UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Jumat, 08 November 2019

Kumpulan Puisi Romy Sastra - TARIAN ANGIN



TARIAN ANGIN 1
Kerabat Zk Janda Baik Pahang, Kau Kukenang


Tarian angin itu sudah di puncak Janda Baik, larik-larik lirik kusimpan di dalam kastil hati, aku kau memadah rasa sebelum hujan tiba di mata.

ZK?
Ke sekian kali angin itu menerpa, sepoinya menanak rasa di dada sastra. Desiran aliran sungai di sebelah vila tua membuncah gendang telinga seperti irama alam lirih tak henti-henti menderas malam. Pertunjukan baca puisi berlalu sampai subuh. Nyanyian Qoriah dalam deklamasi musikalisasi debar-debar membujuk sukma yang sedang gundah menunggu giliran aku tiba, tentang perjalanan malam yang hampir ke masa arunika, syahdu syahdan alunan kau mainkan.

Delegasi atas dasar cinta berjiwa militansi pantang menyerah sebelum pelita itu padam. Aku kerap menatap langit keabu-abuan menandakan putri malam engan bermain dhiyan.
Ah, Ayah teladan si balam tua itu, telah bergelar geng sastra di mata profesor tua yang gagah dan tak takut akan kematian, justru meminta kematian itu disegerakan asalkan mati jihad fisabilillah di tangan penguasa. Profesor, kau buat aku terpana akan keegoisan prinsip yang kau punya, seperti prinsip baja yang tak mempan ditebas seribu keris pusaka. Kau prof, menantang pemimpin yang melakukan kecurangan pada kaum marhaen. Profesor alam, penulis serta kritikus Wadi Hussein

Ayah Yassin ...
Kau sosok Ayah teladan telah renta tapi berjiwa muda. Aku sering mengintip gerak-geriknya, tika ia memapah tongkat tua dipegangnya. Aku takut getaran tangan yang cekatan itu melemah. Jika itu terjadi, aku menawarkan dadaku kau tindih Ayah, karena spirit dan suportmu membangunkan generasi yang manja selalu disuapi si mami. Ayah, petiklah doa-doa malam, kau lantunkan keharibaan Ilahi. Teriring salam dan titipkan doa pada Almarhumah yang pernah kau sayangi, dia telah pergi ke alam sunyi, Mami itu menantimu di Jannah.

Ah, tarian angin tentang kisah itu padamu puan Terengganu, memaksaku merindukanmu di dalam senyuman untuk kumiliki di sudut bibir yang tipis nan manis. Di balik senyumanmu ada kebahagiaan yang kau simpan untuk kunikmati walau hanya sekejap saja, kau seperti pertunjukan opera cinta memabukkan rasaku sepanjang masa.
Kau bawa aku menembus gelapnya lorong-lorong malam, meski ada sedikit kunang-kunang di jalanan taman hutan sebagai pelita membuat wajahmu kian merona hingga pesta sastra itu usai tak terasa, kita berpisah.

Semilir semakin dingin di Janda Baik, aku kau dia dan mereka adalah kita.
Di mana aku temukan dirimu sebelum perjumpaan itu tiba?

Ya, Tuhan telah memepertemukan kita dan kita menyatu antara jarak yang berserak menjadi ukhuwah di dalam sastra, yang aku hormati itu: dada ini aku buka, kuserahkan ke dadanya satu-satu dan memeluknya erat-erat. Ada di antara mereka sosok yang santun menawarkan baju gamis berbungkus selendang manis untukku, dia itu kakakku yang sudah lama menantiku di ujung rindu pada kehadiran lelaki yang entah, yang dia kenal di lembaran maya.
Ah, kakak kau baik sekali padaku? Hingga kakak itu aku peluk berkali-kali, tak terasa air matanya dua kali tumpah dan di sudut bibirnya yang merekah sesungukan menyapa. Duhai adikku, kita akan berpisah, katanya.
Aku berpaling muka untuk tidak menatap wajahnya lama-lama, supaya rasaku tak hanyut di aliran bening yang tumpah dan melepaskan kemesraan yang tak fitrah.

Desiran semilir kian mengusik jiwa, aliran sungai kerap berganti warna. Sebab, siklus semusim itu tiba di masa cakrawala berubah, daun-daun kerontang di dada Ibu yang lama merindu embun malam. Jika hujan datang, biota flora dan fauna saling bersahutan dengan bahasa jagadhita.

Pada putri rojak yang sudah merekah, seperti bulan tertusuk cemara. Sinaran matanya sayu dan tajam menikam sukma, kau putri seperti cindaga mewangi, hatimu bagai dhiyanti pagi. Aku selalu berdoa untukmu, sabarlah di dalam sepi, berbahagialah menunggu ajnabi mendatangi dari negeri pelangi, kau pantas disayangi oleh ajnabi berhati suci.

ZK ....
Kau adalah kisah yang berlanjut, sedangkan cerita telah diungkai menjadi sejarah.
ZK ....
Hiduplah selamanya, seribu tahun tak lama, berjaya sampai tinta tak lagi berwarna.
ZK ....
Kutunggu kau di Jawa Tengah dan Jogjakarta

Romy Sastra
Jakarta, 16,02,19
20 Februari 2019



TARIAN ANGIN 2

Tarian angin itu sudah di puncak Janda Baik, larik-larik lirik kusimpan di dalam kastil hati, aku kau telah memadah rasa sebelum hujan tiba di mata.

ZK?
Ke sekian kali angin itu menerpa, sepoinya menanak rasa di dada sastra. Desiran aliran di sebelah pertunjukan membuncah di gendang telinga tak sudah-sudah, nyanyian Qoriah dalam deklamasi musikalisasi debar-debar membujuk sukma yang sudah gundah menunggu giliran aku tiba, tentang perjalanan malam yang hampir ke masa arunika.
Syahdu syahdan alunan kau mainkan.

Delegasi atas dasar cinta berjiwa militansi pantang menyerah sebelum pelita itu padam. Aku kerap menatap langit keabu-abuan menandakan putri malam engan bermain dhiyan.
Ah, Ayah teladan itu telah bergelar geng sastra di mata profesor tua yang gagah dan tak takut akan kematian, justru meminta kematian itu disegerakan asal mati jihad fisabilillah. Prof, kau buat aku terpana akan keegoisan prinsip yang kau punya menantang pemimpin yang melakukan kecurangan pada kaum marhaen.
Penulis kritikus Wadi Hussein

Ayah, sosok Ayah teladan itu telah renta, tapi berjiwa muda. Aku sering mengintip gerak-geriknya, tika ia memapah tongkat tua dipegangnya. Aku takut getaran tangan yang cekatan itu melemah. Jika itu terjadi aku menawarkan dadaku kau tindih Ayah, karena spirit dan suportmu membangunkan generasi yang manja selalu disuap si Mama. Ayah, petiklah doa-doa malam, kau lantunkan keharibaan.
Teriring salam dan titipkan doa pada Almarhumah yang telah dulu ke alam sunyi, Mami itu menantimu di Jannah.

Ah, tarian angin tentang cinta itu, kau puan Trengganu memaksaku di dalam senyumanmu untuk kumiliki di sudut bibir yang tipis nan manis. Senyummu ada kebahagiaan yang disimpan untukku. Aku memujuk kebahagiaan itu kunikmati hanya sekejap saja, seperti pertunjukan opera memabukkan rasa.
Kau bawa aku menembus malam di lorong-lorong gelap, sedikit pelita di jalanan membuat wajahmu kian merona hingga pesta sastra itu usai tak terasa, kita berpisah.

Semilir semakin dingin di Janda Baik, aku kau dia dan mereka adalah kita.
Di mana aku temukan dirimu sebelum perjumpaan itu tiba?
Ya, Tuhan menyatukan jarak yang berserak menjadi ukhuwah di dalam sastra, yang aku hormati itu: aku peluk satu-satu di antara mereka. Ada sosok yang santun menawarkan baju gamis kepadaku, dia kakakku, yang sudah lama menanti kehadiran lelaki yang entah, yang dia anggap adiknya. Ah, kakak kau baik sekali padaku. Hingga kupeluk berkali-kali, tak terasa air matanya dua kali tumpah bibirnya merekah sesungukan menyapa. "Duhai adikku, katanya."

Desiran semilir kian mengusik jiwa, aliran kerap berganti warna. Sebab, siklus semusim itu tiba pada saat daun-daun kerontang di dada Ibu yang lama merindu embun malam. Jika hujan datang, biota flora dan fauna saling bersahutan dengan bahasa jagadhita.

Pada putri rojak yang sudah merekah, seperti bulan tertusuk cemara. Sinaran matanya sayu-sayu tajam menikam sukma, kau putri seperti cindaga mewangi, hatimu bagai diyanti pagi. Aku selalu berdoa untukmu, sabarlah di dalam sepi, berbahagialah tika ajnabi mendatangi, kau pantas disayangi oleh ajnabi berhati suci.

ZK ....
Adakah kisah itu berlanjut?
Sedangkan cerita telah diungkai menjadi sejarah.

Romy Sastra
Jakarta, 131218



TARIAN ANGIN 3
Warna Pelangi Nusantara


tuhan ciptakan pelangi kala pagi dan senja
setelah dan sebelum hujan tiba
di titik terik tak membakari, menyinari
garis khatulistiwa membentangi, rotasi
lestarikan bumi alam surgawi
di bumi nusantara ini

damai titipan dari langit, jagalah!
rakyat pada pemimpin percayalah!
pemimpin pada rakyatnya, amanalah!
serat jiwa pemikir sastra, gita literasi madah
pada budaya kearifan semesta
kepal tangan kita
sinergi perdamaian saling menghargai
saling menghormati

di dada pancasila bhinneka tunggal ika
butiran falsafah kekuatan bangsa
kita indonesia untuk saudara-saudara itu
dengan puisi kita bersatu
jangan sampai koyak baju di badan
jika koyak kita jahit di muka buku
mari berpadu berbimbing tangan setujuan
peluk erat tubuhku, jemarimu satukan

teluk, semenanjung, pantai, daratan dan pegunungan
indahnya ciptaan ilahi
di sana nyiur melambai
di sini madahku membelai
seperti tari-tarian bidadari

sampaikan pesan ke hati tuan
jaga tarian itu saling beraturan
jika tuan tak pandai menari mengiringi tari
lantai 'kan berjungkit
istana rubuh
kapal karam sebelum berlabuh

pada samudra di kejauhan
camar-camar bernyanyi
sedangkan kedasih bersiul di tunggul sunyi
merindukan hutan yang asri
jangan menebang tanpa reboisasi

siklus terus berganti
tunas-tunas tumbuh di lembaran hari
berbunga, berputik, berbuah dan ranum
petiklah dengan senyum!
biarkan perjalanan hidup datang silih berganti
berharap tirani cinta bersahaja
tak menyimpan hipokrit di kaki langit
tuhan selalu memayungi keutuhan
jangan tercerai berai jadi penyakit
hidup taklah dipersulit

pada gong perdamaian di taman pintar jogjakarta
menitip cerita wahana ceria menghalau resah
tugu merpati di pantai muaro lasak
lambang perdamaian sepanjang zaman
untuk negeri yang berbudi
tugu perdamaian di kota sampit
kokoh kuat tak terungkit jangan konflik berjangkit

palu nosarara nosabatutu
bersama kita bersatu
gong dan tugu bernyanyi berdiri teguh
mari bersatu kawan di bumi pertiwi
usah isu membumihanguskan rindu
rindu pada ukhuwah itu

warna pelangi di nusantara adalah titipan
bukan garis petang sekadar kenang
melainkan harmonisasi menatap masa depan

cinta tak berbaju, terbuka pada semesta
tarian angin menyentuh rasa
aku, kau, kita, dia dan mereka
dekaplah ....

Romy Sastra
Jakarta, 27 Desember 2018



TARIAN ANGIN 4
Hidup Bagaikan Sebatang Rokok


lamunan memandang langit,
rerumputan tumbuh berlumut tak menjerit.
tuhan ciptakan persetubuhan roh dan jasad sempurna jadi insan.

malam berkejora,
rembulan purnama menutup gulita.
lalu, angin kabarkan pesan pada malam
sepoi mengayun gerai terurai di akar yang berjuntai, fajar hampir menyingsing
sisa malam jadi angan.

pagi menyapa, terik perlahan tiba membakari
hujan kemarin menyirami sesaat saja
bibit berputik buah ranum tak enak dimakan
sebab, batang dan dahan kekeringan, daun-daun berguguran.

senja di ujung dunia tak jauh di ubun beruban
jejak berserak pada tujuan yang dicari tak ditemukan destinasi hakiki.
"ya, diri. kapan pengabdian di janjian azali dijalankan?"
letih mulai mengejar tubuh, otot yang dulu bagikan kawat bertulang besi, kini rapuh.

kehidupan terus berlanjut, padahal kematian pasti terjadi, menunggu antrian
jalan menuju pulang ke tempat gelap
tiada gelap yang lebih gelap dalam kuburan. sebab, istana maha sunyi tak berpintu. persiapkan lentera selagi masih di dunia ini. mari berbenah, jangan terlena!
akhir tahun 'kan pergi seiring roda zaman, berganti tahun baru.
di setiap langkah menepati janji dan uji

sesaat tafakur mengintip diri
jasa terbaik pada ilahi bersyukur
hidup bagaikan sebatang rokok
perjalanan sudah dekat ke pintu kubur
kapan mencintainya?
sedangkan angin tak pernah sudah semilirkan kesejukan di segala arah dan di liang rongga

"ya, hidup ini perlu iktibar"

Romy Sastra
Jakarta 291218



TARIAN ANGIN 5
Sajak Jejak Sastra Bumi Mandeh, Bayang
PESISIR SELATAN


Rinai, rinaikanlah larik di jajak nan suliek, sejarah menceritakan suatu nagari yang tumbuh alang-alang. Dari tanah rantau Alahan Panjang. Tuangku mambao palito dari langit, turun ka bumi sampai ka anak kamanakan dan cucu. Di jajak ranah tuangku tapaki, indak bamarawa melainkan hanyo kaba: (alam takambang di Bukiek Caliek)

Ngalau Gadang jo Pancuang Taba tadah maagah ka hilieh sagara Bayang, disambuik Muaro Aieh dan Koto Ranah, taruih ka Titian Aka Puluik-Puluik. Bayu jadi Bayang Utara. Asam Kumbang destinasi kota kecamatan berbenah.

Sairiang saluang jo bansi dendangkan, risalah Tuanku panghulu sarato imam mambao kaba adaik jo tuntunan agamo, dari nagari tuo darek namonyo.
Ampek suku disandang di bahu panghulu, dikawal Angku Imam panarang jalan ka Koto Baru, sedari alam nagari kalam indak bapalito imam tarangi, panghulu adat pabimbiang turunan baradat dak lapeh dari tuntunan hinggo zaman ditantang oleh perubahan. Nan anak kamanakan tetap tagak indak goyah meski tajajah samanjak kolonial mengadu domba.

Nagari Kubang ranah nan denai cinto, tampek denai dilahiehkan dari garbah bundo. Dari ketek anak diasuah kinilah gadang, pai ka tanah jao maadu nasib maetong untuang jo parasaian, jaso mandeh alun juo tabaleh. Ooii ...mandeh nan duduak tamanuang di janjang tuo batikuluak usang nan disandang. Usah cameh anak nanlah lapeh ka tangan urang, manggadangkan si buah hati jo jantuang, janjian jodoh samanjak batamu lai indak manyeso ka darah nan tatumpah, dek gadang tabimbiang dari pituah ayah jo mandeh, tapaciek arek indak kalapeh, nan jaso iyo alun juo tabaleh, oii Mandeh.

Bujang itu kinilah gadang,
jo sajak dalam dendang denai kisahkan.
Batu nago?
jago juolah ranah bundo dari bancano
aieh gadang tibo, umaik tadahkan tangan ka yang kuaso, bia ranah indak risau jo galodo.
Batu nago titipan karamaik Tuhan nan Kuaso.

Batu karang tagak mahadang di Kapujian sajak dulunyo, di tapi nagari tatanam pusaro Tan Tuo dak banisan dikeramatkan. Makam nan batuah sarato karamaik panjago nagari dari bancano Tuah Tan Tuo berkah nan Kuaso, sairiang kaji dari Ulakan Pariaman, basuntiang kaji tamaik bai'at dari serambi Mekah, bahulu akidah ka Tanah Rasulullah.

Bayang nan tujuah mufakek dalam adaik
sejarah jawek bajawek, sairiang jalan saiyo sakato, indak lakang dek paneh, indak lapuak dek hujan.
Bungo tanjuang jo cimpago harum baunyo
Bangkieklah literasi sastra, adaik dan budaya Pesisir Selatan pado umumnyo dan Bayang pada khususnyo

Romy Sastra
Jakarta, 30,12,18



TARIAN ANGIN 6
Renungan Musyafir


debu tak bernoda, nirmala
pembersih yang dihalalkan
sauk saja tak basah

pergi bertamu ke baitullah
jalan musyafir seribu langkah tak lelah
peluh meluruh di tubuh
tak mengapa
kenapa banyu melimpah tak disentuh
'tuk bersihkan wajah pada religi
sedangkan matahari di hati
tak pernah redup menyinari
puji-pujian pun di rongga
tak lekang memandu ruh di nadi

malu pada hayat
tak lelah menghidangkan nafsu duniawi
kenapa tak disyukuri pemberian yang ada
bulan masih purnama
kejora masih kelipkan cahaya
matahari belum terbit dari barat
berbenah sebelum terlambat

malu pada ruh
ia masih bermain riang tak berbaju
bercumbu sunyi dalam kelambu rindu
ketika tamu tak diundang datang
disesali tarian jiwa terhenti
tak lagi berirama
penyesalan alang kepalang tiada guna
kembalilah duhai diri pada-nya
dunia tak pernah indah
meski disulam dengan emas permata
tetap saja tak berharga

masuk ke dalam jiwa
di sana jalan kembara bersahaja
mahkota cinta teramat indah
rahman rahim ilahi tak pernah sudah
surgawi yang nyata

Romy Sastra
Jakarta, 050119



TARIAN ANGIN 7
Aforisme Marhaenis


relief batu hitam
di samping nisan
pada makam Bung Karno
aksara epitaf seperti magnet menyeret
bukan sekadar ornamen monumen
ada kekuatan magic membisik
"kutitipkan negeri ini padamu,
jaga sampai mati"

aforisme lahir dari alam
tuhan titipkan wahyu pemimpin di jiwamu
kau rangkul marhaen dengan doktrin
tanamkan satu bibit di dadanya
negeri ini berbunga berbuah
dipupuk dari dasar negara pancasila
jangan layu dihembus pawana
tegarlah!
bhinneka tunggal ika

Romy Sastra
Jakarta, 070119



TARIAN ANGIN 8
Kusuma Cinta


Rafflesia berbunga misteri
Wanginya mabuk dicium mati
Tumbuh di tanah sejarah
Bumi Fatmawati

Kusuma bangsa diasingkan
Sebab, orasinya membakar telinga penjajah
Belanda mencoba patahkan sayap Garuda
Biar tak terbang mengangkasa
Dibungkam tak bisu, semakin berapi-api

Kasih bersemi sembunyi di sanubari
Ingin mengikat noktah cinta pada Fatma
Dara tuan "Hassan Din" tokoh Muhammadiyah
Kusuma bangsa dimabuk asmara

... Fatma yang menyinarkan cahaya
Terangilah selalu jalan jiwaku
Supaya di bahagia raja
Dalam surganya cinta kasihmu ...

Bung ....
Jiwa bangsa ini lahir dari ideologimu
Meski jasadmu telah berdebu
Roh dan jasamu selalu hidup
Kami kenang selalu
Melanjutkan bakti pada negeri
Tersenyumlah menatap generasi
Mengisi kemerdekaan tunaikan janji

Romy Sastra
Jakarta, 070118



TARIAN ANGIN 9
Bung Karno Sejarah Dan Cinta


Pada sembilan noktah asmara tuan
Tidak mengumbar nikmatnya syahwat
Melainkan isyarat :
Siti Oetari, Inggit Garnasih, Fatmawati
Hartini, Kartini Manoppo, Ratna Sari Dewi
Haryati, Yurike Sanger, Heldy Djafar

Tuan mengenali sejati
Telah paripurna masalah jiwa
Mengenal makraj diri tersusun sembilan wali
Tuan kaji dari Alif, hingga bersaksi
Hamzah, ciptakan sejarah
Ya, sempurnanya

Dalam hening mencipta
Sukma melayang tinggi
Menatap jauh ke langit ke tujuh
Uluk salam pada Garuda
Garuda menatap dengan gagah
Garuda berseru,
"Bawalah aku tuan ke mayapada, jadikan aku sebagai pedoman negara!"

Sastra bangsa Wijaya Kusuma
Dari titisan dewa hingga para wali
Bung Karno putra titipan sang fajar
Lahir ketika gunung Kelud menggelegar
Memuntahkan lahar
Api semangat yang tak kunjung padam
Demi mempertahankan tanah pertiwi
Dari jajahan kolonialis

Di gedung putih kakek tua itu berkata:
"The world is Indonesia,
Indonesia is Java,
Java is Bogor"
Bung Karno dalam sejarah dan cinta


HR RoS
Jakarta, 080118



TARIAN ANGIN 10

Betapa tindakan Ibrahim di masa kehidupannya, Ibrahim ekstrim dinilai dari sudut pandang dunia menelantarkan anak serta istrinya.
Tapi, Nabi Ibrahim lebih ekstrim lagi menegakkan ajaran tauhid demi kebenaran agama dari Tuhannya.
Ibrahim menantang Namrud dan rela dibakar tak terbakar.

HR RoS
Jkt 110119



TARIAN ANGIN 11
Perjalanan Abadi


Tanah liat selimut sunyi, kain kafan menjadi rapuh
Bangkai-bangkai berdebu menunggu waktu kembali utuh
Esok atau lusa, mungkin seribu tahun lagi perjalanan diri ditinggalkan ruh
Entahlah yang jelas el-maut tiba-tiba tetap akan berlabuh

Petiklah rahasia sunyi menuju jalan kematian, kembali hidup
Telinga tak lagi berdenging wajah pucat pasi, jantung berhenti berdegup
Mata memandang suci mencintai dunia akhirat sudah tertutup
Lidah kelu meminta seteguk air dari nafsu telah menjadi gugup

Lalu, apa yang akan dibawa ke sana?
Yang jelas tak pasti amal dunia diterima
Sebab, riya-riya ibadah membaju di dada
Satu keyakinan diri, bertakwalah secara total pada-Nya

HR RoS
Jkt, 1119



TARIAN ANGIN 12
Ayu dan Ajnabi


Pada suatu nama Ajnabi cinta membayang,
Ayu ingin pulang menjumpai kenang.
Sudah dasawarsa waktu berlalu, rindu pada seseorang ingin bertemu, menjemput sayang.

Di bandara tatapan beradu, Ajnabi menyapa dan bertanya pada Ayu.

"Hendak ke mana dikau dik?" Ayu tersipu malu menjawabnya.

"Aku gak ke mana-mana, Bang. Hanya jalan-jalan keluar negeri" jawab Ayu

"O ya, kenalkan aku dik, aku Ajnabi cinta mencari kekasih."

"Aku Ayu Bang, perempuan penyumbang devisa, hendak pergi ke Hongkong cari rezeki."

"Hati-hati ya dik, di negeri orang! Jika pertemuan ini jadi kisah membayang, kutunggu kau pulang."

Perkenalan itu terjadi begitu spontan

Singkat cerita,
Ayu mengudara dan akhirnya sampai di rumah majikan yang ia tuju. Minggu, bulan dan tahun telah ia lalui di negeri rantau. Ayu tiba-tiba teringat pada seseorang di masa pertemuannya, di suatu bandara. Ayu menatap langit-langit rumah di kamarnya sendirian.
Adakah kejora bertamu menemani rembulan?
Sebab, gejolak rindu yang kosong tak tertolong pada penantian kisah spontan menyiksa lamunan di masa pertemuan dengan seseorang dan terhadap tumpah darah, serta sanak famili di Indonesia.

"Oh ... rindu, rinduku pada kampung halaman, rindu pada seseorang, rindu pada keluarga dan rindu berbagai sosok bayangan silam." gumam Ayu dalam lamunan menyulam malam.

Terkisah sesaat terjalin rasa tak terikat
Antara pertemuan Ayu dan Ajnabi di bandara

"Ajnabi cinta?
Masihkah kau menungguku di sana?
Aku tak mengenalimu sebelumnya."

Ayu semakin gundah dalam tanya yang tak sudah-sudah.

HR RoS
Jakarta, 11119
Cermin



TARIAN ANGIN 13
Pinangan Aurora


mendatangi negeri impian
yang ditemui dalam lamunan
dalam sepi, menatap tujuan
meski kelam tak membawa dian
berharap putri malam bertandang
sebab, siang kemarin langit diselimuti awan

kabus-kabus mesra di ujung daun
tertumpang embun di gugus waktu
basah tak tersentuh malu
ah, kenapa layu dikau mimoca pudica?

angin ingin menikahi kekasih
jangan kau tolak pinangan aurora
mengawinkan pancaroba
semoga awan yang kemarin berganti ceria

pagi ini
siklus hari tiba
fajar mengirimkan cahaya
mimpi semalam telah pulang ke peraduan
cerita disusun dalam kisah
kerut di kening menyimpan makna
selalu tersenyum menatap dunia
suratan di telapak tangan telah sudah
kaji dan introspeksi diri
akan ada jawaban ilahi

perjalanan belum usai
riak-riak menjadi gelombang
hidup menghadang badai
jangan gamang di tarian sansai
menu pahit diteguk
pelayaran hidup jadikan pelajaran
di dasar lautan menyimpan kilauan;
jangan tergoda, ambil saja!

HR RoS
PKU 25119



TARIAN ANGIN 14
Catatan


di dalam hati
termuat alam begitu besar
surga dan neraka ada di dalamnya
rasa menjawab segala tantangan
seperti lara ada obatnya
bahkan cinta dan benci bergandengan
tak berjarak seperti misykat tak terlihat
nyata mengikat erat sebuah perjalanan

di mana pemberhentian terjadi?
catatan mengiringi takdir

HR RoS
Jkt 5219

Tidak ada komentar:

Posting Komentar