UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Jumat, 08 November 2019

Kumpulan Puisi & Prosa Ayu Ashari - PERJALANAN SEPERTIGA HARI




PERJALANAN SEPERTIGA HARI

Laju waktu tiba tiba memberhentikan aku pada satu titik
Mengantri sepanjang kesabaran hari yang telah terpompa menggembung
pecah, melontarkanku ke suatu tempat asing dengan banyak cookies, anggur madu, gulali manis, permen kapas dan aneka coklat

Peri-peri kecil terbang kesana kemari
membawa harum yang disembunyikan wujudnya
Menabur di sana memercikkan di sini
Sebuah perhelatan besar telah di persiapkan kukira

Berduyun-duyun yang datang tak mampu menggeser posisi aku berdiri,
Aku bagai patung tak goyang meski angin membangunkan, aneh

Kesedihan, ratapan dan air mata menguasai suasana
Tak satu pun melihat lagi apa yang menjadi daya tarikku
Walau aku berteriak menyapa, menari menggoda, hingga lelah
Dan seperti tak ada niatan untuk beranjak,
aku membiarkan waktu menyatu dengan jasadku,

Aku berada di sebuah tenda dan tak satupun lubang intip terbuka
Rapat...
Rahasia...

ketika dingin semakin menusuk,
aku seperti terusik tepat dimana tenda terbuka
Tidak ku sangka..
Tiba tiba ia datang
mungkin ia adalah raja dari ribuan peri-peri kecil yang hilir mudik
Ketampanannya mengalahkan sejuta pria yang disatukan pesonanya

Tapi hanya aku yang melihat,
Kenapa mereka semua tidak menoleh?
Lihatlah tangannya menjuntai jauh meraih aku
Berbisik mesra ini belum waktunya

Ah, Sepertiga hari yang gelap menjadi sahabat setia
Menerima tumpahan duka dan suka cita yang kualirkan
menumpuk rahasia di setiap jejak langkah pagi hingga menjelang fajar
sebagai saksi hidupku

Sajak yang teralun menjadi rantai penjaga hati
Mengayun pasti tak ingin berjeda lagi
Untaian ribuan zikir memutar tak henti
Ketika murcalah catatan kesumat dalam balutan busana suci putih pada sepertiga sepertiga malam yang kudus, mengikis tipis daki

Aku menanti tibanya langkah terakhir dalam perjuangan yang berat
Hingga gerbang harum kesturi benar benar terbuka

Bahagia menghadang seperti janji yang telah pasti
Haru menderu memeluk erat rindu

Ayu Ashari, medan 02102019



LEPASKAN SEPI

Dirimu kini adalah
persinggahan
Seribu mimpi
Yang tak habis-habis
Untuk pulang

Andai aku bisa
Akan ku kirim cahaya jungga
Dan biru langit, agar mimpi itu
Tak lagi memggerogoti setangkai bunga
Di halaman rumahmu

( "maka hati-hatilah untuk lewat karena engkau berjalan di atas mimpi sambil membawa setangkai bunga Lili")

Lepaskan aku, bebaskan
Lalu baringkan tubuhku
Di dada walau sejenak
Karena aku telah terbunuh
Oleh mimpiku yang bemgis

O, simpan semua itu buat ku
Pulanglah lepaskan sepi
Pada hari hari yang mencumbui mimpi

Ayu Ashari, medan27092019



PILIHAN YANG TERKUNCI


Barangkali tak ada lagi pilihan bagiku
semua telah terkunci

Sungguh aku tak ingin ada air mata jatuh, tertumpah oleh rasa yang tak satu pun mau mengalah
Saling acung mengacung telunjuk atau lontar melontar ego

Entahlah
Apakah aku adalah pihakmu atau lawanmu
Aku tak dapat memadamkan bara di bumi
tak mampu menahan hujan di langit
Juga tak kuasa menenangkan gelombang di laut
Pergolakan itu terlalu sulit untuk diterjemahkan
sekalipun oleh seribu kata bijak yang kucoba tanam dengan berbisik dan berteriak

Senja ini aku membawa masuk pilihan yang telah terkunci dalam dipan bergembok
Mencari pembenaran untuk setiap kata yang kau bisikkan dengan merobek gendang telingaku
Meyakinkannya sebagai kebaikan yang akan membawa menuju titik terang

Ya, pilihan yang terkunci menjadi puisi berantai
Dengan sumpah ia tumbuh cepat menjadi keramat
Rayuanmu seolah laju panah yang telah kau isi dengan bisa racun melesat cepat menancap.
Mencurat marut dinding keangkuhanku kemudian kau biarkan terbengkalai lupa

Mungkin tidak sekarang, tidak sejam yang akan datang,
Tapi suatu saat nanti aku pasti pergi,
Ku kira kau pun akan menyusul
Menuju sebidang tanah leluhur yang telah di takdirkan
Membawa kita pada kesendirian yang tertidur abadi
Lalu kita menjadi sejarah bagi sebuah sajak dalam pilihanku yang telah terkunci

Ayu Ashari medan 25092018



TAMAS JERATMU

Bulan merah di saku baju
Malam bergerilya di celahnya
Ingin aku tau di padang mana
Embun malam ini mengintai daun

O, lepaskan aku dari jeratmu
Agar musim bunga tak tamas
di pucuk-pucuk kayu

AA medan 25092018



KEGELAPAN YANG SUNYI

Ingin aku menghardik apapun yang ada di persada malam ini
Kukira mereka bersekongkol memasungku di dalam penjara,
menghabiskan waktu hingga mungkin adaku tiada

Kemarahanku semakin menjadi lantaran di sini aku sendiri
Hanya berteman hening malam yang kurasakan sangat mencekam melucuti angkuh diri

Tidakkah mereka tahu bahwa:
Aku mengharap hujan melunturkan daki masa silam
Merindukan rembulan menerangi kegelapan
Juga menginginkan matahari melecut semangat sedikit saja bersama kokok ayam memanggil fajar

O, aku membenci semesta yang dengan licik menahan laju jarum jam berputar meninggalkan petang dan malam

Apakah kau tau mengapa? (Aku setengah mengumpat)
Karena "Aku" akan semakin lama tersiksa oleh sebuah bayangan dalam kegelapan sunyi
Bahkan, pada cahaya sebatang lilin kecil pun ia menampakkan diri
Menghantuiku dengan rasa ngeri tanpa toleransi

Ah, Jantungku sesaat lagi akan pergi
Apa lagi yang di cari dari kayu tua ini
Hanya mencoba untuk bertahan dengan nafas yang tersendat

Dan biarlah jika pun aku tenggelam dalam kegelapan sunyi
sampai ada tangan-tangan menarikku dari harumnya dupa
memberikan cornea matanya untuk melihat sepercik cahaya
yang selama ini lindap dihimpit hiruk pikuknya fatamorgana

Kepada matahari aku berteriak kencang

"Bangunlah, bawa serta jagad ini menggeliat bersamamu. Aku benci malam sunyi!"

AA sf medan, 24092019



BUSANA BERDEBU

Harus kusudahi pencarian ini
Menghentikan keretuk kayuh dayung perahu sang sahaya
dengan zikir malam
sebelum laut pasang membingkai gelombangnya

Lantas kulunasi rindu dedaunan di kelopak mawar
pada dekap embun yang gigilkan laron laron
selepas terbangnya memburu gemerlap kota
sebelum maut datang bekukan jagat raya

Dan kusambut sungai embun surgaku
dari lepas tangkap
menyusuri beribu kelok sungai berbatu
memasuki taman cinta yang selalu semerbak wangikan langkah dengan zahid menuju puncak damai pengembaraan

Maka kulipat busana berdebu yang membalut tubuh
sebelum gelap kembali melingkup rahasia-Nya

Ayu Ashari, medan 24102019



TARIAN HUJAN

Siapa lagi yang menoreh sepi di sukma ini
ketika jumantara tak cukup ramah membaca senja

Siapa lagi yang mengubur luka di pintu jiwa ini
kalau angin pun selalu mengendap bisu
dan dingin hujan masih setia mencumbu embun yang tersisa di daunan selepas kuncup
lantas bermekaran menyongsong keniscayaan malam

Di sini, aku merasakan giris
menatap gurat-gurat wajah sendiri di bayangan musim
pada mungil bibir yang kehilangan kata

Wahai, masihkah cinta membelai semesta?
dalam gerimis hujan yang gigilkan jagat raya

Untaian tasbihmukah yang terdengar kelu mengucap rindu?
atau bathinku yang tak mampu menangkap isyaratmu?

Pergolakan demi pergolakan mengecam tak mampu kuelakkan
menghantam keras didentum jantung mengulum

Ah, masihkah ada waktu
mengurai satu persatu seteru abstrak
yang membuat gelas menjadi retak
atau...
setidaknya kesempatan tuk menyalakan pelita
agar ruang tak lagi gelap

O, tarian hujan di kotaku
meluluh lantakkan bangunan tua yang kehilangan cahaya
Pupus sudahkah tandas secercah asa yang tersisa?

"entahlah..."

Kuikuti saja jalan menuju Nur-ku

AA medan, 22102019



AKHIRNYA

Akhirnya kutinggalkan pantai
dengan misteri filosofi hutan bakau
dan rahasia tarian ikan penggoda bangau

Pada akhirnya kutinggalkan pantai
dalam diam menghapus peristiwa
tanpa jejak, tanpa segores sejarah

Namun bait bait puisimu yang membisikkan cinta
pada angin yang selalu memburu gelombang
tetap kusembunyikan di pantai itu,

Ah, ada yang tetap tak terungkap di situ
meski bahasa telah lahirkan berjuta leksikal
untuk menerjemahkan tanda-tanda

Akhirnya, ya akhirnya kubiarkan pantai itu
dengan kebisuan samudra yang kekal pada kidung semesta
dan suara ombak yang selalu membentur di dada

maka kusimpan rindu di pantai itu
pada kedalaman laut yang sembunyikan cinta
sebelum pasang kembali menyisir segala

O, kututup semua cerita tentang gelombang yang kerap menyenggamai hujan

AA Medan, 21102019



PERJALANAN SUNYI

Pada senja yang mulai meminang malam
kutafsirkan namamu, wahai diam

dalam gaduh bunyian yang tabuhkan maut
dari kemersik daun-daun akasia saling bersahut

O, aku rindu pelukan-Mu
Melepas keluh, melawan pilu
telah kubaca nun dari sunyi ke sunyi
puncak syahadat yang gigilkan peradaban diri

Hingga desah angin pun senantiasa terdengar berzikir
menyapu gelombang di keluasan laut- Mu

Ah, sunyi hadirkan kegalau duniaku dalam ketelanjangan malam
melepas riasan menuju ketiadaan

Wahai diam, segala kupulangkan padamu
inilah kisah perjalanan sunyiku

biduk cinta sang fakir memikul mimpi
melukis kota-kota dalam dingin tahajjud

sebelum nafas kehabisan ghirahnya
Sebelum jantung meratapi degubnya

Duhai, inilah untaian gurindam sang perindu
selalu bernyanyi dalam gelora cinta

mengekalkan keindahan sunyi demi sunyi
lalu segala kan bermuara pada keabadian

AA mdn 2110019



Mengarungi Samudera

Lihatlah, sayang, betapa lengang bidukku kini
Tak ada jerit camar
Pun debur ombak pecah di haluan

Aku lelah memandangi pantaimu yang jauh
menyaksikan pertukaran abad yang terus dikunyah usia
seperti camar dan ikan-kehidupan, kematian
bergantian menangkap nyanyikan sawang di langit senja
mengiring burung-burung pulang ke sarangnya

Ah, alangkah sunyi
wahai, alangkah aku kian sendiri
tanpa gairah ombak dan guruh gelombangmu
meski empasan tajam memuncak amuk

Tak terasa
ya, sungguh tak terasa
ribuan titik hujan mengering sudah
maka sekalian saja kurangkul segala cinta
ingin kusudahi rindu beribu rindu di dada
tanpa kerumitan filsafat dan puisi puisimu

Kembalilah burung makrifatku
pengembaraan jiwa mengitari cakrawala
masuklah ke dalam sangkar damaiku
dalam biduk sunyi yang terus kukayuh
mengarungi keluasan samudera tak berbatas
pelayaran panjang menuju puncak tiada
mengarungi samudera, rahasia al-fatihahmu

duhai betapa dingin
betapa dinginnya hari hari dalam lanskap sepi tak bertepi.

AA, medan 2010019



RINDU YANG MENGGELIAT

Angin malam juntaikan pinang embun
Mengalir dingin berpintal ingin
Geliatku memasuki ruang sunyi
Terbidik halusinasi peraduan rindu
Memainkan ombak di atas samudra
Telanjang kaki menunggangi kuda
Bergelayut mesra dicumbui purnama

Kunikmati setiap tetes desah hujan
yang terus datang bertubi
memburu nafas hangati diri
Jerit camar penyibak malam mewakili laraku
Lalu terhempas di atas pasir bermandi peluh

O, Janganlah beranjak tinggalkan waktu
Kan kutarikan tarian terindahku tanpa ambigu
Lepaskan resah yang telah lama membelenggu

Ayu Ashari mdn rabu 1610019



MENEMUIMU

Andai kedua tanganku dapat bertransformasi menjadi sayap merpati,
akan kuarungi hamparan langit biru
Kulintasi gelapnya malam di antara gugusan bintang bintang
Kuhadapi teriknya mentari di siang hari
Pun..
Kutembus pekatnya awan di bawah gelegar guntur tanpa gentar
Untuk menemuimu di sana
Membawa seribu tanya yang tak kau jawab
Lantaran sejuta prasangka telah kau hunuskan ke jantungku dan bara yang kau biarkan menyala.

Ayu Ashari Medan 1510019



KACAMATAKU PECAH

Kacamataku pecah
Pandanganku kian payah
Langkah tak terpapah
Kehilangan arah

Kacamataku pecah
Tinggalkan seribu resah
Duniaku terasa gerah
Terselubung amarah

Kacamataku pecah
Puisi puisiku tercacah
Bahkan mungkin akan musnah
Tersesat tanpa rumah

Ya, kacamataku memang telah pecah
Langitku tak lagi cerah
Kini aku pasrah

Ayu Ashari medan 1310019



MUNAFIK

Manusia intrik
Menyimpan seribu trik licik
Pikirannya picik
Jiwanya sempit
Kelingking mengait
Jempol menjepit

Bertutur legit
Hatinya pahit
Bergerak menghimpit
Sebar isu jijik
Mata membidik
Dasar munafik

Ayu Ashari medan 1310019



KEMATIAN

Suatu saat nanti
aku akan menziarahi
makam hati
Setelah tanahnya kering dan tak lagi berwarna merah darah
Maka aku mohon padamu
berilah aku waktu
hingga aku siap mengandung bayi hati dari sperma baru
agar kelahiranya tak melukai hatimu lantaran kematian ibunya yang telah menikahi hujan terlalu tragis

Ayu Ashari medan 1310019



KU KETUK GERBANG LANGIT


Ku ketuk gerbang langit
Agar butiran tasbih tak terlepas
dihembus angin
yang akan membawaku ke dinding ingin
Sebab tak ada lagi yang ku kenal
dari sebuah musim semi
kecuali nokhta merah yang tertinggal di kelopak kelopak waktu

AA MDN 2019



HARUSKAH

Pada musim gugur seperti ini
Apakah harus kau tebang sebatang pohon
Sedang daunnya pun belum tumbuh
Sementara rerantingnya masih gemetaran di hembus angin.
Musim semi saja masih membayang datangnya

AA MDN 2019



TONGGAK SEJARAH

Saat mentari muncul di ufuk timur
Sinarnya menerpa butiran pasir biaskan cahaya berpendaran
ku lihat kabut-kabut lembut
menyelimuti suasana riuh
ombak berdebur basahi kakiku di bibir pantai membawa siput-siput kecil dengan cangkang warna warni beraneka rupa

Langit biru terbentang luas
Camar terbang bebas di atas lautan
Lalu menukik menyambar ikan
Di antara perahu nelayan terombang-ambing di batas kaki langit

Angin laut berhembus
Membelai hijabku yang melambai lambai

Rasanya aku tak ingin beranjak
namun matahari mulai tenggelam di ufuk barat
Semburat lazuardi di cakrawala pancarkan cahaya merah saga
Sungguh maha karya nan indah tergores dari paduan nafas alam yang sangat sempurna

Dan tak kala matahari terbenam
Siluet siluet masa silam membayang
Ah, betapa kecilnya aku berada di tengah semesta Mu,
Tubuh menggigil mendengar detum ombak pecah di pantai,
Maka ku larung luka penuh nanah pada gelombang agar karam di tengah lautan

Di pantai inilah tonggak sejarah cintaku pada Mu semakin berdiri tegak, menjelma lewat zikir tak berjeda atas kekagamunku
Engkau lah sang maha indah
Dengan karya yang terindah
Nikmat mana lagi yang aku dustakan?

O, Kekasih kuhadapkan wajah pada Mu
dekap erat rinduku,
beri aku sedikit waktu walau harus kutempuh jauh
Hingga malam malam tanpa akhir menjemputku

Ayu Ashari, medan 08102019



AGREEMENT

Ambillah selembar kertas itu
Bacalah perlahan puisi
yang kau tulis
Dan resapilah
Betapa lembut bibirmu
Hingga aku melayang
Ke langit tinggi
Terikat janji

Ayu Ashari. R. N medan 10092019



NIGHTMARE

Mataku masih hendak mengembara
Saat pagi yang sepi dan dingin menjemputku dari mimpi malam
Di bibirku tertinggal ciuman yang amat pasi
Di mataku bulan sabit melengkung kan sinar masuk lewat ratap yang tiada habisnya
Biarkan semua berlabuh pada semestinya
Dan biarkan pula pelita padam
Bersama kabisat yang akan ku jalani kemudian

Tak ada suara terdengar
Meski sekedar desau angin
Sementara pekan demi pekan
Cahaya makin cepat berlalu
Aku tidak tau
Bagaimana caranya cerita ini harus ku mulai
Sebab segala yang ada padaku
Hanya sebuah rindu di atas rumpun bunga karang

Ku coba lupakan selaksa angan
tentang keindahan purnama bertabur bintang
Atau tentang huma di tengah ladang gandum
Entah sampai kurun waktu bila
Mungkin sampai tiba saatnya
Di mana aku berjalan dalam cahaya
Dan kau pun terlihat semakin samar
Dalam sebuah mimpi yang kutata hati hati.

Ayu Ashari, medan 09092019



LENYAP DALAM KELAM

Pada malam seungu mutiara
Keindahan aurora musim semi
Seakan membawa aku terbang
Dari gejolak gelombang maupun gemuruh badai
Bisakah kerlingan nya
Menyaingi lekuk pesona tubuhku
Di bawah kerut cahaya bulan

Pertempuranku setahun lalu telah usai
Pertemuan dengan mu baru di mulai
Entah, elegi apalagi yang harus kubawa
Sementara tanpa ku tau sebab
mata angin seolah berubah arah
Maka dengan mata berawan
Ku punguti hujan pada larik kedua
Dari puisiku yang hampir lenyap kedalam kelam

Ayu Ashari, medan, 09092019



HURT

Aku sudah jenuh
mencium bau debu yang berlepasan
diguyur hujan
Sementara di rongga dadaku
Kenangan berlarian ke dalam kabut
luka luka ngelangut menyendiri
di sepanjang malam

Lukaku seperti alit
Rebah dan menggigil
Apakah ia mengingatku,
sedang di dasar luka
ada kering dan getir?

Ah, masih kau tikam lukaku
Aku meraung sendiri
Dan engkau sembunyi
Akupun sepi

Duhai luka hatiku
Karibkanlah sakitmu padaku

Ayu Ashari medan 08092019



Cahaya Lain


Laut yang keriput berombak lelah
Hamparan pasir pantai menampung debur
Aku berdiri di depan jendela terbuka
Menghadap sekumpulan air kebosanan

Sedang hujan membawa aum angin,
selalu menggoyang kan layar dan jendela
Aku tertegun dalam penantian tak berujung
Mengamati perahu perahu menuju pantai, didayung oleh tangan tangan hitam karena angin garam
Selintas timbul harapan salah satu nya adalah tangan milikmu

Ah, masihkah ada asa di balik gumpalan awan kelabu, yang senantiasa menahan ribuan kubik banyu?
Sementara bayu tak kunjung datang tuk menerjang

Sedang cahaya lain melintasi sabana pada sebuah rumah dekat perairan yang biru pucat, sering menunggu bersama butir butir hujan,
melolong terjun ke dahi pengganti masa lampau

Ayu Ashari, medan 05092019



SEPI PALING DEBU
Oleh Ayu Ashari


Sesepuh apa yang ada di jarimu
maka sayat lah bulan dengan belati
agar kabut tebal jadi jejak bintang
yang akan jatuh di tengah danau.

Anggur secawan di tepi danau
bijak mawar melepas harum
dan itu sudah cukup bagiku
sebab akan ku hapus semua medali
dan akan kutenggelamkan semua debu
debu paling debu dalam sejarah paling beku

Engkau pernah mengatakan padaku
bahwa sunyi lebih dekat dari pada puisi
tetapi sebagai hadiah dari matahari
ini kukembalikan pada mu
(sebab aku lebih akrab dengan sepi)
yang masuk ke dalam ombak
dan biarkan saja begitu
karena air danau sudah menjawabnya
setelah rindu menyentuh tubuh
bersama malam – malam di mataku

Medan, 04092019



OPERA SABUN

Mengingat kembali kenangan akan
Tarian kita dalam opera
Dengan waktu singkat aku menjadi ratumu
Kemudian seluruh rumusan di dunia menjadi benar
Tentang bagaimana aku tahu bahwa:
kau tak akan pernah mengucapkan selamat tinggal

Sekarang aku mulai memahami
Cara semuanya akan berakhir
Cara semuanya akan pergi
Ku kira lebih baik menyerahkan segalanya pada operamu

Sesungguhnya aku dapat menghindari rasa sakit ini
Tapi aku akan kehilangan tarian itu
Apakah kau tak menyadari
Aku tak pernah menginginkan
Opera kita berending tragis
Atau mungkin kau tak pernah mengerti
Dengan memelukmu
aku memeluk segalanya

Ah, kalau aku tahu bagaimana cara ratu akan tumbang
Aku tak akan mengikuti alurku
Yang lain berkata
Aku terlambat
aku tak dapat mengubahnya
Siapa bilang aku tak dapat mengubahnya
Sebab bagiku hidup lebih baik di serahkan pada kesempatan

Meski entah berapa lama
Kau mengasingkan diri untuk merillis ulang gubahanmu
Dan entah berapa lama pula
Aku harus bersabar menunggu

Barangkali bagimu mudah
Namun tidak bagiku

Ya, sebetulnya aku dapat menghindari rasa sakit
Tapi aku akan kehilangan tarian dalam opera ini

Ayu Ashari medan 02092019



BINGUNG

Jantungku mulai bergemuruh
Saat kau tak muncul
Pikiranku dipenuhi tanda tanya
Hatiku di penuhi sara takut.

Kapankah perasaan ini akan berhenti?
Kapankah perasaan ini bermula?
Bagaimana aku dapat mendengar pikiranku?
Tanpa menghancurkan hatiku?

Aku sangat bingung
Apa yang harus kulakukan
Aku tak dapat memikirkan apa-apa
Kecuali dirimu.

Terkadang aku meragukanmu
Terkadang aku mempercayaimu
Aku resah dalam kebimbangan
Aku limbung dalam ketidak pastian

Dapatkah aku menerima kenyataan
Tat kala kebenaran timbul kepermukaan
Logikaku bermain dengan fakta
Nuraniku membantah

Haruskah aku mengabaikanmu
Atau memberinya waktu?
Aku tak dapat berpikiran jernih
Hatiku mengendalikan jiwaku

Ayu Ashari medan 1 september '19



BAYU
karya Ayu Ashari


Selamat malam bayu
Tidakkah kau menemukan dia
Hingga kau luput
Menyampaikan salam rinduku untuk nya
Bayu
Ku harap kau tidak cemburu
Hingga kau sengaja
Tak menyampaikan getaran hati ku

Medan, 01092019



DUKA CITA
Karya Ayu Ashari


Malam sunyi
Semakin sepi
Kian menyepi

Alam muram
Diam mencekam
Langit kelam
Angin sayup
Guntur gugup
Bumi kuyup

Cornea berselaput
Buram tak bersulut
Pandangan berkabut

Mulut terkatup
Mata menutup
Jantung tak berdegup

Suasana murung
Se ma kin mendung
Pecah meraung

Duka hari ini dalam
Semakin dalam
Sangat dalam

Selamat tinggal kenangan.

Medan, 01082019



CAKRA MANGGILINGAN
(putaran Nasib)
Karya Ayu Ashari

Entah, sampai kapan mendung akan mengatapi kotaku
diantara puisi puisi ku yang terkubur di sana,
terpasung di dalam,
perkataan yang tak pernah dapat terucapkan,
Perasaan yang kusembunyikan dan
kalimat yang tak pernah dapat terbaca

Lihat lah di wajahku
Bacalah di mata ku
Semuanya terperangkap dusta masa
silam yang tak dapat kutukar dengan kenangan yang menggelantung dan tampaknya tak mau enyah.

Mengapa aku tak bisa lebih bahagia
Hari hariku selalu diselimuti luka penuh garam
Kemarin sudah berlalu namun rasa sakitnya membekas kian melembam.

Ku tahu tak ada yang abadi
Layaknya musim yang selalu berganti
Meski bagi ku belum
Hujan seolah tak mau bergeser, masih membasahi pelataran hari hari seakan tak ada musim lain
Kilat dan guntur terus saja menyambar,
menggetarkan kota ku yang hampir satu warsa telah kehilangan harga diri

Kemiskinan tak akan pernah mampu merobek tirani, begitulah hakiki

Tapi ku yakin
Walau pun rasa sakit yang kurasakan kini tak akan hilang dalam semalam
entah bagaimana, entah kapan
segala sesuatunya akan membaik
Sebab cakra manggilingan pada samsara tak senantiasa sama.

Ah, hitam putih dua sisi hati
Tarik menarik tiada henti
Membisik rayuan mistik
Di sela sela keperihan yang menelisik

Medan, 28082019



CINTA YANG SEDERHANA
karya Ayu Ashari


Pernahkah kau rasakan
Bagaimana rindu menggelayuti malam
Seperti dedauanan yang dinikahi gigil
Tatkala embun yang menempel dicumbui angin
Dan pabila fajar telah meminang hari rindu kian menjadi,
Seiring degub jantung waktu harap harap cemas menanti hadirmu
Lalu langit menjadi kelabu lantaran embun yang menguap menjadi gumpalan awan ketika kau tak jua menyapa

Sayang
Cinta ku sederhana, sesederhana janji mentari yang terbit dari ufuk timur
Cinta ku sederhana, sesederhana pelangi yang menghiasi langit di antara rinai hujan
Cinta ku sederhana, sesederhana lazuardi menyambut malam

Mendengar cerita mu merupakan hal yang setiap saat kutunggu
Melihat senyum mu merupakan kekayaan bathin ku
Menatap matamu merupakan kemewahan bagi ku
Menjadi milik mu adalah kebahagiaan yang tak terperi

Rasanya hari ku sepi jika sekali saja tanpa suaramu
Dan di sini
Ku lalui tapak waktu dalam gelisah yang tak dapat ku tunda.

Medan, 27082019



BUBUR BASI
Karya Ayu Ashari


"Aku membuang emas dan menyepuh imitasi
Aku kira itu adalah hal yang menjadi penyesalan terbesar dalam hidupku
Suatu kebodohan yang tidak aku mengerti
Mengapa aku melakukannya saat itu!"
Begitulah kini kau katakan padaku

Ku jelaskan padamu bahwa
Kau hanya melihat satu potret saja
Sedang aku menunjukkan banyak potret kepadamu
Berharap kau memahami bahwa di alam ini bukan hanya tentang dirimu saja, atau aku dan dirimu,
Juga bukan hanya tentang apa yang kau butuhkan dan kita butuhkan
Bukan pula tentang menang dan kalah tapi tentang apa yang benar dan yang salah
Aku tidak ingin merubah pandanganmu aku hanya ingin sedikit memperluas pandangan itu

Mungkin aku terlalu tegas, yang lantas menyulut amarah pada diri mu
Kau menganggap aku
Tak peduli pada mu,
Tak menghargaimu,
Pembangkang,
Keras kepala
Mau menang sendiri dan tak mau mengalah

Ah, betapa picik nya dirimu
Kau membuat kotak dalam kotakmu andai saja kau menyadari
Kau adalah pelita yang kudapat setelah menjalani beribu hari dalam kegelapan
Dan dengan mudah kau padamkan.
Lantas berjuta hari aku kembali dalam kegelapan memanjat dinding liang agar sampai keatas dan menggapai kembali langit ku
Apakah kau tahu, betapa sulitnya perjuangan ku
Kusarankan padamu sentuhlah langitmu dengan tanganmu.

Tapi semua sudah berlalu
Nasi sudah menjadi bubur,
Dan bubur itupun telah basi
Jika pun kau tambah kan penyedap rasa, akan sia sia, tidak akan mengilangkan bau nya dan rasa yang sungguh tidak enak itu
Baiknya buang saja biarkan membusuk dan menyatu dengan sampah tak usah kau urai lagi.
Bahkan tak dapat kau ganti
sebab beras di rumahku yang ku sediakan untuk mu telah membusuk

Maka lipatlah kembali puisi di atas sutra ungu yang kau tulis untukku
simpan saja di dalam lemarimu
Bagiku semua itu adalah sejarah batu nisan

Medan, 26082019



AKU BUTUH KAMU
karya Ayu Ashari


Sayang ku, aku membutuhkanmu
Genggamlah tanganku
Dampingilah aku saat aku gamang di persimpangan jalan
Cobalah untuk mengerti

Genggamlah tanganku, kekasih
Dan tuntunlah aku dari tempat ini
Singkirkanlah rasa ragu dan takutku
Hapuslah air mata dari wajahku

Sayang, aku tak bisa berdiri sendirian
Aku perlu bahumu untuk berpegang
Sentuhan lembutmu menjadi kehangatan dalam duniaku yang semakin dingin

Jadilah kesatria bagi diri ini
Dan genggamlah aku hari demi hari
Sebab hanya dengan saling menggenggam
Aku tahu kita akan menemukan jalan
Menuju sebuah tempat yang ku sebut rumah rengkuh cinta kita

Medan, 26082019



--------------------
Prosa sore
--------------------
DI GUYUR HUJAN
Karya Ayu Ashari


Hujan mengguyur malam kotaku
Pijar lampu merkuri bagai ribuan titik berpecahan
Mengulas rabun mencari bayang yang entah di mana
Tergilaslah sepi di putaran detik yang berlalu
Penantian yang entah bertepi atau tidak melahirkan nyanyian rindu mengalun dalam relung kalbu.sumbang dan sendu

Lelah semakin mengganas, sendi melemas
Janji terpacak di atas waktu yang tiada pasti
Sedang senja kian memasuki permulaan malam,
Sementara selaksa tanya masih mengambang
Apakah ku jalani malam dalam gulita?
Apakah dinginnya akan terus kuterjang dengan selimut tipis nan rawan?
Menari dalam imaji berbuah semu hingga bila?

O, lihatlah pelipis telah bergaris
Kantung mata menggurat hitam menggelembung
coba perhatikan kulit mulai menggelambir
Dan ya Tuhan, sayang
Jemari jemari kita telah berkerut
Buku buku nya tak lagi kuat meski hanya menggenggam pena.
Masihkah engkah larut dalam pengembaraan pencarian dunia?

Kau dan aku tak butuh istana untuk berteduh
Tak butuh kereta kencana untuk berkendara
Tak butuh sampanye untuk penghilang dahaga
Tak butuh wagyu untuk pelepas lapar
Tak butuh nama besar untuk bangga
Kita tak butuh semua itu untuk bisa merasa bahagia

Kita hanya butuh rumah mungil untuk keluarga kecil kita bercengkrama
Kita hanya butuh secawan anggur untuk cinta yang tak pernah luntur
Kita hanya butuh hidangan sederhana untuk kita nikmati bersama
Air putih penghapus haus
Kebersahajaan untuk menunjukkan pada dunia bahwa kita ada

Pabila malam tiba
Kita hanya butuh berpelukan tuk mengusir dingin
Berpagut mesra memburu gelora
Menelusuri setiap lekuk mengagumi tubuh tua
Deru nafas yang saling memburu penghangat puncak gigil
Hingga aku terhempas di dadamu yang telanjang
Dan kau belai rambut ku yang panjang sampai aku tertidur pulas.

Malam hujan terus mengguyur
Aku terlelap memeluk rindu di gelapnya kamar tidur
Di atas bantal yang kuyup
Binar mata yang redup

Ah, ternyata hujan masih mencumbu sampai mentari menyunting fajar
Pun awan belum juga ingin hengkang dari peredaran siang.

Dan apakah di sana kau belum terjaga?
Atau amarahmu menguasai diri
Lantaran aku tak mendengar ketukan mu malam tadi
Maka kau pun tak ingin membukakan pintu kamarmu tat kala kuketuk
Bahkan mengunci jendela dan mematikan lampu.

Entah lah
Tarikkan nafas ku kiat berat
Dada ku menghimpit sesak
Hanya mampu berkata
"Maaf kan aku sayang"
Dan hujan kian deras seakan tak ingin berhenti.
Walau mentari sesaat lagi kembali bersembunyi

Medan, 25082019



SUARA HATI
karya Ayu Ashari


Di sini kau dan aku bersatu
untuk menandai musim dingin yang jatuh di tubuhku juga di tubuh mu
dan suatu kali
aku bertanya pada diriku
“mengapa di hari-hari paling indah”
selalu saja menjelma bara pada sebuah sajak yang ku eja
Apakah lantaran sisa lama belum padam atau mungkin tak pernah padam dalam darah ku

Maka saat ini,
dia sedang kucari
agar segalanya yang terkenang dapat menghilang
meski masih selalu menghampiriku ibarat mimpi,
Dan acapkali,
tatkala aku terjaga di tengah malam bersama segelas kopi
aku mendengar harmonisasi nya
meskipun sukar untuk kuceriatakan
karena hujan yang gugur
sering menyampaikan pesan bahwa :
“ aku adalah puisi “
dari tanah dan laut tanpa dasar
untuk membasuh butiran debu dan jelaga yang melekat di tubuhku di musim kemarau

Namun terkadang
satu dua bintang datang muasalkan tentang
matahari yang terbit dari tempat kelahirannya
setalah semuanya kembali berkelana entah ke mana.

Sayap malam ku kembali tak bergemuruh
Larikku diam di bathin yang kelu
Dan tersesat di belantara yang aku sendiri tidak tau berada di mana.

Ah, ku harmonikan suara hatiku lewat bait bait puisi
Pada malam malam tak bermega
Di bawah cahaya purmana

Medan, 22082019



TERIMA KASIH KEKASIH


Kekasih
Di antara luka yang mencabik cabik
Di antara perdu dan duri yang senantiasa tumbuh subur di setapak jalan ku
Engkau berdirikan sebatang beringin tempat aku berteduh menyeka peluh. Dan
Di atas anggana, yang tanahnya mulai pecah,
Di bawah teriknya mentari kemarau
Engkau percikan setetes embun
Pelapas haus dan penyejuk hati

Sungguh tiada sedikitpun aku mendustakan karunia Mu
Tak selintaspun aku mengingkari kuasa Mu
Aku hanya sahaya yang tengah terlunta
Tiadalah sesat di jalan kebenaran dalam bimbingan Mu
Dan pabila aku pernah alpa dan khilaf maka ampunilah aku
Tetapkan lah langkah ku menuju ke abadian Mu

Kekasih aku memohon
lipat gandakanlah apa yang Engkau beri pada ku
Untuk dia yang mengulurkan tangan ke arah ku
Hingga rumahku tak lagi gelap dan pengap

Cukupkanlah bagi ku dan buah hatiku
Secawan air dan semangkuk jagung sebagai penyambung nafas kehidupan yang fana ini
Dan janganlah Engkau lalaikan kami atas rahmat yang Engkau beri.

Amiin
Medan, Ayu Ashari 22082019
for someone who comes as a hero



TUAN NAKHODA
Karya Ayu Ashari


Katakan pada ku Tuan
Bagaimana perahu
Dapat mengarungi samudra
Dengan kayuh yang rapuh
Sedang layar morat marit tak kuasa di hantam badai
Pabila pun angin berhembus
Tiadalah daya membawa nya ketepian
Meskipun peta menuju pulau telah di tentukan

O, Tuan Nakhoda
Akankah tali kemudi engkau kendurkan tuk merubah haluan
Tidakkah engkau pernah berkata
"Sekali layar terkembang pantang biduk surut ke pantai"
Lantas gerangan apa yang membuat engkau tak hendak meniup peluit?
Tak dapatkah engkau tunaikan syarat para hulubalang agar sauh dapat kau turunkan
Dan perahu segera berlabuh di dermaga impian

Tuan!
suarakanlah apa yang tak terdengar
Perlihatkanlah apa yang tertutup tabir
Lepaskan lah satu persatu tali pemilin kemudi
Kemudian gulung layar
tambatkan erat perahu di pelabuhan terakhir
Hingga tak ada gelombang yang mampu menyeretnya kembali,
Terombang ambing ke samudera biru
menanti senja pucat pasi.

Medan,19082019

-------------------------------

Bulan terbelah di langit ku
Embun merembas,
Menetes dari sudut sudut daun
Pungguk tertunduk lesu berayun
Bintang menyeringai culas.


--------------------------------



RINDU YANG MENGGELIAT
Karya Ayu Ashari


Dingin membelenggu
Khayal menggebu
Rindu menggeliat hasrat
Bermain ombak diatas samudra
Sambil bertelanjang kaki
Menunggang kuda
Menggelayut mesra di bawah purnama
Menikmati setiap titik hujan
yang datang bertubi
Meniru jerit camar menyibak malam sepi
Lalu terhempas diatas pasir bermandi buih

Medan, 19082019



MALATI
Karya Ayu Ashari


Mungkin kau telah bosan mencium harum melati
Atau mungkin kau tak suka lagi dengan keindahan nya
Atau mungkin pula kau telah terpesona pada kecantikan merahnya mawar
Maka kini
kau enggan berlama lama berada di dekat nya
Tidak juga sekedar mengunjungi nya
Bahkan menyiraminya pun kau tak punya waktu
Apa lagi memberinya pupuk,

Jika memang demikian mengapa tak kau buang saja dia
Agar kumbang bebas mendekati nya
Meminang nya untuk di persunting.

Dan pergi lah...
Rawatlah bunga mu yang lain

Medan 18082019



TERBANGLAH GARUDAKU
Karya Ayu Ashari


Garudaku
Terbang lah arungi angkasa tinggi
Kabarkan pada dunia bahwa
NKRI bukanlah negri penuh misteri
Ceritakan tentang biota laut, kelok sungai, gunung gunung atau rimba hijau dan seribu tambang di perut bumi pertiwi

Bawalah setepak sirih negri agar tetap harum mewangi
Dan jagalah rindu seperti butir - butir padi yang di tanam petani berbulan -bulan bersama matahari, yang selalu setia menemani

Tumpah darah ku jangan jadikan hitam malam
menjulur tergesa pada mimpi-mimpi
yang berulang kali datang karena tebing curam dan ombak ganas menghantam
Tebarkan seribu bunga sedap malam dikala malam,
seribu melati di pagi hari,
Jangan biarkan tangan tangan rakus mengkais kais tanah leluluhur, memporak porandakan wajah elok ibu pertiwi.
Jangan pula sia sia kan sejarah bambu runcing, karena keserakahan para petinggi negri
Sebab desa yang tenang, kota yang tentram yang diteduhi gunung yang rimbun dan nyiur yang melambai adalah sebuah harapan masa depan.

Terbang lah Garuda ku
Gunakan mata dan cakar tajammu
menjaga tubuh ibu
Dari para perompak laut dan perampok, penjarah seribu pulau.
Terbanglah garudaku
kepak kan kedua sayapmu
Tunjukkan pada dunia bahwa sesungguhnya kita mampu

Berkibarlah sangsaka ku
Kibaskan rayap rayap di tiang mu.
Berkibarlah bendera ku
Meliuk melambailah hai Merah Putih ku di langit Indonesia ku.
Aku bangga pada mu negri ku, tanah airku,
Tanah kelahiran ku, tanah yang subur kaya makmur.

Medan, 17082019



TERBANGLAH GARUDAKU
Karya Ayu Ashari


Garudaku
Terbang lah arungi angkasa tinggi
Kabarkan pada dunia bahwa
NKRI bukanlah negri penuh misteri
Ceritakan tentang biota laut, kelok sungai, gunung gunung atau rimba hijau dan seribu tambang di perut bumi pertiwi

Bawalah setepak sirih negri agar tetap harum mewangi
Dan jagalah rindu seperti butir - butir padi yang di tanam petani berbulan -bulan bersama matahari, yang selalu setia menemani

Tumpah darah ku jangan jadikan hitam malam
menjulur tergesa pada mimpi-mimpi
yang berulang kali datang karena tebing curam dan ombak ganas menghantam

Tebarkan seribu bunga sedap malam dikala malam,
seribu melati di pagi hari,
Jangan biarkan tangan tangan rakus mengkais kais tanah leluluhur, memporak porandakan wajah elok ibu pertiwi.
Jangan pula sia sia kan sejarah bambu runcing, karena keserakahan para petinggi negri
Sebab desa yang tenang, kota yang tentram yang diteduhi gunung yang rimbun dan nyiur yang melambai adalah sebuah harapan masa depan.

Terbang lah Garuda ku
Gunakan mata dan cakar tajammu
menjaga tubuh ibu
Dari para perompak laut dan perampok, penjarah seribu pulau.
Terbanglah garudaku
kepak kan kedua sayapmu
Tunjukkan pada dunia bahwa sesungguhnya kita mampu

Berkibarlah sangsaka ku
Kibaskan rayap rayap di tiang mu.
Berkibarlah bendera ku
Meliuk melambailah hai Merah Putih ku di langit Indonesia ku.
Aku bangga pada mu negri ku, tanah airku,
Tanah kelahiran ku, tanah yang subur kaya makmur.

Medan, 17082019



KAU, AKU DAN PUISI
Karya Ayu Ashari


Kau yang menangis di atas pusara mu
Dalam kuyup hujan semalam
Gigil mu menjelma menjadi ketakutan
meraba pada gelapnya lorong lorong kehidupan
Sementara rembulan hanya sesekali mengintip dari celah celah dedaunan

Dalam luruh peluh
Kau gamang menapaki kaki
Bersama jejak masa silam
Yang tak jua ingin bergeser sesenti pun dari mu
Dan kerap kau sembunyikan dalam lipatan puisi puisi sunyi

"Tatapan mu kosong di hari hari yang penuh basa basi"

Setiap kau berjalan
Di ujung ujung jarimu
Ada luka puisiku yang tertancap di sana
Maka cabutlah sebelum bernanah
Agar larik larik ku pecah di udara
dan tanah yang kau pijak tak lagi goyah dan merekah untuk menjamah mu

Apakah kau tahu tuan
aku tak pernah kesepian
Meskipun pada sajak sajakku selalu saja ada luka karena berkali-kali kau bantai di ujung gelombang nafas mu.

Kau bertanya
"dapatkah kau menulis puisi sedangkan kau telah terkulai dengan kata kata ku?"

"Andai serumpun bambu kau bongkar, terangkat dari akar serabutnya,
puisiku ada di dalamnya
Bahkan walau kau selalu mengasah pedang untuk memotong lidah ku,
Puisi ku tak akan kehilangan aksara!"
Itulah jawabanku

Mungkin buatmu terlalu muskil
tapi seperti apa yang telah ku katakan bahwa
Di setiap ruang bathin ku
akan ku pertaruhkan dengan puisi harum melati
dan akan senantiasa ku nyanyi kan di tepian malam.
Hingga puisi puisi ku tak dapat lagi terhalau pedang yang tajam
dan gemuruh meriam mu
sebab ia sudah bersemedi di ruang
peti berpaku emas

Mungkin besok
Mungkin lusa
Atau mungkin beberapa detik lagi
Puisi puisi ku akan memberi salam
"Selamat jalan, Selamat berpisah!"
maka sejak saat itu kau tak lagi dapat mencengkeram ku dengan puisi puisimu yang bau amis darah itu.

Medan, 16082019



PEMANTIK RINDU
Karya Ayu Ashari


Sebelum perjalanan ku lanjutkan
Sebaiknya sepi tak jauh dari ku
Sebab segala yang ada di dalamnya
Menjadi sebatang rindu menggelayut bertumpu

Sungguh kau mata air keriangan puisi, tak habis habis mengaliri diriku
dan walau seluruh dunia karam dalam keruntuhan
kau selalu menjelajah seperti angin dan badai

Aku ingin mengenal mu lebih jauh
yang mengorek terus ceruk jiwa ku
Kau pun akan ku beri nama selaras dengan diri mu
seperti janji takzimku malam ini
Menemani mu menjejaki detik yang berlalu
sambil mengulas setiap titik embun jatuh di kelopak kelopak melati
atau sekedar mengestimasi bintang yang berkelip di pelataran langit.

Mungkin bagi yang lain ini hanya basa basi
tapi ku kira itu adalah hal penting untuk kita ketahui
Agar tidak menjadi duri pada jalan yang akan di lalui

Dan apa kah kau tahu?
Tat kala kesenyapan telah menggamit
rasanya aku enggan menjeda diri, meski angin dingin merayu mata ku tuk mengembarai mimpi
lantaran sedetikpun aku tak ingin kehilangan waktu bersamamu
Bahkan apabila mentari mulai menampakkan diri, keresahan merambati,
ingin segera menuntas tunai segala kerepotan pagi hingga petang
Jantung kian berdebar saat lazuardi semakin menghilang
seperti sebuah ritual mantra dan wewangian dupa pun ku persiapkan
tuk menyambut malam di mana aku dapat menuang bara rindu yang kau sulut

Medan, 13082019


=================


Burung terbang tinggalkan sarang
Pohon tumbang hilang kekuatan
Bumi berguncang menahan hujan
Bisakah benih baru tumbuh di tanah yang telah gersang
Sedang angin dan terik terus menghantam!




CERMIN
Karya Ayu Ashari


Kau cermati langit
"Mau hujan katamu"
Sedang di halaman rumah
Bermekaran bunga bunga
Seakan ikut mengerti
Jika rinduku nanti
Akan di pagari wangi bunga
Yang datang berulang ulang
Sedang di lumbung matamu
Selalu menyimpan rindu
Untuk di lihat
Di depan sebuah cermin.

Medan13082019
#karyasastradunia
#sastrawanindonesiadankaryanya
#puisisastraromantis
#sastrapuisiindonesia



BERI AKU WAKTU
Karya Ayu Ashari


Bagaimana caraku mengungkapkan rasa yang bersarang di dada.
Sedang kau hanya hening dalam diam.
Sunyi..sepi..kehampaan mensenggamai diri.
Atma seolah kehilangan sejatinya,

Ku coba mengeja kembali bait bait syair perjalanan yang telah ku tuliskan tentang dia, aku dan kamu
Mencari keabadaian silih berganti berubah rupa
Meraba satu demi satu kelebat kepak sayap saling menyambar, dirona remang cahaya rembulan.

Lalu aku tersesat di alur yang telah ku puisi kan
Bulir bulir keraguan menelisik di khayal yang tertinggal
Menyentuh perih tuk mengentas hasrat dan harapan

Ah, Begitu rumit memahami hati tergilas kepekaan di ruang labirin
Mencoba memilah keinginan dan kenyataan,
mementahkan propaganda hasrat kesetiaan

Bersabarlah sejenak
Beri aku jeda waktu
Agar aku mampu mencerna makna kehadiranmu
Berdiamlah di rongga dadaku, sebagai pendulum pemandu dalam pencarianku
Hingga dapat ku tentukan jalan mana yang harus ku tuju.

Jangan, jangan kau padamkan pelita kasihmu, sebab setitik cahayanya kan membimbing langkah ku, tuk melepas belenggu ketakutan masa lalu.

Beri aku sedikit waktu
Untuk mengurai satu demi satu benang kusut yang membelit prasangkaku,

Beri aku sedikiiit lagi waktu
Agar aku mampu menafsir setiap gerak tubuh yang kau isyaratkan pada ku,
dan memunajahkan cinta yang telah kau risalahkan untukku
Beri aku waktu
Agar aku terbiasa hidup bersamamu,
mengejawantahkan asa dalam rengkuh hangat peluk kasihmu.
Walau hening malam jadi selembar catatan untuk kita.

Medan,12082019
#karyasastradunia
#sastrawanindonesiadankaryanya
#puisisastraromantis
#sastrapuisiindonesia



PEMETIK SYAIR
Karya Ayu Ashari


Saat kudengar alunan syair Candle In The Wind,
aku selalu bertanya tentang keajaiban cinta dan air mata yang senantiasa jatuh di wajah ku
Apakah aku mesti membungkam raungan yang sering tak ku pahami?
atau berdiri di samping jendela
dan bertanya tentang misteri ini pada orang-orang yang lalu lalang.

Sementara engkau duduk di kursi gading,
tatapanmu pantai di terpa gelombang,
senja berlari di laut tandus
lebah mendengung mabuk madu,
dalam dirimu berderak rindu.

engkaulah kekasih
Teman dari kesenyapan air mata
Dapatkah kita melepas rindu
berlarian memetik bunga bunga di taman untuk melengkapi syair syair
Sedang aku ini hanyalah wanita kecil rawan tertawan
melihat matamu yang mempesona
pancarankan kilau menawan melekat dalam ingatan
Kini menatap hampa tebing hari tanpa pasti

Tat kala gerimis halus hampir usai,
debu-debu bersemedi di malam hari,
engkau tak tebang pilih,
berpanas hujan untuk segera menyelesaikan perjalanan cinta
yang telah di warisi Adam.

Dan apakah ini adalah
tegukan pertama dari bait puisimu atau bab terakhir dari novelmu yang penuh bintang
lalu jatuh lembut, di atas jari-jari
tanganmu yang gemetaran

Wahai, pemetik syair dawai cinta
pengasinganmu kini jadi sendatan helaan nafasku
Memandang wajahmu yang pasi
Pun telapak tangan menebar wangi kesturi

O, penyair pemetik syair cinta ku
Bangkitlah untuk ku
jangan biarkan aksaraku tersesat di belantara puisi tanpa diksi
Aku rapuh tanpa mu
Tidakkah engkau ingin kita menyatu
di dermaga yang telah kita bangun
Ataukah kau menyerah dan membiarkan pancangnya berkarat oleh air laut lalu ambruk bersama kalut?

Pada siapa ku getarkan rasaku?
Pada camar, ombak atau pada angin yang acap kali berubah arah
jika tak ada yang bisa membangkitkan aku dari kesedihan ini
Biarkan saja aku larut di dalamnya.

Medan,09082019
#karyasastradunia
#sastrawanindonesiadankaryanya
#puisisastraromantis
#sastrapuisiindonesia



BACALAH
Karya Ayu Ashari


Jumantara tak lagi di singgahi pelangi
Musim semi di dua puluh satu maret telah berlari begitu cepat hanya terbilang seratus tiga puluh enam hari dalam satu almanak
Matahari terburu-buru bergerak di zona ekuinoks,
Merubah musim semi menjadi musim gugur dengan panasnya yang menyiksa
Maka tak perlu lagi kau tunggu purnama, sebab ia datang hanya di awal kenangan

Dan barangkali
Engkau dapat membaca sebuah diary berselimut darah,
tersimpan di sebuah ruang hati yang terkunci dan berlumut.
"bukankah engkau memiliki kuncinya," maka bacalah

Seratus tiga puluh enam halaman
hanya sebuah kisah penyamun yang kerap mengintai bidadari sunyi penghuni puri,
menggoda nya dengan syair syair ikrar janji sebagai pedang ujung lidah,
Lalu di timbun di kota kelahirannya
Atau membawanya berlayar dengan seribu perahu hanya untuk mengejar sebutir bintang yang hilang di balik awan untuk di sia sia kan
Kemudian berlalu dengan pasih
Dan semua itu bukanlah merupakan kisah seribu satu malam yang tak kan habis di baca sehari semalam.

Sejak peperangan masa silam di musim kemarau
engkau lah hujan pertama yang menyirami taman,
memekarkan dan mencabuti duri mawar
Engkau angin yang berhembus membawa jauh bau mesiu dan amis darah
Engkau pula matahari yang menyalakan jantung fajar di dataran tandus,
Dan membiaskan cahaya pada bulan redup di malam yang kudus

O, tangis siapa yang terdengar malam ini
dari atas menara sedu sedannya terdengar berapi
suaranya sungguh menyayat hati,
Bersama hujan yang akan mengabdi
Di lengang lengang pohon yang tertanam di kelok jalanan di antara keluh kesah dini hari

Medan,08082019
#karyasastradunia
#sastrawanindonesiadankaryanya
#puisisastraromantis
#sastrapuisiindonesia



SEONGGOK ALBUM BIRU BERDEBU
Karya Ayu Ashari


Laksana kaktus yang tumbuh di Padang tandus
Ada misteri tersembunyi diantara duri
lalu menjadi sejarah bagi sabana
yang tercekat haus

Saat malam beringsut subuh
Engkau boleh mendongeng apapun,
Tentang srigala licik berjubah merah berubah menjadi peri
Atau kupu kupu tak mampu terbang lagi karena tertusuk duri mu yang beracun
kendati asa yang hampir lenyap dari angan kembali memperlihatkan wajah,
Tampaknya semua sekadar ilusi,

Namun hasrat dari musim semi di ujung hulu
belum juga pergi, karena sebuah teka-teki
belum bisa kupecahkan dari matahari,
ketika langit berubah berwarna kelabu tua lantaran bulan tiba tiba berada tepat di tengah pada siang hari

Sebagai orang yang mengerti tentang pilsafat
aku tak ingin terjebak di suatu tempat,
karena bagiku itu semua hanya basa-basi
dan piknik pikiranku pada apa yang pernah kau ucapkan.

Kalau kau arus sungai
akulah kelok jalannya,
jika kau mercusuar malam hari,
akulah ingatanmu pasak berapi.
dan engkau tahu soal ini,
di dalam kamar, lenguh guruh
maupun pangkal badai
endapkan sepi sepi pada mimpi

ah, semestinya kau ikut merasakan getaran perihnya
meskipun harus dimulai dari peristiwa lama
yang selalu buru pada samar malam.
Maka seperti yang tergambar
pada bola mata kita,
hendaknya kita selalu menjaga dari empasan ombak
lalu riaknya kita ambil dan kumpulkan dalam mangkok,
agar tak ada lagi segala yang bernama hukuman pada setiap musim gugur.
kemudian hanya jadi kenangan
buat seonggok album biru penuh debu dalam kamar

Sebab bagi ku
Cinta hanyalah secawan madu rasa empedu
Sedang asa hanya mimpi yang di kejar waktu dan berlalu.

Medan,05082019
#karyasastradunia
#sastrawanindonesiadankaryanya
#puisisastraromantis
#sastrapuisiindonesia



SEJENAK SAJAK
Karya Ayu Ashari


Di taman hening tersingkap juga
rindu panas bergelora
tak peduli kau sadari atau aku sadari
rambutku yang basah sudah menjuntai terbelai angin,
meski sebelumnya muskil bagi ku

Barangkali lantaran gerak awan
dan irama musik minggu ini
membawa mimpi ke peraduan-peraduan yang baru,
sedang yang lama hilang
di antara lili berderetan

Sementara kemarau
telah resmi meminta diri
karena hujan berpindah musim
pada apa sesungguhnya yang ku miliki, tersimpan rapih di lipatan syar'i
Dan tat kala hijab telah kau buka dengan akad
kan ku urai satu persatu segala hajat

Tak dapat ku pungkiri
Saat pasang surut pun gemuruh gelombang mengusik lautku
Menggoda ku tuk sejenak mengeja sajak, tentang rindu yang masih tertahan

Medan, 0408019
#karyasastradunia
#sastrawanindonesiadankaryanya
#puisisastraromantis
#sastrapuisiindonesia



LANGKAHKU SESAT HILANG ARAH
Karya Ayu Ashari


Malam lengang dalam gulita
Angin yang berkesiur laksana sebuah satire
Hasrat melindap di sela sela kesunyian
Lantaran rembulan menyembunyikan wajahnya entah di mana
Sedang gemintang yang berpendaran tak mampu menyublim segala bentuk gulana

Ah, ada apa gerangan, mengapa tiada khabar?
Tidak kah sampai selaksa getar yang kuhantarkan?
Wahai pada siapa harus ku wartakan seribu kecamuk yang kian mencambuk!

O bayu, bisikkan padanya
Aku menunggu dengan asa yang hampir binasa
Katakan padanya
Pelita ku meredup.
Sedang pemantik nya ada padanya

Rembulan, jika malam ini
engkau enggan menemaniku
Sementara rindu kian bertalu
Setidaknya kirim lah seekor kunang kunang kecil dengan cahayanya yang kecil
Sekadar petunjuk, jalan mana yang harus ku tuju
Agar aku dapat menemuimu

Rembulan
Cepat lah keluar,
Jangan biarkan anganku sesat, langkah pun hilang arah.

Medan, 0307019
#karyasastradunia
#sastrawanindonesiadankaryanya
#puisisastraromantis
#sastrapuisiindonesia



MENUJU PULAU YANG BARU
Oleh Ayu Ashari


Akan ku kirim puisi cinta sebagai kado kelahiranmu
barangkali : inilah
sebuah jembatan maha besar
agar aku dapat melintasi kabut
dan malam yang begitu pekat
Hingga aku dapat bersemayam
dalam hatimu

Oh, rimbunan hutan awan
ajaklah dia sampai ketempat ku
kemudian pinangkan aku untuknya
Sebagai kekasih
meski harus melalui
lengang-lengang merah
dan kelok jalan yang penuh darah.

Aku sepaut mulut lumut
terbentang dan tergetar
meski lenyap segala kata
akulah puisi dalam dadamu
memancar tak terasa
dari tanah dan lautan tanpa dasar

Ah, engkaulah gerangan kekasihku yang mengajakku untuk mendayung perahu menuju pulau yang baru.
Meronceh melati pada setaman hati
menebar harum sedap malam, bermandi purnama,
Meneguk secawan anggur, dan menyemai bijinya untuk kita nikmati di ujung senja.

Medan, 3107019
#karyasastradunia
#sastrawanindonesiadankaryanya
#puisisastraromantis
#sastrapuisiindonesia



KU SIMPAN BAYANGMU DI SEBATANG RINDU
Oleh Ayu Ashari


Di puncak ombak
camar memagut rembulan
dan bila langit serta laut menjadi bergeliat dahaga,
aku tiada mungkin mampu menjauh
dari segala gejolak yang menggetarkan persada ku
Apa lagi angin mengajak ujud mu ikut masuk ke dalam puncak khayalku

Kuresapi latamu
yang damai di tubuhku,
sementara bayang-bayang
yang menyertaimu
tak goyah segeletar kecil pun
lantaran langit malam enggan jauh
dari sebutir bintang.
Dan di sini, beribu bunga kuncup,
mekar dan gugur menghalau cakrawala
yang kian sayup karena di lulur rindu
tak tertahan.

Bisakah saat ini
bulan menjadi cerlang?
di mana diam-diam hujan
mengguyur di langit jauh...

Malam, jika kesunyian adalah diri ku
maka datanglah, dan jemput aku
sebab bagi ku duka adalah :
teduh yang bersandar
di bidang dada ku yang karam.

Medan, 2907019
#karyasastradunia
#sastrawanindonesiadankaryanya
#puisisastraromantis
#sastrapuisiindonesia



PURNAMA SENGGAMAI KOTAKU
Oleh Ayu Ashari


Entah sudah berapa lama
Kota ku gersang tak tersentuh hujan
Bukit dan ngarai hampir mengering
Ilalang di pinggiran telaga , mulai menguning layu berguguran

Tak ada burung yang berani hinggap bernaung
Mendendangkan kicau merdu merayu, apa lagi hanya sekedar mandi menyegarkan bulu perindu
Bengis wajah kotaku sangar menakutkan,
memberi isyarat tak ingin ada yang menghuni
Sebab peperangan masa silam
Goreskan sejarah luka lebam

Namun malam tadi rembulan menerangi lembah diantara perbukitan
menyentuh hangat dengan cahaya merah tua
Kerikil kecil di puncak bukit berubah warna menjadi coklat muda
Kotaku tak lagi buram
Wajahnya sumringah bersemu jingga

Embun membasahi illalang
memberi kehidupan yang telah lama
hilang
Tak ada luka di sana
Kebahagiaan memancar di lekuk tubuh kota
Burung berkecipak di dalam liang menarikan gerak gemulai

Pun tak ada keluh kesakitan
Yang terdengar hanyalah lenguh panjang di akhir pertempuran
Bukit, ngarai, telaga dan lembah lembab tersembur liur yang membuncah
kotaku menggeliat manja

Ah, damai sungguh terasa
Segala prasangka murca
perbedaan pemicu pertikaian hengkang lenyap berlarian

Rembulan membawa sekeranjang mawar datang meminang
Kotaku tak lagi gersang
Di senggamai purnama yang bersinar terang
sebagai petunjuk arah kemana harus berpulang.

mentari girang mengecup jumantara
ucapkan selamat tinggal malam malam kelam
memberi restu pada wajah baru kotaku

Semoga hingga akhir senja
Kotaku berhiaskan warna warni cinta
Yang akan menjaga kelestariannya

Medan, 2807019
#karyasastradunia
#sastrawanindonesiadankaryanya
#puisisastraromantis
#sastrapuisiindonesia



SEONGGOK ALBUM BIRU BERDEBU
Karya Ayu Ashari


Laksana kaktus yang tumbuh di Padang tandus
Ada misteri tersembunyi diantara duri
lalu menjadi sejarah bagi sabana
yang tercekat haus

Saat malam beringsut subuh
Engkau boleh mendongeng apapun,
Tentang srigala licik berjubah merah berubah menjadi peri
Atau kupu kupu tak mampu terbang lagi karena tertusuk duri mu yang beracun
kendati asa yang hampir lenyap dari angan kembali memperlihatkan wajah,
Tampaknya semua sekadar ilusi,

Namun hasrat dari musim semi di ujung hulu
belum juga pergi, karena sebuah teka-teki
belum bisa kupecahkan dari matahari,
ketika langit berubah berwarna kelabu tua lantaran bulan tiba tiba berada tepat di tengah pada siang hari

Sebagai orang yang mengerti tentang pilsafat
aku tak ingin terjebak di suatu tempat,
karena bagiku itu semua hanya basa-basi
dan piknik pikiranku pada apa yang pernah kau ucapkan.

Kalau kau arus sungai
akulah kelok jalannya,
jika kau mercusuar malam hari,
akulah ingatanmu pasak berapi.
dan engkau tahu soal ini,
di dalam kamar, lenguh guruh
maupun pangkal badai
endapkan sepi sepi pada mimpi

ah, semestinya kau ikut merasakan getaran perihnya
meskipun harus dimulai dari peristiwa lama
yang selalu buru pada samar malam.
Maka seperti yang tergambar
pada bola mata kita,
hendaknya kita selalu menjaga dari empasan ombak
lalu riaknya kita ambil dan kumpulkan dalam mangkok,
agar tak ada lagi segala yang bernama hukuman pada setiap musim gugur.
kemudian hanya jadi kenangan
buat seonggok album biru penuh debu dalam kamar

Sebab bagi ku
Cinta hanyalah secawan madu rasa empedu
Sedang asa hanya mimpi yang di kejar waktu dan berlalu.

Medan,05082019
#karyasastradunia
#sastrawanindonesiadankaryanya
#puisisastraromantis
#sastrapuisiindonesia



SEJENAK SAJAK
Karya Ayu Ashari


Di taman hening tersingkap juga
rindu panas bergelora
tak peduli kau sadari atau aku sadari
rambutku yang basah sudah menjuntai terbelai angin,
meski sebelumnya muskil bagi ku

Barangkali lantaran gerak awan
dan irama musik minggu ini
membawa mimpi ke peraduan-peraduan yang baru,
sedang yang lama hilang
di antara lili berderetan

Sementara kemarau
telah resmi meminta diri
karena hujan berpindah musim
pada apa sesungguhnya yang ku miliki, tersimpan rapih di lipatan syar'i
Dan tat kala hijab telah kau buka dengan akad
kan ku urai satu persatu segala hajat

Tak dapat ku pungkiri
Saat pasang surut pun gemuruh gelombang mengusik lautku
Menggoda ku tuk sejenak mengeja sajak, tentang rindu yang masih tertahan

Medan, 0408019
#karyasastradunia
#sastrawanindonesiadankaryanya
#puisisastraromantis
#sastrapuisiindonesia



LANGKAHKU SESAT HILANG ARAH
Karya Ayu Ashari


Malam lengang dalam gulita
Angin yang berkesiur laksana sebuah satire
Hasrat melindap di sela sela kesunyian
Lantaran rembulan menyembunyikan wajahnya entah di mana
Sedang gemintang yang berpendaran tak mampu menyublim segala bentuk gulana

Ah, ada apa gerangan, mengapa tiada khabar?
Tidak kah sampai selaksa getar yang kuhantarkan?
Wahai pada siapa harus ku wartakan seribu kecamuk yang kian mencambuk!

O bayu, bisikkan padanya
Aku menunggu dengan asa yang hampir binasa
Katakan padanya
Pelita ku meredup.
Sedang pemantik nya ada padanya

Rembulan, jika malam ini
engkau enggan menemaniku
Sementara rindu kian bertalu
Setidaknya kirim lah seekor kunang kunang kecil dengan cahayanya yang kecil
Sekadar petunjuk, jalan mana yang harus ku tuju
Agar aku dapat menemuimu

Rembulan
Cepat lah keluar,
Jangan biarkan anganku sesat, langkah pun hilang arah.

Medan, 0307019
#karyasastradunia
#sastrawanindonesiadankaryanya
#puisisastraromantis
#sastrapuisiindonesia



MENUJU PULAU YANG BARU
Oleh Ayu Ashari


Akan ku kirim puisi cinta sebagai kado kelahiranmu
barangkali : inilah
sebuah jembatan maha besar
agar aku dapat melintasi kabut
dan malam yang begitu pekat
Hingga aku dapat bersemayam
dalam hatimu

Oh, rimbunan hutan awan
ajaklah dia sampai ketempat ku
kemudian pinangkan aku untuknya
Sebagai kekasih
meski harus melalui
lengang-lengang merah
dan kelok jalan yang penuh darah.

Aku sepaut mulut lumut
terbentang dan tergetar
meski lenyap segala kata
akulah puisi dalam dadamu
memancar tak terasa
dari tanah dan lautan tanpa dasar

Ah, engkaulah gerangan kekasihku yang mengajakku untuk mendayung perahu menuju pulau yang baru.
Meronceh melati pada setaman hati
menebar harum sedap malam, bermandi purnama,
Meneguk secawan anggur, dan menyemai bijinya untuk kita nikmati di ujung senja.

Medan, 3107019
#karyasastradunia
#sastrawanindonesiadankaryanya
#puisisastraromantis
#sastrapuisiindonesia



KU SIMPAN BAYANGMU DI SEBATANG RINDU
Oleh Ayu Ashari


Di puncak ombak
camar memagut rembulan
dan bila langit serta laut menjadi bergeliat dahaga,
aku tiada mungkin mampu menjauh
dari segala gejolak yang menggetarkan persada ku
Apa lagi angin mengajak ujud mu ikut masuk ke dalam puncak khayalku

Kuresapi latamu
yang damai di tubuhku,
sementara bayang-bayang
yang menyertaimu
tak goyah segeletar kecil pun
lantaran langit malam enggan jauh
dari sebutir bintang.
Dan di sini, beribu bunga kuncup,
mekar dan gugur menghalau cakrawala
yang kian sayup karena di lulur rindu
tak tertahan.

Bisakah saat ini
bulan menjadi cerlang?
di mana diam-diam hujan
mengguyur di langit jauh...

Malam, jika kesunyian adalah diri ku
maka datanglah, dan jemput aku
sebab bagi ku duka adalah :
teduh yang bersandar
di bidang dada ku yang karam.

Medan, 2907019
#karyasastradunia
#sastrawanindonesiadankaryanya
#puisisastraromantis
#sastrapuisiindonesia



PURNAMA SENGGAMAI KOTAKU
Oleh Ayu Ashari


Entah sudah berapa lama
Kota ku gersang tak tersentuh hujan
Bukit dan ngarai hampir mengering
Ilalang di pinggiran telaga , mulai menguning layu berguguran

Tak ada burung yang berani hinggap bernaung
Mendendangkan kicau merdu merayu, apa lagi hanya sekedar mandi menyegarkan bulu perindu
Bengis wajah kotaku sangar menakutkan,
memberi isyarat tak ingin ada yang menghuni
Sebab peperangan masa silam
Goreskan sejarah luka lebam

Namun malam tadi rembulan menerangi lembah diantara perbukitan
menyentuh hangat dengan cahaya merah tua
Kerikil kecil di puncak bukit berubah warna menjadi coklat muda
Kotaku tak lagi buram
Wajahnya sumringah bersemu jingga

Embun membasahi illalang
memberi kehidupan yang telah lama
hilang
Tak ada luka di sana
Kebahagiaan memancar di lekuk tubuh kota
Burung berkecipak di dalam liang menarikan gerak gemulai

Pun tak ada keluh kesakitan
Yang terdengar hanyalah lenguh panjang di akhir pertempuran
Bukit, ngarai, telaga dan lembah lembab tersembur liur yang membuncah
kotaku menggeliat manja

Ah, damai sungguh terasa
Segala prasangka murca
perbedaan pemicu pertikaian hengkang lenyap berlarian

Rembulan membawa sekeranjang mawar datang meminang
Kotaku tak lagi gersang
Di senggamai purnama yang bersinar terang
sebagai petunjuk arah kemana harus berpulang.

mentari girang mengecup jumantara
ucapkan selamat tinggal malam malam kelam
memberi restu pada wajah baru kotaku

Semoga hingga akhir senja
Kotaku berhiaskan warna warni cinta
Yang akan menjaga kelestariannya

Medan, 2807019
#karyasastradunia
#sastrawanindonesiadankaryanya
#puisisastraromantis
#sastrapuisiindonesia



---------------------------------------------------------
Sajak untuk sahabatku Siti Sundari
----------------------------------------------------------
MERPATI TAK PERNAH INGKAR JANJI
Oleh Ayu Ashari


Sudah berapa kali kabisat berganti
Seekor merpati betina tak mampu menghitung hari

Menghuni belantara di sebuah kota
bersama pasangannya yang tengah cedera
Kakinya lumpuh, lemah tak berdaya
Hanya mampu bertengger di dalam sangkarnya yang semegah istana
Jangankan mengembara untuk mencari palawija
Bercumbu rayu terbang ke bulan pun tak lagi mampu
Pandangan mata sendu,
Netra ngelayut kelabu
Tersembunyi di balik paruh
yang senantiasa berkicau lembut mendayu

Betina yang tangguh
Mengambil alih semua peluh tanpa mengeluh,
Cinta yang mengalir di sekujur tubuh.
Merajang onak menepis konak
Tuangkan resah ke dalam canggihnya sebuah kotak
Larik larik pada sajak
Adalah rindu rindu yang berteriak

O, merpati betina menyimpan misteri
Di balik lipatan budi
Tersusun rapih dalam almari diri
Berpribadi teguh, tegak mandiri
Berbakti luhur pada sang kekasih
Merawat dengan sepunuh hati
Sejak pagi hingga malam hari
Adalah bukti ketulusan cinta yang tak patut di ragukan lagi

Sebuah belaian sayap di kepala dan wajah menjadi kebahagianya yang tak terperi
Kecupan lembut diparuh, mata hingga pipi
sangat cukup mempunyai arti
Tuk meredam gairah yang menghantam bertubi tubi
Bahkan tak goyah oleh goda yang datang silih berganti
sebuah kesetiaan yang tak perlu di uji
Memjadi madah yang terukir di dinding prasasti
Cinta putih suci
Menjadi perisai penghalau letih

Duhai, sepasang merpati
Kukuh teguh memegang janji
Tak sekalipun terlintas tuk memungkiri

mensyukuri hidup yang di jalani
berpasrah pada takdir Illahi
Melewati rintangan demi rintangan yang di hadapi
Dengan Berkiblat pada syair samawi

Ah, merpati aku mengagumi
Kesabaranmu yang tak terbatasi
Doa ku, "semoga kekal abadi"
Hingga akhir waktu nanti

Medan, 2807019
#karyasastradunia
#sastrawanindonesiadankaryanya
#puisisastraromantis
#sastrapuisiindonesia



LANSKAP TERBENTANG
Karya Ayu Ashari


Dalam lanskap terbentang
unggun menyala dalam mataku,
dan ketika semua kembali ke semula apa kau dengar dengus angin malam
sedang malam selalu menjawabnya
tanpa suara lalu hilang di antara fajar yang memburai pucat di daun-daun
.
Tak ada satu kata pun
apalagi tanda di sana
yang sanggup mengubahnya,
kecuali sebuah perjumpaan
selalu bertandang ketika hujan turun
atau langit sedang menjaga bulannya
.
Kesepian yang tak bisa di ingkari
apalagi dinamai, karena ia
bukan sinonim sebuah lanskap
atau melodi patah dari kalimatku.
Sungguh rahasia yang jarang diterka
dari sebuah mimpi, sebab lelucon samar
menyeretnya ke dalam janji yang selalu pergi

Ini hari semua memandangi cermin,
“ adakah wajahmu di sana,” jika tak ada,
nanti akan kucarikan buatmu sendiri
agar pesan lama selalu kau ingat
bersama lambaian tanganmu di luar jendela.

Tertawalah di selampai,
meski peluit tergila selalu melucuti,
tutuplah pintu wajahmu
agar siang tak menghantui
malam tak mendakwamu, menderamu
lantaran kenangan telah tumpas di pelukan malam.

Aku harus pergi terlepas dari tatapan batu-batu
yang tidur di tenggorokan. dan aku pun harus berdiri
untuk menerjang, di mana puisi
di ciptakan tanpa bahasa yang tertebar
di dalam syair dapat bergelora kembali
di halaman batin yang sangat dalam
hingga aku tak sia-sia untuk mengamati bulan
yang muncul di dua mataku nanti.

Medan, 2707019
#karyasastradunia
#sastrawanindonesiadankaryanya
#puisisastraromantis
#sastrapuisiindonesia



TAK ADA DALAM CAHAYA

Akhirnya pada larik terakhir
Dalam musim semi yang cedera
Hari hari menjadi gelap dan sunyi
Kendati demikian
dengan tegas aku menolak
Adanya bintang yang datang menyerbu
Karena di dalamnya sudah ada
Seekor kunang kunang yang merangkul perdu
dengan cahaya suci dan mempesona.

Untuk itu sesekali kubacakan ia puisi
di bawah bulan menyusut
dengan iringan musik,
agar makanannya yang embun-madu
dan minumannya anggur dari surga,
Tak kehilangan rasa di bibir bibir fajar
Lantas berhamburan bagai debu berterbangan di bawah pecahan kelam
Selebihnya berlalu bersama dedauan melayang

Ayu Ashari, medan 13092019



AKU TAK PERNAH ADA DI DALAM NYA

Kemanakah ku cari tempat istirah
Untuk membiarkan mata terpejam dengan damai dan luka luka menyembuhkan diri (?)
Bagiku tiadalah ruang menerimaku tanpa menggores.

Ku ketuk gerbang langit
agar petir dan guntur di tengah keluhan awan yang kelam dan dingin dapat bermandikan cahaya di tengah padang pada siang dan malam, lalu anyelir bermekaran seperti gambaran musim semi yang di rangkai menjadi sajak (aku tak pernah ada di dalamnya)

Di bawah langit senja
seekor burung berhenti bernyanyi,lantaran yang telah dekat menjauh
Yang riuh menyepi tatkala bintang berkedip di balik rembulan

Sungguh kau mata air keriangan yang tak henti hentinya mengalir, seperti ciuman hangat senantiasa masuk kerongkongan dahaga, lalu mencurahkan kebaikkan bersama sekelumit nyanyian dan pengembaraan panjang yang enggan menyandang kutuk, berubah menjadi air mata yang tak henti mengalir dari bilik retina.

Ku ucapkan selamat bagi mu.

Ayu Ashari medan 15092019



UJUNG MALAM


Bagaimana aku bisa
Menemui jejak-Mu
dalam syair
seindah apapun
Bila telaga saja
Tak henti hentinya
Ku lempari batu
Sementara diriku
Sudah begitu lama
Bersembunyi
Di balik belukar

Selamat malam Kekasih
Aku pulang
Membawa bara api
dan air mata
Mengusung keranda
cinta fatamorgana

Selamat malam Cinta ku
Aku pulang
tuk meregguk
secawan embun Arasyi
Melepas dahaga
merebahkan lelah
di dada –Mu

Ayu Ashari, medan 13092019



PERGI

Di ambang perjalanan
Mengendarai partikel cahaya
Membaca kembali
Catatan semua peristiwa
Sungguh dengan
Kekanak kanakan jiwaku
Seperti kebingungan yang sangsi:
Semua ini menyiksa diri
Lihat bibirku kering dan pecah
Mataku berurai air mata
Hanya mampu berucap

Selamat malam
Aku pergi menuju padang yang luas
Dan tak mungkin engkau jumpai lagi

A A. Medan 10092019



KOSONG

hampa
Tak ada tangis
Tak ada tawa
Tak ada amarah
Tak ada gairah
Tak ada gelisah
Tak ada rindu
Tak ada sakit
Tak ada harapan
Juga tak ada cemburu

Diam di titik nol



ELEGI MALAM BERSAMA SEBINGKAI FOTO

Aku melihat langit membias merah jambu berkalang jerebu
Pada malam yang terjatuh di kotaku
Sesaat udara kuhirup terasa berat,
Nafasku sesak seperti tercekik di setiap tarikannya

Dan kepada mu malam,
akan kuadukan
Sekelumit pahit meracuni hati yang kian kebas
Lantaran tak pernah lagi aku mendengar sajak sajak keriangan dibacakan oleh sebingkai wajah

Ah, yang pergi sesaat saja hadirkan kesunyian
Lalu, bagaimana dengan engkau yang tiba tiba menghilang..?
Menaburkan jarum dalam selimut yang harus ku tiduri

Mengoreskan malam-malam kudus sebagai sunyi
Tanpa kecupan ucapan "selamat malam"

Wahai malam dalam romantis yang menukik
Kudekap siksa menempel lekat-lekat
Bersama hujan yang mendesak berkali-kali
Di tengah letusan petir dan awan yang melepas amarah

Maka dengan berat aku menyebutmu sebagai seorang penghianat
Mungkin engkau adalah seorang pencuri paling beruntung
Membawa semua milikku dengan hanya sebingkai foto
Dalam kotak terjaga lapisan doa

Menyisakan sedikit aroma melati pada sejarah kasurku
Memeta sajak tentang mu

Lantas hanya bersama sebingkai foto,
Apakah engkau kembali atau selamanya aku sendiri

Ayu Ashari medan, 23092019



SESAT (1)
karya Ayu Ashari


Malam tak begitu sempurna
Nabastala perak nan tampak meng-abu sendu.
Anak-anak Bulan menjerit terlihat putus asa
Di sepasang kelopak matanya basah banjir air mata

Cahayanya rukuk membungkuk
Meringkuk meratap di atas permadani pasir
Rona di muka terasa gelisah
Melangkah gontai hilang arah
Saat laut berombak
Biasnya pucat pasi
Bak debur Orkestra perut menyayat perih

Watsin, Tamrih berdendang riang
Menjilati telinga juga dada
Menembus bisik rayu berbujuk

Mawar merah menghias di taman remang remang
Laiknya putri malu bersemak belukar
Disentuh
Menguncup, namun durinya siap menusuk

Jauh tempuh di pedalaman malam
Saat bayang-bayang
Bersekutu dengan gulita
Engkau melayang terbang
Mengendarai hembusan angin
memupus pintu yang rapi terkunci
"lepaskan konak"
Dan kau tak mampu lari dari dendang malam yang pekat, lekat dengan air mata

O, derap kaki kuda
Dan gemerincing roda pedati tua
Terdengar terengah desah
Berpacu di jalan setapak
Menuruni kedalaman lembah
Ciuman-ciuman kecil
Pelukan-pelukan hangat
Menghiasi gemulai gerak tarian purnama
Menghitung detik perjalanan fajar
Sambil menenggak satu seloki arak
Di tepi perbukitan tanpa cahaya

Ah...
Tangis bayi dalam kardus
Membuka hening lembah malam.
Kelaparan dan kedingin di tepi sungai, pinggir jalan, tong-tong sampah, semak-semak, depan toko, dan pintu rumah
Ketika para tikus tersajikan onak rengat
Nikmati nyawa-nyawa bayi tak berdosa
Sungguh sebuah elegi tak berperi

Medan, 22092019



SESAT (2)
Karya Ayu Ashari


Wahai jiwa-jiwa pengerat
Ambillah waktu sekejap
Bacalah ayat-ayat rahnat bermaklumat
Dengan pikiran rahmat nikmat
Tuhan-mu
Penyempurna dari dari segala rupa,
Kaji dan hayati
Dia telah mencipta apa yang gelap menjadi terang dengan kesungguhan kalam
Agar ladang yang kering ringking
Di musim kemarau terik pelik
Tak tertimbun pasar pembeli harga diri

Malaikat bersiap di tapal batas
Aroma debu, rawa dan lumut pantai
Terus berkeliaran
Serta yang kini datang akan pergi
Yang pergi tak kan kembali
Begitu putaran hari
Tinggal awan termangu menunggu
Warasta yang siap di luncurkan
dari segenap mata angin

Tiba tiba sajak jadi sedih
Ketika pasukan burung gagak berterbangan menyelami warna merah maroon
dari selendang perempuan yang terkulai di dada para pelasir

Hujan turun membasuh kemarau
Dan segala yang terbuai kini akan punah
Berkelana
Menuju matahari
Kembali bersama debu
Yang terbaring di bumi
Dan segala yang tersembunyi
Tak akan dapat kembali lagi
Untuk di kuduskan
Bersama ombak
Bergegas
Berarak menuju pantai

O, ruh
Bukalah pintu seharum kesturi dengan mesra
Jangan tergesa pergi
Dan tenggelam pada sajak sajak sunyi.

Medan 22092019



MENANGISI SAJAK SAJAKMU

Seperti seekor rajawali yang terbang
terpisah dari kawannya
selepas kepak sayap terakhir mengitari angkasa
di atas bentangan laut keniscayaan yang tak berhingga
aku bersimpuh,
luruh dalam gigil malam
dengan bibir pasi, menggamit kelu

"kemarilah kekasihku!” kauseru kegamanganku
menggantungkan senyum di lesung pipi
“kita akan kembali silaukan rembulan itu,"

Sejenak terpana
sabdamu menerbangkan kembali sejuta asa yang hampir purna
terhempas perubahan lintang cakra

O, akankah sejarah masih setia menuliskan
setiap percik dari ombak yang terus memburu
sebelum pantai kembali memagut rindu?

Tapi kucium peluh kesangsian di sini
yang mengalir dari sungai masa silam
irama jantung yang mengiris-iris kenangan
titik-titik hitam
kabut yang kian mendinding
bias cahaya kasihmu selunas tangisku

“kemarilah sayang”serumu
dengan kelembutan yang menggetarkan sukmaku

“mari kita cumbu kembali pergantian musim
yang berlarian menuju kedamaian
sebelum ombak kembali memecah di pantai ini
sebelum maut membekukan segala hasrat!"

Berhentilah menangisi sajak sajak lalumu, samudera pilu yang terus mengaramkan puisi dalam figura bahasa

Serasa sujudku tak sudah-sudah mengalirkan
dingin airmata yang terus mengeja rahasia
mengekalkan rindu ombak pada pantainya

Ah, luka kali ini tak separah luka lalu
namun perihnya lebih perih dari segala perih
sajak-sajakmu menjadi secawan madu rasa empedu

Ayu Ashari medan 30102019


---------------------------

Kau diam tanpa memberi peta kediamanmu
Kau telah menghancurkan peta itu
Sedang aku telah memetakan diriku didalam peta mu

Ayu Ashari medan 30102019



DINI HARI

Andai saja kau dekat..
Dan dapat kuraih hanya dengan spenggalan tangan
Kan kuhiasi rembulan dengan ronceh melati

Aku tak ingin bermimpi lagi

Ayu Ashari 30102019 (dini hari)



SELOKA KUPU KUPU KERTAS


Seberapa lama kau telah meratap di langit senja
dari desah angin yang memburu sepi
lirih menyayat hati
kepakmu selalu meluruhkan bulu merebah pasrah tak berdaya

Seberapa lama kau terus menafsirkan kerinduan
yang selalu menyalakan bara api cinta kepalsuan
terbangmu merajut mimpi melipat masa keabadian

“tak usah pedulikan galau risalahku” katamu kini
sambil terus mengepak cakrawala jelajahi bumi
melewati persenggamaan malam dan pagi

“aku ingin menghentikan pengembaraanku,” ucapmu
dengan tegas tanpa ambigu
melakukan perlawanan pada badai kabut limbubu
yang telah bekukan danau syahadat di kakimu

Kupu kupu kertas merentang dzikirillah
meretas langkah menuju jejak takwa
adalah kupu kupu pendaki sajadah
perindu tahajjud mengentas gelisah

Kupu kupu kertas, menghela sunyi
berderai air mata bersimpuh di pinggir perigi
menekuk sayap menghapus riasan diri
mengupas kulit ari dengan rindu sehabis rindu
hilangkan daki masa lalu

O, kupu kupu kertas
menjadi merpati tak pernah ingkar janji
menggiring mimpi menuju Nur Ilahi

Ayu Ashari medan 29102019



SELOKA

Sudah bertemu kasih sayang
Duduk terkurung malam siang
Hingga setapak tiada renggang
Tulang sendi habis berguncang

Baik budi lelaki si tukang
Bangunan lalu didirikan
Tiada berkayu rumah diruntuhkan
Istri menunggu kehujanan
Wanita dipangku diletakkan
Kera dihutan dipelukan

Ayu Ashari medan 27102019



AFORISME SETANGKAI MAWAR

Pada malam malam yang menikahi hujan
tak kala terlelap duri duri itu menjagaku
meminjamkan sebait sajak cinta
wahana kata yang membawaku melayang ke alam mimpi
menuju keasingan demi keasingan kota pada titik puncak peradapan baru yang entah

"aku hanya ingin diriku
selalu terjaga di antara duri-duri
rahasia yang tak perlu kaupahami
maka sudahilah,”
(mata nanar, seakan menyangsikan keakanan yang samar)

Rasanya tak ingin lagi kutulis sajak cinta
kerinduan telah meluluh lantakkan segala rupa
lantaran fatwa pujangga telah kehilangan makna
bahkan mentrapun telah kehilangan tuahnya

Sekali lagi aku katakan meski kegalauan masih berkecamuk di dada
“aku hanya ingin menjadi diriku
yang selalu terjaga di antara duri-duri
Kelopakku jauh lebih berharga dari setetes mani"

Ya...
Tak kutulis lagi sajak cinta
cahaya rindu terpantul
pada damai suara ilahi

Ayu Ashari medan 27102019
01.00



PARA PENCARI KEKASIH


Aku melihat para pencari menari tarian rumi
memejamkan mata mengitari titik damai
seperti kelekatu yang tak pernah jemu memuja cahaya
memutar tasbih mengukir zikir sebagai hamba

Di sinilah kutemukan rabi’ah bersunyi-sunyi
wanita sufi yang tak henti mencintai Allah dalam kesucian
akifah yang senantiasa beri'tikaf di mesjid
meneteskan butiran airmata dalam kehangatan cinta
seperti ababil nyanyikan lirik rindu
tak berkesudahan membentang sayap zahidnya di bawah naungan ka'bah

Di sinilah kukenang al-hallaj dengan jubahnya
seorang ulama sufi dari kota Thur
"Akulah kebenaran." ucapnya angkuh
mengantarnya merentang maut di puncak tiang gantung Bab at-Taq
dalam senyum rela semata
seperti ismail tak gentar memandangi kilat pedang ibrahim
yang segera mengayun menembus batas syahadat

Di sinilah hafizh, zunnun, sa’di, sana’i
para pencinta yang mengatas namakan ruang waktu
dari segala zaman melewati musim demi musim dari segala peristiwa
menyatu dalam keagungan asmaul husna

Di kubah hijau, sebuah rumah megah tempat pertemuan segala makhluk berbagai rupa
aku berada di sana
berjihad mencari cinta
meski sebenarnya bukan hanya di sana karena Ia ada di mana-mana
Ia sangat dekat denganku juga kamu
Ia ada di urat nadi

Ya Ia ada di sini, di kedalaman hati para pencari Kekasih.

Ayu Ashari medan 04112019
=====================================
I'tikaf adalah berdiam diri di dalam masjid dalam rangka untuk mencari keridhaan Allah SWT dan bermuhasabah atas perbuatan-perbuatannya.
Akifah artinya adalah Wanita yang beri'tikaf di masjid




PROSA SUBUH, TENTANGMU

Ku ceritakan semua tentangmu
Pada Kekasihku di sujud sujud lailku
Tentang janji janjimu atas nama Nya
Tentang api yang kau padamkan begitu saja
Tentang seorang lelaki remaja yang kecewa
Tentang asa yang terlunta
Tentang trik trik licik hingga seolah
tampuk salah berada di pundak ku

Yaa...semua....
Sampai sajadah basah oleh hujan di mataku

Tapi jangan khawatir
Aku tak mempergunakan hakku
Aku tak meminta Kekasihku marah padamu
Tak perlu ku urai kenapa..?
Kau pasti tau kenapa..?

(Udara kian gigil dalam pelukan damai subuh
Suhu tubuh kami masih meninggi)

Ayu Ashari medan 04112019



ELEGI SETANGKAI ANGGUR

Kepak asing kelelawar
berkelebatan di taman anggur
yang masih bernyanyi di lengang malam
bising menangisi kepergian senjakala

“Akulah penjaja mimpi sepanjang malam
selalu memeluk gulita dengan airmata,”
bisikmu giris dari sebuah lorong sunyi

Tapi malam hanya menyeringai,
melenggang diam seribu bahasa
bungkam dalam kegamangannya sendiri

“Sudahlah, tinggalkan isak tangismu
dan bernyanyilah bersamaku,"
pinta kelelawar yang menari berputaran
sambil mengunyah renyah ranum anggur manis memabukkan
dalam kegelapan yang kian pekat

Ah, setangkai anggur telah lepas dari tangkainya
merenungi perjalanan hitam malam
pada keniscayaan fana yang mematikan bahasa cinta
meluluhlantakkan segala keyakinan
luncurkan sejuta halusinasi dalam bingkai bingkai janji

Ayu Ashari medan 02112019



PERJALANAN SEPERTIGA HARI

Laju waktu tiba tiba memberhentikan aku pada satu titik
Mengantri sepanjang kesabaran hari yang telah terpompa menggembung
pecah, melontarkanku ke suatu tempat asing dengan banyak cookies, anggur madu, gulali manis, permen kapas dan aneka coklat

Peri-peri kecil terbang kesana kemari
membawa harum yang disembunyikan wujudnya
Menabur di sana memercikkan di sini
Sebuah perhelatan besar telah di persiapkan kukira

Berduyun-duyun yang datang tak mampu menggeser posisi aku berdiri,
Aku bagai patung tak goyang meski angin membangunkan, aneh

Kesedihan, ratapan dan air mata menguasai suasana
Tak satu pun melihat lagi apa yang menjadi daya tarikku
Walau aku berteriak menyapa, menari menggoda, hingga lelah
Dan seperti tak ada niatan untuk beranjak,
aku membiarkan waktu menyatu dengan jasadku,

Aku berada di sebuah tenda dan tak satupun lubang intip terbuka
Rapat...
Rahasia...

ketika dingin semakin menusuk,
aku seperti terusik tepat dimana tenda terbuka
Tidak ku sangka..
Tiba tiba ia datang
mungkin ia adalah raja dari ribuan peri-peri kecil yang hilir mudik
Ketampanannya mengalahkan sejuta pria yang disatukan pesonanya

Tapi hanya aku yang melihat,
Kenapa mereka semua tidak menoleh?
Lihatlah tangannya menjuntai jauh meraih aku
Berbisik mesra ini belum waktunya

Ah, Sepertiga hari yang gelap menjadi sahabat setia
Menerima tumpahan duka dan suka cita yang kualirkan
menumpuk rahasia di setiap jejak langkah pagi hingga menjelang fajar
sebagai saksi hidupku

Sajak yang teralun menjadi rantai penjaga hati
Mengayun pasti tak ingin berjeda lagi
Untaian ribuan zikir memutar tak henti
Ketika murcalah catatan kesumat dalam balutan busana suci putih pada sepertiga sepertiga malam yang kudus, mengikis tipis daki

Aku menanti tibanya langkah terakhir dalam perjuangan yang berat
Hingga gerbang harum kesturi benar benar terbuka

Bahagia menghadang seperti janji yang telah pasti
Haru menderu memeluk erat rindu

Ayu Ashari, medan 02102019



LEPASKAN SEPI


Dirimu kini adalah
persinggahan
Seribu mimpi
Yang tak habis-habis
Untuk pulang

Andai aku bisa
Akan ku kirim cahaya jungga
Dan biru langit, agar mimpi itu
Tak lagi memggerogoti setangkai bunga
Di halaman rumahmu

( "maka hati-hatilah untuk lewat karena engkau berjalan di atas mimpi sambil membawa setangkai bunga Lili")

Lepaskan aku, bebaskan
Lalu baringkan tubuhku
Di dada walau sejenak
Karena aku telah terbunuh
Oleh mimpiku yang bemgis

O, simpan semua itu buat ku
Pulanglah lepaskan sepi
Pada hari hari yang mencumbui mimpi

Ayu Ashari, medan27092019



PILIHAN YANG TERKUNCI

Barangkali tak ada lagi pilihan bagiku
semua telah terkunci

Sungguh aku tak ingin ada air mata jatuh, tertumpah oleh rasa yang tak satu pun mau mengalah
Saling acung mengacung telunjuk atau lontar melontar ego

Entahlah
Apakah aku adalah pihakmu atau lawanmu
Aku tak dapat memadamkan bara di bumi
tak mampu menahan hujan di langit
Juga tak kuasa menenangkan gelombang di laut
Pergolakan itu terlalu sulit untuk diterjemahkan
sekalipun oleh seribu kata bijak yang kucoba tanam dengan berbisik dan berteriak

Senja ini aku membawa masuk pilihan yang telah terkunci dalam dipan bergembok
Mencari pembenaran untuk setiap kata yang kau bisikkan dengan merobek gendang telingaku
Meyakinkannya sebagai kebaikan yang akan membawa menuju titik terang

Ya, pilihan yang terkunci menjadi puisi berantai
Dengan sumpah ia tumbuh cepat menjadi keramat
Rayuanmu seolah laju panah yang telah kau isi dengan bisa racun melesat cepat menancap.
Mencurat marut dinding keangkuhanku kemudian kau biarkan terbengkalai lupa

Mungkin tidak sekarang, tidak sejam yang akan datang,
Tapi suatu saat nanti aku pasti pergi,
Ku kira kau pun akan menyusul
Menuju sebidang tanah leluhur yang telah di takdirkan
Membawa kita pada kesendirian yang tertidur abadi
Lalu kita menjadi sejarah bagi sebuah sajak dalam pilihanku yang telah terkunci

Ayu Ashari medan 25092018



TAMAS JERATMU

Bulan merah di saku baju
Malam bergerilya di celahnya
Ingin aku tau di padang mana
Embun malam ini mengintai daun

O, lepaskan aku dari jeratmu
Agar musim bunga tak tamas
di pucuk-pucuk kayu

AA medan 25092018



KEGELAPAN YANG SUNYI


Ingin aku menghardik apapun yang ada di persada malam ini
Kukira mereka bersekongkol memasungku di dalam penjara,
menghabiskan waktu hingga mungkin adaku tiada

Kemarahanku semakin menjadi lantaran di sini aku sendiri
Hanya berteman hening malam yang kurasakan sangat mencekam melucuti angkuh diri

Tidakkah mereka tahu bahwa:
Aku mengharap hujan melunturkan daki masa silam
Merindukan rembulan menerangi kegelapan
Juga menginginkan matahari melecut semangat sedikit saja bersama kokok ayam memanggil fajar

O, aku membenci semesta yang dengan licik menahan laju jarum jam berputar meninggalkan petang dan malam

Apakah kau tau mengapa? (Aku setengah mengumpat)
Karena "Aku" akan semakin lama tersiksa oleh sebuah bayangan dalam kegelapan sunyi
Bahkan, pada cahaya sebatang lilin kecil pun ia menampakkan diri
Menghantuiku dengan rasa ngeri tanpa toleransi

Ah, Jantungku sesaat lagi akan pergi
Apa lagi yang di cari dari kayu tua ini
Hanya mencoba untuk bertahan dengan nafas yang tersendat

Dan biarlah jika pun aku tenggelam dalam kegelapan sunyi
sampai ada tangan-tangan menarikku dari harumnya dupa
memberikan cornea matanya untuk melihat sepercik cahaya
yang selama ini lindap dihimpit hiruk pikuknya fatamorgana

Kepada matahari aku berteriak kencang

"Bangunlah, bawa serta jagad ini menggeliat bersamamu. Aku benci malam sunyi!"

AA sf medan, 24092019



BUSANA BERDEBU

Harus kusudahi pencarian ini
Menghentikan keretuk kayuh dayung perahu sang sahaya
dengan zikir malam
sebelum laut pasang membingkai gelombangnya

Lantas kulunasi rindu dedaunan di kelopak mawar
pada dekap embun yang gigilkan laron laron
selepas terbangnya memburu gemerlap kota
sebelum maut datang bekukan jagat raya

Dan kusambut sungai embun surgaku
dari lepas tangkap
menyusuri beribu kelok sungai berbatu
memasuki taman cinta yang selalu semerbak wangikan langkah dengan zahid menuju puncak damai pengembaraan

Maka kulipat busana berdebu yang membalut tubuh
sebelum gelap kembali melingkup rahasia-Nya

Ayu Ashari, medan 24102019



TARIAN HUJAN

Siapa lagi yang menoreh sepi di sukma ini
ketika jumantara tak cukup ramah membaca senja

Siapa lagi yang mengubur luka di pintu jiwa ini
kalau angin pun selalu mengendap bisu
dan dingin hujan masih setia mencumbu embun yang tersisa di daunan selepas kuncup
lantas bermekaran menyongsong keniscayaan malam

Di sini, aku merasakan giris
menatap gurat-gurat wajah sendiri di bayangan musim
pada mungil bibir yang kehilangan kata

Wahai, masihkah cinta membelai semesta?
dalam gerimis hujan yang gigilkan jagat raya

Untaian tasbihmukah yang terdengar kelu mengucap rindu?
atau bathinku yang tak mampu menangkap isyaratmu?

Pergolakan demi pergolakan mengecam tak mampu kuelakkan
menghantam keras didentum jantung mengulum

Ah, masihkah ada waktu
mengurai satu persatu seteru abstrak
yang membuat gelas menjadi retak
atau...
setidaknya kesempatan tuk menyalakan pelita
agar ruang tak lagi gelap

O, tarian hujan di kotaku
meluluh lantakkan bangunan tua yang kehilangan cahaya
Pupus sudahkah tandas secercah asa yang tersisa?

"entahlah..."

Kuikuti saja jalan menuju Nur-ku

AA medan, 22102019



AKHIRNYA

Akhirnya kutinggalkan pantai
dengan misteri filosofi hutan bakau
dan rahasia tarian ikan penggoda bangau

Pada akhirnya kutinggalkan pantai
dalam diam menghapus peristiwa
tanpa jejak, tanpa segores sejarah

Namun bait bait puisimu yang membisikkan cinta
pada angin yang selalu memburu gelombang
tetap kusembunyikan di pantai itu,

Ah, ada yang tetap tak terungkap di situ
meski bahasa telah lahirkan berjuta leksikal
untuk menerjemahkan tanda-tanda

Akhirnya, ya akhirnya kubiarkan pantai itu
dengan kebisuan samudra yang kekal pada kidung semesta
dan suara ombak yang selalu membentur di dada

maka kusimpan rindu di pantai itu
pada kedalaman laut yang sembunyikan cinta
sebelum pasang kembali menyisir segala

O, kututup semua cerita tentang gelombang yang kerap menyenggamai hujan

AA Medan, 21102019



PERJALANAN SUNYI

Pada senja yang mulai meminang malam
kutafsirkan namamu, wahai diam

dalam gaduh bunyian yang tabuhkan maut
dari kemersik daun-daun akasia saling bersahut

O, aku rindu pelukan-Mu
Melepas keluh, melawan pilu
telah kubaca nun dari sunyi ke sunyi
puncak syahadat yang gigilkan peradaban diri

Hingga desah angin pun senantiasa terdengar berzikir
menyapu gelombang di keluasan laut- Mu

Ah, sunyi hadirkan kegalau duniaku dalam ketelanjangan malam
melepas riasan menuju ketiadaan

Wahai diam, segala kupulangkan padamu
inilah kisah perjalanan sunyiku

biduk cinta sang fakir memikul mimpi
melukis kota-kota dalam dingin tahajjud

sebelum nafas kehabisan ghirahnya
Sebelum jantung meratapi degubnya

Duhai, inilah untaian gurindam sang perindu
selalu bernyanyi dalam gelora cinta

mengekalkan keindahan sunyi demi sunyi
lalu segala kan bermuara pada keabadian

AA mdn 2110019



Mengarungi Samudera

Lihatlah, sayang, betapa lengang bidukku kini
Tak ada jerit camar
Pun debur ombak pecah di haluan

Aku lelah memandangi pantaimu yang jauh
menyaksikan pertukaran abad yang terus dikunyah usia
seperti camar dan ikan-kehidupan, kematian
bergantian menangkap nyanyikan sawang di langit senja
mengiring burung-burung pulang ke sarangnya

Ah, alangkah sunyi
wahai, alangkah aku kian sendiri
tanpa gairah ombak dan guruh gelombangmu
meski empasan tajam memuncak amuk

Tak terasa
ya, sungguh tak terasa
ribuan titik hujan mengering sudah
maka sekalian saja kurangkul segala cinta
ingin kusudahi rindu beribu rindu di dada
tanpa kerumitan filsafat dan puisi puisimu

Kembalilah burung makrifatku
pengembaraan jiwa mengitari cakrawala
masuklah ke dalam sangkar damaiku
dalam biduk sunyi yang terus kukayuh
mengarungi keluasan samudera tak berbatas
pelayaran panjang menuju puncak tiada
mengarungi samudera, rahasia al-fatihahmu

duhai betapa dingin
betapa dinginnya hari hari dalam lanskap sepi tak bertepi.

AA, medan 2010019



RINDU YANG MENGGELIAT

Angin malam juntaikan pinang embun
Mengalir dingin berpintal ingin
Geliatku memasuki ruang sunyi
Terbidik halusinasi peraduan rindu
Memainkan ombak di atas samudra
Telanjang kaki menunggangi kuda
Bergelayut mesra dicumbui purnama

Kunikmati setiap tetes desah hujan
yang terus datang bertubi
memburu nafas hangati diri
Jerit camar penyibak malam mewakili laraku
Lalu terhempas di atas pasir bermandi peluh

O, Janganlah beranjak tinggalkan waktu
Kan kutarikan tarian terindahku tanpa ambigu
Lepaskan resah yang telah lama membelenggu

Ayu Ashari mdn rabu 1610019



MENEMUIMU

Andai kedua tanganku dapat bertransformasi menjadi sayap merpati,
akan kuarungi hamparan langit biru
Kulintasi gelapnya malam di antara gugusan bintang bintang
Kuhadapi teriknya mentari di siang hari
Pun..
Kutembus pekatnya awan di bawah gelegar guntur tanpa gentar
Untuk menemuimu di sana
Membawa seribu tanya yang tak kau jawab
Lantaran sejuta prasangka telah kau hunuskan ke jantungku dan bara yang kau biarkan menyala.

Ayu Ashari Medan 1510019



KACAMATAKU PECAH


Kacamataku pecah
Pandanganku kian payah
Langkah tak terpapah
Kehilangan arah

Kacamataku pecah
Tinggalkan seribu resah
Duniaku terasa gerah
Terselubung amarah

Kacamataku pecah
Puisi puisiku tercacah
Bahkan mungkin akan musnah
Tersesat tanpa rumah

Ya, kacamataku memang telah pecah
Langitku tak lagi cerah
Kini aku pasrah

Ayu Ashari medan 1310019



MUNAFIK


Manusia intrik
Menyimpan seribu trik licik
Pikirannya picik
Jiwanya sempit
Kelingking mengait
Jempol menjepit

Bertutur legit
Hatinya pahit
Bergerak menghimpit
Sebar isu jijik
Mata membidik
Dasar munafik

Ayu Ashari medan 1310019



KEMATIAN

Suatu saat nanti
aku akan menziarahi
makam hati
Setelah tanahnya kering dan tak lagi berwarna merah darah
Maka aku mohon padamu
berilah aku waktu
hingga aku siap mengandung bayi hati dari sperma baru
agar kelahiranya tak melukai hatimu lantaran kematian ibunya yang telah menikahi hujan terlalu tragis

Ayu Ashari medan 1310019



KU KETUK GERBANG LANGIT


Ku ketuk gerbang langit
Agar butiran tasbih tak terlepas
dihembus angin
yang akan membawaku ke dinding ingin
Sebab tak ada lagi yang ku kenal
dari sebuah musim semi
kecuali nokhta merah yang tertinggal di kelopak kelopak waktu

AA MDN 2019



HARUSKAH


Pada musim gugur seperti ini
Apakah harus kau tebang sebatang pohon
Sedang daunnya pun belum tumbuh
Sementara rerantingnya masih gemetaran di hembus angin.
Musim semi saja masih membayang datangnya

AA MDN 2019



TONGGAK SEJARAH

Saat mentari muncul di ufuk timur
Sinarnya menerpa butiran pasir biaskan cahaya berpendaran
ku lihat kabut-kabut lembut
menyelimuti suasana riuh
ombak berdebur basahi kakiku di bibir pantai membawa siput-siput kecil dengan cangkang warna warni beraneka rupa

Langit biru terbentang luas
Camar terbang bebas di atas lautan
Lalu menukik menyambar ikan
Di antara perahu nelayan terombang-ambing di batas kaki langit

Angin laut berhembus
Membelai hijabku yang melambai lambai

Rasanya aku tak ingin beranjak
namun matahari mulai tenggelam di ufuk barat
Semburat lazuardi di cakrawala pancarkan cahaya merah saga
Sungguh maha karya nan indah tergores dari paduan nafas alam yang sangat sempurna

Dan tak kala matahari terbenam
Siluet siluet masa silam membayang
Ah, betapa kecilnya aku berada di tengah semesta Mu,
Tubuh menggigil mendengar detum ombak pecah di pantai,
Maka ku larung luka penuh nanah pada gelombang agar karam di tengah lautan

Di pantai inilah tonggak sejarah cintaku pada Mu semakin berdiri tegak, menjelma lewat zikir tak berjeda atas kekagamunku
Engkau lah sang maha indah
Dengan karya yang terindah
Nikmat mana lagi yang aku dustakan?

O, Kekasih kuhadapkan wajah pada Mu
dekap erat rinduku,
beri aku sedikit waktu walau harus kutempuh jauh
Hingga malam malam tanpa akhir menjemputku

Ayu Ashari, medan 08102019

AYU ASHARI


Tidak ada komentar:

Posting Komentar