyang isu
di dada ibu senandung itu
peluh di tubuh ayah, embun yang mengalir menjadikan segara berbagi kasih pada biota
berkoloni di kemaritiman nusantara
pada kecipak buih di lautan
seperti tarian nurani bertasbih
satu madah di bumi
mengangkat maruah ke angkasa
jayalah literasi sastra nusantara
kebyar-kebyar sepanjang masa
HR RoS
Jakarta, 160818
MANTERA MELATI
Romy Sastra
kupetik kembang setaman
bunga melati kucampur dengan pandan
kusauk air tujuh sumur ke dalam nampan
bertikai aroma mistik
ciumlah wanginya putri cantik
sukmaku bersatu dengan sukmamu
kawinlah di atas embun
biar pujuk merayu seperti si pungguk mabuk
bila tak kau resapi suguhan ini
ramuan di nampan kutebarkan ke pelimbahan
asap putih terbanglah!
terbang membubung tinggi
kirimkan hajat hati ini menuju arah mata angin
angin berhembus di dada dewi
dewi terlena ditiup mantera kasih
mantera dewa kata suci bertuah
pantang tak jadi jika sudah tersumpah
melati kian menyemai wangi
mewangi ditingkah rasa surgawi
surgawi memanja sukma kian terlena
kata goda selipkan seuntai madah si jundai
mabuk-mabuklah karena rindu yang aduhai
rindu seperti si jundai
menoktah kasih yang tak sampai
dewi terpana pada seruling rindu
rindu dirayu seperti kidung menusuk kalbu
cak,cak,cakk,caakkk ...
tarian kecak mencari jejak
pada langkah tak terpijak
harap si anak dara sempoyongan
bertamu melepas mesra di dalam jambangan
seperti bayang-bayang tak mau pulang
tersesat jalan balik ke badan
bercintalah duhai bibir yang indah
terlena hingga ke titik nadi tak sadar diri
nadi mengalir di segala kisah kasih
kasih didekap dalam angan
angan bercinta di relung menung
menung tak terkira pada wangi melati
kau dara kubuat sansai dalam rindu
dari muara kusonsong aliran ke hulu
melati ditancapkan di garis batas pelangi
jejak pemburu kasih dimulai dari pagi
kurenda mantra sampai senja
malam menabur menyan tak berpelita
kelam berhias kejora memantik nebula
melati menjadi aroma kesturi
dewa dewi merajuk pada birahi
tak sabar menikah di pelaminan
mantera melati mengasihi
HR RoS
Jkt, 13918
LELAKI SENJA
Romy Sastra
renta cahaya di tepi senja
lelaki gagah ditikam masa
bayangan menjauh
jejak kian berlalu
melangkah ke depan kaku
anak-anak merpati di daun pintu
bercumbu
lilin dinyalakan
tak cukup waktu menerangi
sebab kelam terasa panjang dihadang
untuk apa meminang lembayung
sedangkan senja telah sunyi
mengertilah
kembalilah ke rumah
usah berkelana lagi memilih warna
di dalam rumah ada kunang-kunang menari
jangan tergoda!
lebih baik memetik mutiara
yang bersinar di dalam hati
di sana pintu pulang
jalan abadi
HR RoS
Jakarta, 280918
KASIH BUNDA
Senyuman yang tak memudar
Pada tunas-tunas muda
Meskipun kulit terbakar layu
Kasih Ibu sepanjang jalan
Tatapanmu bersinar menyimpan rindu
#Gogyoshi_HR_RoS
Jakarta, 120518
SERAUT WAJAH
Menghayati keningmu
Keriting sudah pak tua
Kau tampak tua dan lelah
Daun-daun telah layu
Menunggu jatuh ke tanah
#Gogyoshi HR RoS
Jakarta, 110518
DERMAGA MAHA CINTA
Romy Sastra
rebah sujud jubah sufi syauq
melaju batin seperti kilat diselimuti angin
bertongkat alif taqwa meraih ridha
dahaga menyauk tirta cinta
musafir fakir mencicipi saum meminum zikir
mabuk bercumbu rindu
asyik fana tak tergoda
menyingkap tirai-tirai hati
membelah sagara maha jiwa
pendayung rasa menyilami titik pesona
aqli dan naqli mentarikh pada rona
melaju seperti riak dihempas debur
menuju dermaga maha cinta
menatap kerlip petala membuncah
teraba tak tersentuh
menyuguhkan segala warna
menyingkirkan sakwasangka
memilih yang bukan cahaya
sang jiwa menyapa maha jiwa
bermegah,
bersatulah cinta
manunggal ana anta, anta ana
Aku engkau, engkau Aku
bersatu padu
Dialah segala sesuatu itu
HR RoS
Jkt, 170518
BULAN YANG DIRINDUKAN
Romy Sastra
Di bulan Rajab, amal-amal dikirim keharibaan. Lalu, Ia menjawab.
"Marilah amal-amal hamba-Ku,
berkumpul di sini di sisi-Ku yang mulia ini."
Di bulan Sya'ban, renungan kian berpacu, apakah Ramadhan masih bertamu? Di pertengahan bulan Sya'ban, bibir yang kemarin basah, kini retak menghentak jejak pulang ke tanah jazirah bermusafir berzikir dan bertakbir.
Sya'banmu pembuka yang tertutup, tertutup bagi yang tak merindukan ampunan.
Di penghujung bulan Sya'ban ini, joki-joki memasang kuda-kuda berlari menunggangi Sembrani. Tentang haus dan lapar diarungi, sebelumnya. Telah ditumpahkan hasrat meminang syahwat, bukan tak memahami jejak-jejak khalifah menitipkan pesan pada jalan religi.
Ramadhan tiba, seisi dunia dan Arasy bertasbih, menyambut kekasih-kekasih yang merindukan Maha Kekasih.
Di bulan Ramadhan ini, para pencari ampunan keberkahan dan rahmat Ilahi, berbondong-bondong seperti anak-anak angsa pulang senja menuju kandang berdendang tentang bulan lebih baik dari seribu bulan, tentang malam seribu satu keajaiban. Sedangkan Tuhan tersenyum memandang hamba yang lelah karena shaum.
"Hambaku, bertahanlah hingga ke medan takwa, takhta tauhid-Ku kau bawa-bawa menahan haus dan lapar meski langkahmu terkapar."
"Hamba-Ku, di balik rindumu, Aku telah bersemayam jauh sebelum kau berpikir tentang-Ku!"
"Akulah surga itu, selimut sutramu...."
HR RoS
Jakarta, 16,05,18
RAMADAN BUKAN MERAYU TUHAN
Romy Sastra
merenung melarung batin ke ranah yakin
di bulan yang penuh ampunan
berkah-berkah bertaburan
selama ini
kaki melangkah menanjak menurun
adakala terantuk di jalan datar
tak mengenal tujuan sering kesasar
betapa banyak persimpangan
merenung melarung batin bercermin
pada bulan kemarin
masih saja terngiang pesta kehidupan
lorong-lorong yang dilalui
seperti mencari jalan pintas
setiap tuju selalu bersimpang
merenung melarung batin di tudung keimanan
menjadi santri semusim
di musala bertadarus tak putus-putus
berpenampilan rapi merayu Tuhan
mengadu segala problema tobat nasuha
berharap kasih sayang
masihkah Ramadan tahun depan kita temukan?
HR RoS
Jkt, 180518
TAFAKUR
Romy Sastra
seberapa lama tarikh napas mengisi hari
semenjak roh bersaksi akan mengabdi
dari azali hingga kini dan nanti
sadari, bahwa ia selalu memuji
pada denyut nadi tarian sembah ilahi
jantung dan hati saling bernyanyi
telinga tak mampu mendengar, apakah tuli
dunia ini hanya igauan mimpi
tafakur diri sejenak mengenang akhirat
tersungkur menangis sekejap akan maksiat
jalan pulang kian mendekat jangan tersesat
sedangkan matahari sudah rebah ke barat
HR RoS
Jakarta, 07/04/2018
AKU DIMARJINALKAN SASTRA BORJOU
Romy Sastra
kau tumpulkan penaku memadah kata
di atas kertas yang kian basah
di jalan sastra aku berpuisi
memungut diksi dari sisa-sisa nasi basi
tak indah dimaknakan
apalagi renyah dimakan
karyaku dimarjinalkan oleh para borjou kata yang berjaya menari bersama angin
semua pembaca merasa wah
indahnya untaian tuan-tuan
seribu satu pujian didapatkan
kian menghanyutkan
catatan bodoh ini menghitung hari
dihiasi kenduri resah
mencoba bertahan pada cabaran seni
tinta akalku tak mati
kian asyik melukis air di telaga rasa
wahai penghuni kasta sastra
di balik bukit nan indah
kau memegang cambuk penghakiman
tintaku seperti firman sang mesias di golgota
seakan membuncah kewibawaan para raja di kejayaan istana
telah kau arahkan sasaran tembakmu
membunuhku
padahal aku tiada bernoda
melainkan puisiku menyampaikan wahyu
wahyu dungu pada kearifan yang tiada arti
hanya goresan ilusi mimpi
kini, aku telah bangkit kedua kali
setelah ditusuk dibungkam dibunuh senjatamu
tapi madahku tak jua mati
aku menerima wahyu pada situasi genting
pada bisikan semu
berbisik
susunlah larik-larik walau tak menarik
meski cabaran siap siaga menerkam talentamu
di jalan seni penuh lumpur
apakah memang jejakku ini berdaki
piyuuhhh
uh, entahlah
aku dan sastraku bahasa jiwa kekinian
pada pucuk-pucuk syair yang terpetik
dilayukan oleh terik
egonya terik mentari adalah menerangi
egonya rembulan bersahabat dengan sang malam
lantas di manakah kearifan seni
tak diejawantahkan pada sisi
malah kian tersisihkan
HR RoS
Jkt 23-5-2016, 01:00
#dalamdiksimarjinal
#repost
ISRA' MI'RAJ
Oleh Romy Sastra
Perjalananmu ya Rasul
Menempuh jurang terjal haus dan lapar
Pada petunjuk dari Rabmu engkau berlari
Membawa tongkat tauhid ke langit
Sebuah perjalanan religi engkau daki
Sang Nabi dimi'rajkan ke kasta tertinggi
Dalam perjalanan malam
Bertemu kekasih
Pertemuan itu anta ana, ana anta
Turun membawa risalah dari Tuhannya
Mi'rajmu dipandu sayap hikmah
Dari mahabbah mahadaya cinta sang kekasih
Jauh ke dinding sunyi
Bertaburan rahsi-rahsi
Seperti bintang-bintang berkerlip di mata hati
Cinta menyapa, rindu mengadu
Jauh di ujung arasy rasul itu menyatu
Tersaksi nyata dari segala yang ghaib
Fatamorgana cinta berguguran
Fana cinta asyik tak terusik
Mengantarkan keimanan bertemu yakin
Di antara lahir dan batin
Suasana mi'raj tiada siang dan malam
Yang ada kacahaya cinta
Menyatu dalam awas mi'raj itu
Tak terpikirkan sebelumnya
Pertemuan terjauh
Tak satu pun mampu
Menjangkau destinasi Ilahi
Selain kekasih
Jejaki mi'raj itu dalam setiap ibadah
Jadilah seperti ibadah sufi
Tersaksi di setiap mata hati
Ia membawa kalam suci
Penerang alam ini
HR RoS
Jakarta, 06 April 2018
LAJU TAKDIRKU
Romy Sastra
debu-debu diterbangkan bayu ke mukaku melukis peluh di guratan wajah keruh
jejak-jejak berpijak meniti langkah tertatih
laju takdirku jerih
pedih kukubur sedih
tentang si pelukis nasib
sedari azali titipkan isyarat di badan
seperti pohon kelapa
buahnya jatuh ke tanah tak menunggu tua
ke mana tuju ingin ditempuh
tetap yang dikejar kian jauh
sang bayu mengipas-ngipas panas
padamkan gelora membakar asa
sepoimu kutunggu
sehingga lara tak bertamu
tentang kehidupan yang penuh kepahitan
kunikmati sajalah
kemiskinan ini sungguh nikmat tuhan
HR RoS
Jkt, 300318
NEGERI DI UJUNG TANDUK
Oleh Romy Sastra
hitam putih menjadi abu-abu
hitam berjubah suci
putih ternoda tersisih bungkam dikotori
kelabu sudah pigur negeriku
para kurawa seakan bertopeng dewa
joki terlena di punggung kuda
seperti raja berlari menuju takhta
penonton sibuk bernyanyi di layar kaca
duuhh ....
si pengkhianat menyulut obor
bakar sajalah!
hartawan senyum-senyum di istana megah
si miskin kian menjerit terjajah setiap hari
statemen beo ego diri
landasan kebenaran bibir sendiri
lidah memang tak bertulang
bercakap seenaknya saja
seperti dewa yang bertuah
disanjung di arena pengabdian
padahal homo homini lupus
ironis negeriku di ujung tanduk
akankah
caos jalanan penyelesaian yang dinanti
sebagai jawaban hitam dan putih
berselimut abu-abu
bukan kami meminta negeri ini hancur lebur
mereka yang membuat skenario dunia ketiga sebagai panggung sandiwara
hingga negeri ini parah terpecah belah
kronis sudah oleh maling-maling berdasi
dari akar rumput hingga pucuk tertinggi
berguguran daun-daun tua muda
harga diri jatuh ditampar malu
masih membela praduga tak bersalah
tubuh negeri keropos dihinggapi benalu
nadinya seakan terhenti bergerak
dijajah hantu kekuasaan di setiap peradaban
anak-anak ayam mati kurang makan
padahal bertelur di lumbung padi
negeri ini di ujung tanduk kawan
menunggu bom waktu bratayuda
tak bisa dielakkan
lebih cepat lebih baik
prajurit sang patriot tampil memimpin
naik takhta membawa panji kejayaan
di sini dan di sana
gejolak itu tak terduga
pasukan semut siap sudah turun gunung berkompetisi
menunggu komando perang saudara
intrik kapitalis yang culas terabas
Waspadalah ...
bahaya nyata di depan mata
sewaktu-waktu akan tiba ....
HR RoS
Jakarta, 02/04/2018
TAFAKUR
angan menanti purnama semusim
pijar-pijar kejora mengulit malam
malam usai ia tenggelam
mencari kekasih di hati
bersihkan jiwa lapangkan dada
tengoklah ke dalam
kerlipnya selalu ada
bunuh riuh pada onak pikir
nan menggoda jalan pulang keharibaan
sunyikan diri sekejap menuju keabadian
rumah-rumah qulhu siaga merindu
di sajadah kekasih bertemu
sejenak berpikir jembatan keselamatan
untuk apa beribadah seribu tahun lamanya
berjalan tak memakai panduan 'kan tersesat
lebih baik mati saja dari awal tak menumpuk maksiat
betapa sakitnya sakaratul maut dicabut malaikat
penyesalan di ujung nyawa tiada gunanya
HR RoS
Jakarta, 020418
TARIAN BAYANG
Romy Sastra
kudendang-dendang tarian bayang
jemari lentik meminang goyang
aduhai, si nona molek yang gemulai
tatapanmu renyah bibir berjuntai
menarilah menari tarian seksi melirik
biar kursiku berisik mataku mendelik
lantai berjungkit si molek terjepit
selendang mayang nona terlilit di leher sakit
kupandang-pandang bayang-bayang silam
rona tak lagi indah dikenang
entah tarian nona yang tak seimbang
ataukah tatapanku yang sudah jahanam
taklah terjerumus hidup ke dalam imaji
tutupi kening dengan hati
menunduk, menunduklah meninju malu
biarkan bayang-bayang bersenang-senang selalu
HR RoS
Jkt, 10418
PEREMPUANKU
Romy Sastra
kupinjamkan satu tulang rusukku padamu
atas nama Tuhan berkenan
biarkan skenario-Nya bekerja
dikau menjelma
seperti air mengalir tak sudah
memberikan kasih yang setia
kaulah sebagai pendamping sepi di kala sedih
penghibur resah di kala susah
sebagai selimut dingin di saat ingin
terima kasih perempuanku
kau penyemangat tiada tara
perhiasan surga
turun ke dunia
HR RoS
Jakarta, 17,01,18
KHALIFAH DIRI
Romy Sastra
mahkota tersusun indah
harkat diri martabat tubuh
lambaian seperti mayang menari
disepoi si angin lalu
mahkota nan indah berjela-jela tutupi maruah istana tak terjatuh di lembah hina
jadi jembatan melaju menuju mimpi-mimpi
pandai berkaca di kening tampak kilauan manik-manik permata
merupa tak dapat disentuh,
tak pandai mengemudi lorong hati, pekat membayangi
matahari diri menatap terik tersungkur malu
salah memandang tertipu dungu
mata hati bersenandung rindu bertemu rindu
meneguk telaga firdausi tak berair melainkan nurrun ala nurrin
nafs-nafs menghela bergerilya adakala sama seiring senada, jadilah seperti seruling senandungkan puji
adakala ia tak sama bernyanyi
tersendat terikat simpul kabari rahsi
wahai angin nan berhembus
jangan lelah memompa jantung berlari
biarkan sumbu selalu hangat
nyalakan lilin di nampan misteri
layar kipas mengipas
sharinglah kabar dan opini
jangan iringi musik nan berbisik merusak hati amarah membakar istana
akan lebur gunung Thursina dihantam badai
terimalah untaian firman
bahwa ia adalah kabar terindah dan mulia
menutup segala isu nan membunuh
oohh, lubang dunia terminal rasa
jangan tamak menggigit segala yang ada jadilah corong memfilter nikmat dan pahit
dari sanalah bermula,
kebaikan dan keburukan terjadi
pada sari-sari dilumat jadi saripati menyuburkan organik di batang tubuh ini
mahkota di kepala harkat martabat diri
wajah nan indah sempurnanya Ka'batullah
rebahkan ia menuju denstinasi tertinggi
tunduk dan sujudkan sepanjang waktu bertamu
khalifah diri saksi pada perjalanan itu
HR RoS
Jakarta, 28/03/2018
AJNABI
Romy Sastra
kelana tak berpalang pintu
mencari cinta di angin lalu
benih disemai menuai kasih
sememang terpandang tak terbayang
laju melaju langkah terus memburu
di titik pencarian batin
kujodohkan setapak jejak pada ingin
ajnabi bermusyafir di negeri entah
teringin meminang sayang
adakah rupa bidadari menyapa
ajnabi mencari cinta
nan elok bahasa dan budi memanah jantung
aku tiba
terimalah kedatangan ini puan
dari jauh aku datang bertandang
memandang elok seraut wajah rupawan
dapat kabar dari angan
wajahmu terpampang bagai rembulan
terayun angan menyunting pujaan
berharap kisah memadah sajak
tersusun di aurora kata memilah makna
semoga,
berjodohlah kelana pada impian
semai berbunga di jambangan
HR RoS
Jakarta, 26 Maret 2018
TEH PAHIT
Romy Sastra
bayang-bayang kabut semalam masih hitam
pagi datang menitip embun
menghalau duka
asyik merajut mimpi dalam angan
renda tak indah disulam
seduhan tak manis dihidangkan
duduk tertunduk di sudut kursi
seketika lamunan terhenti
secangkir teh pahit tak bergula
hirup sajalah meski tak wangi
memang gula tak lagi mampu dibeli
jejak kian susah
ah, kulum saja pahit ke dada
kutiup panas terus kusruput
lidah terkejut sakit
lamunan terjaga menjerit
duh, nasib kian sulit
terik telah meninggi
asap bersorak bisu membubung
tenggelam ke dalam wajah kusam
melalaikan kerjaan
hidup jadi malu
angan buyar bersama mimpi semu
ternyata,
tubuh kering berdebu
mandi gosok gigi beraktivitas kembali
biarlah teh itu pahit
semangat mengisi hari dengan hati
berharap manis seduhan di kemudian hari
HR RoS
Jkt, 03-03-18
SIULAN BISU KEPADA NONA
Romy Sastra
sang bayu melaju membawa rindu
tentang senja telah berlalu
di segara riak kirimkan ombak ke bibir pantai
pasir menyambut tarian buih gemulai
imaji menempuh destinasi suatu hati
camar-camar nyanyikan kedamaian
tentang malam enggan purnama
rinduku telah tiba di awal malam
sedangkan langit masih saja berawan
nun kerlip kejora mulai bermain cinta
bercumbu mesra di dada langit
seketika ia pun tenggelam
impian rinduku dibuai bayang-bayang
seperti bertepuk sebelah tangan
haa, haaiiii....
aku teringat kepada nona, kukenal siang tadi
entah mimpi ataukah ilusi bermain hari
rasanya tidak,
aku menyapanya dengan senyum mesra
bersiul manja,
dikau tak menoleh sama sekali
ah,
memang siulanku tak bernada
aku mencumbuimu lewat rasa
pantas saja dikau tak tersentuh
rayuanku bisu karena lidah kelu
takut dikau menolak bunga pemberianku
memang bunga pemberian dariku
hanya lembaran-lembaran diksi palsu
tentang rindu tertitip di ranting kering
daun-daun enggan tumbuh
sedangkan siklus telah berganti
dari musim gugur ke musim semi
terimalah persembahan puisiku nona
meski dikau tak membalas sapaanku siang tadi
impian hatiku akhirnya layu
mengulum angan berbuah malu
siulan ingin pada angin jadi fatamorgana
imajiku pada nona tak terurai
akhirnya kasihku tak sampai
HR RoS
Jkt, 13-04-2018
TINTA TERAKHIR UNTUKMU NONA
Oleh Romy Sastra
Tinta merah menggores resah
Pada diksi kertas putih bernoda
Kanvas-kanvas tua hampir pudar warna
Melukis kasih sebagai tinta terakhir
Di peraduan mimpi selimut luka
Khayal ini terjaga
Menoleh lembaran-lembaran memori
Menatap jurang-jurang pemisah
Di antara nostalgia kisah kasih
Kasih yang tak mungkin disulam kembali
History usang sudah
Tinta ini kian mengering
Tak lagi berwarna jingga telah bernoda darah
Kecewa yang menggunung
Jatuh terhempas ke lembah lara
Tinta terakhir ini
Kupersembahkan ke dalam syair
Menilai kearifan kekasih
Apakah bara masih menyala
Sedangkan abu telah lama kularung
Hanyutkan ke sagara biru
"Ah... masih adakah rasa dikau untukku?"
Aku yang sebetulnya kokoh berdiri pada janji
Untuk memahami relung-relung takdir
Dari cabaran maruah cinta yang rela
Antara aku kau dia dan mereka
Tinta terakhirku ini kian memudar
Ketika kertas putih di albumku
Telah terkoyak berdebu cemburu
Yang tak bisa lagi melukis wajah rindu
Ter-iris sembilu tuduhan hipokrit cinta
Yang sesungguhnya
Bukanlah jubah pribadiku, Nona
Diksi rasa cinta ini
Akan menutup lembaran biru
Lembaran hati telah beku
Tak lagi membimbing masa depan
Dari cabaran puisi yang kian tersisih
"Oh... Nona," aku memang masih di sini
Menatap menyirami bungamu nan indah
Dengan seteguk tirta maya cinta dalam bisu
Yang mengalir dari tetesan air mata rindu
Pertanda cinta ini masih ada dan setia untukmu
Bila suatu masa jalinan kasihmu setia
Bernoktah cinta sepanjang hari
Hingga ikrar di depan penghulu
Setumpuk cabaran menjadi pelajaran
Tinta ini tak akan kuakhiri Nona
Walau mimpiku usai
Impian dan harapan terbengkalai
Daku tetap meraih obsesi dari sebuah mimpi
Jika malam tetap kau sinari
Meski mimpi-mimpi itu semu
Kan bias ditelan waktu
"Duhh ... taman khayalku merindu," nan selalu melukis warna hati pada kekasih
Seperti indahnya pelangi jingga, yang memerah di peraduan senja
Kusapa dikau cinta, di kala senja hari
Adakah malam ini berpelita sinar purnama
Sedangkan malam ini
Musim masih saja berkabut
Aku serasa dibodohi si pungguk
Bermain rindu di dahan lapuk
Ketika bulan malu memadu rindu
Dikau hadirlah Nona!
Jangan pijar malam menjadi temaram
Jadilah sosok Juita menari indah di dada langit
Menyinari pekatnya kabut buana
Daku tak lagi punya ruang
Tempat berlari mengejar bayanganmu
Tersenyum menatapmu yang jauh
Bersandar di ranting bulan nan merindu
Meski kunang-kunang hatiku
Tak cukup mampu menerangi cinta
Di seantero mayapada
Demi terangi sukma pilu
Mengobati cerita terluka
Dalam kisah cinta yang tak nyata
Ketika tinta yang memudar ini masih tersisa
Diksiku melukis kenangan
Tentang putri malam yang kesepian
"Tersenyumlah!"
Pelita kecil itu janganlah sampai padam
Sedangkan dikau masih dalam genggaman
Embun rinduku
Yang selalu mencair di awal pagi
Menatap teriknya mentari siang ini
Ketika senja tiba
Harapan pesimis memandang lembayung
Di tengah riak buih risau memandu
Menitip kabar pada pelangi yang menepi
Ke telaga kasih nan membisu
Kabarku sama seperti yang berlalu
Aku masih mencintaimu, Nona
"Oh ... terik."
Laju sinarmu membakar langit
Hangatkan tubuhku sekejap saja
Izinkan jejak ini menggapai obsesi hari
Senja biarlah tenggelam
Berharap, siluet cinta nan nyata merona
Pada keagungan Ilahi Rabbi
Mendekap dalam doa-doa senja
Menitip sebait asma
"Berharap," cinta di hati ini janganlah redup
Aku masih seperti yang dulu yang kau rindu,
Memadah telepati dalam luah telik sandi
Meski menggores ayat-ayat pesimis
Jika kau tak lagi mengharap kehadiranku
Tak mengapa, aku juga rela
Pada tinta terakhir ini Nona
Tak jua dikau mengerti arti kekasih
Daku tak ingin jemari ini terhenti menitip larik-larik puisi
Padamu nona Maya, si cemburu buta
Ketika goresan tintaku tak lagi dihargai
Tak lagi kau hantarkan warna ceria
Ke arena kanvas rupa rasaku
Mulai menipis di kertas putih
Karena rasaku semakin sepi
Semenjak ditinggal pergi
Pada bayangan mimpi kekasih
"Aahh ... mimpi."
Dikau paranoid tidur malamku yang sunyi ....
HR RoS
Jakarta, 03/04/2017
BUNGA FLAMBOYAN
Romy Sastra
kaki melangkah dari tangga rumah
kerikil beradu di telapak sepatu
pualam bertanya,
ke mana puan berlalu?
pagar baru saja dirapikan
pasir berbisik di jalanan
sekuntum bunga ditanam di kala pagi
tumbuh bersedih
hujan tak turun menyirami
apakah titipan akan bersemi di kesunyian
berpikir diam memperhatikan diri
lenggang bayangan menari memanjang
serasi sejalan dengan badan
meski tak sama dalam iringan
mencoba menoleh ke belakang
menatap sekejap pandang
sebatang pinang melambai pinangan
puan, jangan pergi ke seberang
nanti lupa jalan pulang
berlayar bisu tak bersauh
layaran melintasi riak dan badai
semilir membawa ingin dari hulu ke hilir
angan tergadai hidup terbengkalai
kumbang-kumbang berdendang riang
bunga flamboyan tumbuh di jambangan
tergoda puan pada rayuan malam
harapan berbenalu
daun-daunnya layu, lalu mati
bibit tak lagi bisa disemai kembali
bungaku sayang bungaku malang
flamboyan korban kepalsuan
dari godaan binatang-binatang jalang
HR ROS
Jkt, 150418
BANYUWANGI NAN WANGI
Romy Sastra
Kupandang padang membentang
Dulu Blambangan kini Banyuwangi
Sungguh Tuhan melukis alam menawan
Lereng Ijen dan alas purwo
Hingga sumur Sritanjung asal-usul kota itu
Kulihat Banyuwangi dari mata hati
Ada kearifan alam menyimpan kesuburan
Terkesima rasa
Indahnya pemandangan sawah dan ladang
Suasana sejuk tatapan tergoda
Di Banyuwangi ada tersimpan misteri
Tentang cerita kisah tanah Jawa
Sunrise membayangi
Tak percaya bahwa ini nyata
Gunung berbaris ciptakan pesona
Dari ujung ke ujung jadi kota wisata
Kabut membentuk mendung
Embun-embun tertumpang di daun
Dari rinai satu-satu
Menggenang di sawah suburkan kebun-kebun
Banyuwangi negeri indah dan wangi
Seindah bait-bait puisi
Kudatangi negerimu dengan literasi
Jakarta, 11 Maret 2018
Puisi yang gagal lolos kurasi event Banyuwangi
SEHELAI KAIN SARUNG SUFI
Romy Sastra
sinopsis cinta manunggal dalam napas
keluar masuk memandu kalbu
puji sang fakir pasrah tak meminta
menyatukan iman pada fana tertinggi
di relung sukma rahasia bersembunyi
membuka tirai-tirai kekasih
menggali pintu berkah selebar dunia
bermodalkan sehelai kain sarung lusuh
membawa kado ikhlas ke tengah pesta
jubah malu penutup etika cinta
jejak pertapaan sufi dalam sejarah
dzauq dimabuk rindu
meminum segelas anggur tuak ilahi
pada pujian kepayang dalam tahalli diri
mencucur tirtamaya suci dari peluh tubuh
telaga bening tak berwujud
menetes embun dari pori zikir musyafir
tetesan air surgawi tajali mati
sehelai kain sarung sufi
bukan desain sutera wol duniawi
kain sarung bermaruah pembungkus akidah
bermanik eksotik elegan pada tuhan
ia jubah sederhana di tengah keramaian
tak bersolek seperti pesta kerajaan tak beriman
sehelai kain sarung sufi bersongkok diam
enggan berorasi pada panggung dunia
melainkan berbisik pada daun-daun kering
menyauk debu pembersih noda-noda batin
sampaikan doa jelata oh, bayu surga
pada yang duduk di singgasana jiwa
malaikat bersayap detik bertubuh cahaya
tunduk pada amanah ilahi siap siaga
bertasbih tak pernah berhenti
aku cemburu dengan utusan itu
kurapikan duduk di atas sajadah tua
senyap gelap memandang kosong
kupacu kudaku berlari terus mendaki
akhirnya tubuh ini mati roh abadi
maha cahaya didapati
tatapan fana tak lagi berwarna-warni
azza wa jalla dzat laisa kamislihi
sang utusan tersenyum membawa pesan
dalam kenduri sufi semalam
HR RoS
Jakarta 140418
INTRIK-INTRIK JANGKRIK
Romy Sastra
si jahil kerdil
anak-anak kecil
bermain di kamar mungil
intrik-intrik licik
kendali otak picik
hipokrit seribu delik
pasang kuda-kuda
gerilya cari mangsa
coblos di hari pilkada
tuan sikat-sikut
menjatuhkan lawan tanpa takut
semuanya musuh dalam selimut
kenapa selimut kotor
kau jadikan celana kolor
memang bodoh mengawal kinerja molor
jangkrik genggong bernyanyi
obral janjinya untuk negeri
padahal alasan kemajuan perut sendiri
kau si buncit oportunis saja
hajatmu terselubung noda
pesta-pesta borjou di tengah kota
anak-anak kecil itu gembira
siulan jangkrik dipercaya
nanti rumahmu digusur juga
pilihlah aku
karena aku mampu
membuat perubahan kotamu
perubahan apa?
ya, perubahan kata
dari kata penggusuran ke penertiban saja
hahahahaha parahhh ....
HR RoS
Jakarta, 17,04,2018
RA KARTINI
Romy Sastra
Lilin itu memang tak nyala di rumah sendiri
Otak pribumi dijajah oleh kolonialis
Kartini terpasung dirantai di bilik sunyi
Sedangkan pijar menyala di sanubari
Generasi itu buta aksara dan hikmah
Dibodohi penjajah sejak dulu kala
Kartini bertanya pada kiyai
Di mana pintu langit berada?
Kiyai terpana, resah
Mau menjabarkan pintu-pintu langit
Sayangnya, tangan kiyai terbelenggu Belanda
Bibir terkunci mewejang kalam
Kartini, kau pijar dari Jepara
Emansipasi wanita melawan penjajah
Negeri selama ini gelap, kau sang pencerah
Dengan tinta hingga ke meja dakwah orasimu
Merdekakan kebodohan menuntut ilmu
Habis gelap terbitlah terang, semboyan itu
HR RoS
Jakarta, 21,04,2018
DIALAH, IA
Romy Sastra
pada kekasih menitip salam,
salam dititipkan ke dalam doa mengiringi cinta
cinta terhantar ke medan takwa, maka tawadhulah
pada kekasih menitip salam,
ulurkan sekujur jiwa penuh pasrah
bawalah sukma pergi ke singgasana cahaya
bersemayam mengitari rahsi
rahsi ilahi memandu rahsa sejati
pada kekasih menitip salam,
larungkan diam pada tatapan
melangkah ke savana rasa menatap cinta
terbukalah kelambu kasihnya
tak lagi bercahaya
pada kekasih menitip salam,
hening tak bersuara, bising tak bernada
la sami'an ilaallah
tiada yang mendengar kecuali pendengarnya
pada kekasih menitip salam,
ucapan tak berlisan pujian penghayatan
cinta menyapa tak ada sahutan, dia berbisik
la mutakalliman ilaallah
tiada pembicaraan kecuali dia yang berkata
pada kekasih menitip salam,
menatap keindahan kekasih
tak kutemukan surgawi
yang ada tatapan tasbih
la bashiran ilaallah
tiada yang melihat kecuali dia menatap
pada kekasih menitip salam,
tenggelam memasuki ruang batin
ternyata tak ada kehidupan dan kematian
yang ada, la hayatan ilaallah
tiada yang hidup abadi selain dia ilahi
lalu, siapa aku?
la haula wala kuata illa billahil aliyil adzim
dialah ia berkuasa pada yang ada dan tiada
salamku terkirim, cintaku takzim
HR RoS
Jkt 01,05,18
LAYU
Romy Sastra
andaikan kau tahu,
sekuntum rindu pernah kuberikan padamu tanpa benalu
sekuntum perdu menghiasi halaman kekasihku
andaikan kau tahu,
perca-perca yang terbengkalai kujahit
kujadikan gaun pengantin
dan, akan kuserahkan ke meja penghulu
andaikan kau tahu,
sekuntum mekar tak berbenalu, kenapa layu?
sedangkan gaun itu masih kusimpan
debu-debu yang melekat kusikat
dan kulipat ke dadaku
bertanya, masih adakah setiamu?
HR RoS
Jkt, 300417
PELACUR-PELACUR NEGERIKU
Romy Sastra
kembang kantil bersolek di ujung mantera
kemenyan mengebul di bibir dukun
terurai asap di atas ubun
wangi menyeruak di sekujur tubuh
bila malam menyapa mistik
mantera asmaradana menggoda arjuna
arjuna liar di kota metropolis
mucikari-mucikari bak selebritis
berdandan cantik berkawan iblis
pecandu malam pulang malam
wahai pelacur-pelacur negeriku
kau perusak generasi bangsa ini
tubuhmu yang sintal berambut emas
mewangi kembang melati
lenggak-lenggok gemulai di trotoar jalanan sepi
senyum menggoda mencari mangsa
memikat si hidung belang di dalam mercy
kau pelacur negeriku
negeri ini gersang
bak ilalang di tengah padang
generasi tak lagi punya pegangan
iman zaman tergadai oleh kemolekan
di diskotik night club kau asyik
malammu berfantasi ekstasi
disorot lampu disco seantero pesta menari
pesta malam bergoyang erotis
aduhai semampai lunglai menjelang pagi
berkawan whisky tak sadar diri
memanglah kau tak tahu diri
hingga generasi ini mati di ketiakmu nan wangi
HR RoS
Jakarta, 28,04,18
NEGERI FREEMANSORY
Romy Sastra
kepada kota, bising bertanya ke telinga
apakah pekik masih menjerit, warga kelaparan
anak-anak putus sekolah bermain di jalanan
bantuan sosial jadi kedok pemerintah
padahal, tuan menyileti jantungnya
dia tak tahu kalau dadanya terluka
rakyat meminum darahnya sendiri
sakit
kepada kota yang bermewah-mewah
bising semakin parah di mana-mana
kenapa istana tenang-tenang saja
negeri bedebah bermimpi jadi mercusuar
si makar bermain petak umpet
hutang di catatan era, jadi sejarah, kian parah
pailit
akhirnya dungu bergumam malu
bertanya-tanya dalam orasi
pertiwi nan asri sudah dijual si otak kurcaci
mencari keuntungan pribadi
dibagi-bagi ke kelompok sendiri
kepada nurani yang tertutup materi
rumah puan tak berdian religi
tuan berdasi sibuk mencari kesenangan
duniawi
HR RoS
Jkt, 290418
DI TELAPAK KAKI BUNDA KUBERSUJUD
Romy Sastra
bunda,
tergurat di wajahmu nan renta
membulir sedih berhias lara
tak terasa beban berat kaubawa-bawa
seperti air di gunung mencurah rela
ananda menatap dari kejauhan
di balik dinding jiwa
kau mewujud resah
karena tanggungjawab demi asa
asa cinta untuk buah hatimu
darah dagingmu itu
bunda,
kita sudah terpisah jauh
terpisah dari tanah tumpah darah
daku berkelana
ke ranah yang belum terjumpa
semasa balitaku dulu
dikau mengajarkan tentang arti hidup
mencari jati diri
meski sampai ke ujung dunia
kini takdir itu,
aku telah ternoktah pada jodoh pilihanku
darah-darah tiranimu telah lahir ke dunia
pelanjut helaan napasmu mengisi kasih
dia kini telah belia
sudah tumbuh dewasa
bunda,
engkaulah segalanya bagiku
di telapak kakimu aku bersujud
kembang kantil itu telah mekar
minyak kesturi mewangi
pada suatu saat tertebar di tanah misteri
aku kirimkan kalam ilahi
menyejukkan jasad di balik papan
berselimut kain mori
bunda,
sumur tua di belakang rumah masih ada
serasa misteri menyapaku dalam lamunan
mengajakku kembali
ke tengah rumah kecil kita
bila masanya kita bersua
akan aku timba sumur tua itu
membasuh noda menghapus dosa
dalam pengabdian sebagai anak berbakti
bersujud mendekapmu
ucapkan terima kasih,
akan baktimu selama ini
dari relamu aku terfitrah
karena ma'unahmu surga itu ada
aku perjalankan hajat ini
dengan kembang setaman
ketika dikau tiada terjumpa lagi
di samping nisan di atas tanah merah
kutaburkan doa-doa khyusuk
menyauk embun kusirami dalam goa sempit
tanah merah mengekang sakit jasad kejepit
bunda,
dalam mihrab doa ananda bertanya
melipat lidah ke langit rasa
menutup rapat-rapat di keheningan cipta
berdoa,
ampunilah dosa-dosa orang tuaku ya allah?
sayangilah ia,
sebagaimana ia menyayangiku dari kecil
bundaku,
tinta emas ini memadah melukis iba
berharap malam purnama ketika tiada lentera
cahaya ibadahku menerangi sujud pasrah
umurmu bunda,
sudah mendekati senja
anakmu kini di terik pijar sang surya
mengirim bait-bait doa di malam buta
belajar dari nasihat yang pernah kau tuah
pendidikan yang dituntun dulu
jadilah anak yang berbakti
penerang jejak kelam di kemudian hari
itulah pesanmu dulu
kuingat selalu
bunda,
dalam aksara puisi ini ananda berbakti
pengabdianku,
ananda realisasikan dari kejauhan
di setiap helaan napas doa kasih
semoga dikau berbahagia sehat selalu
di telapak kakimu kubersujud
oh bundaku ....
HR RoS
Jakarta, 260418
DAUN-DAUN DIKSI BERTERBANGAN
Romy Sastra
misteri memaksaku
untuk selalu menulis obsesi puisi
sudut bisu gemulaikan jari-jemari, kian layu
kanvaskan mutiara-mutiara kata yang masih tersembunyi
ah rasa ini, kenapa tiba-tiba sunyi
seperti ranting cemara di padang gersang
sebagian dedaunnya berterbangan
ditiup limbubu meradang malu
bertengger angan yang hilang melayang
takkan pernah kembali lagi ke dahan
tanahnya tandus kering kerontang
daun fiksi menghilang ke jurang terdalam
dahan-dahan sastra menjadi pusara
akankah separoh jiwa yang tersisa ini
mampu menyuburkan dedaunan imaji?
koloni awan berarak, turunkan hujan
sirami alam ini
untuk kesuburan taman hati
semoga burung-burung kecil itu
bisa bersiul bernyanyi bersama tintaku
menyapa pagi
ranting-ranting yang kering
gugurlah ke bumi
jadilah organik tak terkontaminasi
siklus biarlah tunas berganti
tunaskan kesuburan dahan menghasilkan
pucuk-pucuk tumbuh kembali
jiwa yang tersisa ini
bertahanlah dengan cabaran
melukis menulis seribu mimpi
teranglah selalu duhai hati
suburlah kau ilusi
mendung di ujung sendu hujanlah
basahi lara hati yang gersang ini
semoga diksi puisiku bertunas sepanjang hari
HR RoS
Jakarta, 250418
KABUT SENJA
Romy Sastra
berselimut kabut
memintali tenunan senja
di kaki langit
berdiri di atas titian usang
tertumpang tunggul lapuk
berlalunya kasih sayang
bersama sang bayu
yang terus melaju dan berlalu
meninggalkan jejak dalam luka
meski bahasa alam itu adalah
bahasa diammu yang membisu
bayu, kau meneteskan embun
berharap aliran banyu meretas
ke sela-sela daun
kelopak tak lagi mekar
mentari meredup senja berkabut
kian menyelimuti sukmaku
berharap yang layu mekarlah selalu
ahh, gita?
Simphonimu bernada gesekkan biola tua
membuatku gamang
bernyanyi memadu rindu dan kasih sayang
kau undang kembali memori yang terkoyak
biarlah ia sunyi
tersimpan terkunci di peti mati
"yaaa...,"
aku ikatkan saja cerita yang dulu bersemi
ke ruang memori
kisah kita telah bias menjadi semu dan berdebu
sinonimkan saja kemesraan kita
yang dulu pernah bercerita
tentang dunia ini indah
"mimpi..."
kau kembang taman khayalku
kau menitipkan misteri
pada asa yang terjajah lara
tertikam di jejak yang basah
jatuh melukai
tersungkur diri membuat malu
"diri..."
kau telah di ambang senja berkabut
melarung kisah yang tak nyata
di kaki langit berbisik lirih
di mana dermaga rindu akan kulabuhkan kini?
resah memadah gita puisi
dalam obsesi yang tak kenal lelah
mengejar impian pada senja yang kian merona
aku sujudkan sajalah
rasa cinta suciku ke mihrab sajadah senja
memacu doa pada ilahi rabbi
di sanalah pemberhentian jejak terakhirku terhenti
HR RoS
Jakarta yang berkabut, 250418
HIMNE RINDU
Romy Sastra
desah desau zikir mengalun syahdu
rentak napas memukau membuncah kalbu
bibir diam perigi merindu
jatuh kecupan ke telaga kasih, yang dirindu serasa jauh
mencari kekasih yang bersemayam di hati
tenggelam dalam khayal tak berkhayal
melainkan menyibak tirai penghalang pandang
mendekap erat berselimut tahlil
ternyata ia memang ada
sesungguhnya ia memang telah dulu ada
bersama diri sedari awal tubuh terdiri
seperti kepiluan adam mencari hawa
terpisah karena dosa
siang malam adam merintih dan berdoa
di mana engkau kini duhai kusuma
aku merindukanmu tak henti-henti
lara sudah jiwa ini berkawan sepi
bertahun-tahun mencarimu
namun dikau tak jua kutemui
aku rindu serindu-rindunya oh, kekasih
telah kulafaz doa berjuta kali
tak mengenal siang dan malam
pendakian kian tinggi
perjalanan semakin tandus
haus sudah rasa ini, akan rindu
aku rindu, aku rindu, aku rindu
anggur yang kau tuang dulu memabukkanku
sampai kini aku dahaga rasa cintamu
surga mengutukku alam pun bisu
aku mencarimu selalu
berlari tak terpijak bumi
mendaki pendakian tak bergurun
menurun ke jurang terjal tak ada jalan
semua arah datar
yang dicari telah diberi
sayangnya diri tak menyadari
mahanya pemberian ilahi
dalam hidup ini
HR RoS
Jakarta 240418
MERENDA JEJAK PALSU
Romy Sastra
aku coba berlari mengejar sebuah impi
perjalanan dimulai dari awal rasa suka
pada diksi-diksi senja menyulam cerita
tegak berdiri di dada cinta
selami rasa yang tergubah
di senja yang merekah
aku titipkan butir-butir syair maya
kukirimkan ke beranda tanya
engkau kini maya, di mana berada?
jabat tanganku masih erat menyapa
aku yang berlari mengejar mimpi-mimpi itu
membawa senyuman mesra untuk cinta
meski semu pada akhirnya
aku yang merajuk dalam sepi di senja ini
meminta untuk berpeluk mesra
apa kabar kawan semua?
hulur tanganku menggenggam setia
marilah menari lewat tarian-tarian diksi
meski cerita tinta tak berharga lagi
yang tak dianggap ada
ahhh ...
aku akhiri sajalah
bait-bait puisi yang tak berkaki
jika story tak lagi dihargai
dari perjalanan merenda mimpi tak terurai
pada kasih yang tak pernah sampai
aku yang mengejar impian semu
telah menjadi fatamorgana rindu
HR RoS
Jakarta, 02,06,2018
SPIRIT DI GARIS KHATULISTIWA
pada udara nusantara ini kita bernapas
dada ibu jangan sesak karena kabut
gajah mada bersumpah palapa
atas dasar cinta
bersatulah!
pada air yang mengalir ke hilir
dari hulu mengirimkan kehidupan ke muara
bersatu dengan asinnya samudra
satu rindu, biota menyambut dengan kasih
jangan kotori lajunya di setiap lembah
jagalah!
khatulistiwa di dada nusantara
seperti pelangi menyimpan warna
berkacalah!
bahwa perbedaan itu rahmat yang harus dijaga
tuhan menyatukan kita
bersyukurlah!
kemilau di atas mega
sejauh mata memandang
bersenandung kasih sayang
dahsyatnya keagungan tuhan
dalam simponi harmoni dewi manikam
berjabad tangan
mendekap dalam kearifan alam
mesralah!
pada peradaban nusantara
mimpi-mimpi indah menjelma jadi takhta
dari magis rimba raya pertapaan leluhur
punggawa meminjam kedigdayaan luhur
untuk keutuhan pagar betis
jawara berjiwa ksatria
mengukuhkan kekuatan di titik batin
berjayalah budaya lama sepanjang masa
lestarikan peninggalan
dalam kearifan indahnya nusantara
menjaga kelestarian demi generasi
tuntunlah!
alam asri museumkan di hati kita
bersemilah cinta, kuntum jadi mekar
senandung satu harmoni
pada ring road khatulistiwa
nusantaraku, nusantaramu, nusantara kita
ya, indonesia
HR RoS
Jakarta 2 Oktober 2018
ERUPSI DI KAKI SEJARAH
ning nang ning nong, ning nang ning nong
bunyi dengung di daun tursina
menitip tanya
uuuhhh....
suara dendang malam di puncak gemuruh
terdengar jauuhhh
gluduk, gluduk guntur
seperti menyapa roh-roh yang tertidur
awass....
wedus gembel rewel
awan hitam seperti lingkaran setan
adalah perjanjian itu tiba
leluhurkah yang bertingkah?
ah, tidak!!
lalu, siapa yang salah?
jika bencana melanda
dan resi bertanya dalam semedi
duhai, gusti?
jantung kami berdebar
ubun-ubun kami terbakar?
pangeran menjawab:
sudah berapa lama bumi ini ada?
sudah sampaikah makrifatmu padaku?
di mana ibadah?
bukan sesajen kupinta!
"resi tertunduk malu pada laku,
baru saja sabda jiwa membuncah"
duhai yang dimuliakan
di atas dada ibu
bumi jenggala berkarma
kawuk terbang mengelilingi mahidara
sebab, pawaka akan muntah
gluduk gluduk gluduk gurrr... guntur
suara deru kian rusuh
gusti, hamba memohon iba
izinkan kupadamkan gelora api dengan doa
apakah perjanjian itu benar-benar tiba?
meletusnya gunung api
kami pasrah pada perkara rahasia
erupsi di kaki sejarah
ajang bermuhasabah
Romy Sastra
Jakarta 4 Desember 2018
SHOHIBUL CINTA
di dada ini ada mim
tertulis di titisan bathin
pada nun
menyingkap kesadaran menuju bakti
di mana jalan ke mekkah
datangi sembah!
darah-darah menetes di setiap insan
duhai jiwa-jiwa yang diberkahi
hulurkan tangan sambut salam
kenali sejarah dilingkari ka'bah
wajah cinta merupa
abu bakar, umar, usman, ali
engkau literasi darah dan akidah
tiang-tiang di tubuh rasulullah
iman dan takwa engkau bawa
seandainya boleh meminta pada yang kuasa
doa dikabulkan
izinkan aku jumpa pada darah asal kukenali
betapa cintaku dan rinduku membara
memeluk leluhur di surga
bukan mimpi
fatimah,
kau si manja kemerah-merahan
inginku selalu tersenyum sepertimu
khumairah di tengah malam
pinjamkan aku senyuman
Romy Sastra
Jakarta 131218
PAGI TERAKHIR DI BUKIT SRI PUCHONG
arunika hampir tiba
membelai manja dedaunan
merpati menyambut hari
semalam sayapnya diselimuti angin
tentang hujan yang tak kunjung reda
siklus musim irama semusim
membawa dingin menyemai ingin kepada batin
seperti laju kereta api singgahi tiap stasiun
ia kembali membawa isi ....
kendali masinis
merpati bukanlah kereta api
adakala ia terbang kembali dan tak balik lagi
sejauh apa kisah dilalui
hanya kedatangan ke sekian kali adalah janjian
pada jejak-jejak yang tertinggal jadi kenangan
langkah menyusuri lorong kehidupan
dian di tangan selalu menyala
taklah kunang-kunang diraba
dada menabur pelita
dhiyan telah tiba
menghapus embun semalam
dahaga telah diteguk doa
genggam cita lerai resah
dayita... pahami kisah!
tentang merpati yang kembali
merajut sangkar terbingkai sepi
selendang membelai bayang-bayang
titipkan kasih sayang meski tak indah
jejak yang terpijak titipkan sejarah
andaikan merpati tak balik lagi
jangan sesali kepergian
lipat saja kenangan di peti mati
HR RoS
Selangor 12 Desember 2018
KELANA SUFI
memasuki rumah kekasih melalui tujuh pintu
salam diucapkan, jari-jari disatukan
duduk yang khyusuk kaki dirapatkan
seperti pencinta kemaruk mencari tuhan
ketukan pertama berdiri;
pelita dibawa ke dalam sukma
membunuh anasir nafsu dengan cahaya
belajar mati, nawaitu diam
ajsam menyimpan permata di ruang rahasia
dan pintu terbuka
permata-permata di jalanan berkilauan
memasuki rumah kekasih melalui tujuh pintu
pada ketukan ke-dua;
debar-debar tak karuan
sebab kematian diundang
berkutat melawan ketakutan
antara iman dan godaan
memasuki rumah kekasih melalui tujuh pintu
ketukan ke-tiga; berkidung rindu
merayu tak membohongi laku
puji-pujian asyik di titik batin
meniti ihdinash shirathal mustaqiim
memasuki rumah kekasih melalui tujuh pintu
ketukan ke-empat; menari mencari kekasih
menari, seperti tari-tarian kinciran angin
gemulai, memutari Ka'bah berharap sampai
memasuki rumah kekasih melalui tujuh pintu
ketukan ke-lima; trai-tirai kehidupan terbuka
sedangkan alif sudah menunggu tamu sebelum khalifah tiba
memasuki rumah kekasih melalui tujuh pintu
di ketukan ke-enam;
khalifah bersalaman di dalam ranah
'salamun qoulam Mirrobblirrohim'
wahdah terang membuncah
satu tangga lagi menuju istana cinta
bendera kemerdekaan sudah di depan mata
tiada lagi memuja asma, yang ada fana
memasuki rumah kekasih melalui tujuh pintu
di ketukan ke-tujuh;
telah pasrah segala daya,
tiada daya dan upaya, lahaulawalaquata ....
laisa kamisilihi tersaksi, tiada lagi warna
kekasih telah menyelimuti segala yang ada.
dan cinta itu nyata, makrifatullah
Romy Sastra
Jakarta, 24-12-2018
TIKUS BOCOR HALUS
harimau mengaum lapar di gurun
serigala mengintai sisa-sisa bangkai
capung-capung menari di taman ilalang
kuda berlari kencang mengejar awan
joki terjungkal di tanah lapang
badak dungu membisu di tepi kolam
raja hutan tepuk jidat di istana
pening aku bah, negara kian susah
kebutuhan rakyat ditelan mentah-mentah
ah, aneh memang tingkah sutradara
apakah trik licik disusun rapi di balik layar?
opera dunia kian menggila
dalang mencibir di sudut bibir yang kurang ajar
bukankah meja dipakai tuan,
tempat membuat undang-undang negara
anti korupsi?
apakah tuan-tuan lapar sekali?,
menunggu giliran jatah
kinerja tawar menawar
ya, tunggu sajalah!
jatah itu ada, bagi sama rata
ternyata senjata makan tuan
silet di lidah telah mengiris
padahal tuan punya hati punya rasa, punya keluarga, tak malukah?
ketika rapat menyusun amanat, tuan duduk di kursi empuk yang berjubah dewa,
dikau mengantuk
tikus itu bocor halus
titah rakyat dititipkan di pundakmu
dilengahkan begitu saja
sedangkan janji-janji di pentas demokrasi masih segar rakyat ingat
tikus-tikus berdasi tak bermaruah lagi
malu sudah di selangkangan duniawi
HR RoS
Jakarta, 151218
KEBYAR NUSANTARA
Leluhur berbudi luhur
budaya adiluhung digaungkan di tanah Ibu
leluhur membangun istana cinta
di dada pertiwi
generasi menari di pentas globalisasi
semesta bertasbih
Pada daratan, lautan, gunung dan lembah
nusantara bersimponi
satu lagu
tentang cinta dan rindu
Jabat tangan kita genggam erat
sebab, layaran ini kian merapat
tentang surat yang kukirimkan padamu
tertulis isyarat tempo dulu
leluhur berikrar tentang kebyar-kebyar
mari bersatu!
Esa hilang dua terbilang
patah tumbuh hilang berganti
takkan hilang Melayu di bumi
Hang Tuah; sumpahmu untuk generasi
sejarah adalah plakat panjang di bumi
Romy Sastra
14, 08, 2018
Jakarta
Satu puisi dari saya untuk kontribusi sebagai karyawan ZKN di masa acara temu penyair ZKN Janda Baik, terpampang di banner merah di dinding salah satu pondok University Alam Wadi Hussein, Pahang.
JIBRIL DAN ANGIN
Romy Sastra
Jibril mengawinkan angin kepada awan
Dentuman bersahutan di cakrawala
Hujan menguar di udara
Bumi basah
Sisakan embun di dedaunan
Jibril mengawinkan angin kepada musim
Satu koloni di angkasa
Berarak membawa berkah
Satu doa dipanjatkan!
Ya, Ilahi...
Kabarkan kepada Jibril?
Jaga kelestarian di bumi
Jangan gersangi jejak-jejak Khalifah
Berikan seteguk kehidupan di setiap langkah
Jibril mengawinkan angin kepada terik
Bumi diterangi
Langit berlapis-lapis bukan awan
Firman Tuhan membawa pesan
Bacalah atas nama bismillah...
Sesungguhnya tiada cinta yang lebih suci
Selain kasih-sayang-Nya
Lalu, Tuhan mana yang akan disembah lagi?
Kenapa ada seribu Tuhan di hati ini
Hingga melupa di setiap ibadah
Jibril di bumi mengemban amanah begitu rapi
Ridwan menyambut kekasih di surga
Sibak mata hati!
Cinta bertakhta di jiwa
Malaikat senantiasa mengawasi
Zat Ar-Rabbani maha meliputi
Setiap yang hidup bertasbih
HR RoS
Jkt, 151018
SETIA DI DADA
Romy Sastra
Sungging di bibir menghias wajah
Membujuk hati tersirat luka
Oo... kisah
Usah berduka!
Seraut wajah nan manis
Ditikam sembilu
Hentikan tangis
Jemari menari menutup pilu
Ya, air mata yang jatuh
Tangan menghapus luka
Seperti api yang padam di tungku
Meninggalkan bara
Cinta tak pernah salah memilih
Memainkan peran pada kisah
Pupuk rasa setia!
Takkan ada kata berpisah
Jakarta 05 Oktober 2018
JAGADHITA CINTA
cinta, benci, adalah fitrah
warnai semesta
ada kasta ada rasa
pembatas perbedaan yang ada
gerak langkah berdetak menjaga jarak
semut merah beriring jalan mencari jejak
bersalaman menyapa sesama
tanpa berjungkit tanah dipijak
tarian kecak di muka pura
melirik cantik menyimpan mistik
hati tergoda
caakkkkkkk!!
cak,cak,cak,cakkk
cak,cak,cak,cakk
cak,cak,cak,cakk,cak, cakk, cakkkk
Kecak bersorak adalah mantra
malam-malam menabur nebula
menyingkap pelita
memantik jiwa bersahaja
mengusir angkara pada nafsu duniawi
artistik tarian bali sangat menarik
tarian unik bagai artefak menari-nari
seperti kupu-kupu terbang senja hari
ya....
jiwa bagaikan angin di dalam cermin
bening seperti nirmala di sudut mata
wajah-wajah musim adalah siklus
pada kearifan hidup manusia
yang harus ditebus bijaksana
jagadhita cinta keselarasan
antara alam dan kehidupan
di mana kedamaian ditemukan?
ya, .. yaa... yaaa....
mati di dalam hidup
menutup lubang dunia hidupkan nurani
berani mati!
budi tri purusa
berdarma mencapai moksa
mematikan segala nista
angkara di dada padamkan!
jagadhita, surgaloka yang nyata
bahwa tuhan bersemayam di setiap kehidupan
hidup damai dengan cinta
semesta berbahagia sepanjang masa
cak!!
cak,cak,cakk...
cak,cak,cakk, cakkk....
Romy Sastra
Ubud Bali, 27 Oktober 2018
JEMBATAN USANG DI PERSIMPANGAN JALAN ITU
Romy Sastra
Kawan, tunggulah aku
di persimpangan jalan itu
ingin bercerita pada kisah silam,
lembaranku terkoyak di sini
tentang rindu
Kita yang pernah berselimut angin malam
bersamamu,
dentingkan dawai-dawai gitar usang
tembangkan lagu-lagu kenangan
sambil bercerita tentang dunia ini indah.
Ya, di jembatan ini
cerita itu pernah tersusun rapi dalam memori.
Kini, jauh sudah kaki melangkah
terpijak di tanah retak berdarah,
sembilu hidup menyulam jejak
mengikuti derap langkah tak seirama
dalam dekade usia,
asa yang tak kunjung berubah
kini perjuangan itu kian terasa beratnya
perjalanan kita kian sarat di ujung usia.
Oh, memori
story cinta terbungkus peti usang
pada dekade ini, kubuka kembali
senja menyapa di kaki langit
tintaku memadah diksi kenangan
tentang seekor merpati, berjanji
tak akan pernah ingkar janji mencarimu
di masa generasi kita mulai berlari
Ceritaku pernah berakhir pada seorang kekasih
kisah berselimut dingin meninggalkanku
di jembatan usang peninggalan sejarah
'kan ke mana lara cinta kutambatkan
kini telah digantungkan di langit khayal
menggantung tak bertali, biarlah itu terjadi
ikrar janji merpati ternoda sudah
sebab, sangkar telah berbeda
Ohh, kawan
adakah historymu sama sepertiku?
seribu kota telah dilewati
dermaga hidup mana yang tak disinggahi
segara biru riak dan tenang telah dilayari
namun kau tak jua memahamiku
apakah kasta kita telah berbeda
ataukah jeratan hidup mengikat bibirmu
untuk bercerita tentang nostalgia masa lalu
bahwa dunia itu indah.
Kawan?
di tunggul batu di persimpangan jalan itu
ingin kutemui jejak malam yang pernah dilalui
yang pernah kita tinggalkan dalam sebuah cerita tentang cinta muda-mudi.
Embun malam saksi cerita berdebu
pada masa remaja kala kita menyulam rindu
dengan bibir cinta pertama kita bercerita
menorehkan sensasi khayal tak pernah usai.
Jembatan itu adalah kenangan
pada dentingan irama tembang dawai-dawai malam
kisah yang tak terlupakan....
Dalam suasana semilir angin yang sunyi
seakan kita berdialog tentang tembang alam
melukis cerita dalam nyanyian
ya, di atas jembatan kenangan
jembatan itu telah terkoyak lapuk dimakan zaman.
Oh... tiga dekade yang berlalu
masih kuingat memorimu
menyapa sahabat itu satu per satu
satu cerita tertinta di ruang maya
telah layu membisu menikam pilu
akan nostalgia bersamamu.
Lapuk jembatan kita, rinduku selalu terbarukan
Ya... di madah senja menyapa ranah....
Jembatan Tugu Kubang-Kapujan Bayang Pesisir Selatan
HR RoS
Jakarta, 7-5-2016, 17:35
KHAYAL DI PUNCAK UBUN
Romy Sastra
mata ilusi terpejam
khayal membubung ke dinding ubun
tangga arasy berlapis seperti buah kol
berkabut putih tak berisi;
nol
di negeri astagina
negeri antah berantah
tersaksi cupu manik di dalam jiwa
asyik dan fana
kacahaya cinta merekah
dituai selendang rasa
menyusup ke samudra biru
mati sekejap saja
lebur bercumbu rindu
dahaga
indahnya lorong langit tak berujung
seperti berkelana di pantai tak bertepi;
sunyi
istana bermegah di atas awan
menatap syahadat kuat-kuat
satu hentakkan berkali-kali, kiri kanan
tali temali tahlil mengikat tak putus
sepanjang hayat dikandung badan
tak lepas berdendang
dalam kias dahaga cinta yang rela
pada maha pencipta bermusyahaddah
nyata
HR RoS
Jkt, 211018
IKTIBAR
Romy Sastra
hidup di antara dua gejolak
realiti dan sisi lain
pernah singgah sekejap
lalu hilang dari tatapan
pesta usai cerita terurai
ada kalut kian kusut
pertunjukan di pentas kehidupan
mesti dilalui, dan
ada hikmah tadahlah!
usah bersedih
lalu, kenapa kita menyunting sunyi
merenda sepi dengan payet-payet pelangi
Pelangi pun sekejap menari
lenyap bersama mimpi-mimpi
matilah mencintai yang abadi
jangan mati mencintai ilusi
sebab, yang abadi destinasi hakiki
ilusi hanya mainan orang-orang bodoh
jangan tertipu bayangan semu
'kan berbuah malu
tegarlah wahai sang pemimpi
jangan bermain angan
hidup ini kenyataan akan terus berlanjut
nama dan sejarah adalah torehan
jadikan bibit tunas-tunas berputik
pada tirani darah selanjutnya
berbenahlah menuju keabadian
dari alam kehidupan yang terlelap ini
ketika terjaga dari kematian
sesal tak lagi dihiraukan
di mana amal?
HR RoS
Jkt, 191018
DEAR YOU
Surat untuk Arina
kepada bunga di atas meja
kupetik satu daun berwarna ungu
tuliskan satu puisi
ada wanita bermata biru
bernama arina
bunga itu,
kuselipkan di daun telingamu
mayang terurai
kau cantik
arina,
kutitipkan cintaku padamu
kita duduk di meja alami
bertilam rerumputan
sebatang pohon jadi saksi
terimalah persembahan surat puisi ini
oh, arina
kau kucinta
seperti aku mencintai literasi jagadhita
ubud writers and readers festival bali
aku kembali
Romy Sastra
Ubud Bali 26 Oktober 2018
Dalam acara di taman puisi Ubud Writers and Readers festival, UWRF 2018
Menulis puisi spontan dan dibacakan
HATI MENGINTIP NURANI
Romy Sastra
duduk bersila
menghitung jalan rotasi jari
ketika riyaddoh menggenggam tasbih
hening tak berlafaz
rasa bersenandung napas
tenggelam ke dalam sunyi
dari hati mengintip nurani
duduk tafakur
langit-langit pat kulipat
merapat mengekang syahwat
cahaya-cahaya penggoda menyapa cinta
religi cinta ilahi
cabarin kemilau semu
semu dari nafsu-nafsu itu
laju napas bergulir santun
keluar masuk mencipta hikmah
hikmah penawar resah
asyik fana dalam diri
laju kalam memandu perjalanan
menyimak makna rasa ke dinding mihrab hati
hentakkan dalam diam
bak kuda sembrani
terbang membumbung tinggi
dalam perjalanan hati mencapai makam
makam alam diri
dari hati mengintip nurani
nurani diri berjubah budi
anugerah insani rahman rahim kekasih
seperti kemilau lembayung teduh
bening indah memukau silau
sejuk tak tersentuh menyatu
dalam diri
asyik khusyuk membulir rindu
rindu kepada sang kekasih itu ....
HR RoS
Jakarta
DARI BAYANG KA TANAH SUBARANG
Romy Sastra
dari bayang ka tanah subarang
bajalan sairiang jalan Jo bayang-bayang
anak nan ketek sadang dibaduang
didendang dalam buaian kasiah sayang
dulu ketek kinilah gadang
nan bagala bujang palala
lah bujang anak di tangah rumah
sikolah putuih banasib malang
cito-cito tatutuik dek hiduik nan sayuik
badan bialah tabang ka subarang
dari bayang ka tanah subarang
kampuang kinilah jauah tingga di balakang
palito nan diarok padam
alun tarang angan-angan alah kalam
mandeh taharok anak digadangkan
palapeh jarieh palarai damam
tahampeh ibo bundo ka dado
dek rintang nan tabao di anak bujang
sakiek indak batamu ubeknyo
mamilieh jalan ka rantau urang
dari bayang ka tanah subarang
dari subarang babaliek ka bayang
nan tacinto titian sanjo ka dijalang
ruponyo lah baralaieh jadi tapian urang
mandeh, ampunkan anak mandeh
jaso nan alun juo tabaleh
bialah rantau den pajauah
kok singkek langkah titian patah
janjang nan usah diganti di halaman
indak sasek jalan denai ka kamanakan
tasuo sanak saudaro di tangah rumah
oii... rang kampuang
bialah badan denai rantaukan
indak gamang di titian gantiang
kok nyampang suratan singkek
dagang jatuah lah biaso denai rasokan
dari bayang ka tanah subarang
babaliek lai ka nagari
kito bangun nagari
nagari sumarak di galanggang rami
HR RoS
Jkt, 131118
, 131118
puisi minang
MENCUMBUI RINDU
Romy Sastra
tentang malam yang dinantikan perindu
bersunyi-sunyi diam
sesekali menatap dian di ujung angan
sedangkan si rindu menari di dada candra
rindu membisu bukan tak bersuara pada bahasa mengeja kata
rasa rindu asyik mencumbui keinginan di kursi goyang, yang dicumbui tak pernah datang
tarian jemari dahayu
gemulai melahirkan makna
tak dapat disentuh
rindu meluruh membaca perihal cinta
di dalam lirik dan nada
tentang musik malam dinyanyian merdu
penghibur hati di kala duka
perindu asyik memintali nasib
berharap kekasih bertamu
berkomat-kamit menyapa tubuh
akankah kerinduan luruh di mata sayu
sejak pertama kali jumpa
tak ada tanda-tanda purnama
ah, tersiksa mencari kekasih
di mana nareswari bersembunyi?
adakah dikau tersenyum cinta,
ataukah diam saja?
sebab, rasaku telah dikirimkan ke jantungmu sebagai panah asmara
kenapa semilir tak membawa warta
dada tersiksa tak lagi si rindu itu tiba
perjumpaan tak melahirkan kisah sempurna
di mana bahagia berada?
ooh....
HR RoS
Jkt 121117
PRASASTI TUBUH PAHLAWAN
Romy Sastra
bajuku takkan robek di badankuh, kawan.
sebab telah dijahit benang sejarah,
tanah pertiwi dijajah sekian lama.
pemuda-pemudi tumpahkan darah
ruh-ruh menguar di udara.
lalu, negeri ini merdeka
arah pejuang masih segar dalam ingatan,
dan diberi gelar seroja
di mana jasa?
lencana terpajang di baju seroja yang gagah,
bukan aksesoris.
nisan itu, prasasti tubuh pahlawan.
kita masih saja bertikai,
sisa-sisa bara yang dinyalakan durna dan sengkuni masih saja dipercaya.
malu kita pada semut yang mendirikan istana di puncak gunung, seiring jalan saling menyapa.
kita masih saja tertidur,
kenapa membangun istana dalam mimpi?
sedangkan selimut koyak, tentu saja perut kembung. bangunlah, tatap mataku! ada pelangi menghias ke matamu, tersenyumlah.
di tubuh sejarah,
kenapa masih saja ada luka?
padahal suburnya tanah ibu, tempat bercocok tanam. rimbun pepohonan tempat kita berlindung, ada nyanyian sumbang di telinga, abaikan!
mahkota di ujung rambut jadi gemintang, kelipkan mainan si jabang bayi biar terlelap, estafet di tali ayunan, jika dewasa nanti.
bajunya dibalut merah putih, di dadanya ada garuda, mari bersatu dalam kebersamaan, hingga menutup mata.
HR RoS
Jkt, 121118
MALAM MENATAP CINTA
Romy Sastra
minggu pertama kau malu
padahal hujan tak jadi turun
minggu kedua awal november tahun ini
kisahku satu keinginan pada angin malam menjadi dingin
langit di atas rumah kelabu
sebab, siang kemarin teriknya tertutup awan
koloninya mengundang sebak hingga ke senja
di mana semburat aurora?
ah, doa tak sampai membubung
malam akan sunyi
gelap dan dingin sekali
putri malam tak mengintip di balik jendela
lalu, kunyalakan sebatang lilin di tangan dan kukirimkan ke langit
berharap gemawan terkuak malam tersenyum
lilin dipadamkan
penantianku tiba di minggu ketiga
pada bulan november masih tahun ini
wajah nan ayu tak jua merupa
apakah malam telah berganti musim?
dan kubuka tirai ghaib yang diciptakan tuhan sebelum langit itu ada
aku berpikir....
di mana sang kejora bermegah
putri malam yang biasanya mesra
kini bermuram durja ditingkah basah
ah, aku tak putus asa pada jejak-jejak cahaya
mencari purnama meski seribu tahun lamanya
dengan petunjuk jalan sunyi di ruang batin
atafakkarun
aku khyusukkan hening pada iman, ternyata jiwaku kelam aku terdiam
bertanya pada nurani, pantaslah purnama tak ada di pertengahan bulan
ternyata nuraniku mencari bulan tersesat jalan
jiwa menangis tak mendapatkan kekasih
seribu kalimahtulhaq kukunyah ke labirin cinta
bermantera-mantera rindu di kalbu
lalu terkuak purnama yang indah bermegah
tirai ghaib yang diciptakan tuhan akhirnya terbuka
jalan tersesat itu bermusyahaddah
wajah-wajah kejora dan purnama bersatu
menatap cinta tak lagi cahaya
yang ada awasnya
bermahabbah
HR RoS
Jakarta, 09 November 2018
AIR LAUT TAK ASIN LAGI
Romy Sastra
layaran ini tak kuhentikan,
meski gelombang datang menghadang.
kulihat di pantai,
ramai orang-orang menanti pesta laut
buruh-buruh bermandi peluh,
mereka hilir mudik di dermaga
membawa kristal-kristal asin ke pergudangan,
entah untuk apa kristal asin itu tuan timbun?
negeri ini negeri bahari,
kenapa mereka dahaga di atas air laut sendiri
woow, lucu...!!
aku anak negeri ini heran!
tertanya-tanya pada warta mengudara
pada teriak nyonya-nyonya di pasar pasar
pada industri-industri kecil yang merasa rugi
pada produksinya, perusahan mereka di ambang gulung tikar
yaa,... karena garam langka,
harganya melangit
lucu negeri bahari ini?!
dari ocehan tuan-tuan yang selangit
tuan...?!
apakah air laut memang tak asin lagi?
ataukah tuan sudah pencundang,
sudah kenyang bermain petak umpet oleh kolonial nakal?
aku manggut-manggut sendiri
ya, ini lucu,
benar-benar lucu
hahahaha...
negeri bahari air lautnya tak asin lagi.
kuah-kuah di panci serasa hambar
nyonya terkekeh-kekeh di dapur
garam aja kok bisa langka?
bedebah....!!!!
bedebah kerja kau di birokrasi itu
aku malu melihat tuan-tuan bertengkar
kenapa tuan tak bisa bersatu
bisanya berkoar-koarrrr
berbuih sudah bibir marhaen mencibirrr
sedangkan tuan-tuan tetap saja cengar-cengir.
layaranku,
layaranku akhirnya berlabuh
berlabuh pada maruah bangsa yang dijajah oleh pemodal bermata satu.
tambak-tambak di pesisiran diamuk badai
tuan-tuan di kursi goyang tak tahu malu
alamakk... kuah gulai itu jadi sansai
HR RoS
Jakarta 2018
MABUK CINTA
Romy Sastra
medan ahadiyat sajaratulyakin tumbuh subur di saat taat
makrokosmik mencipta mayapada nan megah
berkumpul ke ranah tauhid tercipta dari wahdah jadi khalifah
dzat suci tersusun ke dalam atma
berkoloni bersama jiwa dan sukma
menyusun sepuluh jari menengadah bersimpuh
mencari kekasih bermandi peluh
di dalam sunyi bertasbih
mabuk, mabuklah ke dalam pertapaan maha cinta
bercumbu seperti laila dan majenun
mengekang nafsu-nafsu angkara
tercampak nista ke kawah candradimuka
dari nyala api yang tak kunjung padam
padamkan nyala cari pelita
membuka tabir diri
ya, menyusun sepuluh jari
tersingkap bulir-bulir manik jadi kelip
melancong jauh ke samudra tak bertepi
naik ke angkasa tak berujung ke arasy tertinggi
diam fana
menapaki Jejak-jejak malam tak terpijak
terjungkal ke dasar tak tersentuh
terbang tinggi tak terlampaui
tatap tatapan tetap menyelimuti
aku hakikatku bersama-sama memuji
qadim tersembunyi dan realiti
ya, di dalam jiwa ini
bercumbu mesra bersama diri
meski sendiri bukan mimpi
lenyap senyap tak ingin bangkit lagi
indahnya kematian bertemu keabadian
tak jauh tujuan ditempuh
cukup satu napas 'kan terbuka arasy
HR RoS
Jakarta 7 Nov 2018
NISAN TANPA NAMA
Romy Sastra
apakah kita lupa kronologis sejarah
bagaimana darah tertumpah
tubuh-tubuh terkapar pekik merdeka
ruh-ruh menguar di udara
jasad berkalang tanah
tidak ada nyawa terbuang sia-sia
kita tanya nisan bisu di sana
adakah rintihan perih tersisa
terluka diterjang peluru
nisan tanpa nama; kupanggil saja
engkau seroja bangsa
di bibir sejarah darah mengering
tidak sempatkah kita merawat luka?
pada darah-darah seroja yang berjasa
pahlawan tak bernama, oh ....
aku tahu seroja!
tulang belulangmu berserakan
tanpa tabur bunga
namun, aroma darahmu dulu
masih segar kucium
HR RoS
Jakarta, 07,10,18
puisi hari pahlawan 10 November
MENCARI MAHA KEKASIH
Romy Sastra
ning hening
lebur terkubur bermandi peluh
mencari cinta sepanjang permana
memuji menempuh kematian
dalam gulungan ombak beriak tak bertepi
mencarimu ilahi
bilangan napas di tubuh gemuruh
bertanya pada sami' lonceng berbunyi
membuka tabir bashir
sepasukan kerlip bertamu
jubah jibril menyelimuti dunia
gigil terpana diri diam tak berucap
rasa bisu menyentuh kalam
bawalah daku mursyid ke langit tertinggi
kasta-kasta mewah ditempuh
pada tujuh pintu neraka kau tutup
membuka tujuh pintu nirwana
terbuka tirai maha kerlip
menyentuh segala sukma
tauhid berdiri di baitullah
'salaamun qaulam mir rabir rahiim'
sapa gerbang mulia
salam sejahtera untukmu wahai pendaki
di sini pintu rahmat maha raja bermula
daun-daun berguguran
netra dunia padam netra batin menikam
memang pendakian ini
belumlah sampai jejak langkah didaki
ini masih alam cahaya
leburkan saja kerlip jingga itu
jangan bermain rona
itu pun masih rupa nafsu
matikan diri hingga fana
'kan ditemui yang dirindui
HR RoS
Jakarta, 6 November 2018
ISYARAT TUHAN
Romy Sastra
pilu palu donggala
teriris kronologis bencana
kiamat sugra melanda
apakah kita lupa pada sejarah
satu negeri ditenggelamkan
telah tercatat di lembaran dalil
ketika bumi berguncang
buka dada buka mata!
di mana tongkat?
seandainya isyarat dari tuhan dibaca
tak tersesat jalan menengadah
menunduk instrospeksi diri
memilih hati-hati melangkah
tak terjerumus hidup dalam bahaya
pilu palu donggala
teriris kronologis musibah
tentang lumpur yang bangkit jadi kuburan
apakah kita lupa akidah
hingga rumah tak berdian
mesjid megah menjadi sunyi
negeri yang ditegur
lebur seketika; mati
pilu palu donggala
iktibari kejadian dalam doa
HR RoS
Jakarta 3 November 2018
SIKLUS SEMUSIM
Romy Sastra
di tepian hari
wajah langit syahdu
flora fauna menadah doa;
hujan turunlah, sirami alam ini!
dingin terasa
jangan risau pada dentuman
biarkan kilatan bersahutan
adalah perjalanan angin mengawinkan awan
siklus waktu menyimpan energi;
kenapa takut basah?
musim itu tiba
terkadang kita lupa
bagaimana cara menikmati cinta
sedangkan kasih sayang-Nya
tak pernah berkurang;
di mana syukur?
berdoa bibir dalam ucap
sebab, jantung, hati, nadi seirama bertasbih
ruh nyawa, satu kesatuan memuji
seperti nyanyian alam mengiringi kearifan
tak mengutuk keadaan
flora fauna girang tak lagi gersang
biota gembira turunnya hujan
keniscayaan kehidupan
lalu, akankah kita berduka?
nikmati siklus semusim di tingkah hari
serasa hidup seribu tahun lagi
HR RoS
Jakarta 21118
SISA GAIRAH SEMALAM
Romy Sastra
nyanyian malam telah pulang ke peraduan
kicauan kedasih membangunkan pagi
dada langit terbuka
sunrise merupa di ufuk timur
duhai kekasih, tataplah mentari!
usah menyulam selimut lagi karena dingin
sauk embun nan bertaburan di dedaunan
secangkir hidangan di telapak tangan
suguhkan dengan senyum manis
rambutmu yang basah
menyisakan gairah semalam
kita menyambut aurora pagi
menu cinta anjali semesta
biarkan selimut malam menjadi catatan
kisi-kisi hari semilir antari
menari, menarilah duhai kekasih
seperti dala dicium kupu-kupu manja
dan pagi ini
izinkan kukecup keningmu dengan sayang
rebahlah ke dada cinta
tumpahkan segala rindu yang tak pernah jemu
biarkan kado rasa mencumbui sukma
ciptakan kisah sepanjang cinta
pada bait puisi ini
tinta pagi menyusun diksi hati
memungut serpihan kenangan semalam
kurajut kujadikan madah permadani indah
jalan cerita untukmu kau rasa
bahwa cinta itu adalah anugerah
HR RoS
Padang, 26 Nov 18
ANTARA HUJAN DAN AIR MATA
Romy Sastra
kututup jendela ini
di luar rumah akan turun hujan
kabus-kabus putih mengintai di balik tirai
hawa dingin kian menyemai
aku gigil
selimut kekasih tak lagi kumiliki
'tuk hangatkan tubuh ini
tentang sepi membayangi hari
karena kekasih menjauh pergi
hujan,
usah titipkan awan hitam di jalanan
redalah sekejap
izinkan aku berjalan
meski kaki ini melangkah tak lagi bertujuan
sebab, jalan yang dituju
tak lagi menyemai rindu
yang dirindukan telah berpaling ke yang lain
aku mengalah demi kebaikan
air mata,
usah mengundang gerimis
biar tangis di kelopak nan tipis
tak meleleh di pipi
sebak di dada nan rusuh
menghentak jantung debar debur tak menentu
meski tubuh ini rapuh, jangan layu
tegarlah selalu, aku yakin
bunga-bunga setia masih ada di sana
antara hujan dan air mata
basah menyatu ditingkah pilu
pada cabaran kesetiaan yang tergadai
oleh kasih yang tak sampai
mencoba berdamai dengan rindu
tentang kau dan aku pernah bersatu
mengikrar janji sampai mati
nyatanya kau mengkhianati
memilikimu adalah cinta semusim kukenali
HR RoS
Jakarta, 211118
MENYENTUH MAHA JIWA
kunyalakan lilin di telapak tangan
berharap hangat menyentuh badan
lalu, lilin kian mendekati kulit
lilin lenyap jadi leleh
aku terbakar
sakitnya dibakar api dunia tak seberapa
masih ada obatnya
sedangkan api neraka
jauh lebih pedih dari seribu lilin yang menyala
membakari jemari
tak sanggup dirasa
lolongan terjadi
kunyalakan pelita di ruang batin
berharap kelam bercahaya
picingkan mata sekejap
bayang-bayang menghilang
yang ada nyata
tuhan bersamaku, dan bersamamu
dan juga berada di seantero yang ada
menyentuh maha jiwa
tak tersentuh tapi terasa
dialah maha jiwa itu
Romy Sastra
Jakarta 20 November 2018
BELAIAN SAYANG
Romy Sastra
lentiknya jemari kekasih
satukan ruas-ruas jari menggenggam sayang
kusibak mayang yang tergerai panjang
terurai jatuh kuselipkan ke sudut telinga
kususun rapi dengan belaian
seraut wajah memandang pasrah
kau tutup kelopak indah terpejam
aku tenggelam dimabuk sayang
rebah ke dalam pangkuan
ada nyanyian kasih di ruang telaga
detak berdetak irama deburan menghentak
di dada ini pintu nirwana terbuka
maka, masuklah dengan cinta
terlelap lekat tak ingin berpisah
berpagut rindu saling bercumbu
pelihara kemesraan jangan sampai layu
pupuk selalu
netramu yang terpejam perlahan terbuka
ada bening mengalir indah
menganak sungai di sela hiba
kuusap bendungan jangan terjatuh di badan
kulepas pandangan ke keningmu
kukecup sekali lagi
bunga-bunga bahagia bertaburan
merawat kekasih ke dalam impian
nan tumbuh di jambangan hati
tak ingin berpisah
bahagia kita ciptakan dalam dekapan
kasih, bibirmu kunikmati
cinta tak lagi angan-angan
telah menjadi kenyataan
HR RoS
Jkt, 201118
Tidak ada komentar:
Posting Komentar