KETIKA LUKA SANG PENGUASA
YS Sunaryo
"Kuberi kalian beras satu panci
berserak kutu mati", kata nganga
luka sang penguasa di bumi
merdeka linang air mata,
tangan kurang daya.
"Kusuapi pula kalian nasi menyakiti
liang tenggorokan hingga kembung
lambung yang enggan diinginkan",
tegas dalam luka sang penguasa
di tanah ditakdirkan subur makmur
namun tumbuh lebat kemiskinan.
Menggunung hitungan utang.
Pembangunan panjang membentang.
Belum terlihat lajunya kesejahteran.
Di badan jalan tol menghayalkan
cepat sampai pada tujuan.
Bukan saksikan orang-orang
meregang bergelimpangan.
Kecuali lagi-lagi kecelakaan
nanahkan luka sang penguasa.
Di atas aspal, di meja-meja,
di balik kamar jeruji besi,
dan di lahan perkelahian.
Berebut jatah keadilan yang
tenggelam di dasar keserakahan.
Lalu karam seiring nyanyian
demokrasi, mengubur hak asasi
manusia. Dan mendalamlah
sengketa meruncing curiga.
Kita tak akan sudah-sudah
berduka di atas basah tanah
selama nganga luka sang penguasa
tidak diobati bersama-sama. Sebab
di atas sakit di bawah menjerit. Dan
begitu yakin jika di atas sehat maka
di bawah tak dibalut melarat.
Kecuali menanti jerit menjadi
bangkit, menjadi kumpulan pikiran
dan raga-raga yang acuh badan biar
tak nyawa. Asal harga dan jati diri
tak mati sia-sia direnggut
segolongan yang robohkan
tiang-tiang kemerdekaan.
Maka segenap menghimpun doa,
mantra, dan pengorbanan. Guna
sehatkan luka sang penguasa:
di mana dan siapa saja.
Di antara kita. Segera.
Bandung, 9 September 2019
BANGUN DI UJUNG TIMUR
YS Sunaryo
pagi di rimbun rimba perawan
para pewaris lahan lelap tertidur
di atas pucuk-pucuk tombak
pada moncong senapan
mengancam persatuan
tak nyaring ranjangnya digergaji
entah apakah merasa baju dilucuti
akar pohon telah ganti pipa besi
dan di atas kepala cendrawasih
tak lagi terbang sempurna
sejak sayap-sayapnya
dikekang banyak tali
lomba adu domba
rimba perawan itu sekujur luka
dikangkangi medik mancanegara
perihnya dicungkil-cungkil
pedih semakin nganga
maka bangunlah jiwa ujung timur
usir suara-suara terlanjur dengkur
hardik telunjuk hanya mengatur
kalian lebih tahu cara mengobati
lebih paham menjaga jati diri
bersama anak-anak negeri
yang lahir di sini
satu bangsa, satu bahasa
satu tanah air: Indonesia
biar kejora di dalam dada
lambang gagah kokoh budaya
menjaga rimbun perawan rimba
hingga pirang tak memperkosa
di tanah telah merdeka
Jakarta, 4 September 2019
BERBURU PELURU
YS Sunaryo
setelah teriak merdeka
peluru itu tak habis-habisnya
dimuntahkan
mengintai kematian
para lalai penyebrang jembatan
dan ada di antaranya sekumpulan
bunuh diri meminum mesiu
yang dibuatnya sendiri
peluru menyala di atas gedung-gedung
di balik dinding-dinding sekolahan
di mimbar-mimbar rumah ibadah
di pasar murah dan swalayan
kadang menjadi rebutan
di atas besi-besi kursi
letupnya tak bunyi
tak terlihat berderet mati tetapi
terasa banyak jiwa tak lagi nyawa
dan kita berebut peluru untuk
tembaki dada dan kepala sendiri
ada di antaranya untuk hidupkan
para mati agar bisa teriak merdeka
sama rasakan juang belum seberapa
agar bersama perangi para pecundang
yang kenyang sendirian lalu satu peluru menuju tembakan kaki yang habisi lahan kehidupan hingga yang lain tak bisa jalan di atas tanah air Indonesia: merdeka
peluru bangunkan harga diri
di tengah pewaris negeri
di sana sini mati
jati diri
Bandung, 16 Agustus 2019
LOMBA DALAM MERDEKA
YS Sunaryo
tariklah tambang kencang-kencang
agar kalahkan, biar bisa jatuhkan
lalu kita sama-sama tertawa
di siang rayakan merdeka
begitu jarang lomba mempertontonkan
orang kalah dan jatuh dibangunkan
kecuali selalu memperlihatkan
ketidakaslian peran-peran
juga ragam dandanan
tetapi lomba ini memang hiburan
dari sungguh-sungguh belum diwujudkan
dan ekspresi rasa syukur kemerdekaan
walau belum sempurna diguna-daya
belum pula dirasa merata
perayaan ini permainan
pekik kemerdekaan dimainkan
anak-anak merdeka bukan main-main
bermain-main di tanah para pahlawan
saling mengalahkan, saling menjatuhkan
siapa bisa menghentikan?
Bandung, 16 Agustus 2019
BUKAN PENTAS PARA TOPENG
apakah sebenar-benarnya
sedang berjalan apa adanya
berani disengat panas matahari
dan menenteng bawaannya sendiri
menuju uji duduk di empuk kursi
padahal biasanya
langkahnya sulit terbaca
lambai dan senyum tidak panjang
ia wajah tegang, penuh tali kekang
ucapannya bermakna sebutan aku
tubuhnya kaku, kadang batu
tetapi kini menebar kata kita
saat bergegas di atas asa
bersemoga singgasana
yang didamba-damba
apakah esok bisa terlihat lagi
ia murah seperti kemarin dan tadi
tanpa payung teduh penghormatan
jauh mengayun kelimis sepatu hitam
begitu lumur keringat sekujur badan
tersebutlah ia menteri
ia sosok pejabat tinggi
masihkah esok hari
aroma dilayani
yang sesungguhnya
ia sekumpulan pembantu utama
di dapur layanan warga bangsa
bukan istimewa sebuah nama
bebas sesuka-sukanya
hingga rakus melahap makanan
yang terhidang di meja kekuasaan
semestinya untuk memulihkan
sekumpulan di alamat lapar
diberikan pada para perindu
keadilan dan kesejahteraan
di kampung kekeringan
dan sebenar-benarnya
berharap bukan badan para topeng
yang menenteng rencana lakon
sinetron bagi sebuah negeri
korupsi yang sulit mati
di jantung pertiwi
Karya : YS Sunaryo
Bandung, 22 Oktober 2019
CINTA DI PERBATASAN
Karya YS Sunaryo
habis, habiskan cintamu
dalam sekali kepulangan saja
sebab di sini meneguk anggur dunia
yang kalian bawa dari tanah pelarian
di tanahmu yang telah lama mabuk
: hutan bara bakaran pertengkaran
sawah-sawah masih diperebutkan
gubung-gunung makin dirobohkan
dan kalian bersulang kepedihan
tanpa dengar rintih kesakitan
yang kehabisan alat suara
habis, habiskan cintamu
dalam sekali kepulangan saja
sebab lusa belum tentu bisa bercinta
ketika ranjang tua menimpa kepala
di lorong-lorong garang pertumpahan
dan hidup kalian katakan perjuangan
berebut lapak-lapak di bekas telapak
injak orang-orang perobek sajak-sajak
yang lupa di mana kitab suci disimpan
yang ingat ideologi diguna belah bambu
kalian diseret di petak-petak seteru
menjadi bukan diri sendiri
di wajah globalisasi
habis, habiskan cintamu
dalam sekali kepulangan saja
sebab kembali nanti berita kehilangan
mungkin berserak nisan kematian
di rimbun rumput pemakaman
dan tertancap di badan-badan
apa yang kalian telah tulisakan
sebab niscaya ditanya siapa
kalian sebenarnya
maka,
habis-habiskan cintamu
dalam sekali kepulangan sajas
Bandung, 6 Juni 2019
YS SUNARYO |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar