RENUNGAN PENYAIR
Ketika burung tidak lagi bernyanyi di hutan
Kita tidak akan bertemu lagi dengan ranting dan dedaunan
Ketika ikan tidak lagi berenang di laut
Kita tidak lagi bertemu dengan airnya yang dikena bayangan akan terbagi dua di kakimu
Ketika canda tidak lagi menggelar tawa
Kita tidak lagi bertemu dengan tangis yang akan mengandungkan isaknya
Ketika puisi tidak lagi mendawatkan jiwanya
Kita tidak akan bertemu lagi dengan penyairnya
Selamat Jalan Sahabatku
Al Fatihah....
Oleh : Syamsul Rizal (Tok Laut)
Tanjungbalai,Sumatera utara
DARI ; KAMAR PUISI TOK LAUT
BUNGA LANGKA SORGAWIKU
Dinda.....
Hidup memang sebaris puisi.......
kau telah lama kusimpan dalam bait hidupku...
dan tetap kusajakkan dalam jiwaku....
malam takkan menjadi siang tanpa kau...
imajinasi akan terkekang tanpamu....
kutunggu pastimu
Oleh : Syamsul Rizal (Tok Laut)
Tanjungbalai,Sumatera utara
DARI ; KAMAR PUISI TOK LAUT
BELANTARA JIWA
Ketika tatap kita bertemu
Hening dan rindu bergelora
Melanglang berpetualang
kebelantara jiwa
Ku ulurkan tanganku
Menyapamu penuh ragu
Degup jantungku terpana
Menanti sapaan semesta
Senyum tersipumu
Melahirkan getaran jiwa
Doaku melanglang kelangit jingga
Berlayar menuju pelabuhan penuh makna
Kaulah sang putri sorgawi
Yang akan terus mewangi
Menghiasi hari-hariku oh kasih
Dekap dan rebahkan wajahmu di didadaku
Kaulah cinta kasihku
Aku tak bisa hidup oi tanpamu.
Oleh : Syamsul Rizal (Tok Laut)
Tanjungbalai,sumatera Utara
DARI : KAMAR PUISI TOK LAUT
ADIKKU BANGUNLAH.....
Ada yang terlelap pulas dibuai mimpi...
ada yang tak terjaga dipasung naluri
adikku...bangunlah .....
dijam seperempat senja ini
kau masih mengintipku dari balik pelukan bantal gulingmu
jangan biarkan wajah bidadari sorga ini layu ditelan zaman tanpa mentari
luapkan kerinduan dan emosi pada dinihari
dan merebahlah dalam telaga zam-zam
teguk dengan dahaga air kasih suci itu malam ini
adikku...bangunlah..........
Oleh : Syamsul Rizal ( Tok Laut )
Tanjungbalai,Sumatera utara
Dari : KAMAR PUISI TOK LAUT
LEMBARAN RENUNGAN PENYAIR
Kita disergap lahar darah
yang memuncratkan amis diwajah
meregang liang luka
puisi kita seedang onani
Dari : KAMAR PUISI TOK LAUT
HIDUP ADALAH SEBUAH PERSEPSI DAN ILUSINASI
Oleh: Syamsul Rizal (Tok laut)
Tanjungbalai,Sumatera Utara
DEWI KU
Hoi sang malam
Kau dngarkah kegelisahanku
Menanti pajar diteriknya siang
Meniti senja di ujung malam
Hoi..sang malam
Puisi meretas remang-remang
Rindu jagalah aku membelaimu
Kaulah desah napas hidupku
Sang Dewiku
Sajakku lahir dari geliat rindu
Rinduku hadir senyum mengerai rambutmu
Bertapalah sayang dalam jiwaku
oh...
Damailah sayang dalam kalbuku
Jangan biarkan aku merindu
Damailah sayang dalam jiwaku
Menjelmalah sayang dalam tidurku
oh...
Oleh : Syamsul Rizal (Tok Laut)
DAR : KAMAR PUISI TOK LAUT
Art Institute Of Empowerment Coastal Community
Tanjungbalai City 2013
SHIMPONY HATI
Jemari nakal menelusuri pinggul gitar
yang berbau napsu
Merebahkan mimpi kelangit tinggi
Melengkingkan sajak rindu yang kemarin hilang
Lahirlah benih sajak luka
Mengoyak tabir hati kita
Oleh : Syamsul Rizal ( Tok Laut)
Tanjungbalai,Sumatera utara
Dari : KAMAR PUISI TOK LAUT
JIWA
Matahari meluruhkan kabut diatas himpitan jiwa
Keceriaan menyapa kesunyian
Pintu langit terkuak di jam 24 malam tahajjud kita
Membingkai bunga langka yang jatuh dipangkuan kita
Ma...inikah permadani tempat kita bersila dihari tua
Oleh Syamsul Rizal ( Tok Laut)
Tanjungbalai,Sumatera Utara
Dari : KAMAR PUISI TOK LAUT
IBU
Ibu........
Ibu kau dengarkah desir pantai yang tak henti-hentinya
meratapi tonggak rumah kita
disana ada beribu jeritan
menyerbu penuh dendam
Ibu...
Lihat gambar rumah kita
yang mulai usang dan gontai
ia sedang ditelan kehidupan
disusupi angin tanpa warna nyata
Ibu...
Lihat wajah kita dicermin
kita buta
kita tuli
sekarang kita hanya bisa meraba
meraba cahayanya tanpa mata
meraba suaranya tanpa telinga
meraba...dan teruskah meraba.....
ah......
Karya : Syamsul Rizal ( Tok Laut)
Tanjungbalai,Sumatera Utara
Dari : KAMAR PUISI TOK LAUT
SAJAK AUMAN SRIGALA DI PADANG NISTA
Apakah mayat saudara kita ini memerlukan puisi para penyair
Apakah mayat saudara kita ini memerlukan lagu-lagu duka,
yang tercabik tubuhnya dan surat yang berlumur darah ditangannya.
Yang mengerikan dalam hidup bagi orang-orang yang berselimut kegetiran dan kesengsaraan bukanlah maut,
namun ketika mereka diberlakukan tidak begitu manusia diatas mayat-mayat saudaranya, dan tak satupun orang-orang diatas langit punya gelagat untuk menghitungnya sebagai makhluk penghuni bumi persada.
Mungkin mata kita telah buta sehingga tak bisa menatap mereka
Mungkin jiwa kita telah kehilangan naluri dan makna
Di malam gelap pekat….ku melihat mereka merayap bagaikan srigala
membawa panasnya api dendam dari jauhnya jalan ketidakrelaan
Riuh amarah dan kegeraman adalah luas hamparan samudera air matadan lautan darah yang membasahi sucinya bumi pertiwi
Ruh sirna kealam bisu sepi, dan tak ada yang meratapi, kecuali sanak saudara mereka sendiri yang telah me- muncrat-kan darah nadi
Diduka ini tak ada bendera setengah tiang, barangkali karena para almarhumah
tak memiliki kartu tanda kemanusiaan, dan dimata mereka ….dimata kita …..mungkin dia tidak pernah ada
Ketegasan sejarah juga tidak akan pernah ada , yang mengakui mereka adalah manusia
Malam amis yang berbau nista….adalah auman ganas srigala-srigala
yang telah tuntas mencapai titik nadir kedukaan anak negri zamrud khatulistiwa
Gegap gempitanya pesta pora mereka diatas pundak-pundak kesengsaraan kita adalah catatan luka yang tetap menjadi pamlet potret kita
Pamplet potret negri sinandong yang terus menangiskan andung
Oleh : Syamsul Rizal (Tok Laut)
KAMAR PUISI TOK LAUT CENTER
ART LABORATORY
TANJUNGBALAI CITY-SUMATERA UTARA
inspirasi puisi ini lahir dari geliat pamlet Drs Mustahari Sembiring
SI RAJA BURUNG NEGRI ZAMRUD
Hoi…Sang burung diangkasa raya
Kau memang raja dari segala raja
Menoleh kekanan berusaha menyapa kami dengan mesra
Cakarmu yang menancap tetap menggenggam tanah leluhur
Kami berteduh dibawah sayapmu
Mengintip dari calah bulu – bulumu
Mengamati takdirmu diketuaan itu
Kakimu yang mulai kapuran dan encokan
Bulu lamamu yang mulai berjatuhan
mengusik kecemasanku
Meski kau berusaha untuk tetap tegar
aku khawatir…
Kerentaanmu yang telah mengeluarkan aroma bau tanah
membuat orang – orang menutup hidung
karna menyengitkan bulu roma
Dan kadang orang – orang celoteh
bahwa kau sudah bergabung bersama para burung hantu
Aku was – was dan betul – betul ketakutan
lagi pula setua ini kau belum juga punya keturunan
Aku tak tahu apakah kau lahir tunggal
dan tak sempat pula kukenal ibu bapakmu
sebab setelah aku lahir kaupun telah ada
Dulu bulu – bulu halusmu lah
yang selalu menghangatkan tidurku dulu
Sang majikan yang menemukanmu sempat menyematkan
rantai bermata lima dilehermu
Dari dulu kau setia dan tak pernah melepasnya
meski kutahu rantai itu kebesaran buatmu
Aku mengerti kau tak kuasa menolaknya
Saat ini permata itu sudah pula kulihat berdebu
Tak sampai pula jangkauan tanganku untuk merawatnya
seperti majikanmu saat itu
embun
hujan
dan terik panas mentari
membuat wajahmu dari hari kehari tambah kerutan danberbintik hitam
Matamu yang berpendar keputihan membuat
pandanganmu tidak bisa menatap mana yang benar dansalah lagi
Kadang genggamanmu pun kulihat gemetar
Orang – orang yang berteduh dibawah bulu sayapmu
hanya memikirkan dirinya sendiri
dan seolah – olah tidak mau mengerti
bahwa mereka masih berlindung dibawah sayap kebesaranmu itu lagi
Kadang mereka berkelahi dan saling mencaci maki karna saling berebut kursi
Permata limamu hampir tak terlihat,
sehingga peraturan yang ada disitu tak terbaca kini
Dan kenapa pula kau seolah – olah tak mengacuhkan yang terjadi
Apakah kau kecewa
tiga energy ruh kekuasaanmu
yang saat ini tinggal dua
menghantui salahmu dulu
Atau kau sudah pasrah dan tawakkal
Pintu kuburkah yang kau bayangkan
Atau kau sudah mati suri
Sebab sudah cukup lama juga kau tak kudengar bernyanyi
Aku tak mau kau seperti slogan pajangan
yang indah dilihat tapi tak berfungsi
para bocah disekolah
para pejabat di apel pagi
para organisasi dipentas bumi
tak pernah terdengar menyanyikan lagumu
Dapatkah kau tangkap dari indra keenammu
bahwa ada yang ingin mencabuti bulu – bulumu
Aku tak kuasa menahan mereka
sebab mereka sangat ramai dan cukup berani
Kalau terus menerus begini
aku takut-aku tinggal sendiri
Liar binar mata mereka
yang memprovoganda banyak orang
akan mengusirmu terbang dari negri zamrut ini
Aku kasihan padamu…
bulu – bulumu yang renta itu
tak akan mampu menerbangkan besar tubuhmu
dan semua ranting dahan di negri orang
telah patah dan hilang karna ditebang
dan tak rela pula aku melepasmu untuk hinggap
diatap gedung pertokoan
sebab aku takut kau ikut dijual
Kesetiaanmu dikhianati disenja ini
padahal akibat beban yang berat itu
selama – lamanya kau tak mampu menoleh kekiri
dan itu pulalah yang membuat orang salah mengerti
nampaknya takdir beda dan ternoda
ditelan zaman bersama mimpi buruk kita
Kalaupun mereka panggil yang lain
untuk menggantikan kedudukanmu
diranting dahan emas itu
sebagai Raja burung di Negri Zamrut ini
aku tak yakin…
Ia tak setia kau dan seperkasamu
Sudahlah…
Jangan kau meneteskan air mata
Ketika mendengar kata – kataku
Aku maklum kerentaan yang membuatmu begini
mudah sedih
mudah tersinggung
tapi biarlah takdir yang menentukan
Dan jangan kecewa dengan ketuaanmu
aku tetap setia padamu mewakili majikanmu dulu
Tertawalah…
hai Raja burung Negri Zamrutku
Tunjukkan kebesaran jiwamu
Jangan buat aku malu karna mengagungkanmu
karna itu cukup membahagiakanku
Meski gemetar dan lesu darahmu
berusahalah bertahan
Aku akan tetap berdoa
Sambil merenda perban hatimu yang luka
( Sajak Buat Anak Negri Zamrud )
Oleh : Syamsul Rizal
Tanjungbalai,Sumatera Utara
Dari : Kamar Puisi
Tok Laut Center
Selasa, 09 Juli 2013
BULANKU LUKA PARAH
Cawan tak lagi berisi tetes dahaga
Sesal tersedak tarikan asa
Kerontang seruput mimpi
Tak bisa obati ringkih
Luka batin kusingkapkan
Tirai kasih yang sepotong karat
Oleh : Syamsul Rizal
Tanjungbalai,Sumatera Utara
Dari : Syair Tok Laut Dan Sajak Puisi Ws Rendra Siburung Merak
Selasa, 09 Juli 2013
HOI ... PUTRA-PUTRA LANGIT TANAH PADUKA
Aku ditengah srigala - srigala yang haus darah
Pada hutan rimba yang penuh onak duri
Tanganku terhuyung menggapai kaki langit di seperempat malam
Ingin membalut luka parah-nya rembulan
Kulecut tulang dan nadi dikenistaan naluri
Menatap cahaya tanpa mata sajak puisi yang tak bernyawa
Lahirlah suara sumbang alam maya tanpa bunda
Genggaman cita dan luapan lahar gunung jiwa
Jadi gemuruh yang meluluh lantakkan
tapak tanah tempat suci rumah tua kita sendiri
Arus deras mem-bawaku ketitik pusar gelombang
menukikkan kepala meng-hamba pada kaki-kaki samudera
Hanyutlah sinandong dibawa angin berpusaran tinggi
Lancang yang kupersembahkan tanpa gong sitawak-tawak dan dupa wangi
Tak menegur sungai asahan yang lagi menyesali diri
Tampuk pusar tambu sang putra serambi tanah paduka
Kini tempat berjoget orang-orang berlagak priyai
Kursi reot yang sakral tanpa mantra
Keris pusaka usang tanpa permata
Tombak Marzanji tanpa panglima
Baju hitam kebesaran anak raja
kini koyak penuh liang luka tanpa muka
Hoi....putra langit tanah paduka
Mana tatapan tajam dan arah telunjukmu
Santri Panglima hitam kini menunggu fatwamu
Oleh : Syamsul Rizal ( Tok Laut)
Tanjungbalai,Sumatera Utara
( Malam minggu jam 23.05 wib pada 19 Mei 2013, Inspirasi sajak puisi ini lahir setelah TOK LAUT kedatangan Sahabat Pekerja Seni
“ Abdi Nusantara “ anak santri Teater Patria Medan yang kini telah bermukim di Kota Kelahirannya Tanjungbalai yang juga masih Kerabat Turunan Kesultanan Asahan. )
MENJARING PUISI
Menjaring puisi didanau toba
Mantra bersungut dirimba raya
Lolongan srigala liar mengendap kosa kata dimalam senyap berbisa
Dijurang terjal corong aksara
Kulihat pamplet diatas gundukan batu gunung
" elang laut... pulanglah kegunung "
Birat didahan tualang bekas cakarmu
Masih disulut api ombak laut
Yang dulu membuat sayapmu selalu basah
Hingga membentuk nyalimu seganas hempasan gelombang
74 bukanlah bilangan yang semu
Saatnya kembali kerimba
Tancapkan cakarmu sekuatmu
" elang laut..bertenggerlah diujung langit "
Lihatlah hamparan jagad raya
Dengan begitu 'kau bisa melihat dengan benar
Dan leluasa seluas cahaya permata yang pernah kau terima
Elang laut...
Dengan begitu kau kembali jadi Raja burung di rimba zamrud khatulistiwa
Biarkan laut bergemuruh menentukan nasibnya
Biarkan ombak saling hempas melampiaskan dukanya
Biarkan angin meluluhlantakkan ke'egoisannya
Camar
Hiu
Bangau dan ikan belanak
Biarkan leluasa menikmati senjanya
Renungan Penyair Si Elang Laut
Tok Laut
(tanjungbalai adalah mutiara selat malaka yang berada dihilir danau toba)
Kamis, 06 Juni 2019
6 JUNI 1901
DI HAUL SANG AKTOR JAGAD BUMI NUSANTARA
BUNG KARNO
Bergemuruh dan gegap gempita suaramu
Menggiring anak negri ini melepas mata rantai dari hausnya kekuasaan
Kau lecut tulang dan nadi keangkasa
Meliuklah pusaka itu dijiwa negri zamrud khatulistiwa
Pleno pertama sepakat menobatkanmu jadi aktor nomor satu dinegri tercinta
Tepuk tangan riuh menyambutmu dengan suka cita
Dan sinandongku kau tenggerkan di istana
Hari hari berlalu...tanah airku yang berbau mimpi
Memasuki lorong lorong tak bertepi
Dan kusapa kau dalam sunyi
Tak kau beri aku mengusap air matamu
Kau tolak aku ketika aku merangkulmu
Dan bibir yang pernah menggemparkan puisi pada pentas dunia itu kembali menyentakkan'ku
" aku tidak pernah mencanangkan akan seperti ini Indonesia Raya "
Kenapa kesetiaan harus dibeli
Kenapa hukum jadi lat transaksi
Kenapa seni kalian pinggirkan kelaut tak bertepi
Kenapa sekian lama kita merdeka benderaku tetap kalian gerek dengan tali
Sehingga sekarang kalian hanya tau mencaci maki dan saling berebut kursi
Sinandong yang kau lantunkan memang sedikit meredakan kedukaanku
Sinandong yang kau lantunkan memang sedikit bisa meredakan kerisau'an-ku
Tetapi sapalah abak negri ini dengan sinandong menggugatku
Agar merasa terwakili rasa kegelisahanku
Doaku bersamamu
Sang Aktor Jagad bumi Nusantarakus
Syamsul Rizal alias Tok Laut
Diujung Selat Malaka kediamanku
Tanjungbalai Adalah Mutiara Selat Malaka Yang Berada Dihilir Danau Toba
Kamis, 06 Juni 2019
SOROT MATA TOK LAUT
Tatkala kegembiraanmu memuncak kelangit
Disaat itu pula aku cukup sedih melihatmu
Kegembiraanmu sebenarnya adalah luka
Yang kau sendiri tak merasakan perihnya
Aku pandangi wajah polos tanpa dosa
Terpuruk dalam liang lobang yang menganga
Kucoba mengulurkan tanganku
Karna uri tambu kita pada lobang yang sama
Emosiku memuncak dalam dada
Amarahku muncrat bak lahar gunung jiwa
Senyumku liris memaksa tawa
Agar kegelisahan dan kegeramanku
Tak dapat kau baca
Kuikuti tarian dan lagu yang kau dendangkan
Meski pikiranku melayang
Kadang aku merasa terhina
Atas apa yang kulihat didepan mataku
Kadang semua itu harus kutepis jauh-jauh
Agar hal itu tidak menggerogoti gula darahku
Hai..Tengku Sang Datuk Tujuh Petala Langit
Kau juga kulihat terdiam kaku
Dan kadang sedikit senyum
Hanya untuk berlindung dimuara kegundahanmu
Ribuan pasang mata
Seolah mempelototi kita
Sesak didada adalah ledakan emosi
Yang tak mungkin kita tahan lagi
Kesederhanaan puisi dan keindahan liris prosa
Akhirnya harus kita tuturkan
Agar cara mereka menangkapnya
Tidak terlihat siapa-siapa
Hai ... Tengku Sang Datuk Tujuh Petala Langit
Wajarkah emosi lautan api ini
Atau hanya sekedar jadi sajak sajak yang mengiang ditelinga
Atau hanya jadi sajak sajak yang berumur seketika
Atau masih tertuliskah dihati kita
Pamlet cinta para moyang moyang kita
Hai...Tengku Sang Datuk Tujuh Petala Langit
Apkah hanya kita patok tiang paduka yang tersisa
Rasa yang tertera pada lontar milik baginda
Yang membuat kita ingin merenda nilai abadi
Dari ujud rasa persaudaraan kita yang hakiki
Atau melebihi agad roh bumi
yang mencintai segala isinya
Hai..Tengku Sang Datuk Tujuh Petala Langit
Kau RAJA HATIKU
RAJA HATI MEREKA
yang menumpahkan rasa sayang tiada tara
mari menjaga TUMPUAN HATI kita
agar menjadi BUNGA LANGKA SORGAWI
yang tumbuh subur pada BUMI PERTIWI
untuk menghias serambi tanah paduka ini
dan menebarkan wangi kesturi
menjadi altar permata pada sila kita
dihari senja........
Hai..Tengku Sang Datuk Tujuh Petala Langit
Ulurkan tanganmu kepadanya
Karna akupun telah mengulurkan tanganku kepada sahabatnya
Hai ... Tengku Sang Datuk Tujuh Petala Langit
Aku melihat kantong koyak
Tak be REMANG PATI
Hai... Tengku Sang Datuk Tujuh Petala Langit
Sudahlah.......
Ayo mengukir sejarah kembali.....
SAHABAT SEDARAH SENADIMU
TOK LAUT
Senja mati suri diremang jiwa
Berdenyut nyeri dalam sum sum nadi
Tergeletak pada dipan hati
Gentayang di tiang langit mimpi
lima tahun jejak langkah ruang pekerja seni
bernapaslah dalam sorga sorganya puisi
yang hidup kembali pada serambi tanah penyair ini
hai bung ahmed el hasby...
teruslah merenda juang kita
yang tak kenal lelah menoreh mega cakrawala kita
angkat salut kami semua
adalah jabat selamat ultah buat sang penyangga tatanan susila
pada uri tambu lahirnya komunitas penyair sajak sajak cinta kita
HAI PUTRA-PUTRA SANG FAJARKU
Karya :TOK LAUT
Melajulah menembus tapal batas jagad negri zamrud khatulistiwa kita
hai putra-putra sang fajarku
gelora arus samudera adalah kenderaanmu menapak kaki langit
jangan ada kata bimbang dihatimu
sebab energy maha zat ada di lathifathul Ruhmu
jangan pernah menoleh kebelakang jika ingin mengukir sejarah
sebab sejarah tidak pernah berjalan mundur
namun ingat sejarah juga moment hebat yang terus mengesankan
dan karena itu sekian dari banyak orang menjadi besar
hak paten kaca mata hatimu sudah kita tempa bersama matahari
tak ada yang mampu bersembunyi dari kerling matamu
dan tak ada yang mampu bersembunyi dibalik bayang-bayangmu
teguh hatimu yang pernah kita bangun bersama adalah batu karang
yang kita jemput dari ganasnya ombak diupuk selat malaka
karna itu darah yang mengalir pada dirimu pahit berbusa garam
langkahmupun kujemput dari kakek buyutmu sang panglima layar
kau lihatkah diatas kepalamu
garuda perkasa terus mengawasi alur pikirmu
jangan sekali kali meneteskan air mata jika tak perlu
kecuali jika pada malam-alam panjangmu kau bercinta dengan SANG KHALIQ-MU
jika akal pikiranmu kisruh bermanjalah kepada-NYA
sebab disana akan kau temui telaga sejuk penawar semua hamba
hai putra-putra sang fajarku
menggeliatlah dengan suka cita
sesungguhnya aku juga tetap merenda doa
tiap detak detik denyut nyawa napas dunia
hai putra – puta sang fajarku
dendangkanlah sajak-sajak cintamu di kamar puisi malioborro
bersama sahabat sedarah sahabat senadi mu disitu dulu
sebelum pintu gerbang istana menantimu
ULTIMATUM SRIGALA MALAM
kami memang rimbunan puisi srigala malam
api kami masih membara ditengah kerumunan gelapnya kelam
kesucian kami tak bisa dinodai sebab potret kami tetap hitam
berjalan dibalik bayang-bayang menyusupi alir darahmu
toleransi masih kami gantung ditiang jeruji
sebelum tokok palu kami gelar di altar
PUISI PADA DIMENSI LAIN
Petunjuk membaca puisi :
Anda boleh terus memandangi puisi dibawah ini
dengan kedua belah mata anda
dan visualisasikan ke dalam pikiran anda makna yang dikehendakinya.
Ketika anda mencamkan dalam ingatan,
lalu perhatikan dengan seksama makna yang tersirat dalam puisi ini
rasakan setiap kata kata dipuisi ini mengaliri jiwa anda
hingga membawa anda berada dalam ruh-ruh puisi ini
Kosongkan pikiran semua, relaks,
nikmati rasa keindahan setiap kata pada puisi ini,
biarkan setiap pembuluh darah dan setiap syaraf yang mengendor
seolah ikut membacanya
Sekarang, kirimkan rasa keindahan puisi ini ke seluruh
jiwa anda, mulai dari ujung kepala hingga ke ujung ibu
jari kaki anda puisi itu mengalir mewakili bahasa jiwa anda
.Biarkan setiap pembuluh darah dari syaraf mengendor, melemas dan relaks.
Anda sekarang sedang merasakan indah dan fenomenanya makna bahasa jiwa yang sedang anda baca
Lebih relaks dan lebih dalam lagi ( konsentrasi full )
Sekarang puisi hampir selesai ....
dan begitu anda selesai membacanya
kelopak mata terasa berat, mengantuk dan makin mengantuk.
Anda merasa lebih relaks, jangan ditahan semua rasa yang bergelora
hingga terasa mengantuk .....
lalu tidurlah bersama puisi ini dalam dimensi lain..........
PUISI YANG AKAN DIBACA :
banyak cerita yang ingin kulukiskan
ketika kita memasuki bulan madu setengah hati
pada ranjang yang berbau mimpi
kau kulihat ragu merangkul tanganku
apalagi mencumbui rinduku
tak kuasaku terpaksa kulepas
tatkala aku memintamu
untuk mencium aroma wanginya sayangku
memang kau nampak begitu ikhlas ketika melakukan itu
namun mata batin cinta kita
kuihat memandang dengan tatapan kosong
inspirasiku
apakah keterjagaan naluri cintaku
dapat kau tangkap bersama sakralnya hasratmu
bersama kesucian hatiku untukmu
atau berada pada titik nol kah
kesempurnaan banyak angka dialam pikiranmu
atau tanpa bilangan dan hurup kah
naluri batin tempat singgahku
inspirasiku
apapun sajak yang tertulis diatas takdirku
aku memang sungguh mencintai kesederhanaanmu
karna itu adalah sikap yang agung
yang ditunggu ruang hatiku
bersama kesiapanmu
untuk berlayar kelautan kasih
dan berlabuh dipelabuhan kita yang penuh makna
inspirasiku
jangan takuti gelora dan gelombang rindu
sebab ombakpun telah restu menghantar perahu kita
ke samudera kasih yang abadi
inspirasiku
kemarilah sayangku
genggamlah tangaku
satukan jiwa
kita bersama merenda kasih
diatas sutera biru milik kita
Inspirasiku
aku kan tidur bersama puisi jiwamu
RENUNGAN PENYAIR
Akal pikir merupakan kulit jiwa yg senantiasa mengorbit mengelilingi inti jiwa. Seperti hukum dunia atom, semakin berat elektron, semakin jauh dia dari intinya. Sebaliknya semakin ringan elektron, semakin dekat dia dengan intinya. Demikian pula pikiran, semakin berat pikiran kedunia'an, maka semakin jauh dia dari Tuhan, semakin ringan pikiran kedunia'an, semakin dekat dia dengan Tuhan.
Jadi tidaklah ada jaminan bagi seseorang yang tampil dengan prediketnya' seolah-olah fatwa yang dipaparkannya adalah jaminan bagi jati dirinya, tapi lihatlah gerak dan tindakannya.
Kita merindukan sosok figur yang dapat menyeimbangkan antara pikiran dan hawa nafsu ( atom = jiwa )
TOOK LAUT
Ilustrasi : Rehat Sejenak Bung.....
ANAK TERTUA SIMARDAN
Anak tertua simardan
lama mengembara
dicari diwilayah selatan
akhirnya ditemui sedang duduk diatas kursinya
yang kaki kursinya menembus perut bumi
terasa kokoh jika dipandang
namun roboh tanpa di goncang
Dibebani malu dan ketakutan
bunda surut bertutur perlahan ;
Anakku...anakku jangan berlayar lagi
lihat layar perahumu sudah koyak
dan hulubaangmupun sudah semua pergit
tak mungkin kau pergi berlayar sendiri....
sudahlah.......
RENUNGAN PENYAIR
sajak sajak cinta tok laut
episode :
PENGANTIN PENGANTIN MEMPESONA.
(sajak buat Al Aqso Palestina)
parade pengantin-pengantin
pulang bersama darah yang tumpah
bintang gemintang turun dari langit
sinari rahasia-rahasia keterjagaan dibumi
cahaya jemput aksara tanpa abjad dan angka
ketajaman itu adalah penglihatan yang bermukim diladang cinta
hai.. pengantin pengantin dihiasi senyum
napasmu adalah kesturi yang harum
yang dijemput ribuan banyak kaum
hai... pengantin pengantin
kau sedang diarak rebana jagad bumi
bersama takbir dan air mata yang tumpah dari langit mimpi
telaga bening yang kau teguk hari ini
adalah dahaga bumi menyirup banyak darah yang kita beri
hai... laut merah yang merah merona
hai... negri tua peradaban dunia
sajak dan cinta kita yang tetap bergelora
akan terus mengarak pengantin pengantin mempesona
KITA ADALAH SANG PENGANTIN YG SEDANG MENUNGGU IJAB QABUL ATAS AL AQSO DAN PALESTINA
Allahuakbar..........
TOK LAUT
TOK LAUT dalam SAJAK MELODI GITARKU
Jemari nakalku yang berbau nafsu
membelai pinggul gitar yang mempesona diatas peraduan
dan merebahkannya kelangit tinggi
untuk melengkingkan sajak rindu yang kemarin belum tuntas
nyanyikan syair cinta yang kan kita renda bersama
Art Institute of Empowerment Coastal Community-Tanjungabalai City
Oleh : Syamsul Rizal (Tok Laut)
Tanjungbalai, Sumatera Utara
Catatan Tok Laut
Angin semilir pantai asahan
menerpa sang nyiur yang sedang termangu
membawa instrumen jiwa ke rumahku dulu
ia bawa keyakinan
ia gendong harapan
terbang keatas kerumunan rimbunan orang
bersama siasat pagi hari
untuk merelung berkas embun
yang dititipkan jalangnya malam
Ada yang terlelap pulas dibuai mimpi – mimpi
Ada yang telah lama terjaga dan duduk dikursi
menggendong bantal guling berludah basi
yang menyengatkan penciumanku dari atas tiang jermal
diupuk timur ini
Naluri merah putihku berorasi dalam hati
menghunjam pikiran kelangit jingga melecut nadi
Goyangan ombak samudra pantai
menjatuhkan darah merah dikalbuku
mengaliri acungan tanganku
Loyalitas kita terombang ambing
kesana
kesini
berserak dihempas tirani
Mencibir serat wajah bumi
Ia tak sudi kita bermukim disini
Akakah ia akan mengeluarkan marah
dan memuntahkan lahar…meluluhlantakkan rumah ini
Akankah debu lahar dingin membuat mata kita semu
menyeringai dan melepaskan gandengan tangan itu
Kuhadang batu tajam yang terhempas dari atas langit
Kurentang jendela kalbu
agar tetap terpancang diatas perut bumi
Biarlah laharnya menghanyutkan kursi
asal tidak seluruh isi rumah yang kucintai
Bawalah kursi itu ke selat malaka
akan kugandengi kau meniti alun samudra
dan kuseru sipuntung tali arus untuk menghantuinya
meski kutahu bangsiku menangis tak rela
Takkan kusapu sengat keringat darah didahiku
Dan tak kugenggam lagi pundakmu
meski terhuyung jalanku
Cukup sudah kuberikan tangan dan bahuku
Menggendongmu
Darah merah yang tumpah ini
Adalah telaga dari dosa – dosamu hari ini
Saat ini…
Aku akan bergandengan tangan
bersama marahnya bumi
Meski marahnya tak tentu arah
tapi istiqomahnya terarah
Oleh : Syamsul Rizal (Tok Laut)
--------------------------------
Selembut kapas pun..
Masih tetap berbiji
Seindah mawar pun
Masih tetap berduri
Tak terada ramadhan kan tiba
Andai terselip khilap dalam canda
Tergores luka dalam tawa
Tersinggung rasa dalam berbicara
Maafkan lidah yang tak terjaga
Marhaban ya ramadhan
Mohon maaf lahir dan batin
Untuk semua sahabat fbku
Moga ramadhan indah membawa berkah
Untuk kita semua....
------------------------------------
GUGATAN PUISI PADA BUNGA LANGKA BERDURI
menggantung bayang-bayang tanpa tali
sibak luka ditiang merah merona pada elegi senja
bukanlah sekedar sajak petaka basa basi kita
mendaki pendar di ujung tombak puisi
membentang kertas putih diujur suci
rebah dipangkuan bunga langka berduri
robekkan tangis kita dimanis senyum
hentakkan pilu dimerah bibir
luluh renyah dikunyah takdir
hidup bukanlah sekedar syair
Dari : SAJAK-SAJAK CINTA TOK LAUT
----------------------------
Tak kujelang jendela bibir senja
Apalagi mengecup bibirmu yang merah merona
Belaian angin yang menggeliat
Adalah jalangnya birahi yang tak bermuara
Merujuk arus tanpa ombak
Menelantarkan gelombang diperaduan
Disenggama laut yang tidak pernah selesai
Duh...ranjang karang yang berbau mimpi
Teruskah gentayang merajuk sukma yang sakit hati
-------------------------
kujelang rindu diujung rambut malam
berlari mengejar sang rembulan dengan seribu sayang
ternyata gerhana bulan yang kudapatkan
aku hanya bisa senyum menyeringai
menahan rimbunan kecewa yang terhentak-kan
kuajak jiwaku menasehatiku
don corleo...sudahlah......
------------------------------------------
Ketika kau pernah merasakan hidup sendiri, aku berkeyakinan bahwa kau tidak akan mau lagi merasakannya untuk kedua kali, karena ketika bersamamu yang kurasakan ada apresiasi hidup yang bermakna, dan hal itu mampu menjadikannya sebuah cermin untukku
Namun senar gitar tidak akan menjadi nada sebelum engkau memetiknya
Dan lagu tidak akan pernah mengikuti nada sebelum engkau menyanyikannya
Begitu juga dengan apresiasi hatimu
Tidak akan bermakna apa-apa bagi taman hatiku
jika kau tidak meletakkannya disana
---------------------------
" kadang kegersangan jiwa itu bisa pupus tatkala mendengar dan merasakan sejuknya nada syairmu, seolah syair yang kau lantunkan seperti ombak yang menggulung peraduan kasih sejati yang sedang menjaring mimpi "
TOK LAUT
--------------------------------
" kesederhanaan puisi yang kita liris adalah keseimbangan jiwa yang harus kita kawal bersama, sebab gejolak bisa bermakna ganda jika sorot mata jiwa salah mengarahkan telunjuknya "
-------------------------
" monumen puisi yang kita bangun adalah rumah besar jiwa tempat kita merenda hari esok yang penuh gelora "
TOK LAUT
-------------------------------------------
kujelang rindu diujung rambut malam
berlari mengejar sang rembulan dengan seribu sayang
ternyata gerhana bulan yang kudapatkan
aku hanya bisa senyum menyeringai
menahan rimbunan kecewa yang terhentak-kan
kuajak jiwaku menasehatiku
don corleo...sudahlah......
Oleh : Syamsul Rizal (Tok Laut)
Tanjungbalai, Sumatera Utara
-------------------------------------
kuseru kau jadi api yang menjilati bara diujung ubun
menyingkap tabir mimpi yang hilang di ruh ruh para pujangga
menela'ah sajak kita malam ini tanpa lirik liris bernada
mata kita kosong menganga tanpa suara
dialoq batinkah ujud cinta kita
kutulis sajak ini khusus buatmu yang sedang tidur diperaduan mimpi
TOK LAUT
-----------------------
kujelang rindu diujung rambut malam
berlari mengejar sang rembulan dengan seribu sayang
ternyata gerhana bulan yang kudapatkan
aku hanya bisa senyum menyeringai
menahan rimbunan kecewa yang terhentak-kan
kuajak jiwaku menasehatiku
don corleo...sudahlah......
------------------------
" monumen puisi yang kita bangun adalah rumah besar jiwa tempat kita merenda hari esok yang penuh gelora "
TOK LAUT
-------------------------
" kesederhanaan puisi yang kita liris adalah keseimbangan jiwa yang harus kita kawal bersama, sebab gejolak bisa bermakna ganda jika sorot mata jiwa salah mengarahkan telunjuknya "
TOK LAUT
---------------------------
" kadang kegersangan jiwa itu bisa pupus tatkala mendengar dan merasakan sejuknya nada syairmu, seolah syair yang kau lantunkan seperti ombak yang menggulung peraduan kasih sejati yang sedang menjaring mimpi "
TOK LAUT
------------------------------
kujelang rindu diujung rambut malam
berlari mengejar sang rembulan dengan seribu sayang
ternyata gerhana bulan yang kudapatkan
aku hanya bisa senyum menyeringai
menahan rimbunan kecewa yang terhentak-kan
kuajak jiwaku menasehatiku
don corleo...sudahlah......
-----------------------
olongan srigala dikesunyian malam
pada gerhana ditengah gema suara kwang kwang
tak mampu redakan gelap gulita dan riuh rentak kecamuk jiwa
jari tangan malam dan sebilah pisau tak dapat lagi kuhadang
akan muncul dari atas langit membelai pundakmu
tuk mengkosek kosek pipi dimalam panjangmu
pada dinihari di jam siang
jika cahaya yang ia sulut jadi redup remang dan gentayang
Dari : SAJAK-SAJAK CINTA TOK LAUT
Lolongan srigala diliang luka gerhana bulan kita
-------------------------------------
kuseru kau jadi api yang menjilati bara diujung ubun
menyingkap tabir mimpi yang hilang di ruh ruh para pujangga
menela'ah sajak kita malam ini tanpa lirik liris bernada
mata kita kosong menganga tanpa suara
dialoq batinkah ujud cinta kita
kutulis sajak ini khusus buatmu yang sedang tidur diperaduan mimpi
TOK LAUT
------------------------
Altar suci milikmu
Yang disuguhi anggur para penyair
Adalah dahaga lepas yang akan tuntas
Dibelai kidung dan napas klasik guitar kita
mari dendangkan nyanyi rindu untuk mengajak rembulan
agar gerhana tak kembali terulang
dan kita jemput untuk mainan bidadari putri mungil milik kita
lalu kita pajang di altar istana hati yang merona
duh....pesona bunga langka
mari menapak jejak langkah mengitari poros bumi
menjelang mentari agar kembali
menyinari jalan kita mengurai mimpi
kan kita jelang taman firdaus
yang dihiasi ranting sajak puisi kita
ditengah telaga danau haru biru
yang pernah tertulis ditakdir kitab casanova
-----------------------
GUGATAN PUISI PADA BUNGA LANGKA BERDURI
menggantung bayang-bayang tanpa tali
sibak luka ditiang merah merona pada elegi senja
bukanlah sekedar sajak petaka basa basi kita
mendaki pendar di ujung tombak puisi
membentang kertas putih diujur suci
rebah dipangkuan bunga langka berduri
robekkan tangis kita dimanis senyum
hentakkan pilu dimerah bibir
luluh renyah dikunyah takdir
hidup bukanlah sekedar syair
|
SYAMSUL RIZAL (TOK LAUT) |