Jumat, 29 November 2019
Kumpulan Puisi Taa Tanjung - KEMELUT
Kemelut
Menatap sebuah kekosongan
Gelap
Tiada sepercik cahaya
Terbang tinggi sudah anganku
Yang inginkan kebahagiaan
Dalam renung hati berdoa
Dalam sunyi luka ku menjerit
Terkadang sebuah keyakinan hilang
Hingga dosa menghampiri
Tiada mampu lagi bertahan
Di tengah perihnya penderitaan
Yang tiada bertepi dan berakhir
Hingga catatan hidup tanpa titik ku telusuri
*Gadis pemimpi*
Teruntuk Mu
Terlihat wajahmu di album kenangan
Tersenyum manis tiada beban
Goresan wajah kian menjelas
Tak merubah kharisma mu
Kau terlihat bahagia
Di sisa usia yang senja
Aku terhenyak!!!
Tangan gemetar menggenggam album photo mu
Lengkingan itu tanda kepulanganmu
Kau hilang
Di pekatnya malam
Meninggalkan kabut kepedihan
*Gadis pemimpi*
-------------------------
Ku taruh harapan di kau..
Namun Ia jadi luka..
Sakit..
Pedih..
Terhenyak aku di kubangan cinta
*Gadis pemimpi*
Sabtu, 23 November 2019
KEMBALILAH
Kemana mau dicari
Terlepas ia dari genggaman
Pupus sudah harapan
Tinggalkan duri dalam dada
Menusuk dinding kenangan
Haruskah anganku pergi ?
Membawa semua kuntum kasih
Menoreh hati yang terluka
Tiada satupun penyembuhnya
Selain serpihan cinta
Karya : Taa Tanjung
~Gadis_Pemimpi
Minggu, 10 November 2019
MERATAP NEGERI
Dulu, negeri ini sangat ras
serasi dalam kedamaian
Bangsa yang merangkul antar
sesama
tanpa melihat perbedaan
mereka saling menyayangi
tanpa membandingkan keberagaman
Semboyan negeriku kini
tak terpajang lagi dikeabadian
keadilan dan kebenaran tak diperlihatkan
Para tikus- tikus berdasi menjadi hantu
rakyat tak lagi percaya dengan kondisi
negeriku porak- poranda saat ini
keluh kesah rakyat menjadi suci
tanpa basa- basi tak terhiraukan kini
Aku sedang menatap negeri
kupandangi langit nan biru
kulihat matahari sedang tersenyum memancarkan cahaya teriknya
Tapi tidak dengan negeri ku!!
Inilah negeriku !
Apa yang terjadi dengan tanah Airku?
Mengapa begitu banyak rakyat yang menangis?
mereka kecewa atas ketidakadilan kini
Atas janji-janjimu wahai petinggi negeri bukalah mata hatimu
Lihatlah !
disana ada rakyatmu yang terpecah belah berjuang menegakkan keadilan
Rakyatmu menangis melihat negeri ini
prihatin, miris, dan menyedihkan
Sampai kapan?
negeri ini kembali tentram
Damailah Indonesiaku..
cintaku negeriku.
Karya: Dini Azmiranda sinaga
TanjungBalai 28092019
PAGI TANPA CERIA
Mendung menyelimuti pagi
Mentari enggan menunjukkan wajahnya
Ia turut berduka akan peristiwa yang ada
Pada duka atas gugurnya bunga bangsa
Sang teknologiawan telah berpulang
Terbang menghadap Sang Rabb-nya
Pulang membawa semua karya besarnya
Menuju haribaan Sang Kuasa
Habiebie, kau telah tiada
Kini cerita indahmu berganti duka
Seduka pagi yang ikut merasa
Selamat jalan bapak bangsa
Temuilah istri tercinta di sana
Ainun menanti dengan senyum indahnya
Berharap bersama melangkah ke surge
Tanjungbalai, 12 September 2019
Aulia
INDONESIA KU
Dirgahayu.....
Indonesiaku.....
74 tahun waktu
Telah berlalu
Bomerang tak lagi menyerbu
Kolonial tak lagi berlaku
Semuanya telah radu
Sebab bangsa kita telah menyatu
Janganlah ragu
Kuatkan semangat yang layu
Hari ini di negeriku
HUT RI sudah di hulu
Sang saka diseru
Diseluruh pelosok penjuru
Teriak merdekapun berderu
Yang merayu-rayu
Hingga deruan itu
Membuat rasa haru
Didalam kalbu
Dirgahayu.....
Negeriku.....
SDM unggul Indonesia maju
Konflik harus disapu
Semua harus di halau
Walau sekecil debu
Dan yang telah jadi abu
Sampai tidak bergerutu
Agar nampak seperti baru
Bangsapun bermutu
Merdeka.....
Serahkan sang Saka
Kepada
Sang yang muda
Kibarkan hingga ke angkasa
Jayalah bangsa
Jaya negara
Jayalah Indonesia
Karya : Muhammad Abdi Sitorus
Kumpulan Puisi Youthma All Qausha Aruan - SEMILIR SENJA DI KERIPUT SENJA
CERIALAH TATAP PAGI
dibanyak waktu
terlupa oleh geliat lambung
berpanjang masa
terbawa karena si terbiasa
kali ini sarapanlah batin
CERIALAH tatap PAGI
Karya : Youthma All Qausha Aruan
@youth67
kisaran ASAHAN
RENYUH
nyanyian KECIL HATI
perlahan......
Duhai Mimpi
jangan hanya kemaren engkau datang
agar
asa itu terasa meliputi
youthma all qausha aruan
KISARAN RASA ASAHAN
KITA
yang masih sama lapar
saling tendang diantrian yang tak ada hidangan
yang sama haus
saling gusur ditepian danau yang gersang tandus
caci maki
fitnah
juga
membagi hasut
saling hunjuk taring, kepal juga menghunus
padahal KITA sudah makin lunglai, lusuh dan bersisa endus
BANGGAnya KITA dengan CELAKA
CELAKANYA KITA bersebab BANGGA
DIAM KITA enggan takut
TAKUT KITA enggan diam
dan KITA RIBUT lalu DIAM DIAMAN
begitulah KITA
#coretanHAUSLAPARku
Youthma All Qausha Aruan
Kota Kisaran ASAHAN
SELINTAS LANTAS......
sudah meningkat
rasa membosankan ini
semakin menjajar kata sumbang
dan itu miring bersampah
demi apa yang diterima
telah terlakukan
belum penuh
namun sepenuh cara dan rasa
menghindar agar tak kearah sini lagi seperti mereka seakan parasit penggangu disakwa tak pantas sangka........
MENDEKAP LUTUT
tercampak wajah
dibelasah corat moret ucap
semu merona kini merana
tak mampu memangku tabah
jendela hati
bak kehilangan daun indah
termakan pilu
meronta dijepitan cerca
harimau dilidah
tak lagi mengaum
sorgah tak jua
enggan menjauh dan pergi
tinggallah malang
lekat menghujam
tangis jiwa bertahan
walau tanpa air di mata
*Youthma All Qausha Aruan
kisaran, 03februari2015
21.47 WIB
ENTAH DITELAN APA ?!!
"akun lamaku" tak terdeteksi
teman2 sekian banyak ikut raib tak berbekas
segumpal kecewa
kusurukkan dibalik senyum kering telankan ludah
sejumlah perkumpulan
bubarkan ku
namun tak berserakan
aku kehilangan aku
serta semua tentang kamu, kita dan aku
>>> >> >
CUILAN RASA........
Karya : Youthma All Qausha Aruan
ketika
menerima b a n t u a n
pun tak jarang justru tertepiskan rasa terimakasih
hingga keSyukuran hengkang entah kemana
mengukuhkan IKHLAS
tak semudah mengucapkannya
namun.....
harus terawat baik didiri
# jumat, 13februari2015
KISARAN RASA
KEMANA SOLUSI
dipergantian waktu
ku nikmati remang
tuntunkan diri si Hamba Sahaya menatap tak berbatas berkukuh di nurani dalam
terang ini sepandang jiwa
gelap pula melangkah kaki
pergantian waktu
dari mentari menuju bintang
sejalan PLN PADAM
di kumandang AZAN
# bergulir panjang
tak berjalan keluar.....
--youth@nzara 03sep2014--
kota kisaran berisik & aman
BEGITULAH
banyaknya jadi bergeser terbawa arus hingga tak sadari sebatas mana tindakan agar tak melampaui yang tersedia
menjaga yang didalam diri bukanlah mudah, namun tak pula terukur simpul akan sulit
teduh adalah bagian penting mengawali sikap maupun tindak, agar membara tak ikut membakar di santunan cinta
walau dengan merah merona miliki warna yang sama.......
# jauh ku raba malam
tersentuh hujan
redakan marak
tawarkan sesal ku disekitar gelap
--youth@nzara 04okt2014--
TABIR KUSUT
kan
kutelanjangi sejak malam ini
pandangan aku tak ingin lagi kau halang
gerakan aku tidak akan lagi kau hadang
tak perlu berlama lama aku biarkan tawar mu
karena waktu pun belum pernah setuju menunggu aku
itu memang aku
tapi aku tak mau lagi seperti itu
# namun ke aku an itu...
"itu bukan aku"
KUSIMAK
keberanian ilustrasi mu
tak merentang hamparan
tekad dan langkah"
tak sekuat mimpi2 mu....
ketika itu hingga kemaren hanyalah ngelindur panjang......
"bergandengan dengan ku"
ajak ku tuk kita coba
andai kelak mengukir bukti
jadikan percaya itu ada dijiwa kita yang bernuansa usang berkabut
**youth@nzara 11okt2014
umbut2 kisaran timur
KU DENGAR.......
prilaku kejam
pendatang haram
ketika itu porak porandakan indah negeri
jerit dan desah berbaur satu
retak memecah lukai kita saudara
dikerumunan Rakyat, benih Penghianat lahir berkembang
siapa nikmati hasil
jerih tulus Pemersatu Bangsa ?
Perjuangan ini masih dan lagi
Duhai PAHLAWAN
kita juga diancaman Panglima Talam Pecundang
harus erat kita bergandeng saying
"SELAMAT HARI PAHLAWAN"
10nov
Karya : Youthma All Qausha Aruan
Kisaran,Suamtera Utara
SENJA KU TAK RABUN
jika lenggok gemulai mu mengukir rentak harmonisasi
kabut dibola mata tua ku
tersapu hasrat entah kemana
walau kita kini di senja hari
15nov2014
aku dan waktu ada kamu
di kota kisaran
PROTES, KRITIK atau SEMACAM ITU
>>> karena KEBIJAKAN
pake BAJAK, PIJAK, POJOK, PAJAK dan sebagainya
tentu ada yang "tidak keberatan" karena BAGI BAGI "ringan & jelas"
# walau TAU SAMA TAU
tapi anu nya gak ketauan
BAIK pun
KEBERATAN selalu ADA
"DIA ADA"
terenyuh ku hingga
senyum pun aku tak elak
terpana tatap ku
miliki semua dia genggam
andaikan tak terlalu jauh mahkota pilihannya dikepala
silakrama dan kata indah
dia semburkan sanjung bersenandung
itulah DIA
si pemilik penyapu yang enggan menyapa
dan aku yang selalu harus sungkem langkah tunduk ditegak dada busungnya
- kisaran laku
26nov2014 19.15
Youth@nzara
"SAPA KU"
gerigi keras dan tajam
menghunus ku dari belakang dengan waktu
berlari dan terus melaju
lelah bukan alasan
diam pun tak mungkin
ngos ngosan ku
berlomba tanpa aturan
Ooh........
***melintas jajar berlapis
kisaran rasa, sabtu dini hari***
TAK LAGI TERTAHAN
Karya : Youthma All Qausha Aruan
m u n g k i n
SANG PENGUASA RAYA
sediakan RANSUM
di HAMPARAN GELAP
akan KU GENGGAM
RANAH PRAHARA hitam merah
Kisaran, Sumatera Utara
INI JALAN ITU
selama ZEBRA turun ke Jalan
yang lalu lalang pun bak JERAPAH berleher panjang
terkabar aksi atraksI
hingga bulan desember di tanggal enam
entah ini akan sebagai binaan disiplin
ataukah target visi ber misi dan aman
begitu agaknya apa mengapa
rangkaian indah lintas berNegara
........jika tak lagi bertahan arah jalan yang tepat
JANGAN SALAHKAN
angin ataupun putaran bumi
entah berapa kali......
NADA dan VOICE VOKAL-KU
kau sangka hardik di Rentak MARS
namun jika itu kelak ada lagi cobalah kutip SYAIR tersampaikan
agar jelas akankah itu kejutkan BINAR CINTA-MU atau SAPAAN INDAH tuk kau nikmati
karna...
dibalik itu ADA PADAHAL
BETAPA MEMBLUDAKNYA
dorongan semangat KASIH SAYANG-KU PADA-MU
"aaAAuuUUOOOOOOO......"
# seiring jerit Tarzan........
# alasan selalu makin pintar menyusun kata dari huruf yang sama...
"RAMAI-KU SEPI"
kehabisan hitungan detik waktu direntetan detak hujan di-seng tak berplafon
dehem tadi tak bersahut
batuk kecil berulang terbalas gaung
gulungan berfilter ketiga
antrian rapat legakan hasrat
sekilas kutanya asbak dan meja
tentang bagaimana ku-wujudkan malam ini cinta
diantara lelap permaisuri
dan ke-asyikan ku menyentuh digit facebook ini
pilihan indah habiskan nikmat rangkulan malam
-------o o-------
Youthma.A.Q.Aruan
kisaran larut.......
"INANG NAMI"
tak tertemui lagi......
bahkan hingga kini dan nanti
diRangkulan SANG PEMILIK KEHIDUPAN, kami berharap Bahagia-mu Sempurna menuju ketika SORGA selamanya
Doa kami Mohon serta Harap
atas Perkenan Duhai Ya ROBB
KEAKUAN KU
ku-tampi dan terus lagi
tak terhitung jumlah ingin
itu ini serasa ingin ku tumpukkan
sana sini ingin ku jadi satu milik-ku
ku pikul semua ingin
ingin ku peluk semua hasrat
dan aku lelah lagi
mengejar keinginan penuh hasrat
hasrat-ku tak tertahan lelah
dan ingin mengejar lagi
* kisaran umbut rasa
depan pintu berdaun
31des2014 03.37 WIB
-BERLALU SAMBUT DATANG-
KEPULAN ASAP dan KERAMAIAN
bercampur baur disorak knalpot-knalpot peserta malam penuhi jalanan putaran kota
diharmonisasikan terompet-terompet penunggang kuda besi bersambut ragam nada tak berbatas yang juga para peniup pejalan kaki dan grup orkestra beca bermotor
dilengkapi koor aneka tempo irama jeritkan nyanyian suka-suka "selamat tinggal 2014"
para pengukir gerak tarian "kita cinta kedamaian" menambah corak gebyar didominasi Pak Polantas menambah tampilan serasi dan pantas
cahaya gemerlap bekerlap-kerlip diselingi letupan besar kecil menambah kesan di-atraksi malam dihitungan Nol Nol detik Jam
DISUDUT lain yang SEPI.....
gemuruh detak Nadi menyentuh Indah berSunyi-sunyi
diUngkapan Beda Cara sandarkan Harap sembari mengulang ingat apa yang berlalu
Diam Tafakur menyimpul Syukur bersama Irama Nyanyian Jiwa
SEMUA SAMA BERSITKAN DOA
berkira sangka
baik....
yang berbaur Keramaian
juga....
yang Simpuhkan Hening diJalan Sembunyi
semua sama diMohon dan Pinta
titipkan Gemilang, Sehat dan Bahagia diHadapanlah adanya
s e k i t a r s e r u a n
sama sambutkan
"TAHUN 2015
SELAMAT DATANG"
--------------------
youthma all qausha aruan
kota kisaran ASAHAN
SUMATERA UTARA
01januari2015
WAHAI PARA PEMUDA
posisikanlah diri-mu
dikesepakatan dan tindakan terHORMAT sebagai ANAK BANGSA
dan berusahalah untuk tidak terpuruk diperSEKONGKOLan dan TERJANG keHINAan menjadi ANAK BANGSAT
USIA MU
masih dini yang memungkinkan UNTUK meraup GEMILANG
# repetan ku
dipinggir padang tak berumput tak berpasir risau gelengkan kepala.....
berlumut pengharapan
MAKHLUK PEMBERANI BERMENTAL LEBIH
itulah MANUSIA
dari salah satu beragam Jenis Makhluk Ciptaan PEMILIK KEHIDUPAN
TAK GENTAR mengULANG keSALAHan dan SIGAP mengINJAK AMANAH
INSAN BAHARU
kisaran, 25des2014
menuju larut 23.13
sekira berada diKontes Kecantikan yang Aku sebagai Juri
poin buatnya kan terkumpul berjumlah Besar
terhitung dari....
lenggok, bentuk dan halus tarahan pembungkus daging-mu, mengukir serasi mengudang Takjub
sungguh pula dibenak dan rasa-ku tak terhingga tanya
se-alangkah sayangnya pilihan saji dan nikmati yang tak engkau persembahkan ke yang tak seyogyanya Sempurna Pasang
Duhai senyuman bergaun Panjang, apa gerangan hingga kau tepiskan Sang Pemuja Titisan Hawa ???
"jawab-mu diTanya-ku"
(ceritera Batin ku
di_MALAM JUMAT)
hempasan angin malam
sesekali goncangkan Kumis berUban ku......
terasa merasap dingin menerobos pori-pori sedikit kering keriput
menggedor sanubari
menengger nurani
selintas
benak pun coba memilah waktu
mana yang didahulukan....
antara dikau ataukah DIA
"diri ini kuhadapkan"
# ungkapan sama
tentang CINTA
PANTUN LINTANG PUKANG
.....kutapak modang sabontang galombang
angin mandoru mangkincah lapangan
tamonong cumi kusauk ditakonang
ruponyo buncis tahayut dari sampan nelayan
tali arus pambatas dilaut bataut buih
pantang koto nan tuo mabuang sampah
kolo pun tak harus musti mamilih
satidaknyo kolo gule tontulah bakuah
KORING JANG......
ð ð ð ð ð ð
Ooiiihhhh undeee ooyyy
CORETANKU BUKAN PUISI
TAK CUKUP MATA
untuk MEMANDANG sekitar
karena itu lebih jauh dari SEKEDAR MELIHAT
akan bisa berakibat melintang
apalagi ketika itu terlukiskan pada suatu tulisan
seharusnya MEMUJUK
berubah MENUNTUT
bahkan bisa jadi mungkin
yang sedang KEMALANGAN tertuduhkan KEMAS MAKANAN
#celoteh
semilir senja dikeriput rasa
TAK ADA YANG MAU BODOH
terlalu pongah bercerita bangga di negeri kaya
selonjor tak beranjak dibuai angan
lidah Pribumi tercumbu congkak bersilat kata
pembalak liar mencakar tikar mencoreng nusa
Youth@roean
Kisaran Sana, 26januari2017
NAK...
BERINGSUTLAH nak....
dongakkan lelah diketidaktauanmu
melangkah lagi
walau masih dibatu tajam terik mentari
setidaknya
penggusur penata kota tak menyita bebasmu yang sejak dulu kelabu
dan minta PENCIPTA
perkenalkan arah dan tanda
kemana kau jelang harapan
YAKIN dan PERCAYALAH
FAKIR dan MISKIN TERLANTAR
BUKAN sekedar TANGGUNGAN
NEGERI IMPIAN
#coretanku_diangan
BETAPA BODOHNYA SANGKAMU CINTA
tercabik dan luka
digeranyang irama ceritera
mendongaklah...
sedikit saja
agar terkuak cuilan kecil
bias kemilau fatamorgana
#lepaskangumammu
hai pengelana belia
▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪
#youth@nzara67
DIMANA ADA
......kutarik nafas
entah kemana lega
kucoba meraba disela rasa
tersingkap hanya gelap tak berbatas
kucoba merobos langit
dinding pun tak kulihat dibatas mana
kali ini kucoba merangkak ke lorong dalam
hati pun masih belum mampu balaskan tanya
diam kali ini
aku dicengkram bimbang
aku dibelasah gundah
aku dihempas kusangka ikhlas
aku terjerembab digulita diam mencekam
#kisaranambangnalar
15mei2016 07.42pm
"SESAWIT CINTA"
kisaran rasa, 01mei2015
JANJANGan JANJI
dia BRONDOL Abis.......
bikin TREK RASA ini
kini PANEN
mengegrek KECEWA
MULAI LAYU MENANTI GUGUR
serasa tergeser ke pilah sia2
rumpun yang berangkulan erat dan indah
daun muda berMartabat
enggan bertahan lugu dikehijauan
kalian tabur PUPUK BERVIRUS
AKAR dan BUMI terINFEKSI
Oleh : Youthma All Qausha Aruan
#tumbuhanNEGERIpertiwi
m e r o n t a
BERTAHANLAH SEHAT SEHARAP ASA
bertahanlah SEHAT seharap ASA
bantu aku berupaya menikmati TERIK yang semakin penuh menimpuk UBUN-UBUN
#yaROBB......
tiada henti tadah menanti
Oleh ; Youthma All Qausha Aruan
SHALAT
benar benarlah sebagaimana menghadap TUHAN
yang kita yakini sebutannya adalah ALLAH
jangan sertakan yang lain
antara Dirimu dengan NYA
kecuali sebuah PENGABDIAN
Oleh : Youthma All Qausha Aruan
***kisaran 23nov2016
AKU INI, ITU AKU
.......
siAKU
kini terseret amarah dan bangga
hingga tak berasa
tergeser sudah keJiwa Liar
dibakar dendam dan sakit hati
menghujat dan maki dirumah suci
hasratnya memaksa
syiratnya membara
serunya tajam
niatnya kejam
mungkin siAKU bermaksud MALAIKAT
padahal LAKU undangkan IBLIS LAKNAT
oh Duhai nafsunmuthma'innah
basuhlah siAKU dirasa nan tenang
#akuini_ituaku
terbuang diprasangka malang
Oleh : Youthma All Qausha Aruan
***kisaran 04des2016
rasa 03.19
BERANG
aku lelah melirik lidah kotor berbuih
memaki sepanjang hari
disambar arwah siluman gentayangan
kecewa tak terbagi korupsi berkoloni
aku bosan mendengar raungmu liar
mengerang haus syahwat syaiton
berdandan patriot yang kau curi entah kapan
nafasmu congkak terengah gusar
disini aku menari
mengimbangi lasak iramamu kutampik
kupanjat tangga demi tangga
memilin nada tendangkan rasukmu
enyahlah kau
penghasut titisan iblis
ini disini negeri pertiwi
cinta kami sejati bumi NKRI
Oleh : Youthma All Qausha Aruan
*kisaran
17desember2016
KITA INGAT ITU
berupayalah....
hentikan gundah, dan bertawar nyaman
walau diri berlantai didasar
membangun asa tak harus paksa
kadang melenggang justru teraba
biarlah sekitar memilih amarah
disini jalinlah sapa dan jabat mesra
merubuhkan tiang beton memang butuh godam, namun cuka cair juga mampu rebahkan gapura
ada yang perlu untuk tak dilupakan
menebang congkak tak harus bentak
senyum juga mampu rebahkan mangkak
mengikat liar tak mesti pakai rante kapal
benang nilon kecil juga bisa hentikan gerak
KITA INGAT ITU
Oleh : Youthma All Qausha Aruan
APA HENDAK DIKATA
Pagi di hamparan asa
Tetiba mendung menggelayut kota
Apa hendak dikata
Jika tetiba tertumpah air mata...
Janganlah sedih..
Itu pintaku pada diri
Tapi air mata ini
Apa hendak dikata kini
Tertumpah sudah lara hati..
Karya : Ika Kartika
LIAR SETAPAK JEJAK
Menggema suara perih bertakdir lara
Seisi hutan menjerit memangil hujan
Jejak -jejak senja tertumpah sebelum kembali
Rayuan tak luput dalam kebencian semata pergilah
Aku bukan kaum hawa yang lemah dan gampang di bujuk rayu
Retak sembilan garis malam tak bertuan gelombang syair duka
Ranting saja enggan jatuh ke bumi daun-daun gugur
Garis kecil ternoda oleh ucapanmu cukup tau diri ini siapa
Celotehmu seakan penawar ambisimu sungguh hebat kasih
Awan bulan bersinar bila hati diterangi oleh satu cahaya indah
Penaku tumpul diam hilang cermin redupkan gundahku
Dingin sepi menyelinap dalam ruang terukir jelas
Bening manis putih anggun bergaun sutra kematian
Melodi asaku terbuang jauh entah kemana terlalu hinakah aku
Jingga mengapa engkau hadirkan dia untukku bila sakit yang hadir
Kicauan burung-burung melintas pulang berbisik buanglah resahmu
Tataplah kedepan sesuatu menunggumu takdirnya bukan buat dirimu
Ikhlaskanlah rasa dan asa terbeli dan tercampakkan
Hiasan dunia egomu serta pernak-pernik kehidupanmu
Akulah wanita jelata tiada tahu apa itu sayang dan cinta
Ludahmu !!!
Akan aku ingat sampai ajal menjemputku
Bukit asmara kini runtuh karena ulahmu
Goresan bertinta darah makna bertabur liar
Setiap sujudku aku meminta bahagiakan dia sampai kesurga
KARYA :Tasya Aliza Putri /Laura Nabilla Putri ~~~~
Perxut 25 Agustus -2019
Jumat, 08 November 2019
Kumpulan Syair Cinta Kiki Soraya - HARAPAN BERKEPING
HARAPAN BERKEPING
Kerap berkilah hingga keping hatipun berpatah
Terserap melalui lisan hingga ciptakan tubir ketiadanyamanan
Lalu terhempas semakin dalam
Bersoraklah putus asa hingga nafas tersisa tak mampu jua anggukan kebenaran?
"Dimanakah ia (jalan kebenaran) menyimpan cahayanya? Engkau atau aku yang tak menemukan?"
♥ Karya : Soraya Jasmine Noor ♥
Ck, 9 Oktober 2016 23:42 WIB
WAKTU TERUS BERLALU
Kita pernah menapak bumi yang sama
Tetapi kini, kita tak lagi menjejakannya benar bersama
Tetapi kita sadari sang waktu tak sanggup kita tahan meski sejenak
Bercerita tentang cita dan cinta, semua tak lagi berpendar, ku hanya sanggup memelodikan rasa saja dalam ceruk sajak berperisai luka.
♥ Soraya ♥
Bjm, 11 Juli 2016 21:09 Wita
SIAPKAH DENGAN SEMUA?
Dan rindupun tak se-ambigu pikiran yang mereka-reka kejadian tanpa melihat kenyataan
Paparan resah mewarnai dinding maya bersulam tausyah cinta
Nasihat untuk khalayak agar mencumbui kalimatnya
Sedang diri tak sadari kemana kalimat kan semestinya memijak
Banyak belukar aksara bertatapan, banyak duri kalimat menusuk, dan banyak pisau satire menghunjam
Semua semestinya banyak menyadarkan, bahwa jalan yang membentang penuh cobaan
♥ KSJ ♥
Ck, 19 Juli 2016 10:33 WIB
ENTAH APA YANG SALAH
Kembali pekakan benak
Bangkitkan asa yang sempat terhalang nyenyak pagi
Kiasan kalimat terasa ingin lesat dan tiada memburai bias
singgahi resahnya ke satu tujuan yang kerap membilang
Baginya terasa menjiwai, tetapi tak satupun menghunjam dan melingkari kepingan hatinya disana.
♥ Soraya ♥
Ck, 17 Juli 2016 09:56 WIB
KELU
Mungkin aksara kita kini, tiada beradu padu
adakah resah ini, kembali dapat mencumbu rayu
dikala lafadz kita benar-benar terasa kelu?
~ Kiki Soraya ~ Jakarta, 19 Juli 2014 03:24 WIB
BILAKAH
kendatipun rasa sayangku terlanjur berkeping
ada keinginan untuk ku tata kembali
layangkan beribu harap, bilakah terjadi kembali seperti tatanan yang pernah ku genggam itu?
serpihan rasa nan berserak terasa melelahkan, buncahkan benak ke penjuru raga
kerana setitik asapun dirasa tak cukup?
Kiki Soraya Jakarta, 26 Oktober 2014 20:03 WIB
BIARKAN
Untuk sesaat, tiada rangkaian kalimat yang ku semat
Biarkan ia memuai hingga lega-kan rongga-rongga benak
Biarkan ia kembali kepada induk kalimat yang mengikat, dan hangati kembali tatanan itu ke-esokan harinya.
K ~ S ~ J
16 Desember 2014 22:49 WIB
AKSARA KEJUJURAN
Bukan megahnya tatanan aksara yang terangkai terang bagai bintang gemintang dapat menggugah netra memandang lekat
Bukan pula lihai jemarimu memaksakan keindahan tatanan yang ingin menarik diri ini agar tersenyum?
Lalu apa inginku?
Sederhanakan aksaramu?
Agar ku tahu kejujuranmu dalam merangkai kalimat itu bukan: plagiat.
K ~ S ~ J
Pondok Kelapa, 20 Desember 2014 19:45 WIB
SENDIRI
1
Sketsa usang enggan terunggah, jika hatinya tak jua: tergugah.
2
Padamkan hasratmu untuk kali ini, agar ku kembali: sendiri.
K ~ S ~ J
20 Desember 2014
SEMILIR ANGIN SENJA
Kutapaki jejak langkah agar melekat dan ku dapat mengingatnya kembali
Hampir sepeminuman teh kureguk habis sudah waktu terbuang
Nyatanya tak menghasilkan
Hanya mengeja dan mengeja
Berilah ku sepenggal waktumu
Agar ku dapat mengerti
Oleh : Kiki Soraya (Kinanthie Soraya Jasmine)
Cikarang, Jawa Barat
Depan Rumah ✧ K ✧ S ✧ J ✧ 25-08-2012. 15:58
C U K U P
Tak selintas hati ini dan di benak ada tarian penamu lagi
ku sudah campakan baki tintanya
dan ku cabik semua kertas
kini ku akan ekspresikan kebiasaanku yang tidak kau suka
aku adalah kebebasan semu
aku adalah lagu jiwa yang menyayat
aku adalah pembawa alam pikiran terbalik
sudahlah kau duduk saja di situ
tak perlu olah jemari menjadi lagu indah
Karya Santai Kinanthie Soraya Jasmine
Banjarmasin
29 Juli 2012 17 :35
Oleh: Kiki Soraya
TENTANG DUNIANYA
Carutnya tak terhingga, tergambar hanya bagi para pencerita
Bukan, bukan itu yang ia cipta dan bukanlah keinginannya
Separuh masa yang ia lalui, terjalnya tubir impian yang tak dapat ia lalui, begitulah sang pengembara sunyi, tanpa teman yang mengerti?
Apatah kerana tirai dusta yang selubungi kesahajaanmu tuan?
Entahlah aku tak ingin menyesap terlalu dalam dan itu tak mungkin?
♥ KSJ ♥
Ck, 21 November 2016 20:16 WIB
TENTANG SUNYINYA
Ada kalimat resah yang tertimbun diantara carutnya kekata
Saat gundah terlampau erat didekap, mengalirlah anak kalimat nan ambigu
Seakan pilu hanya milik dirinya, seakan seribu duka kerap duduk dalam benaknya
Rasa nyeri kerap mematahkan rindu yang tak lagi tinggal di dalamnya.
♥ KSJ ♥
Ck, 21 November 2016 20:00 WIB
BELENGGU ASA
Harap hanya melupa
Bebanpun sedikit berkurang kerananya
Entahlah, suatu waktu akankah kembali berwarna?
Jika ia, ku harap itu bukanlah cerita lama yang kembali di usung olehnya.
♥ KSJ ♥
Ck, 19 Maret 2016 20:20 WIB
DIRI
tak ingin tikaikan kembali dikala kita sama mengerti bahwa; musim telah berganti, kelabu dapat di gantikan birunya wajah langit dikala datarnya emosi.
♥ KSJ ♥
Ck, 13 Maret 2016 12:54 WIB
BISIK SENJA
Secangkir kopi netralisir pikiran nan ambigu
Pacu diri torehkan aksara berlagu
Ck, 11 Maret 2016 20:40
SEMBUNYIKAH?
Entahlah; semestinya tiada lagi membingkai dan terangkai
Ku temui resah untuk ku sanggah sebuah perasaan yang masih meng~abu
Sementara redup mentari masih menggantung di atas kepala, dimana senyumnya ku temui
♥ • K • S • J • ♥
Ck, 11 Maret 2016 14:47 WIB
TENTANGNYA
Sadari tatkala ku terjaga
membias sudah bayangmu, semakin menjauh dan sirna
ingin kurangkum kembali serpihan ini kedalam jiwa
tetapi tiada daya.
Malam semakin larut dan segera ku lipat diary hati dan haruskah tetap ku terjaga?
semakin diam semakin ku tersiksa
entah rasanya ku harus kembali bercerita kepada siapa?
ahh malam ini ternyata hanya ada cerita tentangnya.
By : Kiki Soraya CK. 21 Januari 2014 20:53
Cikarang, Jawa Barat
SATU KEINGINAN
Memendam asa, tersekat satu keinginan.
Sapuan aksara miliku...-pun tak dapat mewarnai hatimu.
Mungkin ku terlalu memaksakan, ataukah ini hanya gejolak rinduku.
Semua terlanjur terhampar dan menguap di langit angan.
Oleh : - Kinanthie Soraya Jasmine
Cikarang, Jawa Barat
- 14 Januari 2013 23:21
SEPI
Aku kini t'lah menepi dipelataran sunyi jelang senja
Hanya sepi kurasa
Tak seperti waktu gerimis mengeja aksara kita
Tawa kita lepas, renyah seperti berlagu gembira
Hasratku menguap jika kau tak menyambangiku di senja merona jingga
Basahilah rindu ini layaknya hujan membasahi taman hati milik kita
.... hmm aku hanya dapat mengeja separuh desah nafas aksaramu
Maafkan aku
By : Kinanthie Soraya Jasmine
Cikarang,Jawa Barat
11 Januari 2013 15:30
UNTUKNYA
Aku terperangkap indah sinar jingga
Sejauh mata memandang itu tetapkan ada
Ingin ku berpaling, tapi kerlip sinarnya selalu membuatku tergoda
Akh mimpi rasanya
Ataukah semua hanya
Dapatkah kuhantarkan hati ini untuknya
Oleh : - Kinanthie Soraya Jasmine ( ✧ K ✧ S ✧ J ✧™ ) -
Cikarang, Jawa Barat,
10 Januari 2013
KUSADARI
Hati yang bergejolak, kalimat sampahpun terburai
Membahana ingin ...menghentikan, terlanjur baku tak usai
Jeda sehari
Hasil yang ku dapatkan tak sampai
Engkau hanya menggapai asap kemarahan hati
Dan engkau tak akan mendapatkan apa yang di ingini
Membenci,
Hanya melebarkan penyakit hati
lebih baik ku menepi, tanpa satupun keinginan memiliki
Dan ku tak ingin semua bersemi dengan seribu janji
Sadari,
Lebih bijak ku hantarkan jiwa ini kepada, Sang Pemilik hakikat YANG SEJATI
Oleh : - Kiki Soraya -
Cikarang, Jawa Barat
07 Januari 2013 16:34
KENANGAN
Denting Nada luka hanyalah satu sekian dari paragraf yang kau tinggalkan untukku...
Berawal merdu terdengar
Ditengah terhampar irama mendayu
Dan berakhir dengan irisan lebih dalam menghujam ke jantungku
Semua akan akan ku kenang sebagai harmonisasi kehidupan, buatku ingat kembali
me : Kinanthie Soraya Jasmine
Cikarang, Jawa Barat
04 Januari 2013 12:57
HARAPAN
Singkirkan satu asa keraguan
walau kutahu itu terasa sulit buat mu meraihnya
namun percayalah binar sinar matamu mampu melihat tanpa harus ada anasir lain dihati kecilmu.
Oleh : ♥ Kiki Soraya ♥
Cikarang, Jawa Barat
TAK BERTEPI
Duhai aksara warna warni
banyak sudah ku kehilangan warna khas yang telah ribuan waktu terlampaui
mengapa kini engkau enggan menyambangiku disini
adakah pesona diri ini telah habis terkuliti.
Terkadang kilaunya mulai meredup tercampak dan ku ingkari
mulailah kini ku tertatih menggapai tepi
adakah ini tersemat kembali?
tanda tanya hanya sebuah misteri yang pastinya kan ku lupakan lagi.
♥ Kinanthie Soraya Jasmine ♥
24 April 2013 20:57
Oleh: Kiki Soraya
Cikarang, Jawa Barat
SEULAS SENYUM
Jangan engkau melangkah bersama satu ragu.
Ku tak ingin semu...a ini menjadi hambar dan ambigu.
Mungkin lara ini masih tersimpan di qalbu.
Mengapa engkau tak mampu berbuat agar ia menyatu?
Apakah satu ulas senyum tak cukup membasuh satu rindu?
Jika itu tak dapat kita ramu.
Biarlah aku kan kembali membisu.
By : Kinanthie Soraya Jasmine
Cikarang, Jawa Barat
SUNYI KIAN MENGHAMPAR
Aku rindukan lafadz syair mu yang berkesinambungan
Akupun merindukan canda tawamu yang kerap temani gundahku
Lihat lah berapa banyak hamparan aksara ku lepas untuk engkau simak
Semua kini terasa berserak tak menentu
Aku kini terasa terpinggirkan oleh buaian angin senja
Terasa membungkusi raga dengan kesunyian
Apalah arti sunggingan senyum ku hadirkan
Jika hanya rasa sepi saja yang ku miliki kini
By Kinanthie Soraya Jasmine
i Cikarang, Jawa Barat
07 Februari 2013 22:59
KATA PILIHAN HARI INI
Harmonisasi kan terpatri jika kita menyatukan kebersamaan
Meski harus ada duri-duri yang melanda
Apalah arti aksara indah jika mengandung sarkatisme belaka
Bagiku semua kan membuat duka lara
Oleh : - Kinanthie 'Kiki Soraya' Jasmine Noor -
Cikarang, Jawa Barat
CAHAYA SEMESTA
Terlalu lelah diri menggapai siluet mu
Jingga langitpun temaram untuk ku,
Perahu kecilku sandar diantara karang karang tanpa batas
Hanya riak-riak kecil lantunkan lagu kerinduan hati,
Padamu rembulan kasih
Kebekuan seakan tak mampu menggurat bait-bait hati
Entahlah, padahal telah kulihat ia menghampiri
Rasanya langkah ini terasa kaku dan enggan terurai
Tunggulah ku sejenak di pelataran itu, agar ku tak lagi sunyi
Uraikanlah hingga usai
Akan ku tafsir semua syair kau gubah indah
Ku bukukan di lembar sunyi beku
Mendalami isyarat kau sirat di tiap bait ayat
Jari ini tak akan berhenti
Meniti bait mengurai puisi
Meski berhari tak ku fahami
Namun beri ku inspirasi mengiris mimpi
Sadari diri hanya ada digaris tepi
( Kolaborasi with Abang Ahmed El Hasby , Herry Sakti dan Sunyi Jiwa )
Edited By : Kiki Soraya
Cikarang, Jawa Barat
QUETES :
" mungkin tak seindah kata-kata sang pujangga tetapi ini murni keluar dari hati yang terdalam "
Kumpulan Puisi Ade Saputra Sunankaligandu - DI ALENIA JEDA
BINAR NETRA SEBELUM SENJA
Angin, yang bersandar di bahu angan
Semilirnya kecup pilu bibir syair
Lena, rasa di bilik iba pada bening titik air
Satu demi satu, daun pun berguguran
Tanah, enggan lagi basah, meski rintik kian deras
Sebab, mentari telah unjuk gigi
Bakar, semua remah basah di awal pagi
Tak ingin, sisakan gulita, pun yang terbias
Lalu, aku datangi engkau
Yang termangu di ujung bangku batu
Yang mengeja aksara buta
Yang menghitung angka binasa
Lihatlah, mentari masih terik di ufuk barat
Belum terlalu senja tuk meronca semesta
Usah tunggu rona pelangi hiasi jagat
Sebab, binar netramu mampu kuikat
By. Ade Saputra Sunankaligandu
DewaBumiRaflesia
Sulteng, Palu_23_10_19
BUKAN PUISI
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Alkisah, di negeri para kurcaci
Demokrasi, sekedar bungkus kuaci
Hak asasi, pemanis kopi pagi
Demi citra, pembungkus ambisi
Ingat, penguasanya tak pernah salah
Aturan, diputar tuk pembenaran
Agar kursi, tetap aman
Siapa pun penentang, harus musnah
Rakyat jelata, obyek wacana
Agar terlihat adil dan bijaksana
Realita, pengusaha yang kian buncit
Sementara sang jelata, kian terjepit
Sangatlah peka, sang penguasa
Pada nasib pencari kerja
Hingga impor tenaga kerja cina
Sungguh !, luar binasa
#DewaBumiRaflesia_06_02_19
PEREMPUAN DI UFUK SENJA
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Perempuan di ufuk senja, ratapi diri
Yang terbaring di altar sepi
Meronca, rupa aksara bertinta jingga
Guratkan, garis miris rerona dahaga
Perempuan di ufuk senja, melukis mimpi
Pada mega - mega di jumantara
Warnai hati dengan rerona pelangi
Melukis asa yang masih tersisa
Perempuan di ufuk senja, mematri hati
Dengan bara cinta yang menyala
Pada seraut rupa pembawa lentera
Yang kan terangi jalanan elegi
Perempuan di ufuk senja, damailah
Dalam dekap hangat asmara
Dalam belai lembut kasih mesra
Dalam legenda cinta bertasbih
#DewaBumiRaflesia_04_02_19
PEMIMPI PALING SEKSI
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Sebut saja aku, sahaya
Yang mati suri ditikam alibi
Ketika renda rupa mimpi
Pada utas kanvas realita
Sebut saja aku, binasa
Luluh bersimpuh di titik nadir
Kepak sayap di atas pasir
Terbangkan debu paradigma buta
Sebut saja aku, sahaya yang binasa
Buta netra pada sepucuk rindu
Nan pijarkan bintik binar ambigu
Tentang "Yin" atau "Yang" bertahta
Sebut saja aku, pemimpi paling seksi
Yang mematri mimpi tanpa illusi
Pada pucuk ilalang gersang
Di hamparan sahara tak berujung
#DewaBumiRaflesia_02_02_19
MENEMBUS BATAS
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Kulukis senyuman hati
Sang bidadari nun di awan
Pada secarik kanvas imaji
Dalam taman labirin
Cinta, pada arca di gelas kaca
Bisukan bisingnya nalar
Diam, dalam riuh para angkara
hanya nurani lesatkan suar
Biarkan, ini tertata rapi
Dalam dimensi sepi
Sebab cinta tanpa rupa
Biarkan, rindu ini tersandera
Sesaat saja
Hanya sehela napas
Lalu, semua jadi nyata
Tanpa sekat pembatas
#DewaBumiRaflesia_30_01_19
AKU DAN BIDUK KITA
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Langkah kita hingga ujung senja
Lalui pagi hingga terik mentari
Menabur benih - benih kasturi
Tapaki jalanan legenda suka duka
Kita, kayuh biduk di atas samudera
Gelombang datang tanpa diundang
Namun, biduk ini kembali tenang
Karena nakhoda masih perkasa
Menghadang ombak menerjang
Menghalau badai menghantam
Cukup diam
Penawar segala aral melintang
#DewaBumiRaflesia_30_01_19
ARAH LANGKAH
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Kita, terbang di awang
Menggapai bintang benderang
Menembus pekatnya malam
Lalui dimensi tak bermusim
Kita, mengeja rupa aksara
Dengan aneka rerona warna
Jengkali tiap inci ruang hati
Deraikan bebulir bening prasasti
Mengapa, mesti ambigu jadi benalu
Biar saja, jalan ini penuh liku
Bertabur onak serta duri
Jalani, dengan segala ambisi
#DewaBumiRaflesia_29_01_19
TIDURLAH SAYANG
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Tidurlah sayang
Agar ada jedamu, menganyam bait bohong
Agar ada jedamu, menyebar cinta dusta
Agar ada jedamu, menoreh rupa luka
Tidurlah sayang
Lipat sayap angan, tuk terbang melayang
Hinggapi ranting - ranting kering
Agar patah, untuk kau buang
Tidurlah sayang
Jangan menjadi kunti
Yang hantui, sosok berbayang
Jadilah insani, pecinta sejati
#DewaBumiRaflesia_11_02_19
NYANYIAN SENJA
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Nanar, senja di ufuk jingga
Siluet, ronakan cahaya rindu
Pada kuncup kelopak syahdu
Yang basah di sudut beranda
Kau, warnai hari dengan pelangi
Meski rinai jatuh di sudut netra
Berwarna cinta yang jelata
Hingga asah ambigu sunyi
Mengapa, tak kau raba
Dengan sayap-sayap angin
Yang terbangkan rima harmonika
Senandungkan kidung angan
Tetaplah, berdiri di altar janji
Nyanyikan melodi memori
Agar tak ada lagi rintik rinai
Atau tirai-tirai alibi
#DewaBumiRaflesia_10_02_19
BERCENGKERAMA DENGAN ASA
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Nyanyian angin lenakan jiwa
Hantar mimpi ke jumantara
Menabur benih - benih embun
Pada kuntum yang mulai ranum
Aku, masih terjaga dengan nalar
Ketika kuramu secawan madu
Tuk sekeping asa yang pudar
Karena rindu yang tak jua bertamu
Diam, tak kuasa berdusta
Ketika kusapa dengan tanya
Karena, hanya luka yang kau tau
Lalu, langkah melaju meski ambigu
#DewaBumiRaflesia_26_01_18
MENAKAR LOGIKA
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Hening, ketika siang telah hengkang
Cuma gulita, warnai tubuh malam
Diam, dalam jeruji mimpi paling buram
Mengeja rupa arca samar bayang
Terpenjara, rupa logika dalam kaca lentera
Karya cahaya kikis sudut netra
Yang tersisa, lara rindu jadi benalu
Iris tipis, keping puing pilu
Bilakah, illusi kan bertahta di singgasana
Bila sahara, bentangkan antara
Sedangkan raga renta, lelap bertilam permadani
Dalam istana tanpa mimpi
#DewaBumiRaflesia_22_01_18
MASIH TENTANGMU
Masih, kupinang rindu di altar malam
Jemari hati erat menggenggam
Meski dibui dalam jeruji sepi
Ditikam lara hingga sanubari
Masih, tentangmu sang jelita
Nan ronakan pelangi ufuk senja
Nan nyalakan lentera di gulita
Hingga aku, luluh di titik nadir
Masih, rintihku tanpa rupa daya
Kala tanpamu dalam dekapku
Nanar, pijar nyala netra
Tuk mengatup, aku tak mampu
Masih, aku pasti kembali
Tuk anyam rindu di atas tilam
Berbenang sutera dari surgawi
Hingga usai parade mimpi di ujung malam
#DewaBumiRaflesia_14_11_18
MERDEKA DI TENGAH RIMBA
Di tengah waktu yang tak pernah ambigu
Kulalui jalanan licin berbatu
Antara dinding tebing yang nyaris tumbang
Dan jurang yang seakan tak berujung
Celoteh binatang hutan
Derit pepohonan
Asri alam negeriku
Masih seperti ratusan tahun lalu
Bolehkah kutanya padamu
Telah berapa lama negeri ini merdeka
Entahlah, yang kutahu
Mereka hanya kenal kata merdeka
#DewaBumiRaflesia_07_04_18
DIMENSI SEPI
Bayu, merdu mengulum rindu
Hening, dijaring pucuk pilu
Pada altar malam meremang syahdu
Raga renta pun kian sayu
Senyum, lekat di dinding hening
Kian erat, enggan hengkang
Meronca, ukir warna di sudut netra
Pelangi aneka pesona cinta
Kupeluk, dengan rasa buta
Terbangkan fatamorgana asa
Sesat, terlunta di rimba pengembara
Dibui, dalam jeruji dimensi asmara
Usah henti tuk mengunyah
Agar tau aneka rasa
Biarkan, cemeti rajam gundah
Tak kan lekang, hingga akhir masa
#DewaAde Saputra Sunankaligandu berada di Aceh.
DIKSI DI SUDUT NEGERI
Kubisik cinta, di sisa hela napas tersisa
Ketika giris dicumbu gerimis
Di beranda malam yang lupa beri warna
Hingga sunyi kian mengiris
Aku, masih terjaga
Merenda sebait aksara
Pada remah-remah basah
Yang nyaris tak terjamah
Lihatlah, masih tersisa jejak telapak
Dari ribuan jemari kaki yang membengkak
Tertusuk onak pohon ambigu
Buah karya pemburu nafsu
Lihatlah, panorama tanpa cedera
Lukisan SANG maha karya
Indah, tanpa cela
Begitupun kita, tanpa sengketa
#DewaBumiRaflesia_17_11_18
BumiRaflesia_23_04_18
DIMENSI SEPI
Bayu, merdu mengulum rindu
Hening, dijaring pucuk pilu
Pada altar malam meremang syahdu
Raga renta pun kian sayu
Senyum, lekat di dinding hening
Kian erat, enggan hengkang
Meronca, ukir warna di sudut netra
Pelangi aneka pesona cinta
Kupeluk, dengan rasa buta
Terbangkan fatamorgana asa
Sesat, terlunta di rimba pengembara
Dibui, dalam jeruji dimensi asmara
Usah henti tuk mengunyah
Agar tau aneka rasa
Biarkan, cemeti rajam gundah
Tak kan lekang, hingga akhir masa
#DewaBumiRaflesia_23_04_18
DIKSI DI SUDUT NEGERI
Kubisik cinta, di sisa hela napas tersisa
Ketika giris dicumbu gerimis
Di beranda malam yang lupa beri warna
Hingga sunyi kian mengiris
Aku, masih terjaga
Merenda sebait aksara
Pada remah-remah basah
Yang nyaris tak terjamah
Lihatlah, masih tersisa jejak telapak
Dari ribuan jemari kaki yang membengkak
Tertusuk onak pohon ambigu
Buah karya pemburu nafsu
Lihatlah, panorama tanpa cedera
Lukisan SANG maha karya
Indah, tanpa cela
Begitupun kita, tanpa sengketa
#DewaBumiRaflesia_17_11_18
RETAK GELAS KACA
Gulita pun jatuh di sudut beranda
Gigil malam di bawah rinai hujan
Sayup mengalun, kidung sang angin
Tembangkan syair legendera cedera
Aku takut, pada rupa malam
Yang selalu datang merajam
Hingga tak bisa, kuukir prasasti mimpi
Pada helai-helai pucuk kasturi
Retak sudah, gelas kaca di sudut meja
Lukai, naluri lentik jemari
Sedangkan asa kian dahaga
Masihkah, mampu tuk menggapai
#DewaBumiRaflesia_06_06_18
ARWAH CINTA
Langkah, terlunta di mega jingga
Lalui deretan galaksi
Menembus titik hampa, tanpa udara
Sesak, terkurung dalam rotasi dimensi
Rembulan purnama, kemerlip gemintang
Taburkan binar menantang
Namun pudar, lalu sirna pada retina
Yang tersisa, remah bayang di jelaga
Bius aku, dengan secawan paradigma
Lalu kubur, dalam pusara cinta
Bingkai jua, arwahnya di figura
Agar tak lagi berkelana
#DewaBumiRaflesia_01_06_18
KOPI PAHITKU
Aku, dan secangkir kopi pahit
Bercengkerama bersama asap sigaret
Kuhempas ke udara, bersama gulana
Sendiri, di bilik malam, ku tak bisa lena
Hujan, yang jatuh di halaman
Mengetuk pintu sunyi, hanya tuk mengamen
Ajak aku, menari dalam illusi
Mungkin dia tahu, aku telah mati suri
Biarkan, kusendiri berjubah puisi
Usah kau baca deretan aksara
Kau tak akan pernah mengerti
Isi di rimba raya jiwa
#DewaBumiRaflesia_09_06_18
DI UJUNG TADARUS
Rembulan terus bertadarus
Gemakan marka ke jalan nirwana
Gemintang pun, tunduk mengabdi
Sadar, bahwa diri, tidaklah abadi
Kulalui, rindangnya taman romadhon
Mestinya, sejenak kuterhenti
Nikmati bulir embun dari surgawi
Namun, aku diperdaya saithon
Aku, terus berlari
Mengejar dunia, yang sesungguhnya bertepi
Dan aku pun, dalam jiwa penuh noktah
Yang tak sempat basuh, jelaga yang mendarah
Rembulan terus bertadarus
Tuntaskan juz ketiga puluh
Agar terbuka pintu pagi suci bersih
Bagi jiwa-jiwa yang ikhlas
Selamat hari raya
Bagi semua ahli surga
Para penakluk hawa nafsu
Semoga, tetap begitu
#DewaBumiRaflesia_14_06_18
TANPA FIGURA
Tak henti, kupahat wajahmu
Pada dinding siang yang benderang
Pada langit-langit malam yang syahdu
Pada ruang rasa yang kerontang
Mendayu, sendu, senandung kidung laut
Mengalun ombak menyisir
Terdiamku, larut dalam kemelut
Tak kuasa, hitung pasir di pesisir
Kubiarkan, luluh dirajam malam
Kaku, menopang tubuh tanpa sukma
Entah lelap, ataukah binasa
Tertikam, ranumnya senyum
Lolong malam, terkam sunyi
Jeritku pun, telah terkunci
Yang kudengar, tawa renyah sumeringah
Utuh, di memoar tak kan punah
#DewaBumiRaflesia_10_05_18
MALAIKAT TAK BERSAYAP
Kau kah itu, penabur aroma surgawi
Cumbui, tiap inci relung kalbu
Jerat, penghuni seisi ruang hati
Lafaskan, desah deru bayu rindu
Kau kah itu, binar pelangi mimpi-minpi
Yang memahat dinding-dinding sunyi
Ketika warna malam, hanya gulita
Menggapit jiwa, dengan parade ribuan asa
Kau kah itu, yang kan ikut terbang
Lintasi garis batas jumantara
Tuk petik, ribuan gemintang
Tuk tuai, rembulan dikala purnama
Kau kah itu, pujangga jiwa
Pengukir ulas senyumku
Cukup dirimu satu
Tuk gantikan, seluruh isi dunia
#DewaBumiRaflesia_08_05_18
SURAT BUAT SAHABAT
Sahabatku,
Jalanan itu, paripurna kita jajaki
Gersangnya sahara, rimbunnya belantara
Tapaki, tanpa alas kaki
Resah, marah, lalu sirna dipupus tawa
Memoar pun, dalam album biru
Sahabatku,
Kala itu, mentari masih di ufuk pagi
Lincah, gemulai jemari menari
Mengutip bebulir embun di pucuk-pucuk ilalang
Kita himpun, lalu disuling
Jadikan penawar virus ambigu
Sahabatku,
Kini, mentari tak lagi di ufuk pagi
Ia telah jauh, kian meninggi
Lintasi parade masa, menuju cakrawala senja
Tinggalkan kita, di ruang takdir yang berbeda
Guratkan, garis batas penentu
Sahabatku,
Aku, terbujur di atas bale-bale senja
Telah lama mati, ditikam alibi
Telah lama binasa, dibunuh aksara
Dan kita, saling terkunci dalam kelambu sepi
Dibui, dalam jeruji deretan pohon benalu
Sahabatku,
Izinkan aku, torehkan tinta pinta
Meski hanya pada bait syair sunyi
Rentangkanlah, benang merah, pada generasi kita
Sebagai tanda, kita sahabat sejati
Kala itu
#DewaBumiRaflesia_21_05_18
KIDUNG ANGIN
Kuliti remah puisi
Remah aksara bening sudut netra
Berjelaga, purna remang cahaya lentera
Menari, tanpa irama perkusi
Kepak sayap merpati
Patah, enggan meninggi
Berputar di kuil prasasti
Hitung deretan elegi
Rinai ini kian ramai
Kunci malam di laci sunyi
Mengapa, ribuan mimpi engkau kutuk
Kau biarkan, malam kian lapuk
Aku tahu, jendela tanpa kaca
Sebab, ada sejuk semilir angin
Sapa ulu asa
Terbangkan sayap angan
Mari menari
Jadikan rinai rincik melodi
Jelmakan remah aksara
Sebelum atma dalam pusara
#DewaBumiRaflesia_02_04_18
BUKAN FATAMORGANA
Rinai, tak jua menepi
Bui mimpi di jeruji sepi
Hantarkan angan lewat angin
Sedangkan malam, makin dingin
Duhai cinta, pada sebentang antara
Yang telah sulut lentera
Kala gulitaku di lorong lara
Hingga kubisa eja aksara
Aku sangka, malam ini kan jelita
Pesona purnama nan bertahta
Sebab, ada pelangi di senja tadi
Kala hantar mentari nan usai mengabdi
Kini, aku jatuh di sudut sunyi
Namun, masih jua ku bernyanyi
Senandungkan kidung, tanpa rima
Laguku, sirna tanpa gema
Aku, masih coba memaksa
Pecahkan salju yang membatu
Tanpa batas waktu
Dengan jemari asa
#DewaBumiRaflesia_27_03_18
INI BUKAN PUISI
Biarkan waktu merentangkan tembikar yang masih samar.
Dan aku, enggan lelap di atas pelupuh yang kian berpeluh.
Diam, dalam semedi sunyi.
Atau, coba beranjak,mengais jejak- jejak tak bijak.
Namun, diamku dalam jeruji tanpa tepi.
Sirna daya, mengepak pun, tak lagi kuasa
Hingga lupa warna remah yang dulu basah.
Aku, mencari warna dalam gulita
Sedang pagi, kian meninggi
#DewaBumiRaflesia_15_04_18
UNTUK SEREMONIAL KITA
Rindu, kian ringkih tertatih
Eja, warna lukisan rupa maya
Di bilik senja yang kian letih
Himpun, sisa rerona warna surya
Tanda hujan, di balik paras pelangi
Kuberdiri, menatapmu di sela ranting puisi
Jauh, tak sejauh langit dan bumi
Hingga bisa, kukemas dalam hati
Masih, kukejar di bentangan sahara
Coba jengkali dalamnya sahaya
Tak jua bisa, hanya ilalang nan bergoyang
Tanda sahara, masih gersang
Tunggu aku,
Pada satu titik denting waktu
Ketika bunga ambigu telah layu
Di helai seremonial penyatu
#DewaBumiRaflesia_27_04_18
TENTANG KITA
Pejamkan saja, sayang.....
Netra yang terus tergenang
Bumi pun turut resah
Gundahmu kian merajah
Aku pun sama
Pecah membuncah
Tanda di sudut netra
Mindaku pun, sirna madah
Kau diam
Atau, lelap berselimut muram
Entah, bilakah masa itu tiba
Paradigma tanpa beriba
Akan kupeluk
Di ujung pelupuk
Rasa tanpa raba
Atau, sekali pun, tanpa cerita
#DewaBumiRaflesia_03_01_18
ASA DALAM KARYA
Siangku, di pelataran gersang
Dikuliti lidah mentari
Kala ramu mimpi malam tadi
Dari catatan yang terbuang
Bising harmonika tanpa rima
Sandera getar di ujung nalar
Tuk secawan asa tersisa
Masih, kunikmati meski samar
Aku ringkih
Titi jalanan peluh bertasbih
Himpun tetes tuk secawan
Sungguh, aku telah tertawan
Aku masih perkasa
Tapaki jalanan ini
Patri tiap mili janji
Percayalah, asaku tak kan terlunta
#DewaBumiRaflesia_04_01_18
DI ALENIA JEDA
Tereja aksara di raut rupa
Ada lara di bening sudut netra
Tergaris gerimis yang mengiris
Guratkan syair-syair tangis
Sejatinya, cinta adalah memberi
Memberi dengan berjuta arti
Lalu, mengapa harus ada duka
Ketika sang hamba tak lagi memuja
Sirnakan gulana di alenia jeda
Kubur dalam pusara di ujung rimba
Lalu, lukis jalanan elegi
Dengan warna warni hati berseri
Setiap kita adalah legenda
Punya arti di tiap helainya
Maka, indahnya saling berbagi
Agar puisi tak lagi rima sunyi
#DewaBumiRaflesia_28_11_17
DELUSI
Lafaskan kidung rindu di helai angin
Kepakkan sayap-sayap tuju awan
Hantar parade gundah gulana
Yang kejam merajam sahaya cinta
Senyap, merayapi pohon malam
Cumbu dedaun meski tak lagi ranum
Sedang gulita, tak jeda terbar angkara
Samarpun, purnama solek maya
Kulepas jua meski tak diukur
Panah yang nyaris bernanah
Busur yang usang tersungkur
Menembus gundah yang kian pongah
Beri aku, selarik cahaya lentera
Kan kubakar ladang benalu
Tuk kutanam bunga nirwana
Di hamparan sukma ragamu
#DewaBumiRaflesia_09_12_17
LINTAS BATAS
Gemulai binal sosok malam di pelukan
Lirih rintih bisik angin membasah
Reranting resah dentingkan dedaun
Bebait gegap gulana pecah membuncah
Angin, sapa arca tanpa koma dalam garis batas
Usai lolos menerobos barikade serdadu bisu
Lincah, lidah jamah tiap utas
Lebur dalam lelehan bulir yang dulu beku
Nyaring, lengking yang sempat tercekat
Gemakan ratap ranum di bilik harap
Secepat melesat lintasi oktap
Rintihpun letih di ruang bersekat
Angin, telanjangi paras maya gulita
Perkasa setubuhi rupa arca
Dalam hening sunyi titipan tanda
Diam, sunyi senyap tunai pinta
#DewaBumiRaflesia_06_12_17
CATATAN HARI INI
Minggu kelabu
Bergayut mendung hingga petang
Gerimis meringis tiada jemu
Mentaripun engan datang
Desember tak seceria lagu
Atau mungkin hanya di awal saja
Aku harap begitu
Cukup nopember saja gulana
#DewaBumiRaflesia_03_12_17
Santun senja tuk semua sahabatku
SUDAHI GERIMIS INI
Cintaku, rembulan jingga berselimut mega
Binarnyapun pudar di celah giris gerimis
Lalu sirna cahaya di ujung beranda
Jadikan malam tak berparas
Cintaku, mengapa rinai itu enggan jeda
Tumpahkan air telaga sudut netra
Basahi tiap inci bilik sanubari
Banjiri hati dengan tawarnya ambigu
Cintaku, aku yang kan mengecup tiap bulir itu
Hingga tiada lagi rupa benalu
Agar kau damai dalam dekap rindu
Rasakan belaian mesra di tiap helai waktu
Cintaku, jemari ini kan anyam asa
Dengan benang sutera sepanjang usia
Jadikan permadani di jejak elegi
Agar legenda bertinta saripati kasturi
#DewaBumiRaflesia_02_12_17
PEREMPUAN SUNYI
Arwah malam gundah gulana
Berkelana hingga ujung sahara
Tuai angin di pucuk ilallang gersang
Dentingkan dawai tanpa kidung
Rintik rinai, giris di sela gerimis
Meluah telaga di sudut netra
Tergurat rerona paras lara
Akan atma yang teriris
Netra ini masih buta
Tuk raba rupa cidera
Yang dirajam puisi hati
Kala kau tapaki jalanan mimpi
Tak akan, kuhapus tinta jingga
Yang kugores pada pelangi senja
Atau, cahaya purnama
Yang kusulut kala malam gulita
Aku, masih berjelaga
Di tepian telaga nirwana
Memahat panji-panji prasasti
Mengepak sayap-sayap ambisi
Damailah, dalam dekapan rindu
Telanjangi paras angan
Setubuhi nyanyian angin
Dan rasakan, hangat nafas cintaku
#DewaBumiRaflesia_02_11_17
RINAI RINDU
Puisi hati di ujung rintik hujan
Nan belai tiap helai dedaun
Di bulirnya ronakan tiap mili rupamu
Yang hitung tasbih rima rindu
Kueja rinai ini tanpa jeda
Hantar alirnya hingga muara
Lalu menyatu dalam gemulai gelombang
Setubuhi lautan kita yang kian pasang
Telah kubui dalam bingkai
Senandung kidungmu bak riak ombak
Aroma cintamu nan wangi semerbak
Rona asa kita nan tiada tepi
Kita, memintal helai waktu
Meski ujungnya masih ambigu
Biarkan, panjangnya antara jadi benalu
Agar kita tahu mahalnya napas rindu
#DewaBumiRaflesia_07_11_17
ELEGI SENJA KITA
Kita, bukanlah memoar hambar
Tapi, elegi yang dipenuhi jejak kaki
Tapaki jalanan beronak pun mendaki
Kemas bebulir takdir yang dihantar
Kita, tak henti jemari sulam mimpi
Di sepanjang bait-bait puisi misteri
Meski terkadang, bak ilalang di padang gersang
Rimakan aksara usang berulang
Kita, bukanlah arca kutukan dewa
Namun, jiwa yang memahat rupa asa
Biarkan, rerona warnai cakrawala
Suatu tanda, kita di elegi senja
#DewaBumiRaflesia_25_11_17
PENAWAR GULITA KITA
Biarkan, kuukir sunyi di tiap helai angin
Sebab, aku tak lagi mampu tuk yakinkan
Hatimu yang entah telah membatu
Atau, hanya membeku
Bukankah, telah kulukis binar rembulan
Lalu kukemas dalam lemari kaca
Namun, kau sebut itu bualan
Sebatas penawar dikala duka
Sungguh, telah kusemai benih asa
Asa kita di elegi senja
Sebanyak rima detak jantung
Yang terhimpun di bilik relung
Aku tak risau akan pekat malam
Atau rembulan yang padam
Karena lenteraku masih menyala
Tuk terangi asa kita yang masih buta
#DewaBumiRaflesia_24_11_17
NETRA TANPA PARADIGMA
Tak ingin,
Kusetubuhi sunyi di helai mimpi
Atau, kugores puisi berbait sepi
Bahkan, tak terusik dibisik angin
Biarkan,
Kutetap terjaga
Meski merayap tuk berjelaga
Berbalut remang binar dian
Lihatlah,
Sejenak saja kastil ini kan punah
Yang kan tersisa cuma legenda
Bahwa prasasti pernah direnda
Biarkan,
Kukutip remah berserakan
Meski luka di jemari masih terasa
Kurasa, atma masih perkasa
Lihatlah, aku telah menjelma
Biarkan, tanpa paradigma
Tuk telanjangi malam gulita
Dengan netra tanpa kacamata
#DewaBumiRaflesia_06_09_17
SENJA TANPA NAMA
Maaf cinta,
Aku yang tak bisa mengebiri rasa
Pada raut rupa aksara biru
Nan luluhkan ikrar tabu
Sehela napaspun kutak mampu
Tuk Meronta dari belenggu senyum bisu
Tuk berlari dari kastil mimpi
Mimpi yang entah kapan tiba di tepi
Aku, hanya terpatri di ujung senja
Beranjakpun tiada kuasa
Aku takut, pada kelamnya malam
Yang kan merajam
Biarkan, aku masih di sini
Di altar sunyi jerit jangkrik
Ratapi bayang elegi pagi tadi
Usah kau usik
#DewaBumiRaflesia_22_10_17
ASA PENAWAR LARA
Kutalu rindu di dada awan
Kala jemarinya semai hujan
Lukisannya berwarna kelam
Hingga wajah malam kian buram
Coba, kuluah tinta mimpi
Pada keping puing nestapa
Nan terkoyak di ujung legenda
Tuk kubingkai di elegi pagi
Aku tahu, malam gulita
Namun, masih kusemai asa
Tentang mimpi di taman kasturi
Bukan tentang pencuri janji
Coba kau buka jendela netra
Jalan ini menuju asa
Tuk tinggalkan jejak nestapa
Di sana kan kubangun istana
#DewaBumiRaflesia_25_09_17
TANYA TANPA JEDA
Puan, tak jemu kuukir syair di helai bayu
Tentang benalu yang kusebut rindu
Menelisik di sudut kesunyian
Merayap di tengah keramaian
Puan, antara mungkin jadi alibi
Namun rasa telah terpatri
Tuk tunaikan mimpi kita
Bercengkerama di istana nirwana
Puan, terbangku tak lagi tinggi
Namun sayapku masih perkasa
Mengepak di sela mega-mega
Tabur benih-benih kasturi
Puan, senyum ini telah kau kunci
Dalam lemari paling tinggi
Mengapa tak jua usai tanya
Bahkan kau bandrol dusta
Puan, netraku telah buta
Tak lagi kulihat paras jelita
Pada selaksa penghuni dunia
Karena, hanya parasmu dibias netra
#DewaBumiRaflesia_29_09_17
RERONA PURNAMA LALU
Maaf puan, bila kutertawan
Pada jelita cahaya rembulan
Ada raut rupa, menjelma bisu
Belahan jiwa, ratusan purnama lalu
Maaf puan, bila kuterkenang
Cahaya ini, pernah jatuh dari sela ranting
Sapa kita, kala mesra merenda asa
Dalam figura asmara cinta tanpa noda
Maaf puan, bila kuterbayang
Senyum manis, tawa riang
Bibir itu, yang dulu kucumbu
Sejenak terdiam, mata sayu
Maaf puan, masih tersisa
Sepucuk suratmu, merah jambu
Diary usang, bertinta biru
Dalam relung ruang rasa
Maaf puan, bila masih ada rindu
Sungguh, aku tahu
Takdir enggan satukan kita
Biarlah, terkunci rapi di helai legenda kita
#DewaBumiRaflesia_12_10_17
AKSARA MENUJU SENJA
Cinta, yang lena hingga lelap
Tak ingin terjaga dalam dekap
Meski bertilam tembikar mimpi
Dalam remang kastil elegi
Cinta, kau pintal temali aksara
Sandera jiwa dalam lemari kaca
Bahkan, tak usik akan warna senja
Atau, tentang kunang-kunang pada bunga kemboja
Cinta, kan kubawa berjelaga
Pada telaga di bawah kaki bukit nirwana
Lalu, menari dan bernyanyi
Sambil mengukir senja dengan pelangi
Cinta, kita bait-bait puisi asa
Yang menabur bulir mimpi
Merenda aksara tanpa koma
Mengiris hati demi prasasti
#DewaBumiRaflesia_08_10_17
AKSARA TERPENGGAL KOMA
Malam, kian ranum di bilik lara
Semilir angin, hantar asa mengembara
Melodi sunyi jerit jangkrik
Kian purnama lara terusik
Aku, masih terlunta di rimba aksara
Eja rupa senja di sudut bayang netra
Sedang netra tak berbinar
Masih kubaca dalam samar
Mungkin, ringisku bukanlah tangis
Hanya pertanda jemari penat mengais
Atau, parasku telah sirna rupa
Terbenam di sela figura nestapa
Biarkan, ia rapi di sudut laci
Dan tak akan aku kunci
Tuk penawar dikala tanya mendera
Biarlah, alibi nan tersandera
Masih, kuukir aksara nyata
Tanpa tersemat cadar dusta
Atau, berlari tanggalkan mimpi
Tuk pupuskan jejak tak bertepi
Aku, masih di sini
Menyulam benang rapuh
Meski tak jadi permadani
Setidaknya, jadikan tilam utuh
#DewaBumiRaflesia_13_08_17
SANG PENGUKIR
Berpacu ke puncak nafsu
Lucuti hati, raga dijaja
Entah siapa penabur dosa
Yang kutahu, bukan ambigu
Semua punya alibi
Cadar penutup birahi
Tentang luka asmara
Atau, tentang kawan tak mau bicara
Usah jabarkan ayat-ayat cinta
Atau, tunjukan jalan ke nirwana
Biarkan saja, digilas waktu
Tenggelam dalam debu
Tanyakan saja
Hendak kau ukir apa ?
Pada prasasti di pusara
Pada aksara di helai legenda
Kita semua pendosa
Namun, usah tabur benih aib
Pada semua insan tercinta
Karena noktah tak mudah raib
#DewaBumiRaflesia_06_10_17
SANG PENJAGA
Malampun lena di bilik sunyi
Sedang aku masih terjaga
Genggam dunia dalam kaca
Eja aksara bertinta illusi
Telah kucoba, katup jendela netra
Setubuhi sunyi nan kian birahi
Agar kunikmati nirwana mimpi
Namun, separuh sukma kian berkelana
Duhai puan
Tidakah dikau dengar
Sahut serunai angin pada daun
Adalah detak rinduku yang menjalar
Ah, mungkin dikau telah lena
Di atas tilam cintaku
Nan kusulam dengan benang asmara
Hingga tak lagi tahu bisik bayu
Biarlah, aku masih di sini
Bercengkerama di elegi sunyi
Mengais remah kasturi
Menjaga mimpi, agar tak dicuri
#DewaBumiRaflesia_29_05_17
PENGEJA AKSARA JIWA
Puan,
Aku telah terbiasa
Dicabik beribu sembilu
Bahkan,
Ketika luka lama belum tutup usia
Aku tak jua jemu
Mengukir syair di helai angin
Mengutip mimpi malam tadi
Menapak jejak di sela onak
Mengepak sayap angan ke awan
Menabur benih di taman kasturi
Menitip asa pada peluh di bawah terik
Puan,
Sejatinya cinta adalah karya
Jadikan benderang bila remang
Sejuk, bak cahaya rembulan
Pasti, tak seperti pelangi senja
Nyata, meski hanya sehelai benang
Puan,
Aku tak seteguh karang
Nan dibentang masa tuk binasa
Namun,
Akupun tak serapuh kertas usang
Nan tak bisa tuk direnda tinta
Puan,
Sebut saja aku legenda nyata
Sebab, belum usai kau baca
Usah coba hendak kau cabik
Meski bait buat kau terusik
Eja saja, pelan-pelan
#DewaBumiRaflesia_06_06_17
CINTAKU TAK BIRU
Sayangku,
Ada hela napas rinduku di hela bayu
Nan kukemas dalam lirih melodi sunyi
Penghantar lelapmu menganyam mimpi
Sayangku,
Mungkin antara,jadi buah benalu
Nan kau saji di altar nirwana kita
Hingga pilu, warna meja asa kita
Sayangku,
Malam saja, bisa ukir melodi
Lalu, mengapa cinta kau anggap sepi
Atau, memang asamu nan beku
Sayangku,
Masih kuanyam tilam cinta
Dengan rerona rasa di atas karya
Karena bagiku, cinta itu tak biru
#DewaBumiRaflesia_18_06_17
ELEGI HATI SUNYI
Malampun tak bisa buatku lena
Manalah mungkin kan ku kejar bayang
Remang sang kunang-kunang
Di sela rimba maya gulita
Aku pemilik alfa
Tapi netra ini masih perkasa
Eja aksara bertinta illusi
Bertajuk pencuri mimpi
Sudahlah
Kemas saja di atas hamparan sajadah
Beri arti pada fosil-fosil purba
Beri singgasana pada jiwa terlunta
Kita masih di sahara cinta
Lalui panjangnya malam gulita
Tanpa kelambu bisu
Dalam deru-deru yang tak jemu
#DewaBumiRaflesia_01_07_17
RABA WARNA GULANA
Lembayung senja usai tunaikan janji
Nan tersisa, sunyi hantar mimpi
Reraga sirna rona perkasa
Layu, di singgasana asa tertunda
Ingin, kuhitung jerit jangkrik
Namun degupku lebih berisik
Melolong di lorong kosong
Nanar langkah, huyung limbung
Mungkinkah, mampu tuk dilarung
Benalu itu kian membiru
Sedang atma dibelenggu
Dihimpit karang dasaran palung
Atau, kuhitung saja jejak telapak
Lalu, kukemas dalam peti mimpi
Agar sirna warna elegi
Namun, rupa asa kan terkoyak
Biarkan saja,
Ujung jeda kuliti masa
Berkelahi dengan alibi
Leburkan pepuing prasasti
#DewaBumiRaflesia_13_07_17
TIARA CINTAKU
Huyung limbung sirna gaung
Letih ringkih seakan tak berujung
Sayup samar nanar binar
Bawa serta asa nan kian bingar
Aku layu di ujung senja
Sirna daya raga renta
Masih jua semai benih di titian
Pada elegi pagi pengharapan
Tentang rindu yang kau anggap semu
Atau bahkan, tentang cinta
Yang selalu kau sebut ambigu
Sedangkan semua lukisanku nyata
Aku masih di jalan ini
Tapaki hati nan terpatri
Pada pemilik tiara cinta
Nan setia jaga asa
#DewaBumiRaflesia_25_07_17
MASIH SAMA
Aku bukan syair nan dikau cari
Aksara nan purnama direnda
Selayak nan dikau damba
Tuk pengisi tiap inci relung ambisi
Aku, bukan purwarupa
Peniup angin nirwana
Penabur benih janji ilusi
Tentang elegi pagi, di taman kasturi
Aku, cuma remah aksara
Nan tak jua usai direnda
Pada seutas kertas usang
Diejapun, samar baying
Pergi saja
Bawa serta baki suci
Sebab, aksaraku tak pantas bertahta
Pada helai tiara maha dewi
#DewaBumiRaflesia_11_04_17
MENYEPI
Aku, sahaya di rimba aksara
Terlunta tanpa juru pandu
Tiada sehelaipun kata direnda
Lidah kelu beribu bisu
Mungkin, tinta enggan meluah
Atau jemari lelah menjamah
Biarkan saja tanpa legenda
Sebab, dipaksapun kan sia-sia
Biarkan, aku di bilik asa
Telanjangi elegi mimpi
Menjamah tiap remah aksara
Setubuhi janji kasturi
#DewaBumiRaflesia_29_04_17
SIANG KITA DI SAHARA
Warna senja belum tentu jingga
Tapi pagi telah pasti jauh pergi
Bawa serta untaian tasbih mimpi
Sisakan remah aksara bertajuk legenda
Mengapa, bejana sama nan kau bawa
Bukankah tiada lagi rongga tersisa
Untuk dapat kuisi
Meski kuperas sari pati hati
Lihatlah jejak telapak
Nan tertinggal di sepanjang sahara
Memang ada noktah tersisa
Kala telapak terinjak onak
Usahlah paksa aku tuk hapus jejak
Sebab mentari kian meninggi
Bawa saja secawan air murni
Penawar dahaga nan mencekik
#DewaBumiRaflesia_26_04_17
DI TITIK PASTI
Menari saja di atas biduk
Ikuti melodi ombak
Aku hanya sahaya renta
Tiada daya di tengah samudera
Kunikmati angin belai mesra
Usap tiap helai rambut
Binar surya saksi setia
Kala ku bercumbu dengan laut
#DewaBumiRaflesia_24_04_17
KASTIL KITA
Kita, sahaya yang terlunta
Terbelenggu di kastil purba lara
Terpajang dalam figura janji
Mengais remah mimpi nan dicuri
Malampun cuma kelam bisu
Enggan tanya dilema nan belenggu
Tuk ukir syair di helai bayu
Agar ia bawa hela napas rindu
Letakan saja dilema di pundak asa
Kan kau lihat di esok pagi
Kastil ini tak lagi sunyi
Ada kita nan renda legenda surga nyata
#DewaBumiRaflesia_06_05_17
PINTA YANG TAK RENTA
Tertatih tubuh ringkih
Merayapi dinding senyap
Dibingkai figura pengap
Bersimbah rerona noktah
Sayap-sayap telah patah
Telapak tanpa jejak
Punah remah tersapu pongah
Sirna daya tuk mengepak
Lirih angin gemerisik
Bawa warta sang belahan asa
Tentang rasa nan diusik
Oleh bulir buah pena
Mengapa
Tak jua bisa lena
Meski selimut setebal rindu
Tak jua lelap di ruang kalbu
Usah kau tabur debu
Ada angin kan bertiup
Lalu netrapun kan terkatup
Hantar langkah tersandung batu
Singkirkan semua benalu
Jangan biarkan tumbuh
Bersemayam di ruang pilu
Jaga cinta tetap bersih
#DewaBumiRaflesia_06_04_17
MENGUSIK ARCA
Mengeja aksara gulita
Bercengkerama tanpa sua
Digerus arus buramnya malam
Tenggelam di angan terdalam
Bisik angin semilir menusuk
Lolong jiwa di lorong kosong
Merayapi dinding malam panjang
Mimpi sunyi usai dicabik
Lafaskan senandung kidung
Usik arca nan tersandera
Agar tak lena di altar duka
Sebab malam kan berujung
Walau diam beribu bisu
Namun aku tahu
Warna kerudung nestapa
Bermanik angkara durja
Mungkin, samar sayup
Sebab, kutitip pada angin bertiup
Namun, tak saru di riuh deru
Karena kidungku, kidung rindu
Udar saja kerudung nestapa
Ulurkan lentik jemari hati
Raihlah mahkota cinta kita
Di singgasana istana kasih kasturi
#DewaBumiRaflesia_08_03_17
KIDUNG KITA
Senandung kidung malam
Semilir angin mengusap daun
Adalah rerona hiasan alam
Nan goreskan tinta kesunyian
Gigil dingin selimut kelam
Namun netra tak jua terpejam
Sayap angan mengepak terbang
Menuju puan kasih tersayang
Kutatap rembulan berbinar
Kusapa lirih dari jendela kamar
Agar dikau sampaikan berjuta kabar
Tentang rindu yang kian berkobar
Sesak dada menahan rindu
Terbayang wajah dan senyumu
Bilakah kita kan bertemu
Memadu asmara biru
#DewaBumiRaflesia_08_03_17
MENGAPA MASIH ADA TANYA
Usah lelah mengutip remah
Bawa jiwa jauh mengembara
Hingga rasa tersulut bara
Lalu goyah ayun langkah
Jangan biarkan waktu berlalu
Tinggalkan duka nestapa
Sedang mimpi masih direnda
Di atas tilam rindu menggebu
Lentera cinta kan tetap menyala
Meski tak seterang binar surya
Namun, takan redup ditiup angin
Hingga kuasa terangi jalan
Ayunkan langkah di jalan kita
Usah gundah kan terinjak onak
Ada aku, pemandu gerak
Menuntunmu hingga ke surga
#DewaBumiRaflesia_16_03_17
REMAH AKSARA
Aku
Bulir syair yang tersingkir
Tercabik dari helai buku
Hanyut dihempas deras alir air
Aku
Remah arca yang tersisa
Nyaris habis jadi debu
Sirna ditelan warna gulita
Aku
Melodi sepi senandung sang bayu
Lelap didekap malam kelam
Sulam mimpi-mimpi suram
Aku
Elegi sepi nan dicuri alibi
Menyisi di tepi permadani
Jadi benalu pilu warnai ambigu
Pupus terhapus parasku
Digilas waktu nan berlalu
Binasa sudah remah aksara
Dikubur dalam pusara purba
Aku
Arwah kekata
Yang sirna aksara
Kan bangkit , hanya untukmu
#DewaBumiRaflesia_19_03_17
USAH KAU USIR SYAIR
Syair hati di elegi mimpi kasturi
Dentingkan dawai melodi sunyi
Gegas meranggas enggan jua terkupas
Tergaris guratan giris di pelipis
Mengapa, kau kemas tetes gerimis
Hingga pupus rerona paras manis
Buka saja, jendela kaca di jiwa
Lihatlah, cakrawala betapa mempesona
Aku, yang merenda rupa aksara
Lukiskan legenda selaksa rasa
Di setiap helai hembus angin
Jelmakan penghuni angan
Sungguh, apakah tak kau rasakan
Bahwa kitalah sang pemeran
Dalam legenda kasih kita
Tanpa akhir cerita
Sungguh, kita di sahara cinta
Dahaga berkerudung dilema
Namun, cinta kita sejati
Hingga surga nanti
#DewaBumiRaflesia_17_03_17
SYAIR YANG TERPENGGAL
Semilir angin senja buai lena
Hembusnya membelai ulu kalbu
Lembut, menjala samudera jiwa
Jatuh, bersimpuh di palung rindu
Merona, warna cahaya mayapada
Lukisan pelangi penghias cakrawala
Kidung ombak mengalun merdu
Sukma rasa bermandikan syahdu
Kepak sayap angan lintasi batas langit
Terbang melayang ke taman surgawi
Hantarkan syair mimpi tak berbait
Buah karya sari pati hati
Lelap, syair mimpi di pelukan cinta
Bertilam permadani sutra asa
Hangat, berselimut jubah asmara
Dalam istana nirwana maya
Entah mengapa ?
Seketika langit gundah gulana
Pekik halilintar mencabik awan
Pecah, hingga remah rintik hujan
Warna mayapada hanya gulita
Lukisan di cakrawala punah terhapus
Untaian syair mimpi sirna makna
Terpenggal garis pemutus
Terpatung, berbalut nestapa
Ratapi sepenggal syair mimpi
Gambaran rupa samudera jiwa
Bertintakan sari pati hati
Biarlah,
Kan kukemas dalam legenda
Kan kurengkuh meski tak utuh
Suatu tanda, syair mimpi pernah kurenda
#DewaBumiRaflesia_05_01_17
ARMADA TAK LAGI DI DERMAGA
Lembayung senja di kaki langit
Semburat cahaya warnai mega
Taburkan rerona ufuk jingga
Surya tenggelam ke dasar laut
Seketika, gulita warnai mayapada
Cakrawala tak lagi perkasa
Gemapun sirna dilarung ombak
Sia-sia meski teriak hingga serak
Angin, hadir berwajah dingin
Sapa asa rupa arca
Diam, dibungkam cadar nestapa
Atau, telah letih mengutip angan
Yang kutahu,
Denting waktu terus melaju
Berotasi pada poros yang sama
Namun, masih jua harus kueja
Biarkan saja,
Serunai badai samudera
Lolongnya, nyaring menggelegar
Sebab, armada tak gentar tuk berlayar
Samudera kan bersahaja
Sebab, musim telah berganti
Lihatlah, armada tinggalkan dermaga
Tuk arungi lautan janji
#DewaBumiRaflesia_03_01_17
BULIR SYAIR KITA
Biarkan, angin nan menghapus
Guratan syair yang kuukir
Pada tiap helai desir semilir
Bila penat kala berhembus
Derai debu tak lagi rupa batu
Menelisik di sudut netra
Pecah membuncah bening telaga
Bukan, bukan karena itu
Geloranya di rongga dada
Ketika syair berwarna jingga
Aksaranya kian meronta
Meski di kubur dalam pusara
Pejamkan saja
Agar netra tak buta
Berkelahi dengan cahaya
Menantang terangnya surya
Aku hanya setetes embun
Tak mampu pupus dahaga
Atau penawar luka menganga
Sejenak kan sirna tertiup angin
Itukah, rupa yang kau kira
Sedang kau tahu rerona asa
Tiadakan usai mengukir syair
Selama darah masih mengalir
#DewaBumiRaflesia_01_01_17
MENANTI SANG BAYU BAWA CERITA
Malam kian lelap di beranda sunyi
Hantar jiwa-jiwa lena ke altar mimpi
Semilir angin lembut merayu
Hingga dedaun tertunduk malu
Aku masih terjaga dalam gulana
Mengeja rasa yang terbungkus kata
Ketika kusapa rembulan di balik awan
Sebab Binarnya buat ku tertawan
Entahlah, usah kau tanya
Mungkin cinta bukan matematika
Hingga tak terukur dengan skala logika
Sebab cinta sari pati samudera rasa
Entahlah, akupun tak tahu
Tanya saja pada cermin kaca
Akan kau lihat rerona air muka
Ketika paras ayu tersipu malu
Sebab, yang aku tahu
Benalu rindu kian bersemi
Penuhi lorong hati
Menjalar di setiap langkah waktu
Entahlah, sang bayu tak bawa berita
Hanya diam tak jawab tanya
Namun aku tahu
Desirnya terbalut jubah rindu
#DewaBumiRaflesia_26_12_16
PAGI YANG TERLEWATI
Tidakah kau rasa
Pesona cahaya surya
Ketika hadirnya di elegi pagi
Menggulung tilam mimpi
Tapi mengapa
Kau masih jua lena
Menghimpun serpihan mimpi
Yang telah hancur terberai
Mengapa,
Tak kau nikmati
Hembusan semilir angin pagi
Yang mampu sejukan asa
Bangunlah
Dari buai syair pendusta
Dari lelapmu di tilam nestapa
Sebab pagi ini begitu indah
Mentari telah meninggi
Namun tak jemu taburkan cahaya
Jangan biarkan mentari pergi
Ukir saja prasati di helai asa
#DewaBumiRaflesia_06_12_16
RERONA RASA
Kasih
Lembayung di ujung senja tadi
Kulihat betapa indah
Meski tanpa lukisan pelangi
Bahkan hingga malam menjelma
Lukisan langit bertabur cahaya
Semilir angin menyapa lembut
Merdu mendayu lagu ombak laut
Di bawah temaram lampu teras
Di atas bale-bale nyaris usang
Berteman alunan tembang lawas
Kubiarkan angan terbang melayang
Andai kau ada di sini
Berdua nikmati secangkir kopi
Bersenandung bersama
Pasti malamku tak hampa
Kasih
Rindu ini menyayat hati
Rasanya semakin perih
Bilakah kan terobati
#DewaBumiRaflesia_29_11_16
MENANTI ANGIN MAMIRI
Senja telah lama sirna
Ditelan malam gulita
Lumatkan warna cahaya
Cuma hitam nan tersisa
Semilir bayu merdu mendayu
Menelisik ruang kalbu
Hantarkan remah rindu
Nan menyesak ulu kalbu
Sejenak, buaiku lena
Dalam senandung kidung
Meski lagunya masih sama
Tentang asa yang menggantung
Sedari senja tadi
Kuberdiri di beranda
Nantikan angin mamiri
Beri jawab semua tanya
Tak henti, mengais arti
Nan tercecer di belukar
Cuma sedikit kumengerti
Kuntum bunga telah mekar
#DewaBumiRaflesia_27_11_16
BAIT MALAM
Genit gemintang goda rembulan
Debur ombak belai pantai
Semilir angin rayu dedaun
Kunikmati meski ku iri
Sedangkan aku
Hanya mampu terpaku
Dalam pekat ketiak malam
Heningnya kian menerkam
Aku masih di sini
Bawa asa nan tak pasti
Mengais remah rapuh
Meski malam kian jauh
Sempat, kutitip rindu
Ketika bayu berlalu
Namun enggan ia bawa serta
Sebab ia tahu, ada sisa tanya
Duhai pencuri hati
Kemana dikau bawa pergi
Sebab cintamu masih gulita
Tak jua mampu kuraba
Duhai sang pematri hati
Jangan buat daku menanti
Ulurkan saja lentik jemari
Lalu kita melangkah pasti
Biarkan saja malam sepi
Biarkan saja ku sendiri
Sebab malam pasti pergi
Namun engkau kan tetap di hati
#DewaBumiRaflesia_27_11_16
SYAIR JIWA TUK SANG JELITA
Kugores syair di helai angin
Dengan tinta kerinduan
Pada raut rupa mempesona
Nun jauh dibentang antara
Rintik rinai menjala malam
Jadikan malam kian muram
Bak rinduku nan mendera
Padamu sang dara jelita
Telah coba kukatup netra
Namun angan kian berkelana
Menjemput belahan jiwa
Tuk terbang ke taman nirwana
Wahai, dara nan buatku gulana
Kau sandera mahkota asa
Kau belenggu sayap nalar
Hingga logika tumbang terkapar
Wahai, dara nan buatku gulana
Kan kulukis legenda kita
Pada figura cinta sejati
Bertintakan sari pati hati
Wahai, dara nan buatku gulana
Kan kusaji di elegi esok pagi
Menu asmara cinta sejati
Dalam mahligai istana kita
SALAM RINDUKU
Selamat malam cinta
Kutitip rindu pada sang bayu
Untuk pujangga jiwa
Yang tak jemu menunggu
Malampun tahu
Benalu rindu di kalbu
Berakar kian menjalar
Tersiram sunyi kian subur
Kubiarkan
Angan terbang melayang
Menembus batas pandang
Bercengkerama dengan awan
Aku masih di sini
Di tengah pulau samudera
Mengais mimpi
Hingga kukemas dalam nyata
Wahai pujangga jiwa
Usah ada gulana
Bila rindumu kian meronta
Akupun sama
Selamat malam cinta
Lelaplah dalam buai alam
Jadikan cintaku sebagai tilam
Suatu tanda aku setia menjaga
#DewaBumiRaflesia_23_12_16
AKSARA DI GULITA
Kuluah diksi elegi mimpi
Pada helai angin mamiri
Kala sua di beranda senja
Sapa aksara rupa arca
Langit, titip hujan pada awan
Bintik rintik, menitik perlahan
Basuh, sisa basah keruh peluh
Kian berat penat tubuh
Kelam, muram sulam malam
Kian legam alam padam
Lelap, lena lara direnda
Hingga perkasa warna gulita
Kutahu, rembulan buram
Coba kucari sebinar sinar
Mungkin tertinggal di belukar
Namun semua telah terpendam
Aku, gamang genggam remang
Nyala lentera telah hilang
Terganggu bayu nan berlalu
Ketika semilir usir debu
Di mana, telapak kan kujajak
Bila gulita tak jua sirna
Sedangkan malam enggan terjaga
Tak ingin telapak menginjak onak
Wahai, rembulan buram
Udarlah kabut kelam
Aku rindu pesona purnama
Agar kubingkai makna aksara
#DewaBumiRaflesia_11_01_17
T A N Y A
Sungguh,
Aku rapuh,
Mengeja remang aksara
Tiada nyala lentera
Bulir syair telah kuukir
Dalam bingkai figura dilema
Namun, kau larung di air mengalir
Hingga pudar warna aksara
Aku gamang dalam remang
Tuk dapat ukir mentari di esok pagi
Tiada daya tuk terbang ke awang
Kau patahkan sayap mimpi
Beri aku cahaya
Meski hanya nyala lentera
Agar dapat kuberi warna
Pada tiap bulir aksara
Sungguh,
Aku takan lelah
Tuk ukir mentari di esok pagi
Meski bulir peluh basahi diri
#DewaBumiRaflesia_12_01_17
ARTI DIRI AKAN JANJI
Sepotong malam telah tersaji
Dalam baki sunyi
Bermanik hiasan kelam
Diiringi kidung binatang malam
Aku yang kian dibelenggu
Berjuta lara juga dilema
Berkalung benalu rindu
Tak kuasa tuk meronta
Meski tapak tanpa jejak
Coba berpijak di jalan bijak
Meniti lorong tak bertuan
Hanya setitik nyala dian
Masih jua kurangkai aksara
Meski tinta nyaris habis
Agar cerita tanpa rekayasa
Hingga legenda tak dihapus
Entahlah
Apakah diri masih berarti
Ataukah
Hanya tumbal ambisi
Aku masih tangguh berdiri
Beri bukti jati diri
Bahwa aku punya ciri
Tahu akan arti janji
#DewaBumiRaflesia_22_10_16
ANUGERAH MAYA
Anugerah cinta ..
Yang jatuh di beranda
Ketika tinta yang kupunya
Hanya warna dilema
Syairmu
Mengalir ke lubuk kalbu
Hingga buatku tenggelam
Ke palung rindu terdalam
Ku biarkan
Hati ini terpenjara
Dalam bingkai cinta maya
Sebab rindukupun bukan buatan
Damailah..
Wahai cinta mayaku
Dalam alunan kidung rinduku
Walau antara jadi pemisah
Meski suatu hari nanti
Kita harus mengerti
Bahwa cinta tak harus memiliki
Namun, nikmati saja rasa ini
Yang kutahu
Rindu kita terus bertalu
Alunkan kidung syahdu
Diiringi melodi cemburu
#DewaBumiRaflesia_25_10_16
APA LAGI YANG KAMU DUSTAKAN?
Lihatlah manusia dan hewan....
Yang telah diciptakan....
Gunung yg ditinggikan...
Laut yang diluaskan...
Bumi yang dihamparkan...
Tanaman disuburkan...
Jangankan kau ingkarkan....
Tinggalkan untuk menduakan...
Taqwa penuh keyakinan...
Pada Alloh sang pencipta umat sekalian...
Istiqomahlah kalian
Dengan tauziah dan pengajian
Tilawah Alquran
Carilah rejeki yang telah ditebarkan..
Namun ingatlah slalu jangan lupakan...
Diantara rejekimu ada sebagian...
Rejeki orang lain yang membutuhan ...
Pada anak yatim berilah bantuan...
Pada saudaramu yg belum berkecukupan ....
Insyaalloh kamu dalam keberkahan
Selalu dalam kecukupan ...
Sesuai kebutuhan...
Bukan karena keinginan ...
Jauh dari bencana dan kesulitan ...
Akrab dengan kesayangan
Sehat wal afiat kan dapatkan
Amin yra serahkan pada Tuhan
BERTABIR ALIBI
Tidakah kau rasa
Ketika sang bayu menyapa
Semilirnya kadang tak menentu
Namun selalu kita tunggu
Atau ketika rembulan purnama
Cuma hadir sesaat saja
Namun selalu kita puja
Sebab indahnya mempesona
Lalu...
Ada apa dengan cintaku
Yang kau anggap semu
Sedang rinduku kian bertalu
Ataukah tidak kau rasa
Makna cinta yang kuberi
Pada tiap bait hari-hari
Yang kusaji sepenuh jiwa
Mungkin, engkau telah jemu
Hingga kau cari jalan tuk pergi
Dengan berjuta warna alibi
Agar aku, tak lagi jadi benalu
Pergi sajalah
Usah kau banyak berkilah
Aku hanya manusia bodoh
Yang tak pantas kau rengkuh
Agar engkau tahu
Aku masih seperti dulu
Mengais mimpi tuk elegi pagi
Tak beranjak dari beranda sunyi
#DewaBumiRaflesia_06_11_16
CELOTEH MALAM
Coba kutitip aroma asa
Pada celah semilir bayu
Beserta gulana remah arca
Yang tersisa dalam figura lalu
Berdiripun, aku masih limbung
Nanar nyaris terhuyung
Masih jua coba ku eja mimpi
Hingga malampun beranjak pergi
Remah jejak telapak
Yang tersisa di jalan menanjak
Coba kuhimpun dalam baki sunyi
Masih gamang tuk kuberi arti
Sudahlah
Malam telah lelah
Menabur benih mimpi
Mari, melangkah di elegi pagi
#DewaBumiRaflesia_07_11_16
MALAMKU DI PULAU ENGGANO
Aku yang gulana
Dihimpit ketiak malam
Terdampar di pulau belantara
Netrapun enggan terpejam
Jerit jangkrik, irama sepi
Seperti nyanyian hati
Yang mengasingkan diri
Melangkah tembus batas ilusi
Aku berdiri di atas nyata
Bersimbah peluh tubuh
Ditikam samurai asa
Masih jua kuayun langkah
Coba kutanya sanubari
Kemana lagi mimpi kucari
Bahkan hingga ke pulau rimba
Langkah inipun telah tiba
#DewaBumiRaflesia_04_10_16
RINDU TERLARANG
Ini rindu apa
Hingga menyesak rongga dada
Menembus lorong sunyi
Yang lama telah ku kunci
Aku tak ingin gali pusara
Yang ku kubur di ujung purba
Sebab rindupun tiada guna
Engkau telah berpunya
Biarkan rindu ini miliku
Jangan lagi milik kita
Kan kunikmati dalam beku
Agar rindu bukan petaka
Salam cinta untukmu
Yang pernah bersama rajut asa
Yang pernah bersama nikmati remang lentera
Biarkan saja rindu ini membeku
#DewaBumiRaflesia_06_10_16
RINDU BAYANG SEMU
Desah napas itu
Ingin kukubur dalam pusara
Agar sirna benalu rindu
Nan belenggu ruang asa
Engkau
Tuangkan arak di cawanku
Telah kutenggak tak tersisa
Buatku mabuk sirnakan logika
Di setiap hela napasku
Adalah aroma kerinduan
Pada gelora desah napasmu
Yang kian buai jiwa hampa
Ingin
Kusertakan pada angin
Agar rindu ini pergi
Tinggalkan ruang hati
Namun
Kian erat cengkeram mengikat
Samarkan ruang impian
Hingga logika kian tersesat
Nikmati saja irama dawainya
Lalu menari sesuka hati
Biarkan rasa kian mengembara
Agar sanubari tak dilukai
Menyanyilah
Meski hanya kudengar lirih desah
Aku akan lena jua
Sebab logika telah terpenjara
Deru napas ini
Masih deru rindu netra buta
Pada bayang fatamorgana
Yang hiasi dinding mimpi
Rinduku
Masih miliku
Masih milik kita
Surga kita akan nyata
#DewaBumiRaflesia_08_10_16
DAWAI MALAM BURAM
Giris gerimis jatuh di ujung senja
Kian terbirit mentari pergi
Tinggalkan semesta nan beranjak gulita
Sedang tinta, belum usai disemai
Ku suguh penat pada malam
Karya elegi siang tadi
Ketika asa mengeja mimpi
Agar esok bukan legenda buram
Masih cerita sama
Ketika malam kian buta
Hanya gulita berkerudung sepi
Hantarkan angan pada illusi
Kerinduan ini telah purnama
Dentingnya kian nyaring
Menggema di lorong jiwa
Bergemuruh nestapa di pulau asing
Cuma pejamkan netra
Mantra sakti pelipur duka
Harapkan lena dibuai mimpi
Biarkan malam menuju pagi
Aku, masih di sini
Merajut hari-hari
Entah, apa nan kubawa serta
Mungkin asa, bersorban nestapa
#DewaBumiRaflesia_11_10_16
DILEMA DIMALAM GULITA
Ku titi temali asa di atas mega
Ketika rinai jatuh di beranda
Lidah halilintar pecahkan sunyi
Hingga mimpi beranjak pergi
Coba kuukir rembulan buram
Dengan tinta yang tersisa
Selepas kuukir pelangi senja
Agar malamku tak lagi kelam
Sejenak kunikmati rona purnama
Hingga lenaku bermandi cahaya
Hangatnya bakar ruang illusi
Tak ingin ku akhiri
Entah apa bisik angin
Rembulan sirna dibungkus awan
Malampun kian gulita
Sedangkan aku, masih terjaga
Tak jera, mengais di sela mega
Mencari setitik cahaya
Meski rembulan sirna rupa
Kan kurengkuh, dengan karsa
Pulanglah wahai rembulan
Pada titik muara impian
Kan kuukir dengan tinta asa
Yang kutuang dari lubuk jiwa
Hanya aku pelukis maya
Yang mampu warnaimu
Bahkan ketika malam kelabu
Sebab, warnaku adalah cinta
#DewaBumiRaflesia_14_10_16
MALAMKU DI PULAU ENGGANO
Part 2
Beku malamku
Terjaga di himpit ketiak sunyi
Anganpun kian mengembara
Menembus lorong mimpi
Sendiri di antara nada dengkur
Jiwa-jiwa yang lena
Dibuai jagad gulita
Dalam raga yang lelap terbujur
Aku masih di pulau samudera
Jauh dari bising teriakan kota
Tiada satupun sanak saudara
Cuma asa yang turut serta
Sedang rindu kian bertalu
Guncangkan samudera jiwa
Separuh kutitip lewat bayu
Sebatas sapa tanda cinta
Lihatlah, aku masih terjaga
Seperti rapuhnya jemari
Namun tak henti mengukir karya
Agar mimpi tak dicuri
#DewaBumiRaflesia_11_10_16
MELARUNG CELOTEH
Laksana tiada usai
Kau eja aksara buta
Nan tertoreh di ujung pantai
Padahal, sekejap akan sirna
Apakah tiada kau dengar
Gelombang di samudera jiwa
Derunya taklukan pekik halilintar
Membahana, bergelora
Coba kau buka mata hati
Pasti kan kau temui
Rerona sanubari
Bahwa cintaku murni
Tidakah kau rindu
Pada keindahan illusi
Yang kusemai di pulau kasturi
Ataukah engkau telah jemu
Sungguh
Bila hati ini tersaji utuh
Meski remang tuk kurengkuh
Tapi, tak kuasa tuk menjauh
Lenalah, dalam buai syair asa
Karena mimpi masih direnda
Usah ada benalu ragu
Detak nadiku, kidung rindu
Jangan biarkan lara berkelana
Kubur saja dalam pusara
Sebab ia kan membatu
Lalu aksara jadi tak menentu
Damailah
Dalam dekap hangat rinduku
Sebab rinduku tiadakan punah
Kan abadi hingga ujung waktu
#DewaBumiRaflesia_19_10_16
SELAMAT PAGI CINTA
Teriak sang jantan di atas dahan
Usir mimpi-mimpi yang menepi
Sang fajar buka jendela pagi
Beri jalan pada karya yang tertahan
Selamat pagi dunia
Kusapa dengan segenap asa
Semoga hari ini lebih bermakna
Sebab karya kan tetap direnda
Selamat pagi sahabat
Kalian adalah insan-insan hebat
Yang mampu beri warna
Mengukir nyata pada semesta
#DewaBumiRaflesia_17_10_16
LELAH
Lelah
Mengeja bulir asa
Didera gerimis mengais tanah
Pudarkan benderang cahaya
Entah apa rupa rasa
Ketika lisan enggan ujar kata
Teramat penat tubuh rapuh
Jiwapun ikut gundah
#DewaBumiRaflesia_20_10_16
ARCA DILEMA
Aku tenggelam, di bulir embun
Terseret ke palung angan
Sirna rupa meski benderang
Walau, wajah tak bertopeng
Apakah masih tersisa....?
Remah syair penghuni jiwa
Sedang, dawai masih dipetik
Hingga berdarah jemari lentik
Tuangkan saja, secawan arak
Sampai habis, kan ku tenggak
Agar aku lelap kala kau dekap
Agar tangismu hilang ratap
Gantung saja resah itu
Di atas pucuk bambu
Agar riang, ia bergoyang
Dihembus angin yang datang
Agar tak seperti aku
Bergeming meski kaku
Hingga lidah turut kelu
Lalu rasa ikut beku
#DewaBumiRaflesia_21_09_16
ARWAH CINTA
Denting melodi rindu
Menggema bertalu
Bergumul di antara deru bayu
Gigilkan sukma terbeku
Aku masih di lorong gulita
Nyala lentera telah sirna
Cuma lolong pilu
Serta gulana membelenggu
Debur ombak di ujung pantai
Rembulan yang purnama
Kian bawa ke alam duka
Ketika cinta hanya ilusi
Aku masih terpatung
Di keheningan yang menyayat
Bergemingpun aku limbung
Tak kuasa udar temali pengikat
Aku masih di sini
Meski busur tiada lagi panah
Meniti onak juga duri
Di atas bumi yang terbelah
Lenyapkanlah aku
Sebab jiwa ini beku
Cuma raga berbalut renta
Tapaki langkah terlunta
#DewaBumiRaflesia_20_09_16
NOKTAH MALAM
Gemintang di langit buram
Mengintip wajah malam
Yang terhuyung menggapai pagi
Bawa sunyi merayap pergi
Bulir mimpi telah disemai
Lelapkan jiwa-jiwa dahaga
Pelita-pelita masih menyala
Masih jua mimpi menepi
Angin, sapa aku di beranda
Usai ia usik dedaun
Ku hanya diam, tak ingin bicara
Sebab kata, bukanlah hiasan
Hamparkan saja, binar pandang
Pada kelamnya jalan berlubang
Sebab malam kian buta
Tak ingin langkah terlunta
Lihat saja aku
Masih kutip serpihan asa
Meski dicambuk rupa nestapa
Tak sirna digilas waktu
Meski ingin, kuberlari
Hingga ke kutub utara
Tuk tinggalkan bulir mimpi
Namun karsa, enggan cidera
#DewaBumiRaflesia_22_09_16
NALAR BINAL
Mengapa harus kutanyakan pada rumput yang bergoyang.......?
Sedangkan irama jiwamupun telah dapat aku baca.
Jangankan satu kalimat...
Satu katapun tak akan mampu kau dustai aku...
Sebab selalu kuhitung tiap denyut nada nadimu.
........
#DewaBumiRaflesia_03_08_16
PASRAH TAPI TAK RELA
Udar saja
Temali pengikat hati
Bila engkau tersakiti
Mungkin, cintamu sudah sirna
Bunuh saja
Bunga-bunga di taman rindu
Bila engkau telah jemu
Mungkin, yang ada hanya angkara
Meski telah kugantung asa
Di puncak langit jingga
Namun, aku insan biasa
Ada kala, aku tiada daya
Sungguh
Aku akan rapuh, lalu punah
Bila cinta kita
Kau kubur dalam pusara
#DewaBumiRaflesia_06_08_16
HENING KERINDUAN
Akulah hening itu
Yang merayap di dinding malam
Lalu terkapar tak bertilam
Ditikam rindu yang menggebu
Akulah hening itu
Yang berkelana dengan bayu
Menghitung deretan mimpi
Ketika hati telah dicuri
Akulah hening itu
Yang merayu rembulan buram
Agar malam tak lagi kelam
Sebab langit sudah tak biru
Akulah hening itu
Yang menelisik relung kalbumu
Agar sirna beribu tanyaku
Masihkah kau rindukan aku
#DewaBumiRaflesia_10_08_16
LENTERA KACA
Sekeping hati kusaji pada gulita
Ukiran paras cinta hiasi mimpi
Lukisan asa pengisi figura dilema
Tak lelah kugores tinta janji
Meski hanya lentera kaca
Penerang dalam gulita
Namun bisa engkau eja
Rupa warna lukisan nyata
Dinding-dinding sunyi ini
Bukanlah batas tepian mimpi
Sebab lentera renda cahaya
Untuk kau baca tanpa kacamata
Sejengkal, menuju sehasta
Kian nyata warna lukisan asa
Masihkah tersisa gundah
Akan tinta yang kuluah
Terjawabkah berjuta tanya
Yang merajam ulu mimpi
Yakinkan, kitakan berdiri di elegi pagi
Ayunkan langkah pasti dalam nyata
#DewaBumiRaflesia_09_08_16
SAPAKU PADA CINTA
Salam pagi cinta
Ketika ku terjaga
Sempat kulihat malam
Berkemas melipat tilam
Mentaripun hadir menggusur kelam
Penghuni mimpi terbirit pergi
Riang lolong jantan bangunkan alam
Pucuk kuncup mulai bersemi
Sempat kupinta dalam doa
Ketika simpuhku di atas sajadah
Agar hari-hariku indah dalam berkah
Berikan makna untuk yang kucinta
#DewaBumiRaflesia_11_08_16
TANPA RUPA CAHAYA
Terperangkap, di lorong gulita
Kian pekat, berselimut kabut
Terus berlari, mencari cahaya
Meski asa, didera penat
Aku, sirna raut rupa
Lolongpun, sudah tak gema
Cuma mengais, dalam ringis
Tuk mengubur, giris tangis
Entah apa, warna senja
Ketika aku, masih di sini
Terpenjara, di kastil purbalara
Terbelenggu, dalam jeruji sepi
Aku, ingin terbang
Menembus, batas langit
Tuk memetik, binar gemintang
Agar udar, selimut pekat
#DewaBumiRaflesia_19_08_16
MENANTI ELEGI ESOK PAGI
Adalah cinta
Yang menyapa dalam gulita
Yang memeluk mesra dengan rasa
Curahkan segenap asa dalam lorong hampa
Dalam bait puisi-puisi janji
Adalah napas bayang kelam
Mimpi-mimpi kian ditikam
Dalam semu eja illusi
Kemas saja puing-puing dilema
Benamkan ke dasar samudera
Lalu terbang bersama angin utara
Hinggaplah pada jiwa membara
Meski temaram
Ada jua nyala lentera
Meski esok sudah tak guna
Sebab siang kan gantikan malam
#DewaBumiRaflesia_01_07_16
BULIR EMBUN PADA SEKUNTUM KUNCUP
Ku semai embun di malam buta
Pada kuntum bunga milik dewa pujangga
Ketika kuncupnya tanpa syair buai lena
Reguk saja bulir embun penawar dahaga
Desir angin goyahkan resah
Sedangkan dahan kian rapuh
Lenggoknyapun nyaris patah
Suatu tanda pohon lemah
Bentangkan saja kelambu kalbu
Halau bayu nan tiba merayu
Agar kuntum tak jadi layu
Lalu sirna dihembus bayu
Ku titipkan pada malam rupawan
Jaga mahkota bunga tetap sempurna
Agar ku petik di taman senja
Ketika mekarnya indah menawan
#DewaBumiRaflesia_28_06_16
UNTUKMU
Engkau....
Yang terus menari di setiap sudut sorot mataku
Seperti tak lelah ku eja tiap untai katamu
Hingga jiwa ini kian dahaga
Akan tetes embun penyejuk asa
Engkau...
Jangan biarkan ada lagi ragu jadi benalu
Entah tentang apapun itu
Sebab semua telah ku saji
Pada secawan sari pati hati
Biarkan, cerita ini sepi
Tapi riuh dalam gemuruh sanubari
Menggema dalam lorong gulita
Laksana kumandang takbir dihari raya
#DewaBumiRaflesia_07_07_16
DI UJUNG MALAM
Malam...
Dalam sepimu masih setia ku temani
Ku tak perduli seberapa lama waktu ku lalui
Detik demi detik ku biarkan beranjak pergi
Ku biarkan tiada mimpi malam ini
Malam
Andai sejenak saja ku bisa lena
Di atas tilam yang ku renda
Dengan tetes peluh dan air mata
Entah mengapa aku tak bisa
Malam...
Rembulan yang kau gantung di langit jingga
Telah ku lukis dengan aneka warna
Binarnya yang jatuh di beranda
Meski temaram, namun nyaris purnama
Malam
Apakah aku salah
Bila rembulan yang dulu separuh
Lalu ku lukis dengan segenap asa
Kini ia nyaris purnama
Malam
Gulitamu kan beranjak sirna
Aku masih berdiri perkasa
Menuju elegi pagi
Merenda nyata, bukan mimpi
#DewaBumiRaflesia_09_07_16
REMBULANKU
Aku terperangkap di langit jingga
Mengepak sayap-sayap patah
Ketika gerimis mengais tanah
Didera awan yang kian gulita
Ketika hujan telah reda
Rembulanpun berseri kembali
Taburkan rerona cahaya purnama
Binarnya indah menawan hati
Aku tak ingin pergi
Biarkan aku di sini
Bercengkerama dengan angin mamiri
Aromanya semerbak wangi kasturi
Sementara, terbangku kian meninggi
Mencari arti deretan mimpi
Hantarkan asa pada nyata
Agar dilema tak lagi direnda
Biarkan, ku rengkuh rembulanku
Kan ku benamkan di dadaku
Usah lagi ada benalu
Apalagi hendak kau ganggu
#DewaBumiRaflesia_11_07_16
SALAM PAGI
Masih jua tersisa
Serpihan gulana
Meski telah ku benam
Dalam lelap tadi malam
Diri ini telah ku cuci
Dengan dingin embun pagi
Namun tak jua luntur
Resah yang membentur
Ku coba sapa mentari pagi
Seperti kicau burung kenari
Agar pagiku terasa indah
Tak ingin pagiku gundah
Entah mengapa
Angkara enggan sirna
Pada remah guratan aksara
Yang sempat mengusik netra
Biarlah, lupakan saja
Agar jiwa tak terdera
Sebab mentari masih pagi
Kan ku nikmati elegi hari ini
#DewaBumiRaflesia_14_07_16
PELANGI DI CAKRAWALA SENJA
Rerona raut rupa
Umpama pelangi di ujung senja
Kamuflase buah karya bias cahaya
Cuma hiasan mayapada seketika
Entah, dari sudut netra mana
Kau lempar buah selayang pandang
Sebab, pesonanya tak kan sama
Sejauh mana kau ukur baying
Usah jadikan sebab, cinta atau angkara
Ketika pelangi taburkan pesona
Karena pelangi akan mati
Ketika mentari beranjak pergi
Aku adalah rupa fana
Beri arti cinta sepenuh jiwa
Hapus derai tangis di pelipis
Di figura nyata kan kulukis
#DewaBumiRaflesia_15_07_16
DAWAI MALAM
Dawai malam, lembut dipetik angin
Kidungnya merayapi dinding kelam
Suhu raga terbungkus dingin
Sedangkan bara rasa tak jua padam
Kususuri tapak telapak malam
Teramat jauh tuk kutempuh
Lalui lembah ngarai, tebing curam
Namun langkah terus kukayuh
Masih, kumeronta dalam penjara jiwa
Mimpipun turut disandera
Dalam jeruji kastil sepi
Meratap hati di balik tembok elegy
Coba kukais remah rindu
Yang tertinggal pada syair pilu
Yang tersisa pada sekuntum bunga
Yang terpancar pada cahaya purnama
Di mana, kurebahkan raga renta
Sebab tembikar masih direnda
Biarlah, kucoba pejamkan netra
Meski bisik berisik ganggu telinga
Di sini
Bertilam illusi
Mencari arti pada berjuta tanya
Meski samar bayang nyata
#DewaBumiRaflesia_15_07_16
CELOTEH SENJA
Adakah menjadi naif bila mentari enggan selimutkan cahaya pada bulan?
Sedang rindu padamu bukanlah yang terlarang
Tanyakan pada hening malam
bahwa rasa yang tenggelam pada semudera pesonamu
Adalah asa yang tak pernah pupus
#Dewa_Bumi_Raflesia
MERPATI DI RIMBA PURBA LARA
Duhai gerimis manis
Ku sangka malam ini purnama
Ternyata hujan datang menyapa
Girisnya bersama ringis tangis
Duhai angin mamiri
Coba tanya sang merpati
Mengapa tak jua lelah
Mengepak sayap-sayap patah
Katakan padanya, sudahlah
Mengais serpihan puing-puing arca
Di lorong gulita kastil purba lara
Sebab, kan gali pusara gundah
Duhai sang merpati hati
Usah lagi hendak direnda
Jejak telapak yang tersisa
Terbang saja ke taman kasturi
Ada aku disini
Berdiri genggam embun pagi
Tuk sirami elegi pagi
Merajut berjuta mimpi
#DewaBumiRaflesia_17_07_16
MENANTI ANGIN MAMIRI
Wahai angin
Aku rindu bisikmu di hening malam
Lembut semilirmu menyapa daun
Hingga terpana rasa dalam diam
Ketika kidung sunyi menjala gulita
Jiwa-jiwa mulai dilena mimpi
Sedang aku masih terpaku di beranda
Menanti sapa angin mamiri
Dinding malam dirambat pekat
Lolong jangkrik lirih menyayat
Berkelahi hati di rimba kelana
Ketika asa didera karsa
Akan ku petik badai
Lalu, ku kubur dalam pusara
Agar tiada daun nan terberai
Hingga ku semai embun di malam buta
Wahai angin
Dendangkanlah kidung penawar sepi
Agar ranting turut menari
Hingga bunga melenggok anggun
Wahai angin mamiri
Sapa aku nan tegar menanti
Bersama malam meski sepi
Menghitung bulir-bulir mimpi
#DewaBumiRaflesia_12_07_16
PESONA PURNAMA
Ah, selalu saja begitu
Taburkan cahaya sesaat saja
Lalu sirna ditelan gulita
Hilang musnah digilas waktu
Masih jua
Tak jemu kumencari
Mengais mega-mega
Hingga ke puncak langit alibi
Coba kau lihat tanpa kaca mata
Redup redam Cahaya lentera kaca
Di atas biduk, di tengah samudera
Meski goyah, tetap menyala
#DewaBumiRaflesia_25_07_16
USAH TANYA TENTANG CINTA, USAH RAGU TENTANG RINDU
Mengapa tak kau tanya
Pada bayu yang berlalu
Mengapa ia tak lelah jua
Menyapu bulir-bulir debu
Mengapa tak kau tanya
Pada ombak yang bergulir
Mengapa ia tak lelah jua
Menyisir butir-butir pasir
Mengapa ada tanya
Tentang cinta yang kupunya
Andai engkau tahu
Rindu ini kian menggebu
Cinta ini akan sirna
Bila angin tak lagi menyapa
Rindupun turut usai
Bila ombak enggan ke pantai
#DewaBumiRaflesia_30_07_16
ASMARA DI TAMAN CINTA
Pada bayu yang berlalu
Mengapa ia tak lelah jua
Menyapu bulir-bulir debu
Mengapa tak kau tanya
Pada ombak yang bergulir
Mengapa ia tak lelah jua
Menyisir butir-butir pasir
Mengapa ada tanya
Tentang cinta yang kupunya
Andai engkau tahu
Rindu ini kian menggebu
Cinta ini akan sirna
Bila angin tak lagi menyapa
Rindupun turut usai
Bila ombak enggan ke pantai
#DewaBumiRaflesia_30_07_16
ASMARA DI TAMAN CINTA
Mentaripun tersipu malu
Bergegas pergi tuk sembunyi
Ataukah memang iri
Saksikan kita yang tengah bercumbu
Di ujung senja yang nyaris hilang
Terpojok cinta kita di taman bunga
Mengumbar canda riang
Aroma bunga-bunga rindu semerbak menyapa
Biarkan, mentari mengintip di balik bukit
Rindang pohon jadikan sekat
Agar ia tak umbar saembara
Tuk pisahkan asmara kita
#DewaBumiRaflesia_28_07_16
JAMPARING PEUTING
Nalika angin ngadalingding
Mapay peuting anu jeumpling
Tembang kasono ngahariring
Tur ka panutan anu anggang
Jamparing asih ngeunteup manah
Teuteub Anteub, nanyceub pageuh
Nanyjeur asih meungkeut deudeuh
Duh..anjeun nu janteun impleungan
Tos teu wasa rasa nandangan
Mugia katrsna janteun nyata
SEPENGGAL ASA
Ku masih berdiri
Di bawah rotasi
Terhuyung limbung didera masa
Musnah sudah gagah perkasa
Coba ku tanya
Pada binar mata asa
Samarnya nyaris buta
Sebab warna elegi sia-sia
Ah...
Malam juga temaram
Namun sempat biaskan cahaya
Rerona rupa rembulan buram
Meski sepenggal,tetap indah mempesona
Awan saja nan genit menggoda
Biarkan saja
Sejenak ia pasti sirna
Sebab rembulan pasti purnama
#DewaBumiRaflesia_05_06_16
KESAMBET
Bilakah usai
Bila kau kunci dalam semedi
Sementara aksara masih direnda
Maka dilema nan menyapa
Hempaskan saja
Dalam alunan kidung mesra
Atau guratan mata pena
Hingga angkara tak tersisa
Sirna digilas roda masa
Lalu renda benang mimpi,jadikan elegi permadani
#DewaBumiRaflesia_06_06_16
DI UJUNG JUANG
Aku tak harap kau bentangkan karpet merah di sepanjang jalanku,atau kau hamparkan permadani sebagai tilamku. Yang aku mau,kau mampu beri warna pada mahkota yang tengah kurenda,serta beri arti pada singgasana yang tengah kutempa.
#DewaBumiRaflesia_10_06_16
LELAH
Senyananya.....
Akulah utusan Sang Hyangwidiwasa
Pembawa aroma nirwana jiwa
Pengganyang resah gundah gulana asa
Pelukis hati di figura cinta
Pemberi rerona indah pada tiap detik putaran masa
Namun,mengapa....
Kau rengkuh sukma tak beriba
Seakan hendak engkau bawa
Jiwa raga menuju candradimuka
Dengan belenggu angkara ku terdera
Dalih setia mantra pembayun sukma
Suatu tanda,tak pernah kau eja
Helai demi helai legenda kita
Bahwa aku,tiada tumpahkan noda
Cukup sudah....
Aku telah lelah...
#DewaBumiRaflesia_13_06_16
SURAT JIWA
Kasih....
Tak ku temukan jejakmu di sepanjang untaian mimpi - mimpi yang ku renda pada setiap helai malam.
Sementara kidungmu kian terdengar merdu merayu, mengajak kalbu tuk memburu tiap hela napas cintamu.
Hingga ku tiada henti berlari mencari tiap keping puing ilusi yang terberai oleh janji seribu misteri.
Kasih....
Kemana harus ku mencarimu,sementara giris gerimis menetes basahi sepanjang jalanku di atas lembah ngarai terjal dan berliku yang semakin licin bertabur onak serta duri.
Kasih.....
Kan ku beri tanda pada setiap detak jantungmu,agar mudah ku eja tiap untai rasamu yang samar dalam remang cahaya cinta. Agar ku tak gamang menjalin temali kasih yang tak jua usai ku renda,meski kadang limbung bimbang tuk beri warna pada tiap titik syairnya.
Kasih....
Setiap denyut nadimu adalah arti sunyi belai lembut kasihmu, yang kurasa di hamparan samudera jiwaku.
#DewaBumiRaflesia_13_06_16
SAKLAR SAKRAL
Aku berbisik diantara gemerisik dedaun diusik
Oleh bayu berlalu mengusir bulir pasir
Sang surya masih murka dengan teriaknya yang terik
Tak jemu ku pacu adrenalin hingga desah desir
Seketika,hampa udara di rongga rasa
Biliknya sepi berselimut gulita
Entah kemana penghuni mengembara
Mungkin,berkelana berteman angkara
Rapuh runtuh lentik jemari kutip giris gerimis
Renta rasa tak kuasa meronta bawa serta tangis meringis
Kala luka makin dikais
Hingga legenda kian tragis
Bila tak kuasa
Tuk dikunci di lemari kaca
Atau dibuang lewat jendela
Namun bisa,disapa dengan canda tawa ria
#DewaBumiRaflesia_12_06_16
MENYULAM DALAM TEMARAM
Malam gulita
Masih jua buta kala coba ku eja
Bias paras rerona air muka
Bertabir dilema tanya fatamorgana
Malam gulita
Kala ku terbang ke langit jingga
Kau beri tahta di singgasana maha
Hingga ku percaya dewa asmara sudah dewasa
Malam gulita
Aku tak bermimpi rembulan purnama
Namun,jangan kau biaskan malam dengan temaram
Agar sunyi tak jadi mencekam
Malam gulita
Aku sangat perkasa jadi lakon drama
Namun karsa mampu rapuh hingga punah
Sebab jiwa untaian rasa tak berbongkah
Malam gulita
Apakah engkau penabur embun ?
Yang setia menyemai pada semesta
Lalu,kau biarkan bulirnya berserakan
Malam gulita
Bukankah kau sembunyikan hujan pada mega
Mengapa tak kau tumpahkan segera
Pada salah satu sudut mayapada
#DewaBumiRaflesia_11_06_16
MENGAPA ADA TANYA
Beta....
Rupa nyata,bermahkota fana
Terbelenggu alfa,berlumur noda
Terbingkai nyata,lukisan asa
Terbalut raga renta, rerona jiwa
Beta...
Tiada kuasa tuk genggam mayapada
Cuma setitik embun karya,buah daya upaya
Cuma sehasta karsa,jarak pandang yang bisa ku eja
Cuma jemari ringkih pemahat asa,senjata yang ku punya
Mengapa...
Belahan jiwa tak jua usai akan dahaga
Berjelaga ditelaga surga yang ku punya
Yang ku tuang dari sari pati rasa
Ku tak perduli,meski sukma ini nestapa
Yakinlah..
Asa ini tiada kan henti ku kayuh
Meskipun peluh berubah darah
Meskipun sukma raga di tindih gundah
Sebab,tiada ku miliki kamus pasrah
Pahamilah
Sukma raga ini rapuh
Seketika ia mampu runtuh
Lalu,remah hingga musnah
Usah dera dengan berjuta tanya
Hanya akan kais dilema
Biarkan mengalir apa adanya
Sebab,muara bengawan pada samudera
#DewaBumiRaflesia_16_06_16
HENING
Kala ku jamah deretan aksaramu
Cuma bisu laksana bayu berlalu
Laksana enggan jawab sapaku
Ataukah ragu jadi belenggu
Aku masih terpatung di antara
Sembunyi di balik tirai angkara
Hingga usang digilas roda masa
Meski untaianmu bertabur pesona
Namun tanyaku tak jua sirna
Apakah itu hanya pelipur lara
#DewaBumiRaflesia_19_06_16
RINDUKU
Ibu
Mungkin, masih bisa aku hadang
Tetes duka dari sudut telaga mata
Namun, gelombang rindu kuat menerjang
Menyesak di ruang dada
Ibu
Mestinya, aku hadir bersimpuh di kakimu
Harapkan berkah serta ampunan dosa
Di pagi fitri yang kan tiba segera
Namun, selalu waktu jadi belenggu
Ibu
Jarak kita dihitung peta
Jumpa kita hanya lewat suara
Namun, kasihmu selalu aku rasa
Meski diri berlumur alfa juga noda
Ibu
Maafkan aku anakmu
Yang menjauh dari pandangmu
Yang tengah mengukir jati diri
Berharap diri lebih berarti
Ibu
Meski tangisku tiada arti
Namun rinduku menyayat sanubari
Belai saja bayu yang berlalu
Aku akan rasakan belaian itu
Dari "Tiga serangkai"
Terlahir dari seorang IBU
MERENGKUH ASA
Merengkuhmu
Dengan segenap jiwa
Dalam alunan kidung syahdu
Ketika semilir bayu menyapa
Ketika gemuruh ombak di samudra asa
Menghempas lara hingga ke dasar palung nestapa
Maka, hanya cinta yang mampu merengkuh
Selamatkan asa agar tak musnah
Damailah
Dalam dekap hangat rerona cinta
Meski dalam jerat benang merah
Sebab, merontapun akan percuma
Genggam saja
Temali hati yang tengah direnda
Meski dalam jeruji sepi
Sebab, kan tiba jua pada elegi pagi
Yakinlah, bahwa
Mayapada kan ronakan cahaya
Semerbak aroma bunga di taman senja
Ketika nyata tak lagi asa
Lenalah
Dalam denting dawai kidung bayu
Dalam buaian mimpi-mimpi indah
Dalam dekap segenap kalbu bertalu
#DewaBumiRaflesia_25_06_16
BUKAN AKU
Bukan....
Bukan aku yang kau sakiti
Tapi hatimu sendiri
Sebab cintaku murni
Nyata tanpa basa-basi
Bukan
Bukan aku yang meminta
Kau yang telah berdusta
Hembuskan angin surga
Bukan
Bukan aku yang kau mau
Aku saja yang tak tau malu
Bukan
Aku bukan permainanmu
#DewaBumiRaflesia_24_06_16
MENGEJA ASA PURNAMA
Aku rindu cahaya purnama
Kala binarnya jatuh di telaga
Bentangkan rerona raut rupa
Pesona cahaya empunya aksara
Malampun diam seribu kata
Semilir angin tak lagi gulana
Desirnyapun masuk lewat jendela
Ketika syair jadi legenda
Mari berdiri pada altar janji
Agar lena bertilam permadani hati
Lalu kunci diri dalam jeruji kasturi
Ketika usai mimpi dicuri
Rentangkan saja sayap illusi
Agar terbang kian meninggi
Genggam erat temali mimpi
Lalu ikat pada elegi pagi
#DewaBumiRaflesia_26_06_16
AKU DAN MALAMKU
Sepi, menyusuri lorong malam
Sendiri, mengais puing-puing angan
Sementara mimpi kian tenggelam
Sedangkan aku kian tertawan
Malam tak mau tahu
Menghujam kalbu hingga ulu pilu
Tercabik gelak tawa di ujung senja
Sepenggal asa masih tersisa
Sudahlah
Mungkin angin telah lelah
Menyapaku yang tak jua lena
Padahal, ku masih mematung di beranda
Ingin rasanya
Berkelahi saja dengan bara menyala
Agar tak terbakar ruang angkara
Namun, aku tak kuasa
Sedangkan dinding malam sunyi
Telah penuh dengan figura illusi
Berlukiskan mimpi-mimpi kasturi
Dalam remang ruang elegi
#DewaBumiRaflesia_28_06_16
ELEGI JEJAK TELAPAK
akar menjalar sangkar, pilar ikrar
Sayap patah, musnah gagah
Liuk lenggok rontok tanduk
Lumpuh langkah lenyap lelap
Sejengka sehasta,semu sirna
Sempat samar, nanar gemetar
Tapi temali terpatri disisi elegi
Ringkih raga renta, rintih rasa
Kayuh,di riuh gemuruh
Jejak telapak tak jua telak
BERITA JIWA UNTUK JUWITA
Malam....
Sempat ku sampaikan padamu
Bahwa cinta adalah rasa tak terdera
Rindu adalah jiwa yang menyatu
Mengapa....
kau biarkan ragu jadi hantu
Sedangkan aku pecinta nyata
Menyemai benih angan pada kepasrahan
Kepasrahan seorang hambaNYA
Mengapa...
Harus ada belenggu pada ragu
Bukankah telah ku kabarkan
Tentang warna tinta yang ku punya
Semua itu mampu mengukir syair
Wahai malam
Yakinlah...
Meski ku tak mengukir janji pada sepotong roti
Namun ku mampu menyulam benang menjadi kain
SURAT CINTA SANG PEMILIK JIWA
Wahai sang pemilik jiwa....
Kala kubaca surat cintamu dengan sejagad rasa
Coba kuraba meski aku buta makna
Terhentak penjuru sukma seketika
Meracau rindu berkabut dilema
Resah, gundahpun kian mendera
Wahai sang pemilik jiwa....
Hati risau bila ku datang tidak kau sapa
Jangankan pelukan mesra
TatapMUpun penuh angkara
Bila tak sempat kubasuh semua noda
Wahai sang pemilik jiwa...
Padahal, tiada jemu engkau sapa aku dengan berjuta makna
Tetap saja tiada hirau aku karenanya
Suatu tanda aku sahaya
yang lelap dibuai alfa
Wahai sang pemilik jiwa...
Sentuhlah aku dengan jemari cinta
Agar lelapku tiada lena
Agar aku menjadi hamba setia memuja
Hingga akhir ku tutup usia
TERDERA
Pecah, remah, cermin kaca
Pupus, hapus, rerona raut rupa
Padam sudah, nyala lentera
Pojok malam, teman setia
Nanar, tak lagi binar, jendela mata
Nyaring, pekik melengking tinggal terbata
Nyaris binasa, sukma terlunta
Nestapa rasa, buah cinta buta
Sapamu, tak lagi mesra
Suguhmu,aneka rasa tuba
Sayangmu, tak lagi kurasa
Sukmaku, berkabut lara
Engkau, yang dahulu surga cinta
Engkau, yang dahulu cahaya sukma
Engkau, kini bara neraka
Engkau, kini sirna dalam cerita
Karena
AKU DAN KAU
JELEK ENGKAU
ASA YANG TERSISA
Lelah....
Diburu elegi tadi pagi
Sedang aku tengah ditikam dewa surya
nanar binar, sempat jua ku panggil asa
Mengais puing-puing arca yang ku hempas
Bilakah...
Hembusan sang bayu tak lagi mengganggu
Aku tak berharap senja ronakan pelangi
Aku hanya ingin berteduh walau sejenak
Hingga usai rintih letih...
Bilakah....
BERITA JIWA NYATA
Aku bukan puisi
Kreasi seni, improvisasi ilusi
Molek, bersolek basa-basi
Renda kata, sembunyi arti
Makna cerita, cari sensasi
Gali imaji tuk mengerti
Aku untaian jiwa
Cerita nyata,guratan rasa
Isi sanubari, tanpa rekayasa
Suci murni, tiada dusta
Usah payah, mereka-reka
Semua fakta, gelora asa
Aku untaian jiwa
Bicara apa adanya
Tak perduli suka atau angkara
Terserah gua....
Jika tak suka....
Jangan kau baca....
SAMAR
Kau, adalah pesona di setiap detak detik karya, mampu mengisi setiap mili ruang relung yang di lalui tarian mata maupun pena. Meski rindu bukanlah sebatas hafalan fasih yang tak pernah khatam, ataupun pemanis kata pada tiap ucap agar terlihat mesra. Namun nyata yang kian bias, ketika fakta serta antara angkat bicara. Hingga keindahan paras cinta kian bias oleh maya. Sementara bayu tak jemu, mengukir semilir pada tiap helai daun hingga hela nafas yang ronakan namamu dalam heningnya malam bermandikan rintik rinai. Titik-titik rindupun kian penuhi rongga rasa, membentuk untaian kata syahdu yang tak terumpamakan.
Kasih...hingga ketitik mana harus ku bawa serta. Rindu yang kian menyala.
#DewaBumiRaflesia
RADIASI HATI
Maaf cinta
Bila multitesterku sudah tak guna
Tuk mengukur frekuensi gelombang rindu rasa
Padahal,resistor telah kurangkai dengan skala logika
Masih jua tak kuasa menahan besarnya arus daya maha cinta
Yang merayap pada kabel-kabel nadi
Yang terkirim dari generator hati
Konsleting asa membakar rangkaian elektromagnetika janji
Hingga tak kuasa tuk ku reparasi
Kubiarkan saja rasa ini teradiasi
Oleh paparan sinyal gelombang illusi
#DewaBumiRaflesia_24_04_16
BIDADARI TAK BERSAYAP
Kau bersemayam di istana negeri maya
Kupandang raut rupa lewat kaca
Kudengar bisik mesra di telinga
Ada antara antara kita
Antara cinta dan rindu
Itulah kita.....
#DewaBumiRaflesia_05_05_16
LEGENDA PUSPA KARYA
Usah sebut itu noda
Apalagi, karma karya dosa
Itu, tinta yang tersisa
Ketika karsa sirna kala renda cerita
Usah sebut itu dusta
Apalagi hapus puspa karya
Itu, rupa cipta yang cidera
Kala legenda sirna gema
Aku, tak ukir syair di bulir pasir
Sebab, kan sirna kala air menyisir
Aku, pahat prasasti di purba lara
Di atas pusara asa nan terdera
#DewaBumiRaflesia_02_05_16
RIUH DI SUBUH
Seperti biasa....
Di penghujung malam ku terjaga
Kala kumandang di corong menara
Riuh gema pangil insan ke surga
Lolong jantan saling bersahutan
Bertengger manis di atas dahan
Teriaknya lambangkan harapan
Sambut hari tentu tujuan
Sujudku di subuh ini
Kepasrahan diri pada ILLAHI
Akan nikmat yang IA beri
Semua akan ku syukuri
Semoga di hari ini
Hidup semakin berarti
Bukan sekedar ambisi
Namun nyata jadi saksi
#DewaBumiRaflesia_07_05_16
MALAM
Meski tak mampu ku rengkuh rerona paras purnama nan jelita
Namun masih ku nikmati lirih bisik gemerisik angin merdu menyapa
Ku kecup mesra bilik dinding sepi dengan sejagad karsa
Lalu kunikmati samar temaram di ruang mimpi nan direnda pada syair dewi pujangga
#DewaBumiRaflesia_12_05_16
ELEGI SEPOTONG JANJI
Malam...
Bukan enggan jemari tuk menari
Himpun tiap titik rintik rinai
Tapi tangan telah terpatri
Dalam jeruji kastil purba sari
#DewaBumiRaflesia_13_05_16
AKU DAN MALAMKU
Malam...
Mengapa kau usik mimpi hingga aku terjaga
Lalu, kau kabarkan kelam ini masih buta
Matapun kian binar hingga enggan lena
Aku Terhuyung limbung dalam samar cahaya
Malam....
Sejauh mana jarak menuju elegi pagi
Hingga tak lagi kudengar samar serunai mimpi
Sebab mimpiku telah menjauh pergi
Dibawa semilir angin yang menepi
Malam...
Temanilah aku dengan desah basah semilir syairmu
Buai aku dengan dayu mendayu lirih kidungmu
Lenakan aku dengan usap belai memanja sabdamu
Yakinkan aku bahwa, kau
bangunkan aku, hanya untuk menemanimu
#DewaBumiRaflesia_09_05_16
CATATAN KECIL HARI INI
Ketika ku diburu waktu
Daya upaya tercurah tanpa ragu
Tapi, alam tak mau kompromi
Mengguyur bumi tanpa permisi
Ya....
Apa hendak dikata
Semua kehendak SANG KUASA
Ku hanya mampu berusaha
Entahlah....
Sesungguhnya penat sudah
Berburu seribu langkah
Tapi aku tak ingin menyerah
Apalagi sampai kalah
Biarkan nyata yang bicara
Sebab cerita masih direnda
#DewaBumiRaflesia_08_05_16
ELEGI DI NEGERI PARA KURCACI
Ketika musim pembual tiba
Bertebaran aroma surga
Dari para pencari suaka
Kepada kami para jelata
Cuma satu yang mereka pinta
Coblos saya saja....
Baiklah kami ikut serta
Tapi tidak cuma-cuma
Ada syarat juga harga
Itupun jika kami selera
Jika tak sesuai selera
Maafkan, jika kami dusta
Uang tuan, kami terima
Soal pilihan....rahasia
Memangnya cuma tuan saja
Yang pandai berdusta
Kami para jelatapun bisa
Setelah itu semua
Terserah tuan juga
Apakah semakin kaya
Karena jadi penguasa
Ataukah jadi orang gila
Karena ludes harta benda
#DewaBumiRaflesia_07_05_16
JUWITA BELUM PURNAMA
Sepenggal juwita, bermanik binar gemintang
Persembahan malam udar gulita
Lena, sorot mata pada pesona cahaya
Meski hanya dari jendela, pandang melayang
Indah merona, meski bias temaram maya
Menjelma, syair mimpi guratan sukma
Bertilam kasturi dari sulaman benang sutera
Ku ingin, cakrawala indah kian mempesona
Biarkan ku terbang, kan ku lukis langit jingga
Namun, ku tunggu hingga sang juwita purnama
#DewaBumiRaflesia_14_05_16
ELEGI SEJOLI
Di ujung cakrawala senja
Rerona jingga hiasi mayapada
Deru ombak alunkan nada
Desir angin belai mesra
Duhai belahan jiwa....
Benamkan gulana jiwa
Biarkan ombak bawa serta
Hingga ke dasar samudera
Agar resah tak lagi menyapa
Ketika gelombang menyapa
Adalah warna samudera kita
Agar biduk kian perkasa
Arungi lautan cinta
Sandarkan sukma raga
Padaku nahkoda cinta
Kan ku jaga dengan setia
Hingga kita ke alam surga
Lenakan sukma ragamu
Dalam dekapan hangat jiwaku
Dalam belaian mesraku
Dalam keutuhan asmaraku
Kita sejoli yang telah menyatu
Kamu adalah cintaku
Aku adalah cintamu
#DewaBumiRaflesia_22_05_16
TEMBANG KATA :
berjelaga ditepi telaga warna semesta
reguk penawar dahaga sukma lara
rendam prahara nestapa nostalgia
dlm riak gelombang fatamorgana
semburat rengat kisi kasih kinasih
pecah remah dikelokan menanjak
tercecer ditepian mimpi kasturi
tusuk tapak telapak membengkak
tinggalkan goresan segurat syahdu
ada selaksa sukma yg terluka
risaukan kehampaan biji asa
resahkan bayang remang bilik mimpi
gundahkan gemuruh prahara dilema
hingga udar singgasana istana
usah gali pusara di rimba purba
ukir saja patung sepi....
ADE SAPUTRA SUNANKALIGANDU |
Langganan:
Postingan (Atom)