UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Senin, 03 Mei 2021

Kumpulan Puisi Tito Semiawan - KITA SENDIRI



KITA SENDIRI

Semesta memuai
Bintang lahir
Beranak pinak
Berserak di cakrawala
Membentuk kabut susu
Mengalir menuju ketiadaan

Aku tengadah menatap langit
Bangun ditinggikan tanpa tiang
Diluaskan sejauh waktu
Kesunyian yang baka

Bintang jatuh melesat
Lewati malam bulan
Ekornya mengibas
Aku menyimpan tanya
Adakah yang memandang dari sana?

TITO SEMIAWAN
020521
----------<0>----------



KETIKA USAI

Kau datang dengan menyeret merah amarah
Hatimu berdegup keras dirajam murka
Sedang matamu menadah tangis
Hingga kepedihan mengalir bergulir perlahan
Membasahi dan menggenangi duka cintamu

Katamu datar menyingkap ucap kecewa
Seperti perih teriris sedih tak pulih
Bendung air pada matamu mengajuk koyak
Menetes runtuh menjadi genangan nestapa
Menghanyutkan setiap onak dan meluruhkan tembok lara

Dan ketika usai badai laut selatan
Hati kembali bertautan pada isak dahaga rindu
Langit kembali berwarna biru mengharu
Angin membisikkan rayuan hati bernada kasih
Kita berpelukan dalam asmara puja

TITO SEMIAWAN
020521
----------<0>----------



HARI-HARI ITU


Matahari memanjang sejauh sinar benderang
Lewati garis bujur yang terserak di barat
Aku menghitung langkah hingga batas kilau
Teliti setiti perlahan di rindang pohon
Lalu menyimak jarak di titik pandang

Ku sandarkan penat harap dan pikir
Bertelekan angin yang menghampir
Lapar ku kecoh dengan bersandar di batang tua
Pejamkan mata dipeluk map harapan
Mencoba mengganti lapar dahaga dengan mimpi

Sepagian menyambangi pintu yang bisu tanpa sapa
Meja kayu bertaplak motif batik mencoba wibawa
Sedang kursi menggenapi dengan jumawa
Dengan santun kuletakkan lamaran dan sejarah diri
Hempaskan cemas dan tinggalkan was-was pada penjaga

Hari telah lewat kulminasi dengan panas mendera
Ku langkahkan kaki dengan sisa lelah melemah
Menuju tempat berlindung dari terpaan putus asa
Rumah dimana kita meletakkan lapar dan lelah
Tempat menanti berita dari pintu-pintu yang angkuh dingin

TITO SEMIAWAN
020521
----------<0>----------




SEPERCIK SELEMBAR

Sepercik rindu seruas hati
Selarik sendu segaris sepi
Selirih desau sekilas nyeri
Seutuh dirimu dalam singkap asmara

Selembar mimpi senyari bumi
Seutas harap sesunyi mimpi
Seperti khayal sendiri bersemi
Segenap cintaku menjelma rindu dendam

TITO SEMIAWAN
160521
----------<0>----------



AKU TAK TAHU CARA MENCINTAIMU

Lidahku kerap kelu mendelu
Hatiku berdebar tiada nyaman
Bahasa tubuhmu mengajuk
Merajuk pinta bahagia
Tatap matamu tajam menggugat
Menghujam dalam diantara kikukku
Tersungkur harga diriku
Menggapai mencari pegangan
Untuk menopang ragu sikapku
Namun hati tersandera keinginan
Sedang diammu tiada kata tolak

Satu ketika kau mendatangi gugupku
Kau rebahkan keinginan di malam purnama
Kulit kita bersentuhan saling mengecap rindu
Debarmu lembut mengajak
Memanggil bisik jiwaku sepi
Diiringi senandung lirih serenada
Kau kecup diamku dengan gairah
Kau belai segenap pasrah
Kau genggam setiap isyarat rahasia
Hingga aku hilang sadar
Terdampar pada bahagia yang asing

Ketika kita kembali kenakan topeng
Berukir santun bermakna norma
Langkah kita saling membelakangi takdir
Tubuh tetap rebah berdampingan
Mimpi terpisah oleh pejam malam
Makan di piring yang sama
Dengan lengan yang satu
Dan saji lauk beralas sahaja
Pendek kita berucap
Sedikit kita bercakap
Bertemu di ruang sepi berperi
Diam dan asyik dengan pikiran sunyi
Perlahan bayang kita semakin menjauh
Tanpa toleh tiada tegur apalagi sapa
Mencari sibuk di waktu yang berselisih
Terasing dalam biduk bernama rumahtangga

TITO SEMIAWAN
160521
----------<0>----------



AKAN TIBA WAKTUNYA

Tak perduli berapa banyak pikiran menolak waktu
Membebaninya dengan setumpuk purba sangka
Menipu pandangnya karena cantik kosmetik
Arusnya tetap menghanyutkan kenangan

Emosi kadang menjadikan waktu seolah meregang
Namun tetap menyisakan jejak pertanda
Seperti qodar yang terjadi pasti
Waktu selalu menemukan jalan kembali

Ketika tetapkan langkah telusuri belantara
Niat sekuat tekad menyibak onak dan duri
Segenap harap panjang yang berliku
Tenggelam diharibaan waktu yang bergerak dalam sunyi

Bayang rindu berserakan sebagai jejak sejarah
Seperti menunjuk arah pada hati yang terasing
Dan waktu yang kian menjauhi usia
Tak pernah menoleh untuk kecewa

TITO SEMIAWAN
160521
----------<0>----------



SATU MALAM SEBUAH KISAH

Malam renta bulan muram berduka
Kemarau merasuk hingga sudut malam
Bintang gemilang merajah langit
Dua sosok bayang berjalan perlahan
Dipandu temaram sinar bulan padang gurun
Langkah mereka tetap menghadap
Sepatu kulitnya bertabur pasir dan desir

Di depan, sebuah gubuk kecil
Beratap rendah pelepah kurma kering
Temboknya dilabur lumpur kuning
Terpencil dan menggigil tersapu angin
Dari jendela selarik cahaya menerangi
Samar dan redup menjangkau luasan di luar
Bayangpun bergerak ikuti lidah api

Sayup terdengar suara tangis
Tangis lapar yang bahkan kantuk pun tertindas lenyap
Sehingga hanya tersisa erangan sumbang tanpa tenaga
Dan helaan nafas berat pasrah
Memungut putus asa yang berserak di lantai
Hingga remahan mimpi pun mereka lupa mengenangnya

Kedua pria, berjalan mendekati kekumuhan asali
Pria tinggi besar dengan sorban menutup botaknya
Bergamis lusuh tambal sulam
Menjulurkan kepala pada jendela kecil
Dimana mengalir udara pengap
Dan temannya, berjanggut kaku dan panjang
Berwajah pemikir
Mengikuti di belakangnya
Sambil menatap sekitar dengan tatap elang

Maaakkk, lapar...!!!
Sambil menangis air mata
Ucap seorang anak kurus
Di sebelahnya, adiknya
Terbaring dan terisak nyaris tanpa suara
Tangannya bersedekap
Memegang perutnya yang tipis

Iya nak, sebentar lagi masakan emak matang
Sabar ya, nak...!!!
Sahut si emak lembut
Sambil memutar sendok besar di kuali panas
Kayu dimasukkan ke dalam tungku
Dan api kian besar
Meninggalkan bayangan yang bergoyang di tembok
Suara didihan air memenuhi ruang sempit
Dan anak-anak tetap meringkuk di gombal lusuh

Sekian lama tak terjadi apa pun
Makanan tetap belum diangkat dari tungku
Sedangkan suara tangis makin mendekati rintih
Mata-mata kecil menatap sayu
Emak tetap memasak
Sambil senandungkan lagu tidur
Meninabobokan anak-anaknya
Agar lupa lapar bertukar mimpi

Pria besar botak bersorban hilang sabar
Diketuknya pintu ringkih gubuk reyot
Sambil uluk salam pada penghuninya
Sebentar kemudian pintu berderit terbuka
Ibu kurus, pucat dan bungkuk menatap tanpa kejap
Hatinya berdegup melihat dua pria asing

Tanpa permisi lagi
Dengan langkah lebar
Pria besar botak bersorban mendatangi tungku
Seraya berucap, mengapa lama sekali masaknya?
Tidakkah kau kasihan
Melihat anak-anakmu menangis karena lapar?
Lalu dibukanya tutup kuali
Di dalamnya air bergolak
Dan beberapa butir batu mendidih direbus

Apa ini?, dengan tercengang berucap
Mengapa memasak batu?
Sambil menunduk ibu kurus itu berujar lirih
Saya seorang janda miskin
Pekerjaan tidak tetap
Siang tadi saya keliling kampung
Hasilnya nihil
Tak seorangpun mau menggunakan tenaga saya

Hari ini saya tidak bisa membeli bahan makanan
Mencari kurma pun sudah habis
Karena anak-anak lapar
Saya bohongi mereka dengan memasak batu
Agar mereka punya harapan makan
Sambil menunggu masak
Dengan berselimut lapar
Semoga mereka bisa tertidur

Para petinggi tak ada yang peduli
Mungkin mereka tidak pernah tahu
Ada rakyat yang sengsara kurang makan
Mereka memerintah dari kursi tinggi
Tiada toleh kehidupan rakyat
Puas dengan laporan sepihak
Senang delegasikan wewenang
Pada yang bukan ahlinya

Seperti tersambar petir
Pria besar botak bersorban itu terhenyak
Hatinya teriris
Menangis dan meratap dalam doa
Ya Tuhan, hamba telah pungkiri amanatMu
Dan sia-siakan titipanMu
Hamba telah cederai hati hambaMu
Betap berdosanya hamba
Dan cukuplah Engkau sebagai saksi
Ampunilah dosa dan teledorku
Singkirkan sombong dan berleha dari diriku
Hamba hanya berharap ridhoMu

Bergegas ia meninggalkan gubuk miring itu
Temannya, pria berjanggut kaku panjang bertanya
Hendak kemanakah engkau, ya Al Faruq?
Kau tetap jaga di rumah ini, sahabatku
Aku hendak mendatangi Baitul Mal
Dengan langkah lebar ia menembus malam
Dan meninggalkan sedu sedan nan lapar

Baitul Mal sebuah gedung besar
Megah dengan pintu gerbang bermotif geometris
Para penjaga berdiri dan memberi hormat
Ketika Pria besar melintasi dengan langkah lebar
Menyeret jubah lusuhnya
Terus memasuki Baitul Mal

Di dalam ia bertemu pengawas Baitul mal yang bertanya
Adakah gerangan malam pekat mendatangi Baitul Mal,
ya Al Faruq?
Pria botak itu tidak menjawab
Tetap melangkah menuju gudang penyimpanan
Di sana ia memanggul sendiri
Sekarung gandum pecah
Sebotol kulit minyak zaitun
Sekati daging kering
Dengan terbungkuk dipondongnya semua
Lalu melanjutkan langkah

Sesampainya di gubuk
Pria besar botak bersorban
Meletakkan panggulannya di pojok kumuh
Sambil mengusap peluh yang menjuntai di jenggot
Ia nyalakan api di tungku
Kemudian dengan tangannya sendiri yang besar
Ia mulai membuat adonan
Lalu dipanggangnya adonan
Dan dimasaknya sayur daging

Setelah matang
Anak-anak kelaparan didudukkan berjajar
Di depannya diletakkan roti gandum
Yang masih panas dan harum
Dan sayur daging berkuah lemak
Sang ibu pun turut duduk disanding anak-anaknya
Mereka makan dengan lahap
Suara kecapnya berebutan dengan ingus
Ketika telah nyaman karena kenyang
Mereka tertidur nyenyak beralas mimpi

Engkau telah menetapkan standar yang terlalu tinggi
untuk penggantimu, ya Al Faruq
Sahabat berkumis panjang dan kaku berucap
Engkau membikin susah dan kikuk penggantimu

Hai sahabat,
Aku tidak rela rakyat di bawah perlindunganku sengsara
Bagaimana aku bisa bertemu Sang Khaliq dengan lega hati
Jika masih ada rakyatku yang sengsara dan aniaya
Sedang doa orang teraniaya tanpa hijab
Aku takut sekali pada hisaban di hari akhir nanti

Karena itu umumkan maklumatku segera
Semua daerah di bawah panji iman
Bayi-bayi yang baru lahir harus disusui selama dua tahun
Janda-janda dan orang tua disantuni dengan pantas
Tidak boleh ada rakyat yang kelaparan

TITO SEMIAWAN
230521
TITO SEMIAWAN



Tidak ada komentar:

Posting Komentar