KERANDA
Karya : Perempuan Sunyi
Kereta dengan roda bernapas terbata-bata. Mengantar sosok tanpa denyut nadi menuju perkampungan sunyi. Pohon kamboja memayungi perbukitan tanah merah. Bunganya berguguran menyentuh kepala bertuliskan sebuah nama, penghuni rumah sepi.
Ketika stasiun terakhir telah disinggahi, kereta kembali berjalan di antara keramaian. Menunggu antrian penumpang berikutnya.
T, 12 Mei 2021
BEKU
Karya : Perempuan Sunyi
Kidung apa yang engkau nyanyikan, syahdu menusuk tulus kesetiaan. Bahagia apa engkau berikan, melimpah air mata tak tertuang. Menjadi genangan luka tak terkira perih merajam.
Kusuguhkan senyum tiada erangan menyambut manis madu sepasang bibirmu. Mengecupi hangat kasihku, lalu salahkah bila rasa itu perlahan pudar, hambar, beku sentuhan kalbu.
Selalu kuseduh nikmat asmara dalam tungku setia. Hilang tertelan dusta, mati tertusuk janji basi. Lalu masihkah mengharap beku mencair di kemudian hari?.
T, 12052021
DAKI-DAKI DI TUBUH WAKTU
Karya : Perempuan Sunyi
Melekat kuat rekat pada perjalanan. Hitam berkerak bukti kuat dendam melebam. Hatinya penuh luka berlumut di rongga jiwa. Nampak indah meyegarkan, namun jatuhlah jika kurang hati-hati memenapaki.
Jejak tertinggal adalah barisan daki-daki di tubuh waktu.tak mudah lepas oleh kucuran air lima takaran. Hanya keikhlasan, tulus membersihkan semua, hingga raga bersinar memancar dari dalamnya jiwa.
T, 15 05 2021
LEMBAH SUNYI
Karya : Perempuan Sunyi
Sekuntum mawar mekar di taman hati. Harumnya semerbak memenuhi belantara mimpi. Lantunan doa mengisi hari-hari, memohon menjadi pasti.
Senyum mengiringi terbit matahari, mengawali langkah kita. Pohon rindang meneduhkan kala terik membakar kulit perjuangan. Selangkah lagi kemenangan menanti. Sepenuh harap menata hati menyambut pelukanmu, atas rida-Nya.
Sungguh tidak pernah menyangka, engkau menggandengku, kemudian mendorong secepat mungkin ke lembah sunyi. Suara rintihan tak tedengar olehmu hanya gema bersahutan, menyayat hati.
T, 19052021
AKU INGIN TERSENYUM
Karya : Perempuan Sunyi
Berhentilah memasung angan, perputaran detik tiba pada titik nol untuk kesekian kali. Aku rasa cukup sampai di sini memelihara kedunguan. Jangan biarkan berkembang menjadi kesumat.
Aku ingin tersenyum lepas melepas lembar-lembar kepedihan yang engkau rajut perlahan, namun teramat ganas menikam kepercayaan.
Sudah, genggam dia sejujur rasa, mungkin penyesalan menemuimu. Tapi itu harga yang harus dibayar untuk sebuah pengkhianatan.
Lupakan semua, karena memang sudah tidak akan pernah ada kita. Tertawalah melihat aku tersenyum memeluk sunyi.
T,29052021
JEJAKMU
Karya : Perempuan Puisi
Masih tertinggal dan akan terus terpahat, jejak lukisan kasih sayangmu, dalam palung rinduku
Meski engkau mengupas tanpa mengiris kisah nestapa, namun kenyataannya aku teriris oleh manis aksaramu, walau tanpa erangan. Karena rasaku yang begitu kuat akan hadirmu
Secangkir kopi pahit telah kita reguk bersama, saat malam tiada gemintang dan rembulan tersenyum setipis helaian rambut
Engkau hadir membawa cinta yang kupesan, meski akhirnya hanyalah sebuah gurauan
Aku tak akan pernah bisa menghapus jejakmu dari perjalanan hati mencari rerindang yang kutuju
Kini aku berteduh di bawah pokok nan rimbun seiring semilir sejuk sang bayu, namun senyum itu masih melekat begitu rapat mengunci mata batin
Untukmu yang telah memprasasti jejak di jiwa ini, berbahagialah atas keindahan yang kau miliki, usah lagi mengingatku walau sekejap mata
Aku akan terus melangkah dengan atau tanpa jejakmu lagi
Tangerang, 28 Agustus 2019
MERAGU RINDU
Karya : Perempuan Puisi
Ia terus berjalan, menyusuri kemarau panjang. Menyandang luka berpita lara. Perih mengucurkan darah perjuangan, untuk sebuah asa yang masih dalam pangkuan Ilahi. Tak membuatnya gentar, meski hati meragu rindu
Tak ada keyakinan mencumbu rindu, baginya semua hanyalah isapan semu, menyeruak pada lilitan tak bersimpul
Pelayaran perempuan puisi dalam melabuhkan aksara, masih menyimpan seribu tanya. "Adakah menemukan rindu syahdu tanpa meragu?" Bisiknya pada keheningan malam
Berpasang mata menatap menyiratkan kerinduan pada manik hitamnya. Namun ia tak bergeming menyambut kerling sang perayu
Kebekuan hati, melupakan nyanyian asmara. Membiarkan dalam coretan tanpa kata
Tangerang, 21 Agustus 2019
PINANGAN ANGIN
Karya : Perempuan Puisi
Telah aku terima pinangan angin, tanpa harus berseteru rindu. Dengan mahar semilir lembutnya
Berharap melahirkan bayi- bayi puisi berdiksi inspirasi, namun jika imajinasi menguasai, tak dapat terhindari
Biarlah kurawat sepenuh hati agar diksi tak menjadi basi, atau menguap tak bermakna
Lihatlah bayi-bayi puisi terlahir, prematur!
Aku terhenyak tiada mampu bertutur. Asa melebur dalam irama berserakan... hancur
Pinangan angin adalah keputusan tanpa logika. Melepuh dalam jiwa. Tapi semua sudah terjadi, tiada guna disesali
Bayi-bayi prematur harus tumbuh. Meski angin telah menghembus rusuh. Kedua tanganku masih mampu merawat tanpa ragu. Senyum hatiku bersama ridho Ilahi... menjaga sepenuh hati
Tangerang, 17 Agustus 2019
USAH MERAGU WAKTU
Karya : Perempuan Puisi
Waktu telah mengantar pilu
Sendu membawa rindu
Bermain dalam lingkar rasa nan kelu
Dan bisu menabuh ambigu
Tak ada aksara makna
Semua permainan kata
Jujur terselip dusta
Tawa luapan luka
Duka senyum tertunda
Usah meragu waktu
Esok kan jawab tanpa sisa lalu
Terungkap yang tersembunyi pada kalbu
Dan aku selalu menunggu, saat itu
Tangerang, 12 Agustus 2019
PERKAMPUNGAN SEPI
Karya : Perempuan Sunyi
Sebuah tempat mencekam, sepi tanpa lalu lalang kegiatan. Hanya rumah-rumah mungil berpenghuni sendiri, tanpa keluarga menemani
Tamannya begitu indah, penuh bunga beraneka warna, menjuntai mengecupi, tiang rumah yang pegitu unik, hanya ada satu, dan ... terletak pada atapnya. Sungguh aneh bukan?
Perkampungan ini begitu sepi, hanya sesekali kedatangan penghuni dari luar daerah, itupun hanya untuk beberapa saat saja. Dengan mengendarai kereta, yang diiringi isak kesedihan. Tak ada satupun diantara mereka bersedia singgah, bahkan untuk satu malam saja
Tangerang, 29 September 2019
BERLABUH PADAMU
Karya : Perempuan Puisi
Pengembaraan aksara ini telah usai. Remahan kata berceceran pada ruang-ruang luka. Kalimat mulai sekarat, kehabisan oksigen makna. Diksi berlompatan, terjungkal dalam genangan nestapa. Puisi kehilangan ruh. Sementara kerangka masih mendiangi raga
Sang perempuan puisi terdiam di persimpangan dilema. Terlalu banyak sembilu menyayat, pun lebam tergambar pada biru keungungan kanvas hatinya
Seribu satu cara telah ia lakukan, agar nyawa puisi kembali mengisi karya-karya yang telah ia goreskan dengan tinta ketulusan. Namun kamboja telah menisankan nama pada pusara hampa.
"Aku pasrah, pada takdir yang akan mengantarkan ke peraduan abadi, dan ... berlabuh tawakal pada-Mu Ya Robb." Begitu gumamnya, mengakhiri perjalanan panjang
Tangerang, 11 Oktober 2019
TAK TERAKSARA
Karya : Perempuan Puisi
Pagi malas menggeliat, sementara mentari tersenyum mempesona. Siap menyambut embun yang bergelayut manja di ujung daun.
Selembar hati tertegun dalam resah. Gulana tak henti mendekap jiwa. Namun, terlalu lihai ia menjahit luka-luka dalam palung rasa. Sehingga gelisah hanya memenuhi dinding kalbu. Elok dalam pandangan, seolah utuh tanpa remahan.
Sang musafir aksara berjalan tertatih-tatih, memunguti remahan kata. Mengumpulkan dalam dekapan sang jiwa. Menyimpan begitu rapat, agar tetap mampu bermakna. Meski pahit yang kian nyata.
Segenap rasa tak lagi teraksara. Berlomba berdesakan mengusik pertahanan. Lalu kembali bersembunyi dalam diam.
Tangerang, 17 November 2019
Sebuah tempat mencekam, sepi tanpa lalu lalang kegiatan. Hanya rumah-rumah mungil berpenghuni sendiri, tanpa keluarga menemani
Tamannya begitu indah, penuh bunga beraneka warna, menjuntai mengecupi, tiang rumah yang pegitu unik, hanya ada satu, dan ... terletak pada atapnya. Sungguh aneh bukan?
Perkampungan ini begitu sepi, hanya sesekali kedatangan penghuni dari luar daerah, itupun hanya untuk beberapa saat saja. Dengan mengendarai kereta, yang diiringi isak kesedihan. Tak ada satupun diantara mereka bersedia singgah, bahkan untuk satu malam saja
Tangerang, 29 September 2019
BERLABUH PADAMU
Karya : Perempuan Puisi
Pengembaraan aksara ini telah usai. Remahan kata berceceran pada ruang-ruang luka. Kalimat mulai sekarat, kehabisan oksigen makna. Diksi berlompatan, terjungkal dalam genangan nestapa. Puisi kehilangan ruh. Sementara kerangka masih mendiangi raga
Sang perempuan puisi terdiam di persimpangan dilema. Terlalu banyak sembilu menyayat, pun lebam tergambar pada biru keungungan kanvas hatinya
Seribu satu cara telah ia lakukan, agar nyawa puisi kembali mengisi karya-karya yang telah ia goreskan dengan tinta ketulusan. Namun kamboja telah menisankan nama pada pusara hampa.
"Aku pasrah, pada takdir yang akan mengantarkan ke peraduan abadi, dan ... berlabuh tawakal pada-Mu Ya Robb." Begitu gumamnya, mengakhiri perjalanan panjang
Tangerang, 11 Oktober 2019
TAK TERAKSARA
Karya : Perempuan Puisi
Pagi malas menggeliat, sementara mentari tersenyum mempesona. Siap menyambut embun yang bergelayut manja di ujung daun.
Selembar hati tertegun dalam resah. Gulana tak henti mendekap jiwa. Namun, terlalu lihai ia menjahit luka-luka dalam palung rasa. Sehingga gelisah hanya memenuhi dinding kalbu. Elok dalam pandangan, seolah utuh tanpa remahan.
Sang musafir aksara berjalan tertatih-tatih, memunguti remahan kata. Mengumpulkan dalam dekapan sang jiwa. Menyimpan begitu rapat, agar tetap mampu bermakna. Meski pahit yang kian nyata.
Segenap rasa tak lagi teraksara. Berlomba berdesakan mengusik pertahanan. Lalu kembali bersembunyi dalam diam.
Tangerang, 17 November 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar