Jumat, 08 November 2019
Kumpulan Puisi Abu Rayhan Hidayat II - PERGILAH
CAHAYA BINTANG
Abu Rayhan Hidayat II
Senja menatapku nanar dalam kesepian
Bertanya dimanakah Sang Pujaan
Hilang dalam udara suatu senyuman
Buyarkan jiwa sirnakan semua harapan
Senja akan berganti dalam gelapnya malam
Biarkan sang gelap akan bersemayam
Dibaliknya akan hadir suatu cahaya
Sinar Bintang yang akan menghiasi jiwa
Petiklah satu bintang yang berbaris
Dari ribuan gugusan galaksi
Agar senyum kembali hadir menghiasi
Kebahagiaan akan menepis luka diri
Biarkan cahaya sang bintang hadir
Membisikan melodi cinta yang terlampir
Tebarkan kasih yang tak berakhir
Karena semua tercatat sesuai takdir
Sumedang, 10 November 2019
KOBARAN DUKA
Abu Rayhan Hidayat II
Kutahu kau mempesona
Untaian bicara dan gerak tubuhmu
Membuat siapapun melayang
Dalam impian sang penjagal
Kulihat cahaya jalangmu
Bersinar dalam gelak tawa bahagia
Membuyarkan arti kebajikan
Mencampakan semua petuah
Larut pulang dalam pelukan alkohol
Wahai pemuja cinta
Janganlah bermain api
Ingatlah jiwamu butuh asuhan
Bukan hanya kumpulan harta
Yang akhirnya membuatmu
Terbakar …
Yang kau kira angin surga
Adalah bara neraka
Berharap bahagia dalam cinta
Akhirnya terbakar dalam kobaran duka
Dan hangus dalam hina
.
RELUNG JINGGA
Abu Rayhan Hidayat II
Garis bibirku tak lagi berongga dalam senja
Kala kulihat langkahmu bersama dia
Hanya umpatan yang mengangkasa
Memaki mentari tak lagi bersinar
Menembus hingga relung-relung jingga
Memaksa diri hanyut dalam kecewa
Seribu janji sejuta mimpi
Yang pernah tergores dalam hati
Hangus terbakar kobaran emosi
Menyisakan bara yang tak berwarna
Seonggok rapuh berlarut durja
Hanya untaian do'a dalam kesedihan
Yang mengalir dalam keheningan
Semoga kau menemukan makna bahagia
Yang mungkin tidak mampu kuberi
Karena ....
Melihatmu dalam cahaya kebahagiaan
Suatu bentuk harapan terdalam
Di palung jiwa bernama cinta
.
.
Sumedang, 8 November 2019
LAGU KERINDUAN
Abu Rayhan Hidayat II
Wahai wanita pujaanku
Dengarlah dentingan rintik hujan ini
Menyanyikan lagu kerinduanku
Akan kehadiranmu di sini.
Tak kudengar lirih suaramu sehari
Bagaikan sewindu hati dalam sepi
Gersang melanda diri
Gunda gulana membakar jiwa
Bilakah akan kudengar kembali
Ribuan kisah kehidupan anak manusia
Acap kau senandungkan dalam melodi
Bersama diri menetes dalam raga
Hujan telah turun kekasih
Biarkan hadirmu menggiring panas
Bersama hilangkan semua sedih
Agar jiwa ini tak lagi lepas
.
Sumedang, 8/11/19
KEBESARAN JIWA
Abu Rayhan Hidayat II
Hujan mengantarkan malamku dalam perenungan perjalanan hari
Timbunan sial yang melanda raga terus menggoda untuk membangkit emosi
Kebesaran jiwa dan keelokan budi diharapkan tampil dalam barisan terdepan
Bukankah orang-orang suci anutan kita telah mengajarkan sesuatu kemuliaan
Yang akan mengangkat derajat kita dalam pandangan-Nya.
Hanya mereka yang berlapis nalar sehat nan berpegangan teguh dalam cahaya
Yang akan menggantikan semua kekacauan hari menjadi ladang ibadah
Semoga ada alunan simpony religi yang akan menghibur para pelaku cerita
Agar selalu bersabar dalam cinta dan membuang segala amarah dalam jiwa
Karena janji-janji Sang Pencipta adalah nyata.
Sumedang, 3 November 2019
PERGILAH
Abu Rayhan Hidayat II
Pergilah jauh kasih
Kalau memang itu jalan yang kau pilih
Andaikan itu membuatmu bahagia
Biarkan aku sendiri membalut jiwa
Delapan bulan menampung rasa
Mestinya kau tahu betapa pentingnya
Hadirmu di sisiku
Menuai asa menggapai mimpi
Tinggalkan aku dalam ikrar semumu
Biarkan tubuh ini terjerembab dalam luka
Biar semua jelas akan akhir kisah ini
Akan kuterima dalam seloka kesedihan
Biarkan kita berjalan dalam cahaya yang berbeda
Karena benih cinta yang pernah ku semai tak pernah kau anggap
Semoga akan kutemukan seseorang yang lebih
Dan melanjutkan mimpiku yang telah hancur
.
.
Sumedang, 3 November 2019
SAJIAN CINTA
Abu Rayhan Hidayat II
Untaian bintang di kesahajaan malam
Menemaniku tatkala aroma cintamu hadir
Wahai rinduku ….
Temaniku kesyahduan ini dalam kasih
Sajikan cintamu dalam alam kalbu
Biar kubasuh dengan cahaya di awan malam
Nikmati dengan sejuta kehangatan
Hingga embun pagi tiba menjelang
Memandangmu adalah kebahagiaanku
Mencintaimu adalah anugrahku
Memelukmu adalah harmoniku
Memilikimu adalah cita-citaku
Lupakanlah semua masa lalu kita
Biarkan menguap bersama cahaya bulan
Dan larut dalam kehangatan malam
Kita ciptakan kelopak cerita baru
Nan semerbak dalam ruangan kalbu
.
Sumedang, 3 November 2019
SECAWAN KEINGINAN
Abu Rayhan Hidayat II
Bergores pena dalam kata
Untaian aksara meliuk indah
Mencoba memberi makna
Akan indahnya mimpi
Kucoba membuka tabir mimpi
Hangatnya memelukmu
Damainya mengecupmu
Bersatu dalam satu jiwa
Mungkinkah ini secawan keinginan
Hasrat terdalam akan mengingatmu
Ataukah hanya bunga-bunga tidur
Yang mekar disemai cinta
Hanya guliran waktu yang akan menjawab
Berjalan dengan berseminya kasih
Walau sejuta harapan hadir dalam benak
Agar semua hadir menjadi nyata
Dan bahagia dalam cinta
.
Serang, 3 November 2019
Judul : ANAK JALANAN
Karya : Abu Rayhan Hidayat II
Menggusur kaki melangkahi matahari
Anak Jalanan berteman debu dan polusi
Untuk menggapai mimpi
Yang tak pasti
Mereka anak bangsa
Bagian dari isi Nusantara
Bukan benalu apalagi musuh negara
Mereka rakyat bukan penjahat
Hai para pejabat !!
Dimanakah nurani kalian ....
Ketika mereka menggigil di malam hari
Kemanakah pergi nuranimu ketika melihat mereka meringis melawan matahari
Bukankah orang miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara?
Ataukah hanya pejabat dan punggawa istana yang dipelihara negara?
Anak jalanan bukan penjahat perang
Mereka juga berbendera merah putih
Bilakah negara peduli mereka
Agar mereka bisa layak seperti kita
Dan menikmati mimpi yang tertunda.
.
Serang, 3 November 2019
JAMBANGAN CINTA
Abu Rayhan Hidayat II
Lelah hati ini menunggu dalam asa
Kasih putih yang akan membersamai
Untuk melangkah dalam semua cita
Menuju noktah-noktah bahagia
Dalam sepi tetap harapan terjaga
Walaupun lelah terus melanda
Agar petualangan ini akan terhenti
Berganti cerita membuang ilusi
Pada bunga yang menari dalam taman
Indah kelopakmu terbilas dalam cahaya
Maukah bersamaku mengayuh bahtera
Dalam jambangan beruntaian cinta
.
.
Serang, 3 November 2019
MASIF
Abu Rayhan Hidayat II
Di saat ada dirimu
Selalu membuat hatiku bergetar
Membawaku dalam seribu imaji
Walaupun kutahu
Mengingat adalah suatu kepedihan
Melihatmu adalah fatamorgana
Nyata tapi tak tersentuh
Ku ingin kau tahu
Bahwa diri ini masif mencintaimu
Merindukan dalam masa
Memelukmu dalam cahaya
Kutunggu teduhnya kasihmu
Sebelum aku pergi meninggalkan semuanya
.
.
Serang, 3 November 2019
ISAK TANGIS ARWAH KEKASIH
Abu Rayhan Hidayat II
Terjaga diri di keheningan malam
Raungan anjing jantan membelah malam
Berbalas gemericik pohon bambu tersibak
Menambah suasana malam kian mencekam
Laun terdengar diselingi detak jam dinding
Suara isak tangis kepiluan jiwa jelas terdengar
Samar bersahut angin suara itu semakin nyata
Kuangkat tubuh ini melangkah lambat menuju dapur
Seret kaki ini pelan terdengar jelas menyela
Deritan pintu memecah keheningan malam
Dalam keremangan cahaya rembulan jelas terlihat
Sosok wanita yang jelas kukenal dalam hidup
Seorang tambatan jiwa penghilang lara
Namun telah pergi untuk selamanya karena ganasnya serangan kanker
Masih teringat jelas di mata lembaran kisah
Tiga hari berlalu dalam pemakaman
Terbujur kaku tubuhnya berbalut kafan semerbak aroma melati
Berhias Kemboja makam menggunung
Terselip bongkahan nisan bertuliskan namanya.
Kucoba menahan sedih dalam ribuan duka
Sempat jatuh menetes air dari sudut mata
Menahan pilu ditinggal tambatan hati
Dan kini kau hadir menjelma dalam sosok berbeda
Suara parau bergema memecah hening
Dari bibir birumu terucap bahwa kau masih mencintaiku
Tetesan air mata bergulir di pipi pucatmu, nanar menatap tajam menusuk tulang.
Ketakutan diri tenggelam dalam kepenasaran
Maafkan kekasih.
Betapa kau tahu besarnya cinta ini.
Dalam kasih ini takkan pernah terukur.
Bukan cinta tanpa tepian, tapi hidup harus tetap berjalan. Kita telah berbeda alam. Bila kau masih mencintaiku ikhlaskan dirimu. Tenanglah dalam tidur abadimu. Semoga kelak kita akan bersama kembali dalam surga
Kelopak matanya menatap tajam merobek jantung. Bisu suasana dalam mencekam
Dipalingkan wajahnya dalam kegelapan
Dan melesat cepat menembus atap
Lambat menjauh terdengar cekikikan tawa
Menggema menembus kegelapan malam nan pekat
Hilang perlahan dalam pandangan
Tersimpuh lemas tak bertulang diri ini
Kesedihan berbalut lega melanda hati
Beriring doa terucap keikhlasan
Semoga kamu tenang di sana.
.
Sumedang, 7 November 2019
KELAMBU CINTA
Abu Rayhan Hidayat II
Goresan sinar rembulan kian menyinari hati
Mengingat sosokmu yang kerap hadir di sini
Gundah gulana melanda diri
Rindu dirimu wahai kekasih hati
Debaran rasa kian bergemuruh mengingat adamu
Nan jauh namun terus menyentuh kalbu
Mencoba menetralkan rasa jua tak mampu
Untukmu yang selalu kurindu
Angin malam yang menggoda prana
Tak sanggup memalingkan diriku mengingat hadirnya
Hanyalah gumpalan-gumpalan ilusi wajahmu yang hadir menjelma
Dan desahan manjamu yang selalu dalam pikiran membahan
Sungguh rasa itu kian nyata adanya
Bukan hanya bias semata
Rasa ini berwujud dan nyaris sempurna
Menapaki adamu dalam dunia maya
Bilakah waktu akan tiba
Sosokmu menjelma dalam nyata
Agarkan ku bisikan semua cerita
Dalam kemesraan kelambu cinta
.
Sumedang, 7 November 2019
TETESAN AIR DALAM SAMUDERA
Abu Rayhan Hidayat II
Siraman cahaya rembulan
Mengantarkan lamunanku pada Sang Khalik
Menyadarkan suatu fase alam nan indah
Betapa cakrawala nan indah membentang
Dan semua bertasbih dalam Asma-Nya
Semua menyebutkan kuasa semesta alam yang layak kita sembah.
Mahkota kesombongan apa yang pantas kita pakai menghadap Kalam-Nya?
Atribut keegoisan siapakah yang dapat bertahan dalam azabnya?
Kekayaan apa yang akan dibawa ke dalam kubur?
Kegagahan seperti apa yang kita pamerkan dalam menghadapi teriknya Padang Mahsyar?
Apa jabatan yang akan membantu kita meniti Sang Sirod?
Dan ilmu kebal apakah yang akan mampu menahan panasnya api neraka?
Semua sirna bak embun pagi yang terpanggang mentari.
Hanya bekal kita yang akan membantu semua
Hanya Ridho-Nya yang akan menolong kita
Kita hanyalah debu dalam lautan Sahara
Tetesan air dalam Samudera
Butiran salju di tengah Kutub Utara
Tetesan riak di malam gelap gulita.
Hanya niat yang terpatri untuk beribadah dan
Ketakwaan yang totalitas akan menyelamatkan kita semua menuju Jannah-Nya.
Semoga kita akan berkumpul kembali
Dalam majelis hamba-hamba-Nya yang lurus.
Aamiin.
.
.
Serang, 7 November 2019
HARAPAN TINGGAL HARAPAN
Abu Rayhan Hidayat II
Segumpal mimpi buyar dalam berita
Harapan dan cita-cita besar tergeser sudah
Larut dalam seribu sembilu kesedihan
Melihat bahwa inilah realita Kehendak Sang Kuasa
Impian hamba
Pemimpin baru penuh wibawa
Sarat pengalaman di medan laga
Bersanding pengusaha cendekia muda
Gagal bersanding dalam singgasana
Ribuan masyarakat tertunduk sayu
Mengikhlaskan kekalahan tanpa kuasa
Buyar harapan berselimut impian
Karena takdir berbicara beda.
Sakit hati, ya...
Perih jiwa, ya ...
Tapi, hidup harus tetap berjalan
Negara harus tetap bergerak
Rakyat tetap harus makan
Dan kapal perlu seorang nahkoda
Menepis semua rasa
Menerima semua takdir
Do'akanlah ini jalan terbaik
Agar kapal tetap berlayar
Hingga kembali ke dermaga.
.
..
Sumedang, 7 November 2019
MENYINGKAP JIWA
Abu Rayhan Hidayat II
Langkah berat mengurung jiwa
Memandang nanar pada sang Surya
Apakah salah diri berdiri
Pada titik koordinat
Dalam sore berbalut senja
Asaku melayang menatap esok
Akankah Dia meridhoi jalanku
Yang selalu mengabdi pada emosi
Bahkan ibadah kerap bervolume rendah
Alang tak dapat diduga
Titik jenuh pasti akan datang jua
Menyingkap jiwa berharap kebaikan
Dalam dunia dan isinya.
Kata bersyukur selalu menguap dalam do'a
Pasrah kerap menjadi langkah terakhir
Karena yakin takdir akan berputar
Bak roda pedati dalam pusaran mentari
Tinggal harap berlumuran do'a
Langkah hidup harus dipilih
Menuju nilai-nilai surgawi.
.
.
Serang, 7 November 2019
BIAS RINDU TERLARANG
Abu Rayhan Hidayat II
Desiran angin bertahtakan rembulan
Kerap membisikan tentang rasa
Bias rindu yang terlarang
Menyeruak dalam atma nan abstraksi
Dinginnya malam
Tak mampu mengusir beratnya rindu
Yang melanda tanpa waktu
Kadang pikirku berkelana
Mencari sebab
Kerinduan pada orang
Yang hanya tatap di dunia Maya.
Kuingin dirimu di sini
Bercengkrama dalam cinta
Bercerita dalam tawa
Berpelukan dalam rasa
Berpadu dalam satu jiwa
Adinda datangilah rinduku
Nafasi cinta ini
Agar semua berakhir dengan indah.
.
.
Serang, 7 November 2019
TERGORES DALAM CINTA
Abu Rayhan Hidayat II
Gempita beraduk duka ketika kabar menyapa.
Kau kan terbang ke benua biru menyongsong karir barumu.
.
Terompet gembira kutiup dalam jiwa
Terlepas dari kesombonganmu
Terbebas akan gaya aroganmu
Terberai dari bengis pesonamu
Tapi … dalam keheningan kusadari
Ambivalen melanda diri
Ada rasa dalam benci
Kaulah Sang pengisi hariku
Dirimulah semangat jiwaku
Senyum mahalmu yang kunanti.
Suaramu adalah pengisi imaji
Berlari dalam kebencian
Tumbuh satu rasa
Dalam sejuta mimpi indahku
Memang kupernah tergores akan ucapmu
Memaki karena sikapmu
Mengumpat karena gayamu
Tapi itulah goresan cinta
Yang menyadarkanku akan suatu rasa
Bahwa kaulah warna hidupku.
.
.
Serang, 7 November 2019
GURATAN
Abu Rayhan Hidayat II
Cengkraman emosi menggulung Sukma
Ketika kudengar dirimu
Menggapai mahligai rumah tangga
Langit serasa runtuh menghimpit
Jiwa tak mampu menahan beban yang menggantung.
Tiada lagi prana jiwa sejati
Yang kerap mengisi masa
Hanya lamun berujung sesal
Dalam jiwa yang rapuh
Hanya penghambaan akan asa yang tersisa.
Harap Sang Kuasa akan berkalam dalam hati
Menuju kebahagian sejati.
Karena semua apa yang terjadi
Adalah guratan takdir
Yang harus kita tampung
Dengan ketakwaan dalam keikhlasan.
.
.
Serang, 6 November 2019
HARAP
Abu Rayhan Hidayat II
Jauh di lubuk hatiku
Jauh di lembah jiwaku
Jauh di angan khayalku
Jauh di relung batinku
Hanya namamu yang kusebut
Hanya wajahmu selalu terbayang
Hanya senyummu hadir dalam mimpiku
Sayang, salahkah bila ….
Kuharapkan hadirmu
Kupinta cintamu
Kutunggu pelukmu
Hari berganti malam
Minggu berubah bulan
Dari September berwujud Oktober
Telah sabar kunanti
Jujurlah kalau memang rasa itu masih ada
Katakan bila rindu itu masih hadir
Tak mau diri ini tersiksa oleh penantian panjang yang akhirnya bermuara pada kepiluan.
.
.
Serang, 6 November 2019
PENANTIAN TAK BERUJUNG
Abu Rayhan Hidayat II
Angin senja membawa lamunanku
Tentang harapan dan sebongkah keinginan
Untuk membawamu hadir di sini
Bersama menyantap indahnya Sunset
Senyum nakalmu kerap menggangguku
Hadir bersama siraman cahaya rembulan
Dan menghilang bersama angin malam.
Kucoba untuk berlari dari mengingatmu
Tapi kelopak rindu ini selalu jatuh pada dirimu
Kusadari kita bukan lagi gadis dan bujang
Tapi itu bukan lagi jadi halangan
Walau akhirnya menjadi rindu terlarang
Dan...
Biarkan hati ini tersandera dalam hayalan
Walau ini suatu siksaan terindahku
Kubawa rindu ini dalam relung jiwa
Tenggelam dalam penantian tak berujung di malam syahdu.
.
.
Serang, 6 November 2019
ASMA DALAM JIWA
Abu Rayhan Hidayat II
Banyak bunga yang tak lagi mekar
Karena layu sebelum berkembang
Entah karena tanahku tak lagi damai
Atau Udaraku tak lagi sejuk
Ketika jiwa tak lagi berpegang
Melayang mencari melodi sumbang
Membunuh nurani dalam cahaya
Jauh dari nilai kebajikan dan keindahan
Betapapun kecilnya gulana melanda
Andaikan semua jiwa berterbangan
Ataupun hati manusia telah pada mati
Karena kehampaan akan cahaya
Tetap akan kumainkan tasbih cinta ini
Menyebut asma dalam jiwa
Menjaga agar kalbu tak gersang
Dan jiwa tak melayang
.
..
Sumedang, 6 November 2019
RINTIHAN TAUBAT
Karya : Abu Rayhan Hidayat II
Dengan Asma-Nya yang menyelaras dalam segala kasih dan sayang.
Kerap kusalahkan diri akan apa yang terjadi.
Semesta nan melintang dari ufuk timur dan barat kerap membelai diri ini dalam kelalaian.
Sejak elusan mentari pagi hingga belaian sinar rembulan, tak pernah menyadarkan diri ini akan rasa syukur dalam nafas kenikmatan.
Kalam-kalam Ilahi yang tersirat dan tersurat pun acap kali tercampakan dalam menggapai kesenangan duniawi.
Pantaskah diri ini meminta ampunan dalam lumuran dosa untuk penghambaan akan petunjuk jalan yang lurus?
Kusambut senja dalam hamparan sajadah mengadah tangan menundukkan wajah.
Akankah kata taubat akan diterima?
Dalam permohonan untuk membawaku dalam kehidupan alam surgawi yang abadi.
.
.
Serang, 11 Oktober 2019
RINTIHAN TAUBAT
Abu Rayhan Hidayat II
Dengan Asma-Nya yang menyelaras dalam segala kasih dan sayang.
Kerap kusalahkan diri akan apa yang terjadi.
Semesta nan melintang dari ufuk timur dan barat kerap membelai diri ini dalam kelalaian.
Sejak elusan mentari pagi hingga belaian sinar rembulan, tak pernah menyadarkan diri ini akan rasa syukur dalam nafas kenikmatan.
Kalam-kalam Ilahi yang tersirat dan tersurat pun acap kali tercampakan dalam menggapai kesenangan duniawi.
Pantaskah diri ini meminta ampunan dalam lumuran dosa untuk penghambaan akan petunjuk jalan yang lurus?
Kusambut senja dalam hamparan sajadah mengadah tangan menundukkan wajah.
Akankah kata taubat akan diterima?
Dalam permohonan untuk membawaku dalam kehidupan alam surgawi yang abadi.
.
..
Serang, 6 November 2019
SIAPAKAH DIRI INI?
Abu Rayhan Hidayat II
Sering ku bertanya pada rembulan
Siapakah diri ini?
Kenapa kegagalan selalu akrab menemani?
Bilakah arti Sukses bagi diriku?
Bulir waktu yang bergerakpun
Seakan enggan menjawab
Bisikan rembulan pada angin malam
juga tak menjawab semua pertanyaan
Mungkin nanti bila tiba waktuku
Maka akan temui jawabnya
Karena hanya diri ini yang akan bermain dengan jawaban pertanyaan tersebut.
.
.
Serang, 6 November 2019
PENYAIR MISTERIUS
Abu Rayhan Hidayat II
Ku coba kumpulan untaian kata yang berserakan dalam karyamu.
Kucoba pintal dan tenun menjadi lembaran goresan pena.
Penyair Misterius ...
Kaulah yang mampu menyulap kerinduan dan hikayat cinta menjadi karya berseni.
Izinkanlah kutenun semua noktah syairmu.
Nan kelak akan ku persembahkan padamu dalam altar keramat bernama Puisi.
Goresan penamu memberikan suatu makna terdalam yang pernah ku jumpa.
Walaupun tak seindah Kalam Sang Ilahi, tapi sarat dengan nilai.
Dan biarkanlah lembaran puisi tersebut menyelimuti malamku.
.
..
Sumedang, 5 November 2019
Judul : JANJI MANIS YANG TERLUPA
Karya : Abu Rayhan Hidayat II
Waktu berlalu amat cepat
Melewati semua apa yang kita rasakan.
Mungkin diri ini yang pertama terluka tanpa berdarah.
Bagaimana asa yang telah tertanam dalam pelung hati harus terluka.
Luka karena sejumput harap yang tidak mampu kuberi.
Serta merelakan kamu bersamanya.
Tapi segunung tanya selalu ingin ku ungkapkan, walau entah kapan saatnya.
Apakah rasa itu benar telah pergi?
Apakah janji-janji manis itu terlupakan?
Sudah lupakah saat dimana kita tertawa bersama mengisi hari?
Salahkah bila kunantikan dirimu kembali?
Tapi biarlah Rembulan yang akan menjawab semua dalam sepi.
Dan aku akan pergi bersama malam.
Cuma satu hal yang ingin ku ingatkan padamu, jangan lupa bahwa dalam sosok janin yang kau kandung, ada darahku mengalir di sana.
.
..
..
Sumedang, 5 November 2019
Judul : PENGUASA NEGERI
Karya : Abu Rayhan Hidayat II
Seorang bocah dalam cahaya rembulan
Menarikan impian dan khayalnya tentang impian menjadi Penguasa Negeri.
Melihat pongah Sang Penghuni Istana Negeri
Dialah Sang Penguasa ...
Yang bebas membeli yang ditunjuk dan boleh menjual apa yang dipikirkan.
Yang bisa menghentikan nafas siapapun pembencinya dan mengangkat tanpa gugatan siapapun pemujanya.
Sang Penguasa yang tidak harus berkolam kecerdasan karena bisa membeli orang-orang pintar dan hebat bermental penjilat jebolan kampus ternama.
Dan ribuan lagi kekuasaan seakan negeri ini adalah pemberian bapaknya.
Tapi, Sang Penguasa yang tidak sadar bahwa jiwa-jiwa kelak akan ditanya.
Langit dan bumi saatnya nanti akan bersaksi dalam cahaya gemilang yang tak kunjung padam.
Jutaan pertanyaan tentang yang telah terjadi ketika raga bersanding jiwa.
Dan kala tangan dan kaki akan bicara, saat itu pintu kebenaran akan terbuka
Bahwa kekuasaan yang sesungguhnya adalah milik-Nya. Sang Maha Kuasa sejati yang telah mengajarkan Kalam Ilahi kepada jiwa-jiwa suci.
.
..
Sumedang, 5 November 2019
SUDIKAH
Abu Rayhan Hidayat II
Wahai wanita pujaanku
Betapa ingin kubisikan padamu
Tentang kesungguhanku
Membawamu dalam mahligai rindu
Ribuan mimpi tentangmu berlalu
Bayanganmu hadir selalu
Melambai dalam pandangan semu
Membuat hasrat ini semakin bertalu
Keinginan yang kuat memilikimu
Diriku masih di sini dalam titik setia
Menantimu dalam ujung senja
Memanjat namamu dalam do'a
Membilas bayangmu untuk selamanya
Wahai pemintal rinduku
Sudikah dirimu bersama melangkah
Tanpa harus lagi kurayu
Karena dirimu terlalu indah
Untuk terucap dalam aksara semu
.
.
Sumedang, 5 November 2019
AKSARA HARU
Abu Rayhan Hidayat II
Nyanyian hujan di malam hari
Menghantarku pada peraduan malam
Ditemani hamparan aksara-aksara haru
Atmaku bergetar akan mengingatmu
Gadis desa nan manis bermata biru
Senyuman indahmu menghantarkan tanya bercampur ragu
Adakah pria beruntung mengisi harimu?
Mencintai dalam diam bukanlah dosa
Menyayangi adalah hak asasi manusia
Walaupun kelak kan terjadi
Kau tidak mendampingi diri
Cukuplah hujan ini sebagai saksi
Bahwa namamu pernah ada di lubuk hati
.
.
Sumedang, 4 November 2019
DILEMA DALAM CERITA
Abu Rayhan Hidayat II
Dalam gulana yang melanda
bercermin diri ini berbingkai rasa
Tentang kisah yang terlukis di hati
Saat indahku melanda cerahnya mentari
Bermandikan asa peluhku berbunga
Menyegarkan diri dan menerbangkan jiwa
Betapa indahnya dirimu hadir menemani
Menjaga hati agar selalu bersabar abadi
Tapi dilema dalam cerita hadir melanda
Mungkinkah rasa ini suatu nilai bahagia
Atau bencana yang akan menjemputku
Karena terlalu menghamba pada nafsu
Haruskah langkah terhenti dalam ragu
Atau biarkan melaju sesuai irama lagu
Tak mau diri ini ketika tiba waktu
Hanya ada penyesalan yang ambigu.
.
.
Sumedang, 4 November 2019
BANGKITLAH ANAK BANGSA
Abu Rayhan Hidayat II
Wahai Pemuda Pemudi bangsa
Ibu Pertiwi telah memanggilmu
Singsingkanlah bajumu
Tegakkan kepalamu
Jangan hanya mewarisi abu sumpah pemuda
Tapi warisilah api sumpah pemuda
Karena di pundakmulah masa depan bangsa
Mengisi kemerdekaan adalah tugasmu
Menjaga marwah negara adalah kewajibanmu
Berhentilah membuang energi pada hal negatif
Lihat kondisi bangsamu kini
Narkoba menyerang …
Budaya luar negatif menghadang …
Anak bangsa diadu domba ...
Ekonomi bangsa merana …
Bangunlah wahai anak bangsa
Goreskan karya di bidangmu
Selamatkan dan bangun negeri ini
Masih banyak cita-cita kemerdekaan kita yang belum tercapai
Berdaulat dibidang politik
Berdikari dibidang ekonomi
Berkepribadian dalam sosial budaya
Bangkitlah anak bangsa
Dalam darahmu mengalir darah pejuang
Dalam dadamu terpatri nafas syuhada
Jangan biarkan Ibu Pertiwi menangis
Berjuanglah
Insyaa Allah kita bisa
.
.
Sumedang, 4 November 2019
MENUJU NADI MALAM
Abu Rayhan Hidayat
Bersama pelukan kopi panas
Kunikmati keheningan sinar rembulan.
Menjalar malam menuju nadinya
Berharap semua narasi di kotamu ini tak lagi bersenandung Elegi.
Takkan pernah dapat kumafhum
Tentang hikayat jiwamu
Yang tegak lurus terhadap kesendirian
Kepiluan nalar acap melanda
Pandangan semu kehidupan
Kerap terlontar dalam lafal keseharianmu.
Bermainnya satir dalam tonil yang mendayu
Mengarah pada para durjana yang ambigu
Dan jiwa ini mengarifi semua dengan sendu
Karena cahaya itu menyelip dalam haru
Kuakui bahwa diri ini sesekali bersendawa
Getirnya logaritma kehidupan berkali-kali meliuk dengan tawa dan derai air mata.
Goresan luka yang melanggan tertoreh dalam atma.
Menunjukkan lemahnya kita sebagai makhluk berjiwa
Sumedang, 11 November 2019
Keterangan :
Elegi : Puisi yang berisikan cerita sedih
Mafhum : Sudah memahami
Satir : Ejekan
Tonil : Sandiwara
Ambigu : Ketidakjelasan
Atma : Jiwa
PERAWAT BERHATI EMAS
Abu Rayhan Hidayat II
Erangan pilu menembus langit para pasien
Seraut senyum terpancar dari cantik wajahmu menghias ruangan menyebarkan ketenangan
Menepis banjir peluh bercampur wewangian obat dan amisnya aroma darah
Tanpa alergi kau sebar kasih simpati kepada pasien semenjak fajar berjumpa petang
Bagaikan malaikat subuh menebar Rahmat
Lembut tanganmu menjadi penawar sembilu luka
Indah cahaya matamu menyangga tiang-tiang lembayung senja, menyapu kepedihan para korban ganasnya jalan raya. Tak kau indahkan semburan darah mewarnai gaun putih indahmu
Layaknya Dewa Asclepius kau tebar kesembuhan dengan mantra kelembutan para penyembuh.
Lembut tanganmu menganyam perban penuh kesabaran seperti Dewi Higeia dan Dewi Panakeia.
Wahai perawat berhati emas ….
Jasamu hanya terbayar oleh Sang Kuasa
Biarkan kami terus menikmati indahnya lemparan senyuman surgamu
Hingga nanti kau menjadi pendampingku.
.
..
Sukabumi, 16 November 2019
ROMAN MEDUSA
Abu Rayhan Hidayat II
Rintihan rinai hujan menemanimu
Gundah hati berbalut dendam
memuntahkan seribu murka
Mengumpat narasi kasih terjalin dahulu
Bak roman Medusa dan Poseidon
Bertengger dalam Istana Dewi Athena
Padu kasih berujung goresan luka
Jika kisah asmara berakhir kecewa
Kenapa ….
Mengakhiri kandas roman dalam cela
Mengumbar kebodohan dengan petaka
Menjadi Gorgon dalam tokoh cerita
Memakan korban tak berdosa
Dengan dalih dendam semata
Haruskah terulang hikayat lama
Perseus berbekal Pedang Athena
Helm kegelapan bersandal Hermes
Memenggal Medusa dalam tidurnya
Agar semua cerita berakhir dengan sempurna
Wahai wanita terbaik
Waraslah bertutur menatap langit
Bijaklah berjalan memantra bumi
Tapi perlu bersikap pandir dan bodoh
Apalagi merasa diri paling benar
Sadarlah sebelum azab-Nya menimpa.
Karena hidup kita hanya sementara.
.
..
Sukabumi, 15 November 2019
TITIK NADIR
Abu Rayhan Hidayat II
Ketika kapal telah bersandar pada darmaga
Senja menjadi saksi batas suatu perjalanan
Mengantar semua asa dalam ujung waktu
Memeluk lelah dalam peluh bercucuran
Tiada sirna keterangan dalam ingatan
Akan petuah-petuah suci orang panutan
Nabi kita nan agung penutup zaman
Menerangi lintasan jalan semua insan
Bahwa dunia adalah hanya sementara
Tempat berkumpul bekal perjalanan kita
Menuju tempat abadi dalam naungan cahaya
Swargaloka akhir bagi mereka para hamba
Yang taat dan patuh akan Sang Kuasa
Sore ini adalah titik nadir bentuk kepasrahan
Gelora telah tergantung dalam impian
Langkah terbaik harus tetap dilakukan
Menunggu Ridho-Nya yang jadi harapan
.
..
Sukabumi, 18 November 2019
NARASI DEWI HERA
Abu Rayhan Hidayat II
Lunglai sudah jiwa ini dalam kehampaan malam
Samar dalam berita bercerita tentang narasi pesta pernikahan tambatan hati
Tidaklah serupa seperti Dewi Hera dinikahi Dewa Zeus, dengan muslihat bersilih diri Zeus menjelma burung dara. Ketika terpeluk dada, Zeus kembali bersalin maujud kepada aslinya. Lantas menggagahi Sang Dewi tanpa perlawanan. Karena tertekan segenap mental berselimut malu, Hera menerima Zeus sebagai pendamping.
Dirimu sangat berbeda alur kisah perjalanan. Konon Bapak biologis terlilit hutang dan mengharuskan mengamini lamaran sang lelaki renta penguasa rimba belantara.
Seantero bentala Yunani memafhumi Hera manusia pemarah dan pendendam.
Dirimu diam seribu bahasa berjuta cerita. Menerima tanpa bantahan apa yang tersurat.
Seakan tiada berharga jiwa bertahta.
Haruskah diri ini menangisi akhir narasi tanpa spasi. Terkubur asa puluhan purnama tanpa ereksi.
Menggantung gumpalan Atma karena luka.
Hera beranak tiga adalah pejuang dalam Perang Kuda Troya. Gagah bertanding tanpa sanding.
Namanya abadi dalam Festival di Plataia.
Pesta Olahraga Hera merupakan Pesta Olahraga Panhellen tertua di Yunani, bahkan lebih tua daripada Olimpiade.
Dirimu terpuruk dalam kemandulan. Menangisi lembayung yang berlalu tanpa makna.
Hanya goresan aksara mampu menemani kesedihan menopang cerita pilu.
.
..
Sukabumi, 18 November 2019
BERHARAP
Abu Rayhan Hidayat II
Terombang-ambing jiwa berbungkus ragu
Setelah menemukan kembali sosokmu
Permata hati yang hilang dalam pusaran waktu
Dan tenggelam dalam kehidupan semu
Tak mampu aku menyangga sorot rindumu
Rindu yang pernah hadir dalam hari-hari indah
Tertawa dan menangis bersama dalam rasa
Uraikan semua duka dan nestapa
Menggapai janji dalam asa
Salahkah bila saat ini aku masih berharap
Temukan bahagia bersamamu
Seperti yang pernah kita lewati dahulu
Jalani hari dalam lingkaran kasih
Akankah hikayat lama tersurat kembali
Dalam lembaran prasasti asmara
Bersama mencipta melodi jiwa
Hingga ajal selesaikan semua cerita
.
..
Sukabumi, 24 November 2019
SERPIHAN ASMARA
Abu Rayhan Hidayat II
Pesonamu kembali mengetuk atma dalam selimut kenyamanan yang kau suguhkan.
Narasi masa lalu berkembang dalam lingkaran tenggat kerinduan.
Tiada goresan aksara mampu melukiskan betapa inginnya diri ini menebus asa yang kandas.
Biarkan rasa asih ini tetap hadir menemani untaian melodi cinta yang berdendang.
Menghias atma yang tergantung dalam gulana yang membaur dalam cahaya hati
Haruskah untuk kesekian kalinya aku terpuruk dalam lembah fatamorgana dan kehilangan akan tambatan jiwa, berserakan dalam serpihan asmara
Tiadakah pantas kisah ini berlanjut dalam ayat-ayat cinta dan berujung roman epilog
Bulir peluh rindu telah menguap melampaui margin surgaku. Membawa epigraf kasih yang tertunda dalam buntalan masa lampau. Tinggalkan asa membawa gairah bertilam renjana
.
..
Sukabumi, 24 November 2019
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar