LAYU
andaikan kau tahu,
sekuntum rindu pernah kuberikan padamu tanpa benalu
sekuntum perdu menghiasi halaman kekasihku
andaikan kau tahu,
perca-perca yang terbengkalai kujahit
kujadikan gaun pengantin
dan akan kuserahkan ke meja penghulu
andaikan kau tahu,
sekuntum mekar tak berbenalu, kenapa layu?
sedangkan gaun itu masih kusimpan
debu-debu yang melekat kusikat
dan kulipat ke dadaku
bertanya; masih adakah setiamu?
Romy Sastra
Jkt, 300421
DERMAGA SENJA
dik, beranjaklah dari dermaga itu! tak takutkah kau pada angin menabur risau? matamu sendu. kau masih saja menari, seakan tak ada haru gemuruh di lamunan, membuatku bimbang memandang kau seorang. apakah kakimu dirantai angan? selendangmu terkembang.
lihatlah dik! riak-riak itu jadikan geladak begoyang, nun di sana perahu berdansa. aku tak ingin kau hanyut, mataku terkatup, lalu terjatuh menatap layaran. asin di matamu tumpah di lautan tak akan ada manis dirasa, cukup kau diam saja di rumah menungguku tiba. apakah kau sanggup bertahan menunggu kabar awan? dan perahuku tetap kembali mengikuti arus ombak berlayar sampai menepi.
sadarlah dik, satu langkah melaju jatuh, beribu kilo berlayar karam. ya, kembalilah pulang dik! usah bermain angan! tunggulah aku di ranjang kematian jika kau masih menyimpan sayang di sepanjang hidupmu.
aku pun mulai menyadari merenungi pagi dan belajar memintal cahaya petang. sebab jejak tualangku menikam di debu jalanan. dunia ini serasa semu tiada yang abadi, dan aku juga akan kembali membawa cerita, semoga kau yang menantiku tabah. peluklah bangkaiku kelak jika aku terdampar di dermaga senja, kita yang berbiduk berdayung tetap karam dan mati jua.
kembalilah dik! hari sudah larut senja
Romy Sastra
Jakarta, 1 Mei 2021
AKU PAMIT MELIPAT KENANG
Romy Sastra
bungsil gugur pagi hari
kedasih merapal sedih sepi
lambaian kenang anganku lebak biru
menarilah sayap kupu-kupu
iringi giris kesunyian
bisik riuh rindu berlabuh
bunga berarak kelopak semerbak
ceritaku berpulang tiga dekade berlalu
aku mengitari memori patah lewat diksi
pada jambangan pernah kusayangi
dan kita berpisah di terjalnya jurang pemisah
kini kudoakan kau berbahagia bersamanya
meskiku telah sia-sia menantimu
mojang lebak biru sedalam cintaku
izinkan aku pamit melipat kenang
adalah kedasih yang gagal merengkuh kekasih
puisiku meradang nyiur tumbang
senja tiba selimuti malam, kisah pun padam
Jakarta, 28 April 2021
HIMNE RINDU
desah desau napasku syahdu
siang bergumam malam bertandang
rentak laju kutuju kalbu
bibir diam perigi merindu
jatuh kecupan ke telaga kasih
yang dirindu serasa jauh
di mana engkau bersembunyi kekasih?
: aku semadi
tenggelam dalam hayat tak berkhayal
menyibak tirai penghalang pandang
dekap erat selimut tasbih, aku lirih
kuiringi pikir zikir tahlil mencarimu
selimuti aku cahaya
Romy Sastra
Jakarta, 30 April 2021
FASTABIQUL KHAIRAT
dan kepada ramadan doa-doa bertanya
apakah pintu langit masih terbuka?
pertarungan melawan hawa
tongkat di batin penuntun jalan >
menuju maghfirah
dan kepada tuan bermewah-mewah
bising semakin parah di mana-mana
kenapa hartawan tenang-tenang saja?
mungkinkah tuan ikut miskin
: alasan corona
dan kepada nurani tertutup materi
seperti nisan-nisan berjalan
mereka berdasi membawa peti kematian
sibuk mencari kesenangan duniawi
kaupadamkan nafsu-nafsu itu
bergegaslah fastabiqul khairat
sebelum terlambat jauhi maksiat
: dan tak serakah pada dunia sesaat
Romy Sastra
Jakarta, 28 April 2021
DIALAH, ILAH
Romy Sastra
pada kekasih menitip salam
salam dititipkan ke dalam doa
: mengiringi cinta
cinta dihantar ke medan takwa
: aku tawadhu'
pada kekasih menitip salam
ulurkan sekujur jiwa penuh pasrah
bawalah sukma pergi ke singgasana cahaya
bersemayam mengitari rahsi
: rahsi ilahi memandu rahsa sejati
pada kekasih menitip salam
kularung diam pada tatapan
melangkah ke savana rasa menatap cinta
terbuka kelambu kasih
tak lagi bercahaya
pada kekasih menitip salam
hening bersuara bising tak bernada:
la sami'an ilaallah >
tiada yang mendengar kecuali pendengarnya
pada kekasih menitip salam
ucapan tak berlisan pujian penghayatan
cinta menyapa tak ada sahutan
dia berbisik:
la mutakalliman ilaallah >
tiada yang bicara kecuali dia yang berkata
pada kekasih menitip salam
menatap keindahan kekasih
tak kutemukan surgawi
yang ada tatapan tasbih:
la bashiran ilaallah >
tiada yang melihat kecuali dia menatap
pada kekasih menitip salam
tenggelam memasuki ruang batin
ternyata tak ada kehidupan dan kematian
yang ada:
la hayatan ilaallah >
tiada yang hidup abadi selain dia ilahi
lalu, siapa aku?
la haula wala kuata illa billahil aliyil adzim
dialah ilah berkuasa pada yang ada dan tiada
salamku terkirim, cintaku takzim
Jakarta, 7 Mei 2021
PURNAMA TIBA DI MUSIM HUJAN
kertas disetubuhi majas dilumat kias, rindu mengalun merdu rentang temu. cinta tak kunjung datang cita, kepastian noktah tak ada kata jawab rasa, kenapa bisu?
purnama sudah tiba di musim hujan, tetesan embun berulangkali suburkan dedaunan
jawaban musim tak jua bibit berputik
yang disemai sebelum hujan melanda
semestinya buah sudah ranum.
ah, semua terasa asing di telingaku
ternyata benar, kabar rindumu palsu. pantas saja aurora malam tak lagi bergelora di sudut mata. malam diselimuti dingin di batas penantian, dan senyum purnama yang diimpikan enggan jadi kenyataan. apakah suratan azali tak berpihak pada takdir? ataukah catatan telah berpindah pada bayang-bayang kepalsuan? entahlah, aku membaca isyarat.
ya, tak mungkin perjanjian angin mengubah haluan dingin. padahal purnama selalu tiba di garis rotasi, kabus hitam tak memberikan keindahan. arunika merupa cahaya di dada candra, pulanglah hasrat sesaat! jangan bermain bunga di taman hayat, kalau hanya akan tersesat.
Romy Sastra
Jakarta, 7 Mei 2021
KERANGKA TUBUHKU BACA
dari mana asal tubuhku bersandi?
nur bermula
menyatu tulang sulbi dan
sebidang lapang sumur memancur
di fitrah dada hawa
urat temali melilit nadi
getih mengalir
berkoloni di segumpal darah
surat rahasia dibuka
karya dzat mengurai garba
pujian tauhid hu dzatullah
nun dan mim bersaksi
situs diri dikaji sampai tamat
adalah artefak ayat-ayat ilahi
hakikat tubuhku adam
rohku muhammad
mewujud bandusa dibawa-bawa
senja tiba
kematian bergapura di sudut mata
di mana jalan menuju ka'bah?
kerangka tubuhku baca
makrifatullah
Romy Sastra
Jakarta, 09 Februari 2021
RESENSI FITRAH
...perjalanan kekasih mengajarkan arti peduli tak serakah. mata menyimpan telaga nan tumpah, setelah bait-bait doa mengetuk pintu langit memohon maghfirah. kekasih beringsut ke depan pintu setelah kembali satu bulan menitip pesan ilah. lalu menuju sunyi yang lesap seketika riuh tiba: takbir tahmid, tahlil, tasbih dibaca. semesta bersuka cita, aku tak lupa..
Romy Sastra
Jakarta, 12 Mei 2021
MANEKIN RUH
manekin ruh menari di balik riuh
adalah percikan cahaya mengitari gelap
azali diri terdiri dari sukma kawekas
berakhir dan kembali ke awas
Romy Sastra
Jakarta, 12 Mei 2021
BULAN YANG DIRINDUKAN
Menyapamu Rajab,
adakah amalku dikirim keharibaan?
lalu, Ia menjawab;
"Mari amal-amal hamba-Ku!
Berkumpul di sini di sisi-Ku yang mulia ini."
Bulan Sya'ban berlalu renungan berpacu
Ramadan bertamu perigi merindu
Retak menghentak jejak pulang ke ranah
Zikir tadarus memohon ampunan tulus
Ramadan pembuka yang terkunci
terkunci bagi yang tak merindukan kekasih
Di perjalananmu Ramadan yang pergi
Joki-joki memasang kuda-kuda berlari, tunggangi sembrani.
Tentang haus dan lapar diarungi
Sebelumnya:
telah ditumpahkan hasrat meminang syahwat
Lalu, berkiblat khalwat di jejak khalifah taat
: meminang makrifat
Ramadan nan suci,
seisi dunia dan arasy bertasbih
Menyambut kekasih rindukan Maha Kekasih
Bulan Ramadan penuh ampunan
bulan keberkahan
Tentang bulan lebih baik dari seribu bulan, tentang malam seribu satu keajaiban
Ya, Rabbani Engkau kurindui
Seru-Mu; "Wahai hamba-Ku?
Bertahanlah di medan takwa!
Takhta tauhid-Ku kau bawa-bawa
Menahan hawa lapar dahaga."
"Hamba-Ku,
di balik rindumu Aku bersemayam,
jauh sebelum kau berpikir tentang-Ku
Aku tersenyum,
Akulah surga itu selimut sutramu."
Romy Sastra
Jakarta, 16,05,21
TESTIMONI RASA TAK BERALAMAT
Romy Sastra
tilam terbentang di angan
mentereng langit di mata
sebab sebilah pedang
melingkar warna-warni
pertanda hujan akan turun
izinkan tualangku mencarimu
seperti dayu enggang pulang ke sarang
terbang iringi nada angin di sela pinus
aku memetik kisah;
pada ranting-ranting jatuh
pada daun-daun gugur
pada tunas kembali subur
sudikah kugenggam jemarimu dalam kelam
: testimoni rasa tak beralamat pada malam
kutitip semadah syair di gerbang puisi
menyapa hatimu tak terkunci
berharap pertemuan kelopak sari
dan kumbang janti menari
meski kita tak pernah bersua
kau kunanti, mari berjanji
Ngawi, 21 Mei 2021
SUARA-SUARA CORONG LANGIT
Romy Sastra
di awal temu memandu laku merindu menyapa kekasih bertasbih. meminjam pedang jihad sesudah rajab setahun yang lalu, berkhidmat di ranah tauhid. bibir meminang suara merdu daud lewat burung-burung berzikir, menyibak daun randu. kapas putih menggantung seperti cahaya di jidat, aku meraga sukma ke batang tubuh, salawat salam diaminkan ke rasulullah, ramadan itu tiba, napas bergelora, mengingati pesan ash-shiyam yang dulu, dan aku mencoba tak lengah pada nafsu menggoda terlepas dari kerangkeng jiwa. sebab, pelatihan itu mesti dijaga!
lalu, kutunaikan kembali ash-shiyam tahun ini, mentaati perjalanan suci, kubuka lembaran kalam menghadap haribaan, menuju mata batin terpejam. siapa membaca al-qurannul karim di telaga rasa? irama suci dari kejauhan yang sunyi tengah malam sayup-sayup padam, mengalun lembut di puncak corong langit tadarus terus menerus seperti hafidz memanggil tuhan, aku takzim menyimak suara mengaji membaca ayat-ayat ilahi. di penghujung ramadan perlahan ash-shiyam akan berlalu, tinggalkan suatu amanat iman.
engkau rasulullah pemilik syafaat yang agung,
kugantungkan harapan kelak menghibur tangis alam bakaku terkurung. tuhan menguasai fajar dan senja berpalung, aku tak berpaling sejengkal jejak tak berjarak, dekap aku tuhan erat-erat. perjuangan hidup sarat ujian berat aku belajar tobat.
hari fitri tiba dan berlalu, matilah angkara di kedalaman hati sepanjang umurku seribu tahun lamanya. maaf-maafan didekapan salam. aku memungut sunyi merenungi diri di setiap lakuku di awal syawal memulai kembali aktivitas setiap hari, mengingati pesan-pesan kekasih yang pergi berharap kau datang lagi di awal rajab nanti, dalam catatan ambiya di muka surat yang kubaca
lebaran tahun yang lalu, takbir menara gading betalu-talu, umat berbahagia di sorot mata berkaca-kaca seperti telaga rasa merupa cahaya, kemenangan diraih sejurus doa di baju baru yang gagah. anak-anak kecil menadah recehan dari sanak family baru saja pulang dari rantau datang ke rumah.
lebaran tahun 2021 ini, takbir bisu di sudut mataku bermandi tangis. gerangan wabak mengundang sebak, kapan kau pamit pandemik? mereka yang tak mudik ke kampung halaman dicekal aturan rumit. di lebaran tahun 2020 bernasib sama hingga tahun 2021 ini tak bermewah-mewah, aku gunakan baju lama, cukup rayakan sederhana saja. ah, tunai sudah perjalanan ramadan mengajarkanku ash-shiyam, di seluruh pengabdian iman: aku tentram mendayung iman. lebaran oh, lebaran. kau kenangan.
Ngawi, 21 Mei 2021
ORIGAMI YANG ROBEK
memungut kelopak nan berserak di jalanan. payau air mataku membendung duka. lalu, anak-anak angsa bermain risau di balik hutan bakau sepanjang muara, dan terus renangi asinnya samudra, singgah di dermaga yang lain. tangan cekatanku menghilir mengaliri air nan tumpah di sudut iba. kulipat-lipat kertas jadi persegi membentuk origami bunga. jangan ajarkan aku melupakan kenangan bersamamu, padahal bunga itu masih kusiram, dan sampanku selalu berlayar rindu menujumu mendayung dada. sehelai rambut jatuh tepat di puncak hidungku, aku geli mengingati telepati tak lagi indah dirasa. sebab, permainan hati diakhiri sebelum layar terkembang, cintamu hanya opera semata. aku lelah pada waktu berputar, tabahku sirna. origamiku robek di tinta merah: akhirnya angsa itu tenggelam, sampanku karam, bunga layu, kompas mati menuju layaran kekasih. hati teriris janji manis berujung fatalis.
Romy Sastra
Jakarta, 20 Mei 2021
RAMADAN BUKAN MERAYU TUHAN
Romy Sastra
merenung melarung batin ke ranah yakin
di bulan penuh ampunan
berkah-berkah bertaburan
selama ini :
kaki melangkah menanjak menurun
adakala terantuk di jalan datar
tak mengenal tujuan sering kesasar
betapa banyak persimpangan
merenung melarung batin bercermin
pada bulan kemarin
masih saja terngiang pesta kehidupan
lorong-lorong dilalui mencari jalan pintas
setiap tuju selalu bersimpang batas
merenung melarung batin ditudung keimanan
menjadi santri semusim
di majelis rindu tadarus tak putus-putus
berpenampilan rapih merayu tuhan
mengadu segala problema tobat nasuha
berharap kasih sayang
masihkah ramadan tahun depan ditemukan?
Jakarta, 18 Mei 2021
KEKASIH YANG KEMBALI
kekasihku datang
setahun yang lalu pergi kini menyapa lagi
dia pulang di saat jiwa ini gersang
rindu bercumbu di malam-malam panjang
mengetuk pintu langit
kekasihku kembali
setahun yang lalu sempat menghilang
di ujung pintu kau memanggilku
"mari, mari, mari ...!"
sambut daku dengan senyum mengembang
akan kubawakan seribu satu berkah di jemariku, untukmu
kekasihku tersenyum
cinta yang dibawanya kubalas mesra
kusuguhkan rasa rindu bertanya malu
adakah amal yang dulu tercatat di majelis shaum?
kekasihku tertawa di mulut toa
anak-anak kecil berlari-lari di muka musala
pertanda pesta ibadah berlomba-lomba
pekik toa meraung-raung indahnya suasana
semacam pesta di rumah rasulullah
kekasihku kecewa
sebab, pengabdian cinta yang kutawarkan
tak menghiburnya
pesta ramadan seharusnya mabuk kerinduan
kenapa tak bercinta sepenuh doa?
melainkan berpacu mencari gaun pengantin yang lain
meski kekasih pernah bersedih
rahmatnya selalu diberi
ya ramadan, kuingin karam dalam impian
di lautan maha ampunan
HR RoS
Jakarta 29 April 2019
PRAJURIT SUHARTO
Oleh Romy Sastra
Taktik perang Tentara Nasional Indonesia adalah "gerilya" untuk bertempur melawan penjajah, taktik gerilya ini digerakkan pertama kali oleh Jenderal Sudirman, sehingga taktik ini diadopsi tentara Vietnam melawan tentara Amerika. Indonesia dan Vietnam, adalah negara yang pernah menang melawan penjajah dengan taktik yang dirintis oleh Jenderal Sudirman.
Jenderal Sudirman berpesan:
Kami tentara Republik Indonesia akan timbul dan tenggelam bersama negara.
Kami siap mempertahankan kedaulatan sampai titik darah penghabisan.
Sebagai tentara rakyat dari rakyat dan kembali ke rakyat mengabdi, itu terbukti semenjak berdirinya laskar prajurit membela negara ini dari penjajah. Sedari awal Tentara Nasional Indonesia (TNI) dibentuk melalui perjuangan demi mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Sebab Belanda yang ingin kembali berkuasa menjajah Indonesia setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Tentara Nasional Indonesia sebelumnya bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR). Didirikan 22 Agustus 1945 dan dibubarkan kembali pada tanggal 5 Oktober 1945 menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), dan selanjutnya diubah kembali menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Di masa mempertahankan kemerdekaan lndonesia, laskar-laskar tentara pejuang itu disahkan oleh presiden Soekarno pada tanggal 3 Juni 1947, dan berdirilah Tentara Nasional Indonesia (TNI) secara sah (resmi).
Salah satu prajurit bernama Suharto yang bertugas di Kodim 0304 Agam Kecamatan Palupuh Kab Agam. Suharto ini seorang anggota Babinsa Angkatan Darat beserta anggota, selalu memberikan penyuluhan kepada masyarakat binaannya ke petani, agar pendapatan panen di daerah Palupuh Agam maksimal dan bisa dinikmati masyarakat di statmennya setelah saya catingan di grup keluarga FK Anak Nagari Kubang Bayang Pessel. Dan beliau ini Suharto, salah seorang keluarga besar kami di Nagari Kubang bersuku Tanjung.
Sosok prajurit sejati adalah selalu di hati rakyat dan garda terdepan sebagai perisai NKRI. Seandainya langit itu runtuh, bumi ini siap menadah beban meski dada bumi ini hancur lebur, itulah sejatinya jiwa-jiwa prajurit patriotik. Dan sosok Suharto ini di masa baktinya mengabdi dalam tugas membuktikan, bahwa tentara tidaklah memakan gaji buta yang pernah diviralkan oleh seseorang pelaku sosial media di beranda facebooknya. Apa dasar dia mencela perisai bangsa ini? Sungguh manusia yang tak paham sejarah dan hakikat komando menjaga NKRI sewaktu-waktu bom waktu meletus di nusantara ini prajuritlah benteng itu.
Suharto ini bukan mantan presiden Indonesia di masa orde baru, kebetulan namanya pun sama, hehe. Suharto ini justru mantan anak petani dan pemuda kampung yang sudah biasa menjadi petani. Nasibnya menjadi prajurit Tentara Nasional Indonesia sangat beruntung di masa ketika beliau mendaftar jadi anggota. Dan kini Suharto itu kembali membina para petani di daerah dia bertugas, sebagai bukti bahwa prajurit itu mencintai rakyat, kembali ke rakyat, menyatu dengan rakyat, adalah hakikat perjuangan tentara itu.
PRAJURIT
Prajuritku,
Peluh bangsa ini ada di porimu
Air mata bangsa ini ada di darahmu
Napas bangsa ini ada di dadamu
Mahkota bangsa ini ada di martabatmu prajurit
Jangan biarkan lagi negeri ini menjerit
Dijajah kolonial, dan waspadai hipokrit
Prajuritku,
Di nadimu otot yang tak mati
Di denyut jantungmu roh yang tak berhenti
Di kepal tanganmu kemerdekaan kau genggam
Di pundakmu amanah kau jalankan
Jagalah pertiwi
Prajuritku,
Berjayalah dan bersatu untuk NKRI
Jakarta 29 April 2019
NOKTAH DI TENGAH BADAI
kasih ...? sapa lamunan ini di angan yang tersisih pada kekasih. aku telah memilikimu, dan menyemai kasih sayang jauh sebelum noktah kita terjalin di depan penghulu.
kita yang pernah jatuh hati di labuhan batin, berjanji:
... akan mengarungi bahtera cinta sampai mati. kini, separuh layaran biduk dikayuh kenapa terhenti oleh cabaran yang semestinya terus dilalui? biarlah gelombang hidup ini dihadang tak gamang, sekoci pun tak turun mengambang di riak lautan ...
kasih ... jangan lelah mengejar pantai
lihatlah nyiur melambai memanggil layaran untuk kita bersantai, dan di sana, ada nyanyian camar senja hari kidungkan cinta yang damai. menarilah seperti angin! semoga layaran tak karam dihempas badai
HR RoS
Jkt, 10519
MUSYAFIR SUFI
tenggelamkan matahari dunia
buka pintu diri
dalam gelap mencari terang
pada matahari sejati
kelap-kelip bintang bertaburan
purnama semu berlalu
kosmik di galaksi jiwa bertumpukkan
bak kiamat lebur
menjadi secercah maha makna
langit berlubang
menembus lapis tertinggi
jiwa terbang melintasi awas
dihantar asma-asma cinta
membuncah arasy
sukma rindu tak menemukan siang
maupun malam
yang ada kelembutan abadi
dalam perjalanan terbaik
fana dan mati di dalam hidup
yaa, perjalanan cinta mujahid safi
menemui kekasih pada duduk tasbih
doa bertarung dalam puja puji
hening menyapa bisu menuju mata hati
meleleh membanjiri air mata surgawi
ternyata yang dicari sudah menyelimuti
cinta dan pencinta tersenyum mesra
telah tercapai indahnya ibadah
Jakarta, 090519
PURNAMA TIBA DI MUSIM HUJAN
kertas yang disetubuhi majas
dilumat kias-kias rindu mengalun merdu rentang temu pada cinta tak kunjung datang
kepastian noktah tak ada kata menjawab rasa,
kenapa bisu?
kini, purnama sudah tiba di musim hujan
tetesan embun berulangkali suburkan dedaunan
kenapa jawaban musim tak jua bibit berputik yang disemai sebelum hujan melanda?
semestinya buah sudah ranum
ah, tentu saja aurora malam tak lagi bergelora
malam diselimuti dingin di batas penantian, senyum purnama yang diimpikan tak jadi kenyataan
apakah suratan azali tak berpihak pada takdir, ataukah catatan telah berpindah pada bayang-bayang kepalsuan?
ya, tak mungkin perjanjian angin mengubah haluan dingin
padahal purnama selalu tiba di garis rotasi
hanya kabus hitam menutup arunika
tak merupa cahaya di dada candra.
HR RoS
Jkt 7519
LAYU
andaikan kau tahu,
sekuntum rindu pernah kuberikan padamu tanpa benalu
sekuntum perdu menghiasi halaman kekasihku
andaikan kau tahu,
perca-perca yang terbengkalai kujahit
kujadikan gaun pengantin
dan kuserahkan ke meja penghulu
andaikan kau tahu,
sekuntum mekar tak berbenalu, kenapa layu?
sedangkan gaun itu masih disimpan
debu-debu yang melekat kusikat
kulipat ke dadaku
bertanya, masih adakah setiamu?
HR RoS
Jkt, 4519
KEMATIAN HAK YANG KU RINDU
bias-bias pikir terkikis pesimis
gontai langkah diri menghalau ironis
menggapai cinta ilahi mesti optimis
buang keraguan di dada sarangnya iblis
di dalam religi aku pamit
pergi berkelana ke alam yang tak sempit
berkuda jiwa berkomat-kamit
terbang melayang menuju langit
aku pergi jauh dari pergulatan dunia
tinggalkan seremonial cinta mencari maha cinta
kutempa kearifan jiwa pada nafsu hina
sibuk memamah cinta fananya sukma
diri mengejar cinta terkadang tersesat menyesatkan
indahnya rayuan dunia di mata idaman
yang sejati selalu terlupakan
menangis, menangis sedih mengingat kematian
sedangkan el-maut masih dalam perjalanan
di kala malam merindu duduk sendiri
mencari kematian diri yang hakiki
langit pat gulipat kututup rapat-rapat
jangan ada nada-nada puji yang tersesat
kebisingan sami' menggema bak lonceng berbunyi
asyik bersunyi membubung arasy lafaz terhenti
hati berbisik bashir kututupi
matilah aku di dalam sunyi
alam malam dalam kegelapan
hening menempuh kematian
kematian di dalam kehidupan
sungguh malam itu lebih baik dari malam seribu bulan
berjalan bak kilat ke dinding misykat
kupapah jiwa bersama rasa mengikat kuat
menyatu unsurku dalam syahadat
larut melebur ke istananing dzat
tak kubawa mahkota mewah
hanya menggendong sebait megah
bergandeng tangan dengan rasulullah
berputar mengelilingi baitullah
tak dapat pelita di tungku perapian rasa
tak kutemukan cahaya-nya di sang surya
tak menerangi lilin di milad usia
tak pesona ceria di glamournya pesta
pesta itu anggun tak berpenonton riuh
sorotan lampu panggung silau menipu ruh
tarian opera pertunjukan dungu
tertipu pada rindu-rindu semu
sesungguhnya kematian menemukan cinta
di dalam kematian rasa
mati dalam hayat bukan kifayah
lenyap ke dalam fardhu 'ain jadi fitrah
perjalanan abadi si safi berakhir suci
dari pertemuan realita cinta yang dicari
khair di kasyaf hati wilayah rahmat ilmu laduni
bersama-mu kekasih aku bahagia sekali
HR RoS
Jakarta, 12,05,19
TEGAR KE PUNCAK UBUN
Romy Sastra
planton diterangi bulan,
jika malam awan menyibak kelam
tiba-tiba sampan diamuk badai menggugurkan harapan nelayan
kembalilah ke pantai! tunggu badai itu reda
nyalakan pelita di dada pasrah
biarkan sagara melaju bersama takdir
berterima kasih pada siang
teriknya mengukur bayangan
meski tak sama panjang
bulan dan matahari sudah berperan dalam kehidupan, debu tak selalu kotor, setidaknya
debu bisa mengantarkan ke pintu sujud
tegar ke puncak ubun
jika telaga tak lagi menyimpan tirta
perigi kering ajarkan merindui
hati dan nadi seirama menyebut cinta
nafsu menggiring lupa
Jkt, 29519
JIWAKU DAN TUAN GURU
Romy Sastra
lembah-lembah diri kuselami
menurun mendaki melafal kalam ilahi
jalan-jalan terjal kutelusuri
memasuki alam jiwa rongga rimba raya
aku dan nafsu itu
mengikuti jejak langkah iman diri tertatih
jerih payah tak lagi dirasai.
di aliran nan tenang cahaya bertapa bisu
di balik batu berkilau zamrud
seperti bercermin di telaga kaca rasa
ia maha jiwa kepada yang berjiwa
cahaya itu berbisik:
"duhai yang terlena payah,
jangan jauh-jauh mencari cinta
selami saja lautan terdalam
jangan takut tenggelam
di dasar jiwa itu mutiara tersimpan"
"duhai yang menengadah ke langit jiwa
di tingkat makam yang tinggi
mahkota cinta bertakhta,
untuk apa engkau datang kemari?
yang hanya membawa jera
padamkan pelangi melingkari galaxi diri
biar tak tergoda ilusi"
tuan guru nan bergelar mursyid sejati
aku datang kemari membawa cinta
izinkan aku bertanya tentang azali berdiri
ya tuan penunggu sagara alam diri.
"baiklah ...
coba kau pegang tongkat alif,
jangan dilepaskan walau sesaat
dan jangan kau berdiri di kakimu meski penat
jangan pula kau duduk di tilam permadani!
tetapi,
berpijaklah di tempat rasamu bersembunyi
kau 'kan tahu rasa yang sejati
bersilalah pada embun-embun malam
pada ruang yang teramat sunyi
walau sesak menyeruak berdinding pekat
tak dapat melihat di dalam kelopak, abstrak
bercumbulah dengan lafaz tasbih berbisik,
'kan kau dapatkan khair-khair rahsi"
di sana sabda itu dibisikkan
di pertemuan pintu ar-rabbani:
la illaha illa ana, innani anaallah
pengakuan suci.
fa subhannallazi biyadihi....
akhir kalam ayat berjanji
subhanna rabbika robbil izati....
ia penutup segala doa pada asma suci
sesungguhnya itulah sabda tuan guru
membuka jalan tajali mimpi
meminta petunjuk jalan azali
keakuan cinta terbukanya ilmi
dia nyata di setiap saksi tak terbantah,
fana ....
mursyid memanggil pulang,
kembalilah turun ke mayapada, duhai jiwa kelana!
pegang nukilan tauhid ilahi
jangan dilengahkan!
meski langit itu 'kan runtuh ke bumi.
Jakarta, 28 Mei 2019
TABUR BUNGA
ia pulang kemarin bertarung melawan ajal
menyongsong sisa-sisa napas akan habis pertarungan terhebat tak terkalahkan
matilah sekujur badan
kepergian awal kehidupan menempuh keabadian
selimut putih pembungkus bangkai
amal-amal jadi perisai
raya hampir tiba usah linangkan air mata
sedangkan bangkai di alam kubur bias
nan tertinggal tulang-belulang tersiksa
adakah jasa tatkala di dunia berbuah pahala?
atau tertitip di perjalanan sepi yang sia-sia.
anak berdoa di sepanjang malam
ketika dunianya sansai diamuk badai
jalan pulang terkenang
sampaikah rintihan itu dikirimkan?
sedangkan al-fatihah tak fasih dibaca
masih di ejaan hijaiyah
sungguh malang anak dibesarkan
ketika ruh menjerit kehausan tak dapat pertolongan
tunas-tunas nan tumbuh menutup jarak
sesekali anak tersayang bertandang
taburkan bunga di pusara
iktibari hidup di dunia ini tak abadi
setiap yang bernyawa pasti mati
jangan bermain-main dengan misteri
sesal kemudian tiada arti
Jakarta 25,05,19
NYANYIAN NIRMALA
tentang malam yang dibaringkan ke dalam sunyi, bulan bintang setia bersanding di kejauhan, hujan datang menimpali. adakala awan tak bersahabat dengan iklim, musim menginginkan curah. embun tak cukup membujuk gersang, dedaunan mati. lalu, berguguran
malam mengetuk pintu fajar, berpijar dada langit. sunyi bermain biola bersama angin, bunian berkelana di dalam kelam, tiba-tiba raib entah ke mana? kedasih kedinginan di ranting pagi, asyik memandang rama-rama jantan di tunggul lapuk memanggil kekasihnya mengajak menari terbang tinggi. mari bertengger di sayapku! kita melihat tarian ilalang tak lelah ditimpa musim. nyanyian nirmala antara malam dan pagi menyambut cahaya, tuhan meliputi segala kisah
Jkt, 240519
BULAN YANG DIRINDUKAN
Di bulan Rajab, amal-amal dikirim keharibaan. Lalu, Ia menjawab.
"Marilah amal-amal hamba-Ku! Berkumpul di sini di sisi-Ku yang mulia ini."
Di bulan Sya'ban yang lalu, renungan kian berpacu, dan Ramadan sudah bertamu.
Di akhir bulan Sya'ban kemarin bibir basah
Kini retak menghentak jejak pulang ke tanah jazirah bermusafir berzikir dan bertakbir di malam tadarus memohon ampunan dosa.
Ramadan pembuka yang tertutup,
tertutup bagi yang tak merindukan kekasih.
Di perjalanan bulan Ramadan ini, joki-joki memasang kuda-kuda berlari menunggangi Sembrani.
Tentang haus dan lapar diarungi.
Sebelumnya, telah ditumpahkan hasrat meminang syahwat, bukan tak memahami jejak-jejak khalifah titipkan pesan religi.
Ramadan nan suci,
seisi dunia dan arasy bertasbih,
menyambut kekasih-kekasih yang merindukan Maha Kekasih.
Di bulan Ramadhan ini, para pencari ampunan, keberkahan dan rahmat Ilahi. Berbondong-bondong seperti anak-anak angsa pulang senja menuju kandang berdendang.
Tentang bulan lebih baik dari seribu bulan, tentang malam seribu satu keajaiban dunia.
Tuhan tersenyum memandang hamba-hamba yang lelah berpuasa.
"Hambaku, bertahanlah hingga ke medan takwa, takhta tauhid-Ku kau bawa-bawa. Menahan haus dan lapar meski langkahmu terkapar."
"Hamba-Ku, di balik rindumu,
Aku telah bersemayam jauh sebelum kau berpikir tentang-Ku."
"Akulah surga itu, selimut sutramu"
HR RoS
Jakarta, 16,05,19
KURSI
Kendi-kendi tuan pecah di bilik judi, seberapa banyak taruhan ditawarkan? Lalu, suara-suara angin dikumpulkan dihitung lelah dan mati dicurangi kalah, sumpah serapah ilalang terjadi, si penjudi tersenyum menaburkan bunga-bunga bangkai di kenduri mewah, dan baru saja bertarung memenangkan lotre kacang lupa kulitnya.
"Sini, tuan! Aku bisikan kursi mewah yang tak ada di dunia ini." Tuan-tuan menoleh memicingkan mata kiri perlahan.
"Ah, kursi macam apa yang ditawarkan itu?"
"Tahukah tuan, kursi itu tak bergoyang, bersandar di kekuatannya mampu mengguncangkan arasy. Kursi yang Maha Agung dan kemewahannya tak bisa dibayar dengan intan berlian, bahkan lebih baik dari bumi dan langit. Tapi, kursi itu gratis dimiliki dengan ketawaduan yang total, bahkan kekuatannya mampu menghancurkan dajjal-dajjal siang malam."
Kursi empuk yang diperebutkan di parlemen itu ranjau jangan silau, nikmatnya hanya tak lebih dari sebatang rokok. Jika dibandingkan kursi Ilahi, di setiap kalam-Nya melahirkan indahnya surgawi, dunia pun dan seisinya bisa diraih.
HR RoS
Jkt 15,5,19
LAFAZ
Diantara
Sunyi dan sepi
Aku melafazkan rindu
Menggebu
Dan menderu
Diiringi senyuman manismu
Aku berharap
Rinduku sampai padamu
Wahai sang pemilik rinduku
Dan, aku
Akan terus melafazkan rindu
Kerna, Meski semua telah ada
Hanya engkau yang tak ada…
Wonokromo, 24Mei2021
#S4S
TINTA TERAKHIR
Tinta memerah menoda resah diksi
dalam kertas putih
kanvas-kanvas tua hampir pudar
melukis kasih sebagai tinta terakhir.
Di peraduan mimpiku, aku mencoba,
menoleh lembaran-lembaran memori,
ku tatap jurang-jurang pemisah
diantara nostalgia kisah kasih
tak mungkin ku sulam kembali histori usang
tinta itu semakin mengering tak lagi basah telah bernoda darah.
Tinta terakhirku ini
aku persembahkan ke dalam syair
menilai kearifan kasih
masihkah adakah kamu untukku
untuk memahami relung relung takdir
antara aku kau dia dan mereka.
Tinta terakhir ini kian memudar
ketika kertas putih itu di albumku
akan menutup lembaran demi lembaran hati
tak lagi membimbing masa depan dari cabaran puisi yang kian tersisih.
Aku memang masih di sini
menatap menyiram taman bunga
dengan air tirta maya cinta dalam bisu
yang mengalir dari tetesan air mata rindu
pertanda cinta ini masih ada dan setia untukmu.
Bila kekasih bernokhta cinta sepanjang hari
setumpuk cabaran menjadi pelajaran
tinta ini tak akan ku akhiri
sampai aku meraih obsesi dari sebuah mimpi
meski mimpi itu bias ditelang waktu.
taman hayalan itu selalu melukis kasih
pada pelangi jingga
memerah di peraduan senja
ku sapa dikau cinta
dikala senja hari,
adakah malam berpelita sinar purnama
bila bulan memadu rindu
hadirlah....!!!!
janganlah malam ini menjadi bisu
jadilah sosok juwita malam menari indah
di dada langit
kan menyinari pekatnya kabut buana
yang tak lagi punya ruang tempatku berlari
meski kunang-kunang hati tak cukup mampu menerangi di seantero sukma mayapada
dalam kisah cinta yang tak nyata.
Ketika tinta yang memudar ini masih tersisa
yang akan melukis malam
senyumlah...!!!
pelita kecil itu janganlah sampai padam
yang dikau masih dalam genggaman.
Aku berdiri diawal pagi menatap teriknya mentari siang ini
memandang lembayung di tengah riak
menitip kabar pada pelangi yang akan menepi
ke telaga kasih bisu
kabarku sama seperti yang berlalu
aku masih mencintaimu.
Oh, terik.
laju sinarmu membakar hangat tubuhku
menggapai obsesi hari pada senja nanti
berharap siluet cinta merona
pada keagungan illahi rabbi
mendekap dalam doa senja
menitip sebait asma, berharap cinta hati ini janganlah segera padam.
Aku masih seperti yang dulu
memadah telepati dalam luah telik sandi
meski tergores dalam ayat-ayat tinta terakhirku ini
aku akan terhenti menitip larik-larik puisi
ketika dawat tinta itu
tak lagi kau hantarkan warna ceria
ke arena kanvas rupa rasaku yang mulai pesimis di kertas putih
karena rasaku semakin sepi semenjak di tinggal pergi pada bayangan mimpi kekasih.
aahhhh......
HR RoS
Jakarta 25-4-2016, 09:35
ELEGI DIKSI RINDU SENJA
Sore ini,
berlayar mendayung tinta ke ranah maya,
bertamu ke bibir pantai,
camar terkikis oleh pasang gelombang,
bila petang burung burung itu
pulang kesarang,
bernyanyi riang, memandang
lautan luas yang menghadang.
Ketika kasih merindu jauh diseberang
tangan asaku,
tak sampai merangkul kasih-sayang.
bila cinta terbias oleh bayang bayang
aku terpaku rindu,
rasa yang tak mau berlalu
oh rindu,
bawahlah daku ke samudera lamunannya.
Cinta ini terpenjara diranah maya
tak terealitanya cerita menjadi kisah hampa
kelu, kaku, rindu yang bisu bersatu dalam bayangan pilu.
bila saatnya mimpi terjaga dari tidur ranah maya
akankah kisah ini seindah yang di duga,
entahlah....
.
Cemara merindu purnama
dalam kelamnya malam,
temaramnya keemasan menembus jendela cinta
aku intip megahnya purnama dari
beranda di malam buta,
indahnya ciptaan sang semesta.
Malam ini indah sekali,
rangkailah dalam doa
malam yang berpelita ibadah
berharap labirin doa berpelita kasih
akankah suatu masa pelita cinta itu terealita?
di negeri yang tak pernah ku jumpa.
HR RoS
PARANOID MIMPI SENJA
Ahhhhh...
telah aku campakkan kecewa ini
ke jurang yang terdalam,
semoga terkubur di lembah sunyi.
ah, kenapa resah ini mengikuti jejak hiba yang tak mau berlalu pergi.
aku telah berlari sejauh mungkin
meninggalkan kisah yang tak berarti.
kenapa dimasa senja ini
aku di linangi paranoid hati
pada sebuah impian yang sudah mati.
Padahal,
Telah aku petik bintang-bintang
di malam sunyi,
berharap kerlipkan hidupku yang gersang ini.
pada jejak malam,
aku yang terpesona mimpi bodoh
selimuti malamku yang kian dingin
semenjak di tinggal pergi oleh
kepalsuan mimpi.
entah kenapa tirai kasih yang dulu,
menyapaku kembali dalam lamunan ini.
sudah aku bungkus rapat-rapat
story impian yang ternyata semu
aku yang tak ingin berselimut kepalsuan
ternyata semua cerita itu telah berubah.
HR RoS
bingkai paranoid potret mimpi senja
SEBATANG ROKOK YANG HAMPIR PADAM
Diri,
separuh sudah kretek ini melaju
ke filter hirup terakhirmu,
yang telah terbakar sudah menjadi abu
dan berdebu.
Kehidupan itu masih berlanjut
meneruskan sisa-sisa cinta dan
aroma mimpi dari lelap sekejap ini.
Oh......,
damailah asap nafasku melaju memandu
lenyap ke ruang kosong itu,
biar menyatu bersama-Mu oh tuhan.
Sisa-sisa tembakauku tak lagi wangi
aroma yang telah berbau,
tak sedap lagi.
bara panas ketakutan, perlahan-lahan mendekap,
menghampiri raut wajah yang telah memudar.
wajah yang tak bagus lagi
bahkan telah keriput,
sendu dalam bayangan misteri
yang mengintai diri setiap hari.
Lamunanku resah,
aku ingin berdamai ya illahi
dalam perjalanan takdir terakhirku.
yang selama ini lalai dalam aroma kretek murah yang melenakanku..
tapi, ongkos nafas surgamu jauh lebih murah dari sebatang rokok ini.
HR RoS
Jakarta, di penghujung mei
31-5-3016, 11:33
ROHINGYA NASIBMU KINI
Deru mesin itu bergemuruh
Deru emosinya membunuh
Deru nurani pilu
Deru sosial sepertinya kaku
sendu.
Nasibmu Rohingya,
Kau terjajah dari tanah sendiri
termarjinal dari mayoritas
terkasta dari tumpah darah
tersisih dari sebuah perbedaan
terhukum karena berbeda keyakinan
terombang ambing di lautan
terlantar di daratan
yang tersisa sebuah penderitaan
bangkai bangkaimu hangus berserakan.
oh, miris sekali,
Dimana nurani itu kini ya budhis..?
sang budhis yang welas asih
kenapa citra Aksobya tak di maknai
kenapa Vairocana di tutupi
kenapa Amitabha tak menerangi
kenapa Amoasidhi tertutup cinta
kenapa Ratna Sambhawa di kotori
uuuuhhhh budhis,
Miyanmar,
kenapa politik itu homo homini lupus
kenapa konflik tak ada solusi
kenapa reinkarnasimu ekstrimis sadis
oh Budhis-budhis.
Kenapa, kenapa dan kenapa....?
Budhis,
Tatkala budhis berjubah suci
nafas ajarannya cinta ke sesama
dan ke semesta,
adakah ini penguasa...
lemahnya sistematis kekuasaan
saudara itu di miyanmar sana..??
Mukmin,
Almukminin bil ihwan
dimana digadaikan rasa sosial itu kini
darah muslim tercecer darahmu juga
dimana ukhuwah itu di pusarakan..?
muslim,
saudaraku.
Sesungguhnya setiap jiwa itu bermusafir
damailah dalam istana fana illahiah ini
tabahlah meski bermandi darah
raihlah kasta rahmat dari sang pencipta
berlomba lombalah mengejarnya.
Rohingya, muslim tidak menebar dengki
tiada asap kalau tiada api
ya rohingya, intropeksilah kini..!!
malam ini masih berpelita,
siang ini dunia masih bercahaya.
Evaluasilah diri.. !!!
jiwa-jiwamu yang sudah terjajah lara,
sabarlah.....
semogalah Rohingya itu
diterima disetiap pengungsiannya
diberbagai bangsa
Amin.... ya Allah.
HR RoS.
AURORA CINTA MAYA MENYAKITKANKU
Sembilan belas purnama terbit
di perjalanan aurora kosmik galaxi malam
menyapa dunia mayapadaku,
perjalanan siluet kasih itu telah bias.
terkikis,
karena malam terakhir ini
purnama tak lagi bangkit
merubah wajah ke bulan sabit
ia adalah lukisan hati yang telah gelisah,
dalam lamunan cinta yang telah pasrah.
Maya,
puing puing dermaga rindu telah rapuh,
pelayaran ke tanah bajau itu,
kehilangan arah
samuderanya telah berkabut.
aku batalkan saja niatku,
menoreh jejak ke puncak kinabalu.
Uuhhh,
pelangi yang dulu pernah menerangi senjamu,
kini mulai menampakkan rupa.
keperaduan cinta yang tak pernah sudah.
dekaplah ia memamah asa senjanya
biar terlerai dendam kasih-sayang
yang selalu ia kidungkan dipantai cerita itu.
Maya, kau satu bunga seribu cerita
pernah pesonakan aku,
hingga aku kilaf pada jati diriku.
hampir saja baju kesayangan yang kupakai
tergantung di dinding kamarmu.
Hingga aku terjaga pada lolongan malam
di dalam kubah jiwaku
haaaii...
janganlah bermain api di puncak kinabalu
yang akan membakar seluruh maruahmu.
Karena aurora cinta di kaki langitnya
misteri.
pergilah ke jalan realiti
kan kau dapatkan kisah yang sejati.
HR RoS
Jakarta, 30-5-2016, 12:06
DALAM PASRAH AKU MASIH MENCINTAI
Aku gandeng tanganmu erat erat
takut lepas dari genggaman
aku memegang tanganmu kekasih
rasa memeluk bayangan
padahal kau kenyataan
ketika aku membutuhkanmu
kau campakkan aku dalam kepalsuan rindu.
Memang, aku tak punya apa apa yang bisa di banggakan ke arena hidupmu,
hidupku miskin kasih.
Hidup bersamamu
bak menggenggam bara api yang tak kunjung padam,
seringkali air mata ini terkoyak
dalam kolam kolam bening
menitis di kelopak mata sedih.
aduh, kadangkala aku mencoba berkaca menatap wajah dikamar ini
ketika luka masih terasa,
tetap rona cahaya cinta yang setia
masih mampu menerimamu.
Telah aku serahkan segala-galanya untukmu
kini kau campakkan aku
pada masa senja yang telah layu
pahitnya mahligai rindu yang kutuai
dalam pasrahku ini apapun yang terjadi
aku masih mencintaimu kekasih.
HR RoS
Jakarta, 2-5-2016, 16:52
SYAIR RASA CINTA INI
Assallamu'alaikum
Kasih,
di sudut hati yang terdalam, rasa ini mengalir mengukir rindu
membulir titiskan maniac air mata tertumpah
dari rasa yang terluah di senja jingga.
Duh,
raga yang terpisah lara, dalam derita sakit yang tak kunjung reda.
kemana kan mengadu
rasa yang menyatu bergumam rindu
di aliri suasana pilu yang tak menentu.
Oh kasih,
keadaan itu sebuah keniscayaan, terhias dalam kausalitas perjalanan hidup.
Satu pintaku, bersabar, berdoa, berharap,
berbaik sangkalah ke sang pencipta.
kobarkan semangat ceria itu selalu
hadapi warna hidup ini dalam karya kerja cita dan cinta,
demi meraih obsesi masa depan purnama.
Kini resahku menyapamu, mengaliri kebahagian yang tandus
aku menyentuh dunia maya
tak terabanya realita cinta.
benarkah mimpi itu indah.. terbangun jadi hampa. entahlah, ketika terjaga memang mimpi itu sirna.
aku tak akan lelah melangkah ke suatu area yang di damba,
ingin bercengkerama suatu ketika di pusara ayah bundamu,
menata taman kamboja ditanah merah
di nisan tua.
memadu cinta dengan airmata dikala senja di sebuah beranda rumah tua.
Jiwa,
syair rasa ini melelahkan cita
oleh kata kata pujangga yang pandai merangkai kata,
narasinya pelik tuk di cerna.
pujangga yang mencinta di arena jingga
seninya kaku gemulaikan tari tuk merayu
karena masa cerita yang sudah berangsur tua,
telah lelah lena di buai senja.
Aaahh...
setidaknya, cintanya itu mewakili inspirasi kreatifitas hati.
syair ini terlalu sulit tuk dimaknai
karena iramanya fatamorgana oleh suasana cinta yang tak teraba.
Kasih,
aku akan selalu melangkah kehatimu
tuk iringi cita mengakhiri duka dan tanda tanya.
tapi bila cinta bermahabbah setia
haluan takdir membimbing ke istana mahligai.
dunia ini memang sebuah opera,
bukan sebuah kemunafikan dan kebohongan.
tapi bila sudah melangkah dengan jubah cinta yang rela, maka itu ibadah, semoga maha daya cinta merealita.
walau di dunia tak ada yang abadi begitupun juga cinta, kadang suka dan duka selalu datang silih berganti seperti mimpi sang bunga tidur.
dan aromanya, mampu menuntun nafas spirit beraktifitas setelah terjaga.
ikrar cinta itu teramat indah dalam sebuah cerita
membubung relung jauh ke ruang angkasa.
Ketika debar jantung tak seirama dengan senyuman,
taburkan pelita doa berharap mahabbah dari-Nya.
walau kepedihan sakit selalu membuat pilu rasamu,
genggamlah selalu mahkota setia itu,
meskipun rasamu tak berirama bahagia,
dari kisah yang tak pernah nyata.
Kesetian kerinduan itu adalah
modal menghalau duka
yakinlah, disuatu masa bahagia akan menyapa.
Tuhan,
bimbinglah ia ke sebuah istana mahligai
dalam genggaman maha daya cinta-Mu
pada takdirnya ia.
HR RoS
ANDAIKAN INI RAMADHAN TERAKHIRKU
Ranting-ranting yang telah berjatuhan
tunas-tunas berganti dahan dedaunan
siklus kehidupan, rotasi keniscayaan
akan berguguran
pada zaman-zaman bergilir.
Aku berdiri di bibir rasa
sepanjang jalan kenangan
menatap senja ini,
jiwaku bertanya pada siluet
adakah hilal dibalilk awan bertamu
menyapa ramadhan sore ini...?
Sayup-sayup irama padang pasir
menyentuh kalbu
rasaku hiba,
bertanya diri pada bulan religi
di tiang-tiang menara mesjid
telah menggema menyambut kedatangan kekasih sebentar lagi
adakah ramadhan tahun ini adalah ramadhan terakhirku.
ohh... misteri, entahlah.
Ramadhan,
kaulah kekasih fitrahku
pada bergulirnya raya nanti
di penghujung kepergianmu itu.
Bila tunas-tunas kan tumbuh kembali
izinkan aku ya illahi..?
menatap ramadhan seribu tahun
kudambakan sepanjang jiwa ini
biar kupetik sejarah tinta
bahwa aku bisa menunaikan amanah
menjadi sang khalifah cinta
di tanah mayapada ini.
HR RoS
Jakarta di bibir pantai utara
6-6-2016, 16:26
DI BATAS KOTA PENANTIANKU SIA-SIA
Di batas kota dalam penantian
rasa yang menjenuhkan.
aku menantimu,
tak kunjung hadir menemaniku.
aku telah berkawan dengan angan
menjalani kisah sedih yang tak bertujuan.
Kisah yang hampir sama
pada gersangnya tintaku menyapa dikau
seakan tak lagi peduli dengan larik-larik yang kian tersisih ini.
Oohh kau yang di sana....
hidupmu berbunga telah berputik dari kisah kasih di taman cintamu.
Aku yang disini masih sepi menyendiri
ya di batas kota ini,
menorehkan cerita dalam sebuah impian
yang tak pernah menjadi kenyataan.
Di batas kota aku gantungkan harapan
demi masa depan engkau dan aku
tak lagi cerita itu indah pada akhirnya
yang tersisa hanya dendam membara.
HR RoS
AKU DAN TUAN GURU ITU
Lembah-lembah diri kuselami
hanyut ke dalam mimpi
menurun dan mendaki dengan lafaz illahi
jalan-jalan terjal kutelusuri
memasuki alam diri rongga rimba raya
aku dan nafsu itu,
mengikuti jejak langkah rasa.
Aliran tenang mengalir di telaga kaca rasa
bersabdanya sang penunggu kasta
di tingkat makam yang tinggi
untuk apa engkau datang kemari
yang hanya membawa ilusi saja.
Tuan,
aku datang kemari membawa cinta
izinkan aku bertanya tentang azali berdiri
ya tuan penunggu sagara alam diri...?
Baiklah...!
janganlah kau berdiri di kakimu itu
janganlah kau duduk di tilam permadani
berpijaklah di tempat rasamu bersembunyi
kan kau tahu rasa yang sejati
bersilalah pada embun-embun malam
pada ruang yang teramat sunyi itu.
disana sabda itu di bisikkan...
La illaha illa ana, innani anaallah...
pengakuan IA.
Pasubhannallazi biyadihi.....
akhir kalam ayat itu.
Subhanna rabbika robbil izati.....
ia adalah penutup segala doa untuk-Nya.
Sesungguhnya itulah sabdaku
pintamu akan azali itu
keakuan kesucian-Nya yang segala maha.
Kembalilah turun ke mayapada
pegang nukilan tauhid itu
jangan di lengahkan.
HR RoS
Jakarta, 6-6-2016, 19:56
JALAN-JALAN TERJAL PADA SAUMKU
Terjalnya jalanku siang ini
diawal langkah aku sudah tertatih
mengekang segala nafsu
berjubah sutera dari langit
pada sang kekasih yang kurindui.
Kemaren telah aku nikmati
segala aroma nafsu
sebelum bulan kekasih memanduku
bibirku asyik pada bangkai-bangkai
yang di halalkan,
tak kusadari ia menumpuk di lambungku.
Kini,
dalam doa-doa kemesraan
biarlah lelah berpayah menengadah
meraih cinta sang kekasih
bercumbu elok pada tasbih
mensucikan noda-noda pada istighfar
yang melekat berdebu pada tubuh dan jiwaku
semoga fitrahku raih pada raya nanti.
HR RoS
ASA YANG LARA
Dulu,
aku akan melakukan sesuatu untukmu
sama sepertimu,
membiarkan takdir itu mengalir
di jalur yang semestinya.
dan memutuskan suatu kisah
ketika nanti, untuk bersama denganmu.
Apakah kita akan bersama nanti,
atau justru akan berpisah di jalan ini selamanya?
Dan bila ketika masa itu tertakdir tiba
bingkai nohkta kasih masih setia
aku akan genggam erat jemarimu,
berharap kebahagian itu menjadi nyata.
Meskipun jalan hidup yang aku tempuh,
akan berbeda.
untuk memenuhi sebuah rasa kasih sayang dan cinta yang setia.
Sayangnya kini,
kisah yang membaja dulu
akhirnya retak patah dan telah pecah berkeping-keping tak bisa di satukan lagi
hanya karena ego cinta
tak bijak dengan kedewasaan diri.
Hanya kertas-kertas kosong tertinta
dan menjadi cerita sejarah.
Kau dan Aku,
mencipta kisah-kisah semu saja.
HR RoS
JEJAK-JEJAK YANG TAK NAMPAK
Tubuh ini dalil itu
bertinta rasa pada jejak khalifah
di bawah naungan ka'bahtullah
alam-alam diri berlapis tipis
seperti lembaran-lembaran daun kol
kupetik bergugusan kemilau kerlip
qolam-qolam tasbih bermusyahadah
di bibir cinta.
Aku berlari mencari sesuatu yang tersembunyi
perjalananku diam pada jejak yang temaram
bertanya sendiri,
dimana letaknya hakikat religi sunyi
tentang tauhid diri pada iman memandu yakin
padahal ia berada di tingkat ainul yakin itu.
Aku terkurung dalam pengap
nafasku atur perlahan meniti tujuan
kearah kematian
tubuhku kian gemetar
bukan ku takut akan tersesat jalan
melainkan aku terjerambat pada rantai-rantai nafsu yang membelenggu lingga yoniku bertafakur.
Jalan jejak religiku terbengkalai oleh
was-was godaan mikraj diri
padahal diri ini berjalan bersama sejati yang tak nampak itu.
HR RoS
SORE DI PEREMPATAN GROGOL ITU
Di perempatan jalan
di bawah jembatan tol grogol
di depan kampus trisakti
aku menunggu hujan reda
seketika bedug adzan maghrib berkumandang
menandakan telah datangnya waktu berbuka puasa.
ahhh..
aku disini,
bersama anak jalanan
ia menjajakan Guitar kecil
di petiknya tembang kenangan.
Andaikan engkau datang kembali
jawaban apa yang kan kuberi.....
hayalku tertuju sekejap pada cinta yang tak pernah datang lagi.
luluh, lirih, resah, menatap lajunya memori yang hanya tinggal mimpi.
yaa aku disini,
di sore di perempatan jalan itu
resahnya jiwa ini bermandi hiba
pada kuyupnya aku dan mereka
berbagi segelas air mineral
cukup pelepas dahaga religi.
Seketika history imajiku sirna
dengan sapaan bocah kecil menadahkan tangan..
ya sini dik..!
ku titipkan pesan pada telapak tangannya
dengan uang recehan
bersinarlah engkau kelak wahai tunas marjinal kotaku
sang seniman jalanan itu.
HR RoS
Jakarta, 15-6-2016, 18:00
TEMARAM RINDUKAN PURNAMA
Purnama berkabut koloni awan
di cakrawala malam yang indah
syahdunya tiupan bayu menuai rindu.
Hembusan sejuk menyelimuti
tabir malam yang temaram,
purnama indah bangkitkan gairah cinta.
Oh bulan diranting cemara menambah kerinduanku yang dahaga
lepas senja remang melingkari langit.
kunang-kunang malam menari
mengiringi siluet yang telah pergi
tak terasa rindu ini mulai bangkit.
pada lembaran malam,
membuka hayalku pada memori sunyi.
Di peraduan sunyi malam ini
aku yang berkawan sepi,
menantimu kau disini.
jauh dilubuk hati yang kau pergi tak pernah kembali lagi.
kembalilah hadir sekali lagi
kan kukecup keningmu,
dan bercerita tentang cinta bahwa hidup ini indah
oh kekasihku....
HR RoS
PESIMIS RINDU SENJA
Di ujung jalan senja hari
aku yang disini menyendiri
menatap hayal seraut wajah
yang dulu selalu menyapaku
di tepian senja.
kala hatiku mulai resah,
kau melambaikan jemarimu
pada bayangan diksi rindu
aku terbuai oleh makna cinta.
tapi kini,
jejak-jejak langkahmu padaku
kian membisu
dan semakin bisu.
Ketika nyanyian camar di bibir pantai
yang dulu kau bisikan pada gemulainya
nada riak mendebur sukmaku
aku haru pada nyanyian senja
yang mengalun merdu akan rindu
di balik goresan tinta cinta
di pantai cerita itu.
Ohhh.. senja,
kau hadir akan menguntum lukaku
yang rindu ini akan semakin berdarah
semakin luka,
pada bayangan cinta yang tak nyata.
HR RoS.
RINDU AKAN TAKBIR DI BERANDA RUMAH BUNDA
Rintihan takbir menggema di seantero jiwa
kala pagi, aku asyik berlari ke sungai
mandi dengan riang gembira.
lara-lara yang bernoda di hari fitri
terbasuh sudah pada sapa dan salam sungkeman ke ayah bunda dan sanak saudara.
Entahlah,
Pada suatu ketika itu terjadi di bibir rasa
seraut wajah hiba kupalingkan
pada awan yang berarak
kemana rindu kugantungkan
untuk ayah bunda
ketika kemesraan tak ada disisinya.
Bunda,
pelitamu tak menerangi beranda rumah itu nanti
secercah senyum ceria dalam kebahagian
berganti hiba dalam pelukan angan
pada janji fitrah di raya tiba
pelita bunda redup di tengah samudera.
Oh angin,
sampaikan salamku pada sepoinya
rasa rindu pada ayah bunda.
Aku disini menghitung hari
langkah-langkah kaki yang masih terikat pada resah menyulam hidup ini.
di satu sisi, tangkaimu telah berputik
pada amanah yang harus di tunai.
di sisi lain, aku ingin kembali
menari bersama kala masa remaja
menghiasi rumah kita.
Ahhh.. rindu tak sudah
kakiku terpenjara di tanah jawa
Bandara minangkabau
aku rindu kerlipnya wajah lampu itu.
HR RoS
AKU DIANTARA AKU
Azali diri berdiri dari sang kekasih
perpaduan antara cinta
dalam wadah maha cinta
dari tetesan darah hina dan mulia
aku terdiri dari anazir illahi
antara amarah, lawamah, sufiah, mu'mainah
yang menjaga peradaban jiwa di setiap tarikan nafasku berlari
dari kasta anugerah menjadi insani.
Aku diantara aku,
aku yang di awasi oleh diriku
di utus sebagai suci dari yang maha suci
mengelilingi rotasi hati
di dalam religi setiap hari
menghantarkan kepada laisa kamiselihi.
Aku diantara aku,
aku yang selalu di awasi oleh aku
mengiringi ke jalan rasa
bersahabat setia
aku di hina antara amarah, sufiah, lawamah.
mutmainahku, mengawasi ke ruang anugerah.
berharap sang cinta tidak
menutup cahanya ke ranah ibadah.
Aku diantara aku
berdiri kokoh di dalam hati
berpacu berlari merebut tropy untuk sebuah obsesi
diantara ridha ataukah hina.
Aku diantara aku
yang tiada alfa menderu mencari kebenaran dan kesalahan yang akan dipertimbangkan nanti,
tuk raih obsesi syurga dan neraka.
HR RoS
SALAM SENJA DUNIA MAYA
Damainya rasa rindu di hujung hari
Cakrawala menyelimuti koloni awan orange.
Aku yang kian sunyi berselimut senja
berkabut sejuk
lelah diberanda rasa
tertumpah dikaki langit.
Senja...
tinta ini bernotasi rindu
rindu akan sesuatu
yang tak pernah bertemu.
Uuhhh..
dermaga senja mulai menari
dengan syair ini berkawan sepi
berlabuh di hujung waktu
menanti di setiap hari
Yang di rindu
ada dalam bayanganku..
HR RoS
RINDU AZIRAH
antara memori dan cinta
Ketika semilir angin menyapa sepi
rintik gerimis air mata kasih
titiskan rasa rindu
mengalir di pipimu yang indah
meluluh rasa sedih dalam lamunan pilu,
kau yang jauh di peraduan istana tua,
hayalmu tergores perih sembilu rindu di lorong waktu.
Aku tak mampu hadir,
dikala lamunan itu
menyapa di langit bilikmu. Hadirnya bayanganku
hanya penghias hayal semumu saja.
jangan kau cari memori di ruang sunyi
nanti kau akan semakin sepi
ketika potret kenangan lama itu kau temui dan berhias di dinding rumahmu tataplah sekejap, dan senyapkan segera ke ruang pusara nostalgia..!!
Azirah,
ketika memoar itu hadir menyapamu
dia hanya bisu membatu
jangan kau peluk potret itu..!
nanti story love you in shadow jadi paranoid rindu
Kristal itu nanti jatuh, yang akan jadi bulir sembilu rindu membasahi pipimu.
aku tak mau cinta itu akan bersemi kembali berbunga kepalsuan oleh ada dan tiada
berdimensi ke nisan tua
yang akan membuat azirah cinta termerana sepanjang masa.
Luah ini mengusik rasamu tuk hapus jejak jejak memori sunyi dengan masa lalu itu.
azirah, kini bukalah jendela hatimu..!!
Sambutlah mentari pagi ini menyapa
di beranda rumahmu,
tataplah dari kejauhan teriknya hadir dimaya ini dengan senyum mesra sebagai tanda realita cintanya masih berpelita indah.
HR RoS
KOTA TUA
Dalam history kuberkaca
derita sang kota tempoe doeloe
kota tua itu.
Hulu ke hilir titah sang prabu
pertahankan sejengkal tanah
dari penjajah.
yang akan mengalirnya kekuasaan
dari negeri tuan negeri kolonialis
di bumi kami.
Pucuk-pucuk bertunas di makan ulat
ranting-ranting berjatuhan ke bumi
silih berganti,
kota tua adalah tetap misteri.
Lorong rahasia dari kota tua ke istana raja
ajang gerilya para punggawa
menjaga negeri ini dari penjajah
darah harta dan jiwa tertumpah
di tanah negeri surawisesa kala itu.
Tapi kini,
wajah kota itu yang elok
kau icon yang tak di lestari
hanya bisa di puji di bibir regenerasi
dulu kau permata dari asia
ratu dari timur.
Sepasang mata bola datang dari jakarta
menatapmu,
masih adakah cerita yang tersisa
untuk generasi nanti?
memaknai sebuah sejarah.
Akankah hanya tinggal kenangan
tempat berpesta clasic
bagi para pelancong seni saja
ya di kota tua itu.
HR RoS
Jakarta, 18-6-2016, 00:18
RINAI PAGI DI HATIKU
Rinai pagi telagakan embun
sebait puisi kubingkai di altar diksi
jendela rumah kubuka
kilauan suci bertebaran menghias pelangi
di taman kecil samping rumahku.
Ku puisikan setangkai daun keladi
ia tegar berdiri
meski di hujani beribu tetesan dari langit
tak merasa kedinginan
tak pernah merasa basah
berguru kepada dedaunannya
meski di hujani beban
ia tak meninggalkan jejak.
Pagi ini anggun,
mencumbui rerumputan jalanan
aroma-aroma kembang menyeruak
mewangi pada megah di dinding hari
merumuskan kebahagian rasa
meski hidup ada dalam parade sunyi
lajunya rintik menitis menghantarkan
suasana hidup ke musim semi.
Hujan itu akhirnya turun juga
membanjiri telaga embun pagiku
aku resah,
lukaku semalam tertumpah pada jejak
yang semakin menganga
aku tertegun melangkah
kembali aku merajut selimut lusuh
yang masih kugenggam di jemari rapuhku.
Lelapkan tubuh ini kembali
tuk melupakan,
asa pagi yang telah bias pada hujan
yang membasahi langkah pada secercah mentari
dalam hidupku.
HR RoS
Jakarta, 18-6-2016, 08:48
TELAH DINGIN HATIKU
Dinginnya malam
tak mungkin selamanya sunyi.
Oh mendung yang berarak hujan
rinaimu telah berlalu
kapankah redanya awan hitam itu
ku tunggu dalam lamunanku.
Liku terjalnya asa yang tak bermentari
siangku masih disini
telah terhapus jejakku
hidup menyulam hayal
yang tak mau pergi...
Pergilah hayalku ke obsesi impian yang berkenyataan.
Aaahhhh...
sayang biarlah terbang tinggi.
HR RoS
RINDUKU BUNDA
Senja ini temaram,
terik pelitanya telah hampir padam
bulan malam ini
seakan enggan menampakkan rupanya
aku masih disini, memintali alam sore
menatap jingga menitip doa pada senja.
Jejak-jejak yang kutapaki semakin letih
tertunduk,
lamunanku buncah
mengundang sebak duka lara
padahal sisa-sisa senja cuacanya cerah
tapi kenapa rinai membasahi pipi ini
menitis tanpa sebab
aahhh tertanya sendiri dalam diam.
Bayang-bayang rinduku pada bunda
pecah di bibir rasa
jauh mata memandang ke sagara
di balik senja,
tak dapat ku gapai sejuta kata mendekapmu disana.
ku puisikan rasa ini
semoga rinduku terlerai
di balik selendang usang
yang melingkari pundakmu
yang sering kau pakai dulu.
HR RoS
TINTA RASA MENYAPA CINTA
Di tanah yg berdebu
berjalan di jalan kerikil bebatuan
aku menatap bunga di taman itu,
kering sudah layu sebelum berkembang.
Aku mencari bunga yang jauh
tumbuh indah di tengah jurang
di sela-sela bebatuan karang tandus,
aku tak menatap bunga yang mekar di jalanan
mencoba berjuang selalu
menyiram bunga di jambangan hati,
walau tetesan itu,
tak pernah menyentuh peraduan
tak kukisahkan lelah menyapa rasa.
Wahai angin,
sampaikan nyanyianku malam ini
Kidungkan luka rindu
dalam cabaran malam
yang selalu salah dalam titah rasa yang tergubah.
Aaahhh..
aku menatap malam,
dalam lingkaran galaxi jauh
di sudut negeri,
bintang itu sepi menyendiri
dalam bayangan hati.
Sepi hati tak bermentari
menyapa terik dikala siang hari
malam ini bisu dalam buaian rindu.
ingin kututup kelam,
nyalakan lilin-lilin kecil
biar malam ini berpelita cinta
sepanjang masa.
tuk raih nuansa pagi yang bermentari
lestarikan obsesi mimpi yang sudah terlukis di ruang hati
melajunya kisah cinta sepanjang hidup ini.
HR RoS
MENANTI RINAI RINDU TURUNLAH
Haus dan gersangnya taman ini,
apakah iklim ini sudah kemarau
yang akan berkepanjangan..
Tiada lagi hujan basahi alam,
gerimispun enggan.
titisan embun juga kutunggu
dipintu waktu
dikala fajar datang
dan menghilang,
tak jua cristal suci itu bertamu.
Gerimis turunlah....!
aku ingin membasuh sebuah luka rindu
yang semakin pilu di hujung waktu.
Ramadhan...
kau datang temukan jati diriku
untuk meraih sebuah fitrah cinta
dan ibadah.
HR RoS
RINDU MALAM SELINTAS ANGAN
Malam,
Jamuan rasa cintaku selalu menyapa
rindu ini hadir menumpang sunyi
koloni cinta yang merekah,
kini tertumpah dimana.???
Duuuhh,
Jiwaku yang telah papah
berselimut malam,
aku diamkan diri dalam kesendirian
bercerita di lintas angan,
tak kutemukan indahnya wajah ini pada rembulan, yang akan menyinari kisi kisi malamku.
Kurebahkan tubuh lelah ini,
lena rasa di peraduan malam
rona berkabut mendung yang berarak.
berharap,
rinai basahi gersangnya taman hayalan.
Semakin jauh malamku berlalu semakin ku merindu,
aku rindu, aku rindu, serindu- rindunya rindu.
oh malam,
tak mampu kugapai pelukanmu
aku coba tuk melupakannya
semakin ku tak mampu melupakanmu,
bayang bayang wajahmu selalu menyapa malamku.
mmmm,
Mengapa kau semakin sunyi malamku.
telah ku coba tuk jauhi darimu, semakin ku merindu.
kenapa kau sembunyikan ukiran rindu
yang semakin terbingkai semu..??
hadirlah.
Semakin jauh ku pergi tinggalkan malam ini semakin terasa rindu ini.
seiring berlalunya waktu, aku melangkah jejaki misteri malam.
apakah mimpi malam ini,
bias dalam rasa yg tergubah,
aku lara tak terealitanya sebuah cerita.
aahhh,
Aku yang merinduimu dari tanah
jawa
yang kau entah dimana rindu itu.
HR RoS
Jakarta 23 juni
JALAN KERIKIL BERDURI KU LALUI
Jalan gersang lurus terjal tapi datar
jejaki langkah dari tangga ke tangga
dari bantalan kereta ke bantalan berikutnya.
Aku menatap ke satu arah
terlena,
bahaya menerkam dari belakang rasa.
aku berjalan dengan waspada
Semoga,
jalan asa yang kutempuh
sampai kepada suatu masa.
Aaahhh,
Walau kerikil di hujung kaki selalu menari
menusuk perih tak ku rasakan
kerikil tajam berduri di sela-sela rel kereta api.
aku menatap cinta dari kejauhan
membawa seteguk dahaga
berharap kembang ditaman hati
mekarlah....!
Ketika angin mamiri menyapa sepi
ilusi janganlah terkibiri
kembang di taman hati sabarlah..!
ya sabarlah kau kasih di taman hati.
Untuk menempuh sebuah perjalanan yang abadi
kepada sebuah penantian yang hakiki
setia sampai mati
bersamamu wahai kekasih.
HR Ros
MERENDA JEJAK MIMPI
Aku coba berlari mengejar sebuah impian
Perjalanan itu dimulai dari awal rasa suka
pada diksi-diksi senja menyulam cerita.
Aku mencoba berdiri di dada cinta
selami rasa yang tergubah
disenja yang merekah ini.
Ku titip butir butir syair maya,
ku kirim ke beranda tanya
yang engkau kini dimana saja berada
jabat tangan tinta ini menyapa
aku yang berlari mengejar mimpi itu
membawah senyum mesra untuk cinta dan mereka.
Aku yang merajuk dalam sepi di senja ini
meminta untuk berpeluk mesra
apa khabar kawan semua..??
hulur tanganku mengenggam setia
pada cerita tintaku ini
yang tak lagi dianggap ada.
Aahhh,
aku akhiri sajalah bait-bait puisi yang tak berkaki
dari perjalanan mimpi
yang tak pernah sampai saat ini.
Aku yang mengejar mimpi itu
mengucapkan selamat berbuka puasa
bagi yang menjalankannya.... disana.
wassalam sahabat dan cinta.
HR RoS
TASBIH CINTAKU LARA
Romy Sastra
malam-malam indah memandu tasbih
dalam mihrab cinta
bersanding dengan bayangan diri
hakikat wujud nafsu bertamu
larung saja ke dalam doa
dalam gelap mencari cinta
dalam terang bercumbu mesra
tasbih cinta bergetar di segala nadi
bergetar ke dinding misykat hati
terlena, megahnya payet-payet istana Ilahi
tengelam ke telaga cahaya
telaga warna-warni nafsu diri
menggoda perjalanan sufi
menuju destinasi hakiki
kibaskan saja warna-warna pelangi
ya Rabbi,
hamba bertamu ke pintu istana-Mu
Engkau tutup apakah akan dibuka pintunya
hamba gelisah dihimpit tanya
ohh, maha cintaku
jangan Engkau palingkan wajah-Mu
aku menunduk malu menghitung dosa
ampunilah hamba ya Rabbi
dari segala dosa yang kulakukan
tersenyumlah walau sekejap saja
meski dosaku seperti buih di lautan
wahai sang pemilik malam
malam ini tak disambut tasbihku
izinkan umurku ada esoknya
tuk mengetuk mihrab-Mu kembali
bertamu di malam-malam berikutnya
berharap,
tampakkan wajah-Mu wahai kekasih
walau sekejap saja, tak lama menatap-Mu
sebab, hadir-Mu membakar matahari
menyalakan mata hati
jangan biarkan tasbih cintaku lara
merugi sujud tak diterima
karena wajah-Mu tak merupa
wajah nan teragung tiada duanya
ia adalah awas bukan cahaya
HR RoS
Jakarta, 30,04,17
KEMATIAN KIAN MENDEKAT
Romy Sastra
tamu itu pasti terjadi
menyapa raga dan jiwa ini
mengakhiri semua cerita
menutup gita
ketika ruh akan pergi
tubuh terbujur kaku
jangan ada derai air mata
untuk menempuh jalan kematian
digiring el-maut
dalam ketakutan yang tak terkira
duhh, diri
tamu misteri yang tak kenal waktu
ia bertamu
mencabut ruh dari badan
menghantar ruh ke jalan keabadian
ke telaga siksa ataukah cinta
jasad terbalut kain kafan
bangkai tertanam dalam lumpur
semua para pengiring keranda kan berlalu
pengap di dinding papan
jasad menunggu siksaan
Hancur bias ditelan waktu
nisan-nisan berdebu
padang ilalang kerontang
kamboja pun berguguran jatuh ke bumi
sepi
tiada gelap yang lebih gelap dari gelap
dalam kuburan itu
tiada sunyi yang lebih sunyi dari sunyi
di bawah nisan itu
pusara kan menjadi saksi
di lintasan dunia seperti lembah mimpi
dari hidup yang berpesta pora
lengah pada kematian abadi
mmm ...
bila ruh pergi
Tuhan meridhoi memanggil kematian
kunanti dikau amal rinduku
di telaga cinta
di singgasana jannah
adakah dikau tersisa amalku
ataukah hampa
entahlah, rahasia
HR RoS
Jakarta, 28,04,17
PELACUR-PELACUR NEGERIKU
Karya Romy Sastra
kembang kantil bersolek di ujung mantera
kemenyan mengebul di bibir dukun
terurai asap di atas ubun
wangi menyeruak di sekujur tubuh
bila malam menyapa mistik
mantra asmaradana menggoda arjuna
arjuna liar di kota metropolis
mucikari-mucikari bak selebritis
berdandan cantik berkawan iblis
pecandu malam pulang malam
wahai pelacur-pelacur negeriku
kau perusak generasi bangsa ini
tubuhmu yang sintal berambut emas
mewangi bak kembang melati
lenggak-lenggok gemulai di trotoar jalanan
senyum menggoda mencari mangsa
memikat si hidung belang di dalam mercy
kau pelacur negeriku
negeri ini gersang
bak ilalang di tengah padang
generasi tak lagi punya pegangan
iman zaman tergadai oleh kemolekan
di diskotik night club kau asyik
malammu berfantasi ekstasi
disorot lampu disco seantero pesta
pesta malam bergoyang erotis
kau lunglai menjelang pagi
berkawan whisky tak sadar diri
memanglah kau tak tahu diri
HR RoS
Jakarta, 28,04,17
DESTINASI HAKIKI
Romy Sastra
berkabut sebak, jejak luruh dalam bayangan tak terpijak
tatapan tajam menatap celah
memilah garis rasa
lurus tak tercela
aku raba doa menyingkap sukma
mati di dalam hidup
jantung bergerak nadi bergetar
alam sunyi menepi
hening bak lonceng berbunyi dalam bashiran, sami'an ilallah
fana....
tubuh halus menembus kosmik alam diri
menatap segara riak berwarna,
menggodaku
sampai di sini keindahan-Nya
godaan itu,
ia adalah nafsuku
aku berlari meninggalkan jejak abstrak
dalam tarikh napasku tahan,
tak ingin tergoda dalam kancah warna
destinasi imanku melaju
dalam perjalanan pikir akal dan nafsu
meninggalkan rona semu
akliq nakliq fitrah itu
lebur berbaur ke kolam rasa
menuju awas tak berujung,
tak bertempat,
bening tak berwarna lagi
lingga saliraku kaku dalam yoga zikra
pentauhidan itu melaju menuju tauhid destinasi yang hakiki
tak berwujud,
kepada maha jiwa
bayanganku sirna, yang ada adalah, IA.... makrifat itu
HR RoS
Jakarta,25,04,17
NAPAS DI UJUNG MAUT
Romy Sastra
satu-satu rasul pergi
yang bersemayam di dalam diri
sebagai jembatan religi menemui Ilahi Rabbi
telah jauh jejak langkah melaju
torehkan seribu satu cerita
tentang fananya dunia
bahwa kematian pasti terjadi
runtuh sudah gunung Thursina
sentuhan lembut tak lagi hangat
langit-langit hambar tak lagi berasa
pendengaran tak lagi berdenging, tuli
lidah patah perigi kering, dahaga
netra melirik tatapan buta
el-maut masih dalam perjalanan hampir tiba
sekejap saja sudah berada di depan rumah
riuh membuncah ruh-ruh
penggoda datang silih berganti
menyuguhkan menu-menu surgawi
padahal fatamorgana saja
sang sakaratul maut gundah
selera makan lahap terasa
seperti lapar terbaik
lelah dan payah habis berlari haus sekali
di mana, dan ke mana arah jalan pulang
nan ditempuh tak tahu destinasi abadi
laknatullah merayu pada satu titik ruh
kembalilah kepadaku wahai si fulan
istana megah menantimu di sana
ayah bundamu merindukan selalu
ikutlah bersamaku
sambutlah jemari kasih ini
kau selamat dalam genggamanku
ternyata ia pengkhianat sejati
menggoda kematian religi di segala tubuh
pergulatan terhebat
bukan mencari sensasi gelar posisi duniawi
tetapi melawan segala penipuan
yang akan terlempar ke lembah marakhayangan
lembah kepiluan, penyesalan teragung
tunggu sajalah nanti
jika tak percaya pada larik-larik puisi ini
napas di ujung maut
pertempuran hitam dan putih
apakah terhempas ke lembah lara
atau pulang ke kampung halaman terindah
berpikirlah,
jalan mana kan kau lalui
hanya ilmu dan amal jawabannya
HR RoS
Jakarta, 24,4,17
INTRIK-INTRIK JANGKRIK
Romy Sastra
dua hari lagi
anak-anak kecil
bermain di kamar sempit
intrik-intrik licik
kendali otak sakit
hipokrit abaikan demokrasi
pasang kuda-kuda
gerilya cari mangsa
coblos pilihan pilkada ibukota
saling sikat sikut
menjatuhkan lawan
hakikatnya kau pun bersaudara
kenapa selimut kotor
kau pakai berpesta
kami bukan bodoh mengawal kinerja
jangkrik genggong
obral janji tuk negeri
membenahi alasan kemajuan
padahal oportunis saja
hajatmu terselubung noda
pesta-pesta borjou di tengah kota
anak-anak kecil dungu
siulan jangkrik dipercaya
nanti rumahmu digusur juga
pilihlah aku
karena aku mampu
membuat perubahan kota
perubahan apa
ya, perubahan kata
dari kata penggusuran, ke penertiban
Hahahahaha....
HR RoS
Jakarta, 17,04,2017
SIULAN BISU KEPADA NONA
By Romy Sastra
sang bayu melaju membawa rindu
tentang senja telah berlalu
di segara riak kirimkan ombak ke bibir pantai
pasir menyambut tarian buih gemulai
imaji menempuh destinasi suatu hati
camar-camar nyanyikan kedamaian
tentang malam enggan purnama
rinduku telah tiba di awal malam
sedangkan langit masih saja berawan
nun kerlip kejora mulai bermain cinta
bercumbu mesra di dada langit
seketika ia pun tenggelam
impian rinduku dibuai bayang-bayang
seperti bertepuk sebelah tangan
aku teringat kepada nona
yang kukenal siang tadi
entah mimpi ataukah ilusi bermain hari
rasanya tidak,
aku menyapanya dengan senyum mesra
bersiul manja,
dikau tak menoleh sama sekali
ah,
memang siulanku tak bernada
aku mencumbuimu lewat rasa
pantas saja dikau tak tersentuh
rayuanku bisu karena lidah kelu, malu
takut dikau menolak bunga pemberianku
memang bunga pemberian dariku
hanya puisi
tentang rindu tertitip di ranting kering
daun-daun enggan tumbuh
sedangkan siklus telah berganti
dari musim gugur ke musim semi
terimalah persembahan puisiku nona
meski dikau tak membalas sapaanku siang tadi
imaji kepada nona tak terurai
impian hatiku akhirnya tak sampai
HR RoS
Jkt, 13-04-2017
RASA ITU MURSYID DIRI
Romy Sastra
kejujuran iman
keutamaan dalam detak jantung berpacu
mengejar langkah waktu
silih berganti datang dan pergi
denyut nadi mengiringi aliran laju
rasa diri di sekujur tubuh sutra surgawi
langit-langit rongga terminal rasa
ketika rasa memberi tahu
dialah mursyid diri itu
bila mursyid sejati dalam diri sunyi
rasa terhenti tubuh mati
ketika Jibril menyapa
datang membawah risalah Tuhannya
berhadapan di antara rasa dan mata hati
bersiap-siaplah
suatu saat nanti ia membawamu pergi
menyatukan kembali ke azali
sanggupi saja kedatangannya membawa ruh
sabda tuan guru penuntun jalan hakiki
berbisik pada bilik-bilik religi
seperti berada dalam goa Hira
membuka pintu-pintu arasy
dia hadir sebagai sahabat baik tak menipu
ketika tabir terbuka kerlip bertamu
sang utusan titip pesan
kenalilah dirimu selalu
jangan sampai tersesat jalan
pesan sabda,
kau akan tahu jalan Tuhanmu
di puncak rasa, ia maha rasa itu
sirri wa ana sirrahu
HR RoS
Jakarta 020517
BIBIT PENCINTA NAN AGUNG MENYESALI
Karya Romy Sastra
azali cinta,
berjubah kasih mencurah rindu
pada kasta jiwa mengenal budi
antara terhijab dan nyata
tetap mendapatkan tempat berpayung rasa
kala hujan basah berselimut embun
andai kehausan,
panas bergelora kekeringan tersenyum
rumput-rumput bergoyang
lambaikan kedamaian
tertitip bayu merona syahdu
sempurnanya ciptaan Tuhanku
para pencinta nan agung
sampai saat ini masih memuji rindu, bertasbih
semenjak sabda tercipta
sedetik pun tak alpa
Tuhan ciptakan surga nan indah
fitrah maha kekasih 'tuk sang khalifah
Tuhan ciptakan neraka sebagai peringatan
anai-anai melubangi urat nadi
menyemai syahwat membuai tangkai
sepoi diayun bayu rayu, kebiri janji Ilahi
merayu menggoda rasa hina
pucuk-pucuk melambai tebarkan gairah
terpesona sudah dengan payet-payet indah
membuai asmara kasih
asyik memadu rindu
bak kumbang mengisap madu kembang
tak sadarkan diri,
terkutuk sudah dari Ilahi
menjerit menyesali tercampak ke mayapada
sepanjang tahun sepi seorang
lara hiba menghunus pedang doa
berlari di malam buta antara Safa dan Marwa
mengetuk pintu arasy sang Maha bermain dalang
doa dipanjatkan,
rabbanaa zolamnaa amfusanaa wailam taghfirlanaa watarhamnaa lanakunanna minal koosirin
duhai ... cinta, belahan jiwa
di manakah kini kau berada?"
kembalilah mengisi sepiku
tandus haus lara lelah mencarimu
Engkau Tuhan, yang kusembah
nan bersemayam dalam angan kedunguanku
hamba memohon, ampuni kesalahan kami
bodohnya hamba terlena tergerus goda Iblis
Engkau Tuhan, nan bertahta di jiwa ini
bukalah pintu rahmatMu kembali
hibalah,
hamba menyesali diri sepanjang hari
bersenandung lara, karena kesalahan ini
Engkau maha pengampun,
maka ampunilah kami
Engkau mencipta yang nyata dan yang batin
tak terpikirkan olehku
Engkau ada di hati ini
kenapa iman diri kulengahkan
memang, hamba telah tertipu rayu
sabda sang utusan uluk salam
kala fajar berseru"
wahai jiwa nan lara,
sujudkan ragamu menyapa tanah
meski tandus ia suci
cikal bakal terdirinya jasad itu
rengkuhlah doa debu-debu malam
bertayamum suci menyapu bulir yang menetes
buang jauh-jauh nebula rayu di pohon itu
dekaplah lafaz-lafaz hiba mohon ampun
biar tercurah kasih sayangNya
allahu akbar,
salam terucap kanan dan kiri
salamun kaulam mirrabirrahim
terbentang kembali keindahan semu
tentang tirani hidup,
akan membentang panjang,
sampai dunia ini tertutup
hadir sang kekasih yang dirindui
sang kekasih menyapa di antara fajar
fajar akan berlalu pergi
berganti pelita dunia
pertemuan membuncah haru
tangis rindu membangunkan fijar-fijar mentari
bibit dunia pencinta nan agung berbahagia
bertemu sudah pada yang didamba
berkasih mesra serasa tak ingin berpisah lagi 'tuk selamanya
history Adam Hawa
HR RoS
Jakarta, 07,05,17
KUPINJAM ALIF-LAM-MIM-MU SEMALAM
Karya Romy Sastra
Satu aksara kalam pada tiga kalimah, 3 in 1
Alif al Hak
Lam utusan
Mim terangnya
Tersembunyi dan nyata
Hening tak berniat menuju destinasi dan sampai
Tak terabai seditik pun
Tak jauh Alif yang dituju, kenapa berpayah melaju
Kokoh berpadu bulat yakin pada tauhid
Langit tak acuh, pintunya terbuka lebar, selebar arasy terbentang
Bumi selalu tertindih tak risih pasrah di bawah langit meski ia akan runtuh seperti meteor menghujani dengan bara-bara api
Matilah sekejap dari duniawi, tenggelamkan nafsu
Pada akar terjuntai kasih sayang dalam belaian rahman rahim Tuhan
Menetes kasih tak terbilang
Tampunglah dalam pengabdian iman
Ia terjauh dan terdekat sekali, tak berjarak
Matahari keras memandang mayapada, membakari
Matahati menerangi diri tak pernah padam, menyinari selagi hayat dikandung badan
Duduklah di tilam lusuh
Berwudu' batin sucikan hati tak berdebu
Di sana dan di sini Alif berada
Di pijar-pijar batin cinta bertahta
Nun dalam pikir terpikirkan akan Mim
Penantiannya selalu menunggu kedatangan kekasih
Menyemai rindu dalam kyusuk, fanakan tahalli
Berjalan bersama takhali, ciptakan tajalli
Maka bercumbulah ruh dengan Maha Ruh
Mabuk dalam hidangan anggur cinta asyik bertasbih
Dari pencapaian peluh mendaki gunung-gunung dan lembah
Hingga berlayar di samudera terindah
Terdampar di dermaga sunah
Berjalanlah dengan Alif Lam Mim di dunia fana dan batin
Supaya tak tergoda dengan fatamorgana
Jangan tersesat jalan pulang
Tak tergoda iman dengan rayuan
Moleknya si buah kuldi di mata jalang ilusi
Hindari...!!
HR RoS
Jakarta,16,05,2017
Mengiringi syair " syekh Hamdani"
NEGERI DI UJUNG TANDUK
Oleh Romy Sastra
Hitam dan putih menjadi abu-abu
hitam seperti berjubah suci
putih bernoda tersisih bungkam dikotori
kelabu sudah figur seakan bertopeng dewa
joki terlena di punggung kuda
seperti raja berlari menuju tahta
penonton sibuk bernyanyi di layar kaca.
"Duuhh....
Si pengkhianat menyulut obor
bakar sajalah!
Hartawan senyum-senyum di istana megah
si miskin kian menjerit terjajah setiap hari
statemen beo ego diri
landasan kebenaran bibir sendiri
lidah memang tak bertulang
bercakap seenaknya saja
seperti dewa yang bertuah
disanjung di arena pengabdian
padahal homo homini lupus
ironis negeriku di ujung tanduk.
Akankah?
Caos jalan penyelesaian yang dinanti
sebagai jawaban hitam dan putih
berselimut abu-abu
bukan kami meminta negeri ini hancur lebur
mereka yang membuat skenario dunia ketiga sebagai panggung sandiwara
hingga negeri ini parah terpecah belah
kronis sudah oleh maling-maling berdasi
dari akar rumput hingga pucuk tertinggi.
Berguguran daun-daun tua muda
harga diri jatuh ke bawah
masih membela praduga tak bersalah
hingga tubuh negeri keropos
nadinya seakan terhenti bergerak
oleh benalu kekuasaan di setiap peradaban.
Negeri ini telah di ujung tanduk kawan,
menunggu bom waktu bratayuda
tak bisa dielakkan
lebih cepat lebih baik
prajurit sang patriot tampil memimpin
naik tahta membawa panji kejayaan
di sini dan di sana
akan memandu gejolak tak terduga
pasukan semut siap sudah turun gunung berkompetisi
menunggu komando perang saudara, dari intrik kapitalis yang culas.
Waspadalah...
bahaya di depan mata kita,
sewaktu-waktu kan tiba....
HR RoS
Jakarta, 02/04/2017
TINTA TERAKHIR UNTUKMU NONA
Oleh Romy Sastra
Tinta merah menggores resah
Pada diksi kertas putih bernoda
Kanvas-kanvas tua hampir pudar warna
Melukis kasih sebagai tinta terakhir
Di peraduan mimpi selimut luka
Khayal ini terjaga
Menoleh lembaran-lembaran memori
Menatap jurang-jurang pemisah
Di antara nostalgia kisah kasih
Kasih yang tak mungkin disulam kembali
History usang sudah
Tinta ini kian mengering
Tak lagi berwarna jingga telah bernoda darah
Kecewa yang menggunung
Jatuh terhempas ke lembah lara
Tinta terakhir ini
Kupersembahkan ke dalam syair
Menilai kearifan kekasih
"Ah... masih adakah rasa dikau untukku
Yang kokoh berdiri pada janji
Untuk memahami relung-relung takdir
Dari cabaran maruah cinta yang rela
Antara aku kau dia dan mereka
Tinta terakhirku ini kian memudar
Ketika kertas putih di albumku
Telah terkoyak berdebu cemburu
Yang tak bisa lagi melukis wajah rindu
Ter-iris sembilu tuduhan hipokrit cinta
Yang sesungguhnya
Bukanlah jubah pribadiku Nona
Diksi rasa cinta ini
Akan menutup lembaran biru
Lembaran hati telah beku
Tak lagi membimbing masa depan
Dari cabaran puisi yang kian tersisih
"Oh... Nona, aku memang masih di sini
Menatap menyirami bungamu nan indah
Dengan seteguk tirta maya cinta dalam bisu
Yang mengalir dari tetesan air mata rindu
Pertanda cinta ini masih ada
dan setia untukmu
Bila suatu masa jalinan kasihmu setia
Bernoktah cinta sepanjang hari
Hingga ikrar di depan penghulu
Setumpuk cabaran menjadi pelajaran
Tinta ini tak akan kuakhiri Nona
Walau mimpiku usai
Impian dan harapan terbengkalai
Daku tetap meraih obsesi dari sebuah mimpi
Jika malam tetap kau sinari
Meski mimpi-mimpi itu semu
Kan bias ditelan waktu
"Duhh ... taman khayalku merindu
Nan selalu melukis warna hati pada kekasih
Seperti indahnya pelangi jingga
Yang memerah di peraduan senja
Kusapa dikau cinta
Di kala senja hari
Adakah malam ini berpelita sinar purnama
Sedangkan malam ini
Musim masih saja berkabut
Aku serasa dibodohi si pungguk
Bermain rindu di dahan lapuk
Ketika bulan malu memadu rindu
Dikau hadirlah Nona!
Jangan pijar malam menjadi temaram
Jadilah sosok Juwita menari indah
Di dada langit
Kan menyinari pekatnya kabut buana
Daku tak lagi punya ruang
Tempat berlari mengejar bayanganmu
Tersenyum menatapmu yang jauh
Yang bersandar di ranting bulan nan merindu
Meski kunang-kunang hatiku
Tak cukup mampu menerangi cinta
Di seantero mayapada
Dan terangi sukma pilu
Mengobati cerita terluka lara
Dalam kisah cinta yang tak nyata
Ketika tinta yang memudar ini masih tersisa
Yang akan melukis malam
Senyumlah!"
Pelita kecil itu janganlah sampai padam
Sedangkan dikau masih dalam genggaman
Embun rinduku
Yang selalu mencair di awal pagi
Menatap teriknya mentari siang tadi
Ketika senja tiba
Harapan pesimis memandang lembayung
Di tengah riak buih risau
Menitip kabar pada pelangi yang menepi
Ke telaga kasih nan membisu
Kabarku sama seperti yang berlalu
Aku masih mencintaimu, Nona
"Oh ... terik"
Laju sinarmu membakar langit
Hangatkan tubuhku sekejap saja!
Izinkan jejak ini menggapai obsesi hari
Senja telah tenggelam
Berharap, siluet cinta nan nyata merona
Pada keagungan Illahi Rabbi
Mendekap dalam doa-doa senja
Menitip sebait asma
"Berharap,"
cinta di hati ini janganlah redup
Aku masih seperti yang dulu yang kau rindu,
Memadah telepati dalam luah telik sandi
Meski menggores ayat-ayat pesimis
Jika kau tak lagi mengharap kehadiranku
Tak mengapa, aku juga rela
Pada tinta terakhir ini Nona
Tak jua dikau mengerti arti kekasih
Daku tak ingin jemari ini terhenti Menitip larik-larik puisi
Padamu Nona Maya si cemburu buta
Ketika goresan tintaku tak lagi dihargai
Dan tak lagi kau hantarkan warna ceria
Ke arena kanvas rupa rasaku
Yang mulai menipis di kertas putih
Karena rasaku semakin sepi
Semenjak ditinggal pergi
Pada bayangan mimpi kekasih
"Aahh ... mimpi.
Dikau paranoid tidur malamku ....
HR RoS
Jakarta, 03/04/2017
KHALIFAH MAHKOTA DIRI
Romy Sastra
mahkota tersusun indah, harkat diri martabat tubuh, lambaian seperti mayang menari disepoi si angin lalu
mahkota nan indah berjela-jela tutupi maruah istana tak terjatuh di lembah hina, jadi jembatan melaju menuju mimpi-mimpi
pandai berkaca di kening kan tampak kilauan manik-manik permata, merupa tak dapat disentuh,
tak pandai mengemudi lorong hati, pekat membayangi
matahari diri menatap terik tersungkur malu
tak pandai memandang tertipu dungu
mata hati bersenandung rindu bertemu rindu
meneguk telaga firdausi tak berair melainkan nurrun ala nurrin
nafs-nafs menghela bergerilya adakala sama seiring senada, jadilah seperti seruling senandungkan puji,
adakala ia tak sama bernyanyi
tersendat terikat simpul kabari rahsi melangkah
wahai angin nan berhembus, jangan lelah memompa jantung berlari, biarkan sumbu selalu hangat
nyalakan lilin di nampan misteri
layar kipas mengipas, sharinglah kabar dan opini, jangan iringi musik nan berbisik merusak amarah membakar istana, kan lebur gunung Thursina dihantam badai melanda, terimalah untaian firman, bahwa ia adalah kabar terindah dan mulya, menutup segala isu nan membunuh
oohh, lubang dunia terminal rasa
jangan tamak menggigit segala yang ada, jadilah corong memfilter nikmat dan pahit, dari sanalah bermula kebaikan dan keburukan terjadi, pada sari-sari dilumat, jadi saripati menyuburkan organik di batang tubuh ini
mahkota di kepala harkat martabat diri
wajah nan indah sempurnanya Ka'batullah
rebahkan ia menuju denstinasi tertinggi
tunduk dan sujudkan sepanjang waktu bertamu
HR RoS
Jakarta, 28/03/2017
NABIYULLAH SULAIMAN
Romy Sastra
Dengan izinNya
Tunduk segala makhluk padamu
Tiada yang agung kerajaan selain kerajaanmu
Tiada yang kaya,
selain kekayaanmu di dunia ini
Engkau tak sombong wahai Nabiyullah
Nabiyullah Sulaiman sejarah teragung
Permata-permata jadi kaca, Balqis terkesima
Singgasana Saba dilipat dalam doa
Sekejap lenyap tak berharga
Balqis tunduk menyerah
Kekuasaanmu tak satupun menandingi,
di zaman itu hingga nanti
Penyembahanmu sampai tongkat melapuk
Hingga rayap-rayap bermain debu
Bahwa ibadahnya fana ke ujung nyawa
Tersungkur,
entah berapa lama roh berpisah dari raga
Malam,
Jamuan rasa cintaku selalu menyapa
rindu ini hadir menumpang sunyi
koloni cinta yang merekah,
kini tertumpah dimana.???
Duuuhh,
Jiwaku yang telah papah
berselimut malam,
aku diamkan diri dalam kesendirian
bercerita di lintas angan,
tak kutemukan indahnya wajah ini pada rembulan, yang akan menyinari kisi kisi malamku.
Kurebahkan tubuh lelah ini,
lena rasa di peraduan malam
rona berkabut mendung yang berarak.
berharap,
rinai basahi gersangnya taman hayalan.
Semakin jauh malamku berlalu semakin ku merindu,
aku rindu, aku rindu, serindu- rindunya rindu.
oh malam,
tak mampu kugapai pelukanmu
aku coba tuk melupakannya
semakin ku tak mampu melupakanmu,
bayang bayang wajahmu selalu menyapa malamku.
mmmm,
Mengapa kau semakin sunyi malamku.
telah ku coba tuk jauhi darimu, semakin ku merindu.
kenapa kau sembunyikan ukiran rindu
yang semakin terbingkai semu..??
hadirlah.
Semakin jauh ku pergi tinggalkan malam ini semakin terasa rindu ini.
seiring berlalunya waktu, aku melangkah jejaki misteri malam.
apakah mimpi malam ini,
bias dalam rasa yg tergubah,
aku lara tak terealitanya sebuah cerita.
aahhh,
Aku yang merinduimu dari tanah
jawa
yang kau entah dimana rindu itu.
HR RoS
Jakarta 23 juni
JALAN KERIKIL BERDURI KU LALUI
Jalan gersang lurus terjal tapi datar
jejaki langkah dari tangga ke tangga
dari bantalan kereta ke bantalan berikutnya.
Aku menatap ke satu arah
terlena,
bahaya menerkam dari belakang rasa.
aku berjalan dengan waspada
Semoga,
jalan asa yang kutempuh
sampai kepada suatu masa.
Aaahhh,
Walau kerikil di hujung kaki selalu menari
menusuk perih tak ku rasakan
kerikil tajam berduri di sela-sela rel kereta api.
aku menatap cinta dari kejauhan
membawa seteguk dahaga
berharap kembang ditaman hati
mekarlah....!
Ketika angin mamiri menyapa sepi
ilusi janganlah terkibiri
kembang di taman hati sabarlah..!
ya sabarlah kau kasih di taman hati.
Untuk menempuh sebuah perjalanan yang abadi
kepada sebuah penantian yang hakiki
setia sampai mati
bersamamu wahai kekasih.
HR Ros
MERENDA JEJAK MIMPI
Aku coba berlari mengejar sebuah impian
Perjalanan itu dimulai dari awal rasa suka
pada diksi-diksi senja menyulam cerita.
Aku mencoba berdiri di dada cinta
selami rasa yang tergubah
disenja yang merekah ini.
Ku titip butir butir syair maya,
ku kirim ke beranda tanya
yang engkau kini dimana saja berada
jabat tangan tinta ini menyapa
aku yang berlari mengejar mimpi itu
membawah senyum mesra untuk cinta dan mereka.
Aku yang merajuk dalam sepi di senja ini
meminta untuk berpeluk mesra
apa khabar kawan semua..??
hulur tanganku mengenggam setia
pada cerita tintaku ini
yang tak lagi dianggap ada.
Aahhh,
aku akhiri sajalah bait-bait puisi yang tak berkaki
dari perjalanan mimpi
yang tak pernah sampai saat ini.
Aku yang mengejar mimpi itu
mengucapkan selamat berbuka puasa
bagi yang menjalankannya.... disana.
wassalam sahabat dan cinta.
HR RoS
TASBIH CINTAKU LARA
Romy Sastra
malam-malam indah memandu tasbih
dalam mihrab cinta
bersanding dengan bayangan diri
hakikat wujud nafsu bertamu
larung saja ke dalam doa
dalam gelap mencari cinta
dalam terang bercumbu mesra
tasbih cinta bergetar di segala nadi
bergetar ke dinding misykat hati
terlena, megahnya payet-payet istana Ilahi
tengelam ke telaga cahaya
telaga warna-warni nafsu diri
menggoda perjalanan sufi
menuju destinasi hakiki
kibaskan saja warna-warna pelangi
ya Rabbi,
hamba bertamu ke pintu istana-Mu
Engkau tutup apakah akan dibuka pintunya
hamba gelisah dihimpit tanya
ohh, maha cintaku
jangan Engkau palingkan wajah-Mu
aku menunduk malu menghitung dosa
ampunilah hamba ya Rabbi
dari segala dosa yang kulakukan
tersenyumlah walau sekejap saja
meski dosaku seperti buih di lautan
wahai sang pemilik malam
malam ini tak disambut tasbihku
izinkan umurku ada esoknya
tuk mengetuk mihrab-Mu kembali
bertamu di malam-malam berikutnya
berharap,
tampakkan wajah-Mu wahai kekasih
walau sekejap saja, tak lama menatap-Mu
sebab, hadir-Mu membakar matahari
menyalakan mata hati
jangan biarkan tasbih cintaku lara
merugi sujud tak diterima
karena wajah-Mu tak merupa
wajah nan teragung tiada duanya
ia adalah awas bukan cahaya
HR RoS
Jakarta, 30,04,17
KEMATIAN KIAN MENDEKAT
Romy Sastra
tamu itu pasti terjadi
menyapa raga dan jiwa ini
mengakhiri semua cerita
menutup gita
ketika ruh akan pergi
tubuh terbujur kaku
jangan ada derai air mata
untuk menempuh jalan kematian
digiring el-maut
dalam ketakutan yang tak terkira
duhh, diri
tamu misteri yang tak kenal waktu
ia bertamu
mencabut ruh dari badan
menghantar ruh ke jalan keabadian
ke telaga siksa ataukah cinta
jasad terbalut kain kafan
bangkai tertanam dalam lumpur
semua para pengiring keranda kan berlalu
pengap di dinding papan
jasad menunggu siksaan
Hancur bias ditelan waktu
nisan-nisan berdebu
padang ilalang kerontang
kamboja pun berguguran jatuh ke bumi
sepi
tiada gelap yang lebih gelap dari gelap
dalam kuburan itu
tiada sunyi yang lebih sunyi dari sunyi
di bawah nisan itu
pusara kan menjadi saksi
di lintasan dunia seperti lembah mimpi
dari hidup yang berpesta pora
lengah pada kematian abadi
mmm ...
bila ruh pergi
Tuhan meridhoi memanggil kematian
kunanti dikau amal rinduku
di telaga cinta
di singgasana jannah
adakah dikau tersisa amalku
ataukah hampa
entahlah, rahasia
HR RoS
Jakarta, 28,04,17
PELACUR-PELACUR NEGERIKU
Karya Romy Sastra
kembang kantil bersolek di ujung mantera
kemenyan mengebul di bibir dukun
terurai asap di atas ubun
wangi menyeruak di sekujur tubuh
bila malam menyapa mistik
mantra asmaradana menggoda arjuna
arjuna liar di kota metropolis
mucikari-mucikari bak selebritis
berdandan cantik berkawan iblis
pecandu malam pulang malam
wahai pelacur-pelacur negeriku
kau perusak generasi bangsa ini
tubuhmu yang sintal berambut emas
mewangi bak kembang melati
lenggak-lenggok gemulai di trotoar jalanan
senyum menggoda mencari mangsa
memikat si hidung belang di dalam mercy
kau pelacur negeriku
negeri ini gersang
bak ilalang di tengah padang
generasi tak lagi punya pegangan
iman zaman tergadai oleh kemolekan
di diskotik night club kau asyik
malammu berfantasi ekstasi
disorot lampu disco seantero pesta
pesta malam bergoyang erotis
kau lunglai menjelang pagi
berkawan whisky tak sadar diri
memanglah kau tak tahu diri
HR RoS
Jakarta, 28,04,17
DESTINASI HAKIKI
Romy Sastra
berkabut sebak, jejak luruh dalam bayangan tak terpijak
tatapan tajam menatap celah
memilah garis rasa
lurus tak tercela
aku raba doa menyingkap sukma
mati di dalam hidup
jantung bergerak nadi bergetar
alam sunyi menepi
hening bak lonceng berbunyi dalam bashiran, sami'an ilallah
fana....
tubuh halus menembus kosmik alam diri
menatap segara riak berwarna,
menggodaku
sampai di sini keindahan-Nya
godaan itu,
ia adalah nafsuku
aku berlari meninggalkan jejak abstrak
dalam tarikh napasku tahan,
tak ingin tergoda dalam kancah warna
destinasi imanku melaju
dalam perjalanan pikir akal dan nafsu
meninggalkan rona semu
akliq nakliq fitrah itu
lebur berbaur ke kolam rasa
menuju awas tak berujung,
tak bertempat,
bening tak berwarna lagi
lingga saliraku kaku dalam yoga zikra
pentauhidan itu melaju menuju tauhid destinasi yang hakiki
tak berwujud,
kepada maha jiwa
bayanganku sirna, yang ada adalah, IA.... makrifat itu
HR RoS
Jakarta,25,04,17
NAPAS DI UJUNG MAUT
Romy Sastra
satu-satu rasul pergi
yang bersemayam di dalam diri
sebagai jembatan religi menemui Ilahi Rabbi
telah jauh jejak langkah melaju
torehkan seribu satu cerita
tentang fananya dunia
bahwa kematian pasti terjadi
runtuh sudah gunung Thursina
sentuhan lembut tak lagi hangat
langit-langit hambar tak lagi berasa
pendengaran tak lagi berdenging, tuli
lidah patah perigi kering, dahaga
netra melirik tatapan buta
el-maut masih dalam perjalanan hampir tiba
sekejap saja sudah berada di depan rumah
riuh membuncah ruh-ruh
penggoda datang silih berganti
menyuguhkan menu-menu surgawi
padahal fatamorgana saja
sang sakaratul maut gundah
selera makan lahap terasa
seperti lapar terbaik
lelah dan payah habis berlari haus sekali
di mana, dan ke mana arah jalan pulang
nan ditempuh tak tahu destinasi abadi
laknatullah merayu pada satu titik ruh
kembalilah kepadaku wahai si fulan
istana megah menantimu di sana
ayah bundamu merindukan selalu
ikutlah bersamaku
sambutlah jemari kasih ini
kau selamat dalam genggamanku
ternyata ia pengkhianat sejati
menggoda kematian religi di segala tubuh
pergulatan terhebat
bukan mencari sensasi gelar posisi duniawi
tetapi melawan segala penipuan
yang akan terlempar ke lembah marakhayangan
lembah kepiluan, penyesalan teragung
tunggu sajalah nanti
jika tak percaya pada larik-larik puisi ini
napas di ujung maut
pertempuran hitam dan putih
apakah terhempas ke lembah lara
atau pulang ke kampung halaman terindah
berpikirlah,
jalan mana kan kau lalui
hanya ilmu dan amal jawabannya
HR RoS
Jakarta, 24,4,17
INTRIK-INTRIK JANGKRIK
Romy Sastra
dua hari lagi
anak-anak kecil
bermain di kamar sempit
intrik-intrik licik
kendali otak sakit
hipokrit abaikan demokrasi
pasang kuda-kuda
gerilya cari mangsa
coblos pilihan pilkada ibukota
saling sikat sikut
menjatuhkan lawan
hakikatnya kau pun bersaudara
kenapa selimut kotor
kau pakai berpesta
kami bukan bodoh mengawal kinerja
jangkrik genggong
obral janji tuk negeri
membenahi alasan kemajuan
padahal oportunis saja
hajatmu terselubung noda
pesta-pesta borjou di tengah kota
anak-anak kecil dungu
siulan jangkrik dipercaya
nanti rumahmu digusur juga
pilihlah aku
karena aku mampu
membuat perubahan kota
perubahan apa
ya, perubahan kata
dari kata penggusuran, ke penertiban
Hahahahaha....
HR RoS
Jakarta, 17,04,2017
SIULAN BISU KEPADA NONA
By Romy Sastra
sang bayu melaju membawa rindu
tentang senja telah berlalu
di segara riak kirimkan ombak ke bibir pantai
pasir menyambut tarian buih gemulai
imaji menempuh destinasi suatu hati
camar-camar nyanyikan kedamaian
tentang malam enggan purnama
rinduku telah tiba di awal malam
sedangkan langit masih saja berawan
nun kerlip kejora mulai bermain cinta
bercumbu mesra di dada langit
seketika ia pun tenggelam
impian rinduku dibuai bayang-bayang
seperti bertepuk sebelah tangan
aku teringat kepada nona
yang kukenal siang tadi
entah mimpi ataukah ilusi bermain hari
rasanya tidak,
aku menyapanya dengan senyum mesra
bersiul manja,
dikau tak menoleh sama sekali
ah,
memang siulanku tak bernada
aku mencumbuimu lewat rasa
pantas saja dikau tak tersentuh
rayuanku bisu karena lidah kelu, malu
takut dikau menolak bunga pemberianku
memang bunga pemberian dariku
hanya puisi
tentang rindu tertitip di ranting kering
daun-daun enggan tumbuh
sedangkan siklus telah berganti
dari musim gugur ke musim semi
terimalah persembahan puisiku nona
meski dikau tak membalas sapaanku siang tadi
imaji kepada nona tak terurai
impian hatiku akhirnya tak sampai
HR RoS
Jkt, 13-04-2017
RASA ITU MURSYID DIRI
Romy Sastra
kejujuran iman
keutamaan dalam detak jantung berpacu
mengejar langkah waktu
silih berganti datang dan pergi
denyut nadi mengiringi aliran laju
rasa diri di sekujur tubuh sutra surgawi
langit-langit rongga terminal rasa
ketika rasa memberi tahu
dialah mursyid diri itu
bila mursyid sejati dalam diri sunyi
rasa terhenti tubuh mati
ketika Jibril menyapa
datang membawah risalah Tuhannya
berhadapan di antara rasa dan mata hati
bersiap-siaplah
suatu saat nanti ia membawamu pergi
menyatukan kembali ke azali
sanggupi saja kedatangannya membawa ruh
sabda tuan guru penuntun jalan hakiki
berbisik pada bilik-bilik religi
seperti berada dalam goa Hira
membuka pintu-pintu arasy
dia hadir sebagai sahabat baik tak menipu
ketika tabir terbuka kerlip bertamu
sang utusan titip pesan
kenalilah dirimu selalu
jangan sampai tersesat jalan
pesan sabda,
kau akan tahu jalan Tuhanmu
di puncak rasa, ia maha rasa itu
sirri wa ana sirrahu
HR RoS
Jakarta 020517
BIBIT PENCINTA NAN AGUNG MENYESALI
Karya Romy Sastra
azali cinta,
berjubah kasih mencurah rindu
pada kasta jiwa mengenal budi
antara terhijab dan nyata
tetap mendapatkan tempat berpayung rasa
kala hujan basah berselimut embun
andai kehausan,
panas bergelora kekeringan tersenyum
rumput-rumput bergoyang
lambaikan kedamaian
tertitip bayu merona syahdu
sempurnanya ciptaan Tuhanku
para pencinta nan agung
sampai saat ini masih memuji rindu, bertasbih
semenjak sabda tercipta
sedetik pun tak alpa
Tuhan ciptakan surga nan indah
fitrah maha kekasih 'tuk sang khalifah
Tuhan ciptakan neraka sebagai peringatan
anai-anai melubangi urat nadi
menyemai syahwat membuai tangkai
sepoi diayun bayu rayu, kebiri janji Ilahi
merayu menggoda rasa hina
pucuk-pucuk melambai tebarkan gairah
terpesona sudah dengan payet-payet indah
membuai asmara kasih
asyik memadu rindu
bak kumbang mengisap madu kembang
tak sadarkan diri,
terkutuk sudah dari Ilahi
menjerit menyesali tercampak ke mayapada
sepanjang tahun sepi seorang
lara hiba menghunus pedang doa
berlari di malam buta antara Safa dan Marwa
mengetuk pintu arasy sang Maha bermain dalang
doa dipanjatkan,
rabbanaa zolamnaa amfusanaa wailam taghfirlanaa watarhamnaa lanakunanna minal koosirin
duhai ... cinta, belahan jiwa
di manakah kini kau berada?"
kembalilah mengisi sepiku
tandus haus lara lelah mencarimu
Engkau Tuhan, yang kusembah
nan bersemayam dalam angan kedunguanku
hamba memohon, ampuni kesalahan kami
bodohnya hamba terlena tergerus goda Iblis
Engkau Tuhan, nan bertahta di jiwa ini
bukalah pintu rahmatMu kembali
hibalah,
hamba menyesali diri sepanjang hari
bersenandung lara, karena kesalahan ini
Engkau maha pengampun,
maka ampunilah kami
Engkau mencipta yang nyata dan yang batin
tak terpikirkan olehku
Engkau ada di hati ini
kenapa iman diri kulengahkan
memang, hamba telah tertipu rayu
sabda sang utusan uluk salam
kala fajar berseru"
wahai jiwa nan lara,
sujudkan ragamu menyapa tanah
meski tandus ia suci
cikal bakal terdirinya jasad itu
rengkuhlah doa debu-debu malam
bertayamum suci menyapu bulir yang menetes
buang jauh-jauh nebula rayu di pohon itu
dekaplah lafaz-lafaz hiba mohon ampun
biar tercurah kasih sayangNya
allahu akbar,
salam terucap kanan dan kiri
salamun kaulam mirrabirrahim
terbentang kembali keindahan semu
tentang tirani hidup,
akan membentang panjang,
sampai dunia ini tertutup
hadir sang kekasih yang dirindui
sang kekasih menyapa di antara fajar
fajar akan berlalu pergi
berganti pelita dunia
pertemuan membuncah haru
tangis rindu membangunkan fijar-fijar mentari
bibit dunia pencinta nan agung berbahagia
bertemu sudah pada yang didamba
berkasih mesra serasa tak ingin berpisah lagi 'tuk selamanya
history Adam Hawa
HR RoS
Jakarta, 07,05,17
KUPINJAM ALIF-LAM-MIM-MU SEMALAM
Karya Romy Sastra
Satu aksara kalam pada tiga kalimah, 3 in 1
Alif al Hak
Lam utusan
Mim terangnya
Tersembunyi dan nyata
Hening tak berniat menuju destinasi dan sampai
Tak terabai seditik pun
Tak jauh Alif yang dituju, kenapa berpayah melaju
Kokoh berpadu bulat yakin pada tauhid
Langit tak acuh, pintunya terbuka lebar, selebar arasy terbentang
Bumi selalu tertindih tak risih pasrah di bawah langit meski ia akan runtuh seperti meteor menghujani dengan bara-bara api
Matilah sekejap dari duniawi, tenggelamkan nafsu
Pada akar terjuntai kasih sayang dalam belaian rahman rahim Tuhan
Menetes kasih tak terbilang
Tampunglah dalam pengabdian iman
Ia terjauh dan terdekat sekali, tak berjarak
Matahari keras memandang mayapada, membakari
Matahati menerangi diri tak pernah padam, menyinari selagi hayat dikandung badan
Duduklah di tilam lusuh
Berwudu' batin sucikan hati tak berdebu
Di sana dan di sini Alif berada
Di pijar-pijar batin cinta bertahta
Nun dalam pikir terpikirkan akan Mim
Penantiannya selalu menunggu kedatangan kekasih
Menyemai rindu dalam kyusuk, fanakan tahalli
Berjalan bersama takhali, ciptakan tajalli
Maka bercumbulah ruh dengan Maha Ruh
Mabuk dalam hidangan anggur cinta asyik bertasbih
Dari pencapaian peluh mendaki gunung-gunung dan lembah
Hingga berlayar di samudera terindah
Terdampar di dermaga sunah
Berjalanlah dengan Alif Lam Mim di dunia fana dan batin
Supaya tak tergoda dengan fatamorgana
Jangan tersesat jalan pulang
Tak tergoda iman dengan rayuan
Moleknya si buah kuldi di mata jalang ilusi
Hindari...!!
HR RoS
Jakarta,16,05,2017
Mengiringi syair " syekh Hamdani"
NEGERI DI UJUNG TANDUK
Oleh Romy Sastra
Hitam dan putih menjadi abu-abu
hitam seperti berjubah suci
putih bernoda tersisih bungkam dikotori
kelabu sudah figur seakan bertopeng dewa
joki terlena di punggung kuda
seperti raja berlari menuju tahta
penonton sibuk bernyanyi di layar kaca.
"Duuhh....
Si pengkhianat menyulut obor
bakar sajalah!
Hartawan senyum-senyum di istana megah
si miskin kian menjerit terjajah setiap hari
statemen beo ego diri
landasan kebenaran bibir sendiri
lidah memang tak bertulang
bercakap seenaknya saja
seperti dewa yang bertuah
disanjung di arena pengabdian
padahal homo homini lupus
ironis negeriku di ujung tanduk.
Akankah?
Caos jalan penyelesaian yang dinanti
sebagai jawaban hitam dan putih
berselimut abu-abu
bukan kami meminta negeri ini hancur lebur
mereka yang membuat skenario dunia ketiga sebagai panggung sandiwara
hingga negeri ini parah terpecah belah
kronis sudah oleh maling-maling berdasi
dari akar rumput hingga pucuk tertinggi.
Berguguran daun-daun tua muda
harga diri jatuh ke bawah
masih membela praduga tak bersalah
hingga tubuh negeri keropos
nadinya seakan terhenti bergerak
oleh benalu kekuasaan di setiap peradaban.
Negeri ini telah di ujung tanduk kawan,
menunggu bom waktu bratayuda
tak bisa dielakkan
lebih cepat lebih baik
prajurit sang patriot tampil memimpin
naik tahta membawa panji kejayaan
di sini dan di sana
akan memandu gejolak tak terduga
pasukan semut siap sudah turun gunung berkompetisi
menunggu komando perang saudara, dari intrik kapitalis yang culas.
Waspadalah...
bahaya di depan mata kita,
sewaktu-waktu kan tiba....
HR RoS
Jakarta, 02/04/2017
TINTA TERAKHIR UNTUKMU NONA
Oleh Romy Sastra
Tinta merah menggores resah
Pada diksi kertas putih bernoda
Kanvas-kanvas tua hampir pudar warna
Melukis kasih sebagai tinta terakhir
Di peraduan mimpi selimut luka
Khayal ini terjaga
Menoleh lembaran-lembaran memori
Menatap jurang-jurang pemisah
Di antara nostalgia kisah kasih
Kasih yang tak mungkin disulam kembali
History usang sudah
Tinta ini kian mengering
Tak lagi berwarna jingga telah bernoda darah
Kecewa yang menggunung
Jatuh terhempas ke lembah lara
Tinta terakhir ini
Kupersembahkan ke dalam syair
Menilai kearifan kekasih
"Ah... masih adakah rasa dikau untukku
Yang kokoh berdiri pada janji
Untuk memahami relung-relung takdir
Dari cabaran maruah cinta yang rela
Antara aku kau dia dan mereka
Tinta terakhirku ini kian memudar
Ketika kertas putih di albumku
Telah terkoyak berdebu cemburu
Yang tak bisa lagi melukis wajah rindu
Ter-iris sembilu tuduhan hipokrit cinta
Yang sesungguhnya
Bukanlah jubah pribadiku Nona
Diksi rasa cinta ini
Akan menutup lembaran biru
Lembaran hati telah beku
Tak lagi membimbing masa depan
Dari cabaran puisi yang kian tersisih
"Oh... Nona, aku memang masih di sini
Menatap menyirami bungamu nan indah
Dengan seteguk tirta maya cinta dalam bisu
Yang mengalir dari tetesan air mata rindu
Pertanda cinta ini masih ada
dan setia untukmu
Bila suatu masa jalinan kasihmu setia
Bernoktah cinta sepanjang hari
Hingga ikrar di depan penghulu
Setumpuk cabaran menjadi pelajaran
Tinta ini tak akan kuakhiri Nona
Walau mimpiku usai
Impian dan harapan terbengkalai
Daku tetap meraih obsesi dari sebuah mimpi
Jika malam tetap kau sinari
Meski mimpi-mimpi itu semu
Kan bias ditelan waktu
"Duhh ... taman khayalku merindu
Nan selalu melukis warna hati pada kekasih
Seperti indahnya pelangi jingga
Yang memerah di peraduan senja
Kusapa dikau cinta
Di kala senja hari
Adakah malam ini berpelita sinar purnama
Sedangkan malam ini
Musim masih saja berkabut
Aku serasa dibodohi si pungguk
Bermain rindu di dahan lapuk
Ketika bulan malu memadu rindu
Dikau hadirlah Nona!
Jangan pijar malam menjadi temaram
Jadilah sosok Juwita menari indah
Di dada langit
Kan menyinari pekatnya kabut buana
Daku tak lagi punya ruang
Tempat berlari mengejar bayanganmu
Tersenyum menatapmu yang jauh
Yang bersandar di ranting bulan nan merindu
Meski kunang-kunang hatiku
Tak cukup mampu menerangi cinta
Di seantero mayapada
Dan terangi sukma pilu
Mengobati cerita terluka lara
Dalam kisah cinta yang tak nyata
Ketika tinta yang memudar ini masih tersisa
Yang akan melukis malam
Senyumlah!"
Pelita kecil itu janganlah sampai padam
Sedangkan dikau masih dalam genggaman
Embun rinduku
Yang selalu mencair di awal pagi
Menatap teriknya mentari siang tadi
Ketika senja tiba
Harapan pesimis memandang lembayung
Di tengah riak buih risau
Menitip kabar pada pelangi yang menepi
Ke telaga kasih nan membisu
Kabarku sama seperti yang berlalu
Aku masih mencintaimu, Nona
"Oh ... terik"
Laju sinarmu membakar langit
Hangatkan tubuhku sekejap saja!
Izinkan jejak ini menggapai obsesi hari
Senja telah tenggelam
Berharap, siluet cinta nan nyata merona
Pada keagungan Illahi Rabbi
Mendekap dalam doa-doa senja
Menitip sebait asma
"Berharap,"
cinta di hati ini janganlah redup
Aku masih seperti yang dulu yang kau rindu,
Memadah telepati dalam luah telik sandi
Meski menggores ayat-ayat pesimis
Jika kau tak lagi mengharap kehadiranku
Tak mengapa, aku juga rela
Pada tinta terakhir ini Nona
Tak jua dikau mengerti arti kekasih
Daku tak ingin jemari ini terhenti Menitip larik-larik puisi
Padamu Nona Maya si cemburu buta
Ketika goresan tintaku tak lagi dihargai
Dan tak lagi kau hantarkan warna ceria
Ke arena kanvas rupa rasaku
Yang mulai menipis di kertas putih
Karena rasaku semakin sepi
Semenjak ditinggal pergi
Pada bayangan mimpi kekasih
"Aahh ... mimpi.
Dikau paranoid tidur malamku ....
HR RoS
Jakarta, 03/04/2017
KHALIFAH MAHKOTA DIRI
Romy Sastra
mahkota tersusun indah, harkat diri martabat tubuh, lambaian seperti mayang menari disepoi si angin lalu
mahkota nan indah berjela-jela tutupi maruah istana tak terjatuh di lembah hina, jadi jembatan melaju menuju mimpi-mimpi
pandai berkaca di kening kan tampak kilauan manik-manik permata, merupa tak dapat disentuh,
tak pandai mengemudi lorong hati, pekat membayangi
matahari diri menatap terik tersungkur malu
tak pandai memandang tertipu dungu
mata hati bersenandung rindu bertemu rindu
meneguk telaga firdausi tak berair melainkan nurrun ala nurrin
nafs-nafs menghela bergerilya adakala sama seiring senada, jadilah seperti seruling senandungkan puji,
adakala ia tak sama bernyanyi
tersendat terikat simpul kabari rahsi melangkah
wahai angin nan berhembus, jangan lelah memompa jantung berlari, biarkan sumbu selalu hangat
nyalakan lilin di nampan misteri
layar kipas mengipas, sharinglah kabar dan opini, jangan iringi musik nan berbisik merusak amarah membakar istana, kan lebur gunung Thursina dihantam badai melanda, terimalah untaian firman, bahwa ia adalah kabar terindah dan mulya, menutup segala isu nan membunuh
oohh, lubang dunia terminal rasa
jangan tamak menggigit segala yang ada, jadilah corong memfilter nikmat dan pahit, dari sanalah bermula kebaikan dan keburukan terjadi, pada sari-sari dilumat, jadi saripati menyuburkan organik di batang tubuh ini
mahkota di kepala harkat martabat diri
wajah nan indah sempurnanya Ka'batullah
rebahkan ia menuju denstinasi tertinggi
tunduk dan sujudkan sepanjang waktu bertamu
HR RoS
Jakarta, 28/03/2017
NABIYULLAH SULAIMAN
Romy Sastra
Dengan izinNya
Tunduk segala makhluk padamu
Tiada yang agung kerajaan selain kerajaanmu
Tiada yang kaya,
selain kekayaanmu di dunia ini
Engkau tak sombong wahai Nabiyullah
Nabiyullah Sulaiman sejarah teragung
Permata-permata jadi kaca, Balqis terkesima
Singgasana Saba dilipat dalam doa
Sekejap lenyap tak berharga
Balqis tunduk menyerah
Kekuasaanmu tak satupun menandingi,
di zaman itu hingga nanti
Penyembahanmu sampai tongkat melapuk
Hingga rayap-rayap bermain debu
Bahwa ibadahnya fana ke ujung nyawa
Tersungkur,
entah berapa lama roh berpisah dari raga
HR RoS
Jkt, 27/03/2017
SAHABAT ITU DI MANA KINI
Romy Sastra
aku bisikkan sapa diksi lewat tinta
di goresan ini menyapa memori
dalam lingkaran maya,
dekapi tinta, berbahasa bisu
kembalilah di sini di jalan ini, sahabatku
izinkan daku bertemu dikau sekali lagi
meski hari-hari yang berlalu,
telah jauh tinggalkan cerita
kita yang dulu berdiri di jalan yang berliku
kenapa kini kau menghilang dari pandangan
membuat tatapanku tertunduk layu
menatap bayang-bayang yang dulu ada
oh, sahabatku
di pos pemberhentian itu
kita dulu tertawa bersama
kala penat dalam keseharian mengikat tubuh dari peluh riuh
menyulam masa depan di jalan yang berbeda
kini, aku kehilanganmu....
akankah kau sadari sahabat
dikau sungguh berarti bagiku
kembalilah ke sini
di pos ini aku menunggu rindu
bawalah senyuman indah untukku
kutitip harapan padamu,
kita bersama kembali membangun kemesraan
bergandeng tangan dalam suka maupun duka
janganlah sembunyi di balik resah
jangan kau biarkan aku sepi sedih sendiri
hingga jalan ini sunyi
pos senyuman kita tak lagi terisi
kembalilah sahabatku,
jangan pergi lagi dariku
aku di sini menantimu
dengan sebait puisi rindu setia bersamamu
bimbinglah aku, sekiranya aku lemah
maafkanlah aku,
sekiranya kau pernah terluka
meski satu lilin di tangan ini
tak mampu pijarnya menyalakan ruangan
kuingin sebuah senyuman
kembalilah tertawa menghalau kecewa
sebak yang pernah menyeruak di dada
larungkan saja
HR RoS
Jakarta, 09/04/2017
menyapa sahabat yang disana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar