UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Rabu, 02 Juni 2021

Kumpulan Puisi Tito Semiawan - WAJAH SILAM





SEPUTAR PAGAR

Pagar melintas semak rebah berserak
Memanjang menerjang terang terawang
Putih senja luruh sebagai tirai
Berhias kuntum bunga dan daun kering

Tugu tua menjaga keping kenangan
Mengapit gerbang menarik larik sunyi
Semut berbaris mengais garis
Bayang perlahan hilang di rembang petang

Lampu taman sertai bulan yang sabit
Kuningnya memeluk dampingi diam
Malam menghindar sergapan pemangsa
Pagar menahan sepi menanti pagi

TITO SEMIAWAN
300521
----------<0>----------



WAJAH SILAM


Menyusun potongan tak lengkap wajahmu
Serupa mengais ingatan dari timbunan
Setiap bilah garis yang berkarat oleh waktu
Masih menyisakan samar yang memudar

Kadang senyummu sekilas melintas
Lalu aku tergesa mengeja setiap pertanda
Dan dari kedalaman rindu tak berdasar
Kesadaran mencoba mengingat siluetmu

Ketika guratan ingatan hanya sanggup melukis bayangmu
Air mata menguatkan sisa jejak hadirmu, kekasih
Hati sibuk menjalin harap dan memintal duka
Kau tetap hilang dalam keabadian

TITO SEMIAWAN
300521
----------<0>----------



RUMAH TIADA PINTU

Rumah tiada pintu dengan sokoguru kayu gaharu
Berdiri murung di atas bukit penantian
Atapnya rumbia dijalin dari pelepah langit
Menepis hujan pertama musim gulana
Dan panas gerhana malam tanpa bintang
Angin berhembus masuk menyapa setiap sepi

Rumah tiada pintu bercat suram temaram
Aksennya menjadi sebentuk jendela hati
Hiasan renda putih mengusik buram kaca
Sepotong pedih teraling sepanjang teralis
Memisahkan luasan dunia berwarna harapan
Dari sempit kecewa di ruang senyap

Rumah tiada pintu mendongak congkak
Tegak sendiri di hamparan rumput lamping bukit
Jalan setapak menanjak miring belok berkelok
Mengiringi langkah menginjak jejak kepastian
Di punggungnya batu padas tertanam menghujam
Pagar bata hijau lumut memisah dunia fana

TITO SEMIAWAN
300521
----------<0>----------



TIDAK BERUBAH

Lonceng besi telah usai berdentang
Tanah lapang sendiri dan sepi
Matahari belum lagi sepenggalah

Kita selalu bersanding di halte yang sama
Dengan topeng tergores sedikit cemas
Menanti teriak serak kondektur

Mataku selalu menghampiri diammu
Berupaya ramah lewat sinar mata yang menyelinap di kerumunan
Dan hatiku menyapa mesra dengan tersipu malu

Kerumunan wajah menyesaki tangga
Kau melangkah perlahan jauhi senyumku
Sebagian debarku hilang terbawa angin

Aku nanar mengawasi segenap bayangmu
Sesaat menghilang di balik kaca retak
Aku termangu dan cemas melepas wajahmu

Lonceng besi telah usai berdentang
Tanah lapang sendiri dan sepi
Matahari melewati sepenggalah

TITO SEMIAWAN
130621
----------<0>----------



DI BAWAH SATU LANGIT

Natal melingkupi bumi dan hujan berderai
Genta berdentang kudus menguak sunyi
Lantunan lagu puji menebar harap
Bisikan doa mengoyak senyap

Sawah kembali menghitam sebab lembab mengendap
Menanti karunia tangan terampil menganyam nasib
Ketika matahari hampir sisakan lelah
Alunan panggilan dari surau desa berkumandang mengundang

TITO SEMIAWAN
130621
----------<0>----------



TAK DAPAT KELUAR DARI BENAK

Emosi coba hempaskan
Ketika kau mengajuk lemah
Isak sedu tertahan
Rintih airmata

Cemas kata yang ruah
Sebagai rengek tiada kerap
Harga diri telah gadai harap
Prasangka tetap halangi tatap

Gelap mata telah sembilu
Amarah menjadi yang ke tiga
Ku rapal setiap sumpah
Kau tetap tak dapat keluar dari benak

TITO SEMIAWAN
130621
----------<0>----------



CATATAN SABTU


Bersua hari di pucuk muda angsana
Pagi menari layaknya selendang pelangi

Kicau burung sapa mentari sejarak penggalah
Melompat di bilah ranting dan kepakkan sayap

Segenap rencana tuntas kepung malam
Titik sua tetaplah janji terucap

Sabar! Tiada hingga sore memandang Barat
Langit menulis ketentuannya. Pasti

Awan melepas amarah dan gemuruh hitam
Hanyutkan harap pertemuan

Cemasku sejumlah deras meredam hati
Menghapus semua catatan Sabtu

TITO SEMIAWAN
130621
----------<0>-----------




KABUR DARI RUMAH


Berjingkat perlahan susuri sunyi selasar
Hindari suara mengusik tidur
Cahaya terobos pintu terangi temaram lantai
Sepotong desah sayup sampai dari hangat selimut

Hatiku pecah karena berontak murka
Kutumpahkan semua serapah lewat sinar mata
Ayah tudingkan setiap sanggahan dari ujung jari
Matanya api geramnya halilintar
Ibu hanya diam mendekap air mata yang gundah
Duduk meringkuk memeluk duka
Setiap alasan kumuntahkan
dan argumen kutikamkan pada amarah
Hingga akhirnya hanya sepi dan tercenung
Karam karena emosi yang menguap
Perlahan ayah memandangku dan berucap gemetar
"Engkau beda agama, nak!"

Kaki kian berat menyeret terbebani detak jam dinding
Ruang tengah serasa tanpa ujung
Samar, perabot terlihat memandang debarku
Daun pintu congkak menanti tibaku

Pada mulanya adalah cinta
Berkubang bersama bahagia
Membangun surga dengan rindu-rindu kecil
Menghiasnya dengan cemburu yang manis
Ketika esok telah padu dan kata tiada bantah
Kerikil tiba-tiba bergulir
dan membesar menjadi batu perbedaan
Diskusi dan pembenaran selalu didengungkan
Jalan tengah pembelaan telah dibangun
Kita akan tetap satu cinta di atas dua keyakinan
Kau buka hati orangtuamu
Aku memohon restu ayah ibu

Meja dan kursi silahkan lewat
Memberi ruang sedihku jalan
Suara malam samar berdesir
Menutup gelap di balik pucat tembok

Kumasukkan baju ke dalam ransel
Begitupun segenap amarah dan sedih pedih
Kecewa tak lupa kusematkan
Air mata menemani tiap gerak
Diam sesakkan dada
Aku menyumpah pada adil
Mencerca setiap ucap yang melecut
Kubulatkan tekad untuk tentukan arah nasib
Kuarahkan pandang pada seputar kamar
Dengan gontai dan menunduk
kaki melangkah menuju pintu

Pintu terdorong dengan hati berat
Tanah perjanjian terbentang menantang
Kupandang langit malam dan taburan bintang
Hatiku penuh dan berteriak : "Cintaku, aku berontak!"

TITO SEMIAWAN
200621
----------<0>----------
TITO SEMIAWAN


Tidak ada komentar:

Posting Komentar