MUSIM BELUM BERGANTI
Karya Samodera Berbisik
Sekian purnama telah terlewati. Beribu peristiwa silih berganti mewarnai. Lembaran kisah perjalanan diri. Namun kemarau belum beranjak pergi
Peluh masih setia menemani teriknya mentari. Panas melanda persada. Meski rintik rinai terkadang menyapa
Lantunan doa terlantun dari dalam palung samudera hati, anak-anak negeri. Berharap hujan menyejukan cuaca nusantara. Namun titah-Nya masih berkisah pada musim belum berganti
Tangerang, 10 November 2019
-----------
Tak penting bagiku, tentang cerca aksaramu. Langkahku terus melaju, satu keyakinan "Pelangi menanti di ujung Perjalanan"
Samodera Berbisik
Tangerang, 10 November 2019
TAK BUTUH LAGI
Karya: Samodera Berbisik
Mengapa peduli
Bila menyakiti
Untuk apa hadir
Bila menyingkir
Enyah kau
Dari hadapanku
Sejauh mungkin
Tak butuh angin
Gemuruh kata
Permainan belaka
Indah terbaca
Dusta meraja
Tak mempan untukku
Rayuan kelas bulu
Hatiku beku
Laksana salju
Minggir
Sebelum kuusir
Minggat
Kau pengkhianat
Tangerang, 08 Oktober 2019
#Tantangandari Laras Hati
PUISI TANPA KATA
Karya: Samodera Berbisik
Kata kata tiada lagi mampu terucap. Menggema memenuhi rongga pernapasan. Tentang rasa yang tiada dapat diterjemahkan. Namun syahdu membelai kalbu
Adalah aku tentang kamu. Ibarat puisi tanpa kata. Terasa begitu indah, tiada harus terucapkan. Bersenandung merdu pada relung hati
Puisi ini tanpa kata. Larik-lariknya berupa seribu rasa. Irama mengalun, lembut membelai jiwa. Kubiarkan terus berkidung sendiri, dan hanya aku yang menikmati
Tangerang, 09 Oktober 2019
KAMULAH PUISIKU
Karya: Samodera Berbisik
Setiap kata yang kurangkai, selalu tentang kamu. Luahan rindu yang kuramu menjamu hadirmu.Tiada satupun lesap dalam dekap, selain dirimu, puisi hati
Ribuan aksara terangkai dalam kalimat nan nikmat. Bait-bait terkait saling berhimpit. Memadu rima dalam alunan makna
Arti akan hadirmu, duhai selaksa puisi. Menginspirasi tarian jemari. Tiada henti meski, cerca mencela, ataupun fitnah menghardiknya. Imajinasi terus berkreasi seiring luruhnya hati ini. Padamu pujangga. Dan ... jiwa selalu berkata,
"Kamulah Puisiku"
Tangerang, 03 Oktober 2019
KUBERIKAN JEDA UNTUKMU BERPIKIR
Karya: Samodera Berbisik
Aku mendengar resah gundah nyanyian jiwamu. Mungkin keindahan kita adalah dilema langkah, menggapai bahagia. Akupun merasakannya. Tentang rindu menyekat rasa. Pergolakan logika dalam buaian asmara
Tuan, kuberi jeda untukmu berpikir. Rasakah terbela atau suara logika. Kita telah merajut benang basah. Meski indah, ternyata tetap salah
Bila memang, keindahan telah menyiksa perasaan. Silang saling menyilang kejujuran pada dusta kebaikan. Tetaplah keburukan pada akhir cerita. Usah lagi paparkan episode berikutnya. Dan ... biarkan sang sutrada segala cerita memberikan kata takdir, sebagai penyelesaian
Tangerang, 01 November 2019
#TarianJemari
BARA REDUP
Karya: Samodera Berbisik
Membara sudah
Kusiram saja
Bensin sewadah
Tanpa berkata
Biar berkobar
Terbakar
Menggelepar
Bubar
Tapi sungguh tak mengerti
Tiba-tiba redup
Terhenti
Seolah kuyup
Mestinya memberangus
Hangus
Namun tulus
Menghembus
Teduh dalam bara
Damai tanpa sengketa
Meski mencabik luka
Luruh rasa
Tanpa logika
Bara redup
Tertutup
cinta
Tangerang, 07112019
HADIRMU
Karya: Samodera Berbisik
Tak ubah mentari, hadir dalam segala cuaca. Memuai embun, hingga terik beranjak
Dipuncak terik, berfotosintesis pada klorofil. Agar hijau daunnya selalu indah
Hadirmu adalah penerang remang. Penenang resah, gulana jiwa. Rasa tanpa aksara. Mengalir, menyesapi aliran darah. Luruhku dalam dekap hatimu, tanpa tercegah
Tangerang, 07 Oktober 2019
ERUPSI
Karya: Samodera Berbisik
Angin berembus, seiring rinai mengaliri perbukitan tirus. Sisakan gigil membekukan semangat bumi. Kristal-kristal bening berjatuhan, memenuhi kawah kesabaran. Sementara magma telah memuncaki gemunung kedukaan. Siaga meledak ... menghancurkan perbukitan hijau
Selereng berbaris keindahan. Terlihat begitu menakjubkan. Memukau insan sekitar. Terkagum pada keselarasan. Namun mereka tak pernah benar-benar memahami. Tentang halimun yang menyelimuti
Gemunung itu menyimpan kemarahan, menyemburkan lahar. Ketika kawah kesabaran tak mampu lagi menahan gumpalan magma di dalam rahimnya
Kini puncak telah terkuak. Gemuruh bara di dadanya mengalir deras, menghanyutkan perbukitan hijau. Semua hilang, lenyap, terseret entah kemana. Yang tersisa hanyalah butiran debu, membutakan mata, menyesakkan rongga pernapasan. Andai saja waktu itu bisa memilih, akan mengikuti kemana mereka menghilang, berharap raib ditelan bumi. Namun aku masih di sini, tersangkut pada akar sekuat ini. Pertanda akan menyaksikan, erupsi terjadi lagi
Tangerang, 06 Oktober 2019
KEKASIHKU
Karya: Samodera Berbisik
Mendekapmu adalah kehangatan tak terkira. Mengalir lembut menyusupi jiwa. Di mana atma tersemat dalam helaan napas. Tiada sekejapun engkau terbiar. Lepas dari nadiku yang berdenyut
Seperti aliran darah, terus mengisi setiap sudut raga. Walau mata terpejam dalam buai mimpi. Tak mampu engkau bersembuyi, dari kisi kisi hati. Menyatu sudah dirimu dalam utuh tubuh dan pikiran
Saat jemari lincah menari menyuarakan kata hati. Itulah seutuhnya dirimu. Berdiam pada relung jiwa, mengerami segenap rasa. Aku terkulai tak berdaya. Oleh tatapanmu, duhai kekasih. Tak terganti, hanya kamu .... Puisiku
Tangerang, 05 Oktober 2019
DAUN KOPI
Karya: Samodera Berbisik
Ada senyum manis. Menghiasi sepasang bibir, saat jemari menari dalam secangkir kopi. Hitam pekat berkabut putih. Menampilkan aroma menenangkan jiwa. Tersaji di meja teras sebuah pondok sederhana
Sementara di halaman samping. Selembar daun menari pada reranting, saat musim gugur masih mempertahankan hijaunya. Seakan ikut menikmati wangi aroma kopi
Daun ... Kopi ... adalah sebuah kisah perjalanan panjang. Pejuang-pejuang generasi. Pahit, getir, manis, asam, asin telah melengkapi alur cerita. Namun semangat terus menggunung pada busung karang di dada. Tak tergoyah. Meski penat bermandi peluh. Demi sebuah harapan tertitik pada mutiara, buah hati tercinta
Daun, Kopi, adalah aku dalam jabat erat tanpa peluk dirimu. Namun menyatu hati dalam lantunan kidung suci. Bersenandung merdu dari palung paling jantung
Tangerang, 04 Oktober 2019
#BarokallahUntukmu
#TiadaMenepi
#TersimpanPadaLemariHati
AKSARA GILA
Karya: Samodera Berbisik
Aksara-aksara berlompatan, berlarian menyambut bait-bait tak beraturan yang terlepas dari terjalnya perbukitan rima. Seperti terlepas dari cengkraman akar-akar pepohonan diksi, ia meliuk tanpa kendali menerjang aturan genre. Tertawa lepas, bebas menyuarakan gejolak rasa
Lihatlah aksaraku mulai menggila, ia memangkas tunas kebencian yang telah engkau tanam dalam pelataran hati ini. Kemudian ia memecahkan batu di dada gunung kesombonganmu. Sehingga rindu yang engkau panggul sambil berjalan membusung, ia hempaskan pada danau mengering. Rindumu tiada berarti lagi, tak ubah remahan debu ... lenyap seiring hembusan angin
Aksara-aksara itu kini berlarian mengitari lautan puisi. Ia berlayar tiada lelah untuk memperbaiki diksi, meski sering tak terhubung pada jaringan koneksi baitnya. Ia terus mencari dan mencari inspirasi agar lebih bermakna. Walau harus melewati rasa sakit di relung jiwa. Dan ia bangga menjadi aksara gila
Tangerang, 11 September 2019
SEMBILU
Karya: Samodera Berbisik
Terik benar-benar memanggang hari. Aku berpeluk peluh berselimut kemarau, tanpa semilir angin menghampiri. Rimbun dedaunan tak lagi mampu memberi kesejukan. Gerah mengerami jiwa, kemudian panas melucuti kesabaran
Kemarau panjang ini, menguras dasar telagaku, sehingga hanya debu-debu yang tersisa, tanpa setetespun air tertinggal di sana
Seperti hatiku, kering dan perih tersayat oleh selengkung senyummu, yang seperti sebilah sembilu, tak mampu lagi mampu meneteskan sepercik air untuk membasuh debu di pelupuk mata
Engkau selalu memberi senyuman manis, tapi tak pernah peduli tentang arti sebuah kebenaran, dan pembenaran adalah senjata mencari celah untuk mencela ketulusanku. Sehingga tak akan pernah ada benarku di matamu. Maka hal yang wajar apabila sembilu kau sayatkan berulang di palung jantung
Berwindu aku lalui perjalanan menyakitkan ini, namun tak pernah ada perubahan yang berarti. Engkau tetap sombong dengan pembenaran teryakini. Dan ... aku selalu diam bagai telah mati, meski napasku masih menemani raga ini
Tangerang, 10 September 2019
Puisi_Empat_Larik
SENYUM MENTARI
By Samodera Berbisik
Kehangatanmu menyentuh hati
Sebagai semangat mengawali hari
Menjemput segenggam rezeki
Sebagai rasa bersyukur atas kesehatan diri
Tangerang, 10 September 2019
AKU KAMU GILA
Karya: Samodera Berbisik
Senja yang indah, nampak jingga merona, seperti puisi yang merindukan bait-bait rindu. Aksara-aksara menampilkan warna merah jambu, ketika diksi menggandengnya menuju sajak kasmaran
Alurnya penuh warna, seindah taman bunga.
"Mengapa lukisan pelangiku kamu hiasi arak-arakan awan hitam?" Bertanya engkau dengan wajah kecewa.
"Aku ingin langitku tetap hitam tanpa warna." Jawabku tanpa sedikitpun menoleh kepadamu. Engkau terdiam, namun tak mampu menyembunyikan kekesalan
Engkau berjalan mendekatiku. Tanpa suara melukis seekor kumbang diatas lukisan bunga pada kanvasku.
"Kenapa kau lukiskan seekor kumbang sementara aku mau kupu-kupu?" Teriakku dengan suara kesal. Engkau diam tak peduli. Semakin menambah kejengkelanku. Lalu tersenyum penuh kemenangan.
.
"Biar tahu rasa, kumbang itu aku, yang akan menghisap putik sarimu, bukankah aku yang akan membantumu untuk penyerbukan, bukan kupu-kupu itu?" Jawabmu tanpa ragu. Aku memandangmu engkaupun menatapku, lalu kita tertawa bersama.
Aku ... kamu ... gila
Tangerang, 09 September 2019
BERBURU KENANG
Karya: Samodera Berbisik
Terlena engkau pada masa lampau. Sibuk berburu kenang, hingga terlupa pada keindahan yang tergenggam.
Kemarin, begitu rapat bersembunyi di balik selimut kesunyian. Hingga hanya aku yang menemani dan mewarnai kanvas kehampaanmu
.
Kini, kenang membuat langkahmu menyusuri jejaknya. Tentang sesiapa atau alur cerita yang telah usang. Mungkin memang masih menggenang di palung rasamu, sehingga hadirku hanyalah angin lalu
.
"Pergilah, kulepas dengan senyuman. Semoga engkau temukan dalam kebahagiaan, sehingga berburu kenang, tak hanya langkah yang sia-sia belaka." Lirih bisikku melepas bayanganmu
Tangerang, 08 September 2019
BAIT TANPA AKSARA
Karya: Samodera Berbisik
Paragraf-paragraf tertata tanpa kata
Seperti lembaran tanpa aksara
Titik dan garis juga tak ikut serta
Mewarnai puisiku, kali ini
Bukan sepi
Atau tak ada yang melengkapi
Namun terbiar hening
Tanpa imajinasi
Riuh gemuruh bergema di jiwa
Irama mengalun, menghanyutkan
Tentang sebuah rasa
Tak mampu terurai dalam syair ataupun fatwa
Perjalanan kisah dalam langkah
Terlalu indah untuk terlukiskan
Sehingga hanya tertinggal di palung rasa
Maka ... bait tanpa aksara
Tangerang, 07 September 2019
TIGA KATA
Karya: Samodera Berbisik
Anak panah itu melesat secepat kilat. Wusssssss ... menancap pada jantung yang paling palung. Ia terkapar, terengah-engah memburu deru degup tak beraturan di jiwa. "Ooooohhh, beginikah rasanya terpanah asmara?" Ucapnya, seolah berbicara pada dirinya sendiri
.
Aku tersenyum, melihat tingkahnya, kemudian dengan sedikit menggoda aku berkata, "Nikmatilah bila kamu jatuh cinta, tapi jangan menjatuhkan diri pada rasa yang membutakan." Ia hanya tersenyum sambil mengedipkan sebelah mata
Hatiku terasa bahagia, melihatnya tersenyum sepenuh jiwa, namun ada sepenggal garis menggores hati, kemudian batinku berkata, "Ternyata sudah ada seseorang di hatimu, andai engkau tahu akupun merasakan hal yang sama kepadamu"
Ia tersenyum manis, termanis dari yang paling manis, dan menatap manik mataku begitu teduh, kemudian berkata, "Apakah kamu tak merasakannya, terpanah tepat di pusat rasa, aku jatuh pada hati yang sangat sederhana, namun mempunyai kekuatan yang luar biasa"
.
Aku hanya terdiam, menunduk tiada kekuatan untuk menatapnya. Kemudian .... ia mendekatiku dan membisikkan tiga kata, "Yaitu pada hatimu."
Tangerang, 06 September 2019
#Sebuahapresiasi
#Semogaberkenan
#Gogyoshi
NYATA
By Samodera Berbisik
Bukan gurauan aksara
Merangkai kisah asmara
Mewarnai lembaran perjalanan
Hati terpeluk memeluk rasa
Ketika waktu mempertemukan
Tangerang, 06 September 2019
SEPASANG SAJAK
Karya: Samodera Berbisik
Waktu berdetak seiring detik nadi berdenyut. Sepasang sajak berkidung lagu rindu, irama mengalun begitu merdu, memecah keheningan malam. Asmarandana mengaluri kisah kebersamaannya
Sepasang sajak bergandeng tangan, mengulas kembali kenang yang menampilkan balutan-balutan luka merah darah. Yang berceceran memenuhi jejak langkah diri, kala itu
Kini mereka memadu kasih, untuk menghilangkan goresan-goresan yang begitu dalam menyisakan kenang
Sepasang sajak mengucap ikrar tanpa coretan tinta pada lembaran kertas putih sebagai tanda sebuah ikatan, namun rangkaian aksara hati tulus pada kata SETIA
Tangerang, 05 September 2019
AKULAH PUISIMU
Karya: Samodera Berbisik
Mengapa engkau masih bertanya, "Di mana puisiku?"
Bukankah pada malam-malam bertabur bintang, kita telah memadu aksara untuk mengecupi diksi, berpeluk dengan larik-larik majas menjadi paragraf-paragraf puisi cinta?
Masihkah jejak kenang menggenangi puisi-puisi yang lama sepi oleh nyanyian rindu, bersenandung di hatimu?
Lalu apalah arti bait-bait aksara mesra yang kubisikkan sebegitu lembut, menyentuh lara hatimu?
Usah meragukan lagi, tiada guna mengenang diksi-diksi yan telah engkau pusarakan di bawah rindang kamboja, karena kini akulah puisimu
Tangerang, 04 September 2019
CAMAR ITU TENGGELAM DI SAMUDERAKU
Karya: Samodera Berbisik
Ia melintasi pekat langit di atas samuderaku. Sayapnya telah patah, tersayat oleh kejam perputaran waktu. Sang camar terjatuh dalam pelukan tirta biru, tenggelam dan ... menghuni palung hati
Tetapi ia bahagia, meski tak lagi mampu terbang mengitari angkasa. Kicaunya terdengar merdu walau luka itu terlalu dalam menggores jiwa
Aku tempatkan ia di singgasana hati, agar lukanya tak lagi nyeri. Di sini di dasar samudera, hati bagai raja meski raga masih terkurung dalam kerangkeng hamba sahaya
Tangerang, 04 September 2019
#Sebuahapresiasi
#Maafjikakurangberkenan
PUCUK-PUCUK RINDU
Karya: Samodera Berbisik
Bertanya pada semilir angin, "Masihkah berembus membelai dedaunan hijau, atau menghempas kering reranting, lepas dari genggaman sang dahan?"
Pohon-pohon itu tetap menjulang, karena akarnya begitu kuat menancap bumi. Reranting melepas daun-daun kering, hanyalah sebuah siklus yang harus dijalani, dan ... pucuk-pucuk akan kembali bersemi
Begitu juga dengan rindu, menyapa sedemikian menggebu, namum cemburu datang mengganggu, mengusik tak tahu malu, akhirnya berlalu membawa pilu
Seiring detik yang menemani perjalanan waktu, rerasa jiwa kembali menyapa. Entah kepada yang telah terlupa atau baru datang tiada disangka. Pucuk-pucuk rindu mewarnai taman hati
Tangerang, 03 September 2019
Puisi_Empat_Larik
MENGAPA
By Samodera Berbisik
Membawa nyata dalam angan
Sementara tak percaya semua ada
Menyuguhkan dalam rasa
Dan ... terhanyut dibuatnya
Tangerang, 01 September 2019
#Gogyoshi
BERLABUH
Mengarungi samudera aksara
Tergulung ombak suratan masa
Menepi pada pantai berpasir putih
Indahnya menghangati jiwa
Berdiam diri tak mau melewati
Tangerang, 01 September 2019
MENEMUKAN RINDU
Karya: Samodera Berbisik
Sekian rentang waktu aku bermusafir, menimba aksara dalam kepekaan rasa. Tak jarang terluka ataupun meluka karenanya. Tubuh rapuhku meramu selembar rindu, yang kemudian tertelan ambigu atau terbentur pada tajam dan curam tebing pilu
Menelantarkan ketulusan dalam lebatnya belantara, berpokok pinus-pinus yang tumbang diterpa gemuruh angin prahara
Sepasang tangan, menggamit lengan, menuntun dengan senyum manisnya. Mengajak menjauh dari hempasan angin itu. Kemudian ia menunjukkan kepadaku di mana bisa menemukan aksara rindu yang sejati, yaitu susunan huruf-huruf suci
"Usah lagi engkau mengembara wahai puan, menyusuri semak berduri ataupun perbukitan sepi, juga jurang menghadang, karena rindu ada di hati, bersama Sang Pemberi rindu." Begitulah penggamit tangan bertutur dengan penuh kelembutan
Tangerang, 31 Agustus 2019
NYANYIAN RINDU
Karya: Samodera Berbisik
Malam begitu anggun, meski rembulan dan gemintang tiada menghiasi hitamnya. Aku membuka jendela, dan ... angin berembus mengelus wajah lusuh ini
Ooohh, ternyata hari telah menenggelamkan aku dalam terik berpeluh, sehingga malam hanya kukajadikan pelabuhan lelap
Sesungguhnya ada nyanyian rindu yang begitu syahdu, membangunkan aku dari lelapnya jiwa
Rindu untuk menyebut nama-Mu dalam setiap rangkaian biji-biji tasbih yang menari di pinggang jemari
Ya Robb ... kulangitkan sebait doa, ampunilah diri ini yang begitu rapuh, sehingga tetap membiarkan debu melekati hati
Ya robb, rindu ini hanya ingin menyeru asma-Mu, mengisi setiap titik-titik kelemahanku
Maka biarkan aku larut dalam nyanyian rindu, dan menguraikan segala rerasa jiwa dalam derasnya air mata hingga mengalir memenuhi muara hati, hanya untuk-Mu
Tangerang, 30 Agustus 2019
Puisi_Empat_Larik
TAK SEPAHAM
By Samodera Berbisik
Maafkan, bila uluran tanganmu tak terjabat olehku
Kita tak akan pernah sepaham
Bila secangkir kopi lebih penting, usah lagi mencari
Karena hadirku takbisa menggantikannya
Tangerang, 28 Agustus 2019
RASA TANPA AKSARA
Karya: Samodera Berbisik
Malam ini langit pucat pasi, ketika rembulan tertunduk lesu memandang bintang bersurban kelabu
Awan gemawan masih setia pada warna kedukaan. Seperti nuansa hati yang menyimpan rasa, perih menggores sukma
Senyum manismu terukir bangga saat aksara menikam rasa. Jiwa meronta sekuat lantunan doa. Pecah... terbelah dalam iya atau tidak
Aku berdiri di persimpangan dilema, iya melangkah atau tidak pernah merasakan seberkas sinar di celah luka
Sebuah keputusan maha sulit, dan biarkan hati yang berbicara. Perlahan seberkas cahaya samar menyelinapi keringnya lembaran rasa. Aku tak kuasa menghindari
Ia begitu hangat menerobos dinding kebekuan. Tanpa terpinta mencairkan endapan luka
Rasa yang begitu sempurna yang tak bisa ditemukan dalam aksara. Indah yang tak terlukiskan dalam rangkaian warna pelangi. Tulus tanpa secuil akal bulus. Mengalir tiada terkilir
Dan... semua tertuang dalam rasa tanpa aksara
Tangerang, 28 Agustus 2019
BELATUNG CANTIK
Karya: Samodera Berbisik
Ketika mentari tersenyum malu-malu, sudah menjadi rutinitas untuk memulai hari. Di ruang yang selalu mengepulkan asap, dan tentu juga di taman bergemericik air
Asap dan air memang tak mudah dipisahkan. Mereka akan saling mendukung untuk sebuah kelangsungan
Ada yang menari, disela celah sisa air. Berlenggak-lenggok gemulai, mengundang pandangan untuk tak mengerjap
'Hai... makhluk mungil apa yang kau lakukan di tempat ini, mengapa menari dan tersenyum penuh misteri?" Sapaku perlahan menghampiri
Kau terus menari dan menari, tanpa berkedip mataku memandang tak percaya... ia tak lagi sendiri, telah menjadi kawanan dalam suatu perkumpulan, bahkan menyebar memenuhi ruangan
Kau belatung cantik, kini sungguh sangat menjikikkan. Wajah-wajah garang bak monster penyerang. Tanpa sadar tangan mulai beraksi, mengguyurkan seember air, namun tak juga pergi
Aku menyiramkan air mendidih yang semula untuk menyeduh kopi, ia tetap menari seperti terbuat dari besi
Hingga dua hari menghuni kamar mandi. Aku tak tahu lagi bagaimana mengusirnya
Seketika pikiran menyelinapi hati
"Haruskah aku menghilangkanmu dengan Ayat Kursi?"
Aku bergegas merebus air satu panci lagi, dengan kesungguhan hati kulafazkan ayat suci, kemudian kusiramkan pada segerombolan belatung cantik. Dan... aneh semua tak terlihat sama sekali, lenyap tanpa permisi
Belatung cantik seperti sebuah imajinasi menghiasi pagi yang berseri
Tangerang, 27 Agustus 2019
WAJAHMU SERUPA MONYET
Karya: Samodera Berbisik
Terik memanggang hari
Kumandang adzan jumat
Memanggil umat
Aku sibuk merumput
Bakul nasi belum penuh terisi
Menunduk wajah menatap tanah
Ketika batang-batang pertahanan tercabut
Oleh tangan pengikat perdu hijau
Tiba-tiba telapak tangan tak kasat mata
Menahan dagu, agar mendongak
Memandang seratus meter jarak
Ada yang berubah
Aku tak percaya...
Wajahmu serupa monyet
Aku mengerjap, menunduk sedikit kikuk
Namun, kembali telapak tangan tak kasat mata kasar menekan dagu
Memaksa memandang
Dan... wajahmu memang serupa monyet
Bedebah...!
Kembali kau mendatangi
Sepertiga malam
Saat aku hening dalam dzikir
Seekor monyet kecil
Melompat tepat di wajah
Mencengkram, dan... kuku panjang tajam
Nyaris merobek sepasang bibirku
Allahhu Akbar
Allahhu Akbar
Allahhu Akbar
Tangan menahan dan menangkis cengkraman
Terjatuh kau di kakiku
Lalu... muka monyet berubah
Menjadi wajahmu
Esok hari mentari menyapa
Kau menyusuri pematang
Menghardik aku dalam hati
Tajam sorot mata memandang
Seakan berkata
Untuk apa menemuiku dalam hening
Kau hanya menunduk
Begitu dalam menekuk wajah
Tangerang, 26 Agustus 2019
Puisi_Empat_Larik
KUAT MENANCAP
By Samodera Berbisik
Berhari menahan napas dalam harap cemas
Ketika dahanmu rubuh terembus angin
Rasa was-was mendera, akan bangkit menghijaukan dedaunan
Tetapi akar begitu kuat menancap, sehingga batangmu tetap bertahan
Tangerang, 26 Agustus 2019
PERJALANAN PULANG
Karya Bersama: Samodera Berbisik & Imam Putiah
Dalam tarian waktu, mengiringi langkahku menuju pulang. Dalam perjalanan ini, aku bagaikan anai-anai yang tersesat, dihembus angin prahara melalui sekelebat peristiwa hitam putih kehidupan. Aku begitu jumawa, aku begitu sombong, aku begitu angkuh, bahkan aku menampar, memaki, dan mengingkari... TAKDIR
Kala senja beranjak letih, meringkuk dalam gugusan malam, sayup terdengar panggilan Sang Maha Agung. Seketika aku tersentak, bagai sebongkah es menyiram kepala, dan kesadaranku timbul, telaga di sudut netraku menganak sungai, membanjiri rona wajahku. Aku bertanya pada diri ini, "Siapakah aku yang begitu sombong, seolah menggenggam tampuk dunia?."
Kemudian... dengan langkah gontai, menuju rumah panggilan Agung
Aku mulai melaksanakan kewajiban bersama orang-orang yang telah tiba lebih dulu. Ketika bersujud, merasakan betapa hinanya diri di hadapan-Nya. Ternyata betapa tiada arti sama sekali, bahkan sebutir pasir tandus lebih berharga dariku
Sang Maha Khalik, bimbinglah setiap langkah dalam ridho-Mu, tetapkanlah keimanan pada-Mu ya Allah.
Aku mengutip perkataan seorang sufi, "Aku tidak mengharapkan surga-Mu, aku tidak takut neraka-Mu, namun yang aku takutkan adalah murka-Mu ya Allah. Dan... aku takut kehilangan rasa cinta kepada-Mu ya Ilahi Robbi
Tangerang, 24 Agustus 2019
MELEBUR LARA
Karya: Samodera Berbisik
Engkau bagaikan api, membakar ranting-ranting nestapa yang telah mengakar pada tubuh ini. Melebur karat lara tak bertepi
Mencairkan bongkahan salju hatiku, mengubah pilu menjadi irama merdu bernada rindu. Mengalun begitu syahdu
Mewarnai setiap hitam malamku dengan rona merah jambu
Namun kini, bunga itu kembali layu, ketika angin menumbangkan dahanmu
Engkau yang telah melebur lara hatiku, kini terkulai atas kehendak-Nya. Dan... aku takbisa berbuat apa-apa
Hanya doa yang mengiringi air mata, memohon kepada Ilahi Robbi, untuk melebur rasa sakit yang engkau derita
Tangerang, 24 Agustus 2019
#Gogyoshi
ASA
By Samodera Berbisik
Menatap indah
Menyelinap di balik celah jiwa
Mengupas rangkaian nestapa
Memadu dalam kisah bahagia
Namun, waktu masih menunda asa
Tangerang. 24 Agustus 2019
GETAR TAK MENENTU
Karya: Samodera Berbisik
Bergetar tak menentu, berdetak tak beraturan, ketika suara-suara jiwa bersahutan menyebut namamu dalam kekuatiran
Napasmu tersengal, menahan panas dingin suhu tubuh. Demam menahan gejolak raga. Aku tak bisa berbuat apa, selain melantunkan sebait doa
Cepat segarkan raga, bakar lara dengan keringat cinta. Untuk asa yang kita tanam berdua di sebidang pengaharapan sua
Esok, melantunkan bait aksara bersama, merangkai kalimat-kalimat makna, tentang pahit sebuah cerita
Aku dan kamu adalah kita, yang menyimpan getar tak menentu
Tangerang, 23 Agustus 2019
PUISI ITU
Oleh: Samodera Berbisik
Aku mengibaratkan puisi itu adalah sebuah sungai berkelok, berliku bahkan menembus bebatuan. Menerobos belukar rasa
Percikannya adalah irama yang merdu, ikan-ikan dan binatang-binatang yang hidup di dalam adalah ruh dan jiwa
Kemanapun arah sungai itu, hanya satu yang dituju bermuaranya
Dan bagiku puisi hidupku adalah...
KAMU
Tangerang, 23 Agustus 2019
#Terimakasihinspirasidankrisanmanisnya
#Mas Imam Putiah
ENGKAU RINDUKU
Karya: Samodera Berbisik
Kita ibarat embun dan matahari. Selalu bertemu di pagi hari sejuk dan menghangati. Namun ketika terik telah menyapa, tak akan lagi bisa bersama
Maka biarkan kita saling menunggu datangnya pagi. Karena di situ adalah waktu bercumbu memagut rindu
Semoga engkau memahami, bahwa peraduanmu adalah petang tak berbintang, sementara adaku menemani dedaunan
Kita nikmati tanpa berkeluh kesah. Menjalani rotasi alam, dengan keikhlasan. Begitu juga penerimaan atas garis perjalanan. Namun ketahuilah "Engkau rinduku, yang selama ini aku cari."
Tangerang, 22 Agustus 2019
CAMAR
Karya: Samodera Berbisik
Terbang...menari di atas samudera
Hinggap, menukik di pelataran palungku
Di hening malam, menautkan rasa
Menjelajahi puisi tanpa imajinasi
Tangerang, 22 Agustus 2019
Puisi_Empat_Larik
ELEGI JIWA
By Samodera Berbisik
Rembulan redup sinarnya
Hingga menenggelamkan aura jiwa
Melanjutkan denting episode drama kehidupan
Menemani kesunyian sepanjang hariku
Tangerang, 20 Agustus 2019
SURUT RASA
Karya: Samodera Berbisik
Perlahan dengan langkah gontai, aku menyusuri jalan setapak. Awan hitam setia memayungi perjalananku. Angin tiada berembus, menambah gerah resah hati
Kemarin, begitu bergelora rasa rindu mencumbu waktu. Namun kini layu, lusuh tak menentu. Terlalu bahagia aku dengan fatamorgana dunia, sehingga lupa akan hakekat diri sebagai hamba. Terlena bermain dalam kias aksara, tanpa menimbang lantunan ayat-ayat suci-Nya
Seseorang telah membuat surut rasa, menunjukkan jalan pulang. Mendekat kepada kasih sayang-Nya.
Yang selama ini tersekat dalam jarak
Aku terlalu menikmati lara, berselimut rapat dengan nestapa, dan bersyukur sebatas aksara. Hingga membuat surut rasa, untuk mencinta terhadap sejatinya Cinta
Tanganmu menggamit lenganku, dan.. bibir lembut mengecup kata "Hijrah yuk, kita mencari jalan pulang. Setelah lelah berpetualang."
Tangerang, 20 Agustus 2019
MENGHILANG
Karya: Samodera Berbisik
Diantara rembulan dan bintang, kuhadirkan senyummu
Yang biasanya menghiasi malam
Namun hingga fajar menyambut mentari
Tak jua terjumpai
Dalam dua rekaat kusisipkan sebait doa
Untuk mengenang keindahan kisah kita
Tapi... mengapa engkau menghilang?
Meski selalu kucoba mengenang
Kusambut semangat pagi
Mungkin engkau bersembunyi, di balik hangat mentari
Sirna... tak mampu kuhadirkan
Senyummu telah terlewatkan
Nafas berhembus mengaliri urat nadi
Raga berpeluh menyambut rezeki Ilahi
Kutajamkan rasa, menghadirkan semangat darimu
Berlalu ...engkau tak lagi kutemukan di mana- mana
Tangerang, 19 Agustus 2019
Puisi_Empat_Larik
LEPAS
BY Samodera Berbisik
Lapang dari segala sesak
Rindu membaur hembus angin
Menari bersama gemawan
Lepas tak berbekas
Tangerang, 18 Agutus 2019
#Gogyoshi
MEMANTIK ASA
By Samodera Berbisik
Berkawan lara
Tiada jeda menyayat rasa
Rindu menggulung pilu
Kini melintas berlalu
Ketika aksara memantik asa
Tangerang, 18 Agustus 2019
NYANYIAN ELANG DI ATAS SAMODERA
Karya: Samodera Berbisik
Sedalam apakah samoderamu?, hingga berbisik lewat alunan gelombang. Menantangku mengeja bait-bait sepi. Bukankah aksara-aksara telah aku jadikan bebuih di akhir ombak?. Menulis pinggiran sunyi pantai, tentang malam yang galau. Atau sekejap wajah senja menyapa risau, lewat lengusan angin mendesau
Biarlah mengalir sampai dimana bermuara
Dari hatimu menuju samodera, aku rindu akan bisikan, dan ingin lebur dalam debur
Andai tsunami menyambut gelombang pasang. Dan deburnya adalah kidung lara, mengiris tanpa jeda sehingga pilu menyiasati rindu. Tidakkah engkau ingin berlalu?
Biarlah kunikmati lara dan perihnya, walau tanpa jeda. Asal bisikan merdu itu bersimponi dengan kidung bernada rindu
Bisikannya adalah fatamorgana, pada palung samodera. Hanya ada kebekuan yang mematikan rasa. Rindu itu telah kelabu. Seperpti abu terhembus sang bayu
Biarkan saja aku beku, membangkai dalam rasa berwarna kelabu, asal tetap tenggelam dalam palungmu
Andai palungku adalah lingkaran kepahitan tanpa penawar. Masih sanggupkah engkau bertahan?
Aku tak mau berspekulasi demi janji. Kepahitan adalah permainan rasa
Tak ada janji, tiada spekulasi. Yang pasti hati telah terkunci oleh rasa yang tak dimengerti. Maka berlalulah, tak ada keindahan dalam bisikan. Hidupku adalah kepahitan, tak ingin engkau turut mencecapi
Jika rasa berbingkai cinta, pahit hanyalah penambah cita, tuk mencecapi kebersamaan. Mengecap dan mengecup rasa yang begitu rahasia. Berdamailah dengan hati, luka tak selamanya berdarah. Masih ada sisa cinta penyembuh duka
Aku sudah berdamai dengan hati, lebih indah bila luka itu berdarah. Terpunguti sudah sisa cinta, kutitip pada sang camar yang kini terbaring...lemah
Tangerang-Medan, 17 Agustus 2019
#Elanglaut
#Maafimprov
#Semogaberkenan
#Gogyoshi
PERJALANAN RASA
By Samodera Berbisik
Berpeluk indah ketulusan dalam lukanya lara
Mengisi keping-keping menyerpih rintih pilu
Bergelora rasa tersimpan meluah memuncaki kerinduan
Kita sesapi sepenuhi hati, meski terik mengecup tuntas embun di ujung daun
Hingga senja merona jingga, lalu hilang di telan petang
Tangerang, 16 Agustus 2019
SAYAT MENYAYAT DI ATAS LUKA
Karya: Samodera Berbisik
Asa mengangkasa menyeruak awan kelabu
Ketika runtuh segunung rindu
Hati bermuara serpih nan pilu
Terhempas seluas samudera biru
Terukir sayat menyayat di atas luka
Menganga tanpa jeda
Masih jua indah terbasuh air segara
Lalu... di mana segala rasa
Menunggu kesadaran
Meski berwindu terlewatkan
Tetap saja sayat tertorehkan
Dengan senyum kebengisan
Selembar merah ini begitu rapuh
Meski nampak teramat angkuh
Sadarkah dekap hangat ingin terengkuh
Namun mengapa karang tetap kukuh
Tangerang, 16 Agustus 2019
DOA UNTUKMU
Karya: Samodera Berbisik
Teruntuk dirimu yang selalu menemani keterpurukan. Menghangati gigil membeku
Telah kuterima pawarta semilir angin tentangmu, kini terbaring lemah. Maafkan aku tak memahami isyarat hati, bahkan menyimpan prasangka atas ketidakhadiran menyapa
Camarku, malam ini tiada kepakkan sayap untuk menemani, menyapa rembulan yang tersenyum malu-malu, melihat bintang berkerlip
Biar... kusapa sendiri keheningan dengan merapal doa untuk kesembuhan
Kutunggu kepulihanmu di puncak malam kerinduan. Semoga kelemahan ini adalah ujian untuk keindahan perjalanan biduk masa depan
Camarku, bersegeralah kembali mengepakkan sayap semangat. Kita arungi angkasa dengan menyenandungkan nada-nada ceria, seperti malam- malam lalu
Tangerang, 15 Agustus 2019
RASA YANG TERTINGGAL
Karya: Samodera Berbisik
Telah kuhapus semua tentangmu
Kulepas, dan berterbangan di langit biru
Kemana kisah indah berlalu
Tak perlu lagi mencari tahu
Kini keindahanku memeluk diksi hati
Menyuarakan aksara luas tak bertepi
Dari setitik asa menuju pelosok negeri
Menjalin persahabatan sejati
Tak ragu tanpa hadirmu
Engkau hanyalah masa lalu
Bukan untuk dirindu
Dengan rintih pilu
Kurajut benang-benang berpelangi
Terbentang sepenuh hati
Tiada membelah inspirasi
Utuh jalinan silaturrahmi
Masih ada di sudut atma
Kisah terpenggal dalam jiwa
Dan rasa yang tertinggal bersembunyi tanpa suara
Tertutup rapat dalam ruang kedap udara
Tangerang, 15 Agustus 2019
Puisi_Empat_Larik
TETAP BERSINAR
By Samodera Berbisik
Kisahkan dalam cerita seribu elegi
Benamkan dalam lingkaran lara tanpa jari-jari
Kubur dalam lumpur paling takabur
Sebutir mutiara akan tetap bersinar sepanjang umur
Tangerang,15 Agustus 2019
TEBAR SENYUM
Karya: Samodera Berbisik
Aku tak punya pesona seperti mereka yang menebarkan sebegitu hebatnya.
Hanya mampu tebar senyum ketulusan, meski tak seindah senyum monalisa
Aku hanya perempuan biasa, tiada kebanggaan tersandang pada eloknya rupa ataupun indahnya aksara. Sekedar tulusnya rasa tanpa prasangka kuberikan. Bukan basa-basi tapi beginilah adanya, tak termanipulasi, apalagi terkontaminasi sepuhan imitasi
Bila memang terganggu silahkan berlalu, aku tak pernah memaksa untuk tinggal menemaniku
Menjauhlah dariku, kejarlah yang kau mau, peluk dalam hasratmu. Mungkin itu yang membahagiakanmu. Bukan aku, yang lugu tanpa gincu juga maskara bertabur mutiara
Aku perempuan papa, syairku hanya alunan irama alam. Berkidung bersama semilir angin seiring gemiricik air bahkan berisik seperti suara jangkrik, memecah malam yang mencekam
Aku hanya mampu tebar senyum, segeralah menyingkir wahai petualang penjerat syair
Tangerang, 14 Agustus 2019
#terimakasihinspirasinyasahabatsahabatcantik
TANPA AKSARA
Karya: Samodera Berbisik
Terkisah sebuah cerita
Dengan segala episode-episodenya
Melengkapi sebuah panggung sandiwara
Percaturan dunia aksara
Bermula menatap karya, tersenyum
Berdecak kagum
Menyimpan rasa, diam tanpa aum
Mengungkap, memburu, kecewa terlontar ultimatum
Tanpa aksara, menanggapi karya hati
Sementara jiwa bemain kata menyuarakan nurani
Mengeja setiap titik inspirasi
Bermekaran imajinasi
Rasamu berbicara, menyusupi palung rindu
Menghangati sekeping kalbu
Riuh benyanyi menggema merdu
Namun tanpa aksara,,,, gagu
Gemeretak menahan api
Mengurai kerontang naluri
Saat ketulusan ternodai
Tanpa aksara dusta menguasai
Berlalu saja
Lupakan segala cerita
Menghempas nelangsa
Dan.... sirna tanpa aksara
Tangerang, 14 Agustus 2019
PELABUHAN AKSARA
Karya: Samodera Berbisik
Waktu berputar tanpa melihat siapa tertinggal
Nestapa atau bahagia dalam pangkuan
Berdetak seirama mentari mengarungi hari
Atau rembulan memeluk hitamnya malam
Aksara-aksara mengembara mencari kata
Terangkai dalam kalimat makna
Bait demi bait merenda diksi
Dan... paragraf- paragraf berbaris dalam kesatuan puisi
Berlabuh sudah pelayaran aksara
Biduk diksi tertambat pada ketulusan sang majas cinta
Dermaga puisi kasih meminang segala nelangsa
Pernikahan imajinasi dengan inspirasi melahirkan bayi-bayi puisi cinta bernada asmara
Tangerang, 13 Agustus 2019
MEMAHAMI HATI
Karya: Samodera Berbisik
Selembar warna merah tersimpan pada rongga dada
Tak kasat pandangan mata
Bernyanyi berbagai kidung nelangsa
Ataupun bergemuruh dalam semringah rerasa
Siapa mampu menyelami
Diri sendiri terlewat kendali
Suara-suara berbaur antara kanan tersikut sang kiri
Melukai atau bahkan memaki
Memahami hati
Tak semudah orasi
Berliku menguras emosi
Salah salah terkebiri
Berpasrah atas tergariskan
Seusai laku diperjuangkan
Adalah tindakan kesempurnaan
Damai hati tergenggam harapan
Tangerang, 12 Agustus 2019
ADAMU
Karya:Samodera Berbisik
Senja perlahan menyapa
Bersama semilir angin
Meninggalkan terik
Yang menguras peluh
Rona jingga
Memukau netra
Begitu indah lukisan Sang Pencipta
Mewarnai alam semesta
Adamu adalah anugerah
Mengurai segala resah
Bersimpuh dalam tengadah
Akan niknat tak terbantah
Tangerang, 13 September 2019
Puisi_Empat_Larik
IMAJINASI
By Samodera Berbisik
Tak perlu menguak misteri
Tiada tersembunyi di balik senyum
Aksara terangkai dalam imajinasi semata
Tanpa ingin melucuti ataupun menghakimi
Tangerang, 13 September 2019
Puisi_Empat_Larik
RERASA JIWA
By Samodera Berbisik
Jarak dan jeda mulai menyapa
Entah waktu atau karya menyekatnya
Mungkin pula kesengajaan ingin dicipta
Lebih baik kupangkasi rerasa jiwa, agar tak membunga lalu....meluka
Tangerang, 11 Agustus 2019
BIARLAH WAKTU MENGUSAIKAN KISAHKU
Karya: Samodera Berbisik
Samudera itu tak lagi bergelombang.
Landai, setenang kumpulan awan putih di wajah langit. Hanya riak-riak kecil lembut mengecupi bibir pantai
.
Prahara telah usai menghantam karang, dan...indah sejauh mata memandang. Biduk kecil kembali bentangkan layar, mengikuti angin lanjutkan pelayaran
.
Pada luasnya hamparan biru samudera, aku hanyalah setitik buih tanpa makna. Adanya, karena deburan ombak yang begitu syahdu memainkan irama palung rasa
.
Biarlah... tak perlu mengeja seberapa pantas hadirku di tengah samudera. Buih tetaplah ampas keindahan tanpa harus terpandang sebelah mata
.
Segala daya telah menumpu pada pusat upaya, tentang pelayaran aksara dan ketenangan jiwa, maka biarlah waktu mengusaikan kisahku
Tangerang, 10 Agustus 2019
KUCARI DIRIMU DALAM PUISIKU
Karya: Samodera Berbisik
Kurangkai aksara-aksara penuh pesona
Menyapa senja dengan beraneka warna cerita
Memetik dawai terdengar syadu berirama
Mengemas rindu dalam orkestra cinta
Hanya untuk mencari dirimu
Mengisi setiap goresan puisiku
Tentang perjalanan berliku
Antara ragu yang membisu
Tak jua kutemukan
Hadirmu dalam ungkapan
Atau hangatmu dalam pelukan
Semua berlalu, tak terelakkan
Kucari dirimu dalam puisiku
Tiada lagi bisa kusajakkan
Engkau telah binasa dalam keraguan
Lebur menjadi abu, terhempaskan
Tangerang, 09 Agustus 2019
Puisi_Empat_Larik
BIARLAH
By Samodera Berbisik
Yang pergi biarlah berlalu
Tak perlu meminta tetap tinggal
Karena terbaik tanpa meragu
Bila terpaksa, tinggallah sesal
Tangerang, 09 Agustus 2019
SENJA MENYAPA PETANG
Karya: Samodera Berbisik
Jingga menyapa petang, mengantarkan malam bersama ronanya. Tertegun aku ketika seekor camar biru hinggap di sangkar usangku. Matanya teduh menatap begitu lembut, namun tertangkap kesenduan merajami hati
"Singgahlah sejenak, bila berkenan, janganlah berdiam di tengah pintu," sambutku ramah. Ia hanya tersenyum, duduk manis, tanpa kicau
.
"Ada apa kali ini, engkau singgah, tuan Camar?. Tanyaku tanpa ragu.
"Ijinkan aku tinggal disini, menemanimu menguntai doa malam-malam heningmu."jawab sang camar dengan sungguhnya
.
"Pulanglah, tuan biarkan aku sendiri. Mengeja dan merapal doa untuk perjalanan asaku, yang berliku. Aku terbiasa sendiri dalam keheningan." Lirih aku menjawabnya.
"Tetapi aku ingin disini, menyaksikan senja menyapa petang, kemudian bersamamu memandang bintang yang mengelilingi rembulan," jawabmu berbisik
.
Hari berganti, sang camar selalu menemani, hingga fajar menjelang
.
Telah terangkai beribu aksara, juga berlaksa lantunan doa bersama. Menyatukan dua hati, satu debaran. Tersebut dengan kata SAYANG
.
Berlalu hari dalam purnama yang kesekian kali, pada senja menyapa petang, begitu parau menyesaki tenggorokan, aku berkata, "Tuan camar, pulanglah ke maghligai sucimu, biarkan aku disini, menempati sangkar usangku. Berlalulah membawa separuh lembar hatiku untuk menghangati gigilmu, dan... tinggalkan sebelah jantungmu untuk menemani denyut nadi pada sisa nafasku."
.
Sang camar, perlahan mengepakkan sayapnya, separuh hatiku terbang bersamanya, begitu juga sebelah jantungnya berdetak berdebaran dalam rongga dada. Senja menyapa petang kembali menyambut keheningan malam bersamaku, tanpa dirimu
Tangerang, 08 Agustus 2019
CLBK
Karya: Samodera Berbisik
Menatap langit, biru membentang, awan putih tersenyum, menyaru wajahmu nan rupawan. Setiap sudut cakrawala tergambar jari jemarimu melukis kenang, menggenang tak hendak terbuang
.
Dekapanmu begitu hangat, menyelimuti palung hati. Meski telah berkali kunyanyikan kidung rindu, bersama perayu yang mengelabui kalbu... hanya dirimulah sebenarnya, tercurah segala rerasa jiwa
.
Sedalam samudera kusimpan bait-baitmu, tertata rapi diksi-diksi dalam almari sanubari. Lalu kurangkai kata dengan aksara-aksara bermantera cinta, tertebar mempesona, para kumbang penghisap madu, namun hanya dirimu yang tersemat di kalbu
.
Mengisi setiap puisi-puisi hati. Penuh rindu mencumbu rayu, melupakan segala penat pilu dan... terlepaslah segala nestapa yang mengerami nurani
.
Cinta lama bersemi kembali padamu, sang perindu
Tangerang, 07 Agustus 2019
Puisi_Empat_Larik
DEBU
By Samodera Berbisik
Kubertanya pada malam keheningan
Akankah debu selalu dalam genggaman
Ataukah membiarkan lepas bersama basah angin kerinduan
Namun hingga fajar menjelang, tetap diam tanpa jawaban
Tangerang, 07 Agustus 2019
HADIRMU
Karya: Samodera Berbisik
Berkaca pada cermin yang telah meretaki atma, tentang nyanyian rindu. Ada bayangan memantulkan senyum ketulusan, kelopak bibirmu mengecupi luka memerah di belahan jantungku
Bertutur engkau tentang rerasamu, setulus matahari menapaki hari. Dan... aku hanya terdiam, erat memeluk pilu
Detik merambati menit dan hari menyambut minggu, sementara bulan terus berganti purnama. Engkau tiada lelah membalut setiap sudut-sudut luka
Hadirmu, membuyarkan kenang usang yang mengerami palung nadi. Menguntai aksara makna, memahatkan ketulusan pada puncak nurani. Aku tertegun, luluh ketika sepasang tangan kekar memeluk sekeping hati rapuhku
Tangerang, 06 Agustus 2019
Puisi_Empat_Larik
TERHENTI
By Samodera Berbisik
Tarian aksara lukaku terhenti disini
Pada kecupan tulus diksi yang engkau saji
Seperti mentari hadirmu tak terpinta oleh diri
Kau datang menghangati kebekuan hati
Tangerang, 06 Agustus 2019
ENTAHLAH
Karya: Samodera Berbisik
Dalam remang malam, sepi
Cahaya lilin sendu menerangi
Langit hitam memayungi bumi
Semakin mencekam geliat nurani
Kusapa angin, malas berhembus
Bumi berpeluh tak berhumus
Seperti kemarau yang semakin tandus
Retak meragu rerasa, tertinggal jejak pada reranting pinus
Kering... dedaunan tak lagi menghijau
Ketika pokok pinus berhias reranting, terbanting angin mendesau
Gemuruh gumam ragu menyambut sinarmu nan silau
Oooh... adakah rasaku... rasamu saling memantau
Ataukah, berakhir pada awal sebuah kisah
Tentang rajutan-rajutan benang aksara, basah
Menghiasi malam-malam kita yang indah
Entahlah... Entahlah
Tangerang, 05 Agustus 2019
MATAHARI HATI
Karya: Samodera Berbisik
Memandang hamparan savana, gersang...dalam detik-detik denyut nadi tersengal. Setetes embun engan singgah menyejuki. Selarik terik tiada menemani berfotosintesis
Seperti keringnya selembar hati, tak terjamahi tinta rindu, melucuti keresahan yang semakin membeku
.
Kaki kaki puisi sepi berlarian menjemput imajinasi. Terekam dalam jejak perjalanan diri. Pada waktu itu, 04 November 2018 saat pertama kali melangkahkan kaki, puisi tertatih menyisih kisah perih... tanpa indah, terpandang dalam rerasa jiwa. Hanya beberapa pasang netra mengajak menyaksikan keindahan aksara senja
Dalam lirih, masih ada rintih memuji asma-Mu, sang maha pengasih. Aku tertatih, namun perjalananku tak akan tersisih, meski perputaran roda dunia melaju secepat angin tanpa mampu memilih
.
Selarik senyum sang matahari berpijar di hati, menjamahi luka yang telah menyelimuti, seolah melekat, bersatu dalam batin paling membatin
.
Aku luruh tersorot tajamnya mata-mata diksi. Hanyut dalam aksara-aksara makna. Puisi telah terpatri indah tiada tertawar lagi memenuhi sanubari.
Tak akan terganti meski seribu sajak mengajak berkolaborasi
.
Engkau tak akan pernah membalas dekapan pemuisi perindu, tapi isyaratmu terbersit dalam kasih sayang, hangatnya serentetan laku.
Tak akan pernah aku, kehilanganmu, hingga rotasi bumi berhenti, karena engkau matahari hati
Tangerang, 03 Agustus 2019
#mengupastanpamengiris
SENJA DI ATAS SAMODERA
Karya: Samodera Berbisik
Inilah akhir perjalanan sang surya
Terhenti pada titik keindahan rasa
Tersebut dengan nama senja
Puncak keindahan perjalanan sang masa
.
Jingga mewarnai indahnya senja
Terhampar merona di atas Samodera
Sepasang camar terkesima, terhenti kepakkan sayapnya
Menuju sarang memadu cinta
.
Penghujung hari telah menepi
Menyempurnakan perjalanan hari
Menyambut petang dalam gerbang ketenangan hati
Saat malam menemukan rindu sejati, Ilahi robbi
.
Selamat tinggal senja
Untuk esok hadir kembali menyapa kesempurnaan hari dalam nyata
Indahnya senja di atas samodera
Tangerang, 02 Agustus 2019
DALAM DIAM
Karya: Samodera Berbisik
Bertanya pada kelam malam
Seribu rasa tergenggam
Saat sapamu terbenam
Dalam dinding hati nan dalam
Kusesapi setiap isyarat tertangkap
Semula berlalu tak anggap
Terasa hanyalah kekata isap
Ketulusanmu terus mendekap
Dalam diam aku mengeja makna
Hadirmu dulu tak rasa
Karena hasrat mengejar rindu meluka
Yang akhirnya terluka
Sentuh lembutmu mengelus luka hati
Seperti awan putih berkejaran di langit sepi
Lenggang, dalam diam mencumbui
Bait-bait doa segala puji
Tangerang, 02 Agustus 2019
KAMU
By Samodera Berbisik
Hadir saat terluka
Menemani
Tiada henti
Menyemangati
Lembut
Aksara
Menenangkan
Gulana
Tangerang, 31Juli 2019
Puisi_Empat_Larik
HATI BERBICARA
By Samodera Berbisik
Tak perlu aksara dalam kata
Tiada suara mencipta nada
Mengumandangkan kidung cinta
Cukup diam, hati berbicara
Tangerang, 31 Juli 2019
SKETSA ABSTRAK
Karya: Samodera Berbisik
Titik titik kugariskan
Membentuk sketsa abstrak tak beraturan
Kuwarnakan berwarni sapuan
Entah siapa terlukiskan
Tak lelah aku menyapukan kuas
Sketsa dalam kanvas
Semakin abstrak memelas
Meski jemari lentik menari bebas
Seperti rindu yang kuramu
Tak menemukan sambut nan merdu
Meski langkah berkejaran dengan waktu
Berlalu bak hembus sang bayu
Aku terjungkal pada abstrak yang semakin menghitam
Warna warni ku kuaskan menyatu tanpa redam
Berlomba menjadi keindahan alam
Yang menjadi damba dihening malam
Uuuuùgh... kurapikan dengan segala penerimaan
Tanpa keluh hujatan
Biarlah skesta membentuk yang harus terlukiskan
Tanpa lagi aku kendalikan
Woww... sekilas aku amati
Sebentuk bayangan mewarnai
Begitu indah melengkapi hari
Menyempurnakan kebstrakan ini
Indah sekali menguasai rasa
Melegakan keruwetan jiwa
Menentramkan dalam lena
Namun engkau tetap sketsa abstrak adanya
Tangerang, 31 Juli 2019
#teruntuksketsaabstrakku
TERSEKAT
Karya: Samodera Berbisik
Malam semakin murung
Rembulan terdiam
Gemintang membisu
Anginpun hanya basa-basi berembus
Perlahan kubuka lembaran kenang
Nampak kotor berdebu
Tak ada lagi tangan kita menyentuh
Merangkai indah kisah baru
Jarak dan waktu
Menyekat rindu
Aku kamu tak lagi berpeluk
Meski hati tetap menyatu
Kebersamaan yang tersekat
Ketika kata mufakat adalah kisah tabu
Menempatkan rindu pada magligai
Rapuh yang utuh dalam gaduh
Sekat semakin membuat sekarat
Sementara hasrat semakin kuat
Meluapkan kerinduan
Terpendam dalam keinginan
Tangerang, 14 September 2019
TERSEKAT
Karya: Samodera Berbisik
Malam semakin murung
Rembulan terdiam
Gemintang membisu
Anginpun hanya basa-basi berembus
Perlahan kubuka lembaran kenang
Nampak kotor berdebu
Tak ada lagi tangan kita menyentuh
Merangkai indah kisah baru
Jarak dan waktu
Menyekat rindu
Aku kamu tak lagi berpeluk
Meski hati tetap menyatu
Kebersamaan yang tersekat
Ketika kata mufakat adalah kisah tabu
Menempatkan rindu pada magligai
Rapuh yang utuh dalam gaduh
Sekat semakin membuat sekarat
Sementara hasrat semakin kuat
Meluapkan kerinduan
Terpendam dalam keinginan
Tangerang, 14 September 2019
Puisi_ Empat_Larik
SEJENAK
By Samodera Berbisik
Merebahkan gundah di dada bidangmu
Merasakan hangat dekap kalbu
Sejenak melupakan belenggu
Yang terus menikam sejuta pilu
Tangerang, 19 September 2019
#Gogyoshi
KITA
By Samodera Berbisik
Rasa datang menyapa
Mengetuk kebekuan jiwa
Menghangati gigil yang mendera
Menyusupi kesunyian rasa
Perlahan namun nyata, aku kamu adalah kita
Tangerang, 19 September 2019
BARA HATI
Karya: Samodera Berbisik
Waktu terus menari menggulirkan kisah masa lalu. Tuhan telah menuntun dengan kesempurnaan-Nya. Meski belahan getir menjadi bagian kita.
"Mengapa engkau tak mau berdamai, dan masih sangat setia memeluk bara yang mengerami sekam dalam hati?." Gumamku ketika menemuimu terduduk di sudut dermaga emosi
"Aku tak akan pernah berhenti mengembara untuk menemukan dirinya, orang yang telah mencabik-cabik hati ini. Jawabmu dengan mata setajam pisau cukur
"Tak lelahkah engkau selalu memanggul kesumat yang hanya membuatmu kepanasan, meski rerintik doa membasahi hati?."
Lirih nadaku di sela helaan napas
Engkau terus berlalu dengan kebencian yang meradang. Ku coba berlari menyeimbangkan langkah
"Sandarkan bara hati, siramilah dengan embun doa, agar damai hatimu." Ujarku dalam lembut berbisik
Namun, engkau tak peduli, kemudian pergi berlalu meninggalkanku dengan sisa karang yang masih membara di dadamu.
Tangerang, 17 September 2019
BERSAMA TAK BERSATU
Karya: Samodera Berbisik
Ini memang suatu kegilaan. Kebersaman kita melompati batas kewajaran. Namun tak mampu melepas keindahan yang kita lukis bersama, dalam kanvas kefatamorganaan. Meski peluk itu begitu nyata dalam rasa
Engkaulah rindu, yang selama ini kumau. Namun kesadaran diri masih menguasai. Bahwa indahmu bukan untuk dimiliki
Biarlah kita jalani, seberapa alur-Nya. Dan kuharap tetap indah apapun yang terjadi. Tanpa harus saling melukai, meski kegilaan ini terus merajami
Tangerang, 16 September 2019
#Imajinasidalamtarianjemari
BUTA HATI
Karya: Samodera Berbisik
Daun-daun berguguran, ranting kering patah berderak, pohon-pohon lelah, tumbang tak beraturan. Ketika angin kejam menerpa. Tersungkur tak berdaya mencium kaki langit
.
"Masihkah engkau menyipitkan sebelah mata, mengulas senyum bak sebilah sembilu?." Gumamku teramat lirih.
Engkau mendongakkan kepala, menginjak kakiku sambil berlalu dengan membusungkan dada. Dan ... cuih!, ludahmu mengenai wajahku. Kemudian ...
"Tempatmu di sini pada kakiku, bersama tanah yang aku injak." Lantang suaramu sambil berlalu
.
Aku melangkah perlahan, menyusuri jalan setapak menuju pondok teramat sederhana di tepi hutan. Tersenyum dan hatipun berkata, "Memang tak seharusnya aku berteman dengan sang raja bergelimang harta, karena aku hanyalah si miskin papa. Mungkin dulu dia sahabatku. tapi harta telah membutakan hatinya. Dan aku bukan siapa-siapa
Tangerang, 20 September 2019
#imajinasitarianjemari
MEMANEN RINDU
Karya: Samodera Berbisik
Rembulan tersenyum, menunduk malu melihat bintang berkerlip di sudut malam. Cahayanya terang, sebenderang purnama. Tak ada lagi gamang menyerang, tak jua ragu mencumbu rindu
.
Hati telah terpaut, luluh dalam sebuah kata, yang bernama rindu. Tak ada lagi pengembaraan mengharu biru, menyusuri perbukitan terjal pun semak berduri
.
Ia telah sampai pada taman bunga beraneka doa, duduk bersimpuh, menengadahkan kedua tangan, untuk memanen rindu yang telah lama tersimpan di palung kalbu. Rindu untuk-Mu
Tangerang, 20 September 2019
AKSARA MAKNA
Karya: Samodera Berbisik
Beribu aksara berbaris rapi, mengisi lembaran buku hatiku. Sederhana ... namun terasa begitu indah, menyentuh kalbu
.
Begitu juga aksara makna yang kau kirimkan, indah mewarnai kisah. Berdegub tak beraturan jantungku, menyimak pesan yang tersirat dalam bait-bait puisimu
.
Aku tak mampu lagi membendung bergulirnya tetes-tetes bening dari sepasang netra. Ketika rasa harus terkubur dalam pusara tanpa nisan, sementara, dekap semakin hangat, dan aksara kita kian bermakna
Tangerang, 22 September 2019
SETITIK RASA
Karya: Samodera Berbisik
Ada setitik rasa, perlahan mengecupi kenangan. Ketika angin menghembuskan kabarmu, tentang keringat garam mengaliri lengan kekar, yang memelukku begitu hangat, kala itu
Duhai sang peracik warna, kutitipkan selembar doa pada keheningan, usah gundah dalam ketidak pastian. Aku tahu engkau memahami lebih dari sekedar yang kumengerti. Ada makna yang tak tereja pikiran, hanya keyakinan sebagai jawaban
Ada bongkahan karang yang begitu indah, melekat pada dada bidangmu. Menghempaskan ombak yang datang silih berganti. Meski renta telah menyapa raga, namun jiwa tak surut sejengkal jua
Duhai sang peramu aksara, ijinkan aku kembali menyuburkan setitik rasa, walau kini berbeda makna. Karena engkau tetaplah prasasti indah yang menghuni palungnya samudera hatiku
Tangerang, 22 September 2019
UNTUK SEBUAH NAMA
Karya : Samodera Berbisik
Dalam sebuah fragmen kehidupan
Kita adalah pemeran lakon
Berbahagialah engkau selalu
Meski kepahitan meramu karya
Untuk sebuah nama
Yang terpahat di palung rasa
Usah meragu jalan cerita
Dirimu adalah pemeran utama
Perjuanganmu tak mengenal cuaca
Lengan kokoh melukis langit
Dan ... pelangi tergambar dalam kanvas kehidupan
Mengakhiri kisah pementasan
Tangerang, 21 September 2019
UNTUKMU
Karya: Samodera Berbisik
Sepasang bibirku perlahan merapal aksara ketulusan, bersama rerintik air bening di sepasang netra. Ku ketuk pintu keridhoan-Nya, untuk membuka tabir yang menutupi perjuanganmu
.
Karena hanya itu, sanggup aku lakukan untukmu. Mungkin tak akan pernah bisa sebanding dengan indah uluran tanganmu kepadaku, namun sejujur rasa kuungkapkan tanpa maskara penutup aksara.
"Semoga Sang Maha Pencipta, memberikan kemudahan dalam ujian-Nya."
.
Untukmu, pengisi palung paling jantung, jua kepada kekasih yang tak terpeluk, bahagiakan jiwa, indahkan raga. Sambutlah keberkahan-Nya, tanpa harus bertanya lagi, mengapa dan kenapa
.
Aku di sini, untuk memeluk hatimu
Tangerang, 25 September 2019
PAGI BERKABUT
Karya: Samodera Berbisik
Mentari begitu malas bangkit dari tidur
Embun-embun sendu bergelayut
Langit nampak muram enggan tersenyum
Menyambut pagi berkabut
Kujejakkan langkah di atas bumi yang beku
Kaki-kaki kurus melaju menahan gigil
Untuk setitik harapan, kutetap berjalan
Menyambut sejumput rezeki dari-Nya
Semangat di dada terus memacu hasrat
Lupakan alam yang sedang tak ramah
Menyimpan segala gundah
Atas segala polah jiwa-jiwa pongah
Pagi berkabut
Pikiran kusut semrawut
Namun, bukan penghalang mencari keberkahan
Semangat jangan pernah dihentikan
Tangerang, 25 September 2019
E-MI-MA (Ekspresi Mini Maksi)
Seusai jeda hanya satu rasa tertinggal. Rindu yang mengelus naluri, akan kebersamaan yang terkebiri.
Tangerang, 24/09/2019
#GOGYOSHI
RASAMU
By Samodera Berbisik
Tiada sangka hanya ini rasamu
Aksara indah tak bermakna
Tertutup luka mendalam
Bukan aku menorehkan
Namun alasanmu meninggalkan
Tangerang, 24092019
Puisi_Empat_Larik
PERGILAH
By Samodera Berbisik
Aku tak akan lagi menahan langkahmu, tak jua menghiba maafmu
Semua memang harus terjadi tak perlu disesali
Pergilah jika memang maumu
Meski namamu akan selalu melekat di hati
Tangerang, 24 September 2019
TARIAN JEMARI
Karya: Samodera Berbisik
Tarian jemariku lunglai, tak lagi gemulai. Karena otot-ototnya terputus olehku, dengan belati rindumu. Penaku pun tak bertinta, kering terserap angin prasangka. Sehingga aksara tak terangkai pada gaun kertasku
.
Aku terkapar, dan terbiar oleh rindu yang memudar. Terkena hembusan angin tak berangan, sehingga ingin tinggalah impian. Engkau berlalu, menyisakan jejak ingatan, tak kunjung terhapuskan
.
Engkau yang menyematkan lukisan hati dalam palung kalbu, menitipkan ragu akan sebuah temu. Aku tahu rasamu tersayat olehku, mungkin terlalu dalam sehingga begitu sakit. Dan ... kata maafmu hanyalah ucap yang tak tersingkap
.
Biarlah aku diam, menunggu rindumu berkembang atau bahkan patah arang, dan ... tarian jemari menjadi kisah using
Tangerang, 24 September 2019
JEDA
Karya: Samodera Berbisik
Mungkin resahmu berseteru gundahku
Sehingga indah terangkai dalam gelisah
Perlu sedikit waktu
Merenung ... berpikir lebih jernih
Mencipta jarak dalam diam
Aksara terbungkam, sesaat saja ...
Biarkan jeda mengambil haknya
Menengahi riak di balik tenangnya telaga
Sekejap biarkan mengerjap
Agar debu tak jadi hinggap
Memenuhi sepasang mata
Milikmu, jua punyaku
Tangerang, 23 September 2019
CERITA KITA
Karya: Samodera Berbisik
Bukan hanya bunga bermekaran mewarnai taman hati, begitu indah dalam pandangan. Namun, ada luruhnya buah saat angin tajam mengiris, menjatuhkan dalam kubangan kecewa, kemudian lara tercipta di sela hijau rerumputan rasa
.
Seperti cerita kita, indah dalam keinginan, tersandung tajamnya kerikil kekata. Pembenaran juga pembelaan diri meruncing bagai mata tombak. Kata maaf, tak segera lerai ketegangan. Jeda memainkan peranan dalam diam, merenung lalu berpikir sejernih mungkin
.
Ketika malam menyapa keheningan, rindu tak mau berlalu mengungkung kalbu. Dan ... rasa kita masih bertemu. Terucap kembali kata maaf, dari dalamnya samudera hati. Kemudian cerita kita mengalir tanpa naskah. Mendekap rindu kian syahdu. Aku, kamu tetap kita
Tangerang, 26 September 2019
CINTA SANG PEMUISI
Karya: Samodera Berbisik
Rembulan telah lelap dalam buaian. Hanya gemintang masih setia memancarkan kerlipnya. Malam semakin hening, sehening jiwa yang merindukan kasih sejati
.
Sang pemuisi duduk bersimpuh, menikmati gemulai biji tasbih yang menari di pinggang jemari. Dadanya berdebar, bergemuruh menghantam perasaan. Tanpa sadar, anak sungai deras mengaliri ceruk lesung pipi, dan bermuara pada sepasang telapak tangan, menengadah seiring lantunan kidung suci
.
Ia melupakan aksara-aksara indah tarian jemari, kemudian dihempaskan imajinasi tentang cinta menggelora, juga rindu mengharu biru. Yang selama ini membuat berpasang jiwa luluh, patah hati olehnya. Sang pemuisi tersadar, perlahan ia bergumam,
"Aku hanyalah debu beserakan, berhamburan, sekejap sirna oleh hembusan angin, masih pantaskah memohon cinta, kepada-Mu?."
.
Sang pemuisi terus bersimpuh, hingga fajar menyambutnya
Tangerang, 29 September 2019
E-MI-MA
Merangkai rasa dengan sederhana. Mengalir apa adanya. Seperti langit yang selalu menerima hadirnya senja.
Tangerang, 28/09/2019
SEDANG INGIN SENDIRI
Karya: Samodera Berbisik
Senja baru saja meninggalkan rona jingga. Aku terduduk di atas sajadah, bersimpuh khusuk menghadap Sang Khalik. Bergetar hati dalam lantunan zikir, dan ... menetes rerintik air dari sepasang mataku yang keruh oleh sejumput debu
.
Tergambar jelas segala kenang, tentang perjalanan panjang menganyam kisah kehidupan. Dimana warna-warna pekat mendominasi lembaran hati. Serasa begitu pahit, menjadi santapan pengecapku, sehingga lidah mulai kebal akan segala rasa yang singgah menawarkan manisnya madu
.
"Diamlah, usah perdengarkan sepatah kata, biarkan aku di sini tanpamu." Pintaku ketika engkau ingin mengucapkan sesuatu.
"Aku sedang ingin sendiri." Lanjutku tanpa memberi kesempatan untukmu berbicara. Kemudian engkau meninggalkanku dengan kekecewaan yang tak mampu disembunyikan
.
Saat ini aku hanya bersama suara hati, ia pun berkata sangat menyentuh, "Engkau tak akan pernah bisa memilih diantara memeluk kenyataan pahit, ataupun mendekap keindahan darinya, karena hanya sebatas bayang dalam angan."
"Sudahlah, usah juga kau bicara, aku sedang ingin sendiri." Jawabku dalam diam
Tangerang, 27 September 2019
AKSARA SUNYI
Karya: Samodera Berbisik
Tangan kekarmu masih terasa hangat. Mendekap tubuh rapuhku. Bisikan mesra terngiang dalam pendengaran. Dan ... aaahhh, kecupan bibirmu lembut. Singgah di keningku
.
Satu hal membuatmu menjauh. "Maafkan aku telah menumpahkan tintamu." Bisikku teramat pelan.
Pena itu kini mengering oleh coretan-coretan ambigu. Juga tentang bait-bait rindu semu. Yang membasahi gaun kertas buram. Sementara kutahu pena itu untuk mengisahkan rangkaian perjalanan aksara penuh makna
.
Tuan, hadirmu adalah anugerah. Sehingga aku terkadang lupa, ingin mendekap tanpa sekat, meski kutahu hanyalah isyarat.
"BerlalulahTuan, carilah tinta baru. Yang mampu mengisi penamu dengan aksara penuh makna. Tinggalkan saja aku bersama aksara sunyi." Bisikku lirih.
Engkau hanya diam, tanpa sepatah katapun terucap
Tangerang, 09 Oktober 2019
TEDUH
Karya: Samodera Berbisik
Pagi yang indah, sejuk menyelimuti hati. Setelah air mata langit mengguyur kegerahan bumi
Aku melangkah tanpa resah. Beban gerah melemah, perlahan hilang bersama rinai yang terus mengalir menjadi genang. Mengenang jejak perjalanan
Senyummu begitu teduh, menyentuh bara di hatiku.
Seperti hujan menyirami tanah-tanah retak
Tangerang, 09 Oktober 2019
ENTAH
Karya: Samodera Berbisik
Riuh gemerisik daun-daun di hembus angin. Mengajak reranting menari. Meski terik masih menguasai hari
Aku terus melangkah. Menyusuri jalan setapak. Teringat kala itu, engkau melangkah di sampingku. Kita bercerita tentang kebersamaan, hingga ujung perjalanan
Tapi kini aku melangkah sendiri, walau engkau masih bersamaku.
Hari-hari terlewati. Canda tawa mewarnai. Tapi hati ini terlalu dalam terlukai. Oleh senyummu yang belati
Aku tak tahu sampai kapan sanggup menjalani. Melangkah searah dengan tujuan yang ENTAH
Tangerang, 08 Oktober 2019
#Imajinasiberaksi
#Dua Koma Tujuh
TEGAR
Kau hancurkan tanpa perasaan, aku tetap melangkah.
Tangerang, 08/10/2019
E-Mi-Ma
Perpisahan raga, menyatukan jiwa.
Rerasa mengalir, meski cuaca wewarnainya.
Tangerang,08/10/2019
RINDU TABU
Karya: Samodera Berbisik
Terik menyisakan gerah pada sore
Meninggalkan retak pada tanah kering
Menjadi penghantar rasa rinduku
Yang melekat di palung kalbu
Terbayang wajahmu tersenyum sayu
Menyimpan sebentuk rindu yang tabu
Menghela napas tersengal, menahan sesak
Kala rasa semakin nyata
Mengerjap engkau memandangku
Penuh sejuta rasa mengharu biru
Aku tahu rindu itu, pun demikian menyentuhku
Mewarnai lembar lembar buku hati
Seindah pelangi seusai hujan
Serona jingga menyapa senja
Seelok rupa purnama
Sehening malam nan damai
Setulus kasih yang terjalin
Begitu indah dalam pandangan
Namun,
Tak mungkin dalam genggaman
Tangerang, 07 September 2019
TENGGELAM
Karya: Samodera Berbisik
Tak ada yang benar-benar tahu bahwa riak-riakmu, telah mengecupi perahuku yang tertambat di bibir pantai. Ombak-ombak kecil mencumbu angin, menggiring pelayaran yang sempat terhenti oleh patahnya kedua dayung
Biduk kecilku terombang-ambing di tengah gelombang rasamu yang semakin kuat menjerat. Aku terkapar, kemudian tergulung badai rindu
Perahuku yang telah retak, berlayar bergantung hembus angin, saat ia berhenti aku karam, pada dalamnya palung rasa. Perahuku pecah, berhamburan di dasar samudera, dan .... tenggelam bersama serpihan puing-puing hatiku
Tangerang, 06 Oktober 2019
#Gogyoshi
MENGUAP
By Samodera Berbisik
Rindu erat mendekap
Bergemuruh riuh menyapa rasa
Menyatu seiring napas
Mengalir bersama nadi
Berjumpa hanya dalam doa
Tangerang, 04 September 2019
BIARKAN JEMARIKU TETAP MENARI
Karya: Samodera Berbisik
Rembulan temaram, menunduk diam. Gemintang malas berkerlip diantara sapuan awan putih yang berbaris lesu. Mereka seakan mengetahui bahwa rindu sedang menyerang rerimbun hatiku, kepadamu, sang peramu aksara
Terngiang indah kidung aksaramu, duhai Tuan pujangga. Kala bait-bait menyatu dalam irama rindu, syahdu membelai hasrat, untuk saling memagut dalam lumatan syair asmarandana
Simponi alam mengiringi cumbuan diksi kita, dan ... jemariku tiada lelah menarikan aksara, memuja syairmu. Tentang menyatunya sepasang hati yang telah retak oleh jiwa-jiwa jumawa
.
Duhai sang pujangga, biarkan jemariku tetap menari, lembut menyentuh luka memar hatimu. Hingga waktu menghentikan perputarannya
Tangerang, 03 Oktober 2019
NYANYIAN PENYANJUNG SUNYI
Karya: Samodera Berbisik
Tak ada keindahan yang membuat membuncah, merekah bak sekuntum rindu dihati. Ia, sang musafir aksara, meracik kata dalam kalimat makna. Merangkai bait-bait dalam untaian kisah perjalanan selembar jiwa. Menyusuri lorong panjang, sepi ... hanya gema suaranya terdengar mengetuk rasa, sehingga sunyi adalah damai sejati
Ia adalah perempuan penyanjung sunyi. Nyanyiannya terdengar merdu merayu pilu. Menghanyutkan gelembung karang pada dada laki-laki pengembara rasa. Berlomba mengiringi nada meski terdengar sumbang
Perempuan itu terus bernyanyi, tanpa peduli sesiapa mengiringi. Ia hanya ingin menyuarakan kata hati, rindunya kepada kasih sayang setulus hati, tak pernah ia dapati, hanya wajah-wajah bertopeng alibi menghampiri. Sehingga tak salah, jika ia tetap menyanjung sunyi
Tangerang, 02 0ktober 2019
MEREDAM BARA
Karya: Samodera Berbisik
Senja yang nampak begitu indah dengan rona jingganya. Kali ini bagai api yang menyimpan bara, membakar taman bunga di hatiku
.
Engkau yang telah memercikkan setitik harap, menaburkan pula sekeranjang daun kering pada unggun yang berkedip dengan titik pijarnya
.
Sekuat rasa aku meredam bara, agar tak memberangus, lalu hangus indahnya rasa.Tak kusangka aksara indah yang engkau goreskan menyimpan umpan untuk memancing rasa. Begitu perih, meninggalkan luka
.
Jangan lagi sulutkan percikan api, pada sekam hati ini. Aku takut tak lagi mampu meredam bara, yang bergemuruh di dalam dada
Tangerang, 30 September 2019
CINTA SANG PEMUISI
Karya: Samodera Berbisik
Rembulan telah lelap dalam buaian. Hanya gemintang masih setia memancarkan kerlipnya. Malam semakin hening, sehening jiwa yang merindukan kasih sejati
Sang pemuisi duduk bersimpuh, menikmati gemulai biji tasbih yang menari di pinggang jemari. Dadanya berdebar, bergemuruh menghantam perasaan. Tanpa sadar, anak sungai deras mengaliri ceruk lesung pipi, dan bermuara pada sepasang telapak tangan, menengadah seiring lantunan kidung suci
Ia melupakan aksara-aksara indah tarian jemari, kemudian dihempaskan imajinasi tentang cinta menggelora, juga rindu mengharu biru. Yang selama ini membuat berpasang jiwa luluh, patah hati olehnya. Sang pemuisi tersadar, perlahan ia bergumam,
"Aku hanyalah debu beserakan, berhamburan, sekejap sirna oleh hembusan angin, masih pantaskah memohon cinta, kepada-Mu?."
Sang pemuisi terus bersimpuh, hingga fajar menyambutnya
Tangerang, 29 September 2019
TUAN AKSARA
Karya: Samodera Berbisik
Riuh aksara memenuhi isi kepala.Berebut kata untuk merangkai kalimat makna. Berlompatan menempati barisan tanpa komando. Nampak sedemikian rapi mengurai imajinasi
Seusai berbaris, kali ini aksara berjalan cepat. Melesat bagai angin. Wessssss ... kemudian berhenti tepat di depanku.
Tanpa isyarat, berdiri menikam jantung. Aku tak kuasa lagi mengelak, limbung ... dan terjatuh pada kata yang bernama rindu
Tuan
Aksaramu menikam palungku.
"Lihatlah aku terbantai lunglai, terengah mengurai kata, bersimpuh dalam puisi sunyi." Kataku.
Engkau tersenyum dan berkata teramat pelan, seolah berbisik.
"Mari meracik aksara, aku .. kamu menjadi kalimat kita. Untuk selamanya."
Tangerang, 31 Oktober 2019
Puisi_Empat Larik
ASA
By Samodera Berbisik
Kukecup segala luka
Kucumbui seribu lara
Kudekap lembaran nestapa
Dengan senyum tulus, bekal meraih asa
Tangerang, 30 Oktober 2019
SEBERKAS SINAR BERPIJAR
Karya: Samodera Berbisik
Telah menggenggam satu pelita, biru dalam nyala. Sinarnya meneduhkan jiwa. Tatkala semilir angin menyapa, terkadang merona kemerahan. Mengusik emosi yang sedang asyik bersembunyi. Bahkan saat bayu berseru, merah menggantikan tanpa ragu. Sehingga amarah mencabik damai aliran darah
Hasratpun menggelora, terbakar angkuhnya birahi pelita. Melelehkan kebekuan yang berdiam pada matinya rasa. Ooohhh ... lalai, bahkan lupa yang menggila. Terbuai pada kobaran api membara
Sungguh pengembaraan aksara, tak ingin kobarkan api pada kedalaman rasa. Pelita penerang tanpa harus membakar tali putih pengikat jiwa. Cukup seberkas sinar berpijar. Dan biarkan benderang tanpa harus dinyalakan
" Wahai reinkarnasi pengukir diri, tetaplah memprasasti hati ini, dengan sinarmu yang tak pernah padam." Harapku selalu
Namun seperti biasa, engkau hanya tersenyum, kemudian berlalu untuk kembali hadir dilain waktu,
Saat aku benar-benar membutuhkanmu
Tangerang, 29 Oktober 2019
SENIMAN TINTA BERNADA
Karya: Samodera Berbisik
Pena begitu lincah. Meliukkan tinta dalam aksara-aksara makna
Aksara berbaris rapi membentuk kata. Berjajar dengan rima dalam kalimat berdiksi
Menyatulah dalam puisi. Seirama nada yang mengalun dari palungnya samudera
Sang seniman memetik dawai, nada-nada cinta. Mengalunlah syair-syair; menggetarkan jiwa
Tangerang, 28 Oktober 2019
#ProsaEmima
ASA MERESAH RASA
Karya: Samodera Berbisik
Rasa menyambut asa. Melambung tinggi ke angkasa. Tentang birunya langit di atas hamparan samudera. Tak ada riak dan ombak mengiringi kepakan sang camar. Tenang ... sedamai hati dalam keheningan melantunkan kidung suci
Bergetar kalbu saat kidung mengalun menyusupi kegelisahan. Berkejaran dengan harap yang tiada terungkap. Pada gelaran sajadah tumpah meruah dalam pasrah
Menguraikan segenap gelora meraja tanpa tereja. Asa meresah rasa. Menguliti kecewa menjiwa. Aku terduduk terpuruk dalam khusyuk
Tangerang, 27 Oktober 2019
RASA TANYA
Merajut asa
Hangat rasa
Sua tanda tanya
Waktu menjawab
Esok
Lusa
Kapan
Terpaut
Tetap harap
Berpadu temu
Rasa menyatu
Mungkin itu?
SB
Tgr, 27102019
TEKA TEKI TERKA TANPA TEPI
Selalu tersimpan senyum misteriusmu. Menemani keraguanku. Seperti yang berkali berlalu. Tetap bisu menyayat pilu. Terkadang pecah dalam gelisah
Aku tak pernah bisa menyibak jejak. Tertata begitu rapi, mengelabui. Andai terungkap yang tersekap, kau rajut kembali kemelut diri. Selalu berlanjut, bagai lingkaran kegetiran. Namun tanpa wujud
Tiada usai kau sajikan teka teki. Hingga aku tak mampu menerka jawaban pasti. Karena misterimu tanpa tepi. Silih berganti
Tangerang, 26 Oktober 2019
TETAP RINDUKU
Karya: Samodera Berbisik
Tarian jemari kita mungkin tak bisa seirama. Gerakkanku hanya lurus mendatar. Vertikal horisontal.
Sedikit zig zag tanpa kurva atau lingkaran
Sementara jemarimu, lentik gemulai, meliuk, membentang garis
Melingkar, melilit manis aksara dalam kata indah
Sampai kapanpun tarian jemari kita tak akan seirama. Aku lelah mengiringi gerakanmu. Maka kini biarkan aku menari sendiri. Tanpa simponi mengiringi. Hanya suara angin dan gemirisik dedaunan menyatu dalam gerakanku
Tarian jemari kita tak perlu lagi bersama. Namun, biarkan engkau tetap menjadi rinduku. Meski hanya dalam asa tanpa sua
Tangerang, 23 Oktober 2019
CERITA KITA
Karya: Samodera Berbisik
Landai biru membentang sepanjang jarak pandang
Keindahan sejati lukisan abadi
Mewarnai isi bumi persada
Lambang dalamnya arti palung rasa
Di tengah samudera biru indahnya meramu rindu
Meski ombak silih berganti menghadang
Datang perlahan indah ritme riak menyapa buih
Ombak berkejaran berpacu bersama hembus sang bayu
Atau gelombang menerjang tak kenal waktu
Rasa kita memadu melewati rendah riuh gemuruh cuaca
Berlayar pada luas samudera
Menghadang ombak diterjang prahara
Namun rindu tetap kuat bertahta
Setegar batu karang di sana
Tangerang, 23 Oktober 2019
HILANG SEBELUM BERKEMBANG
Karya: Samodera Berbisik
Begitu banyak angin menerpa rindang dedaunan
Sehingga hijaunya tak mampu menyejukkan
Terik memberangus teduh ranting rindu
Sementara resah membakar
kuat akar setia
Tangkai mulai memekarkan bunga-bunga asmara
Putik sari semakin terlihat indah
Menggoda kumbang untuk mengisap madu
Namun berpasang kumbang jahat menyisakan sengat
Membakar kelopak ranum
Dan ... kuntum mengering, luruh menghumus ke bumi
Bunga itu hilang sebelum berkembang
Tangerang, 22 Oktober 2019
PELARIAN MASA SILAM
Karya: Samodera Berbisik
Perjalanan yang telah kutempuh dengan sejuta warna, melengkapi kisah hidup. Perlahan-lahan kubuka kembali lembar-lembar memori ingatan. Kotor, berdebu, dengan noktah berserakan
Telah kulukiskan angan dalam asa. Tergambar merah hati dalam sekuntum cinta putih. Berharap rindu bertaut. Bersimponi bagai orkestra dalam sebuah perhelatan
Namun semua, hanyalah angan semu. Mewangi dalam ragu. Indah kau ucapkan adalah tikaman mematikan. Rindu kubangun dengan sepenuh jiwa. Terkapar oleh indahnya kisah usang. Yang selalu menggenang dalam ruhmu, wahai pujangga
Ternyata kasihmu hanyalah pelarian masa silam, yang tak bisa tenggelam. Namun menenggelamkan ketulusan
Tangerang, 20 Oktober 2019
#Tarianjemari
SELAMAT PAGI CINTA
Karya: Samodera Berbisik
Senyummu menghangati hati. Menemani langkah menjemput rezeki
Cintamu tetap indah. Meski berpasang netra mendekap
Hadirmu begitu tulus. Meski terkadang malu-malu bersembunyi di balik kabut
Cahayamu berkilau, seolah terucap, "Selamat pagi cinta."
Dan ... kecupanmu begitu hangat. Memuai embun di ujung daun
Tangerang, 18 Oktober 2019
#E-Mi-MadalamProsa
AKSARA
Karya: Samodera Berbisik
Jemari ini tiada lelah menari. Merangkai gerakan indah dalam meracik aksara. Kata demi kata tersusun rapi. Terbaca jelas tanpa perlu mengeja
Satu nama
Selalu menghiasi sajian puisiku. Memenuhi taman imajinasi. Inspirasi lembar-lembar diary hati
Telah aku temukan aksara paling bermakna. Satu kata yang tak akan habis sepanjang masa yaitu RINDU
Dan ... satu yang aku puja tanpa jeda. Aksara makna paling agung,
"Rindu kepada-Mu."
Tangerang, 17 Oktober 2019
E-Mi-Ma (Ekspresi Mini Maksi)
Napas kita saling memburu dalam menyatukan denyut nadi. Memapar rindu dalam pelukan kalbu.
Tangerang, 16 Oktober 2019
SENJA BIRU
Karya: Samodera Berbisik
Tak selamanya senja bersama jingga. Ada keindahan berbeda mewarnai cakrawala. Yang tak semua netra mampu memandang. Langit biru bergaris awan putih. Singgah di langit kotaku
Seperti rindumu yang menjamahi hatiku. Selalu biru memenuhi ruang kalbu. Berbalut putihnya ketulusan, tanpa sapuan gradasi warna
Duhai pujangga pemanah aksara rasa. Syairmu telah menembus jantung ini. Aku terkulai dalam kecupan diksi cinta. Bait-bait rindupun telah memenjarakan merah hatiku kedalam lukisan senja biru
Tangerang, 15 Oktober 2019
E-Mi-Ma (Ekspresi Mini Maksi)
Keikhalasan hati bagai matahari, selalu hadir dalam setiap cuaca. Meski terkadang tersembunyi di balik kabut.
Tangerang, 14 Oktober 2019
CINTA MATAHARI
Karya: Samodera Berbisik
Kala embun masih menggantung, kabut enggan beranjak dari sang fajar. Senyum merekah, menghangati gigil malam. Perlahan kusibak selimut kemalasan. Menyambut hadirmu matahari
Kuseret langkah. Tinggalkan jejak keluh kesah. Menelusuri secercah cerah. Berkilauan di celah semangat pengembaraan. Mencari setitik Cinta-Nya. Berserakan dirona persada
Tergenggam cinta matahari dalam balutan pagi. Begitu hangat dalam semangat. Hingga terik melumuri peluh, menjumputi serpihan rezeki yang tersisih. Oleh tangan pemilih
Saat senja berselendang jingga, berpasang mata memuja. Namun sepasang mata menggulirkan kristal bening. Bukan lara yang disandang. Sehelai senyum terlukis di keriput bibir. Bersyukur, masih bersama cinta matahahari pada ambang senja raganya
Tangerang, 13 Oktober 2019
E-Mi-Ma (Ekspresi Mini Maksi)
Namamu dalam setiap hembus napas. Berdenyut seiring nadi dalam aliran darahku.
Tangerang, 11 Oktober 2019
UNTUKMU SUNYIKU
Karya: Samodera Berbisik
Engkau sangat memahami hati ini. Tanpa harus kuaksarakan dalam bait puisi. Bahwa rinduku selalu memanggil namamu. Setulus rasa tanpa ragu
Untukmu yang telah tersemat dalam palung rasa. Ijinkan aku menjadi setetes penghalau dahaga. Biarkan jemari ini menyentuh setiap luka. Membalut lara dengan segenap jiwa
Jangan biarkan riuh gumam nelangsa berkuasa. Sementara seribu jalan menawarkan bahagia. Berhentilah memenjarakan diri pada sunyi. Bila hanya untuk menabur elegi
Rasa kita bukanlah luapan cinta tak bermakna. Bukan pula gelora hasrat membara. Tapi kasih terlahir dari tulusnya senandung jiwa
Untukmu sunyiku. Mari kita isi ruang dan waktu. Bertabur bunga-bunga rindu.
Tanpa harus menyayat pilu
Tangerang, 10 Oktober 2019
#perempuanpuisi
#penyanjungsunyi
#imajinasiberaksi
PUJANGGA JIWA
Karya: Samodera Berbisik
Syairmu masih menggema di palung paling jantung. Aksara-aksara Cinta terus membelenggu Bait Rindu.
Diksi-diksipun semakin menyelimuti imajinasi. Dan ... inspirasi mendekap puisiku yang Sunyi
Duhai pujangga Aksara, masihkah Petualang yang kau puja.sehingga bangga menjadi Perindu Sunyi. Lihatlah rembulan sendu menatap gemintang lesu
Duhai penyair, teruskan jejak #kembara langit senja. Karena ronanya adalah #permata jingga. Meski biru terkadang berseru di atas #lawu
Tuan pujangga jiwa, sadarkah engkau telah membantai #laras hati ini. Aku lunglai pada #penakluk rindu. Untaian fatwa merayu pilu.
Harus aku akui, jantungku jeda berdetak. Nadi ini terhenti sesaat, tatkala membaca aksara-aksaramu yang memikat. Meski bukan untuk menjerat. Aku terkapar sekarat. Hembuskanlah napas syair pada atma puisi. Hingga ruhku kembali, menemukan aksara sunyi
Tangerang, 10 Oktober 2019
#penyanjungsunyi
#imajinasiberaksi
#Emima
Malam ini, biarkan aku berada dalam pelukanmu. Meluahkan segenap rindu, yang hanya aku, kamu dan Tuhan yang tahu, wahai kekasih sunyiku.
Samodera Berbisik
Tangerang, 12 Oktober 2019
TERLALU RUMIT
Karya: Samodera Berbisik
Berjalan tanpa hambatan. Melaju tiada belenggu. Riuh mengalir menutupi rapuh. Indah tanpa erangan meruah
Namun ...
Begitukah suara derap hati yang tiarap?. Tiada ratap. Sekejap cerah tanpa setitik gelap. Pekat mendekap, dilema tak tersingkap
Terlalu rumit mengaluri kisah dalam untaian kata. Tiada terjemahan dalam nyata. Ibarat kuis tanpa jawaban. Takkan pernah ada pemenang kejuaraan. Hanya campur tangan-Nya kebenaran
Tangerang, 11 November 2019
#EMiMa
Merindumu ibarat memeluk asap, hangat lalu lenyap. Namun mengapa tetap berharap bersua dalam dekap.
Samodera Berbisik
Tangerang, 17 November 2019
PERCAKAPAN SENJA
Karya: Samodera Berbisik bersama Markus Wela
Senja selalu dengan keindahannya. Memukau berpasang mata. Dua insan terpisah jarak dan waktu bercengkrama. Inilah tentang percakapan mereka
MW: Lara menyeret gelombang ke pesisir pantai, asmara sirna di tengah jalan. Cintaku berlabuh namun punah di ujung senja
SB; Mengapa kau biarkan asmara sirna di tengah jalan. Sementara senja menanti dengan rona jingganya
MW: Aku telah menyentuh rupa hijau di balik dahan, sesekali jingga pada reranting kedukaan. Harapku peluh sirna di telan senja
SB: Biarkanlah peluh sebagai tanda perjuangan diri. Jangan biarkan sirna tertelan senja. Cukup simpan dalam lemari jiwa. Untuk esok kembali mengais makna
MW: Lemari jiwaku telah lapuk termakan waktu
SB: Masih ada laci-laci di dalamnya
MW: Memang masih ada, tapi rayap menggerogoti sehingga begitu rapuh, kotor berdebu
SB: Masih ada takdir yang memungkinkan keniscayaan. Lalu ... mengapa harus berputus asa
MW: Lelah, situasi suram dengan bermacam problema
SB: Setiap problema dengan pemecahannya. Berhentilah berkesah resah
Tangerang--Malang, 15 November 2019
#Maafbeberapaimprov
Puisi_Empat_Larik
ENTAH MENGAPA
By: Samodera Berbisik
Inspirasi terdiam, lengang
Imajinasi berlarian, tunggang langgang
Bait-bait berhamburan, melayang
Puisi tak bermakna, menghilang
Tangerang, 14 November 2019
#EMiMa
Sejenak kujeda merenda lara, biarkan semua menyetubuhi jiwa dalam diam. Hingga klimaks dalam nestapa paling derita. Dan aku tetap tegar tanpa kesah mendesah.
Samodera Berbisik
Tangerang, 14 November 2019
RAJA UANG
Karya: Samodera Berbisik
Lembut tutur menghadap diri
Mencekik jiwa membelakangi
Memuji dalam puji imajinasi
Menginspirasi memaki
Bagimu uang membeli segala, harga diri juga jiwa
Tunduk bersimpuh di kaki
Tapi kau lupa satu hal saja
Semua milik Ilahi Robbi
Raja uang
Dagu bertopang
Dada membusung
Mendongak seperti lutung
Cacimu dalam senyum, congkak
Hati berkarat, berkerak
Air suci tak mampu membasuh
Senandung doa bukan obat ampuh
Raja uang, mafia jiwa
Tak punya rasa, apalagi peduli sesama
Dengarkanlah, kata-kataku
Jangan melihat siapa aku
Suatu saat uangmu tak berharga
Lebih bermakna setetes keringat sang sudra
Tunggu roda berputar dan berlalu
Memanen hasil tanaman kekuasaanmu
Tangerang, 19 November 2019
#TantangandariKhairaRayaQ
#EMiMa
Ya Robb, mengapa Kau anugerahkan rasa sedalam ini. Sementara kutahu ia tak mungkin kumiliki.
Tangerang, 19 November 2019
Samodera Berbisik
RAJA UANG
Karya: Samodera Berbisik
Lembut tutur menghadap diri
Mencekik jiwa membelakangi
Memuji dalam puji imajinasi
Menginspirasi memaki
Bagimu uang membeli segala, harga diri juga jiwa
Tunduk bersimpuh di kaki
Tapi kau lupa satu hal saja
Semua milik Ilahi Robbi
Raja uang
Dagu bertopang
Dada membusung
Mendongak seperti lutung
Cacimu dalam senyum, congkak
Hati berkarat, berkerak
Air suci tak mampu membasuh
Senandung doa bukan obat ampuh
Raja uang, mafia jiwa
Tak punya rasa, apalagi peduli sesama
Dengarkanlah, kata-kataku
Jangan melihat siapa aku
Suatu saat uangmu tak berharga
Lebih bermakna setetes keringat sang sudra
Tunggu roda berputar dan berlalu
Memanen hasil tanaman kekuasaanmu
Tangerang, 19 November 2019
#TantangandariKhairaRayaQ
TAK AKAN MENGERTI
Karya: Samodera Berbisik
Suara hatiku tak akan pernah kau mengerti
Akan sikap terkadang meradang
Kesalahan yang akan kau pandang
Bagimu hanyalah gurauan imajinasi
Andai suaraku sebuah canda belaka
Tak akan terluka rasa jiwa
Oleh aksara pemanis rasa
Yang kau seduh pada beberapa cangkir cerita
Ini akan selalu terjadi
Tanpa kusadari
Risau merasuki hati
Namun kamu tak akan mengerti
Pergi, perlahan menjauh
Lalu ... sembunyi
Dari segala keruh
Hening dalam sunyi
Mungkin baru engkau memahami
Kasihku setulus untaian aksara
Bukan hanya selewat mimpi
Menghiasi tidur malam belaka
Tangerang, 19 November 2019
PERJALANAN
Karya: Samodera Berbisik
Hangat secangkir kopi temani menikmati senyum mentari. Sebelum melangkahi hari menjemput sejumput berkah Ilahi.
Sebait puisi, tak pernah lelah menjiwai perjalanan panjang, yang tak pernah usai. Kecuali atas kehendak-Nya.
Kidung suci mengalun menyempurnakan ikhtiar. Memecahkan keheningan, lalu bersimpuh pada tawakal. Ya Robb, kehendak-Mu. Kuterima penuh keikhlasan.
Tangerang, 18 November 2019
#ProsaEmima
TENTANG KEMARAU
Karya: Samodera Berbisik
Kemarau masih bertahan, angin menerbangkan debu-debu, hinggap pada dedaunan. Nampak abu-abu menutupi hijaunya. Terik beringas memanggang hari. Peluh membanjiri kulit para petani.
Kian legam, tersengat matahari. Tangannya kokoh menyandang cangkul harapan. Meski sebidang tanah tiada meruah jernih air kehidupan. Bulir- bulir padi tetap bernas menenangkan.
Para petani tersenyum, memandang hamparan kuning keemasan. Lelahnya akan terbalaskan. Dalam hitungan hari, memetik hasil jerih payah memeras keringat.
Usah risau dengan kemarau. Keberkahan tersimpan dalam teriknya. Padi segera mengering, sebelum tersimpan. Sebagai bekal, kala paceklik mendera di musim mendatang.
Tangerang, 21 November 2019
#EMiMa
Bagaimana mungkin aku melupakan kamu. Sementara jiwamu mengalir dalam denyut nadiku.
Tangerang, 21 November 2019
Samodera Berbisik
TERJATUH LUMPUH
Karya: Samodera Berbisik
Berjalan membusungkan dada
Tiada peduli sentuhan rasa
Melenggang menutup sebelah mata
Hingga menginjak remahan duri-duri cinta
Luka yang menggores mematikan hati
Beku kalbu padamkan gelora diri
Tak ada sentuh yang sejati, mati
Tertusuk belati tanpa henti
Raga melangkah mengaluri kisah
Menunggu akhir perputaran resah
Tiada peduli kemana arah
Gelisah, parah tinggal pasrah
Raga tak lagi bernyawa
Hidup tinggal menunggu waktu sirna
Ditelan bumi yang fana
Kembali kepada Maha Pencipta
Namun tiba-tiba
seulas senyum tulus menyapa
Mengalirkan geliat hasrat asmara
Mencoba abaikan saja, tak ubah fatamorgana
Tuhan berkehendak, tak bisa mengelak lagi
Aku terjatuh, lumpuh dalam dekapmu, lelaki
Tak ada celah melarikan diri
Kamu telah memenjarakan hati
Rindumu telah berkuasa
Aku sekarat tak berdaya
Terjatuh lumpuh dalam genggaman asmara
Meski ragamu ada di sana, bersama dia
Tangerang, 19 November 2019
#Inspirasi Yan's Petaninegeri
#AksaraBaperSakitJiwa
MUNGKIN HANYA AKU
Karya: Samodera Berbisik
Hatiku mulai bertanya, mengapa kamu begitu dingin meluahkan aksara. Sementara rasaku kian nyata. Mungkin hanya aku yang merindu sedemikian hebatnya. Menggelora, berhimpitan menyesakkan dada.
Aku tahu, nyanyian asmaramu terkadang begitu panas, membakar kebekuan hasrat. Namun aksara begitu pedas menggores sukma. Melemahkan imajinasiku, tentang ungkapan suara jiwa.
Aku ingin, engkau adalah puisi cinta. Namun dirimu memandang tak ubah aksara tanpa makna. Dengan diksi berlompatan tak seirama. Mungkin hanya aku, memuja dalam mahkota doa. Dan ... bagimu tak lebih sebuah iklan dunia maya. Tak mengapa, apapun pendapatmu untukku, bagiku kamulah satu-satunya inspirasi terindah. Walau cukup tertanam dalam samudera jiwa.
Tangerang, 22 November 2019
#AksaraBaperSakitJiwa
KUTITIPKAN HATI
Karya: Samodera Berbisik
Hati terdekap gigil, membeku bagai bola salju. Namun terkadang, terik memanggang tanpa penghalang. Tiada setetes embun menyejuki nurani, pun setitik sinar menghangati. Hampa ... bila tanpa belaian kasih Ilahi.
Di persimpangan gulana, aku melihatmu tersenyum manis. Berdiri gagah menatap langit harapan. Menyembunyikan lembar-lembar cerita luka. Mengulurkan tangan kepadaku, serasa hangat menyentuh jemari. Kamu mengeliatkan isyarat rasa. Semula hanya terpaku ... seiring berjalan waktu, terjerat pesona ketulusan nan syahdu.
Aku, kamu, akhirnya kita. Keindahan mewarnai, taman hati bermekaran bunga. Meski pagar-pagar besi menyekat. Lukamu, deritaku, memadu rindu. Mengalihkan sejenak dalam buaian asmara.
Pengembaraan belum usai. Takdir masih sebuah misteri. Maka ijinkanlah kutitipkan hati, seperti dirimu meletakkan jantung pada desah napas ini. Sampai benar-benar, Ilahi Robbi menentukan. Aku, kamu tetap kita, atau tinggal cerita.
Tangerang, 29 November 2019
#TarianJemari
SANG MUSAFIR
Karya: Samodera Berbisik
Perjalanan panjang, berliku penuh terjal menghadang. Tak pernah terpikir untuk menyerah, meski beribu kali terkapar, bahkan sekarat.
Tubuh ringkih itu tetap berjalan menapaki waktu, bibir selalu tersenyum, menyimpan sejuta perih. Perputaran roda dunia belum berpihak kepadanya, selalu saja belahan terpahit menjadi bagian yang tak mampu tertawar.
Dialah sang musafir, pengais secuil berkah. Tubuh renta tak mampu menghalangi semangat membaja. Masih terlihat sisa kegagahan pada otot-otot. Meski keriput, menghiasi keningnya.
Sang musafir, selalu berjalan melintasi malam. Kemudian duduk bersimpuh, tepat di seprtiganya. Sajadah tua, kumal tak berwarna, sebagai bukti putih jiwa. Menjalani pekat dunia. Dan ... tafakur menemani sisa usia.
Tangerang, 27 November 2019
#TarianJemari
PURNAMA GERHANA
Karya:Samodera Berbisik
Menunggu purnama
Penuh debar rindu
Akan kenangan lalu
Kala kita bersama
Memandang di langit yang sama
Satu desahan napas
Mendekap luahan rasa
Meski jarak membatas
Purnama hadir, hati bergetar
Menunggumu meyapa lewat layar
Indah sinar rembulan
Seindah senyum sang pujaan
Tiba-tiba, gerhana menelan purnama
Wajahmu sirna
Aku terganga
Tersadar, mimpi belaka
Tangerang, 27 November 2019
#GaliSugali
#maafbarurespon
#semogaberkenan
MENEBAS ASA
Karya: Samodera Berbisik
Asaku terluka
Cakar-cakar nestapa
Kau goreskan sekuat tenaga
Jiwaku berdarah tak terkira
Bercak-bercaknya membiru
Lebam semburat ungu
Aku hanya mampu membisu
Kuasamu memasungku
Apa masih ada sedikit
Hatimu merasa sakit
Atau telah kebal tak tergigit
Sehingga tiada merasa, jiwaku menjerit
Wahai engkau sang penyayat
Jiwa seolah mayat
Raga melaknat
Baik, buruk tak tersekat
Kini kurelakan semua terjadi
Tanpa harus berharap lagi
Menjalani yang harus terlalui
Bersama dalam kungkungan bui
Terkapar rasa
Bangkitpun tetap binasa
Lengan kukuhmu penjara
Maka lebih baik, aku menebas asa
Suatu saat keadilan datang
Menghakimimu, pecundang
Aku akan berdendang
Sambil melenggang
Tangerang, 25 November 2019
#AksaraBaperSakitJiwa
RESAH
Karya: Samodera Berbisik
Kabut pagi memayungi, hitam pekat menutupi langit. Namun hujan tak bersegera turun. Masih menggantung, meski penghuni bumi menunggu dengan segala harap.
Menyejuki gerah, resah tanah-tanah pasrah. Berdebu, tak menyisakan humus penyubur pada permukaan garapan, untuk menyemai.
Benih-benih berlarian. Tak jenak bediam menjadi tunas-tunas harapan. Malas menumbuhkan hijau, sebagai proses menuju hasil panen memuaskan. Petani resah, jiwanya lelah mencangkul masa depan dalam ketidak pastian. Namun keyakinan kembali menyapa. Berpasrah, akan selalu ada anugerah sebagai upah jerih payah. Sehingga hati kembali semringah.
Tangerang, 25 November 2019
--------------------------------------
Mentari pagi
Kemilau bersinar
Hangat semangat
25112019
#GOGYOSHI
HARAPKU
By: Samodera Berbisik
Bernyanyilah selamanya di ruang rindu
Senandungkan irama syahdu
Menghiasi setiap detak jantung ini
Meski tiada mendekap raga
Bersama menarikan geliat hasrat jiwa
Tangerang, 24 November 2019
Puisi_Empat_Larik
SELAMANYA
By: Samodera Berbisik
Sebuah nama terukir dalam seribu makna
Mengurai ruwet temali lara
Meski tanpa harus terangkai untaian aksara
Selamanya, mahkota doa selembar asa
Tangerang, 24 November 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar