SENYUM MENGIRIS JANTUNG
Karya : Perempuan Sunyi
Aku melihat senyum semanis madu yang engkau tuang melalui sepasang kelopak bibir. Teramat santun menyentuh ruang rindu. Menghadirkan kagum tanpa malu-malu.
Itu dulu, sebelum terbuka cadar penutup tuba. Perlahan namun pasti terkuak olehmu sendiri, saat bernyanyi lagu tanpa melodi. Suara melengking hingga oktaf tertinggi.
Oh sakit, senyum mengiris jantung pun tanpa malu-malu. Menggores kian dalam, aku tenggelam pada merahnya darah kecewa. Tapi masih sempat berdoa, "semoga bahagia selalu bersamamu". Kemudian berlalu dengan senyum paling beku.
T,04062021
MENUNGGU WAKTU
Karya : Perempuan Sunyi
Aku melihat senyum semanis madu yang engkau tuang melalui sepasang kelopak bibir. Teramat santun menyentuh ruang rindu. Menghadirkan kagum tanpa malu-malu.
Itu dulu, sebelum terbuka cadar penutup tuba. Perlahan namun pasti terkuak olehmu sendiri, saat bernyanyi lagu tanpa melodi. Suara melengking hingga oktaf tertinggi.
Oh sakit, senyum mengiris jantung pun tanpa malu-malu. Menggores kian dalam, aku tenggelam pada merahnya darah kecewa. Tapi masih sempat berdoa, "semoga bahagia selalu bersamamu". Kemudian berlalu dengan senyum paling beku.
T,04062021
MENUNGGU WAKTU
Karya : Perempuan Sunyi
Tidak ada lagi rangkaian mawar merekah seiring senyum cerah melati suci. Tersisa pokok kamboja siap meluruhkan kelopak-kelopaknya di hamparan tanah merah perbukitan sunyi, tertulis namamu abadi.
Diksi-diksi menyimpan bulir netra. Saat puisi terkebiri alibi. Saling menikam imajinasii pada inspirasi.
Perempuan Sunyi diam menunggu waktu paling sepi untuk mendekap hening, tanpa napas dan denyut nadi.
ST, 27012021
BILA
Tidak ada lagi rangkaian mawar merekah seiring senyum cerah melati suci. Tersisa pokok kamboja siap meluruhkan kelopak-kelopaknya di hamparan tanah merah perbukitan sunyi, tertulis namamu abadi.
Diksi-diksi menyimpan bulir netra. Saat puisi terkebiri alibi. Saling menikam imajinasii pada inspirasi.
Perempuan Sunyi diam menunggu waktu paling sepi untuk mendekap hening, tanpa napas dan denyut nadi.
ST, 27012021
BILA
Karya : Perempuan Sunyi
Bila sampai aku menjamu sunyi. Begitu nikmat, kukunyah hidangan tersaji, meski hanya bunga mimpi.
Memecah malam dengan sebilah belati kata. Menikam tajam pada palung rasa. Terkapar dalam ruang tanpa jendela.
Pengap, debu-debu berterbangan mencari makna.
"Masihkah air suci menghapus kelam silam?"
Diam, aliran jernih sejenak tersendat.
Bila keraguan selalu membebani langkah. Menuju sepertiga malam, memasuki ruang hening.
T, 27 Maret 2021
Bila sampai aku menjamu sunyi. Begitu nikmat, kukunyah hidangan tersaji, meski hanya bunga mimpi.
Memecah malam dengan sebilah belati kata. Menikam tajam pada palung rasa. Terkapar dalam ruang tanpa jendela.
Pengap, debu-debu berterbangan mencari makna.
"Masihkah air suci menghapus kelam silam?"
Diam, aliran jernih sejenak tersendat.
Bila keraguan selalu membebani langkah. Menuju sepertiga malam, memasuki ruang hening.
T, 27 Maret 2021
MERIAHNYA SUNYI
Karya : Perempuan Sunyi
Selangkah lagi terkalungkan untaian perak, melingkari sumpah janji suci. Beberapa warsa mendatang mengantar belahan jiwa memasuki gerbang peradaban sejati. Namun semua hilang ditelan dusta berkepanjangan.
Wangi melati tidak lagi tersaji dalam racikan minuman pagi hari, tertabur pada pusara setia. Menimbun merah darah pengkhianatan.
Sebelas Juni, tiga windu berlalu, dengan kebekuan paling sendu ia menggelar pesta beraneka bunga. Bukan di taman impian, melainkan pada upacara meriahnya sunyi, melepas tikaman keji dari setia tak berarti.
T, 11062021
CINTA
Karya : Perempuan Sunyi
Mengeja namamu saja aku belum bisa
Teramat jauh dari kata sempurna
Artikulasi tetaplah hampa
Bagaimana bisa aku memaknainya
Sedang yang meraja nafsu belaka
Mencoreng putihnya tanpa jeda
Harap balasan atas memberi menjadi asa
Salah kaprah ajak selingkuhi rasa
Tulus, ikhlas dan sabar celoteh bibir semata
Lampung
04122017
TIKAM HATIKU SEPUASMU
Karya : Perempuan Puisi
Siang yang terik meluahkan peluh. Membanjiri sekujur tubuh. Keringat garam menyisakan kerak. Sebagai lambang perjuangan
Sang musafir aksara, berjalan menyusuri ladang kehijauan. Berbekal semangat membaja pada busung dada. Ia terus berseteru dengan penat, yang mulai menyapa tubuh ringkihnya
Tangan penguasa menikam sembilu pada jiwanya. Mengoyak batin yang memprihatinkan. Memeras peluh, membanting tulang hingga kering dan ... retak
Sang musafir terus melangkah, diam membisu menahan pilu. Senyum menyeringai seiring jertan hati, " Tikam hatiku sepuasmu, aku tak akan berlalu. Karena bagiku rasa ini sudah tak bermakna. Semenjak engkau berpeluk dusta."
Tangerang, 01 Oktober 2019
AKU KAMU PUSARA RINDU
Karya : Perempuan Puisi
Mengapa engkau hadir lagi dalam hidupku, setelah bersusah payah mencoba melupakanmu. Belum cukupkah gurauan luka yang menguras rasa ini?
Ataukah sebenarnya engkau yang tak bisa melepas rindu dari kisah kita yang telah berlalu?
Bukankah kita telah saling mengubur dalam palungnya pusara, bernisan belati aksara, kemudian bersama-sama melangkahkan raga yang tak lagi memiliki nyawa
"Aku, kamu adalah pusara rindu." Begitu saat itu engkau berlalu dengan membusungkan karang di dada.
Dan aku ... hanya tertunduk pilu sambil bergumam lirih, "Baiklah aku terima keputusanmu."
Tak seharusnya engkau menyusuri jejak, karena saat itu berlalu tanpa meninggalkannya. Dan kita adalah sepasang pusara yang tak perlu untuk diziarahi
Tangerang, 04 September 2019
PEREMPUAN SUNYI
Karya : Perempuan Puisi
Perempuan itu terus berjalan, sementara awan hitam berarak mewarnai langit di atas kepalanya. "Wahai saudariku singgahlah di pondok ini, setidaknya untuk beberapa waktu, setelah cuaca kembali cerah, silahkan lanjutkan perjalananmu." Cegahku sambil memegang lengan kurusnya.Namun ia, hanya tersenyum dan tetap berlalu tanpa menghiraukan kekuatiranku
Tak seberapa lama setelah ia pergi, hujan turun sangat deras dan petir menyambar-nyambar. Aku terduduk sambil berdoa, "Semoga ia telah sampai di gubuk ujung kampung, sehingga bisa berteduh, Ya Robb lindungilah dia."
Setelah hujan mulai reda, aku berjalan ke ujung kampung untuk memastikan ia ada di sana, dan benar, perempuan itu sedang melantukan sebuah kidung, irama terdengar sunyi menyayat hati, sendu penuh kepiluan, dan ... tanpa terasa air mataku mengalir
Namun kemarau bermusim di sepasang mata, tak ada setetespun bening kristal di kedua pipinya. Ia tersenyum melihat kedatangan, walaupun tak mampu menyembunyikan cerita lara
Kemudian ia bercerita, "Akulah perempuan sunyi, yang mengembara mencari kedamaian hati, telah berlaksa derita yang paling nestapa aku alami, sehingga hati ini telah mati, senyumku menyimpan api, seperti bara dalam sekam." Begitu ia mengakhiri cerita.
Tanpa mau menjelaskan apa yang sesungguhnya telah ia alami, kemudian pergi, tanpa bisa dicegah lagi
Tangerang, 04 September 2019
Mengeja namamu saja aku belum bisa
Teramat jauh dari kata sempurna
Artikulasi tetaplah hampa
Bagaimana bisa aku memaknainya
Sedang yang meraja nafsu belaka
Mencoreng putihnya tanpa jeda
Harap balasan atas memberi menjadi asa
Salah kaprah ajak selingkuhi rasa
Tulus, ikhlas dan sabar celoteh bibir semata
Lampung
04122017
TIKAM HATIKU SEPUASMU
Karya : Perempuan Puisi
Siang yang terik meluahkan peluh. Membanjiri sekujur tubuh. Keringat garam menyisakan kerak. Sebagai lambang perjuangan
Sang musafir aksara, berjalan menyusuri ladang kehijauan. Berbekal semangat membaja pada busung dada. Ia terus berseteru dengan penat, yang mulai menyapa tubuh ringkihnya
Tangan penguasa menikam sembilu pada jiwanya. Mengoyak batin yang memprihatinkan. Memeras peluh, membanting tulang hingga kering dan ... retak
Sang musafir terus melangkah, diam membisu menahan pilu. Senyum menyeringai seiring jertan hati, " Tikam hatiku sepuasmu, aku tak akan berlalu. Karena bagiku rasa ini sudah tak bermakna. Semenjak engkau berpeluk dusta."
Tangerang, 01 Oktober 2019
AKU KAMU PUSARA RINDU
Karya : Perempuan Puisi
Mengapa engkau hadir lagi dalam hidupku, setelah bersusah payah mencoba melupakanmu. Belum cukupkah gurauan luka yang menguras rasa ini?
Ataukah sebenarnya engkau yang tak bisa melepas rindu dari kisah kita yang telah berlalu?
Bukankah kita telah saling mengubur dalam palungnya pusara, bernisan belati aksara, kemudian bersama-sama melangkahkan raga yang tak lagi memiliki nyawa
"Aku, kamu adalah pusara rindu." Begitu saat itu engkau berlalu dengan membusungkan karang di dada.
Dan aku ... hanya tertunduk pilu sambil bergumam lirih, "Baiklah aku terima keputusanmu."
Tak seharusnya engkau menyusuri jejak, karena saat itu berlalu tanpa meninggalkannya. Dan kita adalah sepasang pusara yang tak perlu untuk diziarahi
Tangerang, 04 September 2019
PEREMPUAN SUNYI
Karya : Perempuan Puisi
Perempuan itu terus berjalan, sementara awan hitam berarak mewarnai langit di atas kepalanya. "Wahai saudariku singgahlah di pondok ini, setidaknya untuk beberapa waktu, setelah cuaca kembali cerah, silahkan lanjutkan perjalananmu." Cegahku sambil memegang lengan kurusnya.Namun ia, hanya tersenyum dan tetap berlalu tanpa menghiraukan kekuatiranku
Tak seberapa lama setelah ia pergi, hujan turun sangat deras dan petir menyambar-nyambar. Aku terduduk sambil berdoa, "Semoga ia telah sampai di gubuk ujung kampung, sehingga bisa berteduh, Ya Robb lindungilah dia."
Setelah hujan mulai reda, aku berjalan ke ujung kampung untuk memastikan ia ada di sana, dan benar, perempuan itu sedang melantukan sebuah kidung, irama terdengar sunyi menyayat hati, sendu penuh kepiluan, dan ... tanpa terasa air mataku mengalir
Namun kemarau bermusim di sepasang mata, tak ada setetespun bening kristal di kedua pipinya. Ia tersenyum melihat kedatangan, walaupun tak mampu menyembunyikan cerita lara
Kemudian ia bercerita, "Akulah perempuan sunyi, yang mengembara mencari kedamaian hati, telah berlaksa derita yang paling nestapa aku alami, sehingga hati ini telah mati, senyumku menyimpan api, seperti bara dalam sekam." Begitu ia mengakhiri cerita.
Tanpa mau menjelaskan apa yang sesungguhnya telah ia alami, kemudian pergi, tanpa bisa dicegah lagi
Tangerang, 04 September 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar