UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Jumat, 08 November 2019

Kumpulan Puisi Ade Saputra Sunankaligandu - DI ALENIA JEDA



BINAR NETRA SEBELUM SENJA

Angin, yang bersandar di bahu angan
Semilirnya kecup pilu bibir syair
Lena, rasa di bilik iba pada bening titik air
Satu demi satu, daun pun berguguran

Tanah, enggan lagi basah, meski rintik kian deras
Sebab, mentari telah unjuk gigi
Bakar, semua remah basah di awal pagi
Tak ingin, sisakan gulita, pun yang terbias

Lalu, aku datangi engkau
Yang termangu di ujung bangku batu
Yang mengeja aksara buta
Yang menghitung angka binasa

Lihatlah, mentari masih terik di ufuk barat
Belum terlalu senja tuk meronca semesta
Usah tunggu rona pelangi hiasi jagat
Sebab, binar netramu mampu kuikat

By. Ade Saputra Sunankaligandu
DewaBumiRaflesia
Sulteng, Palu_23_10_19



BUKAN PUISI
By. Ade Saputra Sunankaligandu

Alkisah, di negeri para kurcaci
Demokrasi, sekedar bungkus kuaci
Hak asasi, pemanis kopi pagi
Demi citra, pembungkus ambisi

Ingat, penguasanya tak pernah salah
Aturan, diputar tuk pembenaran
Agar kursi, tetap aman
Siapa pun penentang, harus musnah

Rakyat jelata, obyek wacana
Agar terlihat adil dan bijaksana
Realita, pengusaha yang kian buncit
Sementara sang jelata, kian terjepit

Sangatlah peka, sang penguasa
Pada nasib pencari kerja
Hingga impor tenaga kerja cina
Sungguh !, luar binasa

#DewaBumiRaflesia_06_02_19



PEREMPUAN DI UFUK SENJA
By. Ade Saputra Sunankaligandu

Perempuan di ufuk senja, ratapi diri
Yang terbaring di altar sepi
Meronca, rupa aksara bertinta jingga
Guratkan, garis miris rerona dahaga

Perempuan di ufuk senja, melukis mimpi
Pada mega - mega di jumantara
Warnai hati dengan rerona pelangi
Melukis asa yang masih tersisa

Perempuan di ufuk senja, mematri hati
Dengan bara cinta yang menyala
Pada seraut rupa pembawa lentera
Yang kan terangi jalanan elegi

Perempuan di ufuk senja, damailah
Dalam dekap hangat asmara
Dalam belai lembut kasih mesra
Dalam legenda cinta bertasbih

#DewaBumiRaflesia_04_02_19



PEMIMPI PALING SEKSI
By. Ade Saputra Sunankaligandu


Sebut saja aku, sahaya
Yang mati suri ditikam alibi
Ketika renda rupa mimpi
Pada utas kanvas realita

Sebut saja aku, binasa
Luluh bersimpuh di titik nadir
Kepak sayap di atas pasir
Terbangkan debu paradigma buta

Sebut saja aku, sahaya yang binasa
Buta netra pada sepucuk rindu
Nan pijarkan bintik binar ambigu
Tentang "Yin" atau "Yang" bertahta

Sebut saja aku, pemimpi paling seksi
Yang mematri mimpi tanpa illusi
Pada pucuk ilalang gersang
Di hamparan sahara tak berujung

#DewaBumiRaflesia_02_02_19



MENEMBUS BATAS
By. Ade Saputra Sunankaligandu


Kulukis senyuman hati
Sang bidadari nun di awan
Pada secarik kanvas imaji
Dalam taman labirin

Cinta, pada arca di gelas kaca
Bisukan bisingnya nalar
Diam, dalam riuh para angkara
hanya nurani lesatkan suar

Biarkan, ini tertata rapi
Dalam dimensi sepi
Sebab cinta tanpa rupa
Biarkan, rindu ini tersandera

Sesaat saja
Hanya sehela napas
Lalu, semua jadi nyata
Tanpa sekat pembatas

#DewaBumiRaflesia_30_01_19



AKU DAN BIDUK KITA
By. Ade Saputra Sunankaligandu


Langkah kita hingga ujung senja
Lalui pagi hingga terik mentari
Menabur benih - benih kasturi
Tapaki jalanan legenda suka duka

Kita, kayuh biduk di atas samudera
Gelombang datang tanpa diundang
Namun, biduk ini kembali tenang
Karena nakhoda masih perkasa

Menghadang ombak menerjang
Menghalau badai menghantam
Cukup diam
Penawar segala aral melintang

#DewaBumiRaflesia_30_01_19



ARAH LANGKAH
By. Ade Saputra Sunankaligandu


Kita, terbang di awang
Menggapai bintang benderang
Menembus pekatnya malam
Lalui dimensi tak bermusim

Kita, mengeja rupa aksara
Dengan aneka rerona warna
Jengkali tiap inci ruang hati
Deraikan bebulir bening prasasti

Mengapa, mesti ambigu jadi benalu
Biar saja, jalan ini penuh liku
Bertabur onak serta duri
Jalani, dengan segala ambisi

#DewaBumiRaflesia_29_01_19



TIDURLAH SAYANG
By. Ade Saputra Sunankaligandu


Tidurlah sayang
Agar ada jedamu, menganyam bait bohong
Agar ada jedamu, menyebar cinta dusta
Agar ada jedamu, menoreh rupa luka

Tidurlah sayang
Lipat sayap angan, tuk terbang melayang
Hinggapi ranting - ranting kering
Agar patah, untuk kau buang

Tidurlah sayang
Jangan menjadi kunti
Yang hantui, sosok berbayang
Jadilah insani, pecinta sejati

#DewaBumiRaflesia_11_02_19



NYANYIAN SENJA
By. Ade Saputra Sunankaligandu


Nanar, senja di ufuk jingga
Siluet, ronakan cahaya rindu
Pada kuncup kelopak syahdu
Yang basah di sudut beranda

Kau, warnai hari dengan pelangi
Meski rinai jatuh di sudut netra
Berwarna cinta yang jelata
Hingga asah ambigu sunyi

Mengapa, tak kau raba
Dengan sayap-sayap angin
Yang terbangkan rima harmonika
Senandungkan kidung angan

Tetaplah, berdiri di altar janji
Nyanyikan melodi memori
Agar tak ada lagi rintik rinai
Atau tirai-tirai alibi

#DewaBumiRaflesia_10_02_19



BERCENGKERAMA DENGAN ASA

By. Ade Saputra Sunankaligandu

Nyanyian angin lenakan jiwa
Hantar mimpi ke jumantara
Menabur benih - benih embun
Pada kuntum yang mulai ranum

Aku, masih terjaga dengan nalar
Ketika kuramu secawan madu
Tuk sekeping asa yang pudar
Karena rindu yang tak jua bertamu

Diam, tak kuasa berdusta
Ketika kusapa dengan tanya
Karena, hanya luka yang kau tau
Lalu, langkah melaju meski ambigu

#DewaBumiRaflesia_26_01_18



MENAKAR LOGIKA
By. Ade Saputra Sunankaligandu


Hening, ketika siang telah hengkang
Cuma gulita, warnai tubuh malam
Diam, dalam jeruji mimpi paling buram
Mengeja rupa arca samar bayang

Terpenjara, rupa logika dalam kaca lentera
Karya cahaya kikis sudut netra
Yang tersisa, lara rindu jadi benalu
Iris tipis, keping puing pilu

Bilakah, illusi kan bertahta di singgasana
Bila sahara, bentangkan antara
Sedangkan raga renta, lelap bertilam permadani
Dalam istana tanpa mimpi

#DewaBumiRaflesia_22_01_18



MASIH TENTANGMU 


Masih, kupinang rindu di altar malam
Jemari hati erat menggenggam
Meski dibui dalam jeruji sepi
Ditikam lara hingga sanubari

Masih, tentangmu sang jelita
Nan ronakan pelangi ufuk senja
Nan nyalakan lentera di gulita
Hingga aku, luluh di titik nadir

Masih, rintihku tanpa rupa daya
Kala tanpamu dalam dekapku
Nanar, pijar nyala netra
Tuk mengatup, aku tak mampu

Masih, aku pasti kembali
Tuk anyam rindu di atas tilam
Berbenang sutera dari surgawi
Hingga usai parade mimpi di ujung malam

#DewaBumiRaflesia_14_11_18



MERDEKA DI TENGAH RIMBA 


Di tengah waktu yang tak pernah ambigu
Kulalui jalanan licin berbatu
Antara dinding tebing yang nyaris tumbang
Dan jurang yang seakan tak berujung

Celoteh binatang hutan
Derit pepohonan
Asri alam negeriku
Masih seperti ratusan tahun lalu

Bolehkah kutanya padamu
Telah berapa lama negeri ini merdeka
Entahlah, yang kutahu
Mereka hanya kenal kata merdeka

#DewaBumiRaflesia_07_04_18



DIMENSI SEPI 


Bayu, merdu mengulum rindu
Hening, dijaring pucuk pilu
Pada altar malam meremang syahdu
Raga renta pun kian sayu

Senyum, lekat di dinding hening
Kian erat, enggan hengkang
Meronca, ukir warna di sudut netra
Pelangi aneka pesona cinta

Kupeluk, dengan rasa buta
Terbangkan fatamorgana asa
Sesat, terlunta di rimba pengembara
Dibui, dalam jeruji dimensi asmara

Usah henti tuk mengunyah
Agar tau aneka rasa
Biarkan, cemeti rajam gundah
Tak kan lekang, hingga akhir masa

#DewaAde Saputra Sunankaligandu berada di Aceh.



DIKSI DI SUDUT NEGERI

Kubisik cinta, di sisa hela napas tersisa
Ketika giris dicumbu gerimis
Di beranda malam yang lupa beri warna
Hingga sunyi kian mengiris

Aku, masih terjaga
Merenda sebait aksara
Pada remah-remah basah
Yang nyaris tak terjamah

Lihatlah, masih tersisa jejak telapak
Dari ribuan jemari kaki yang membengkak
Tertusuk onak pohon ambigu
Buah karya pemburu nafsu

Lihatlah, panorama tanpa cedera
Lukisan SANG maha karya
Indah, tanpa cela
Begitupun kita, tanpa sengketa

#DewaBumiRaflesia_17_11_18
BumiRaflesia_23_04_18



DIMENSI SEPI 


Bayu, merdu mengulum rindu
Hening, dijaring pucuk pilu
Pada altar malam meremang syahdu
Raga renta pun kian sayu

Senyum, lekat di dinding hening
Kian erat, enggan hengkang
Meronca, ukir warna di sudut netra
Pelangi aneka pesona cinta

Kupeluk, dengan rasa buta
Terbangkan fatamorgana asa
Sesat, terlunta di rimba pengembara
Dibui, dalam jeruji dimensi asmara

Usah henti tuk mengunyah
Agar tau aneka rasa
Biarkan, cemeti rajam gundah
Tak kan lekang, hingga akhir masa

#DewaBumiRaflesia_23_04_18



DIKSI DI SUDUT NEGERI 


Kubisik cinta, di sisa hela napas tersisa
Ketika giris dicumbu gerimis
Di beranda malam yang lupa beri warna
Hingga sunyi kian mengiris

Aku, masih terjaga
Merenda sebait aksara
Pada remah-remah basah
Yang nyaris tak terjamah

Lihatlah, masih tersisa jejak telapak
Dari ribuan jemari kaki yang membengkak
Tertusuk onak pohon ambigu
Buah karya pemburu nafsu

Lihatlah, panorama tanpa cedera
Lukisan SANG maha karya
Indah, tanpa cela
Begitupun kita, tanpa sengketa

#DewaBumiRaflesia_17_11_18



RETAK GELAS KACA 

Gulita pun jatuh di sudut beranda
Gigil malam di bawah rinai hujan
Sayup mengalun, kidung sang angin
Tembangkan syair legendera cedera

Aku takut, pada rupa malam
Yang selalu datang merajam
Hingga tak bisa, kuukir prasasti mimpi
Pada helai-helai pucuk kasturi

Retak sudah, gelas kaca di sudut meja
Lukai, naluri lentik jemari
Sedangkan asa kian dahaga
Masihkah, mampu tuk menggapai

#DewaBumiRaflesia_06_06_18



ARWAH CINTA 

Langkah, terlunta di mega jingga
Lalui deretan galaksi
Menembus titik hampa, tanpa udara
Sesak, terkurung dalam rotasi dimensi

Rembulan purnama, kemerlip gemintang
Taburkan binar menantang
Namun pudar, lalu sirna pada retina
Yang tersisa, remah bayang di jelaga

Bius aku, dengan secawan paradigma
Lalu kubur, dalam pusara cinta
Bingkai jua, arwahnya di figura
Agar tak lagi berkelana

#DewaBumiRaflesia_01_06_18



KOPI PAHITKU 

Aku, dan secangkir kopi pahit
Bercengkerama bersama asap sigaret
Kuhempas ke udara, bersama gulana
Sendiri, di bilik malam, ku tak bisa lena

Hujan, yang jatuh di halaman
Mengetuk pintu sunyi, hanya tuk mengamen
Ajak aku, menari dalam illusi
Mungkin dia tahu, aku telah mati suri

Biarkan, kusendiri berjubah puisi
Usah kau baca deretan aksara
Kau tak akan pernah mengerti
Isi di rimba raya jiwa

#DewaBumiRaflesia_09_06_18



DI UJUNG TADARUS 

Rembulan terus bertadarus
Gemakan marka ke jalan nirwana
Gemintang pun, tunduk mengabdi
Sadar, bahwa diri, tidaklah abadi

Kulalui, rindangnya taman romadhon
Mestinya, sejenak kuterhenti
Nikmati bulir embun dari surgawi
Namun, aku diperdaya saithon

Aku, terus berlari
Mengejar dunia, yang sesungguhnya bertepi
Dan aku pun, dalam jiwa penuh noktah
Yang tak sempat basuh, jelaga yang mendarah

Rembulan terus bertadarus
Tuntaskan juz ketiga puluh
Agar terbuka pintu pagi suci bersih
Bagi jiwa-jiwa yang ikhlas

Selamat hari raya
Bagi semua ahli surga
Para penakluk hawa nafsu
Semoga, tetap begitu

#DewaBumiRaflesia_14_06_18



TANPA FIGURA 

Tak henti, kupahat wajahmu
Pada dinding siang yang benderang
Pada langit-langit malam yang syahdu
Pada ruang rasa yang kerontang

Mendayu, sendu, senandung kidung laut
Mengalun ombak menyisir
Terdiamku, larut dalam kemelut
Tak kuasa, hitung pasir di pesisir

Kubiarkan, luluh dirajam malam
Kaku, menopang tubuh tanpa sukma
Entah lelap, ataukah binasa
Tertikam, ranumnya senyum

Lolong malam, terkam sunyi
Jeritku pun, telah terkunci
Yang kudengar, tawa renyah sumeringah
Utuh, di memoar tak kan punah

#DewaBumiRaflesia_10_05_18



MALAIKAT TAK BERSAYAP 

Kau kah itu, penabur aroma surgawi
Cumbui, tiap inci relung kalbu
Jerat, penghuni seisi ruang hati
Lafaskan, desah deru bayu rindu

Kau kah itu, binar pelangi mimpi-minpi
Yang memahat dinding-dinding sunyi
Ketika warna malam, hanya gulita
Menggapit jiwa, dengan parade ribuan asa

Kau kah itu, yang kan ikut terbang
Lintasi garis batas jumantara
Tuk petik, ribuan gemintang
Tuk tuai, rembulan dikala purnama

Kau kah itu, pujangga jiwa
Pengukir ulas senyumku
Cukup dirimu satu
Tuk gantikan, seluruh isi dunia

#DewaBumiRaflesia_08_05_18



SURAT BUAT SAHABAT 

Sahabatku,
Jalanan itu, paripurna kita jajaki
Gersangnya sahara, rimbunnya belantara
Tapaki, tanpa alas kaki
Resah, marah, lalu sirna dipupus tawa
Memoar pun, dalam album biru

Sahabatku,
Kala itu, mentari masih di ufuk pagi
Lincah, gemulai jemari menari
Mengutip bebulir embun di pucuk-pucuk ilalang
Kita himpun, lalu disuling
Jadikan penawar virus ambigu

Sahabatku,
Kini, mentari tak lagi di ufuk pagi
Ia telah jauh, kian meninggi
Lintasi parade masa, menuju cakrawala senja
Tinggalkan kita, di ruang takdir yang berbeda
Guratkan, garis batas penentu

Sahabatku,
Aku, terbujur di atas bale-bale senja
Telah lama mati, ditikam alibi
Telah lama binasa, dibunuh aksara
Dan kita, saling terkunci dalam kelambu sepi
Dibui, dalam jeruji deretan pohon benalu

Sahabatku,
Izinkan aku, torehkan tinta pinta
Meski hanya pada bait syair sunyi
Rentangkanlah, benang merah, pada generasi kita
Sebagai tanda, kita sahabat sejati
Kala itu

#DewaBumiRaflesia_21_05_18



KIDUNG ANGIN 

Kuliti remah puisi
Remah aksara bening sudut netra
Berjelaga, purna remang cahaya lentera
Menari, tanpa irama perkusi

Kepak sayap merpati
Patah, enggan meninggi
Berputar di kuil prasasti
Hitung deretan elegi

Rinai ini kian ramai
Kunci malam di laci sunyi
Mengapa, ribuan mimpi engkau kutuk
Kau biarkan, malam kian lapuk

Aku tahu, jendela tanpa kaca
Sebab, ada sejuk semilir angin
Sapa ulu asa
Terbangkan sayap angan

Mari menari
Jadikan rinai rincik melodi
Jelmakan remah aksara
Sebelum atma dalam pusara

#DewaBumiRaflesia_02_04_18



BUKAN FATAMORGANA 

Rinai, tak jua menepi
Bui mimpi di jeruji sepi
Hantarkan angan lewat angin
Sedangkan malam, makin dingin

Duhai cinta, pada sebentang antara
Yang telah sulut lentera
Kala gulitaku di lorong lara
Hingga kubisa eja aksara

Aku sangka, malam ini kan jelita
Pesona purnama nan bertahta
Sebab, ada pelangi di senja tadi
Kala hantar mentari nan usai mengabdi

Kini, aku jatuh di sudut sunyi
Namun, masih jua ku bernyanyi
Senandungkan kidung, tanpa rima
Laguku, sirna tanpa gema

Aku, masih coba memaksa
Pecahkan salju yang membatu
Tanpa batas waktu
Dengan jemari asa

#DewaBumiRaflesia_27_03_18



INI BUKAN PUISI

Biarkan waktu merentangkan tembikar yang masih samar.
Dan aku, enggan lelap di atas pelupuh yang kian berpeluh.
Diam, dalam semedi sunyi.
Atau, coba beranjak,mengais jejak- jejak tak bijak.

Namun, diamku dalam jeruji tanpa tepi.
Sirna daya, mengepak pun, tak lagi kuasa
Hingga lupa warna remah yang dulu basah.
Aku, mencari warna dalam gulita
Sedang pagi, kian meninggi

#DewaBumiRaflesia_15_04_18



UNTUK SEREMONIAL KITA 

Rindu, kian ringkih tertatih
Eja, warna lukisan rupa maya
Di bilik senja yang kian letih
Himpun, sisa rerona warna surya

Tanda hujan, di balik paras pelangi
Kuberdiri, menatapmu di sela ranting puisi
Jauh, tak sejauh langit dan bumi
Hingga bisa, kukemas dalam hati

Masih, kukejar di bentangan sahara
Coba jengkali dalamnya sahaya
Tak jua bisa, hanya ilalang nan bergoyang
Tanda sahara, masih gersang

Tunggu aku,
Pada satu titik denting waktu
Ketika bunga ambigu telah layu
Di helai seremonial penyatu

#DewaBumiRaflesia_27_04_18



TENTANG KITA 

Pejamkan saja, sayang.....
Netra yang terus tergenang
Bumi pun turut resah
Gundahmu kian merajah

Aku pun sama
Pecah membuncah
Tanda di sudut netra
Mindaku pun, sirna madah

Kau diam
Atau, lelap berselimut muram
Entah, bilakah masa itu tiba
Paradigma tanpa beriba

Akan kupeluk
Di ujung pelupuk
Rasa tanpa raba
Atau, sekali pun, tanpa cerita

#DewaBumiRaflesia_03_01_18



ASA DALAM KARYA 

Siangku, di pelataran gersang
Dikuliti lidah mentari
Kala ramu mimpi malam tadi
Dari catatan yang terbuang

Bising harmonika tanpa rima
Sandera getar di ujung nalar
Tuk secawan asa tersisa
Masih, kunikmati meski samar

Aku ringkih
Titi jalanan peluh bertasbih
Himpun tetes tuk secawan
Sungguh, aku telah tertawan

Aku masih perkasa
Tapaki jalanan ini
Patri tiap mili janji
Percayalah, asaku tak kan terlunta

#DewaBumiRaflesia_04_01_18



DI ALENIA JEDA 


Tereja aksara di raut rupa
Ada lara di bening sudut netra
Tergaris gerimis yang mengiris
Guratkan syair-syair tangis

Sejatinya, cinta adalah memberi
Memberi dengan berjuta arti
Lalu, mengapa harus ada duka
Ketika sang hamba tak lagi memuja

Sirnakan gulana di alenia jeda
Kubur dalam pusara di ujung rimba
Lalu, lukis jalanan elegi
Dengan warna warni hati berseri

Setiap kita adalah legenda
Punya arti di tiap helainya
Maka, indahnya saling berbagi
Agar puisi tak lagi rima sunyi

#DewaBumiRaflesia_28_11_17



DELUSI 

Lafaskan kidung rindu di helai angin
Kepakkan sayap-sayap tuju awan
Hantar parade gundah gulana
Yang kejam merajam sahaya cinta

Senyap, merayapi pohon malam
Cumbu dedaun meski tak lagi ranum
Sedang gulita, tak jeda terbar angkara
Samarpun, purnama solek maya

Kulepas jua meski tak diukur
Panah yang nyaris bernanah
Busur yang usang tersungkur
Menembus gundah yang kian pongah

Beri aku, selarik cahaya lentera
Kan kubakar ladang benalu
Tuk kutanam bunga nirwana
Di hamparan sukma ragamu

#DewaBumiRaflesia_09_12_17



LINTAS BATAS 

Gemulai binal sosok malam di pelukan
Lirih rintih bisik angin membasah
Reranting resah dentingkan dedaun
Bebait gegap gulana pecah membuncah

Angin, sapa arca tanpa koma dalam garis batas
Usai lolos menerobos barikade serdadu bisu
Lincah, lidah jamah tiap utas
Lebur dalam lelehan bulir yang dulu beku

Nyaring, lengking yang sempat tercekat
Gemakan ratap ranum di bilik harap
Secepat melesat lintasi oktap
Rintihpun letih di ruang bersekat

Angin, telanjangi paras maya gulita
Perkasa setubuhi rupa arca
Dalam hening sunyi titipan tanda
Diam, sunyi senyap tunai pinta
#DewaBumiRaflesia_06_12_17



CATATAN HARI INI 

Minggu kelabu
Bergayut mendung hingga petang
Gerimis meringis tiada jemu
Mentaripun engan datang

Desember tak seceria lagu
Atau mungkin hanya di awal saja
Aku harap begitu
Cukup nopember saja gulana

#DewaBumiRaflesia_03_12_17
Santun senja tuk semua sahabatku



SUDAHI GERIMIS INI 

Cintaku, rembulan jingga berselimut mega
Binarnyapun pudar di celah giris gerimis
Lalu sirna cahaya di ujung beranda
Jadikan malam tak berparas

Cintaku, mengapa rinai itu enggan jeda
Tumpahkan air telaga sudut netra
Basahi tiap inci bilik sanubari
Banjiri hati dengan tawarnya ambigu

Cintaku, aku yang kan mengecup tiap bulir itu
Hingga tiada lagi rupa benalu
Agar kau damai dalam dekap rindu
Rasakan belaian mesra di tiap helai waktu

Cintaku, jemari ini kan anyam asa
Dengan benang sutera sepanjang usia
Jadikan permadani di jejak elegi
Agar legenda bertinta saripati kasturi

#DewaBumiRaflesia_02_12_17



PEREMPUAN SUNYI 

Arwah malam gundah gulana
Berkelana hingga ujung sahara
Tuai angin di pucuk ilallang gersang
Dentingkan dawai tanpa kidung

Rintik rinai, giris di sela gerimis
Meluah telaga di sudut netra
Tergurat rerona paras lara
Akan atma yang teriris

Netra ini masih buta
Tuk raba rupa cidera
Yang dirajam puisi hati
Kala kau tapaki jalanan mimpi

Tak akan, kuhapus tinta jingga
Yang kugores pada pelangi senja
Atau, cahaya purnama
Yang kusulut kala malam gulita

Aku, masih berjelaga
Di tepian telaga nirwana
Memahat panji-panji prasasti
Mengepak sayap-sayap ambisi

Damailah, dalam dekapan rindu
Telanjangi paras angan
Setubuhi nyanyian angin
Dan rasakan, hangat nafas cintaku

#DewaBumiRaflesia_02_11_17



RINAI RINDU 

Puisi hati di ujung rintik hujan
Nan belai tiap helai dedaun
Di bulirnya ronakan tiap mili rupamu
Yang hitung tasbih rima rindu

Kueja rinai ini tanpa jeda
Hantar alirnya hingga muara
Lalu menyatu dalam gemulai gelombang
Setubuhi lautan kita yang kian pasang

Telah kubui dalam bingkai
Senandung kidungmu bak riak ombak
Aroma cintamu nan wangi semerbak
Rona asa kita nan tiada tepi

Kita, memintal helai waktu
Meski ujungnya masih ambigu
Biarkan, panjangnya antara jadi benalu
Agar kita tahu mahalnya napas rindu

#DewaBumiRaflesia_07_11_17



ELEGI SENJA KITA 

Kita, bukanlah memoar hambar
Tapi, elegi yang dipenuhi jejak kaki
Tapaki jalanan beronak pun mendaki
Kemas bebulir takdir yang dihantar

Kita, tak henti jemari sulam mimpi
Di sepanjang bait-bait puisi misteri
Meski terkadang, bak ilalang di padang gersang
Rimakan aksara usang berulang

Kita, bukanlah arca kutukan dewa
Namun, jiwa yang memahat rupa asa
Biarkan, rerona warnai cakrawala
Suatu tanda, kita di elegi senja

#DewaBumiRaflesia_25_11_17



PENAWAR GULITA KITA 

Biarkan, kuukir sunyi di tiap helai angin
Sebab, aku tak lagi mampu tuk yakinkan
Hatimu yang entah telah membatu
Atau, hanya membeku

Bukankah, telah kulukis binar rembulan
Lalu kukemas dalam lemari kaca
Namun, kau sebut itu bualan
Sebatas penawar dikala duka

Sungguh, telah kusemai benih asa
Asa kita di elegi senja
Sebanyak rima detak jantung
Yang terhimpun di bilik relung

Aku tak risau akan pekat malam
Atau rembulan yang padam
Karena lenteraku masih menyala
Tuk terangi asa kita yang masih buta

#DewaBumiRaflesia_24_11_17



NETRA TANPA PARADIGMA

Tak ingin,
Kusetubuhi sunyi di helai mimpi
Atau, kugores puisi berbait sepi
Bahkan, tak terusik dibisik angin

Biarkan,
Kutetap terjaga
Meski merayap tuk berjelaga
Berbalut remang binar dian

Lihatlah,
Sejenak saja kastil ini kan punah
Yang kan tersisa cuma legenda
Bahwa prasasti pernah direnda

Biarkan,
Kukutip remah berserakan
Meski luka di jemari masih terasa
Kurasa, atma masih perkasa

Lihatlah, aku telah menjelma
Biarkan, tanpa paradigma
Tuk telanjangi malam gulita
Dengan netra tanpa kacamata

#DewaBumiRaflesia_06_09_17



SENJA TANPA NAMA 

Maaf cinta,
Aku yang tak bisa mengebiri rasa
Pada raut rupa aksara biru
Nan luluhkan ikrar tabu

Sehela napaspun kutak mampu
Tuk Meronta dari belenggu senyum bisu
Tuk berlari dari kastil mimpi
Mimpi yang entah kapan tiba di tepi

Aku, hanya terpatri di ujung senja
Beranjakpun tiada kuasa
Aku takut, pada kelamnya malam
Yang kan merajam

Biarkan, aku masih di sini
Di altar sunyi jerit jangkrik
Ratapi bayang elegi pagi tadi
Usah kau usik

#DewaBumiRaflesia_22_10_17



ASA PENAWAR LARA 

Kutalu rindu di dada awan
Kala jemarinya semai hujan
Lukisannya berwarna kelam
Hingga wajah malam kian buram

Coba, kuluah tinta mimpi
Pada keping puing nestapa
Nan terkoyak di ujung legenda
Tuk kubingkai di elegi pagi

Aku tahu, malam gulita
Namun, masih kusemai asa
Tentang mimpi di taman kasturi
Bukan tentang pencuri janji

Coba kau buka jendela netra
Jalan ini menuju asa
Tuk tinggalkan jejak nestapa
Di sana kan kubangun istana

#DewaBumiRaflesia_25_09_17



TANYA TANPA JEDA 

Puan, tak jemu kuukir syair di helai bayu
Tentang benalu yang kusebut rindu
Menelisik di sudut kesunyian
Merayap di tengah keramaian

Puan, antara mungkin jadi alibi
Namun rasa telah terpatri
Tuk tunaikan mimpi kita
Bercengkerama di istana nirwana

Puan, terbangku tak lagi tinggi
Namun sayapku masih perkasa
Mengepak di sela mega-mega
Tabur benih-benih kasturi

Puan, senyum ini telah kau kunci
Dalam lemari paling tinggi
Mengapa tak jua usai tanya
Bahkan kau bandrol dusta

Puan, netraku telah buta
Tak lagi kulihat paras jelita
Pada selaksa penghuni dunia
Karena, hanya parasmu dibias netra

#DewaBumiRaflesia_29_09_17



RERONA PURNAMA LALU 

Maaf puan, bila kutertawan
Pada jelita cahaya rembulan
Ada raut rupa, menjelma bisu
Belahan jiwa, ratusan purnama lalu

Maaf puan, bila kuterkenang
Cahaya ini, pernah jatuh dari sela ranting
Sapa kita, kala mesra merenda asa
Dalam figura asmara cinta tanpa noda

Maaf puan, bila kuterbayang
Senyum manis, tawa riang
Bibir itu, yang dulu kucumbu
Sejenak terdiam, mata sayu

Maaf puan, masih tersisa
Sepucuk suratmu, merah jambu
Diary usang, bertinta biru
Dalam relung ruang rasa

Maaf puan, bila masih ada rindu
Sungguh, aku tahu
Takdir enggan satukan kita
Biarlah, terkunci rapi di helai legenda kita

#DewaBumiRaflesia_12_10_17



AKSARA MENUJU SENJA

Cinta, yang lena hingga lelap
Tak ingin terjaga dalam dekap
Meski bertilam tembikar mimpi
Dalam remang kastil elegi

Cinta, kau pintal temali aksara
Sandera jiwa dalam lemari kaca
Bahkan, tak usik akan warna senja
Atau, tentang kunang-kunang pada bunga kemboja

Cinta, kan kubawa berjelaga
Pada telaga di bawah kaki bukit nirwana
Lalu, menari dan bernyanyi
Sambil mengukir senja dengan pelangi

Cinta, kita bait-bait puisi asa
Yang menabur bulir mimpi
Merenda aksara tanpa koma
Mengiris hati demi prasasti

#DewaBumiRaflesia_08_10_17



AKSARA TERPENGGAL KOMA 

Malam, kian ranum di bilik lara
Semilir angin, hantar asa mengembara
Melodi sunyi jerit jangkrik
Kian purnama lara terusik

Aku, masih terlunta di rimba aksara
Eja rupa senja di sudut bayang netra
Sedang netra tak berbinar
Masih kubaca dalam samar

Mungkin, ringisku bukanlah tangis
Hanya pertanda jemari penat mengais
Atau, parasku telah sirna rupa
Terbenam di sela figura nestapa

Biarkan, ia rapi di sudut laci
Dan tak akan aku kunci
Tuk penawar dikala tanya mendera
Biarlah, alibi nan tersandera

Masih, kuukir aksara nyata
Tanpa tersemat cadar dusta
Atau, berlari tanggalkan mimpi
Tuk pupuskan jejak tak bertepi

Aku, masih di sini
Menyulam benang rapuh
Meski tak jadi permadani
Setidaknya, jadikan tilam utuh

#DewaBumiRaflesia_13_08_17



SANG PENGUKIR 

Berpacu ke puncak nafsu
Lucuti hati, raga dijaja
Entah siapa penabur dosa
Yang kutahu, bukan ambigu

Semua punya alibi
Cadar penutup birahi
Tentang luka asmara
Atau, tentang kawan tak mau bicara

Usah jabarkan ayat-ayat cinta
Atau, tunjukan jalan ke nirwana
Biarkan saja, digilas waktu
Tenggelam dalam debu

Tanyakan saja
Hendak kau ukir apa ?
Pada prasasti di pusara
Pada aksara di helai legenda

Kita semua pendosa
Namun, usah tabur benih aib
Pada semua insan tercinta
Karena noktah tak mudah raib

#DewaBumiRaflesia_06_10_17



SANG PENJAGA 

Malampun lena di bilik sunyi
Sedang aku masih terjaga
Genggam dunia dalam kaca
Eja aksara bertinta illusi

Telah kucoba, katup jendela netra
Setubuhi sunyi nan kian birahi
Agar kunikmati nirwana mimpi
Namun, separuh sukma kian berkelana

Duhai puan
Tidakah dikau dengar
Sahut serunai angin pada daun
Adalah detak rinduku yang menjalar

Ah, mungkin dikau telah lena
Di atas tilam cintaku
Nan kusulam dengan benang asmara
Hingga tak lagi tahu bisik bayu

Biarlah, aku masih di sini
Bercengkerama di elegi sunyi
Mengais remah kasturi
Menjaga mimpi, agar tak dicuri

#DewaBumiRaflesia_29_05_17



PENGEJA AKSARA JIWA 

Puan,
Aku telah terbiasa
Dicabik beribu sembilu
Bahkan,
Ketika luka lama belum tutup usia
Aku tak jua jemu

Mengukir syair di helai angin
Mengutip mimpi malam tadi
Menapak jejak di sela onak
Mengepak sayap angan ke awan
Menabur benih di taman kasturi
Menitip asa pada peluh di bawah terik

Puan,
Sejatinya cinta adalah karya
Jadikan benderang bila remang
Sejuk, bak cahaya rembulan
Pasti, tak seperti pelangi senja
Nyata, meski hanya sehelai benang

Puan,
Aku tak seteguh karang
Nan dibentang masa tuk binasa
Namun,
Akupun tak serapuh kertas usang
Nan tak bisa tuk direnda tinta

Puan,
Sebut saja aku legenda nyata
Sebab, belum usai kau baca
Usah coba hendak kau cabik
Meski bait buat kau terusik
Eja saja, pelan-pelan

#DewaBumiRaflesia_06_06_17



CINTAKU TAK BIRU 

Sayangku,
Ada hela napas rinduku di hela bayu
Nan kukemas dalam lirih melodi sunyi
Penghantar lelapmu menganyam mimpi
Sayangku,
Mungkin antara,jadi buah benalu
Nan kau saji di altar nirwana kita
Hingga pilu, warna meja asa kita
Sayangku,
Malam saja, bisa ukir melodi
Lalu, mengapa cinta kau anggap sepi
Atau, memang asamu nan beku
Sayangku,
Masih kuanyam tilam cinta
Dengan rerona rasa di atas karya
Karena bagiku, cinta itu tak biru
#DewaBumiRaflesia_18_06_17



ELEGI HATI SUNYI 

Malampun tak bisa buatku lena
Manalah mungkin kan ku kejar bayang
Remang sang kunang-kunang
Di sela rimba maya gulita

Aku pemilik alfa
Tapi netra ini masih perkasa
Eja aksara bertinta illusi
Bertajuk pencuri mimpi

Sudahlah
Kemas saja di atas hamparan sajadah
Beri arti pada fosil-fosil purba
Beri singgasana pada jiwa terlunta

Kita masih di sahara cinta
Lalui panjangnya malam gulita
Tanpa kelambu bisu
Dalam deru-deru yang tak jemu

#DewaBumiRaflesia_01_07_17



RABA WARNA GULANA 

Lembayung senja usai tunaikan janji
Nan tersisa, sunyi hantar mimpi
Reraga sirna rona perkasa
Layu, di singgasana asa tertunda

Ingin, kuhitung jerit jangkrik
Namun degupku lebih berisik
Melolong di lorong kosong
Nanar langkah, huyung limbung

Mungkinkah, mampu tuk dilarung
Benalu itu kian membiru
Sedang atma dibelenggu
Dihimpit karang dasaran palung

Atau, kuhitung saja jejak telapak
Lalu, kukemas dalam peti mimpi
Agar sirna warna elegi
Namun, rupa asa kan terkoyak

Biarkan saja,
Ujung jeda kuliti masa
Berkelahi dengan alibi
Leburkan pepuing prasasti

#DewaBumiRaflesia_13_07_17



TIARA CINTAKU 


Huyung limbung sirna gaung
Letih ringkih seakan tak berujung
Sayup samar nanar binar
Bawa serta asa nan kian bingar

Aku layu di ujung senja
Sirna daya raga renta
Masih jua semai benih di titian
Pada elegi pagi pengharapan

Tentang rindu yang kau anggap semu
Atau bahkan, tentang cinta
Yang selalu kau sebut ambigu
Sedangkan semua lukisanku nyata

Aku masih di jalan ini
Tapaki hati nan terpatri
Pada pemilik tiara cinta
Nan setia jaga asa
#DewaBumiRaflesia_25_07_17



MASIH SAMA 

Aku bukan syair nan dikau cari
Aksara nan purnama direnda
Selayak nan dikau damba
Tuk pengisi tiap inci relung ambisi

Aku, bukan purwarupa
Peniup angin nirwana
Penabur benih janji ilusi
Tentang elegi pagi, di taman kasturi

Aku, cuma remah aksara
Nan tak jua usai direnda
Pada seutas kertas usang
Diejapun, samar baying

Pergi saja
Bawa serta baki suci
Sebab, aksaraku tak pantas bertahta
Pada helai tiara maha dewi

#DewaBumiRaflesia_11_04_17



MENYEPI 

Aku, sahaya di rimba aksara
Terlunta tanpa juru pandu
Tiada sehelaipun kata direnda
Lidah kelu beribu bisu

Mungkin, tinta enggan meluah
Atau jemari lelah menjamah
Biarkan saja tanpa legenda
Sebab, dipaksapun kan sia-sia

Biarkan, aku di bilik asa
Telanjangi elegi mimpi
Menjamah tiap remah aksara
Setubuhi janji kasturi

#DewaBumiRaflesia_29_04_17



SIANG KITA DI SAHARA 

Warna senja belum tentu jingga
Tapi pagi telah pasti jauh pergi
Bawa serta untaian tasbih mimpi
Sisakan remah aksara bertajuk legenda

Mengapa, bejana sama nan kau bawa
Bukankah tiada lagi rongga tersisa
Untuk dapat kuisi
Meski kuperas sari pati hati

Lihatlah jejak telapak
Nan tertinggal di sepanjang sahara
Memang ada noktah tersisa
Kala telapak terinjak onak

Usahlah paksa aku tuk hapus jejak
Sebab mentari kian meninggi
Bawa saja secawan air murni
Penawar dahaga nan mencekik

#DewaBumiRaflesia_26_04_17



DI TITIK PASTI 


Menari saja di atas biduk
Ikuti melodi ombak
Aku hanya sahaya renta
Tiada daya di tengah samudera

Kunikmati angin belai mesra
Usap tiap helai rambut
Binar surya saksi setia
Kala ku bercumbu dengan laut

#DewaBumiRaflesia_24_04_17



KASTIL KITA 

Kita, sahaya yang terlunta
Terbelenggu di kastil purba lara
Terpajang dalam figura janji
Mengais remah mimpi nan dicuri

Malampun cuma kelam bisu
Enggan tanya dilema nan belenggu
Tuk ukir syair di helai bayu
Agar ia bawa hela napas rindu

Letakan saja dilema di pundak asa
Kan kau lihat di esok pagi
Kastil ini tak lagi sunyi
Ada kita nan renda legenda surga nyata

#DewaBumiRaflesia_06_05_17



PINTA YANG TAK RENTA

Tertatih tubuh ringkih
Merayapi dinding senyap
Dibingkai figura pengap
Bersimbah rerona noktah

Sayap-sayap telah patah
Telapak tanpa jejak
Punah remah tersapu pongah
Sirna daya tuk mengepak

Lirih angin gemerisik
Bawa warta sang belahan asa
Tentang rasa nan diusik
Oleh bulir buah pena

Mengapa
Tak jua bisa lena
Meski selimut setebal rindu
Tak jua lelap di ruang kalbu

Usah kau tabur debu
Ada angin kan bertiup
Lalu netrapun kan terkatup
Hantar langkah tersandung batu

Singkirkan semua benalu
Jangan biarkan tumbuh
Bersemayam di ruang pilu
Jaga cinta tetap bersih

#DewaBumiRaflesia_06_04_17



MENGUSIK ARCA 

Mengeja aksara gulita
Bercengkerama tanpa sua
Digerus arus buramnya malam
Tenggelam di angan terdalam

Bisik angin semilir menusuk
Lolong jiwa di lorong kosong
Merayapi dinding malam panjang
Mimpi sunyi usai dicabik

Lafaskan senandung kidung
Usik arca nan tersandera
Agar tak lena di altar duka
Sebab malam kan berujung

Walau diam beribu bisu
Namun aku tahu
Warna kerudung nestapa
Bermanik angkara durja

Mungkin, samar sayup
Sebab, kutitip pada angin bertiup
Namun, tak saru di riuh deru
Karena kidungku, kidung rindu

Udar saja kerudung nestapa
Ulurkan lentik jemari hati
Raihlah mahkota cinta kita
Di singgasana istana kasih kasturi

#DewaBumiRaflesia_08_03_17



KIDUNG KITA 

Senandung kidung malam
Semilir angin mengusap daun
Adalah rerona hiasan alam
Nan goreskan tinta kesunyian

Gigil dingin selimut kelam
Namun netra tak jua terpejam
Sayap angan mengepak terbang
Menuju puan kasih tersayang

Kutatap rembulan berbinar
Kusapa lirih dari jendela kamar
Agar dikau sampaikan berjuta kabar
Tentang rindu yang kian berkobar

Sesak dada menahan rindu
Terbayang wajah dan senyumu
Bilakah kita kan bertemu
Memadu asmara biru

#DewaBumiRaflesia_08_03_17



MENGAPA MASIH ADA TANYA 

Usah lelah mengutip remah
Bawa jiwa jauh mengembara
Hingga rasa tersulut bara
Lalu goyah ayun langkah

Jangan biarkan waktu berlalu
Tinggalkan duka nestapa
Sedang mimpi masih direnda
Di atas tilam rindu menggebu

Lentera cinta kan tetap menyala
Meski tak seterang binar surya
Namun, takan redup ditiup angin
Hingga kuasa terangi jalan

Ayunkan langkah di jalan kita
Usah gundah kan terinjak onak
Ada aku, pemandu gerak
Menuntunmu hingga ke surga

#DewaBumiRaflesia_16_03_17



REMAH AKSARA 

Aku
Bulir syair yang tersingkir
Tercabik dari helai buku
Hanyut dihempas deras alir air

Aku
Remah arca yang tersisa
Nyaris habis jadi debu
Sirna ditelan warna gulita

Aku
Melodi sepi senandung sang bayu
Lelap didekap malam kelam
Sulam mimpi-mimpi suram

Aku
Elegi sepi nan dicuri alibi
Menyisi di tepi permadani
Jadi benalu pilu warnai ambigu

Pupus terhapus parasku
Digilas waktu nan berlalu
Binasa sudah remah aksara
Dikubur dalam pusara purba

Aku
Arwah kekata
Yang sirna aksara
Kan bangkit , hanya untukmu

#DewaBumiRaflesia_19_03_17



USAH KAU USIR SYAIR 

Syair hati di elegi mimpi kasturi
Dentingkan dawai melodi sunyi
Gegas meranggas enggan jua terkupas
Tergaris guratan giris di pelipis

Mengapa, kau kemas tetes gerimis
Hingga pupus rerona paras manis
Buka saja, jendela kaca di jiwa
Lihatlah, cakrawala betapa mempesona

Aku, yang merenda rupa aksara
Lukiskan legenda selaksa rasa
Di setiap helai hembus angin
Jelmakan penghuni angan

Sungguh, apakah tak kau rasakan
Bahwa kitalah sang pemeran
Dalam legenda kasih kita
Tanpa akhir cerita

Sungguh, kita di sahara cinta
Dahaga berkerudung dilema
Namun, cinta kita sejati
Hingga surga nanti

#DewaBumiRaflesia_17_03_17



SYAIR YANG TERPENGGAL


Semilir angin senja buai lena
Hembusnya membelai ulu kalbu
Lembut, menjala samudera jiwa
Jatuh, bersimpuh di palung rindu

Merona, warna cahaya mayapada
Lukisan pelangi penghias cakrawala
Kidung ombak mengalun merdu
Sukma rasa bermandikan syahdu

Kepak sayap angan lintasi batas langit
Terbang melayang ke taman surgawi
Hantarkan syair mimpi tak berbait
Buah karya sari pati hati

Lelap, syair mimpi di pelukan cinta
Bertilam permadani sutra asa
Hangat, berselimut jubah asmara
Dalam istana nirwana maya

Entah mengapa ?
Seketika langit gundah gulana
Pekik halilintar mencabik awan
Pecah, hingga remah rintik hujan

Warna mayapada hanya gulita
Lukisan di cakrawala punah terhapus
Untaian syair mimpi sirna makna
Terpenggal garis pemutus

Terpatung, berbalut nestapa
Ratapi sepenggal syair mimpi
Gambaran rupa samudera jiwa
Bertintakan sari pati hati

Biarlah,
Kan kukemas dalam legenda
Kan kurengkuh meski tak utuh
Suatu tanda, syair mimpi pernah kurenda

#DewaBumiRaflesia_05_01_17



ARMADA TAK LAGI DI DERMAGA 

Lembayung senja di kaki langit
Semburat cahaya warnai mega
Taburkan rerona ufuk jingga
Surya tenggelam ke dasar laut
Seketika, gulita warnai mayapada
Cakrawala tak lagi perkasa
Gemapun sirna dilarung ombak
Sia-sia meski teriak hingga serak
Angin, hadir berwajah dingin
Sapa asa rupa arca
Diam, dibungkam cadar nestapa
Atau, telah letih mengutip angan
Yang kutahu,
Denting waktu terus melaju
Berotasi pada poros yang sama
Namun, masih jua harus kueja
Biarkan saja,
Serunai badai samudera
Lolongnya, nyaring menggelegar
Sebab, armada tak gentar tuk berlayar
Samudera kan bersahaja
Sebab, musim telah berganti
Lihatlah, armada tinggalkan dermaga

Tuk arungi lautan janji
#DewaBumiRaflesia_03_01_17



BULIR SYAIR KITA 


Biarkan, angin nan menghapus
Guratan syair yang kuukir
Pada tiap helai desir semilir
Bila penat kala berhembus

Derai debu tak lagi rupa batu
Menelisik di sudut netra
Pecah membuncah bening telaga
Bukan, bukan karena itu

Geloranya di rongga dada
Ketika syair berwarna jingga
Aksaranya kian meronta
Meski di kubur dalam pusara

Pejamkan saja
Agar netra tak buta
Berkelahi dengan cahaya
Menantang terangnya surya

Aku hanya setetes embun
Tak mampu pupus dahaga
Atau penawar luka menganga
Sejenak kan sirna tertiup angin

Itukah, rupa yang kau kira
Sedang kau tahu rerona asa
Tiadakan usai mengukir syair
Selama darah masih mengalir
#DewaBumiRaflesia_01_01_17



MENANTI SANG BAYU BAWA CERITA 

Malam kian lelap di beranda sunyi
Hantar jiwa-jiwa lena ke altar mimpi
Semilir angin lembut merayu
Hingga dedaun tertunduk malu

Aku masih terjaga dalam gulana
Mengeja rasa yang terbungkus kata
Ketika kusapa rembulan di balik awan
Sebab Binarnya buat ku tertawan

Entahlah, usah kau tanya
Mungkin cinta bukan matematika
Hingga tak terukur dengan skala logika
Sebab cinta sari pati samudera rasa

Entahlah, akupun tak tahu
Tanya saja pada cermin kaca
Akan kau lihat rerona air muka
Ketika paras ayu tersipu malu

Sebab, yang aku tahu
Benalu rindu kian bersemi
Penuhi lorong hati
Menjalar di setiap langkah waktu

Entahlah, sang bayu tak bawa berita
Hanya diam tak jawab tanya
Namun aku tahu
Desirnya terbalut jubah rindu

#DewaBumiRaflesia_26_12_16



PAGI YANG TERLEWATI 

Tidakah kau rasa
Pesona cahaya surya
Ketika hadirnya di elegi pagi
Menggulung tilam mimpi

Tapi mengapa
Kau masih jua lena
Menghimpun serpihan mimpi
Yang telah hancur terberai

Mengapa,
Tak kau nikmati
Hembusan semilir angin pagi
Yang mampu sejukan asa

Bangunlah
Dari buai syair pendusta
Dari lelapmu di tilam nestapa
Sebab pagi ini begitu indah

Mentari telah meninggi
Namun tak jemu taburkan cahaya
Jangan biarkan mentari pergi
Ukir saja prasati di helai asa

#DewaBumiRaflesia_06_12_16



RERONA RASA 

Kasih
Lembayung di ujung senja tadi
Kulihat betapa indah
Meski tanpa lukisan pelangi

Bahkan hingga malam menjelma
Lukisan langit bertabur cahaya
Semilir angin menyapa lembut
Merdu mendayu lagu ombak laut

Di bawah temaram lampu teras
Di atas bale-bale nyaris usang
Berteman alunan tembang lawas
Kubiarkan angan terbang melayang

Andai kau ada di sini
Berdua nikmati secangkir kopi
Bersenandung bersama
Pasti malamku tak hampa

Kasih
Rindu ini menyayat hati
Rasanya semakin perih
Bilakah kan terobati
#DewaBumiRaflesia_29_11_16



MENANTI ANGIN MAMIRI

Senja telah lama sirna
Ditelan malam gulita
Lumatkan warna cahaya
Cuma hitam nan tersisa

Semilir bayu merdu mendayu
Menelisik ruang kalbu
Hantarkan remah rindu
Nan menyesak ulu kalbu

Sejenak, buaiku lena
Dalam senandung kidung
Meski lagunya masih sama
Tentang asa yang menggantung

Sedari senja tadi
Kuberdiri di beranda
Nantikan angin mamiri
Beri jawab semua tanya

Tak henti, mengais arti
Nan tercecer di belukar
Cuma sedikit kumengerti
Kuntum bunga telah mekar

#DewaBumiRaflesia_27_11_16



BAIT MALAM 

Genit gemintang goda rembulan
Debur ombak belai pantai
Semilir angin rayu dedaun
Kunikmati meski ku iri

Sedangkan aku
Hanya mampu terpaku
Dalam pekat ketiak malam
Heningnya kian menerkam

Aku masih di sini
Bawa asa nan tak pasti
Mengais remah rapuh
Meski malam kian jauh

Sempat, kutitip rindu
Ketika bayu berlalu
Namun enggan ia bawa serta
Sebab ia tahu, ada sisa tanya

Duhai pencuri hati
Kemana dikau bawa pergi
Sebab cintamu masih gulita
Tak jua mampu kuraba

Duhai sang pematri hati
Jangan buat daku menanti
Ulurkan saja lentik jemari
Lalu kita melangkah pasti

Biarkan saja malam sepi
Biarkan saja ku sendiri
Sebab malam pasti pergi
Namun engkau kan tetap di hati

#DewaBumiRaflesia_27_11_16



SYAIR JIWA TUK SANG JELITA 

Kugores syair di helai angin
Dengan tinta kerinduan
Pada raut rupa mempesona
Nun jauh dibentang antara

Rintik rinai menjala malam
Jadikan malam kian muram
Bak rinduku nan mendera
Padamu sang dara jelita

Telah coba kukatup netra
Namun angan kian berkelana
Menjemput belahan jiwa
Tuk terbang ke taman nirwana

Wahai, dara nan buatku gulana
Kau sandera mahkota asa
Kau belenggu sayap nalar
Hingga logika tumbang terkapar

Wahai, dara nan buatku gulana
Kan kulukis legenda kita
Pada figura cinta sejati
Bertintakan sari pati hati

Wahai, dara nan buatku gulana
Kan kusaji di elegi esok pagi
Menu asmara cinta sejati
Dalam mahligai istana kita



SALAM RINDUKU 

Selamat malam cinta
Kutitip rindu pada sang bayu
Untuk pujangga jiwa
Yang tak jemu menunggu

Malampun tahu
Benalu rindu di kalbu
Berakar kian menjalar
Tersiram sunyi kian subur

Kubiarkan
Angan terbang melayang
Menembus batas pandang
Bercengkerama dengan awan

Aku masih di sini
Di tengah pulau samudera
Mengais mimpi
Hingga kukemas dalam nyata

Wahai pujangga jiwa
Usah ada gulana
Bila rindumu kian meronta
Akupun sama

Selamat malam cinta
Lelaplah dalam buai alam
Jadikan cintaku sebagai tilam
Suatu tanda aku setia menjaga

#DewaBumiRaflesia_23_12_16



AKSARA DI GULITA 

Kuluah diksi elegi mimpi
Pada helai angin mamiri
Kala sua di beranda senja
Sapa aksara rupa arca

Langit, titip hujan pada awan
Bintik rintik, menitik perlahan
Basuh, sisa basah keruh peluh
Kian berat penat tubuh

Kelam, muram sulam malam
Kian legam alam padam
Lelap, lena lara direnda
Hingga perkasa warna gulita

Kutahu, rembulan buram
Coba kucari sebinar sinar
Mungkin tertinggal di belukar
Namun semua telah terpendam

Aku, gamang genggam remang
Nyala lentera telah hilang
Terganggu bayu nan berlalu
Ketika semilir usir debu

Di mana, telapak kan kujajak
Bila gulita tak jua sirna
Sedangkan malam enggan terjaga
Tak ingin telapak menginjak onak

Wahai, rembulan buram
Udarlah kabut kelam
Aku rindu pesona purnama
Agar kubingkai makna aksara

#DewaBumiRaflesia_11_01_17



T A N Y A 

Sungguh,
Aku rapuh,
Mengeja remang aksara
Tiada nyala lentera

Bulir syair telah kuukir
Dalam bingkai figura dilema
Namun, kau larung di air mengalir
Hingga pudar warna aksara

Aku gamang dalam remang
Tuk dapat ukir mentari di esok pagi
Tiada daya tuk terbang ke awang
Kau patahkan sayap mimpi

Beri aku cahaya
Meski hanya nyala lentera
Agar dapat kuberi warna
Pada tiap bulir aksara

Sungguh,
Aku takan lelah
Tuk ukir mentari di esok pagi
Meski bulir peluh basahi diri

#DewaBumiRaflesia_12_01_17



ARTI DIRI AKAN JANJI 

Sepotong malam telah tersaji
Dalam baki sunyi
Bermanik hiasan kelam
Diiringi kidung binatang malam

Aku yang kian dibelenggu
Berjuta lara juga dilema
Berkalung benalu rindu
Tak kuasa tuk meronta

Meski tapak tanpa jejak
Coba berpijak di jalan bijak
Meniti lorong tak bertuan
Hanya setitik nyala dian

Masih jua kurangkai aksara
Meski tinta nyaris habis
Agar cerita tanpa rekayasa
Hingga legenda tak dihapus

Entahlah
Apakah diri masih berarti
Ataukah
Hanya tumbal ambisi

Aku masih tangguh berdiri
Beri bukti jati diri
Bahwa aku punya ciri
Tahu akan arti janji

#DewaBumiRaflesia_22_10_16



ANUGERAH MAYA 

Anugerah cinta ..
Yang jatuh di beranda
Ketika tinta yang kupunya
Hanya warna dilema

Syairmu
Mengalir ke lubuk kalbu
Hingga buatku tenggelam
Ke palung rindu terdalam

Ku biarkan
Hati ini terpenjara
Dalam bingkai cinta maya
Sebab rindukupun bukan buatan

Damailah..
Wahai cinta mayaku
Dalam alunan kidung rinduku
Walau antara jadi pemisah

Meski suatu hari nanti
Kita harus mengerti
Bahwa cinta tak harus memiliki
Namun, nikmati saja rasa ini

Yang kutahu
Rindu kita terus bertalu
Alunkan kidung syahdu
Diiringi melodi cemburu

#DewaBumiRaflesia_25_10_16



APA LAGI YANG KAMU DUSTAKAN?

Lihatlah manusia dan hewan....
Yang telah diciptakan....
Gunung yg ditinggikan...
Laut yang diluaskan...
Bumi yang dihamparkan...
Tanaman disuburkan...
Jangankan kau ingkarkan....
Tinggalkan untuk menduakan...
Taqwa penuh keyakinan...
Pada Alloh sang pencipta umat sekalian...
Istiqomahlah kalian
Dengan tauziah dan pengajian
Tilawah Alquran
Carilah rejeki yang telah ditebarkan..
Namun ingatlah slalu jangan lupakan...
Diantara rejekimu ada sebagian...
Rejeki orang lain yang membutuhan ...
Pada anak yatim berilah bantuan...
Pada saudaramu yg belum berkecukupan ....
Insyaalloh kamu dalam keberkahan
Selalu dalam kecukupan ...
Sesuai kebutuhan...
Bukan karena keinginan ...
Jauh dari bencana dan kesulitan ...
Akrab dengan kesayangan
Sehat wal afiat kan dapatkan
Amin yra serahkan pada Tuhan



BERTABIR ALIBI 

Tidakah kau rasa
Ketika sang bayu menyapa
Semilirnya kadang tak menentu
Namun selalu kita tunggu

Atau ketika rembulan purnama
Cuma hadir sesaat saja
Namun selalu kita puja
Sebab indahnya mempesona

Lalu...
Ada apa dengan cintaku
Yang kau anggap semu
Sedang rinduku kian bertalu

Ataukah tidak kau rasa
Makna cinta yang kuberi
Pada tiap bait hari-hari
Yang kusaji sepenuh jiwa

Mungkin, engkau telah jemu
Hingga kau cari jalan tuk pergi
Dengan berjuta warna alibi
Agar aku, tak lagi jadi benalu

Pergi sajalah
Usah kau banyak berkilah
Aku hanya manusia bodoh
Yang tak pantas kau rengkuh

Agar engkau tahu
Aku masih seperti dulu
Mengais mimpi tuk elegi pagi
Tak beranjak dari beranda sunyi

#DewaBumiRaflesia_06_11_16



CELOTEH MALAM 

Coba kutitip aroma asa
Pada celah semilir bayu
Beserta gulana remah arca
Yang tersisa dalam figura lalu

Berdiripun, aku masih limbung
Nanar nyaris terhuyung
Masih jua coba ku eja mimpi
Hingga malampun beranjak pergi

Remah jejak telapak
Yang tersisa di jalan menanjak
Coba kuhimpun dalam baki sunyi
Masih gamang tuk kuberi arti

Sudahlah
Malam telah lelah
Menabur benih mimpi
Mari, melangkah di elegi pagi

#DewaBumiRaflesia_07_11_16



MALAMKU DI PULAU ENGGANO 

Aku yang gulana
Dihimpit ketiak malam
Terdampar di pulau belantara
Netrapun enggan terpejam

Jerit jangkrik, irama sepi
Seperti nyanyian hati
Yang mengasingkan diri
Melangkah tembus batas ilusi

Aku berdiri di atas nyata
Bersimbah peluh tubuh
Ditikam samurai asa
Masih jua kuayun langkah

Coba kutanya sanubari
Kemana lagi mimpi kucari
Bahkan hingga ke pulau rimba
Langkah inipun telah tiba

#DewaBumiRaflesia_04_10_16



RINDU TERLARANG 

Ini rindu apa
Hingga menyesak rongga dada
Menembus lorong sunyi
Yang lama telah ku kunci

Aku tak ingin gali pusara
Yang ku kubur di ujung purba
Sebab rindupun tiada guna
Engkau telah berpunya

Biarkan rindu ini miliku
Jangan lagi milik kita
Kan kunikmati dalam beku
Agar rindu bukan petaka

Salam cinta untukmu
Yang pernah bersama rajut asa
Yang pernah bersama nikmati remang lentera
Biarkan saja rindu ini membeku

#DewaBumiRaflesia_06_10_16



RINDU BAYANG SEMU 

Desah napas itu
Ingin kukubur dalam pusara
Agar sirna benalu rindu
Nan belenggu ruang asa

Engkau
Tuangkan arak di cawanku
Telah kutenggak tak tersisa
Buatku mabuk sirnakan logika

Di setiap hela napasku
Adalah aroma kerinduan
Pada gelora desah napasmu
Yang kian buai jiwa hampa

Ingin
Kusertakan pada angin
Agar rindu ini pergi
Tinggalkan ruang hati

Namun
Kian erat cengkeram mengikat
Samarkan ruang impian
Hingga logika kian tersesat

Nikmati saja irama dawainya
Lalu menari sesuka hati
Biarkan rasa kian mengembara
Agar sanubari tak dilukai

Menyanyilah
Meski hanya kudengar lirih desah
Aku akan lena jua
Sebab logika telah terpenjara

Deru napas ini
Masih deru rindu netra buta
Pada bayang fatamorgana
Yang hiasi dinding mimpi

Rinduku
Masih miliku
Masih milik kita
Surga kita akan nyata

#DewaBumiRaflesia_08_10_16



DAWAI MALAM BURAM 

Giris gerimis jatuh di ujung senja
Kian terbirit mentari pergi
Tinggalkan semesta nan beranjak gulita
Sedang tinta, belum usai disemai

Ku suguh penat pada malam
Karya elegi siang tadi
Ketika asa mengeja mimpi
Agar esok bukan legenda buram

Masih cerita sama
Ketika malam kian buta
Hanya gulita berkerudung sepi
Hantarkan angan pada illusi

Kerinduan ini telah purnama
Dentingnya kian nyaring
Menggema di lorong jiwa
Bergemuruh nestapa di pulau asing

Cuma pejamkan netra
Mantra sakti pelipur duka
Harapkan lena dibuai mimpi
Biarkan malam menuju pagi

Aku, masih di sini
Merajut hari-hari
Entah, apa nan kubawa serta
Mungkin asa, bersorban nestapa
#DewaBumiRaflesia_11_10_16



DILEMA DIMALAM GULITA

Ku titi temali asa di atas mega
Ketika rinai jatuh di beranda
Lidah halilintar pecahkan sunyi
Hingga mimpi beranjak pergi

Coba kuukir rembulan buram
Dengan tinta yang tersisa
Selepas kuukir pelangi senja
Agar malamku tak lagi kelam

Sejenak kunikmati rona purnama
Hingga lenaku bermandi cahaya
Hangatnya bakar ruang illusi
Tak ingin ku akhiri

Entah apa bisik angin
Rembulan sirna dibungkus awan
Malampun kian gulita
Sedangkan aku, masih terjaga

Tak jera, mengais di sela mega
Mencari setitik cahaya
Meski rembulan sirna rupa
Kan kurengkuh, dengan karsa

Pulanglah wahai rembulan
Pada titik muara impian
Kan kuukir dengan tinta asa
Yang kutuang dari lubuk jiwa
Hanya aku pelukis maya
Yang mampu warnaimu
Bahkan ketika malam kelabu
Sebab, warnaku adalah cinta

#DewaBumiRaflesia_14_10_16



MALAMKU DI PULAU ENGGANO 
Part 2


Beku malamku
Terjaga di himpit ketiak sunyi
Anganpun kian mengembara
Menembus lorong mimpi

Sendiri di antara nada dengkur
Jiwa-jiwa yang lena
Dibuai jagad gulita
Dalam raga yang lelap terbujur

Aku masih di pulau samudera
Jauh dari bising teriakan kota
Tiada satupun sanak saudara
Cuma asa yang turut serta

Sedang rindu kian bertalu
Guncangkan samudera jiwa
Separuh kutitip lewat bayu
Sebatas sapa tanda cinta

Lihatlah, aku masih terjaga
Seperti rapuhnya jemari
Namun tak henti mengukir karya
Agar mimpi tak dicuri

#DewaBumiRaflesia_11_10_16



MELARUNG CELOTEH 

Laksana tiada usai
Kau eja aksara buta
Nan tertoreh di ujung pantai
Padahal, sekejap akan sirna

Apakah tiada kau dengar
Gelombang di samudera jiwa
Derunya taklukan pekik halilintar
Membahana, bergelora

Coba kau buka mata hati
Pasti kan kau temui
Rerona sanubari
Bahwa cintaku murni

Tidakah kau rindu
Pada keindahan illusi
Yang kusemai di pulau kasturi
Ataukah engkau telah jemu

Sungguh
Bila hati ini tersaji utuh
Meski remang tuk kurengkuh
Tapi, tak kuasa tuk menjauh

Lenalah, dalam buai syair asa
Karena mimpi masih direnda
Usah ada benalu ragu
Detak nadiku, kidung rindu

Jangan biarkan lara berkelana
Kubur saja dalam pusara
Sebab ia kan membatu
Lalu aksara jadi tak menentu

Damailah
Dalam dekap hangat rinduku
Sebab rinduku tiadakan punah
Kan abadi hingga ujung waktu
#DewaBumiRaflesia_19_10_16



SELAMAT PAGI CINTA 


Teriak sang jantan di atas dahan
Usir mimpi-mimpi yang menepi
Sang fajar buka jendela pagi
Beri jalan pada karya yang tertahan

Selamat pagi dunia
Kusapa dengan segenap asa
Semoga hari ini lebih bermakna
Sebab karya kan tetap direnda

Selamat pagi sahabat
Kalian adalah insan-insan hebat
Yang mampu beri warna
Mengukir nyata pada semesta

#DewaBumiRaflesia_17_10_16



LELAH 

Lelah
Mengeja bulir asa
Didera gerimis mengais tanah
Pudarkan benderang cahaya

Entah apa rupa rasa
Ketika lisan enggan ujar kata
Teramat penat tubuh rapuh
Jiwapun ikut gundah

#DewaBumiRaflesia_20_10_16



ARCA DILEMA 

Aku tenggelam, di bulir embun
Terseret ke palung angan
Sirna rupa meski benderang
Walau, wajah tak bertopeng

Apakah masih tersisa....?
Remah syair penghuni jiwa
Sedang, dawai masih dipetik
Hingga berdarah jemari lentik

Tuangkan saja, secawan arak
Sampai habis, kan ku tenggak
Agar aku lelap kala kau dekap
Agar tangismu hilang ratap

Gantung saja resah itu
Di atas pucuk bambu
Agar riang, ia bergoyang
Dihembus angin yang datang

Agar tak seperti aku
Bergeming meski kaku
Hingga lidah turut kelu
Lalu rasa ikut beku

#DewaBumiRaflesia_21_09_16



ARWAH CINTA 

Denting melodi rindu
Menggema bertalu
Bergumul di antara deru bayu
Gigilkan sukma terbeku

Aku masih di lorong gulita
Nyala lentera telah sirna
Cuma lolong pilu
Serta gulana membelenggu

Debur ombak di ujung pantai
Rembulan yang purnama
Kian bawa ke alam duka
Ketika cinta hanya ilusi

Aku masih terpatung
Di keheningan yang menyayat
Bergemingpun aku limbung
Tak kuasa udar temali pengikat

Aku masih di sini
Meski busur tiada lagi panah
Meniti onak juga duri
Di atas bumi yang terbelah

Lenyapkanlah aku
Sebab jiwa ini beku
Cuma raga berbalut renta
Tapaki langkah terlunta

#DewaBumiRaflesia_20_09_16



NOKTAH MALAM 

Gemintang di langit buram
Mengintip wajah malam
Yang terhuyung menggapai pagi
Bawa sunyi merayap pergi

Bulir mimpi telah disemai
Lelapkan jiwa-jiwa dahaga
Pelita-pelita masih menyala
Masih jua mimpi menepi

Angin, sapa aku di beranda
Usai ia usik dedaun
Ku hanya diam, tak ingin bicara
Sebab kata, bukanlah hiasan

Hamparkan saja, binar pandang
Pada kelamnya jalan berlubang
Sebab malam kian buta
Tak ingin langkah terlunta

Lihat saja aku
Masih kutip serpihan asa
Meski dicambuk rupa nestapa
Tak sirna digilas waktu

Meski ingin, kuberlari
Hingga ke kutub utara
Tuk tinggalkan bulir mimpi
Namun karsa, enggan cidera

#DewaBumiRaflesia_22_09_16



NALAR BINAL

Mengapa harus kutanyakan pada rumput yang bergoyang.......?
Sedangkan irama jiwamupun telah dapat aku baca.
Jangankan satu kalimat...
Satu katapun tak akan mampu kau dustai aku...
Sebab selalu kuhitung tiap denyut nada nadimu.
........

‪#‎DewaBumiRaflesia_03_08_16‬



PASRAH TAPI TAK RELA 

Udar saja
Temali pengikat hati
Bila engkau tersakiti
Mungkin, cintamu sudah sirna

Bunuh saja
Bunga-bunga di taman rindu
Bila engkau telah jemu
Mungkin, yang ada hanya angkara

Meski telah kugantung asa
Di puncak langit jingga
Namun, aku insan biasa
Ada kala, aku tiada daya

Sungguh
Aku akan rapuh, lalu punah
Bila cinta kita
Kau kubur dalam pusara

‪#‎DewaBumiRaflesia_06_08_16‬



HENING KERINDUAN 

Akulah hening itu
Yang merayap di dinding malam
Lalu terkapar tak bertilam
Ditikam rindu yang menggebu

Akulah hening itu
Yang berkelana dengan bayu
Menghitung deretan mimpi
Ketika hati telah dicuri

Akulah hening itu
Yang merayu rembulan buram
Agar malam tak lagi kelam
Sebab langit sudah tak biru

Akulah hening itu
Yang menelisik relung kalbumu
Agar sirna beribu tanyaku
Masihkah kau rindukan aku

‪#‎DewaBumiRaflesia_10_08_16‬



LENTERA KACA 

Sekeping hati kusaji pada gulita
Ukiran paras cinta hiasi mimpi
Lukisan asa pengisi figura dilema
Tak lelah kugores tinta janji

Meski hanya lentera kaca
Penerang dalam gulita
Namun bisa engkau eja
Rupa warna lukisan nyata

Dinding-dinding sunyi ini
Bukanlah batas tepian mimpi
Sebab lentera renda cahaya
Untuk kau baca tanpa kacamata

Sejengkal, menuju sehasta
Kian nyata warna lukisan asa
Masihkah tersisa gundah
Akan tinta yang kuluah

Terjawabkah berjuta tanya
Yang merajam ulu mimpi
Yakinkan, kitakan berdiri di elegi pagi
Ayunkan langkah pasti dalam nyata

‪#‎DewaBumiRaflesia_09_08_16‬



SAPAKU PADA CINTA 

Salam pagi cinta
Ketika ku terjaga
Sempat kulihat malam
Berkemas melipat tilam

Mentaripun hadir menggusur kelam
Penghuni mimpi terbirit pergi
Riang lolong jantan bangunkan alam
Pucuk kuncup mulai bersemi

Sempat kupinta dalam doa
Ketika simpuhku di atas sajadah
Agar hari-hariku indah dalam berkah
Berikan makna untuk yang kucinta

‪#‎DewaBumiRaflesia_11_08_16‬



TANPA RUPA CAHAYA 

Terperangkap, di lorong gulita
Kian pekat, berselimut kabut
Terus berlari, mencari cahaya
Meski asa, didera penat

Aku, sirna raut rupa
Lolongpun, sudah tak gema
Cuma mengais, dalam ringis
Tuk mengubur, giris tangis

Entah apa, warna senja
Ketika aku, masih di sini
Terpenjara, di kastil purbalara
Terbelenggu, dalam jeruji sepi

Aku, ingin terbang
Menembus, batas langit
Tuk memetik, binar gemintang
Agar udar, selimut pekat

‪#‎DewaBumiRaflesia_19_08_16‬



MENANTI ELEGI ESOK PAGI 

Adalah cinta
Yang menyapa dalam gulita
Yang memeluk mesra dengan rasa
Curahkan segenap asa dalam lorong hampa

Dalam bait puisi-puisi janji
Adalah napas bayang kelam
Mimpi-mimpi kian ditikam
Dalam semu eja illusi

Kemas saja puing-puing dilema
Benamkan ke dasar samudera
Lalu terbang bersama angin utara
Hinggaplah pada jiwa membara

Meski temaram
Ada jua nyala lentera
Meski esok sudah tak guna
Sebab siang kan gantikan malam

‪#‎DewaBumiRaflesia_01_07_16‬



BULIR EMBUN PADA SEKUNTUM KUNCUP 


Ku semai embun di malam buta
Pada kuntum bunga milik dewa pujangga
Ketika kuncupnya tanpa syair buai lena
Reguk saja bulir embun penawar dahaga

Desir angin goyahkan resah
Sedangkan dahan kian rapuh
Lenggoknyapun nyaris patah
Suatu tanda pohon lemah

Bentangkan saja kelambu kalbu
Halau bayu nan tiba merayu
Agar kuntum tak jadi layu
Lalu sirna dihembus bayu

Ku titipkan pada malam rupawan
Jaga mahkota bunga tetap sempurna
Agar ku petik di taman senja
Ketika mekarnya indah menawan

‪#‎DewaBumiRaflesia_28_06_16‬



UNTUKMU 

Engkau....
Yang terus menari di setiap sudut sorot mataku
Seperti tak lelah ku eja tiap untai katamu
Hingga jiwa ini kian dahaga
Akan tetes embun penyejuk asa

Engkau...
Jangan biarkan ada lagi ragu jadi benalu
Entah tentang apapun itu
Sebab semua telah ku saji
Pada secawan sari pati hati

Biarkan, cerita ini sepi
Tapi riuh dalam gemuruh sanubari
Menggema dalam lorong gulita
Laksana kumandang takbir dihari raya

‪#‎DewaBumiRaflesia_07_07_16‬



DI UJUNG MALAM 

Malam...
Dalam sepimu masih setia ku temani
Ku tak perduli seberapa lama waktu ku lalui
Detik demi detik ku biarkan beranjak pergi
Ku biarkan tiada mimpi malam ini

Malam
Andai sejenak saja ku bisa lena
Di atas tilam yang ku renda
Dengan tetes peluh dan air mata
Entah mengapa aku tak bisa

Malam...
Rembulan yang kau gantung di langit jingga
Telah ku lukis dengan aneka warna
Binarnya yang jatuh di beranda
Meski temaram, namun nyaris purnama

Malam
Apakah aku salah
Bila rembulan yang dulu separuh
Lalu ku lukis dengan segenap asa
Kini ia nyaris purnama

Malam
Gulitamu kan beranjak sirna
Aku masih berdiri perkasa
Menuju elegi pagi
Merenda nyata, bukan mimpi

‪#‎DewaBumiRaflesia_09_07_16‬



REMBULANKU 

Aku terperangkap di langit jingga
Mengepak sayap-sayap patah
Ketika gerimis mengais tanah
Didera awan yang kian gulita

Ketika hujan telah reda
Rembulanpun berseri kembali
Taburkan rerona cahaya purnama
Binarnya indah menawan hati

Aku tak ingin pergi
Biarkan aku di sini
Bercengkerama dengan angin mamiri
Aromanya semerbak wangi kasturi

Sementara, terbangku kian meninggi
Mencari arti deretan mimpi
Hantarkan asa pada nyata
Agar dilema tak lagi direnda

Biarkan, ku rengkuh rembulanku
Kan ku benamkan di dadaku
Usah lagi ada benalu
Apalagi hendak kau ganggu

‪#‎DewaBumiRaflesia_11_07_16‬



SALAM PAGI 

Masih jua tersisa
Serpihan gulana
Meski telah ku benam
Dalam lelap tadi malam

Diri ini telah ku cuci
Dengan dingin embun pagi
Namun tak jua luntur
Resah yang membentur

Ku coba sapa mentari pagi
Seperti kicau burung kenari
Agar pagiku terasa indah
Tak ingin pagiku gundah

Entah mengapa
Angkara enggan sirna
Pada remah guratan aksara
Yang sempat mengusik netra

Biarlah, lupakan saja
Agar jiwa tak terdera
Sebab mentari masih pagi
Kan ku nikmati elegi hari ini

‪#‎DewaBumiRaflesia_14_07_16‬



PELANGI DI CAKRAWALA SENJA 

Rerona raut rupa
Umpama pelangi di ujung senja
Kamuflase buah karya bias cahaya
Cuma hiasan mayapada seketika

Entah, dari sudut netra mana
Kau lempar buah selayang pandang
Sebab, pesonanya tak kan sama
Sejauh mana kau ukur baying

Usah jadikan sebab, cinta atau angkara
Ketika pelangi taburkan pesona
Karena pelangi akan mati
Ketika mentari beranjak pergi

Aku adalah rupa fana
Beri arti cinta sepenuh jiwa
Hapus derai tangis di pelipis
Di figura nyata kan kulukis

‪#‎DewaBumiRaflesia_15_07_16‬



DAWAI MALAM 

Dawai malam, lembut dipetik angin
Kidungnya merayapi dinding kelam
Suhu raga terbungkus dingin
Sedangkan bara rasa tak jua padam

Kususuri tapak telapak malam
Teramat jauh tuk kutempuh
Lalui lembah ngarai, tebing curam
Namun langkah terus kukayuh

Masih, kumeronta dalam penjara jiwa
Mimpipun turut disandera
Dalam jeruji kastil sepi
Meratap hati di balik tembok elegy

Coba kukais remah rindu
Yang tertinggal pada syair pilu
Yang tersisa pada sekuntum bunga
Yang terpancar pada cahaya purnama

Di mana, kurebahkan raga renta
Sebab tembikar masih direnda
Biarlah, kucoba pejamkan netra
Meski bisik berisik ganggu telinga

Di sini
Bertilam illusi
Mencari arti pada berjuta tanya
Meski samar bayang nyata

‪#‎DewaBumiRaflesia_15_07_16‬



CELOTEH SENJA

Adakah menjadi naif bila mentari enggan selimutkan cahaya pada bulan?
Sedang rindu padamu bukanlah yang terlarang
Tanyakan pada hening malam
bahwa rasa yang tenggelam pada semudera pesonamu
Adalah asa yang tak pernah pupus

‪#‎Dewa_Bumi_Raflesia‬



MERPATI DI RIMBA PURBA LARA 

Duhai gerimis manis
Ku sangka malam ini purnama
Ternyata hujan datang menyapa
Girisnya bersama ringis tangis

Duhai angin mamiri
Coba tanya sang merpati
Mengapa tak jua lelah
Mengepak sayap-sayap patah

Katakan padanya, sudahlah
Mengais serpihan puing-puing arca
Di lorong gulita kastil purba lara
Sebab, kan gali pusara gundah

Duhai sang merpati hati
Usah lagi hendak direnda
Jejak telapak yang tersisa
Terbang saja ke taman kasturi

Ada aku disini
Berdiri genggam embun pagi
Tuk sirami elegi pagi
Merajut berjuta mimpi

‪#‎DewaBumiRaflesia_17_07_16‬



MENANTI ANGIN MAMIRI

Wahai angin
Aku rindu bisikmu di hening malam
Lembut semilirmu menyapa daun
Hingga terpana rasa dalam diam

Ketika kidung sunyi menjala gulita
Jiwa-jiwa mulai dilena mimpi
Sedang aku masih terpaku di beranda
Menanti sapa angin mamiri

Dinding malam dirambat pekat
Lolong jangkrik lirih menyayat
Berkelahi hati di rimba kelana
Ketika asa didera karsa

Akan ku petik badai
Lalu, ku kubur dalam pusara
Agar tiada daun nan terberai
Hingga ku semai embun di malam buta

Wahai angin
Dendangkanlah kidung penawar sepi
Agar ranting turut menari
Hingga bunga melenggok anggun

Wahai angin mamiri
Sapa aku nan tegar menanti
Bersama malam meski sepi
Menghitung bulir-bulir mimpi

‪#‎DewaBumiRaflesia_12_07_16‬



PESONA PURNAMA 

Ah, selalu saja begitu
Taburkan cahaya sesaat saja
Lalu sirna ditelan gulita
Hilang musnah digilas waktu

Masih jua
Tak jemu kumencari
Mengais mega-mega
Hingga ke puncak langit alibi

Coba kau lihat tanpa kaca mata
Redup redam Cahaya lentera kaca
Di atas biduk, di tengah samudera
Meski goyah, tetap menyala

‪#‎DewaBumiRaflesia_25_07_16‬



USAH TANYA TENTANG CINTA, USAH RAGU TENTANG RINDU 

Mengapa tak kau tanya
Pada bayu yang berlalu
Mengapa ia tak lelah jua
Menyapu bulir-bulir debu

Mengapa tak kau tanya
Pada ombak yang bergulir
Mengapa ia tak lelah jua
Menyisir butir-butir pasir

Mengapa ada tanya
Tentang cinta yang kupunya
Andai engkau tahu
Rindu ini kian menggebu

Cinta ini akan sirna
Bila angin tak lagi menyapa
Rindupun turut usai
Bila ombak enggan ke pantai

‪#‎DewaBumiRaflesia_30_07_16‬



ASMARA DI TAMAN CINTA 

Mentaripun tersipu malu
Bergegas pergi tuk sembunyi
Ataukah memang iri
Saksikan kita yang tengah bercumbu

Di ujung senja yang nyaris hilang
Terpojok cinta kita di taman bunga
Mengumbar canda riang
Aroma bunga-bunga rindu semerbak menyapa

Biarkan, mentari mengintip di balik bukit
Rindang pohon jadikan sekat
Agar ia tak umbar saembara
Tuk pisahkan asmara kita

‪#‎DewaBumiRaflesia_28_07_16‬



JAMPARING PEUTING 

Nalika angin ngadalingding
Mapay peuting anu jeumpling
Tembang kasono ngahariring
Tur ka panutan anu anggang

Jamparing asih ngeunteup manah
Teuteub Anteub, nanyceub pageuh
Nanyjeur asih meungkeut deudeuh

Duh..anjeun nu janteun impleungan
Tos teu wasa rasa nandangan

Mugia katrsna janteun nyata



SEPENGGAL ASA 

Ku masih berdiri
Di bawah rotasi
Terhuyung limbung didera masa
Musnah sudah gagah perkasa

Coba ku tanya
Pada binar mata asa
Samarnya nyaris buta
Sebab warna elegi sia-sia

Ah...
Malam juga temaram
Namun sempat biaskan cahaya
Rerona rupa rembulan buram
Meski sepenggal,tetap indah mempesona

Awan saja nan genit menggoda
Biarkan saja
Sejenak ia pasti sirna
Sebab rembulan pasti purnama

‪#‎DewaBumiRaflesia_05_06_16‬



KESAMBET 

Bilakah usai
Bila kau kunci dalam semedi
Sementara aksara masih direnda
Maka dilema nan menyapa

Hempaskan saja
Dalam alunan kidung mesra
Atau guratan mata pena

Hingga angkara tak tersisa
Sirna digilas roda masa

Lalu renda benang mimpi,jadikan elegi permadani
‪#‎DewaBumiRaflesia_06_06_16‬



DI UJUNG JUANG 

Aku tak harap kau bentangkan karpet merah di sepanjang jalanku,atau kau hamparkan permadani sebagai tilamku. Yang aku mau,kau mampu beri warna pada mahkota yang tengah kurenda,serta beri arti pada singgasana yang tengah kutempa.

‪#‎DewaBumiRaflesia_10_06_16‬



LELAH 


Senyananya.....
Akulah utusan Sang Hyangwidiwasa
Pembawa aroma nirwana jiwa
Pengganyang resah gundah gulana asa
Pelukis hati di figura cinta
Pemberi rerona indah pada tiap detik putaran masa

Namun,mengapa....
Kau rengkuh sukma tak beriba
Seakan hendak engkau bawa
Jiwa raga menuju candradimuka
Dengan belenggu angkara ku terdera
Dalih setia mantra pembayun sukma
Suatu tanda,tak pernah kau eja
Helai demi helai legenda kita
Bahwa aku,tiada tumpahkan noda

Cukup sudah....
Aku telah lelah...

‪#‎DewaBumiRaflesia_13_06_16‬



SURAT JIWA 

Kasih....
Tak ku temukan jejakmu di sepanjang untaian mimpi - mimpi yang ku renda pada setiap helai malam.
Sementara kidungmu kian terdengar merdu merayu, mengajak kalbu tuk memburu tiap hela napas cintamu.
Hingga ku tiada henti berlari mencari tiap keping puing ilusi yang terberai oleh janji seribu misteri.
Kasih....
Kemana harus ku mencarimu,sementara giris gerimis menetes basahi sepanjang jalanku di atas lembah ngarai terjal dan berliku yang semakin licin bertabur onak serta duri.
Kasih.....
Kan ku beri tanda pada setiap detak jantungmu,agar mudah ku eja tiap untai rasamu yang samar dalam remang cahaya cinta. Agar ku tak gamang menjalin temali kasih yang tak jua usai ku renda,meski kadang limbung bimbang tuk beri warna pada tiap titik syairnya.
Kasih....
Setiap denyut nadimu adalah arti sunyi belai lembut kasihmu, yang kurasa di hamparan samudera jiwaku.

‪#‎DewaBumiRaflesia_13_06_16‬



SAKLAR SAKRAL 

Aku berbisik diantara gemerisik dedaun diusik
Oleh bayu berlalu mengusir bulir pasir
Sang surya masih murka dengan teriaknya yang terik
Tak jemu ku pacu adrenalin hingga desah desir

Seketika,hampa udara di rongga rasa
Biliknya sepi berselimut gulita
Entah kemana penghuni mengembara
Mungkin,berkelana berteman angkara

Rapuh runtuh lentik jemari kutip giris gerimis
Renta rasa tak kuasa meronta bawa serta tangis meringis
Kala luka makin dikais
Hingga legenda kian tragis

Bila tak kuasa
Tuk dikunci di lemari kaca
Atau dibuang lewat jendela
Namun bisa,disapa dengan canda tawa ria

‪#‎DewaBumiRaflesia_12_06_16‬



MENYULAM DALAM TEMARAM 

Malam gulita
Masih jua buta kala coba ku eja
Bias paras rerona air muka
Bertabir dilema tanya fatamorgana

Malam gulita
Kala ku terbang ke langit jingga
Kau beri tahta di singgasana maha
Hingga ku percaya dewa asmara sudah dewasa

Malam gulita
Aku tak bermimpi rembulan purnama
Namun,jangan kau biaskan malam dengan temaram
Agar sunyi tak jadi mencekam

Malam gulita
Aku sangat perkasa jadi lakon drama
Namun karsa mampu rapuh hingga punah
Sebab jiwa untaian rasa tak berbongkah

Malam gulita
Apakah engkau penabur embun ?
Yang setia menyemai pada semesta
Lalu,kau biarkan bulirnya berserakan

Malam gulita
Bukankah kau sembunyikan hujan pada mega
Mengapa tak kau tumpahkan segera
Pada salah satu sudut mayapada

‪#‎DewaBumiRaflesia_11_06_16‬



MENGAPA ADA TANYA 

Beta....
Rupa nyata,bermahkota fana
Terbelenggu alfa,berlumur noda
Terbingkai nyata,lukisan asa
Terbalut raga renta, rerona jiwa

Beta...
Tiada kuasa tuk genggam mayapada
Cuma setitik embun karya,buah daya upaya
Cuma sehasta karsa,jarak pandang yang bisa ku eja
Cuma jemari ringkih pemahat asa,senjata yang ku punya

Mengapa...
Belahan jiwa tak jua usai akan dahaga
Berjelaga ditelaga surga yang ku punya
Yang ku tuang dari sari pati rasa
Ku tak perduli,meski sukma ini nestapa

Yakinlah..
Asa ini tiada kan henti ku kayuh
Meskipun peluh berubah darah
Meskipun sukma raga di tindih gundah
Sebab,tiada ku miliki kamus pasrah

Pahamilah
Sukma raga ini rapuh
Seketika ia mampu runtuh
Lalu,remah hingga musnah

Usah dera dengan berjuta tanya
Hanya akan kais dilema
Biarkan mengalir apa adanya
Sebab,muara bengawan pada samudera

‪#‎DewaBumiRaflesia_16_06_16‬



HENING 

Kala ku jamah deretan aksaramu
Cuma bisu laksana bayu berlalu
Laksana enggan jawab sapaku
Ataukah ragu jadi belenggu

Aku masih terpatung di antara
Sembunyi di balik tirai angkara
Hingga usang digilas roda masa

Meski untaianmu bertabur pesona
Namun tanyaku tak jua sirna

Apakah itu hanya pelipur lara

‪#‎DewaBumiRaflesia_19_06_16‬



RINDUKU 

Ibu
Mungkin, masih bisa aku hadang
Tetes duka dari sudut telaga mata
Namun, gelombang rindu kuat menerjang
Menyesak di ruang dada

Ibu
Mestinya, aku hadir bersimpuh di kakimu
Harapkan berkah serta ampunan dosa
Di pagi fitri yang kan tiba segera
Namun, selalu waktu jadi belenggu

Ibu
Jarak kita dihitung peta
Jumpa kita hanya lewat suara
Namun, kasihmu selalu aku rasa
Meski diri berlumur alfa juga noda

Ibu
Maafkan aku anakmu
Yang menjauh dari pandangmu
Yang tengah mengukir jati diri
Berharap diri lebih berarti

Ibu
Meski tangisku tiada arti
Namun rinduku menyayat sanubari
Belai saja bayu yang berlalu
Aku akan rasakan belaian itu

Dari "Tiga serangkai"
Terlahir dari seorang IBU



MERENGKUH ASA 

Merengkuhmu
Dengan segenap jiwa
Dalam alunan kidung syahdu
Ketika semilir bayu menyapa

Ketika gemuruh ombak di samudra asa
Menghempas lara hingga ke dasar palung nestapa
Maka, hanya cinta yang mampu merengkuh
Selamatkan asa agar tak musnah

Damailah
Dalam dekap hangat rerona cinta
Meski dalam jerat benang merah
Sebab, merontapun akan percuma

Genggam saja
Temali hati yang tengah direnda
Meski dalam jeruji sepi
Sebab, kan tiba jua pada elegi pagi

Yakinlah, bahwa
Mayapada kan ronakan cahaya
Semerbak aroma bunga di taman senja
Ketika nyata tak lagi asa

Lenalah
Dalam denting dawai kidung bayu
Dalam buaian mimpi-mimpi indah
Dalam dekap segenap kalbu bertalu
‪#‎DewaBumiRaflesia_25_06_16‬



BUKAN AKU 


Bukan....
Bukan aku yang kau sakiti
Tapi hatimu sendiri
Sebab cintaku murni
Nyata tanpa basa-basi

Bukan
Bukan aku yang meminta
Kau yang telah berdusta
Hembuskan angin surga

Bukan
Bukan aku yang kau mau
Aku saja yang tak tau malu

Bukan
Aku bukan permainanmu

‪#‎DewaBumiRaflesia_24_06_16‬



MENGEJA ASA PURNAMA

Aku rindu cahaya purnama
Kala binarnya jatuh di telaga
Bentangkan rerona raut rupa
Pesona cahaya empunya aksara

Malampun diam seribu kata
Semilir angin tak lagi gulana
Desirnyapun masuk lewat jendela
Ketika syair jadi legenda

Mari berdiri pada altar janji
Agar lena bertilam permadani hati
Lalu kunci diri dalam jeruji kasturi
Ketika usai mimpi dicuri

Rentangkan saja sayap illusi
Agar terbang kian meninggi
Genggam erat temali mimpi
Lalu ikat pada elegi pagi

‪#‎DewaBumiRaflesia_26_06_16‬



AKU DAN MALAMKU 

Sepi, menyusuri lorong malam
Sendiri, mengais puing-puing angan
Sementara mimpi kian tenggelam
Sedangkan aku kian tertawan

Malam tak mau tahu
Menghujam kalbu hingga ulu pilu
Tercabik gelak tawa di ujung senja
Sepenggal asa masih tersisa

Sudahlah
Mungkin angin telah lelah
Menyapaku yang tak jua lena
Padahal, ku masih mematung di beranda

Ingin rasanya
Berkelahi saja dengan bara menyala
Agar tak terbakar ruang angkara
Namun, aku tak kuasa

Sedangkan dinding malam sunyi
Telah penuh dengan figura illusi
Berlukiskan mimpi-mimpi kasturi
Dalam remang ruang elegi

‪#‎DewaBumiRaflesia_28_06_16‬



ELEGI JEJAK TELAPAK

akar menjalar sangkar, pilar ikrar
Sayap patah, musnah gagah
Liuk lenggok rontok tanduk
Lumpuh langkah lenyap lelap

Sejengka sehasta,semu sirna
Sempat samar, nanar gemetar
Tapi temali terpatri disisi elegi
Ringkih raga renta, rintih rasa
Kayuh,di riuh gemuruh
Jejak telapak tak jua telak



BERITA JIWA UNTUK JUWITA

Malam....
Sempat ku sampaikan padamu
Bahwa cinta adalah rasa tak terdera
Rindu adalah jiwa yang menyatu

Mengapa....
kau biarkan ragu jadi hantu
Sedangkan aku pecinta nyata
Menyemai benih angan pada kepasrahan
Kepasrahan seorang hambaNYA

Mengapa...
Harus ada belenggu pada ragu
Bukankah telah ku kabarkan
Tentang warna tinta yang ku punya
Semua itu mampu mengukir syair

Wahai malam
Yakinlah...
Meski ku tak mengukir janji pada sepotong roti
Namun ku mampu menyulam benang menjadi kain



SURAT CINTA SANG PEMILIK JIWA

Wahai sang pemilik jiwa....
Kala kubaca surat cintamu dengan sejagad rasa
Coba kuraba meski aku buta makna
Terhentak penjuru sukma seketika
Meracau rindu berkabut dilema
Resah, gundahpun kian mendera
Wahai sang pemilik jiwa....
Hati risau bila ku datang tidak kau sapa
Jangankan pelukan mesra
TatapMUpun penuh angkara
Bila tak sempat kubasuh semua noda
Wahai sang pemilik jiwa...
Padahal, tiada jemu engkau sapa aku dengan berjuta makna
Tetap saja tiada hirau aku karenanya
Suatu tanda aku sahaya
yang lelap dibuai alfa
Wahai sang pemilik jiwa...
Sentuhlah aku dengan jemari cinta
Agar lelapku tiada lena
Agar aku menjadi hamba setia memuja
Hingga akhir ku tutup usia



TERDERA


Pecah, remah, cermin kaca
Pupus, hapus, rerona raut rupa
Padam sudah, nyala lentera
Pojok malam, teman setia

Nanar, tak lagi binar, jendela mata
Nyaring, pekik melengking tinggal terbata
Nyaris binasa, sukma terlunta
Nestapa rasa, buah cinta buta

Sapamu, tak lagi mesra
Suguhmu,aneka rasa tuba
Sayangmu, tak lagi kurasa
Sukmaku, berkabut lara

Engkau, yang dahulu surga cinta
Engkau, yang dahulu cahaya sukma
Engkau, kini bara neraka
Engkau, kini sirna dalam cerita

Karena
AKU DAN KAU
JELEK ENGKAU



ASA YANG TERSISA

Lelah....
Diburu elegi tadi pagi
Sedang aku tengah ditikam dewa surya
nanar binar, sempat jua ku panggil asa
Mengais puing-puing arca yang ku hempas
Bilakah...
Hembusan sang bayu tak lagi mengganggu
Aku tak berharap senja ronakan pelangi
Aku hanya ingin berteduh walau sejenak
Hingga usai rintih letih...
Bilakah....



BERITA JIWA NYATA

Aku bukan puisi
Kreasi seni, improvisasi ilusi
Molek, bersolek basa-basi
Renda kata, sembunyi arti
Makna cerita, cari sensasi
Gali imaji tuk mengerti

Aku untaian jiwa
Cerita nyata,guratan rasa
Isi sanubari, tanpa rekayasa
Suci murni, tiada dusta
Usah payah, mereka-reka
Semua fakta, gelora asa

Aku untaian jiwa
Bicara apa adanya
Tak perduli suka atau angkara
Terserah gua....
Jika tak suka....
Jangan kau baca....



SAMAR

Kau, adalah pesona di setiap detak detik karya, mampu mengisi setiap mili ruang relung yang di lalui tarian mata maupun pena. Meski rindu bukanlah sebatas hafalan fasih yang tak pernah khatam, ataupun pemanis kata pada tiap ucap agar terlihat mesra. Namun nyata yang kian bias, ketika fakta serta antara angkat bicara. Hingga keindahan paras cinta kian bias oleh maya. Sementara bayu tak jemu, mengukir semilir pada tiap helai daun hingga hela nafas yang ronakan namamu dalam heningnya malam bermandikan rintik rinai. Titik-titik rindupun kian penuhi rongga rasa, membentuk untaian kata syahdu yang tak terumpamakan.
Kasih...hingga ketitik mana harus ku bawa serta. Rindu yang kian menyala.

‪#‎DewaBumiRaflesia‬



RADIASI HATI

Maaf cinta
Bila multitesterku sudah tak guna
Tuk mengukur frekuensi gelombang rindu rasa
Padahal,resistor telah kurangkai dengan skala logika
Masih jua tak kuasa menahan besarnya arus daya maha cinta
Yang merayap pada kabel-kabel nadi
Yang terkirim dari generator hati
Konsleting asa membakar rangkaian elektromagnetika janji
Hingga tak kuasa tuk ku reparasi
Kubiarkan saja rasa ini teradiasi
Oleh paparan sinyal gelombang illusi

‪#‎DewaBumiRaflesia_24_04_16‬



BIDADARI TAK BERSAYAP

Kau bersemayam di istana negeri maya
Kupandang raut rupa lewat kaca
Kudengar bisik mesra di telinga

Ada antara antara kita
Antara cinta dan rindu
Itulah kita.....
‪#‎DewaBumiRaflesia_05_05_16‬



LEGENDA PUSPA KARYA

Usah sebut itu noda
Apalagi, karma karya dosa
Itu, tinta yang tersisa
Ketika karsa sirna kala renda cerita

Usah sebut itu dusta
Apalagi hapus puspa karya
Itu, rupa cipta yang cidera
Kala legenda sirna gema

Aku, tak ukir syair di bulir pasir
Sebab, kan sirna kala air menyisir

Aku, pahat prasasti di purba lara
Di atas pusara asa nan terdera

‪#‎DewaBumiRaflesia_02_05_16‬



RIUH DI SUBUH

Seperti biasa....
Di penghujung malam ku terjaga
Kala kumandang di corong menara
Riuh gema pangil insan ke surga

Lolong jantan saling bersahutan
Bertengger manis di atas dahan
Teriaknya lambangkan harapan
Sambut hari tentu tujuan

Sujudku di subuh ini
Kepasrahan diri pada ILLAHI
Akan nikmat yang IA beri
Semua akan ku syukuri

Semoga di hari ini
Hidup semakin berarti
Bukan sekedar ambisi
Namun nyata jadi saksi

‪#‎DewaBumiRaflesia_07_05_16‬



MALAM


Meski tak mampu ku rengkuh rerona paras purnama nan jelita
Namun masih ku nikmati lirih bisik gemerisik angin merdu menyapa
Ku kecup mesra bilik dinding sepi dengan sejagad karsa
Lalu kunikmati samar temaram di ruang mimpi nan direnda pada syair dewi pujangga

‪#‎DewaBumiRaflesia_12_05_16‬



ELEGI SEPOTONG JANJI 

Malam...
Bukan enggan jemari tuk menari
Himpun tiap titik rintik rinai
Tapi tangan telah terpatri
Dalam jeruji kastil purba sari

‪#‎DewaBumiRaflesia_13_05_16‬



AKU DAN MALAMKU

Malam...
Mengapa kau usik mimpi hingga aku terjaga
Lalu, kau kabarkan kelam ini masih buta
Matapun kian binar hingga enggan lena
Aku Terhuyung limbung dalam samar cahaya

Malam....
Sejauh mana jarak menuju elegi pagi
Hingga tak lagi kudengar samar serunai mimpi
Sebab mimpiku telah menjauh pergi
Dibawa semilir angin yang menepi

Malam...
Temanilah aku dengan desah basah semilir syairmu
Buai aku dengan dayu mendayu lirih kidungmu
Lenakan aku dengan usap belai memanja sabdamu
Yakinkan aku bahwa, kau
bangunkan aku, hanya untuk menemanimu

‪#‎DewaBumiRaflesia_09_05_16‬



CATATAN KECIL HARI INI

Ketika ku diburu waktu
Daya upaya tercurah tanpa ragu

Tapi, alam tak mau kompromi
Mengguyur bumi tanpa permisi

Ya....
Apa hendak dikata
Semua kehendak SANG KUASA
Ku hanya mampu berusaha

Entahlah....
Sesungguhnya penat sudah
Berburu seribu langkah
Tapi aku tak ingin menyerah
Apalagi sampai kalah

Biarkan nyata yang bicara
Sebab cerita masih direnda

‪#‎DewaBumiRaflesia_08_05_16‬



ELEGI DI NEGERI PARA KURCACI

Ketika musim pembual tiba
Bertebaran aroma surga
Dari para pencari suaka
Kepada kami para jelata
Cuma satu yang mereka pinta
Coblos saya saja....

Baiklah kami ikut serta
Tapi tidak cuma-cuma
Ada syarat juga harga
Itupun jika kami selera

Jika tak sesuai selera
Maafkan, jika kami dusta

Uang tuan, kami terima
Soal pilihan....rahasia

Memangnya cuma tuan saja
Yang pandai berdusta
Kami para jelatapun bisa

Setelah itu semua
Terserah tuan juga

Apakah semakin kaya
Karena jadi penguasa
Ataukah jadi orang gila
Karena ludes harta benda

‪#‎DewaBumiRaflesia_07_05_16‬



JUWITA BELUM PURNAMA 

Sepenggal juwita, bermanik binar gemintang
Persembahan malam udar gulita
Lena, sorot mata pada pesona cahaya
Meski hanya dari jendela, pandang melayang

Indah merona, meski bias temaram maya
Menjelma, syair mimpi guratan sukma
Bertilam kasturi dari sulaman benang sutera

Ku ingin, cakrawala indah kian mempesona
Biarkan ku terbang, kan ku lukis langit jingga

Namun, ku tunggu hingga sang juwita purnama

‪#‎DewaBumiRaflesia_14_05_16‬



ELEGI SEJOLI

Di ujung cakrawala senja
Rerona jingga hiasi mayapada
Deru ombak alunkan nada
Desir angin belai mesra

Duhai belahan jiwa....

Benamkan gulana jiwa
Biarkan ombak bawa serta
Hingga ke dasar samudera
Agar resah tak lagi menyapa

Ketika gelombang menyapa
Adalah warna samudera kita
Agar biduk kian perkasa
Arungi lautan cinta

Sandarkan sukma raga
Padaku nahkoda cinta
Kan ku jaga dengan setia
Hingga kita ke alam surga

Lenakan sukma ragamu
Dalam dekapan hangat jiwaku
Dalam belaian mesraku
Dalam keutuhan asmaraku
Kita sejoli yang telah menyatu
Kamu adalah cintaku
Aku adalah cintamu

‪#‎DewaBumiRaflesia_22_05_16‬


TEMBANG KATA :

berjelaga ditepi telaga warna semesta
reguk penawar dahaga sukma lara
rendam prahara nestapa nostalgia
dlm riak gelombang fatamorgana

semburat rengat kisi kasih kinasih
pecah remah dikelokan menanjak
tercecer ditepian mimpi kasturi
tusuk tapak telapak membengkak
tinggalkan goresan segurat syahdu

ada selaksa sukma yg terluka
risaukan kehampaan biji asa
resahkan bayang remang bilik mimpi
gundahkan gemuruh prahara dilema
hingga udar singgasana istana
usah gali pusara di rimba purba
ukir saja patung sepi....

ADE SAPUTRA
SUNANKALIGANDU


Tidak ada komentar:

Posting Komentar