UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Kamis, 02 September 2021

Kumpulan Puisi Romy Sastra - KEMERDEKAAN YANG TERGADAI



KEMERDEKAAN YANG TERGADAI

31 agustus di lembaran almanak akan ditutup
sejarah adalah saksi hidup yang tak redup
patriotik dikepalkan kemarin
seperti bara api hampir padam
di sana sini semua berteriak
merdeka, merdeka, merdeka!
: katamu

padahal, perjuangan itu berurai air mata
baju pahlawan koyak bernoda darah
: mengering di batu nisan

dan bendera itu belum sampai di ujung tiang
upacara yang dilakukan hanya seremonial
menyuguhkan setangkup jasa dikenang
nyanyian berkabung murai bersenandung

tuan, tidakkah engkau lihat air mata di sana
tikai masih saja terjadi
bendera yang tuan kibarkan itu
belum sampai di tapal batas
kemerdekaan tercabik di dada generasi
yang tak puas hati pada politik

kemerdekaan tergadai
kekayaan ibu direbut anak-anaknya sansai
kau menuntut....?
tuntutlah mereka yang sedang berdansa
sandalmu ketinggalan kawan

Romy Sastra
Jakarta, 31 Agustus 2021



BUNGA BERWAJAH SENDU
Romy Sastra

aku telah mengelilingi altar rupamu
kubaca sajak mabuk tanpa tajuk
dan mengalir begitu saja

kupandang saksama sebentuk mahkota
tak berurai diselubung mihrab
tasbih batin menitipkan bunga rasa
berharap kau tak menutup gerbangnya
aku mulai gila

di perjamuan sederhana itu
gelas berganding pengamat diam
kita melangkah sejurus waspada
mungkinkah perjalanan hingga ke tapal?
atau liar menuju arah berpendar
kopiku tumpah berbuah malu

dan pada tautan di selingkar jari
memantik ikrar cuma-cuma
sadarku kisah baru bermula
ingin kulumat kopi nan tumpah itu
biar tak digarap semut-semut merah

kupuja dikau bunga berwajah sendu

Jakarta, 3 Agustus 2021 18:20



RESILIENSI ZAMAN

aku merasakan angin kesiur
iklim sejurus masa beralur
hidung mencium aroma mabuk
mulut licik mengutuk
telinga tuli mata mengantuk
warna beranomali
di aplikasi gadged yang kupegang
dicundangi teknologi

aku melihat rupa cantik dan tampan
diatur fitur-fitur pintar
bahkan dunia di ujung jari disaksikan
semua mudah ditemukan
teknologi menjadi tuhan
aku menampar mulutku
usss... tuhan mana yang kau tanya?
aku terpedaya
seribu satu wajah tuhan di angan

resiliensi zaman terus melaju
tak abai diriku pada kearifan alam
catatan ambiya luruskan perkembangan
makhluk sosial berkhalik
tak lupa jalan pulang di sajadah panjang
: aku takzim

Romy Sastra
Jakarta, 1 Agustus 2021



MENGGAPAI IMPIAN
Romy Sastra


setelah bulan agustus pergi
pulang bersama musim angin
kita bertemu pada bulan kesembilan
pada musim yang lebih dingin
hujan kian menyemai butiran
apakah rindu kita ikut terbawa dingin?

tidak puan,
kisah ini bukan kisah semusim
kita yang pernah jatuh hati di labuhan batin
aku buka rahasia garis tangan
mengenalimu,
di palung rindu yang terdalam
tertulis sebuah aksara atas nama cinta

dan kusingkap tirai penghalang pandang
kehadiranmu samar puan
seperti bayang-bayang
kucoba titipkan warta pada sunyi mencarimu
berharap tuju temui rindu
janganlah kehadiranmu menjadi semu
padahal kau ada di setiap napasku

dalam hening
tasbihkan namamu di peraduan religi
bukan bermantera cinta
melainkan mengawinkan sukma
kukirimkan rupamu ke langit
tataplah bintang puan, bawa pulang!
kenali bayangan fitrah menjadi nyata
ternyata suratan itu memang ada

lalu, kujahit perca-perca jadi permadani
dari tetesan peluh buat permaisuri
aku berbakti pada janji
kuhantarkan gaun pengantin
serta sebungkus asa
pada kotak rahasia; kita menikah

akhirnya anak-anak kita lahir
tirai mimpi menjadi nyata
berbahagialah kisah tak menabur duka
pada suatu cabaran dunia yang lara
duri-duri menusuk telapak kaki, lalui!
jangan merintih menyesali
dan dengarkan saja siulan kenari bernyanyi
membawa indahnya kisah pada suatu impi
telah tercapai
usah berpisah karena goda orang ketiga
rindu 'kan jadi terbengkalai
seperti takdir yang tak sampai

kupeluk kucium keningmu selalu
terpejamlah, nikmati!
sayangku bercumbu tak berbenalu
bahwa kisah kita biarkan berbunga
sekuntum kembang mekar di jambangan
dikau kekasih, bukan lagi khayalan
impian kita jadi kenyataan

Jakarta, 03-9-'21



AFORISME KENANGAN

kenangan, bisakah kita mengulang percakapan kala itu? sebagai aforisme pagi diciptakan, sebelum senja benar-benar menyiasati waktu



aku ingin mendengar bisikmu sekali lagi, tentang perburuan angin di pantai itu, tentang cerita mistis museum purba bertengger di bahumu, tentang puisi-puisi yang kau isyaratkan di gazebo saat menepi terik, bisakah kita ulangi itu semua?

aku ingin membaca matamu, menemukan detak paling sunyi di ruang dada. biar sadarku bekerja di luar nalar, dan sajakku tumpah di kedalaman hasrat yang sekian waktu tertanam tanpa terbaca

kenangan, biarkan kita merangkai hujan kembali
menjadi nyanyian paling merdu dalam rindu-rindu yang hampir beku, jangan bunuh perjumpaan kesekian ini. jika bayanganku masih kau simpan, meskipun cinta tak lagi merimbun untukku. setidaknya kemistri di antara kita masih menyapa di sudut hati.

pahamilah!
kau dan aku sebentuk puisi terbungkus rapih

Romy Sastra
Jakarta, 6 September 2021



SENDOK YANG CEMBURU

gelas berbisik
di sebelah kiri gagang kau pegang
ada lipstik pink melekat
kau pilih mana?

sendok cemburu
rindunya tak dihidu
asbak kosong
tak ada asap, pun jelaga di sana
ujung jari dingin

percakapan hidangan di atas meja
rupa yang pasi
lalu, aku memilih bertatapan
pada selingkar alis
bibirmu yang tipis beraspartam

aku mabuk dalam diam
menatapmu karam

Romy Sastra
Jakarta, 7 September 2021



AFORISME KENANGAN

kenangan, bisakah kita mengulang percakapan kala itu? sebagai aforisme pagi diciptakan, sebelum senja benar-benar menyiasati waktu

aku ingin mendengar bisikmu sekali lagi, tentang perburuan angin di pantai itu, tentang cerita mistis museum purba bertengger di bahumu, tentang puisi-puisi yang kau isyaratkan di gazebo saat menepi terik, bisakah kita ulangi itu semua?

aku ingin membaca matamu, menemukan detak paling sunyi di ruang dada. biar sadarku bekerja di luar nalar, dan sajakku tumpah di kedalaman hasrat yang sekian waktu tertanam tanpa terbaca

kenangan, biarkan kita merangkai hujan kembali
menjadi nyanyian paling merdu dalam rindu-rindu yang hampir beku, jangan bunuh perjumpaan kesekian ini. jika bayanganku masih kau simpan, meskipun cinta tak lagi merimbun untukku. setidaknya kemistri di antara kita masih menyapa di sudut hati.

pahamilah!

kau dan aku sebentuk puisi terbungkus rapih
Romy Sastra
Jakarta, 6 September 2021



Alhamdulillah dua puisi saya di bawah ini lolos di Festival Sastra Internasional Gunung Bintan FSIGB 2021 Kepri, dalam buku antologi puisi Jazirah 9.

Puisi-Puisi Romy Sastra

BERDIANG MATAHARI

seringkali awan mengundang rusuh
kilat mencambuk sasaran
seakan gunung runtuh musuh bertabuh

bulan membuat perhitungan pada malam
embun tak cukup membasuh debu
tunas-tunas berpacu tumbuh
dipangkas duluan: iilalang tumbang

lihatlah petani mengoyak bumi
nelayan menimba lautan
pedagang termenung sunyi
buruh-buruh merisau di ambang ketakutan
negeri dihantui paceklik dicekik globalisasi
seekor kerbau dicucuk hidung
: memanggul istana
tak lengah berjalan di sebilah papan
corona menjadi-jadi

di sana kafilah berpanji bermain judi
sedari berdiri menghitung untung rugi
bercita-cita membangun dunia ketiga
padahal kacamatanya terbalik
retak di silau dunia
ah, strategimu sudah terbaca

dan aku tak mengutuk zaman
kupacu nyaliku melawan ketidakadilan
meski berdiang matahari
tak ingin kedinginan

Jakarta, 15 Juni 2021



KUPINJAMKAN TINTAKU PADAMU


bumi berguncang setelah semesta tercipta
melayu jadi benua hilang memanggul sejarah
serpihan berpuak-puak

lalu, bermukim musim-musim
seirama muzika mendayu rumpun bambu
tentang anomali kemistri regularisasi teori
perjalanan sudah berabad-abad berkisar
dian di mataku dan di matamu berpendar
: tirani membaca zaman

mercusuar itu harus dibangun kembali
panji-panji terkurung di peta kibarkan!
adakah teknologi mampu mengurai makna?
tentang flashback sejurus futuristik
tak lengah melayu menggapai cita
: buka sejarah
kupinjamkan tintaku padamu
puisiku membuka teralis
yang selama ini dikurung kolonis

anakku dan anakmu
adalah penjaga palang pintu bumi melayu
di mana tokoh-tokoh bernisan
jangan biarkan bertangisan
mereka berharap kejayaan tempo dulu
catatan itu belum padam

Jakarta, 9 Juni 2021



KUTUNGGU SAMPAI PAGI


sepasang kekasih berkisah
kami rehat berdansa
melepas lelah
diam di pintu senja

kesetiaan berpanggung
dua sejoli bermenung
menunggu sampai pagi

malam panjang dilewati
sunyi yang dingin
adalah kemesraan
tak berbaju bahkan lusuh

pada masa tiba
kesetiaan tercerai
relah terpisah jadi sampah

setelah rupa terkoyak
ada kesetiaan lain
yang mencatatkan kisah
pada sejarah pada bakti
hingga nama tertulis di batu nisan

biarkan kami terinjak melukis jejak
: sepasang pasrah yang tergadai

Romy Sastra
Jakarta, 9 September 2021



ALUSIO

ibu, engkau ajarkan aku memegang pena, bagaimana aku mengenali dunia, mataku terkatup, lalu terbuka.
pelukanmu seumpama surga jadikan cahaya. betapa cinta kau tawarkan pada anak didik demi generasi yang cerdik.

ibu, engkau ajarkan aku membuka buku, bagaimana aku membaca makna. bibirku kelu menyebut kata satu per satu, tentang huruf-huruf dan angka-angka itu. mulutku terbuka dari bimbingan yang ibu eja,
aku ke sekolah belajar menatap pijar,
ilmu yang ibu ajarkan tak kulupa.

ibu, aku tergugu di hari ulang tahun ini. mengenang pahlawan tanpa tanda jasa, masih saja ibu menyimpan cita dan cinta pada kami
hendak dengan apa aku membalas budimu? ibu hanya berkata; teruslah berprestasi anak-anakku! kejar dunia, raih bintang-bintang di langit yang tinggi.

oh, ibu. sepucuk surat kukirimkan lewat madah ini, terimalah pemberian dariku! anak didikmu tak beruntung ini mengejar cita-cita. tapi, aku selalu menyimpan kenang, meski berpuluh-puluh tahun jalan kami telah bersimpang.

ibu, apakah ibu sudah lupa pada suatu wajah yang dimarahi dulu?
aku belajar dewasa jadi murid yang tabah. oh ibu, taklah nama itu padam disimpan di lipatan sejarah; kau dan aku, ibu. alusio tiga puluh tahun yang lalu.

ibu, aku menyapamu lewat puisi,
kita adalah dunia yang terpisah tak berjarak di hati. ingatkah ibu, tiga puluh tahun yang lalu itu? rumput-rumput di halaman sekolah kita siangi, dan bunga-bunga yang kutanam masihkah disirami? biarkan ia berputik jadi bibit kembali, bersemilah generasi.

oh ibu, engkau guruku
kukenang dikau sampai tua nanti.

Romy Sastra
Jakarta, 15 September 2021



PERCAKAPAN SUNYI DI SEKOLAH
Romy Sastra & Etin Rohaetin


#RoS


pada suatu percakapan
pagi minggu yang ditunggu
burung-burung gereja berkumpul
kita merayakan sebentuk pesta
berlari bernyanyi seperti siswa-siswa
sekolahnya libur duduk di rumah

dan esok senin serta lusa seterusnya
percakapan burung gereja kian resah
sapa suara kicau di balik jendela
paruh bersonata:

...kenapa sepi? apakah ini hari libur yang panjang, atau lebaran sudah datang? paruh bergumam. lalu, dia terbang mengiring angan, di mana 'kan dilabuhkan sayap-sayap kecil ini...?

dunia menuju tahun-tahun corona
impian terjajah sirna

dan di tahun kedua
konflik virus tak kunjung reda
beo pun tiba
bersenandung di jendela yang sama
sambil memandang ke sekeliling sekolah
bunga-bunga layu sudah
apakah ia kehilangan gairah?

kantin bertanya,
kenapa meja-meja tak lagi rapih?
meja tertindih kursi: rezekiku mati
murid yang tabah kelu mengeja pelita
seorang guru melangkah pergi sedih
tak mampu berkata: menunggu berita

#Etin


aku seorang guru
menatap pilu sudut lemari buku
tersusun rapih nyaris tak tersentuh
akankah terbiar sampul memudar?
atau bahkan lapuk ilmu tertumpuk

sedang tubuh mungil haus kasih guru
belai tulus sapa lembut sosok digugu
terus berharap buah masak 'kan didekap
binar tatap tersirat padu geliat
kala aksi interaksi hadirkan solusi
: anakku kau kudekap

sementara tangan cekatan yang sedih
menyimpan lipatan wacana inovasi
entah sampai kapan jadi bukti realisasi
titah raja membebaskan ikatan
penjara ini belantara sunyi setiap sisi
bukalah gerbang matahari itu tuan!
biarkan kami berbakti
melahirkan jiwa-jiwa hebat beradab
: untukmu negeri

Kolaborasi Puisi
Jakarta Bekasi, 17 September 2021



KAU DI MANA

kita sama-sama bertikar
di tangga kehidupan
pada perjalanan kisah
aku tunduk di lingkar takdir
mengajarkan rasa
mengenalimu di suatu dermaga
sebelum tualangku bersandar
palkah menyimpan sekoci

aku datang sebelum senja
mematrikan satu permata
di ruang hidupmu
berkunjung bertarung di tiap langkah
membujuk sebentuk lamunan
kau di mana?

terus aku mencarimu
menunggu bayangan rindu
harap wujudmu segera tiba
inginku yang purna

lalu, mataku bertanya pada potret galeri
temukan aneka mimikmu tersenyum
tak pernah basi
sebaris alis melingkar angan
menunjukkan arah air mata mencurah
apakah kau rindu ataukah benci?
entahlah, aku tak pesimis
dunia kita memang berbeda
tapi rinduku kian membara
ya, kau di mana?

Romy Sastra
Jakarta, 21 September 2021




PASRAHKU MENCINTAIMU
Karya Romy Sastra


Aku gandeng tanganmu erat-erat
takut lepas dari genggaman
aku memegang tanganmu kekasih,
rasa memeluk bayangan mimpi
padahal kau kenyataan
ketika aku membutuhkanmu
kau campakkan rasaku dalam kepalsuan rindu.

Memang, aku tak punya apa-apa yang bisa di banggakan ke arena hidupmu,
hidupku miskin kasih ..."
kalau tali yang pertikaikan
memang tak sampai simpul kasta diriku mendekap ke ujung sandi asamu.

Hidup bersamamu,
bak menggenggam bara api yang tak kunjung padam,
seringkali air mata ini terkoyak
dalam kolam-kolam bening
menitis di kelopak mata sedih.
Aduh, kadangkala aku mencoba berkaca menatap wajah di kamar ini,
ketika luka masih terasa,
tetap rona cahaya cinta yang setia
masih mampu menerimamu.

Telah aku serahkan segala-galanya untukmu
kini kau campakkan aku
pada masa senja yang telah layu,
pahitnya mahligai rindu yang kutuai
tak berarti indah dalam tidurmu.

Dalam pasrah ini, apapun yang terjadi
aku masih mencintaimu kekasih.

HR RoS
Jakarta, 23092016

senandung cinta



NAMA HR RoS ITU
Oleh Romy Sastra


Belasan tahun yang lalu, tahun 2000
perintah dari tuan guru.

Aku sang murid santri jalanan tak formal, diutus ke sebuah mesjid bersejarah,
mesjid agung Karawang yang pertama kali dibangun oleh Bupati Karawang.
Di malam moment raya idul adha
aku sudah ditunggu oleh seorang kakek tua.

Tepatnya jam 00,00
seorang kakek berjubah hitam datang menyapa?
Ayo ke sini kamu anak muda!
aku menghampiri dengan sungkem,
dalam realita serealita-litanya
aku dihajikan dalam sebuah ketentuan tuntunan kakek tua.

Ketika aku dipanggil perintahkan tawaf dengan sebuah petunjuk
mengelilingi ruang mesjid dengan bacaannya yang ia amanahkan,
kututup proses itu dengan sholat sunah,
kutancapkan mata hati ke baitullah.

Ranah dalam penyaksian mata hati
tersaksi jamaah haji wukuf di tanah suci
dalam pendengaran bathin sayup-sayup takbir berkumandang dari kejauhan.

Subhanaallah,
tak bisa kuberkata dalam fana jiwa
megahnya sebuah hikmah
dari sang kakek tua renta.

*******

Masa itu,
aku dititahkan amanah sebuah nama:
HAJI RAHMAT ROMY SASTRA
dengan selembar kertas putih.
Dan ia nama itu kusingkat HR RoS saja
amanah dari sang kakek aku kaget.

Bahwa telah terjadi proses religi di luar akal fikiranku masa itu.
Sang kakek memberikan tiga butir kurma dan selesai proses lahir bathin itu, kami beraktivitas kembali pada takbir sampai waktu subuh.

Berlalunya malam religi tahun itu
sampai proses di sholat idul adha paginya
sang kakek menatap dengan senyum mesra.

Tatkala kami berpisah
dari selesainya ritual sholat idul adha
tujuh langkah dari mesjid sejarah
sang kakek sirna entah kemana.

Aku terpesona dalam derap langkah misteri lenyapnya sang kakek berjubah hitam di taman mesjid agung Karawang Jawa Barat belasan tahun yang berlalu.
Hingga saat ini tertanya-tanya
siapakah engkau wahai sang kakek?
Ia sejarah sebuah kisah di malam raya idul adha
tentang HR RoS,
Haji Rahmat Romy Sastra.

HR RoS
Jakarta, coretan kisah di malam idul adha 24-9-2015, 00,01
my name history




TWO IN ONE
By Romy Sastra


Walau ia terpisah 620 tahun lamanya
tapi ia tetap berkoloni
dalam satu tongkat tauhid... lailahaillah....

Ia adalah Ruhul Qudus,
Isa alayhisalam
dan
Nurullah,
Muhammad salallahu 'alayhiwasalam.

Rindu kami ya rasululllah... Isa alayhisalam, wa Muhammad salallahu 'alayhiwasalam.

Selamat hari kelahiranmu ya rasul.

HR RoS
Jakarta



TEGAR DI JALAN SUNAH

Jangan bunuh maruah sunah yang lagi berevolusi dari jubah umum ke jubah lebih islami berdakwah khusus seperti bidadari surgawi, dengan adanya kicauan burung-burung mencicit cuit, biarlah angin meniup sepoi bahkan meluluh-lantakkan bunga iman yang mulai tumbuh. Jika onak galau tak siap melawan cabaran itu dengan senyuman. Ia akan berujung konflik hati dan keimanan, hingga bermusuh-musuhan kepada ujian, justru akan menghanguskan amal untuk disiapkan menuju tangga ridho Ilahi.

Pahamilah!
Ujian dan cabaran itu adalah cerminan konsekuensi insani pada proses hidayah dari-Nya untukmu dan untukku bagi kita semua demi menampakkan betapa eloknya bahasa sunah itu kau dan kita sandang dipegang dengan teguh tak rusuh. Meski telapak kaki ini penuh duri melangkah, jubahmu kotor dilempari najis cerca, kau tetap tersenyum bersama alam dan bijak dengan keadaan yang menghakimimu dari ketidaktahuan mereka atas perubahan yang kau lakukan, ia akan menjadi ladang ibadah untukmu. Dan itu, kalau mau diam menunjukkan senyuman tak bermuka masam tak melawan, tetap bangga pada jubah sunah serta ikhlas kepada mereka, tak ikut menabur bensin ke tungku yang bergelora.
"Wajidaha wajidahu saja"

Jika ukhty gerah dengan segala cabaran itu.
Ia akan paranoid di hati nantinya, karena bumerang sudah hidayah yang diraih dari hidayah-Nya.
Ironis, nanti amal itu pupus tak lagi menjadi pegangan di pengadilan maha adil nantinya.

Tidak semua alam itu berwujud setan, ada sekenario-Nya menjadikan semua ciptaan itu khalifah kepada yang lain. Allah maha bijaksana kepada ciptaan-Nya. Maka berpikir dan bermohonlah akan bimbingan dari-Nya selalu.
Hanya orang-orang yang sabar dan ikhlas sebagai kekasih-Nya, serta menjadi umat terbaik di hadapan rasul-Nya.
Bukan jadi orang-orang yang berkeluh-kesah dengan ujian, hadapilah dengan cinta! Biarkan estafet hidayah berpaling juga padanya.
Yang akan mengikuti jejak-jejak fitrah yang kau jalani.

Tersenyumlah ukhty kepada koloni awan hitam, bukan ia menutup mayapada tak berdian.
Tapi, sesaat ia akan turunkan hujan membasahi gersangnya halaman dan jalanan yang kau lalui.
Jadilah seperti pelangi selepas hujan reda, akan ada terik menyinari menyapa senja.
Selagi arif dan bijaksana dengan jubah iman serta dakwah yang kau bawa.

Bahwa ilmu senyuman dan amal itu indah.

By Romy Sastra
spirit for you ukhty
Jakarta, 18,3,17



RINDU
Romy Sastra


bunga mawar itu pernah kusirami
lalu subur
kupupuk dengan syair-syair rindu
ketika daun tak kuat menopang debu
kenapa layu
padahal debu bukan benalu

kutitipkan larik puisi pada bayu
tertulis aksara atas nama cinta di sampul biru
kini sepoi tak lagi merayu
daun-daun gugur ditingkah limbubu
sedangkan tunas ingin kembali berputik
ternyata urat tak lagi kuat mengikat
mati rindu tertuduh hipokrit
padahal kisah adalah abadi
meski cinta tak selalu memiliki
hargailah history

kini, sampul muka buku itu
tertulis kata berpisah dengan tinta merah
sayu di wajah, pilu di dada
dendamkah kisah
ahh, tidak

aku yang pernah mencintai
mengikat janji
tak lagi mencari penggantimu
ikrar itu
terpatri sampai mati

HR RoS
Jakarta, 271217
Flashback



DI UJUNG PERJALANAN ITU
Karya Romy Sastra


Yaa... Huu....
satu tarikan rindu
bertamu ke istana cinta
napas bergulung dalam tanjakkan iman
nadi menari seirama gesekkan puji
istana cinta bersemayam dalam diri.

Seketika,
pendakian telah berada di puncak Thursina
berdiri dengan tongkat alif,
memandang teguh tauhid Illahi
pupuh serat kalbu
makrifat itu

Jiwa bergulung seperti embun pagi
misykat bashir menatap suci
irama sami' mengalun nyaring
bak lonceng berbunyi
langit pat kulipat
hening menuju ruang sukma

tak mau tergoda
penjarakan saja nafsu-nafsu
tetap ia memberontak
menggoda perjalanan malam itu
seakan berjubah wibawa arjuna dan srikandi
tak ingin tertipu seribu warna menari.

Bakar saja jubah wibawa goda
ia adalah nafsu
bakar dengan bara tauhid
sirnalah ia di malam itu.

Iman memandu ke sagara biru tenggelam ke dalam kacahaya rasa,
tarikh napasku leburkan diri
ke kasta-kasta mikraj nurrun al nurrin.

Berpijak di suatu makam, tak terpijak
berlalu ke makam berikutnya
semakin terpana
fanaku asyik, syauk menyapa cinta.

Ketika kyasaf tirai terbuka
membentang terang,
kelambunya berkilauan manik bermutu
manik nan megah berpayet indah tak berwarna.

Menyapa kekasih dalam tirai cinta
salamun qaulam mirrabbirrahim
bersatunya sang pencinta
kepada maha cinta.

Memadu perjalanan satu malam
mabuk dalam kenduri sufi
beristana mihrab-mihrab cinta
di alam ahadiyat-Nya
bersemayamnya kacahaya rasa
Ia adalah rasulku
kenalilah jalan Tuhan supaya tak tersesat jalan.

HR RoS
Jakarta, 09-12-2015, 09,20
Mukyasafah



JIWAKU DAN TUAN GURU ITU
Romy Sastra


lembah-lembah diri kuselami
menurun mendaki melafaz kalam Ilahi
jalan-jalan terjal kutelusuri
memasuki alam jiwa, rongga rimba raya
aku dan nafsu itu
mengikuti jejak langkah tertatih
jerih payah tak lagi dirasai

di aliran nan tenang sesuatu bertapa bisu
di balik batu berkilau zamrud
seperti bercermin di telaga kaca rasa
sesuatu itu bersabda, ia maha jiwa
sang jiwa penunggu kasta itu berbisik

duhai yang terlena payah
jangan jauh-jauh mencari cinta
selami saja lautan terdalam
jangan takut tenggelam
di dasar jiwa itu mutiara tersimpan

duhai yang menengadah ke langit jiwa
di tingkat makam yang tinggi
makhota cinta bertahta
untuk apa engkau datang kemari
yang hanya membawa jera
padamkan pelangi melingkari galaxi diri
biar tak tergoda dengan ilusi

tuan guru nan bergelar mursyid sejati
aku datang kemari membawa cinta
izinkan aku bertanya tentang azali berdiri
ya tuan penunggu sagara alam diri

baiklah....
coba kau pegang tongkat alif, jangan dilepaskan walau sesaat
dan jangan kau berdiri di kakimu itu
jangan pula kau duduk di tilam permadani
tetapi,
berpijaklah di tempat rasamu bersembunyi
kau kan tahu rasa yang sejati
bersilalah pada embun-embun malam
pada ruang yang teramat sunyi
walau sesak menyeruak berdinding pekat
tak dapat melihat abstrak
bercumbulah dengan lafaz tasbih berbisik
kan kau dapatkan khair-khair rahsi

di sana sabda itu dibisikkan
di pertemuan pintu Ar-Rabbani
la illaha illa ana, innani anaallah
pengakuan IA.

fa subhannallazi biyadihi....
akhir kalam ayat berjanji

subhanna rabbika robbil izati....
ia adalah penutup segala doa untuk-Nya

sesungguhnya itulah sabda tuan guru
membuka jalan tajali
meminta petunjuk jalan akan azali
IA keakuan kesucian-Nya yang segala maha
nyata tak terbantah

mursyid memanggil pulang
kembalilah turun ke mayapada wahai jiwa
pegang nukilan tauhid Ilahi
jangan dilengahkan
meski langit itu kan runtuh ke bumi

HR RoS
Jakarta, 28,05,2017
Puisi Sufi



SASTRAKU LARA
by Romy Sastra


Tinta,

dari debar-debar hati kulukis larik
menyulam diksi ke langit-langit rongga
sebak di dada tinta pudar warnanya
sastraku lara, generik alami telah kuracik
menyembuhkan luka
pada kearifan budi yang tergadai.

Kertas ....

lembaran yang pasrah
kucaci-maki imaji dalam goresan
menodai putihmu
mencoba tenggelamkan diam
tak dapat mata terpejam
bahwa sastraku payah, tak indah dirasa.

Kertas berbisik, panahlah aku selalu
dengan tinta itu.
Akan aku ajarkan jemari lentik
tentang tabah dan pasrah
bahwa sastra tak pernah susah
ia penghibur hati pentas-pentas tari.

Kuberlari meninggalkan jejak
langkah tak berbekas bias
masa depan pucuk telah berguguran
layu sebelum berkembang
kemana kutemui lagi pertapaan
paguron diam
asyik menyulut asap membubung ke awan
kereta kencana telah berjaya melaju
ke singgasana raja
tempat duduk sang pelaku para pujangga.

Bertanya diri pada mimpi
mimpi pun telah usai tak terurai.
Cerita,
bahwa sastra yang kudamba
putus tertikam belati
majasku payah tak elok dicerna
karena tak memiliki sudut pandang
asumsi wibawa sastra bodoh dan mentah
tak layak berada di stasiun warta.

Sang pemerhati ....
Berikan tuah bertitah tada yang rela
jangan diam menyulam dungu
seakan tak mau tahu.

Sang penulis haus sudah
menyusun aksara sastra
berpayah-payah karena cinta
memandu goresan yang terbilang
tak indah.

Aaahhhh ....

Sudahilah diri,
kau kecewa pada cerita
yang tak pernah sempurna
jangan bersedih,
sastra adalah bahasa jiwa
mengertilah!

HR RoS
Jakarta,16092016



SI MISKIN JATUH CINTA
By Romy Sastra


sketsa cinta sudah terbingkai kaca
kupandang ia tak teraba
lorong waktu menikam pilu, aksara yang kutinta dalam bayangan rindu, kala sepi, mengkhayal tentang masa lalu, melukis seraut wajah di ujung jalan itu

dekade cinta yang kujumpai di rambang senja, ketika kau menatapku, tatapanmu menyeruak ke dalam dada
bunga-bunga berputik di taman hati, bahagianya aku

tak berapa lama bunga merayu, berputik seketika layu jatuh ke bumi, kau tergoda warna pelangi di taman nirwana si kumbang jati, seketika wibawaku runtuh
kau dan aku memang strata yang jauh berbeda, dikau permata istana dari keluarga berada, sedangkan aku orang yang tak punya, ingin memiliki putri mayang, terhalang dinding pemisah, semua keluargamu menghinaku, tertuduh tak tahu diri, kututup seraut wajah menyimpan malu, ahh... malu

mmm....
sengketa rasa tercabik tak berdarah, bak kolosal kisah bratayuda mencintaimu, yang tega merobek sutra yang kuberi, dianggap perca yang tak berharga, kuterima dengan hiba meski pahit dirasa, ia adalah penghinaan terhadap kasta sudra hidupku

lara... berapa lama aku tercabar maruah, wahai tangis hati,
kau lukis bulir di pipi
kekasih yang pergi memilih jalan permadani
tinggalkan memori luka teramat pedih,
ah... cinta,
kau buaian mimpi-mimpi indah saja

pada selaksa kisi-kisi malam berselimut sepi menyendiri, dikawani kunang-kunang tak menerangi, sedangkan rembulan pun enggan titipkan senyuman
mengintip malu di balik awan

"aahh..., angan, buah khayalan
jangan bermain harapan
sadarlah, kau si miskin bermukim di tepi mimpi
tak tahu diri, memikat sebuah hati dengan bayang-bayang malu mencintai kekasih, bertepuk sebelah tangan

ketika malam sadarku bersemayam, akankah realiti cinta terjamah ke sebuah noktah, lama sudah harapan didamba, tak menjadi kenyataan sia-sia saja si miskin mencintai, tak sadar diri dan tak tahu diri

wahai seraut mimpi yang di sana
jangan bermain bayangan kasih, jikalau jemari indahmu kau hiasi ke lain hati, jauh sangat kaki ini melangkah mengejarmu, kau bermain sayang di ujung bibir cinta sejati kau buang, kau berkasih mesra bersama yang baru, rasa ini teriming-imingi opera hati, kini aku terluka
miris terjajah lara dalam opera cinta, terhina oleh kepalsuan janji
ke manakah arah jalan kan kutempuh, semuanya jalan itu buntu

ya, aku si miskin orang yang tak punya, mencintai anak yang berada
modalku hanya ..."
bingkai-bingkai cinta yang rela
tetap juga tak berarti bagimu dan keluargamu
aku pasrah,
jika nasib tak berpihak pada sudra
yakinku, mentari esok masih menyinari
mencoba tuk menata hati kembali
mencintai kekasih yang biasa-biasa saja
kenangan pahit,
janganlah terulang lagi

HR RoS
Jakarta 01-09-2016



SURAT UNTUK PERANG DUNIA KETIGA
Romy Sastra


Wahai penghuni bumi, sejarah telah mencatat, betapa kejamnya penjajahan itu.
Menderita kehidupan di bawah langit, kan kami rasakan nanti.
Dulu Nagasaki dan Hiroshima jadi abu,
Eropa, Asia, Afrika dan Amerika menderita. Dengan ongkos perang yang sangat mahal, kini tragedi itu kan kau ulangi lagi, ironis.

Di senja ini, aku menulis sinopsis history di balik negeri kota Ngawi, di sebuah lereng gunung Lawu menatap gersangnya bumi diselimuti iklim.
Telah tandus rerumputan di padang subur,
aku buka kunci memori dalam sejarah bangku study.
Aku simak dan kuperhatikan, betapa tragisnya sebuah sejarah di buku tua.
Tragis mencekam kala dunia ini perang lagi nanti. "Bila perang terjadi" jeritan tak lagi histeris, karena semuanya mati sekejap.

Ego dunia menerkam kedamaian
jantungku berdetak kencang, ketika selebrasi aksi teknologi diperagakan di pangkalan-pangkalan military di setiap bangsa.
Kau berdelik sebagai perisai diri,
padahal, akan membunuh kami dan generasi itu nanti.
Senjata-senjata yang akan kau muntahkan di pentas teknologi nuklir,
sebagai ajang unjuk gigi.
Akankah selebrasi itu potret membumi-hanguskan tanah- tanah ini kembali,
hingga ozon tak lagi menghidupkan makhluk bumi.

"Suratku buat yang bernurani"
oh, blok Barat dan blok Timur,
perangmu di ujung tanduk menakutkanku,
hipokrit perang bersorak di jantung kami.

Bolehkah aku usul sedikit?"
Berikan bumi ini senyuman kehidupan, perdamaian abadi di era teknologi ini. Sedangkan suara hak azasi manusia menggema di mana-mana dalam wadah cinta hanya seremonial saja.
Perserikatan Bangsa Bangsa,
bebaskan bumi ini dari penjajahan dunia dan genosida!
Kau lembaga mahkamah dunia
dalam perdamaian keadilan dan keamanan, di mana tanggung jawabmu sebagai security perdamaian dunia ini? "Ah...
kau seperti banci bersolek di senja hari,
berdandan rapi tapi tak punya nyali. Apakah lembagamu konspirasi tingkat tinggi sebagai homo homini lupus? Uuhh....

Suratku untuk perang dunia ketiga,
hentikan konfrontasi itu kini!!
bola api jangan kau nyalakan lagi di sana.
Ke mana kuda-kuda kami kan berpacu berlari bermain di rerumputan nan subur, derapnya jadi berdebu gersang alang kepalang, bisa jadi ia mati sebelum bercumbu dengan embun di atas daun-daun.

Akankah kami menerobos gelap
seperti malam padahal siang,
seakan gerhana matahari berkabut oleh kilatan nuklir di atas kepala ini, kami takut tuan-tuan.
Siang seperti malam, bak kilatan mendung halilintar riuh gemuruh mechiu mengharu biru.

Rintihan itu menakutkan jiwa kami
lolongan dan air mata duka kutadah di keranjang tua, dia meleleh di telapak tangan ini,
tak tertampung tumpah berserakan di tangan yang telah pasrah.
Kami takut tuan, layar bendera telah kau kibarkan.
Masinis kereta, driver tank baja,
kapten pilot jet tempur, telah bersiap siaga ke medan laga,
pelatuk senjata seketika dimuntahkan.
Rudal-rudal penghancur akan diluncurkan, meruntuhkan peradaban
bom pembunuh masal akan beraksi membunuh penduduk bumi
sekejap itu matilah kami seketika,
lolongan kematian tak terdengar lagi, panggung dunia usai sudah....

HR RoS
Ngawi, 5 April 2016 16:50



KHIDMAT

kantata berkutat lidah menjangkau langit, berdansa di platform jantung menuju destinasi qalbi. tuhan berpanggung di tubuh nasut, napas gemuruh memintali jalan kematian menunggu berlabuh. denyut tarian tak lengah bernyanyi: ya hu.
berapa lama tarikh napas mengisi hari?

kunci-kunci dunia digantungkan, dan kunci-kunci nadi bersenandung. aku mengelilingi altar tasbih berputar-putar di seribu satu sabda cinta kusapa. menyatulah aku padamu yang jauh, sebab tatapanku masih gelap. penggoda berkutat runtuhkan taat, aku tersenyum kokohnya rayuan menembusi tembok-tembok pencarian pada tangga pendakianku makrifat ilahi, sami' bergetar: aku khidmat di kesunyian diri

Jakarta, 27 September 2021



ZIARAH

perjalanan berkisah titah:

di awal semesta tercipta, dialog rabbani pada khalifah.
mengajak para malaikat dan iblis taat bermusyawarah. nur kemuliaan merahmati di setiap kesaksian. semesta berevolusi sejurus langkah,
setelah takdir dicatatkan kejadian di lembar azali. engkau muhammad syafaat salawat seiring salam diaminkan

pertikaian sungsang bertabuh, lalu keturunan adam dan hawa tercipta fragmen warna di mata berketurunan zaman: semesta dan kayangan? skenario berpanggung syahwat di tubuh gemuruh

di suara merdu daud, bagaimana gunung-gunung dan burung-burung bertasbih memuji kekasih
ketika yang lain mengamuk tak tunduk bahkan mengutuk
sedangkan laut dan hamparan seganding di bibir tepi tak berselisih

galaksi bulan bintang dan matahari memberikan aurora bermata cinta sebentuk lanskap beramanat
langit berlapis berpayung melindungi

ziarah membaca tubuh bismillah membuka radar perjalanan semesta:

"salamun qoulam mirrobbirrohim"​

dan aku takzim di mata batin

Romy Sastra
Jakarta, 24 September 2021



DERAI

jangan kau kira aku berdiam diri, lalu mengubah haluan layaran. sungguh aku telah karam dalam rindu. kau tahu? betapa perjuanganku mencabari bayanganmu bertahun-tahun lamanya menyemai kasih untuk suatu realiti kau kumiliki, dan itu kudapati. pada saat terik tiba, bayanganmu telah menyatu dengan bayanganku menjadi aurora.

kusadari, nakhoda itu melintasi samudra yang indah bersamamu dalam jalinan noktah. sedangkan sampanku apalah tak sanggup diamuk badai, kerap kali pendayungku patah dan sansai. walaupun begitu, sauhku selalu bersuluh rindu padamu. kau adalah sebentuk syair kehidupan bersamaku dan tak akan aku mencari penggantimu. derai itu tumpah yang tak sanggup kubendung di kerinduan yang berpalung tak berpaling, untuk kau ketahui, aku telah selesai dengan dunia yang lain. kini aku berpijak di titik batin mencintaimu selamanya.

Romy Sastra
Jakarta, 23 September 2021



KAU DI MANA

kita sama-sama bertikar
di tangga kehidupan
pada perjalanan kisah
aku tunduk di lingkar takdir
mengajarkan rasa
mengenalimu di suatu dermaga
sebelum tualangku bersandar
palkah menyimpan sekoci

aku datang sebelum senja
mematrikan satu permata
di ruang hidupmu
berkunjung bertarung di tiap langkah
membujuk sebentuk lamunan
kau di mana?

terus aku mencarimu
menunggu bayangan rindu
harap wujudmu segera tiba
inginku yang purna

lalu, mataku bertanya pada potret galeri
temukan aneka mimikmu tersenyum
tak pernah basi
sebaris alis melingkar angan
menunjukkan arah air mata mencurah
apakah kau rindu ataukah benci?
entahlah, aku tak pesimis
dunia kita memang berbeda
tapi rinduku kian membara
ya, kau di mana?

Romy Sastra
Jakarta, 21 September 2021




SIMPONY RINDU

digubah nyanyikan dawai asmara,
dendangkan syair untuknya,
rela berbagi pelita!!!
diantara mereka dia dan cinta
aku termamah diranah hiba.

untuk memahami motivasi
menyelaraskan kearifan misykat hati dan egoisme
semoga jalan ini tak tergelincir kerancuan.

aku lelah menanam asa
untuk sebuah gita,
gita harmonisasi di ranah maya,
fahamilah rasa setia ini.....

aku tersandera,
oleh syair inspirasi maya
mengenali sebuah budi
justru ternoda oleh
gersangnya jalan
komunikasi.

menemani taman rasa
berbagi di kala senja tiba. duhai..
bulan yang berpelita redup,

tampakkanlah temaranmu
dimalam ini
terangi kisi kisi hati yang termisteri
menyambut datangnya fajar
di hujung malam,
malamku yang telah tersisih..
pada siluet kemilau mentari
yang menyinari arena hidupmu.

HR RoS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar