UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Rabu, 02 Juni 2021

Kumpulan Puisi Romy Sastra - DIRI MENCARI DIRI



DIRI MENCARI DIRI
Romy Sastra


telah digelorakan nafsu mencicipi hidangan bermain di dinding langit, dari kekangan segala ingin pada pertarungan iman dan batin di shaum yang kemarin. shaum menitipkan cinta tak serakah setelah kepulangannya. duhai rasa? ternyata nikmatmu sebatas lidah, aku tak loba. wahai si penggoda kau menari di batas tenggorokan saja

diri yang berpayah-payah mencari diri, dan di mana jamuan terlezat berada? aku cari di kantin-kantin, kujejaki kuliner trotoar di pinggir jalanan, ternyata tak satu pun mampu pesona kuliner itu membuat aku terpana

diri mencari diri mengikuti jejak-jejak wali bersufi, pada kajian lelaku bershaum nafsu sepanjang ruh menyelimuti, dan tak mau menyentuh aroma nikmat sesaat dirasa. aku merindui yang berpulang dan tak berpaling

aku dicubit pedih dalam hening tak lagi memikirkan nafsu, dan yang kupikirkan perjumpaan kerinduan. betapa lezatnya rindu terhidang di dalam sukma, bertakhtanya kemewahan. ternyata kepulanganmu shaum mendidikku, aku malu

diri yang terperi mengingatkan naskah puji yang tak henti, aku berlari sepanjang tongkat alif kupegang

aku menemukan diriku di atas sajadah panjang

Jakarta, 30 Mei 2021



BERDIANG MATAHARI

seringkali awan mengundang rusuh
kilat mencambuk sasaran
seakan gunung runtuh musuh bertabuh

bulan membuat perhitungan pada malam
embun tak cukup membasuh debu
tunas-tunas berpacu tumbuh
dipangkas duluan: iilalang tumbang

lihatlah petani mengoyak bumi
nelayan menimba lautan
pedagang termenung sunyi
buruh-buruh merisau di ambang ketakutan
negeri dihantui paceklik dicekik globalisasi
seekor kerbau dicucuk hidung
: memanggul istana
tak lengah berjalan di sebilah papan
corona menjadi-jadi

di sana kafilah berpanji bermain judi
sedari berdiri menghitung untung rugi
bercita-cita membangun dunia ketiga
padahal kacamatanya terbalik
retak di silau dunia
ah, strategimu sudah terbaca

dan aku tak mengutuk zaman
kupacu nyaliku melawan ketidakadilan
meski berdiang matahari
tak ingin kedinginan

Romy Sastra
Jakarta, 15 Juni 2021



AIR LAUT TAK ASIN LAGI
Romy Sastra


Layaran ini tak kuhentikan, meski gelombang datang menghadang. Kulihat pantai itu ramai menanti pesta laut, dermaga hilir mudik membawa kristal-kristal asin ke pergudangan. Entah untuk apa kristal asin itu tuan timbun? Negeri ini negeri bahari, kenapa mereka dahaga di atas air laut sendiri.
Aku anak negeri ini heran, tertanya-tanya pada warta mengudara, pada teriak nyonya-nyonya di pasar-pasar, pada industri-industri kecil yang merasa rugi pada produksinya, perusahannya di ambang guling tikar.
Ya, karena harga garam melangit.
Ironisnya, langka.
Lucu negeri bahari ini.

Tuan..?!
Apakah air laut memang tak asin lagikah?
Ataukah tuan sudah pencundang kenyang bermain petak umpet oleh kolonial nakal?
Aku manggut-manggut sendiri, ini lucu. Lucu selucu-lucunya.
Negeri bahari air lautnya tak asin lagi, kuah-kuah di panci serasa hambar, nyonya terkekeh-kekeh di dapur, garam aja kok bisa langka, bedebah kerja birokrasi itu!!
Berbuih sudah bibir marhaen mencibirrr.
Sedangkan tuan-tuan tetap saja cengar-cengir.

Layaranku, akhirnya berlabuh pada maruah bangsa yang dijajah oleh pemodal bermata satu.
Tuan-tuan di kursi goyang tak tahu maluuu....

HR RoS
Jkt, 30/07/18


MENCUMBUI NONA MALAM
Romy Sastra


Malam yang dinantikan tuan
Bersunyi-sunyi diam
Sesekali menatap dian di ujung angan
Sedangkan si nona menari di dada candra
Tuan membisu bukan tak bersuara pada bahasa mengeja kata
Tuan asyik bercumbu keinginan di kursi goyang
Yang dicumbui tak pernah datang

Tarian jemari nona gemulai melahirkan makna
Membayang ke samudra kerlipkan sinarnya
Mayang berjuntai sepi di bibir pantai
Tuan masih saja bisu
Membaca perihal cinta di dalam lirik dan nada
Tentang musik malam di nyanyian merdu Berkomat-kamit menyapa rindu

Adakah dikau tersenyum nona, ataukah terpana?
Terimalah seuntai madah kedasih
Tentang sajak malam yang lirih
Sebab, rasa telah dikirimkan ke jantungmu Sebagai panah asmara
Sebelum nona mengenali hadirnya canda

HR RoS
Jakarta, 280718



DARAH KOPRALKU MASIH MERAH
Romy Sastra


Pekik takbir di tiang bambu bergemuruh
Kobarkan api semangat pantang mundur
Prajurit bercaping lusuh siap gugur
Prajurit tak bertopi baja, bersenjata cangkul

"Komando itu berseru"

"Ayo maju... serang musuh!"
Jenderal Sudirman bergerilya
Dari hutan belantara ke desa-desa
Tak mencicipi indahnya suasana kota

Serdadu itu berpeluru mesiu
Ia menantang dari segala perang
Letusan bedil serdadu bak bunyi petasan, gegerkan alam
Serdadu maju membawa senjata canggih, kerdil
Korban jatuh, gugur prajuritku
Mati satu tumbuh seribu

Serdadu itu kini masih saja ada
Ia ganti bergerilya di tanah merdeka, katanya.
Ironis, prajuritku jadi pengawal pengusaha
Menjajah mengeruk bumi pertiwi dengan politik
Demi kekayaan pribadi semata
Satu prajurit dicundangi dari barak
Ditawari anggur-anggur merah, mabuk
Satu kompi terdiam, dilema
Panglima hilir mudik memantau pos jaga, lelah

Kopralku darahnya masih merah
Jangan tergoda rayuan penjajah, pengusaha
Penguasa pun terlena di janji manis istana
Lanjutkan perjuanganmu, wahai darah patriot

Si kopral gagah tak mau digoda
Sumpah prajurit adalah darah dagingmu
Berbaktilah pada negeri ini sampai gugur
Seperti Pak Dirman bergerilya
Ditandu di medan tempur
Meski sakit-sakitan tak ingin menjerit
Tanah air itu harga mati Bung
Jagalah!!!
Jangan tidur.

HR RoS
Jakarta, 13/08/18
DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA KE 73




KUNANG-KUNANG
Romy Sastra


aku tuliskan nama kita di atas pasir
pasir sebagai saksi noktah cinta
cinta yang kuikatkan tali setia
setia yang tak ada hujung sampai senja
senja tiba di kaki langit
langit merona jingga
jingga hilang berganti kelam
kelam ditimang-timang putri malam

malam tiba pesonakan mata
mata dijamu dengan bumbu malu
malu-malu kau tatap aku di ruang tamu
tamu bubar di jamuan pesta

pesta usai kita pulang beramai-ramai
ramai di pesta sepi di rasa
rasa itu semakin menggila
menggilaimu seperti fatamorgana

fatamorgana menjadi goresan fiksi
fiksi menjadi madah puisi
puisi kutuliskan tak bertinta
tinta itu telah pudar warnanya

kisah kita seperti kunang-kunang menari

HR RoS
Jkt, 130818



SELTER BANDAR PUTRI
Romy Sastra


satu malam di Bandar Putri
menyunting kenangan di jendela Sri Puchong
pada musim semi
aku sendiri menatap sepi

di suatu selter di seberang jalan Giant
pagi-pagi sekali aku terbangun
nasi lemak kucari
makcik, aku hendak makan
berapa nasi lemak dijual?
lalu, makcik menjawab
campur-campur harga 5 Ringgit saja tuan

dan aku bertanya kembali,
adakah bus ke KLIA dari sini makcik?
ada tuan,
dari manakah tuan berasal?
aku dari seberang
baru saja kembali dari Kelantan
makcik terkejut,
ada apa gerangan tuan ke Malaysia?
aku menjawab;
aku mencari kekasih
yang tak pernah kujumpai sebelumnya
alamakk... jawabannya
cinta, oh cinta
tak beralamat rupanya

krakk.. krakkk.. krakkk....
suara itu burung gagak hitam
aku melirik ke atas atap dan tersenyum
gagak bersorak, hakk.. hakk.. hakkk....
kenapa pula kau cari kekasih tak beralamat tuan?
bisik gagak mencibir dengan pasangannya
lalu ia terbang ke dahan rindang
dialog itu selesai pada kondisi yang tercengang
bus ke KLIA sudah berlalu tiga kali
siang sudah datang
ternyata lamunanku bayang-bayang
aku ketinggalan sesuatu di ranah kenangan

HR RoS
Bandar Putri 23 Juli 2018



SENANDUNG RINDU
Romy Sastra


bias-bias embun pagi tak kunjung kering di hamparan kebun teh,
semilir berbisik lirih di sela pohon bambu
kicauan memanggil kedasih di daun rimbun
terbanglah ke alam luas ini duhai yang tersisih
usah menyunting rindu yang semu pada pujaan
biola pagi gesekan rindu yang tak bertuan
menjadi musik kehidupan menempuh senja
rindu akhirnya berselimut bayangan

nun jauh di sana
dari kesibukan ibukota
dalam lamunan bocah di kaki gunung Lawu
di gubuk itu bergumul resah
tatapan si kecil ke dinding rumah selalu bertikai
kenapa pengap tak ada nada memanggil
dari ayah yang selalu dirindukan
rindu terburai
batinnya dirundung sansai

kau si bocah telah remaja
tumbuh tanpa dekapan orang tua
yang selalu ditinggal pergi
pada noktah jemari mengitari jejak hari
sebab, telah ayah rantaukan nasib ini nak bersama ibumu
sabarlah di rumah, buka jendela dunia
'kan kau dapatkan pelita di ujung pena

ya, halaman rumah sudah dihiasi taman bunga
ada biota ikan-ikan kecil mencumbuimu
ia mengajak berlari
apakah resahmu masih menyelimuti?
ah, aku tahu anakku
kau butuh kasih sayang yang padu
sabarlah sekejap tentang rindu
sebab perjalanan ayah tersendat di bayangan sendiri
jejak-jejak yang ayah jelang adalah kehidupan menari
roda masa pada lorong-lorong kota dijajah lara
ayahnda bersenandung lirih di kala duka
lewat maya menyapa di ujung tinta
memadah rasa hiba untukmu di ujung senja

oh, awan yang berarak
jangan risaukan musim di kaki langit
oh, misteri yang menyimpan historis
kutitipkan si buah hati dalam wilayah Brawijaya
dekap-dekaplah dengan tuah dan keramat wali

ya, Ilahi Rabbi, jagalah kami
berkahi kehidupan ini sepanjang generasi
anakku, ayah kirimkan secarik tinta madah pujangga
tembangi kearifan rasa bersimponi pilu
dalam aturan budaya sang prabu
di kaki gunung leluhur itu
gunung yang menyimpan lelaku

ya, di kaki bukit yang asri
si buah hati kutinggalkan dalam cinta
menjelang dua dekade
kau kini sudah remaja

putra itu,
siang hari bermain berlari
mengisi hari menutup sepi
pada senja tiba dikau bermuram durja
bertanya sendiri jauh ke dalam jiwa
di manakah ayahku berada
yang tak kunjung kembali saat-saat dirindui

ketika pikirmu tak terlerai
bulir-bulir membuncah di pipi
mengalir ke sudut bibir,
uhhh... matamu terkatup lirih
ke mana kan kucari ayah bunda yang jarang ada di rumah ini
pelerai rindumu hanya bermain ilusi
pada sisa-sisa idulfitri yang lalu
senyuman yang disimpan di lemari buku
ejalah selalu,
satu tatapanmu tak didapatkan di kala sendiri
kenapa potret ayah dan ibu tak dijumpai di dinding rumah ini
oh, ayah

ayah dan ibu
dikau penuntun penerang jiwa nan sepi
kembalilah!
terangi rumah ini dengan cahaya cintamu

silih berganti padi di kampung ini berbuah
di tepian jalan menurun mendaki
masa-masa libur bermain ke sawah
di sawah tersusun indah tanah-tanah bertangga
musim panen tiba belalang kehilangan sarang
capung-capung bergoyang menyambut pesta panen di tanah rengkah
rindu merayu pilu,
uuhh... pulanglah ayah ibuku!
betapa indahnya desaku

ananda,
selalulah tersenyum menatap pelangi
berharap bianglala merupa jadi cinta,
jangan biarkan ia opera warna saja
piguralah sendiri dengan sejuta kata
menjadi sajak-sajak yang indah

senja menghias di kaki gunung Lawu
kabus-kabus berlalu
sendu membuncah gerimis di hati
leraikan tatapan lirih
pada pelangi akhirnya malu di sudut netra,
dan redup tertutup kabut di senandung rindu
senandung ini bukan senandung semusim menghampiri diri,
tapi sudah lamunan hari-hari menyulam hati

semusim hayati disemai
padi itu selalu menguning
silih berganti dituai petani
ayah... kau tak jua kembali
tinggalkan seribu kota yang kau lewati
ayah... kembalilah ke desa
di desa kita berlari
mengejar capung-capung terbang ke sana sini
yang dulu kunikmati gigitan di jemari kecilku ini

kembalilah pelita jiwa, oh ayah bunda
mentari sudah meninggi
menara pucuk bambu merayu memanggilmu
temani ananda sekali lagi
biar kudekap kau erat-erat di rumah rindu

testimoni rasa
dari rintihan si putra di balik telepon
kala senja menyapa ayah bunda
di jendela maya

HR RoS
Jakarta, 180818



NYANYIAN ALAM
Romy Sastra


senja telah tiba di kaki langit
temaram sudah
desa menyimpan kerinduan
pada kedamaian

jagalah rindangnya daun-daun
jangan beralih fungsi
dari kearifan alam untuk insani
berubah menjadi ranah industri

di desa rona tak lagi kelip
tertutup abu keserakahan
aku menunjuk jauh ke depan
masih adakah malu di sana
dian sudah lama redup
nyalakan pelita jiwa
semoga teranglah dunia
nyanyian di dada cinta
alam bertasbih
memuji kekasih

HR RoS
Balaraja 15,08,18



PERIHNYA NOKTAH
Karya Romy Sastra


Suamiku,
telah kau tinggalkan aku
pada noktah yang kau buat rapuh
yang dulu pernah membaja
masa di awal pernikahan kita
ketika tubuhku masih muda.

Kini kau pergi tak pernah kembali lagi
benih cinta yang kau titipkan dirahimku
telah tumbuh dewasa, belia.

Ia menamparku dalam celoteh pilu
Ibu ...?"
kemana ayah tiada lagi bersama kita.''
Aku rindu ayah ibu ....

Aahh, anakku... sapaanmu buah hatiku
desah rasa ini, sebak menikam jantung
kau bangunkan lara ibu yang telah terkurung sunyi, oh, anakku.

Kugumam isak berlari ke kamar kecil meninggalkan
tatapan gadis kecilku,
aku tak ingin engkau tahu anakku.

Tangis pecah tak tertahankan.

Ibu ..., katakan!!" di mana ayah kini berada?
aku rindu ayah ibu ....

Dengan muka yang tertutup malu terhadap buah hati sendiri.

Pada kenyataan aku dan ayahnya
pernah berulangkali terjadi pertengkaran tanpa sebab yang tak habis pikir,
entah apa kekuranganku oh, suamiku.
Lara teramat lara dalam bunga-bunga noktah tak berbuah bahagia bersamamu.

Kuremas-remas dada ini, sakit ..."
sakit begitu sakitnya noktah di nodai.

Aku peluk sigadis kecilku,
kristal-kristal bening berkoloni
dipipi
wahai ...?! suamiku.
Aku ingin kita intropeksi diri
di mana letak runyamnya noktah kita.
Evaluasilah janji dulu lebih baik lagi
jika dikau ingin kembali lagi.

Aku berharap, madah prosa luka ini kau baca!
anakmu menunggu di rumah,
seringkali kala senja ia menghayalkan sesuatu, tatapannya kosong pada cakrawala yang hampir tenggelam,
sambil memegang sebuah buku diberanda rumah,
menulis tentang rindu,
pulanglah ayah! aku rindu ayah.

Kembalilah pulang suamiku!
bangunlah istana yang telah runtuh oleh badai ego di antara kita.
Maafku padamu,
sekiranya silap pernah terjadi dalam proses keutuhan noktah cinta yang pernah terkoyak oleh waktu yang berlalu.

Lupakan kilauan suasa yang menggoda rasa dalam persembunyian sepimu,
yang belum tentu emas kau dulang pada bayangan kasih hinamu.

Aku masih mencintaimu dalam doa
meski tubuhku sudah tua dan layu,
aku masih menanam kilauan permata pada cinta yang setia
tak akan mencari penggantimu lagi.

HR RoS
Jakarta, 04092016



K E S U N Y I A N C I N T A
Karya Romy Sastra


Kelembutan pantai kian menari
membelai sunyi dalam rona kabut
sendiri menghela nafas lirih
pilu dalam titisan air mata kekasih

Hati kecil ini bertanya,
akankah gejolak kasih itu telah pergi
berlalu bersama kejora
kegalauan yang mendera kian menderita.

Pergilah kasih ke jalan keinginanmu
jikalau itu yang kau mau.

Kembalilah kasih
kalau jalan ini masih ingin dilalui.

Renangilah kesunyian pantai ini
ke samudera cinta yang setia
halaulah gelombang cabaran yang melanda
biar sunyi itu berlalu pergi.

Hapuslah air mata itu
berbahagialah selalu
biarlah dalam diam resah merindu
meski rasa ini tak lagi menentu.

Dalam kesunyian cinta yang tercabar maruah
mencintai dirimu,
seperti ada dan tiada.

HR RoS
Jakarta, 04092016



JERITAN TANAH KERING NEGERIKU
Karya Romy Sastra

Tanah tadah curah pada iklim kering tergerus lusuh pada debu
rasa sakit menjerit harga diri melangit
negeri di batas garis khatulistiwa
pilu, jiwa-jiwa yang tak lagi peka.

Kabut menutup budaya toleransi
rahwana memuntahkan angkara
membakar kebun mayapada
tersisa tunggul-tunggul lapuk
jamur bermunculan
silih berganti menerkam ketakutan
bibit tak terdidik dari nurani
yang menjual sebidang tanah pada kurcaci
rupa gendut plontos pemakan darah pribumi.

Lihat di sana, tanah hutan gundul
reboisasi tak alami berganti industri
tanah negeriku kering
rakyat menjerit
pola pikir yang sempit dijajah benalu
subur sudah bertengger di daun itu
yang tersisa rasa cemburu
pada kurcaci gendut pemangsa tanah-tanah nenek moyangku.

HR RoS
Jakarta, 392016



SPIRIT DIRI
By Romy Sastra


Aku tak seindah yang kau bayangkan
tak sebaik yang kau pikirkan
bahkan jauh dari perkiraan.

Namun, langkah demi langkah
aku selalu mencoba memulai yang terbaru
demi sebuah perubahan
bukan melupakan yang terlewati.

Aku juga tak sehina yang kau duga
tak semudah yang kau rasa
meskiku tetap berusaha yang terbaik
demi sebuah gita,
dada ini berdebar menyambut opera
dari pelaku aspek dunia kehidupan.

Bahkan rentetan cerita kisah,
selalu menjadi guru yang terindah
untuk memperbaiki episode durasi perjalanan hidup selanjutnya.

Tuhan, perkenankanlah hamba
menjadi aktor yang terbaik
dalam skenario suratan takdir-Mu
dalam mengisi hidupku.

Izinkan aku Tuhan,
mengabdi pada ketentuan
yang akan aku kayuh biduk ini
di tengah samudera cinta yang bersahaja.

HR RoS
Jakarta 01-09-2016



R O S E R E D
Karya Romy Sastra

Kuhujani malammu dengan cinta
maka bangkitlah...!!"

Kemarau itu telah berlalu
jangan dikau terkapar di jalan
yang tak bertuan.

Miris... kau tak jua layu.
Walau selimut bisu menerpa hidup
kau tegar selalu.

Rose red, cuaca berubah
hujan telah deras di taman ini
tak akan berhenti,
berlalulah dari jalan itu
berdirilah kembali
taman hidupmu masih bersemi.

Hujan kian deras
bangun, peluklah aku!!"
wahai setangkai rose red
mendekaplah ketubuhku
yang akan menghangatkan gelora jiwa
mencium mesra bibirmu.

Dalam hujan yang panjang
air matamu mengalir
tak kulihat kau seperti lagi menangis
padahal rindumu menjerit menyapa rasaku.

Kau tetap tegar meski tubuhmu
telah gemetar
kristal salju menyatu dengan air mata
kau tetap mekar selalu
aku cinta padamu.

HR RoS
Jakarta 1-9-2016



SIMISKIN JATUH CINTA
Karya Romy Sastra


Sketsa cinta sudah terbingkai kaca
kupandang ia tak teraba
lorong waktu menikam pilu.

Aksara yang kutinta dalam bayangan
kala sepi,
menghayal tentang masa lalu
melukis seraut wajah
di ujung jalan itu.

Dalam dekade cinta yang kujumpa
ketika kau menatapku
tatapannya menyeruak ke dalam dada
bunga-bunga berputik di taman hati
bahagianya aku.

Tak berapa lama, putik layu
jatuh ke bumi
karena wibawa runtuh
kau dan aku strata yang jauh berbeda
permata istana
dari keluarga berada,
sedangkan aku orang tak punya
semua keluargamu menghinaku.

Mmmm,
sengketa rasa tercabik tak berdarah
bak kolosal kisah bratayuda
mencintaimu,
adalah penghinaan ke dalam kasta itu.

Lara,
berapa lama aku tercabar maruah
wahai tangis hati
kau lukis bulir di pipi
kekasih yang memilih jalan pergi
meninggalkanku.

Selaksa kisi-kisi malam berselimut sepi
menyendiri,
dikawani rembulan
rembulan pun enggan titipkan senyuman
mengintip malu di balik awan.

Aaahhh..." angan.
aku simiskin bermukim di tepi mimpi
tak tahu diri, memikat sebuah hati
dengan bayang-bayang malu mencintaimu.

Ketika malam sadarku bersemayam,
akankah realita terjamah ke sebuah noktah.
Jauh sudah harapan di damba
bahwa simiskin tak sadar diri mencinta.

Wahai seraut mimpi,
yang di sana
jauh sangat kaki melangkah
realita cinta miris terjajah
kemanakah arah jalan kan kutempuh
semuanya jalan itu buntu.

Ya,
aku simiskin orang yang tak punya
modalku hanya ..."
bingkai-bingkai cinta yang rela
tetap itu juga tak berarti.

HR RoS
Jakarta 01-09-2016



AKU DAN HUJAN RINDU
Karya: Romy Sastra

Awan hitam kabarkan pesan pada angin
bahwa rintik sebentar lagi akan turun hujan
membasahi bumi.

Pucuk tersenyum menatap koloni langit
riang bermekaran,
kembang di taman gersang
lambaian dedaunan menitip kasih pada puisi
kemana aliran hujan rindu akan mengadu
ranting telah patah, menyisakan tunggul
berharap tunas-tunas baru bermunculan
menanam aksara pada syair cinta berikutnya.

Aku di sini,....
menyulam bayangan pada memori
di gubuk tua dibalik jendela
bermenung sepi,
menyaksikan sisa rinai yang akan reda.

Di sini, ya dibalik jendela ini.
Menatap rupa kekasih yang telah pergi
pada bulan kemaren.

Agustus akan berlalu meninggalkanku
September membuka cerita baru
dalam bait-bait yang tetap sama
pada sajak dan puisi.

Kisahku pada hujan rindu,
akan aku kenang selalu.

HR RoS
Jakarta 30 Agustus 2016



AWAS ITU
by Romy Sastra


tak berujung
tak berawal
tak berakhir
tak bertempat
awas itu bias teraba tak tersentuh
bukan angin.

Bening bak siluet embun
tak berwujud
bukan warna.

Ia, awas, menyelimuti seantero ada dan tiada sekalipun.

Suci, teramat suci
Ia adalah awas dzat laisa kamiselihi
maha kesucian itu.

Jakarta, 05092016



OBSESI YANG TERHENTI
by Romy Sastra

Cerahnya mentari pagi
tak secerah hatiku
indahnya bunga-bunga bermekaran di taman
tak seindah tinta yang kumadah ini
jariku lelah menggores puisi tentang cinta

kepada seorang kekasih
kisah cintaku terhenti di sini.

Kupandangi lingga warna di ufuk senja
tak kutemukan pelangi yang biasa bersolek
membujuk rasa pada diksi-diksi tentang jiwa.

Perahu terpasung sudah di bibir pantai
pelayaran ini di amuk badai
aku bisu dungu tak bisa berbuat yang terbaik pada ayunan gemulainya jemari menuntun tentang puisi.

Kulukis syair dengan resah
ilusi majas hati kian buram
langkah ini lelah
tintaku telah memudar di muka buku
pelayaran itu terpaksa kuarungi sendiri
di tengah samudera berkawan sunyi
badai berkoloni kabut
aku tersasar kehilangan arah
pantai mana tempatku kan berlabuh.

Kalut tak menentu
pelayaran ke pulau harapan terbengkalai
pendayungku patah,
hilang di telan gelombang
mimpi itu usai
obsesiku terhenti
di sebuah perjalanan yang tak bertujuan.

Karam bersama sekoci
Hilang di tengah lautan
yang takkan bisa diketemukan lagi.

Jakarta 10-9,2015, 08,13



SEMALAM DI BAITUL MAKMUR
Karya Romy Sastra


Getar-getar tasbih mengelilingi arasy
dalam perjalanan malam
menanjak ke ruang angkasa jiwa
berdiri di samudera biru
menatap bayangan kalbu
di selimuti nafsu-nafsu itu.

Malam-malam indah bersama diriku
dalam kegelapan jalan
rasaku memandu
ya, melaju dengan rasul itu.

Di perjalanan diri pada titik tasbih
bak kilat menerobos pekat
mencari yang tersembunyi
baitul makmur di langit tinggi
terletak pada ubun yang tak terpijak
bermahkota cahaya cinta berpanji tauhid.

Kuucapkan salam,
salamun kaulam mirrabbirrahim.

Baitul makmur masjidil
sang khalifah Illahi
tempat bersandarnya Ibrahim.

Masjidil para wali
di negeri awan yang tinggi
tak jatuh, tak bergeser barang sedikitpun
mihrabnya tertata indah
temboknya bak dinding kaca cahaya
bertaburan bunga-bunga surga.

Aku dapatkan baitul makmur
tersembunyi di dalam diri
bersinggasana di keheningan
jauh di balik awan
tertatap tak kelihatan
teraba tak tersentuh
ia adalah wujud dari derajat religi
peribadatan para sufi-sufi.

Semalam di baitul makmur
bermandi cahaya mahabbah
kenalilah jalan sang utusan
sang para pecinta
utusan risalah Illahiah.

Jalan-jalan misykat kaca tak tersentuh
bersemayam dalam nurullah
ketika siburung merak berkelana ke samudera jiwa
membawa tasbih-tasbih cinta
kau tak akan tersesat jalan
tujuan jalan-jalan Tuhan
dalam perjalanan malam
menuju istana keabadian.

HR RoS
Jakarta, 12-9-2015, 08,56



DUKA MASJIDIL HARAM
Karya Romy Sastra


Butir-butir pasir berbisik
terbang menyisir diiringi kabut
bulir-bulir air mata mengiris
jeritan tangis bertakbir
Tuhan, lindungi perjalanan haji itu.

Allah akbar, Allah akbar, Allah akbar
walillah ilham.

Cahaya tanah haram sejenak temaram
dari fenomena alam
ya Rabb, duka itu hentikan!
Ampuni kami dari dosa lahir dan bathin
dosa yang tampak dan yang tak kelihatan.

Tanah haram
masjid sang khalifah Illahi
terhakimi dari misteri
bertanya jubah diri pada iman
dosa siapakah ini Tuhan.

Ya Rab,
bersihkan hati kami
sucikan tanah ini kembali
dari noda sistem ibadah haji.
Sang kerajaan sudah lengah pada amanah
kearifan alam tak lagi bijaksana
sang maha raja datang menyapa
luluh lantak di bulan idul adha.

Bukalah matamu wahai penguasa dunia
dari permainan berhala-berhalamu
mengapa ada seribu tuhan di hati ini
hingga lupa pada jalan pulang itu.

Maruah akidah terjajah oleh nafsu angkara
kembalilah ke risalah fitrah
tuntunan sunah Illahi dan nabi
semoga di berkahi
wahai para khafillah-khafillah haji.

Wahai debu-debu pasir yang berterbangan
awan hitam bergulung membawa ketakutan
mutmainah itu telah teruk
angkara murka di dunia sudah menjadi budaya
para dajal-dajal yang berpesta pora
porak-porandakan akidah umat manusia.

Ibadah haji tahun ini berfilosofi
filosofi, pada hati yang dikebiri
hingga rahasia-rahasia illahi tak lagi dimaknai.

dalam tragedi ritual haji 2015
HR RoS
Jakarta, 12-9-2015, 17,17



KA'BAH ITU TERNYATA WAJAHKU
Karya Romy Sastra


Kuhamparkan sajadah
berdiri menyebut nama-Mu
menatap ke dalam fana
khusyu' berjubah takbir
memanggil yang tak tampak
bersembunyi di dalam jiwa ini.

Kukhusyu'kan fikiran, memandu kalbu
menutup nafsu, membuka tirai itu
pasrahkan jiwa raga,
menghantarkan wejangan rindu
pada kifayah, ibadah sholat lima waktu.
Ruku' sujudkan tubuh,
tak jua temukan Engkau cinta.

Telah aku serahkan segalanya
pada sholat fardhu,
berharap Engkau menerimaku,
tetap saja masih membisu.

Kini..."
kututup nafsu,
kubuka pintu kematian,
ka'bah itu ternyata wajahku
baitullah itu tubuhku
batu hitam adalah hatiku.

Dalam fana kematian di dalam hidup,
ternyata telah diselimuti aku dengan cahaya-Mu.
Disanalah aku menemukan baitul makmur menara iman itu.
Inilah sholat yang tak tersia-siakan
datang membawah cinta, berharap kekasih mencintai juga.

Ya Rab ..."

Mahabbahkanlah cintaMu itu.

Dalam kelemahan serta
kebodohan diri
pelitakanlah jubah insani yang di ridhoi
ampunilah segala dosa-dosaku
terimalah kehadiranku ini.

Meski yang datang membawa noda
siramilah dengan madu mahabbah-Mu
aku ingin belajar menjadi pencinta sejati
dalam kelemahan takwa,
semogalah ibadahku di cintai.

HR RoS
Jakarta, 11092016



KEMATIAN ITU KIAN MENDEKAT
Karya Romy Sastra


Tamu itu akan terjadi
menyapa raga dan jiwa
mengakhiri semua cerita
menutup gita

Ketika ruh akan pergi
tubuh terbujur kaku
jangan ada derai air mata
untuk menempuh jalan kematian
di giring sang el-maut
dalam ketakutan yang tak terkira

Duuhh, diri.
Tamu misteri yang tak kenal waktu
Ia bertamu
menghantar ruh ke jalan keabadian
ke telaga siksa ataukah cinta

Jasad terbalut kain kafan
bangkai tertanam dalam lumpur
semua para pengiring keranda kan berlalu
pengap di dinding papan
jasad menunggu bias di telan waktu
nisan-nisan berdebu
padang ilalang kerontang
kamboja pun berguguran jatuh ke bumi

Tiada gelap yang lebih gelap dari gelap
dalam kuburan itu
tiada sunyi yang lebih sunyi dari sunyi
di bawa nisan itu

Pusara kan menjadi saksi
di lintasan dunia lembah mimpi
dari hidup yang berpesta pora
lengah pada kematian abadi

Mmmm ...
bila ruh pergi
Tuhan meridhoi memanggil kematian
kunanti dikau amal rinduku
di telaga cinta
di singgasana jannah.

HR RoS
Jakarta, 5-9-2015,



PELACUR-PELACUR NEGERIKU
Karya Romy Sastra


Kembang kantil bersolek di ujung mantera
kemenyan mengebul di bibir dukun
terurai asap di atas ubun
wangi menyeruak di sekujur tubuh.

Bila malam menyapa mistik
mantra asmaradana menggoda Arjuna
Arjuna liar di kota metropolis
mucikari-mucikari bak selebritis
berdandan cantik berkawan iblis.

Pecandu malam pulang malam
wahai pelacur-pelacur negeriku
kau perusak generasi bangsa ini.

Tubuhmu yang sintal berambut emas
mewangi bak kembang melati
lenggak-lenggok gemulai di trotoar jalanan
senyum menggoda mencari mangsa
memikat si hidung belang di dalam mercy.

Kau pelacur negeriku
negeri ini gersang
bak ilalang di tengah padang
generasi tak lagi punya pegangan.

Dalam diskotik night club kau asyik
malammu berfantasi ekstasi.

Di sorot lampu disco seantero pesta
pesta malam bergoyang riang
kau lunglai menjelang pagi
berkawan whisky tak sadar diri ....

HR RoS
Jakarta 5-9-2015



SANG NABI
Karya Romy Sastra


Tirani khalifah Illahi
di intimidasi dari kekuasaan sadis
Ibrahim kecil terlantar di lorong pengap
haus dan lapar menjerit pilu.

Air madu surga mencucur di ujung jari
mukjizat pertama itu terjadi
menyusu pada telunjuk sendiri
tanpa ayah bunda, suasana sunyi.

Jalan itu menelusuri padang gersang
tiada celah cahaya pada nurani insan
tertutup api raja Namrud
yang ada kegelapan iman
bertuhan pada patung-patung
ciptaan Azar ayahnya sendiri.

Melipat jejak terjal dengan yakin
memandu tauhid
bermukim di dahan iman
bertanya diri pada kenabian
di mana Engkau bersembunyi Tuhan ...??"

Aku cari Engkau pada terik,
inilah Tuhanku.
Kenapa Tuhan tenggelam ...!"
Aku benci Tuhan yang semu.

Aku cari Engkau,
pada bintang-bintang malam
yang bertaburan,
pada sosok wajah nan ayu rupawan,
Engkau pun berlalu dari tatapan rinduku,
aku benci kepada Tuhan yang tenggelam.

Tuhan maha pencipta,
jangan bersembunyi di balik hatiku
tampakkan wajah-Mu,
suarakan sabda-Mu,
tintakan firman itu,
dalam bait-bait kalbu sebagai petunjukku.

Kalimahtullah bertasbih pada gejolak api
hikmah tauhid tertinggi sang Nabi
mentranspormasi api menjadi cahaya
tak terbakar,
bermandi api menjadi lentera cinta
basah pada embun surga
Ibrahim, engkau bapak segala khalifah.

Dalam panji-panji agamamu,
insan di muka bumi ini mulya
sampai terbenamnya senja
pada maghribi
hingga matahari terbit kembali dari barat jejak terbenam itu nanti
risalahmu tetap abadi
ya, sang Nabi.

HR RoS
Jakarta, 09092016



PERSAHABATAN LINTAS NEGARA
Karya Romy Sastra


Kugenggam jemari maya dalam pelita kaca
kutulis sabda rasa menjalin ukhuwah
sahabat lintas negara, Malaysia Singapura Brunei dan Indonesia.

Sebuah warna bianglala
di antara gita cinta dan cerita
tuk berbagi rasa dan informasi
satu atap dalam bingkai nusantara.

Terikat dalam sejarah melayu
berkoloni satu lagu damailah negeriku.

Cabaran kenduri anak negeri
membawa presepsi dalam irama lagu
kadangkala nada sumbang
dalam filosofi ego diri yang hina
campakkan saja tingkah murah seperti tak pernah terjadi.

Kearifan budi yang bisa memaknai
walau irama kasih terkebiri
kugenggam mesra ke dalam dada bijaksana
untuk sebuah setia dalam maha daya cinta.

Melukis gambar hati
Sehati dan sejiwa.

Berpacu tebar pesona
dalam kompetisi prestasi anak negeri
sama-sama juara
menggapai masa depan nanti
untuk kerukunan anak cucu kita.

Kujalin mahkota seni dalam sastra
bingkai ukhuwah
Sastra lintas negara.

HR RoS
jakarta 9-9-2015,



TASBIH CINTAKU LARA
Karya Romy Sastra


Malam-malam indah bersamamu
dalam mihrab Illahi
bersanding dengan bayangan diri
hakikat wujud nafsuku bertamu.

Dalam gelap aku mencari cinta
dalam terang aku bercumbu mesra
tasbih cinta bergetar
bergetar ke dinding misykat kaca rasa.

Aku tengelam ke telaga cahaya
telaga warna-warni nafsu diri.

Ya Rabbi,
hamba bertamu ke pintu istana-Mu
Engkau tutup
apakah akan di buka pintu itu
hamba gelisah di himpit duka
Ooohh maha cintaku.

Wajah-Mu kau palingkan
aku menunduk malu menghitung dosa
ampunilah hamba ya Tuhan
dari segala dosa yang kulakukan.

Wahai sang pemilik malam ...?"

Malam ini tak kau sambut tasbihku
izinkan umurku ada
mengetuk mihrab-Mu kembali
untuk bertamu di malam-malam
berikutnya
berharap, tampakkan wajah-Mu
wahai kekasih.

HR RoS
Jakarta 9-9-2015, 07,10



GADIS TEMARAM
Karya Romy Sastra


Gadis senja di temaram bianglala
kabut jingga di lereng rindu
kutatap masa depan jauh keperaduan
malam ini tanpa berkawan rembulan.

Aku gadis desa menatap cinta
pada sebuah kisah yang terkubur
kumbang yang terbang menghilang
kau kini entah di mana
kekasih yang lama
meninggalkanku.

Senja sepi berkabut
gersangnya padang ilalang
aku merindu angan sebuah janji
akankah kau akan kembali di sini
di rona senja yang kian menepi
rindu menanti.

Kembalilah ..."
aku kan setia pada kekasih
yang sudah lama pergi
meninggalkanku
kutunggu kau di malam ini
bercerita di bawah sinar rembulan
bercumbu di pangkuanmu
berharap pelitanya hadir
bahwa malam ini indah.

HR RoS
senja Jakarta, 09092015, 18,27



KEMESRAAN YANG TERTUNDA
Karya Romy Sastra


Rasa cinta
membingkai kasih sayang
teteskan rasa madu dari sudut kalbu
kepakkan sayap rindu dari hayalku.

Kupetik setangkai melati
aroma semerbak mewangi ke ruang hati.

Mendekaplah ke dadaku
kan kukecup keningmu
kau basahi bibirmu dengan istighfar takbir,
kau lepas kemesraan cinta seketika
demi sebuah cinta fitrah.

Kau terima cinta hina dalam pelukan
kau kulum permen karet bibirku lengket
hahaha ..." aku kaget.

Waduh,
buaian cinta di antara dua rasa
menebar rasa penyesalan meratap tangis diri yang terlena.

Falsafah cinta di antara dua sejoli
memilih jalan
membimbing spirit suci ke harga diri
menjaga norma-norma susila
yang semestinya.

Cinta mesra di antara dua hati
bercumbu di luar noktah
melenakan nafsu
pada kekasih yang bertutur budi
pada pilihan itu ....

HR RoS
Jakarta,0909216



JANGAN SESALI YANG PERGI
Karya Romy Sastra


Bingkisan kasih
masih tersimpan rapi dalam rak memori
meski kado yang di bawa ke arena cinta
tak begitu indah
ia cukup berarti untuk kukenang
walau kita telah berpisah.

Oh angin, hembusanmu,
pesonakan angan sekejap saja
biarlah daun-daun di taman berguguran
oleh badai melanda
tak tersesali bunga layu kembang tak jadi.

Mencoba tuk mengerti
pada jalinan yang tak seiring jalan
memanglah,
perjalanan cinta tak harus memiliki
biarlah aku kubur angan pada bayangan
terpisah sudah cinta di persimpangan.

Pada hujan yang menitis membasahi taman hati
berharap suburkan kembali.

Cemburu pada langit
langit pun tak menyesali menghujani bumi
karena tetesannya tak lagi kembali.

Berguru kepada hujan
kristal bening yang menitis
jatuh ke bumi ternoda bersama lumpur
tetap mau dibersihkan lagi.

Kagum pada alam
tergerus dengan linangan hujan
tetap bersahabat tunaskan siklus
patah tumbuh hilang berganti.

Genggamlah takdir dalam rasa yang setia
mendewasakan diri
pada sebuah kearifan cinta
meski cinta itu tak harus memiliki.

Jangan sesali kepergian itu
karena yang pergi tak akan kembali lagi.

HR RoS
Jakarta, 06092016



KENDURI SUFI
karya Romy Sastra


Pertengahan malam
hadir di kenduri istana illahi
berdandan fakir di tengah pesta

Bidadari-bidadari syurga menyapa
menyuguhkan bejana
bidadari itu
amal-amal yang terpelihara

Kenduri di panggung pesta
lampu disc gemerlap tak berpenonton
arena kenduri tiada malam tiada siang

Berkenduri disorot cahaya maha terang
tiada panas tiada hujan
terasa sejuk dan nyaman
haus meneguk segelas tuak Illahi
mabuk meminum asma-asma cinta

Dipertigaan malam larut sampai fajar
tubuh terkapar bersujud di atas tikar
beralas sajadah membawah kado terindah
kado telah dibuka subuh menyapa
kenduri sufi yang tak kenal lelah

Kenduri malam yang diimpikan
sebagai wujud pengabdian
kepada sang maha kekasih
memeluk jiwa kekasih sepanjang hari.

HR RoS
Jakarta, 13-9-2015,



JUBAH-JUBAH SUFI
Karya Romy Sastra


Zauq asyik dimabuk diri
fana dalam tatapan samudera
samudera maha luas sagara dalam jiwa
terbentang tak berhujung tak bertepi
berenang tenggelam mencari mutiara terindah
bersembunyi padahal nyata sekali

Zuhud menjauh dari kemelut
berjubah cinta sederhana pasrah
napas-napas tasbih bergelora sepanjang hari

Hidup terperi dinikmati
kematian-kematian pun dirindui
lelah menjadi energi
haus dan lapar perisai diri

Siang mengabdi jadi budak peluh
rela berpayah tak dihiraukan
ikhtiar pada tuntunan
mengambil bekal sedikit saja
dari dunia

Malam mengabdi pelayan Illahi
senang hati dijalankan
membawa kado-kado cinta
untuk sang kekasih

Selendang-selendang sutera di pundak amanah
jadikan sebuah sunah dalam ibadah

Bersama diri melangkah pergi ke alam sunyi
mencari sebenarnya diri

Nafsu-nafsu dipenjarakan
dalam terali iman
mata hati dibiarkan lepas jauh mengarungi angkasa jiwa
bak kilat menembus galaxi kosmik diri

Jubah-jubah sufi
ketawadu'an terbaik

HR RoS
Jakarta, 13--9-2015,



KEMBANG IRONIS
Karya Romy Sastra


Kau campakkan setangkai kembang
yang pernah kupersembahkan kepadamu
mekar, kau buat layu.

Persimpangan dua hati
memilih yang terbaik
memang jalan hidup kita berbeda.
Kau pergi meninggalkan memori,
pada kisah yang tak sempurna
dari lelaki yang tak pantas untuk di cintai
karena persembahan itu
terhina dari nasib yang berbeda.

Kau diamkan cinta
bahkan kau tinggalkan kasih
tertegun rasa dalam rindu
telah sepi
sepi sudah.

Pucuk-pucuk tak bertunas
daun-daun berguguran
kado apa lagi kan kuberikan
semua tak berarti.

Dengarkan, coba renungkan
jauh di lubuk hati ini
lamunanku masih menyulam rindu
tentangmu.

Meski tertatih langkah
di tanah gersang sendirian
terkapar luka dalam keheningan malam
bahwa kisahku bias,
tak bisa dipertahankan lagi.

Kau dan aku memilih jalan berbeda
aku yang terkoyak oleh mimpi-mimpi
hanya menjadi buah bunga tidur saja
aku hanya sebuah persinggahan
dari musim kemarau
memilih musim semi itu.

HR RoS
Jakarta,12092016.



OBSESI YANG KETINGGALAN KERETA
Karya Romy Sastra

Aku selalu menatap kertas-kertas kosong
belum tergores
halaman yang masih bening
belum ternoda oleh korupsi diksi
pada laju kereta kemaren

Pijar-pijar hati,
menengadah rasa ke ambang senja diri
adakah warna bianglala tak semu senja ini?

Debar-debar cinta menari di ufuk pagi
lentera surya menyinari kisi-kisi pelangi
lembayungkan warna di telaga hati

aku mengejar impian jati diri
dengan madah tinta yang tak formal

Uuuuuhhhh ....

Kereta telah jauh berlalu
melaju bersama orang-orang yang bersahaja
aku termangu di tinggal kereta itu
terdampar bermenung di bantalan relnya saja

Aku melirik asyik ke cerobong atap
koloni asap silih berganti membubung tinggi
jalan yang telah berkabut
menutupi tatapan masa depan di jalan imajiku

Kini,
aku menunggu kereta berikutnya
semoga saja ia melaju kembali
lewati stasiun pemberhentian

Berharap dengan sarat penumpang
mencoba berlari meski tertatih
tinta-tinta indah mereka
telah memiliki tempat
masihkah aku di terima oleh sipir
jadi penumpang yang tak resmi ...?

Kereta yang lalu
telah jauh meninggalkanku

Kereta kedua berkemudi mimpi
tetap kutunggu
walau kedatangannya hanya bayangan
aku setia menanti
meskiku ketinggalan kereta di pagi itu

HR RoS
Jakarta, 20-10-2015, 10,25



KAU GEMBIRA ATAS KEGAGALANKU
karya Romy Sastra


Dulu ..."
begitu mudahnya kau bilang kata suka
di saat nampan hidupku terisi hidangan
menjamu asa bahagia yang di damba
kini pelita itu redup
redup tak menerangi lagi

Kelopakmu harum seperti bunga ros
mahkota indah itu
menjaga diri dengan duri
aku kagum,

Selang berbilang bulan
bunga cintamu gugur,
menjadi sekuntum bunga rahasia
mekar di dalam istana hatinya

Berputik sudah setangkai harum
dipetik pada kumbang jati
berbahagia dalam ayunan dendang asmaranya

Kini kau telah gembira
atas kegagalan hidupku
apa yang kuberikan kepadamu kini
tak akan berarti lagi

Biarlah aku duduk dalam bangku gelisah
bagaikan batu membisu
tak tahu kemana arah tujuanku ....

Mecoba,

Kucari kau di dinding lamunan
kucari kau karena aku sayang
kucari kau menyunting kenangan
tak dapat aku lakukan
meski hati ini bimbang

Yang kucari itu,
sudah menjadi bayang-bayang
aku tertunduk ..." malu.

Ternyata kau sudah bahagia di istana dia
berpagarkan duri cinta kasih
kini biarlah kegagalan itu mengalah

Bahwa realita cinta kita
telah menjawab sebuah kisah
yang tak sempurna

HR RoS
Jakarta,14092016



JALAN INI TETAP KULALUI
karya Romy Sastra


aku masih di sini
di jalan ini
menunggumu kau hadir untukku

meski jalan itu
tak berpelita
aku tetap setia pada rasa yang kupunya

denting dawai
tak lagi bernada
bersiul sajalah pengganti nada cinta

jalan ini tetap kulalui
walau tak biasa
meski melangkah ke arah yang sia-sia

dalam perjalanan kasih
membingkai dua hati
menuju cinta yang bisa dimengerti
dan selalu mengerti

jalan ini
sebuah persimpangan
meskipun begitu
tak kulakukan langkah berpisah
untuk berpaling dari sisimu

dalam gelap kubersiul
lelah sudah
meraba dada ah, sabarlah ....
sebuah perjuangan
mestilah ada pengorbanannya

siang ini
goresanku menemui muka buku
tidur semalam
telah berlalu
masihkah kau ingin bersama cintaku

bersama kembali
nyanyikan nada-nada kasih
kuhadiah dalam bentuk puisi

tinta maya menyapa
selamat siang dunia
kuucapkan dari Jakarta

halaulah koloni kabut
yang menutup hati
dari sisa-sisa pembakaran ego diri
semoga jalan ini
terang kembali

untuk merangkai
indahnya gita-gita asmara
dari dermaga sastra
yang jauh di ujung samudera maya

antara kau dan aku
sama-sama menempuh
menuju jalan penantian itu

HR RoS
Jakarta, 16-9-2015, 09,00



AKU BERSAMA MALAM
karya Romy Sastra


Desahan bayu menambah keheningan
pada alunan seruling rindu
menyentuh sanubari,
membangunkan kisi-kisi malam
kisah yang telah sunyi, bangkitkan kembali.

Hening dalam kesendirian
angan kulukis bias dalam impian
jalan impian
yang tak pernah jadi kenyataan.

Dewi malam ....
temani aku malam ini
jangan dikau malu memeluk sepiku.

Kejora....
taburkan kerlip indahmu
sinari temaram hati ini
biarkan aku bermandi cahaya
bersama galaxi yang mengitari.

Awan ....
guguskan embun malammu
basahilah alam yang gersang ini
sirami jiwaku yang lara
walau setitik tertumpang direrumputan
izinkan aku,
menyauk telaga mini di dedaunan
membasuh raut wajah yang lusuh.

****
Aku bersama malam
bercerita dalam bayangan diri
kaki ini sudah lelah melangkah
menggapai sebuah impian
yang kian jauh di ujung harapan.

Kau yang kuimpikan, kukasihi,
kini telah berlalu pergi
adakah jalan ini kau singgahi kembali
jalan itu telah menjadi sebuah persimpangan
akankah bunga yang mekar tadi sore
layu sebelum berkembang.

Kuakui,
aku dalam keterpurukan
tak seperti yang diharapkan.

Modalku hanya sebuah keyakinan
untuk sinari kasih mimpi di ujung angan
akankah impian malamku
selalu bersanding bersama bayangan
gapai esok ceria berbuah kegagalan
Mungkinkah pelita itu akan padam selamanya.

ENTAHLAH ....

HR RoS
Jakarta, 16-9-2915, 20,00



CINTA BERKABUT
Karya Romy Sastra

senandung angin riuh alam berkabut
pertanda sebentar lagi akan turun hujan
rinai-rinai kecil mulai menitis
awan hitam kabarkan pesan pada sriti
kembalilah ke sarang
hujan lebat akan datang
menyapu sayap-sayapmu

bidadari cantik bersolek di kaki langit
ikut menghantarkan senja
bermahkota berjubah indah

pada pelangi
yang melingkari hiasan warna
garis pemisah batas cinta
antara kau dan aku

hujan petang telah reda
siluet senja sebentar lagi padam
temaram sudah menyapa malam
lilinku tak mampu menerangi hidupmu

pasrahku pada takdir
tanpa mengundang sedih
pada kasih yang tak sampai
meskiku menjerit
kau tak jua kumiliki

HR RoS
Jakarta,15092016, 16:31



SENYUMAN ILALANG PAGI
karya Romy Sastra


Warna pelangi melingkari kabut
pagi berselimut mendung
tersenyum ilalang di kaki langit
setetes embun tertumpang di daun lapuk
pelepas dahaga sebentar saja
kristalnya akan bias kering pada terik
ilalang tetap tersenyum menantang matahari

Tabir pinang berdiri di tepi pantai
lambaian dedaunan menyapa pipit
kemarilah pipit menumpang dahanku
nyanyikan cicitmu di parung rindu
bahwa padi itu sebentar lagi menguning

Ilalang tangguh menyulam kehidupan
kokoh berdiri dalam cabaran zaman
kehidupan daun tetap berlanjut
meski kering ditimpa panas berkepanjangan

Bayang-bayang kaki berdiri
memanjang kabarkan pesan pada jejak hari
berharap tersenyum kembali pada pelangi
petang ditepian senja harap hujani bumi

Berseminya gita cinta
pada kearifan alam
dan sesama
tanpa batas kasta dan harga diri

HR RoS
Jakarta, 15092016



KADO TAK BERALAMAT
Karya Romy Sastra


sudah kubungkus
kado
rindu

setahun yang lalu
kusimpan
dalam angan

aku persembahkan
pada puisi
tentang cinta
yang terpendam

bertanya imajiku,
siapakah
pemilik hati ini

sampai kini
kado itu
belum dibuka

alamat yang dituju
masih
membisu

HR RoS
Jakarta, 15092016



DIRI MENCARI HAKIKAT DIRI
karya Romy Sastra


Martabat alam di tingkat makam
makam diri dalam pendakian
berawalnya titah kejadian
martabat alam tujuh dan sembilan
sempurna ciptaan dari unsur kemuliaan
sang kekasih
bersembunyi dalam kesunyian

Ketika malam mengadu rindu
pertapaan hening bermantera rasa
bertamu di dinding-dinding cahaya
cahaya-cahaya sang pengoda
menyapa sukmaku

Berlalu meninggalkan godaan
fanaku jauh ke dalam diri
berada di titik mata hati
terpesonanya rindu melihat kekasih

Dalam diam kutatap apakah ini Tuhan
dia hadir berwarna warni,
tarian kerlip semu mengkhianati
aku tinggalkan kehadiran itu berlalu pergi.

Kekasih itu,
tak berwujud
Tak berwarna
bukan huruf
bukan cahaya
Dia dzat laisa kamiselihi.

Menyelimuti ....

menembus lorong kosmik jiwa
berlayar di angkasaraya dalam rasa
mencari sesuatu yang di puji
bersama diri mencari hakikat diri
ia bersemayam di mihrab cinta
cinta sang kekasih itu
tak pernah lekang oleh waktu.

HR RoS
Jakarta 17-9-205, 08, 20



RINDUKU YA RABB
karya Romy Sastra


fardhu kujemput di setap waktu
sunah kuhias sebagai tamannya
akhlak kujubahkan dalam keseharian
aku berjalan bak di tali titian

malam ini,
aku berkawan sepi menatap di sekeliling ciptaan
kutengadahkan wajah rindu kelangit jiwa
adakah kau bersamaku ya Allah

bila cinta dunia hanya persinggahan
aku takut tertipu oleh kepalsuan
yang aku abaikan adalah keabadian
ampunilah hamba ya Tuhan

kini ku bertanya
Ya Allah,
adakah rinduku kau terima?

meskiku tahu,
aku adalah hamba pendosa
dan Engkau lebih tahu
di setiap silapku
tampakkanlah wajah-Mu
biar rinduku bertamu

malam-malam gelisah menyapa kasih
maha kasih itu tak lagi kutemukan
apakah kematian kian mendekat

kubasuh wajah murung
duduk bersimpuh dalam peraduan
aku merindu dalam kenistaan
jangan kau palingkan rahim rahim-Mu Tuhan

kuyakin,
ampunan-Mu kau berikan
pasrah dalam doa
kupuisikan syair syair cinta
dan kupersembahkan dari relung jiwa
rindukan-Mu ya Allah

HR RoS
Jakarta, 17-9-2015, 20,43



DIALAH IA
Karya Romy Sastra


Pada kekasih menitip salam
salam kutitip mengiringi cinta
cinta yang terhantar ke medan takwa.

Napas napas yang pergi dan kembali
bersemayam mengitari rahsi
rahsi Illahi memandu rahsa sejati.

Melangkah ke savana jiwa
seketika menatap
aku sudah sampai di padang
savana jiwa itu.

Hening tak bersuara, bising tak bernada
Ya sami'an ilaallah.
Puji cinta menyapa, tak ada sahutan
Dia berbisik, La mutakalliman ilaallah.

Aku menatap keindahan kekasih
tak kutemukan surga
yang ada tatapan cinta
La bashiran ilaallah.

Hilang memasuki ruang kehidupan
ternyata tak ada kehidupan
tak ada kematian
yang ada La hayatan ilaallah.

Lalu siapa aku?
La haula wala kuata illa billahil aliyil adzim.

Dialah Ia berkuasa pada yang ada dan tiada.

HR RoS,
Jakarta, 19-9-2015, 1



RASAKU MURSYIDKU
Karya Romy Sastra


Kejujuran iman keutamaan
dalam detak jantung berpacu
mengejar langkah waktu
silih berganti datang dan pergi
Denyut nadi mengiringi aliran laju.

Rasa diri di sekujur tubuh
langit-langit rongga terminal rasa
ketika rasa memberi tahu
dialah mursyid itu.

Mursyid sejati dalam diri
rasa terhenti tubuh mati.
Ketika Jibril menyapa
membawah risalah Allah
berhadapan di antara rasa mata hati
siap-siaplah,
suatu saat nanti aku membawamu pergi
menyatukan kembali ke azali itu.

Kusanggupi saja
sabda tuan guru penuntun jalan misteri
dia hadir sebagai sahabat baikku.

Ketika bertamu, sang guru titip pesan
kenalilah dirimu selalu
jangan sampai tersesat jalan
pesan sabda,
kau akan tahu jalan Tuhanmu
di puncak rasa, Ia maha rasa itu
sirri wa ana sirrahu.

HR RoS
Jakarta19092016



MUSYAFIR SUFI
Karya Romy Sastra


Tenggelamkan matahari dunia
membuka pintu diri
gelap mencari terang pada matahari sejati
kerlap-kerlip bintang bertaburan
purnama semu berlalu
kosmik galaksi jiwa bertumpukkan
bak kiamat melebur menjadi secercah maha makna

Langit berlubang
menembus lapis tertinggi
jiwa terbang dengan segumpalan awan bersayap, dihantar asma-asma cinta membuncah arasy
sukma rindu tak menemukan siang maupun malam
yang ada kelembutan abadi
dalam perjalanan terbaik

Ya, perjalanan cinta sang mujahid sufi
menemui kekasih
pada duduk tasbih

Hening,
menyapa dalam bisu
tetesan rindu,
meleleh membanjiri air mata surga
ternyata yang dicari sudah menyelimuti.

HR RoS
Jakarta, 20092016



B U N D A
by Romy Sastra


Dari tetesan darahmu aku ada
dalam kandunganmu aku terfitrah
dan dalam kandunganmu jua
aku mengenal Allah

Dari air ASI itu aku tumbuh
dengan didikanmu aku bijaksana
oleh perhatianmu aku dewasa
dari tatapanmu aku tahu makna

B U N D A,
dari kelembutanmu aku mengerti kasih
dari belaianmu aku tahu arti cinta
dengan tuntunanmu
ananda paham akidah

B U N D A,
kini aku sudah dewasa
telah jauh darimu karena cinta kedua
kini kurindu ingin bersua
belajar dari cinta kasih sayang
yang pernah bunda ajarkan
di tanah tumpah darah lahir ke dunia
betapa berharganya didikan itu
Untuk kutitipkan juga sama cucumu nanti

B U N D A,
tunggulah aku di beranda itu
kembali
dari perantauan seberang pulau

Anakmu dulu,
yang pernah ditimang-timang
pagi dan petang

di beranda rumah itu
bunda lepaskan aku ke sekolah

kini si buah hatiku telah lahir ke dunia
tuk melanjutkan tiranimu bunda
cucumu sudah dewasa
sayangnya tak pernah berjumpa

Sekarang ini,
anakmu tahu makna sebagai nilai orang tua
darimu jua
terima kasih ya ayah bunda

Dalam kerinduan ini
kupersembahkan puisi rinduku
untukmu bunda
tanpa ada tetesan air mata
kucoba 'tuk tegar menghadapi dunia
oh, bundaku

HR RoS
Jakarta, 20-9-2015,



TANGISAN ISMAIL
oleh Romy Sastra


Pergulatan tauhid antara akal dan pikiran
bertongkat risalah amanah iman dari Tuhan
Ibrahim bapak teladan dari segala Nabi
tuntunan semua akidah Illahi Rabbi

Cabaran iman di padang gersang
sang imam berlalu ke Palestine
dalam haus dan lapar tragis halang kepalang
Hajar dan Ismail kecil di tinggal prihatin berduaan

Tangisan Ismail syahdu dan luluh
air mata bayi menitis pilu
di tinggal ayah dan ibu sendirian
mencari setetes air pelepas dahaga teramat dahaga
Ibu berlari antara Safa dan Marwa
yang dicari tak kunjung ada

Cikal bakal negeri Mekkah
mencari telaga di gersangnya Sahara
terik tandus sedih di bumi Allah

Zam zam kecil menitis
dari liang yang tersembunyi
mengalir dari sudut mata ini

Pergulatan si hamba dan Khalik
di tengah terik tandus seorang diri
musyahaddah mata hati melahirkan hikmah
mukyasafah mahabbah dari Tuhannya
menitiskan cinta

Mukjizat Illahi dari hentakkan iman Ismail kecil
firman Tuhan
dialog rahasia mengalir zam-zam alam

Tangisan Ismail membuka peradaban
dari khafillah-khafillah berlalu-lalang
mencari kehidupan di tanah haram

Ismail kecil membuka kearifan alam
antara hamba dengan Tuhan
bertongkat tauhid iman dan keyakinan
sampai akhir zaman

HR RoS
Jakarta, 21-9- 2015, 08,03



SYAIR JIWAKU
Oleh Romy Sastra


Syahdu malam memandu
pada kepekaan rasa menuntun jiwa
jangkrik sami' berbisik dalam irama ning, berkelana jiwa ke medan jiwa, mencari diri yang tersembunyi.
Di penghujung malam dalam peraduan Tuhan.
Aku heningkan cipta menggulung rasa dunia kepada satu titik mata hati.

Tasbih-tasbih berbisik bisu
labirin-labirin kalbu pesonakan rasa itu
aku pertanyakan diriku pada dosa
sampai kapan noda itu berhenti menguliti hati
diri malu sudah pada fitrah Illahi
yang bersemayam membungkus tubuh dan jiwaku.

Tuhan,
betapa Engkau peduli pada ciptaan-Mu
apapun semua yang diminta Engkau beri
bahkan sebelum ia ada,
Engkau sudah menyediakan terlebih dahulu.

Kelam sepi dunia di malam ini
aku tinggalkan seremonial cinta
pergi berlari mengejar cinta yang abadi
kubasuh muka lusuh terhiba karena noda
dosa tercecer kenapa aku pintal saban hari
bodohnya aku ini.

Sejenak bertanya pada doa,
ampunilah dosa-dosa hamba Tuhan
dalam sujud rindu
mengadu dengan asma-asma cinta
Ya Ghaffaar, Ya Rahman, Ya Rahim.
Matikan hamba kembali nanti ke dalam maha hidup yang kekal abadi
bersama-Mu harapan itu.
Bangunkan hamba dari lelap sesaat ini, hidup yang menipu dalam derap langkah fitrah-Mu.

Tumpukan dosa bak buih-buih di bibir samudera
akankah ia sirna menjadi mutiara
surga?
Hamba yakin besarnya ampunan-Mu Tuhan melebihi arasy
Rahmat-Mu adalah jubah kebesaran-Mu
taklah hamba berputus asa akan kasih sayang itu.

Ya Allahu Ya Rabbi

HR RoS
Jakarta tengah malam, 23092016, 03:02



JANJI KURBAN YANG TERKEBIRI
Oleh Romy Sastra


Maafkan anakmu bunda
kusapa dikau dalam rasa
di moment takbir yang lirih ini
rasa mengiris sedih
anakmu dulu pernah berjanji.

Allah akbar, Allah akbar, Allah akbar
walillah ilham.

Bunda,
suaramu tak kudengar lagi
untuk menagih janji
dulu pernah meminta seekor sapi
dan anakmu pernah berjanji 'tuk menepati.

Ampuni ananda bunda
kurban tak terlaksana
kini anakmu payah
kukulum air mata ini ke rongga dada
betapa dikau kecewa,
tak terlaksananya kebahagiaan itu
bukan karena ananda lupa
memang nasib tak berpihak ke badan diri.

Allah akbar, Allah akbar, Allah akbar
walillah... ilham ....

Ah, air mata ini akhirnya tumpah jua
tak mampu menahan hiba
menatap hadirnya bayangan ibuku
yang sudah tua.

Ibu,
kuintip dalam rasa kau kini menghiba
ikhtiar kasihmu tak pernah putus
di atas sajadah kau selalu berdoa
untuk kemulian anakmu bunda.

Janji-janji anakmu dulu kini sudah lupa
takbir idul adha mengingatkan itu semua
adha, takbirmu menggetarkan jiwa
aku terdampar dalam lautan rasa hiba.

Ya Allah, hamba payah.

Oohh bundaku,
satu lagi janji anakmu ini
menjanjikan ibadah religi
naik haji ke tanah suci
itu pun kupungkiri.

Bunda,
ampuni anakmu sekali lagi
bukan aku mengingkari janji
bila hidupku layak nanti sewaktu-waktu
berpihak ke diriku
kan kutunaikan nazar suci itu.

Jika engkau sudah tiada di dunia ini
membawa seribu duka
bundaku, beri maaflah anakmu
pintu surga itu jangan kau tutupi
semoga saja badal itu bisa kupenuhi.

rintihan dimalam takbir
HR RoS
Jakarta 23-9-2015, 21,46



RINDUKU TAKBIR ITU
karya Romy Sastra

ALLAH AKBAR, ALLAH AKBAR, ALLAH AKBAR

Kumandang takbir, tahlil, tahmid, tasbih
Lirih sedih mengiris pilu
teringat masa kecilku
ya Allah pujian indah itu
masih bisa hamba dengar
betapa indahnya alunan takbir
ibadah yang kurindu.

Puji syukur hamba ucapkan ke hadirat-Mu ya Allah
di sana tamu-tamu-Mu
berkumpul di arafah
dalam perjalanan haji akbar di baitullah.

ALLAH AKBAR, ALLAH AKBAR, ALLAH AKBAR
WALILLAH ILHAM.

Raya kurban prediket iman seorang insan
mensedakahkan sebagian hartanya
bukti kepedulian sosial antara sesama
sebagai kualitas ketakwaan kepada Tuhannya.

ALLAH AKBAR, ALLAH AKBAR, ALLAH AKBAR
WALILLAH ILHAM.

Taman-taman amal hiasi jiwa insani
untuk perjalanan ruhani di padang masyar
dikawal cahaya-cahaya berkilauan
semoga perjalanan itu tak ke sasar
pada jalan keabadian.

Ya Allah terimalah kurban-kurban hamba-Mu
semoga terfitrah sebagai derajat takwa
kepada-Mu ya Allah ....

HR RoS
Jakarta, 23-9-2015, 17,00



KETIKA LENTERA REDUP
Oleh Romy Sastra

Dalam deburan malam bergemuruh
sesuatu akan tiba dari luar rumah
rintik-rintik kecil memberi tanda
bahwa malam ini menakutkanku
suasana hening seketika.

Resahku,
atap rumah bersuara riuh
imaji terkoyak, hasrat tercampak
konsentrasi buyar angan tak beraturan.

Angin-angin malam
menghempaskan hujan
aku takut malam ini kan temaram
lentera kecilku akan segera redup
pelita di rumah sedari siang padam.

Kularung malam ini dalam diam
sambil menunggu redalah wahai hujan
tintaku masih basah
ilusi diksi di atas kertas masih mengoda
dalam keterpakuan rindu melukis pilu
dengan syai-syair luluh
tercecer sudah bias bersama resah.

Angan ..." temani aku dalam kelam
aku tetap melukis rindu
dalam redupnya pelita itu
kulukis isyarat dalam dinding qalbu
bayangan yang selalu mengisi ruang hatiku
tentang cerita hidup dan cinta
telah menjadi bingkai-bingkai kenangan.

Kutatap karya lusuh
pada vigura lama terdampar di dinding rumah
cerita sajak cinta yang telah bisu
ya, telah bisu tak lagi menyapa hidupku
pekerjaan harian berserakan di pelataran
aku bergumam, mmmm ...?
Indahnya cabaran hidup kuhayati dalam kelam
walau kutahu,
pelita di hadapanku akan segera padam
aku tetap optimis.

Kunang-kunang malam menyelinap di balik ruang
merinding dengan sosok bayangan kelam
bayangan yang telah lelap di haribaan
ah, malam ...
kau takutkan aku pada kegagalan cinta pertama
tak lagi menyentuh hidupku
lenyap sudah mengiringi sunyi.

Hayalku tetap berdiri di tongkat tinta
lukiskan hayalan merangkai asa
melukis sastra-sastra berdarah
meski malam ini kian gulita
berharap esok pagi alam cerah kembali
pelita redup semalam
berganti terik menerangi hari-hariku
dalam derap langkah yang masih tersisa.

HR RoS
Jakarta, 22-9-2015, 08,29



PASRAHKU MENCINTAIMU
Karya Romy Sastra


Aku gandeng tanganmu erat-erat
takut lepas dari genggaman
aku memegang tanganmu kekasih,
rasa memeluk bayangan mimpi
padahal kau kenyataan
ketika aku membutuhkanmu
kau campakkan rasaku dalam kepalsuan rindu.

Memang, aku tak punya apa-apa yang bisa dibanggakan ke arena hidupmu,
hidupku miskin kasih ..."
kalau tali yang pertikaikan
memang tak sampai simpul kasta diriku mendekap ke ujung sandi asamu.

Hidup bersamamu,
bak menggenggam bara api yang tak kunjung padam,
seringkali air mata ini terkoyak
dalam kolam-kolam bening
menitis di kelopak mata sedih.
Aduh, kadangkala aku mencoba berkaca menatap wajah di kamar ini,
ketika luka masih terasa,
tetap rona cahaya cinta yang setia
masih mampu menerimamu.

Telah aku serahkan segala-galanya untukmu
kini kau campakkan aku
pada masa senja yang telah layu,
pahitnya mahligai rindu yang kutuai
tak berarti indah dalam tidurmu.

Dalam pasrah ini, apapun yang terjadi
aku masih mencintaimu kekasih.

HR RoS
Jakarta, 23092016



LAMPUNG BARAT
Karya Romy Sastra


Sekala Brak di kaki Pesagi
kejayaan Hinduisme di Bumi Lampung
zaman berubah dari Sekala Brak
menuju cikal bakal kepaksian Umpu
dari Putera Raja Pagaruyung anak Bundo Kanduang
peradaban adat Lampung Barat
dari dulu hingga kini.

Lereng Pesagi punya cerita
sejarah dan budaya
pada kearifan lokal Bumi Andalas
sumber daya alam melimpah
Hortikultura adalah ikon Sang Bumi Ruwa Jurai.

Bunga-bunga kopi mewangi
di lereng Pesagi Lampung Barat
hasil bumi merekah penerang tinta
pada imaji sastra puisiku
penyemangat pagi siang dan malam.

Sastra Lampung Barat berbenah
pada kasta pujangga yang berwibawa
berpacu menyemai bibit ke tangga sejarah penyair Indonesia
berjayalah dalam gita para pujangga
meskipun gerbong kereta kita
telah sampai di penghujung senja
jadikan ia matahari kembali
pada tirani sastra Nusantara
di Lampung Barat Lereng Pesagi
yang asri.

HR RoS
Jakarta, 22092016



SURAT CERAI DARI PESAGI
Karya Romy Sastra


Telah aku nikahkan seuntai sastra
pada bunga-bunga kopi masih muda
bibit kopi lereng Pesagi berbenah
pada warta harga yang meninggi
para pembeli di tingkat Nasional
menyeduh kopi yang harum mewangi.

Kemaren pagi,
aku telah menikah di beranda warta
di muka buku balik jendela
kopi pagi Warta Simalaba.

Sastraku berdarah,
pada keteguhan hati Yunika
gadis elok berparas Srikandi
blasteran darah Jawa dan Sumatera.

Seketika Yunika membenciku
pada goresan yang tercabik di atas daun kopi.

Pergilah kau dari kebun ini
jangan bawa benalu ke kebun kami
tersentak aku malu,
surat cerai dari lereng Pesagi
mengugurkan bunga impian
pernikahan dini selesai.

Aahhh,
untaian kata tak seirama dengan janji
biarlah syair sastra itu kian berdarah
terluka kecewa
demi kebahagian Yunika cinta
di pucuk siklus bunga-bunga kopi
di lereng pesagi itu.

HR RoS
Jakarta, 22092016



METAFORA CINTA
Oleh Romy Sastra


bunga dan kumbang
bercumbu di awal pagi
berayun mesra di atas pucuk
kumbang hinggap madu tumpah
tercecer ke tanah
disambut semut-semut berlari
tebar kasih pada kesetiaan sesama

sentuhan rasa buaian sayang
asmara cinta merona
romantis di ujung bibir
lenakan sukma kekasih
berpadunya dua sejoli
dalam dekapan mesra

metafora cinta
siklus
patah tumbuh hilang berganti
bertunas selalu
syahdu rindu tapi tak layu

HR RoS
Jakarta, 26092016



OBSESI YANG TENGGELAM
Oleh Romy Sastra


Adakalanya sebab melahirkan akibat
kausalis
ketika samudera tinta tak lagi memadah
alamat sagara kering di lubuk hati
payah

mmm

Ingin menenggelamkan imaji
dari rangkaian-rangkaian puisi
membuang jauh memori

Berjalan pada real
demi senandungkan irama tasbih
memandu perjalanan poetic abadi

Biarlah jemari yang tak kenal lelah
jadi saksi nun yang jauh di pantai rindu

Selamat tinggal dunia diksi
relakan kita berpisah
tuk sementara waktu ataukah selamanya
entahlah

Pamit berpisah di muka buka
selamat bersua di samudera rasa
di sanalah obsesi yang terbaik
untuk memahami impian terindah
di antara kita

HR RoS



TAK BIASANYA
Karya Romy Sastra


kuncup kembang teruna dalam jambangan
kinasih terkurung di lingkaran hati
kekasih pujaan bersemi dalam cabaran

ketika mentari pagi yang mulai berputik
menyinari alam terangi temaram

semut-semut kecil mengiringi hari berkolaborasi di setiap sapa
yang menguntum mesra

ketika persada rasa tertanya-tanya
adakah sapa pagi
yang lebih indah dari cinta

bila sayang menuai realita
irama rasa tak pernah berpadu
akankah aku terus menyapa
atau mengalah untuk diam saja

kini kau tak seperti biasanya
yang pernah kukenal di jalan ini
selalu senyum mesra menyapa pagi
assalamu'alaikum selamat pagi cinta

salam persembahan dari ranah sapa
menemani hikmah rasa setia
untuk yang terkisah
ia tiada lagi kini
sepi sudah ....

HR RoS
Jakarta, 26-9-2015, 07,59



CINTA DI KALA SENJA
Karya Romy Sastra


Kembang setaman menguntum dalam genggaman
tersimpan dalam nampan lalu dihidangkan
mewangi menyentuh rasa sanubari

Lembayung senja hari
menari menghiasi cakrawala hati

Sang penari-penari ronggeng
bersolek rapi jajakan pesta malam
pesta-pesta malam berkidung di jalanan

Tetua-tetua rasa sang pemuja bunga
selalu melirik bunga yang mekar berputik

Ketika cinta di kala senja menuai asa
asa rasa yang menggoda putik layu
sang senja tua-tua keladi
semakin tua semakin menjadi-jadi

Mahkota maruah tak lagi dikenali
cabaran demi cabaran
dilukis ke dalam senyuman.

Padahal bianglala cinta menghias senja
hanya sekejap saja ....

HR RoS,
Jakarta 25-9-2015, 15,35



INTROPEKSI KEMATIAN
oleh, Romy Sastra


Nanti aku mati, kau juga mati,
semua pasti mati,
si pencabut nyawa pun mati.
Lalu kita berpisah ...

di mana?

Ya, di bumi yang kita pijak ini
sejengkal, sedepa, sehasta
di belahan dunia lain sekalipun
bangkai-bangkai berjejer.

Ruh hidup selalu
dipertanyakan nanti?"
pada kasta-kasta hina dan mulia
dalam genggaman-Nya.

Apa bekalmu?

"Hmm ... aku pun bingung, apa yang kubawa
Berharap pada amal, belum tentu ada," dosa, jelas.

"Lalu ... kita pasrah, ya pasrah saja
Iman dan ikhlas menjawab semua itu ....

HR RoS
Jakarta,24092016



KOTAKU
oleh Romy Sastra


Di ujung petang di awal senja
memandu jalan pulang
bak burung-burung pulang ke sarang.

Lambaian kota metropolitan
menjanjikan harapan
pada penumpang memiliki kesempatan
di tengah keramaian bisnis berlalu-lalang.

"Impiku di sini, di jalan yang gersang
tak dapat berteduh, panas dan hujan
pergi pagi demi kasih,
kembali senja demi cinta.

Aahhh ..."

Kugantungkan impian di kota ini demi kau dan sibuah hati.
Di sini ... ya, di kota ini ....

HR RoS
Jakarta, 24092016



KENISCAYAAN IBADAH
Karya Romy Sastra


Rona-rona kabut menguliti lentera
senja telah berlalu meninggalkan terik
membuka ruang hati
satu cinta kujamah
bersetubuh pada kekasih fanaku

Aksara Ya Hu kucerna di balik
kelambu biru
pada asma-asma rindu
beralas sajadah lusuh
bermusyafir dalam desah mencucur telaga zam-zam di liang pori
meski berpayah jejaki padang alam diri
yang kucinta hadir gemerlap
membawa bejana kerlip berlapis
memandu sukma
Ia tak tersentuh malah menyelimutiku
jiwa haru menatap segerombolan manikam
bak berlian terindah tiada bandingnya

Asmara senjaku usai
kututup buka kembali
aku tak puas wejangan pengantin tadi
kutikam belati tauhid iman
tak beranjak memandu malam
membuncah isya pada kepuasan cinta
tak kukenali kewajiban lagi
yang kuraih keniscayaan pada janji
untuk selalu mengabdi
Ya Illahi Rabbi

HS RoS
Jakarta, 27092016



EMBRIO RABBANI CINTA
Karya Romy Sastra


Desah cinta setetes darah hina berkoloni
sukma kasih menyatu dalam garbah
terbentuk bibit insani
bertanya Hu pada Ar-Rabbani
"Kutitip amanahKU... ke dunia kelak,
adakah engkau sanggup memikul titah dunia sepanjang kematian?
sedangkan engkau Rabbani, tercipta dari sabdaKu kehidupan pertama dalam Qolam azali
Kutuntun detail tentang indahnya rahsi.

Azali tergurat misteri
di setiap detik-detik laju cipta
lena seperti melayang dalam nebula
segala serba ada papa senyum mesra
berdialog belajar cinta bernapas Hu
detak-detak memandu berjalan jauh
tetap langkah itu di hadapan-Nya

Hu bersabda pada ruh,
siapa Rabbmu ya Rabbani?
Engkaulah wahai kekasihku.

Lahir ke dunia alam kematian Ar-Rabbani,
tersesat jalan negeri apa ini?
aku tak lagi menemukan kedamaian
yang ada kebisingan
Ar-Rabbani mencoba tenang kembali
pada adzan memandu asma-asma puji
yang di kenal dari rahim
baru saja tertumpah lewat goa garbah
Ar-Rabbani maha bingung
hanya bergantung pada titah suara merdu tapi semu
ayah dan ibu
Ar-Rabbani belajar bermusyafir dalam dunia kematian mencari lembaran azali
untuk bekal jalan pulang ke alam abadi ....

HR RoS
Jakarta, 27092016



DAUN-DAUN DIKSI BERTERBANGAN
Oleh Romy Sastra


Sebuah misteri memaksaku
'tuk selalu menulis obsesi puisi
sudut bisu gemulaikan jari-jemari
yang kian layu
kanvaskan mutiara-mutiara kata yang masih tersembunyi

Ah rasa ini, kenapa tiba-tiba sunyi
seperti ranting cemara di padang gersang
sebagian dedaunnya berterbangan
bertengger angan yang hilang melayang
tak kan pernah kembali lagi ke dahan

Daun fiksi menghilang ke jurang yang terdalam
dahan-dahan sastra yang akan menjadi pusara
akankah separoh jiwa yang tersisa ini
mampu menyuburkan dedaunan imaji

Koloni awan yang berarak
turunkan hujan, sirami alam ini
'tuk kesuburan taman hati
semoga burung-burung kecil itu
bisa bersiul bersama tintaku menyapa pagi

Ranting-ranting yang kering
gugurlah ke bumi
siklus tunas berganti
tunaskan kesuburan dahan menghasilkan dedaunan kembali

Jiwa yang tersisa ini
bertahanlah dengan cabaran
melukis menulis seribu mimpi

Teranglah kau hati
suburlah kau ilusi
mendung di ujung sendu hujanlah
basahi lara hati yang gersang ini

HR RoS
Jakarta, 28-9-2015, 09,59



NUSANTARA BERKABUT
Karya Romy Sastra


Pelangi harapan di lingkaran kabut
pagi resah menutup mentari
duhai alam yang berselimut gelap
berlalulah jauh sejauh mungkin
berlalu jauh ke samudera hampa
bersemilah kau gita jingga menyapa dunia
biarkan kami hidup seribu tahun lagi
tanpa ada sesak napas di rongga dada

Bumi ini telah gersang
tanaman dan pohon-pohon telah mati
para penghuni dihantui bayang ketakutan
seperti hidup di tengah jurang

Wahai pemimpin negeri ini
bertindaklah...!!"
kerahkan potensi bangsa anak negeri

NUSANTARA INI KIAN GELAP

Sang penguasa dikebiri oleh intrik pengusaha
kami yang hidup dalam antar bangsa
LARA
bumi ini gelap dari keserakahan si kaya

NUSANTARA KINI GELAP GULITA

Di masjidil haram berkabut misteri
nusantara berkabut api
ada apakah gerangan alam ini ya Illahi
ampuni kami

Separuh napas yang masih tersisa
ya Allah,
kami tengadahkan tangan di dalam istisqa'

rahmatilah alam ini dengan hujan kembali
ya Illahi Rabbi
biar kabut asap berlalu pergi ....

puisi masa kebakaran hutan2015
HR RoS
Jakarta 28-9-2015, 11,25



RINDU DO'A BUNDA
Karya Romy Sastra


Ketika jiwa ini hampir menyerah
meniti jejak kehidupan
yang selalu lelah di gilas roda waktu
telah kutinggalkan lembaran-lembaran kedukaan, dalam perjalanan harapan
tak jua berlalu pergi
satu soalan yang membuat ananda teringat,
masih ingat terasa hangat pelukkan
masa belia 'tuk semangati rasa ini lagi
betapa kelamnya ruang hidupku kini
ketika putus asa hampir terjadi
panggilan suara lirih di balik telp mungil
menghampiri suara yang kukenal memanggil ananda,
nak, adakah kau sehat-sehat saja di sana nak?"
riuh gulana pecah menjadi rindu
rindukanmu ibu.

Terulang berulangkali nasehat itu
seketika suara itu menyapa kembali
berbahagialah hidupmu di sana wahai anakku
do'aku mengiringi derap impianmu
jangan kau tinggalkan ibadah.

Ah, jatuh juga bulir ini dengan sapaanmu bunda
separoh jiwa ini telah sepi
pada kegagalan yang bertubi-tubi
suara ibu hadir menghalau misteri
tuah doa yang kunanti.

Malam ini,
kutatap rembulan
cahaya yang temaram
menggantung di balik awan
jiwa yang gelap teranglah.

Pada malam ini,
kutulis rangkaian diksi sajak rindu
untukmu bunda.

Ya Illahi,
sampaikan rinduku padanya
aku kini yang sengsara dalam tatapan asa
berharap pelukan terhangat
seperti hangat ketika belia
semogalah jiwa yang gundah ini bersemangat lagi

Bunda,
hidupku dalam bayangan lara
sapaanmu menepis putus asa
keputus-asaan yang tak semestinya
bahwa kehidupan ini terus berlanjut
bersemangatlah kau diri ....

HR RoS
Jakarta, 28-9-2015, 19,54



DAUN-DAUN DIKSI BERTERBANGAN
Oleh Romy Sastra


Sebuah misteri memaksaku
'tuk selalu menulis obsesi puisi
sudut bisu gemulaikan jari-jemari
yang kian layu
kanvaskan mutiara-mutiara kata yang masih tersembunyi

Ah rasa ini, kenapa tiba-tiba sunyi
seperti ranting cemara di padang gersang
sebagian dedaunnya berterbangan
bertengger angan yang hilang melayang
tak kan pernah kembali lagi ke dahan

Daun fiksi menghilang ke jurang yang terdalam
dahan-dahan sastra yang akan menjadi pusara
akankah separoh jiwa yang tersisa ini
mampu menyuburkan dedaunan imaji

Koloni awan yang berarak
turunkan hujan, sirami alam ini
'tuk kesuburan taman hati
semoga burung-burung kecil itu
bisa bersiul bersama tintaku menyapa pagi

Ranting-ranting yang kering
gugurlah ke bumi
siklus tunas berganti
tunaskan kesuburan dahan menghasilkan dedaunan kembali

Jiwa yang tersisa ini
bertahanlah dengan cabaran
melukis menulis seribu mimpi

Teranglah kau hati
suburlah kau ilusi
mendung di ujung sendu hujanlah
basahi lara hati yang gersang ini

HR RoS
Jakarta, 28-9-2015, 09,59



ILUSI CINTA
Karya Romy Sastra


pada cinta
telah aku labuhkan hasratku

pada rindu
telah aku sampaikan lewat lagu
akan syair itu

pada kekasih
telah kubuktikan dekapan mesra mencumbuimu

pada asmara romantis
kukecupkan rasa sayang di keningmu

pada noktah pernikahan hati
bercumbu mesra
denganmu sepanjang hari

kemesraan cinta imaji
lenakan jiwa
hingga terlelap sampai pagi
ia adalah percintaan dalam mimpi

HR RoS
Jakarta, 29092016



TAHAJUD CINTA TANPA NODA
Karya Romy Sastra

Sajadah tahajud membentang
duduk tafakur
membawa rindu
di bawah lindungan ka'bah
jauh memasuki ke ruang jiwa

Sunyi sepi berkawan hening
kupusarakan warna ke dinding kaca
lenyap tak bercahaya
alam-malam indah bersama diri
menyatu ke rasa Illahi

Misykat misykat kristal
membulir tak tersentuh
terhampar di padang sahara jiwa
khair-khair mahabbah bermusyahadah
lembut halus melebihi seribu sutera

Kacahaya surga menyapa tahajud
terpanah indahnya suasana cinta
bagi hamba yang selalu bersujud
duduk di bawah naungan ka'bah bersimpuh
ada di wajah maujuddullah Ilaallah
dengan tongkat alif menengadah purnama
malam-malam indah bersama-Nya

Tahajud tanpa doa dunia
membawah cinta tuk sang kekasih
dalam pangkuan yang tak mau di tinggal pergi.

HR RoS
Jakarta, 29-9-2015, 13,47l



RETORIKA PILKADA YANG JELITA DEMI JELATA

Penguasa yang gagah bak arjuna
tebar pesona dibawah bendera
dengan kaca mata hitam dan safari mewah
panggung orasi menjulang tinggi
di progam janji-janji
pohon rindang kau tebang
di biarkan gersang kehausan dan kelaparan.

Orasi janji bak mimpi manis
membangun negeri
retorika berjubah wibawa seni digandeng jelita penari
intrik sesama berpacu dalam bisu
mengejar sesuatu ke dalam saku.

kuda malam berlari kencang tanpa tunggangan
serangan fajar bak halilintar
Bangunkan sijelata yang sedang terkapar
memang lagi haus dan lapar.

kau suguhkan secangkir kopi penghapus peluh
jelata terpedaya
jelita kau buat mempesona
bak selir raja jadi istri kedua.

Ketika asa meraih kasta
retorika itu menjadi fakta
kau hipokrit politik di tanah bundamu
bedebah...
terali besi sumpah rakyat itu.

PILKADA..

Sang pemimpin bualanmu, amanahlah..!!!
bila istana berdandan mewah
jelatamu lupa.

Rintihan lara jelata di seberang istana
tak kau dengar lagi
kau sibuk berintrik bergelimang korupsi
buat kembalikan modal
yang dulu kau bayar.

HR RoS
intrik pemimpin negeri



TENTANG CERITA KITA

Sayang.....
jangan lagi kau datang dalam hidupku
jikalau rindumu kau berikan untuknya,
lupakan semua kisah yang pernah terjadi
diantara kita,
Antara kau dan aku takkan pernah bersatu.
cabaran demi cabaran telah aku lalui,
namun sikapmu tak pernah jua berubah.

Sayang...
ku akui,
cinta ini takkan pernah pudar untukmu
sampai akhir hayatku,
hapuslah cerita cinta tentang kita
jika memang kau tak mampu setia.

HR RoS



MERENDA RINDU SENJA

Selamat sore senja
Senja yang akan menepi
di ufuk mentari
senja yang berdandan sunyi
menyambut lembutnya belaian malam.

pelangi sirnalah...
aku tak mau indahmu sesaat saja
biarkan kami berbimbing tangan dipantai ini
tanpa ada warna pelangi semu
yang menenggelamkan rindu-rinduku.

Kabut,
berlalulah.
biarlah deburan gemercik riak
menari di bibir pantai ini
oh burung-burung yang bernyanyi
menyambut malam di senja yang merona
nyanyikanlah seuntai kidung di parungmu yang selalu bercumbu.

Kasih,
Izinkan ku gandeng jemarimu
jabat tangan ini
terbalut sisa sinar mentari pagi
lukiskan true love di pasir putih
walau kanvas itu semu tersapu banyu
Pasir kan berbisik di rentak jejak kekasih
mengiringi jejak-jejak senja hari
antara kau dan aku, di pantai ini.

Aku dekap dikau dengan selimut sayang
dalam temaram rindu menikam malam
yang kian kelam
kemesraan itu bersemayam
dalam pusara indahnya malam ini.
mmmm...

senja dipantai orange
temaram keemasan berkilau
di bimbing tangan di senja yang ranum
syair rindu menyapa dari luahan yang galau.

Jakarta pantai muara.
HR RoS



JEJAK SIBURUNG MERAK


Tujuh tahun sudah
sayap emas siburung merak tiada
bertaburan bahasa jiwa kau madah
sebagai saksi sejarah seniman nusantara.

WS Rendra,
sebuah sejarah kau titipkan pada regenerasi
satu kisah melahirkan seribu tanya
seribu torehan,
berjuta aksara mengandung makna

WS Rendra,
baktimu di ujung tinta
ketika jurnalis di bungkam oleh zaman
sastra berbicara dalam orasi jiwa.

Siburung merak tak mati dalam syair
jasadmu bias pada takdir misteri
nama dan karyamu abadi
sebagai pelopor bagi generasi
untuk mengikuti jejak sayap indah itu
terbang ke cakrawala seni sampai tintaku beku pada usia sepertimu.

walau gita cerita kita tak sama
generasi insan seni tetap bangga pada torehan syair-syairmu yang
membahana di panggung pujangga.

Doaku pada senja ini
menitip secarik diksi di pusara sastra pujangga
aku naik ke langit tinggi
memanjatkan doa pada illahi rabbi
terbang Siburung merak itu
tetap meninggalkan jejak di bumi ini.

HR RoS
Jakarta, 6 agustus 2016, 18:20



DIALOQ KERTAS PUTIH

Dikala sepi, kertas putih temani hari
ilusi menari menyapa tinta
kanvaskan syair memori
pada suatu story.

Berkawan diri bersama bayangan
bercerita tentang angan
luah ternoda dalam tawa
bercanda dengan hiba
aku malu,
rasa itu terkumpul dalam koloni bisu.

Kertas putih,
aku lirik larik tajuk di bibirku
menitip noda dalam lembaranmu
tanganku gemulai membelai majas
lukiskan diksi hati
goresan pena bercerita sendiri
hayalkan jejak-jejak yang berserak
pada kisah yang tak begitu indah.

Memori itu tersimpan dalam jejak kelam
masa silam.
kertas putih menjangkau hati
diantara hayal dan pasti.

uuuhh...
Kertas putih,
lembaranmu bak awan yang tinggi
aku jangkau cerita diri
semakin pesonakan ilusiku.

Sampulmu yang indah,
bersih menyimpan memori
rapi pada rak-rak history.

Secarikmu ku nodai dengan tinta bercerita
kau diam saja
kau seperti bumi yang rela diterpa lara
kututup lembaranmu kau tetap juga membisu.

Aku malu,
ternyata aku telah dungu
berdialoq denganmu
seakan membangunkanku
pada sebuah kisah semu.

HR RoS



GUGUR DI TIANG BENDERA

Desiran angin asap membubung
meciu menembus dadamu bung
orasi perlawanan menggema
diatas hotel tua darah itu tertumpah.

pekik bung Tomo di tiang bendera
membakar tungku-tungku pemuda
kobarkan perlawanan yang menyala-nyala.

Singsingkan lengan tatapan bermata api
kobarkan semangat juang
yang akan meluluh lantakkan penjajah
di bumi Surabaya.
surabaya bangkit, mengusir kolonial
patriot-patriot berkumandang merdeka.

Ini negeri kami, telah berdebu meciu
kami hapus kotoran itu dengan darah dan airmata,
ujung bambu senjata kami
mempertahankan bangsa ini
dari bumi surabaya.

Kepal tangan, bergelora di dada
mempertahankan negeri ini dari penjajah.
mana dadamu bung kini..???
sadarilah..!!
negeri ini masih terjajah
oleh kapitalis perampas kekayaan alam nusantara.
generasiku tertipu oleh rayuan semu
di balik-balik pintu.

HR RoS
Jakarta, 10-08-2016, 15:15
Puisi untuk Bung Tomo



SANG VETERAN

Beranda kisi history dengan untaian puisi
sastra bunga-bunga senja di kabut mentari
bunga yang telah kuncup
berharap mekarkan kembali
semoga berputik di ranting yang tersisih.

Karangan bunga ini
wahai pahlawanku
berhias di makam pejuang negeriku
kembang setaman layu dibatu nisan
sang pahlawan
telah gugur di medan perang
memperjuangkan kemerdekaan ini
santunilah ia dengan tunjangan.

Bunga-bunga senjaku
yang tersisih telah renta
oleh nafas-nafas tua yang kian gelisah
ditaman makam pahlawan
kau sang veteran sebagai saksi zaman.

Kini kau berada dalam kesunyian
ku cucur doa-doa cinta
di kemarau sepi tengah malamku
kembang kuncup layu di rerumputan
mekarlah dalam pusara itu.

Terik membakar hari
oleh generasi yang tak lagi peduli.

Kau tirani bunga yang berputik
isilah kemerdekaan ini dengan prestasi.

Revolusi,
kau zaman-zaman yang berkeliaran
di tengah roda-roda pemerintahan
bersatulah..!!!!
di titip negeri ini pada generasi
oleh pejuangku jagalah.

walau seribu tahun ia bersemayam
Ziarahilah mereka yang dilanda kesepian.

Suara-suara merdeka menggema
menyapa di tiang bendera
kau generasi pelanjut tirani senja
menangislah di nisan tua
duduk bersila
hadiahkanlah doa-doa
berdiri dengan hormat heningkan cipta.

puisi ini menyapa,
bersama karangan bunga indah
dari dunia maya
aku persembahkan untuk pahlawan bangsa
di kala tabur bunga di nisan tua
titipkanlah secercah senyum
untuk mereka
hapuskanlah duka laranya
yang masih tersisa
bunga setaman itu masih basah.

HR RoS
Jakarta 10-8-2015
Ultah 17-8-1945.



DOA RUHI

ya rab,
malam mi'kraj
khair dalam syahadatmu
aku pergi, datang menemui
dan kembali lagi.

menyibak kasyaf-kasyaf sutera illahiah
adalah cahaya yang sempurna.

awasnya,
fana dalam rahasia jiwa
di safana samudera rasa
mengitari kosmik jagad
diantara ada dan tiada.

sesaat terjumpa
asyik bercinta bercumbu mesra
di malam ibadah yang indah
mahabbahnya berkah melebihi jannah.

HR RoS



SUDAHLAH

Aku bungkam pada ejaan malam
terik akan redup senja ini
siluet malu di balik awan
sunyi akan memeluk bumi
lilin di altar rumahku,
tak kunyalakan lagi
lentera itu kubiarkan padam.

Aku terdiam sudah,
menatap impian pada sebuah rindu
telah mengecewakanku.

dulu,

Bila malam seruling rindu selalu menyapaku,
aku terpesona dengan magnet cintanya
ternyata hanya bualan saja.

sudahlah,

kini rinduku juga telah bungkam
aku kibaskan saja bayangan semu
mengusik lamunanku.

Telah malam, mendung di balik awan.
rintik berjatuhan menyapaku di ujung dahan
mengenangi telaga mini di taman hati
cintaku malang, layu sebelum berkembang.

HR RoS



NOKHTA DI TENGAH BADAI

Berlari rinai dalam buaian kasih
menitis jatuh ke bumi
terlena di ayunan sang bayu
oohh, sang pemimpi..?
di panggung derita.
terpukau dengan nada nyanyian hati
riak awan tak kisah menitis
mendung akan meluluh lantakkan
kenduri di tiang-tiang pengantin.

Kawan...
badai rumah tangga yang di bina
baru saja menikmati cincin perkawinan
seketika,
membawa kehancuran nokhta cinta
yang telah berpayah-payah di jalinnya
antara pencinta bersanding di singgasana arjuna
di pentas pagar ayu rumah tangga istri pertamanya.

Kenduri,
yang bersolek setelah ijab kabul
di depan penghulu.
buyar menikam malu,
nohkta di tengah badai pecah berantakan,
janji tertunai kasih tergantung dengan deraian airmata.

Pesta usai belum pada waktunya
maruah tergadai
dalam kasih yang tak sampai.

HR RoS
dalam konflik kenduri



JIKA SEMUA MENJADI MASA LALU

Terhenti sejenak,
berfikir.
dalam derap langkah memacu jejak,
bingkisan yang aku bawa ke arena pertunjukan,
seperti kado-kado yang tak beralamat.
pada puing-puing aksara yang bertaburan,
adalah memori yang telah mati, berupaya menghidupkan kembali.

Ada cerita masa lalu,
ada deburan ombak,
ada debu-debu kehidupan,
cerita selintas angan menyapa,
bayangan masa depan mencubit perih.
aku lukis,
dalam kanvas yang tak berwarna,
meriak syair yang tak bermakna
ia adalah seni,
pada madah yang ku luah ini.

Jika semua menjadi masa lalu,
tak di titipkan ke sebuah makalah tinta.
maka cerita hidup membisu,
yang tak bisa di nikmati oleh anak cucu,
seyogyanya
di lestarikan ke dalam diary itu.

Diary itu, ya tulisanku.

Berharap pada budi yang bersahaja
memilah daun-daun yang berguguran
jatuh layu kering menghujani bumi.
ia bukanlah sampah pada noda di perjalanan.
melainkan pupuk-pupuk organik
di rumpun ilalang
dan pokok-pokok yang menjulang tinggi.

Ia adalah tilam permadani jelata
dalam aksara tinta hidup yang bermaruah.
meski kisah tak sama antara daun kering dan ilalang yang tegar berdiri.

Oh, jelaga hidup
masa lalu yang kelam
hadirlah mutiara mimpi menjadi impian
yang berkenyataan.
meski impian itu abstrak
di jejak yang tak pernah nampak.

Aku malu pada kesombongan diri,
yang pernah jadi sampah dan kucoba membuang bayangan hitam menggodaku, dalam ego-ego yang tak perlu.
aku singkapkan rasa ini ke lentera cinta.
pada kearifan hidup,
pelitakan masa depan dalam derap
walau jejak itu tertatih.

HR RoS



SEBUTIR PASIR YANG TERSISIH

aku hanya sebutir pasir yang tercecer
di padang sahara mayapada
mmmmm....
sastraku berduri takut melukai,
bak kerikil di jalanan sang musafir yang berkelana.

luahan maya seakan terealita hampa
bak bualan tak bermakna cerita.

pasir berbisik,
di jejak sang kafilah cinta
yang rela di sahara maya terjajahnya harga diri
di setiap langkah diksi
di bait-bait aksara yang rancu
aku malu.

biarlah musafir itu asyik memandu bisu
ke dalam jiwanya yang sujud
ke hamparan alam yang setia,
ya mahabbah....
jubahkanlah kedamaian itu.

HR RoS



DESTINASI

Berkabut sebak, jejak luruh dalam bayangan tak terpijak.
tatapan tajam menatap celah,
memilah garis rasa,
lurus tak tercela,
aku raba doa menyingkap sukma.
mati di dalam hidup
jantung bergerak nadi bergetar
alam sunyi menepi
hening bak lonceng berbunyi dalam bashiran, sami'an ilallah.

Fana.....

Tubuh halus menembus kosmik alam diri
menatap sagara riak berwarna,
menggodaku.
sampai disini keindahan-Nya
godaan itu,
ia adalah nafsuku.
aku berlari meninggalkan jejak abstrak

dalam tarikh nafasku tahan,
tak ingin tergoda dalam kancah warna.
Destinasi imanku melaju
dalam perjalanan fikir akal dan nafsu
meninggalkan rona semu.
akliq nakliq fitrahku,
lebur berbaur ke kolam rasa.
menuju awas tak berujung,
tak bertempat, bening
tak berwarna lagi.

Lingga saliraku kaku dalam yoga zikra
pentauhidan itu melaju menuju tauhid destinasi yang hakiki.
tak berwujud,
kepada maha jiwa
bayanganku sirna, yang ada adalah, IA..." makrifat itu.

HR RoS



‪‎TERTANYA

Tadi
kau
bertanya
tentang
hatiku,

Aku jawab sudah.
Ketika
aku
bertanya
tentang
hatimu,
kau
diam
membisu...?

Di dermaga ini, aku menatap sagara rindu.
semuanya seakan telah tenggelam
ke dasar lautan yang terdalam.

HR RoS



SURAT MAYA YANG TAK TERBALAS
.........biarlah.....aku ikhlas.........


Duh,
kertas putih ini akhirnya lusuh
seiring waktu yang kian berlalu
bibirku telah terkunci bisu
tanganpun telah kaku menulis rindu.

Sulaman yang kurajut tak lagi di hargai
ingin kupintal saja benang usang ini
merenda perca jadikan tilam peghias diri.

Kembang itu telah kering berguguran menghujani bumi.

Dinding maya telah gulita,
pelitanya padam.
hiasan warna cinta terjajah maruah,
seakan lukisan itu pudar warnanya.

Kini, lara rasaku tak lagi berasa.
koloni sebak di dada,
menyeruak di sela rongga.

Oh, memori...
tinggallah kau memori,
aku akan pergi meninggalkan jalan ini.
dengan secarik kertas kumadah
tentang sebuah luka yang dilukai,
tentang ego yang tak pernah padam,
tentang rasa yang tak pernah sama,
aku rela, apa yang terjadi.
biarlah surat mayaku tak di balas
aahh, tak apa.

Aku akan berkawan sepi
bersemayam dalam ilusi
berselimut bayangan diri.

Selamat tinggal wahai kekasih
berlalulah mimpi-mimpi yang termenari
merajut kisah yang tak pernah manis
oohh mimpi, kau bunga tidur
lelap
kau lenakan aku hanya sesaat saja.

Kasih, izinkan aku pergi berlayar jauh
ke sebuah pulau
pulau relaliti di tengah lautan hati ini
meski yang kutempuh langkah itu misteri....

Dulu kita bertemu bertatap hidung
kini berbalik arah beradu punggung
aku pergi untuk tidak kembali lagi.

Duh, maafku tak pernah diberi.
surat cinta yang aku kirimkan
tak lagi pernah di hargai.
akankah mimpi-mimpi kasih kita telah usai
dari maruah yang tergadai.

Anehnya,
kesabaran ini masih aku semai
rindu-rindu selalu bersemi
bodohnya aku tuhan.

Rintih kasih telah terhenti
majas ini memiliki kebijakan yang rapuh
dari kisah yang selalu pilu.

Aku menitip pesan,
jagalah kesehatanmu.
gapailah sebuah impian masa depan
berbahagialah disana bersamanya...
dalam bingkai kodrat illahiah,
tak apalah suratku tak terbalas.

Akhir cerita dari sebuah kisah
kini aku akan berkelana jauh
menuju dermaga cinta yang nyata
meski langkah ini tertatih
mencari sebuah kearifan diri
menyulam kedamaian hati.

Asa...?
temanilah aku meraih mimpi yang terakhir
walau mimpi-mimpi itu tak sanggup aku beli.

HR RoS
21-8-2015. 22,10



‪‎KABUT SENJA

Berselimut kabut,
memintali tenunan senja
di kaki langit.

Berdiri di atas titian usang,
tertumpang tunggul lapuk.
berlalunya kasih sayang
bersama sang bayu,
yang terus melaju dan melaju
meninggalkan jejak dalam luka,
meski aksara alam itu adalah
bahasa diammu ikut juga membisu.

Bayu, kau menitiskan embun...
berharap aliran banyu meretas
ke sela-sela daun.
kelopak tak lagi mekar,
mentari meredup
senja berkabut
kian menyelimuti sukmaku.

Aahhh, gita...??
simphonimu,
bernada gesekkan biola tua.
membuatku,
gamang bernyanyi memadu rindu.

Yaaa,
aku ikatkan saja cerita yang dulu bersemi
telah bias menjadi semu dan berdebu.

Sinonimkan saja kemesraan kita
yang dulu pernah kita ceritakan
tentang dunia ini indah.

Mimpi, kau kembang taman hayalku
kau menitip misteri pada asa yang terjajah lara,
tertikam di jejak yang basah
jatuh melukai,
tersungkur diri membuat malu.

Diambang senja berkabut
di kaki langit berbisik lirih
di mana dermaga rindu
akan kulabuhkan kini..??

Resah memadah gita puisi
dalam obsesi yang tak kenal lelah
mengejar impian pada senja yang kian merona.

Aku sujudkan sajalah,
rasa cinta suci ke mihrab sajadah senja.
memacu doa pada Illahi rabbi,
disanalah pemberhentian jejak terakhir itu.

HR RoS
Jakarta yang berkabut



MAAFKAN SEMUA SALAHKU


Kasih,
dalam linangan airmata
aku menulis sepucuk surat untukmu
tak kupuisikan majas ini dengan rindu
majas ini telah datar
seiring tintaku akan memudar.

Dalam lembaran kertas yang kian lusuh,
tanganku kaku, bibirku kelu.
karena kau telah memberikan tanda-tanda akan mundur dariku.

Kasih,
aku telah terjerat ikrar kesetian yang akan menghantarkanmu ke ujung waktu.
aku tetap setia dengan janji itu
meski perjalanan ini kian tak menentu tuk kutempuh,
karena kau akan berlalu,
pergi jauh meninggalkan cerita
pada hembusan bayu ke ruang bisu,
pertanyaan ini,
masih adakah rasa cinta dihatimu untukku..??

Aku rela terhakimi, jikalau aku benar-benar bersalah terhadapmu dan maafkanlah salahku.

Kasih,
kini kusadar, studymu begitu berarti
dan nasehatmu telah banyak mendewasakan ke kanak-kanakkanku,
aku haru akan studymu itu.

Terimalah surat cinta ini kasih.!
tataplah setiap goresan-goresan tintaku lewat puisi, bahwa aku telah hadir di hadapanmu dan memelukmu, aku yang telah lama menunggumu di ruang rindu,
kau yang kuimpikan selalu di dalam hidupku.

Kasih,
Aku sadar kini, sakitnya sebuah perpisahan yang akan menyapaku, bila takdir itu terjadi aku telah pasrah meski ku tak rela.
Tuhan, aku berterima kasih yang telah mempertemukanku dengan cinta ada dan tiada ini.

Kasihku,
Semoga surat ini kau baca dengan seksama.
dan aku ingin kau membalas sepucuk surat di maya ini..!
pertanda apakah aku masih ada dihatimu..??
ataukah kau telah berlalu sejauh mungkin dariku.
entahlah...

Aku tunggu balasanmu dengan jujur.

Aku yang mencintaimu pada maya,

HR RoS
Sepucuk surat cinta yang galau.... for you.
Surat cinta buat maya




‪‎AKU ANAK DUSUN MENJERIT

Tiupan alunan kidung gembala
menyapa simphoni aroma pagi
secercah terik menuntunku ke jalan aksara.
di desaku, aku belajar tentang cinta.
pada negeri yang makmur nan sentosa
ejaan yang kubaca ketika masa kecil
menatap jendela dunia
negeri ini katanya telah merdeka.??
tapi kenapa hidup di negeriku susah.
padahal bau anyir darah pejuang yang gugur
di tembus peluru,
semerbak mewangi terkubur di tanah pertiwi
mereka menangis datang lewat mimpi
bahwa revolusi ini belum usai.

bayu kau nafas surga itu,
serasa sesak sudah dada ini
di tunggul senja memadah puisi
aku kirimkan seuntai karangan bunga
di nisan pahlawanku.
aku menghela nafas panjang ke dalam sukma
menghirup aroma kemerdekaan
terjerat oleh kelaparan dan kemiskinan
negeriku seakan tersandara oleh kemunafikan
segelintir anak-anak bangsa,
perusak cita-cita jerih payah pahlawanku di ujung bambu.

Katanya negeri ini telah merdeka..?
kok rasanya hidup di negeri sendiri payah.
padahal lautan, gunung-gunung dan sawah
menyimpan kekayaan yang tak terhingga
tak dapat di nikmati dengan layak oleh veteran
dan aroma anyir darah tentaraku.
semestinya,
tirani pahlawanku makmur sudah
dari tetesan darahnya
homo homini society
di kebiri oleh anak bangsa sendiri.

HR RoS
puisi kemerdekaan



THARIKH NAFAS DALAM YA HU
Karya: Romy Sastra


Musafir di sahara jiwa
pasir-pasir berbisik lirih
di jejak sang kekasih
lembah sunyi kuhiasi
dengan desah desau Ya Hu
melipat langit ke dalam rongga.

Aku buka rahasia hati
di malam sepi hening
desiran suci mengalir
bak salju turun menyentuh sekujur tubuh.

Terdampar dalam hamparan indah
di padang gersang mendamaikan sukma
kupetik satu kunci kematian dalam hayat
menuju takbir hadirat ke ka'batullah.

Aku simpulkan sila di atas sajadah
berkomat-kamit bukan mantera
meluah doa dalam aksara rasa tak berasma
mereganglah nadiku
dalam sakaratul maut
mati tapi hidup.

Terbuka labirin cinta
bertirai sutera halus lembut
melebihi halusnya genggaman
jemari bidadari syurga
jiwa bergairah
bertemunya sang musafir
di singgasana cahaya
dalam perjalanan bertongkat
laila ha ilaallah.

HR RoS
Jakarta, 22-08-2016, 20:22



KEMBALILAH ANAKKU
Karya: Romy Sastra


Umi...??" anakku.
Kalau kau pergi merantau ke tanah seberang, sukses tidak suksesnya jangan lupa pesan ibu ya?!
Pesan itu,
jagalah sholat dan kesehatanmu,
pandai-pandailah bergaul baik-baik di negeri orang ya nak.?!
Kelak ibumu sudah tua, hiduplah dikampung. Bawa anak-anak dan suamimu nanti pulang ke rumah kembali,
Ibu akan selalu berdoa untukmu.
Walau kau tak membawa emas berlian dari rantau, kampung halaman tetaplah intan permata, oh anakku.
Dan surga itu, berada dibawah telapak kaki ibumu.

Abi, adalah suami dari umi.
Mereka telah dikaruniai dua orang anak perempuan yang cantik dan satu lagi lelaki yang tampan.

Abi bertanya kepada umi.
Umi? hidup itu tidak sekedar makan mencari kekayaan semata,
tapi di sisi lain akidah memanggil umat untuk menegakkan panji-panji khilaffah yang telah berdiri di irak dan syiria.

Umi terdiam,
perlahan suaranya bangkit menengadah ke wajah sang suami dengan pasti.

Ya Abi....."
ketika panggilan jihad terhadapmu Abi,
Abi akan pergi membela panji ISIS, Umi merelakan Abi mati syahid di tengah pertempuran.
Walaupun aroma darah kematian telah Umi rasakan, dari keringat Abi, bagi Umi itu adalah wangi kesturi surga.
keyakinan sang jihadah yang teguh dari pengaruh.
Mmmm....."

Paham ekstrim itu merasuki jiwa sang syahidah di negeri sendiri.
Seakan tekad baja, keyakinan yang telah terdoktrin pemahaman propaganda itu adalah khilaffah yang benar-benar berada dijalan Allah.

Na'uzubillah minzalik.

Ya Umi, sapa aminah dalam tanya? yang belum sepenuhnya mengerti akan sepak terjang Abinya selama ini.
Aminah adalah anak kedua dari Umi ibu kandungnya sendiri.

Kita dikota ini telah cukup Umi, akan kebutuhan dan harapan masa-depan hidup kita nantinya.
Abi dan Umi berniaga yang lumayan sukses.
Kenapa Abi akan pergi menumpahkan darah yang sia-sia saja,
pertanyan aminah anak kedua mereka yang sangat cerdas itu.

Jauh di sudut rasa, gejolak bak anak singa maju ke hutan belantara berburu rusa demi harga diri sebagai penguasa rimba alam raya tepatnya di gurun padang pasir yang tak dia tahu sesungguhnya medan yang ia tempuh, untuk berjihad di kelompok ISIS sendiri.

Abi pergi meninggalkan keluarga anak dan istri tercinta.

Dengan ucapan takbir, Allahu akbar!!!.

Selang berapa lama, warta mengudara dari timur tengah.
Abi tewas di medan tempur sebagai jihad mati syahid.
Mmmm....."

Semua sanak saudara menangisi kematian Abi,
Umi datang dengan suara perlahan, jangan tangisi suamiku wahai familyku semua.
Abi telah berada di surga, ikhlaskan kematiannya!

Semua keluarga terdiam dengan keteguhan isteri tercinta Abi.

Selang berapa bulan kemudian
Umi menghilang dari kabar,
sanak saudara pada bertanya-tanya.
Kalau Umi telah meninggalkan semua kehidupannya di sebuah kota termasuk perniagaan yang ia rintis dari jerih payahnya selama ini.
Bak ditelan bumi, Umi pergi di kegelapaan malam bergabung ke markas kelompok ISIS.

Testimoni Umi, dalam akun yang kami simak. Mereka berbahagia di sebuah negeri yang diberkahi katanya.

Ironis,

Ibu yang dikampung halamannya sendiri tak lagi dia rindukan,
airmata sang ibu tak berhenti menitis akan keberadaan nasib sang anak.
Badan sudah kurus wajah keriput menua merindukan sianak tak pernah kembali semenjak kabar kematian si Abi suaminya.

Ibumu, berbalut selendang usang yang dia sandang di bahunya, telah lusuh membasuh luka yang tak berdarah, dalam keringat berurai airmata, menatap potret anak tersayang di dinding rumah.
anakku, pelitamu hampir padam
senja telah ditepi ngarai nak.
Pulanglah sayang!!!

Ahh..."
Aku di sini menukilkan hiba pada sanak saudara di sana,
pelajarilah dengan seksama konsep organisasi yang jelas-jelas terhakimi oleh dunia sebagai teroris!! Negara kita dan dunia islamnya bukan thagut dan bodoh.
Dan kelompok islam menskreditkan ISIS adalah bentukan propaganda untuk mengambil kekisruhan antara Suni dan Syiah di Timur-Tengah analisisku.

Aku suluh asap, bukan maksud membakar jerami di ladang singa berdiri.
Tapi hanya sekedar menyampaikan rintihan ibunda Ummi di sini, kalau ibundamu sudah tua tak berhenti-berhenti
menangis pilu akan nasib permata yang diharapkan dari kecil itu.
Kembalilah anakku....?!!

Ibu cemas menantimu bersama ayahmu.
Kami ingin memelukmu kembali meski Abimu telah tiada.
pulanglah nak, bersama cucuku!!
Bahwasanya rumahmu dan telapak kaki ibumu kau mengabdi, adalah surga yang sesungguhnya di dunia ini.
Ingatlah pesan ibundamu dulu, ketika kau akan pergi merantau.
Bukalah nurani yang terbingkai didadamu itu.

Kenapa tanah berpasir kau rindukan, padahal belum tentu jihadmu itu adalah surga yang kau rindu, meski tubuhmu berbalut sunah. Pahamilah nak, dengan akal fikiran serta jiwa dan langkahmu itu, benarkah perjalananmu jihad fisabilillah mati langsung masuk surga.

Aaahhh......"
Anakku Umi,....??"
Lebih baik mati terhormat, bernisan bernama ditanah merah
disamping ibumu nanti.
Daripada mati sia-sia di sana.

Rintihan ibunda sang jihadah
dari Bayang Sani Indah.

HR RoS
Jakarta, 26- Agustus 2016



PUISI CINTA DIALOG SENJA

Soreku menemani senjamu
senyummu kupandang dalam bayangan petang
mekarnya bunga-bunga rindu ditaman hati
kunikmati suara kenari bernyanyi di sana
diujung ranting pohon cemara itu.

Kubingkai namamu
dalam bingkisan hati
kupuisikan pada rona senja
dalam deburan pantai
menyambut akan tenggelamnya mentari
selamat sore duhai kekasih
gelombang jiwa bergelora
dalam dialog-dialog cinta
kugenggam jemarimu di dermaga ini
ucapkan kata mesra
seraya merangkul pundakmu pejamkan mata
kukecup keningmu.

Senja, kau akan pergi berlalu
menggapai malam
temani kami memadu kasih
dalam genggaman fitrah illahi
izinkan kemesraan cinta ini
indah seumur hidupku.

HR RoS
sore Jakarta, 26-8-2015, 17,13



RINDU-RINDU YANG TERKIKIS

Menyirami sekuntum bunga indah
kupandang kau cantiknya sang bunga
aku petik setangkai kucium mesra
mekarlah selalu menghias meja tamuku
janganlah layu.

Aku bawah lilin nyalakan pijar
lenterakan malam ke dalam sastra
menerangi gulita, dalam kabut
cabaran-cabaran cinta.

Aku terjajah maruah ditaman hati
pada gersangnya pohon-pohon akasia di belantara kekasih
aku takut akar-akarnya tak kuat menopang janji
sepoinya mamiri yang selalu menerpa.

Mmmm..."

Ketika bayang-bayang rindu
menghilang dari pandangan,
jangkauanku tak mampu bayangan itu kupegang.

Ombak yang selalu berlari silih berganti
kian menambah indahnya pantai
disenja hari
aku seakan tersisih dengan camar-camar yang bernyanyi
menyapa riak-riak pada pasir putih.

Kasih,..." hatiku miris
pesimis terhias halusinasi,
tak lagi bunga itu indah layu sudah.

Hati,..." kau kokohlah bak mentari pagi
dikala fajar kemilau langit berganti diwaktu senja
sekilas rindu lara diremang-remang asa.

Akankah sebuah kepastian layu diterpa bayu
diantara rindu-rindu yang tak lagi menentu.

HR RoS
Jakarta, 26-8-2015,, 08,35



SISA-SISA USIA SENJA
Karya : Romy Sastra


Tulang rapuh bersama senja,
mencari kerlip dalam desah takbir
ringkih terpijak sajadah lusuh
bekas pemberian kekasih pada noktah
ikrar cinta di depan penghulu
enam puluh sembilan tahun telah berlalu.

Ia, sang pujaan satu dekade telah pergi.
Dulu pernah berpesan,
meninggal sejuta cerita di meja tua
adakah lilin itu menyala nanti??"
di tengah rumah kita.
Ketika diantara kita terpisah jauh
kau di sini sedangkan aku di sana
memeluk tilam sunyi berselimut kain putih, Ooohh......"

Putik-putik telah berbuah
berlayar kepada bahtera dalam takdir tirani
mencari gita pada obsesi
masing-masing berpacu mengejar dunia.

Ketika tulang rapuh teronggok sendu
menatap pelangi di beranda sedih,
kapankah warna senja berhias
di rumah ini,
putik berbuah ranum jatuh ke lembah
hilang tanpa ada kabar berita.
Oh Tuhan,
kembalikan buah hatiku kepangkuan ini
aku ingin ia menatap,
keriputnya wajah renta,
lapuk sudah tulang membesarkannya.

Di mana buah hati itu berada
kau hilang bak ditelan bumi
tak tahu di mana rimbanya
di tengah malam mengadu pilu
dari kebisuan hari-hari
buncah hiba mengiringi doa pada illahi.
Ya Allah,
kembalilah anakku
aku ibunya sudah renta.
Anakku,
kenapa tanah merah kau tangisi nanti
di pusara di batu nisan itu.
Sedangkan ayahmu,
pelitaku sudah lama padam
selagi sisa nafas ini masih ada
peluklah aku kembali...?!"
baju dikala kecilmu
masih tersimpan rapi,
buku-buku di rak kecil itu telah berdebu
semua itu saksi keringatku membesarkanmu
oohh, anakku.
Kembalilah pulang nak....??!!
mentari hampir tenggelam.

HR RoS
Jakarta, 25 Agustus 2016
Rintihan Kerinduan



MENDUNG
Karya : Romy Sastra


Kapas-kapas senja
menitip rinai kepada mega
daun-daun kerontang tersingkap
dari kubangan debu yang berterbangan
berharap,
mendapatkan seteguk embun
pelepas dahaga.

Mendung itu masih menggantung malu
di cakrawala,
terik masih menyinari di langit tinggi
oh iklim, cepatlah berganti.
Rinaikan tetesan itu segera!
katak-katak kecil bersiul memanggil,
kapankah telaga ini penuh terisi
biarkan kami bermandi riang
menyambut senja,
berbahagia bersama-sama.

Mendung, turunlah...!
kemarau ini telah membakar negeri pertiwi
biarkan kehidupan tanah ini tumbuh subur
hidup seribu tahun lagi
siklus akan berganti
tunas-tunas tumbuh kembali.

HR RoS
Jakarta, 24 Agustus 2016.



PENARI MALAMKU
Karya: Romy Sastra


Ketika lilin-lilin kecil itu
tak mampu terangi malam panjang

pelitanya hanya menerangi sesaat saja
dalam pentas kehidupan prostitusi.

Kegelisahan pelita yang hampir padam
tak sanggup dengan cabaran malam
lilin kecil bertanya?
mampukah pelitaku menerangi jiwa
penari itu.

Penariku lenggok gemulai
tarian erotis dijamuan wisky
lilin itu kian mengecil
sudahilah pesta ini
bahwa malam dosa bergantilah cahaya.

Gelisah dikau paras yang cantik
terdampar dalam night club diskotik.
Penariku bermimpi,
akankah paras yang berlumpur
menjadi suci dalam debu?

Kau paras yang terjual murah
tergadai maruah dilembah nista
pelita hatinya gelisah sudah.

Berharap,
semoga kau terbangkit dari lembah nista itu
menjadi seorang halimah
yang tercuci dari kekotoran diri
berkah pada keindahan noktah cinta
rumah tanggamu.

HR RoS
Jakarta 28-8-2015, 20, 28



OPTIMISLAH
Karya: Romy Sastra


Terkata tak terucap
angin hembusan desah
sepi berselimut dingin
putus sudah jalinan cinta
kembali di sini,
merajut sulaman menyusun perca
jadikan tilam penghias diri.

Diri telah terbiasa susah
terkoyak dari nasib
yang tak pernah berubah
meski ikhtiar itu,
mendaki gunung yang tinggi
mengharungi lautan terdalam
telah melipat malam menjadi siang
siang pun bermandi berpeluh
tetap gita terkubur dalam lumpur.

Sedih, iya.
Kulum saja takdir bernilai ibadah
pada suatu cinta dan hidup yang
bersahaja
meski harapan hilang dalam genggaman
derita cinta memanglah tak pernah berakhir.

HR RoS
Jakarta, 29 Agustus 2016.



KEMATIAN 'AINKU TERTUNDA
Karya: Romy Sastra

Khair itu bersuara dalam tidur
dentingan sami'nya,
menggema bak lonceng berbunyi
hanyut dalam lautan mimpi
ketika sila tafakur asyik,
dada tersesak menyeruak
dalam dzikir mutlak
sakaratul 'ain itu menghampiri
isra'ku ditarik ketingkat arasy rasa
terkapar diri, sukma bernyanyi
tak henti-henti dalam puji.

Dalam isra'
aku dibisikan di ranah makam
makam-makam dalam labirin iman
makam bernuansa taman indah tak berujung
taman sagara hijau lautan silau di kalbuku.

Sayap jibril di pundak terasa mengigil menjamah
sabda itu menggema,
di singgasana Sulaiman bertahta.

Suara itu berseru....."

di tingkat makam mulia ini,
Nabi Sulaiman berjaya.
Sayap itu membawa naik ke suatu tingkat lagi
alamnya sutera
taman sagara hijau alamnya rasulullah.
Jibril bersabda,
di makam inilah
semua jiwa yang beriman ikut dalam sunahnya.

Ketika perjalananku di sagara hijau berlalu,
sukmaku mikraj,
membumbung ke kasta illahiah yang tertinggi
sang suara itu, bersabda.
Aku tak kuasa lagi mengiringi tahlilmu
kuhantar saja kau sampai di sini.

Jejakku disayap Jibril terhenti
jiwa ini gemetar,
menatap maha dalam awas yang tak tersentuh
tubuhku linglung,
terkapar sadar dalam kebingungan yang berkesan.

Mmmm...."
jalan yang aku tuju itu terlantar
terbangun dalam fana ke dunia nyata
religiku merugi
kematian 'ain itu akhirnya tertunda.
Terjaga dalam tidur khair
aku berpeluh senyum termenung
imanku payah,
singgasana keratoning-Nya
akhirnya tak kujumpa.

ahhh...?!"
aku hanya asyik dalam asma-Nya saja.

HR RoS
Jakarta 29-8-2015, 23,10.



DAMAILAH NEGARAKU
Karya: Romy Sastra


Satu jiwa satu hati dalam cinta
kujelang sahabat siang ini,
dari ufuk timur cahaya surya menyapa.
Selamat siang wahai dunia
berpadu dalam serumpun gita cintaku.

Gemersik dedaunan irama alam
selaras dalam kearifan rahmat Tuhan.

lagu negaraku bersimponi kemerdekaan
dari darah patriot menuju kejayaan.

Masa perih telah berlalu sudah
dari tangan penjajah
bersatu membahu berjuang
buat tanah melayu
paradigma bangsa selalu bersuara
jayalah selalu
isilah kemerdekaan demi kerukunan
menuju kejayaan dan kemakmuran.

Lika liku perjuangan mengukir sejarah
mengiringi kita ke dalam kepastian cinta
lambaian itu telah berkibar di tiang bendera
menjunjung kehormatan raja dan rakyatnya.

Merah darahku, putih tulangku
bersenandung dari pertiwi
bersatu jiwa itu dalam jingga antar Bangsa serumpun.

Hapuskan memori dari doktrin yang terkibiri
getar-getar nada seirama
dalam sapin merindu.

Jalinan ukhuwah rasa serumpun dibumi nusantara
warisan tanah leluhur nenek moyang kita.

Yuk, bergandeng tangan...!!"
Dalam wujud cinta yang bersahaja
di antara dua Bangsa.

HR RoS
Jakarta 28-8-2015, 10,42
Puisi untuk sahabat maya, aku persembahkan di hari ulang tahun Kemerdekaan Malaysia.



PUTERI SANTUBONG SEJINJANG
Karya: Romy Sastra


Darah aristokrat berkelana diantara samudera dan belantara
terjajah dari istana ibunda
sang ayahanda raja mati dalam singgasana.

Bersama saudara melarikan diri ke semenanjung
menyelamatkan nyawa.
Santubong Sejinjang hikayat negeri
bidadari jelita bak Dewi turun dari langit.

Reinkarnasi putri darah nusantara
diantara Majapahit Sriwijaya hingga ke tanah Serambi Mekah
berjaya di bumi sarawak nan indah.

Santubong Sejinjang diantara cerita
Bersua di sarawak malaya
menjadi putri jelita bermahkota ratu
ditanah melayu
dianggap dayang-dayang
turun dari kayangan cantiknya menawan.

Berlalunya waktu, dalam roda kehidupan
Rasa kedengkian sedarah tertumpah
dalam maruah cinta yang terkotomi
begaduh mati,
hikayat terbingkai dalam sejarah
cerita rakyat dari dahulu hingga kini.

Makna si jelita mengandung filosofi diri
berjayalah dalam budi, sejiwa sehati
dalam keharmonisan sesama dan sedarah
iqtibar untuk generasi masa kini dan nanti.

Janganlah silau karena cinta
tergadai maruah sedarah karena kekasih
rusak sudah tatanan yang ada
menangis bumi, terkutuk dari titah langit
para punggawa kehilangan arah
di mana pagar ayu terhormati
noktah cinta tergoda karena cemburu.

Sebuah kearifan alam
dalam peradaban zaman
isyarat peninggalan keindahan bumi melayu.

HR RoS
Jakarta 27-8-2015, 10,02



SEMUANYATENTANGKU
Karya: Romy Sastra


aku tak bisa berbuat banyak
menjadi yang kau pinta
beginilah apa adanya diriku

walau kasihku tak lagi
mau di mengerti
aku bukanlah yang terbaik untukmu
dan aku sadar akan hal itu

aku selalu berusaha
menjadi yang terindah
tapi kenapa selalu dianggap salah

aku tak pernah berhenti menganggap
kau yang kurindukan itu

dalam pegangan yang rapuh
kau tuduh aku
semuanya tentang salahku

padahal jauh dilubuk hatimu
kau masih merindui
walau kini kau telah bisu

biarlah

sedangkan aku selalu ada untukmu
tapi tak kau pahami itu

jika berlalu yang kau mau
pergilah
izinkan aku selalu setia
walau kau tak ada lagi disisiku
setiaku abadi selamamya

love in shadow
biarlah berkawan sepi.

HR RoS



MABUK CINTA
Romy Sastra


Medan ahadiyat sajaratulyakin tumbuh subur di saat taat. Makrokosmik mayapada nan megah, menyatu di ranah tauhid tercipta wahdah. Dzat suci menyelimuti ke dalam atma berkoloni di jiwa dan sukma berdiri khalifah.

Aku menengadah bersimpuh mencari kekasih bermandi peluh di dalam sunyi bertasbih. Mabuk, mabukku ke dalam pertapaan Maha Cinta bercumbu seperti laila dan majenun. Mengekang nafsu-nafsu angkara, tercampak nista ke kawah candradimuka, dari nyala api yang tak kunjung padam, padamkan bara genggam pelita menuju ranah.

Membuka tabir diri menyusun sepuluh jari
tersingkap bulir-bulir manik jadi kelip. Rohku melancong jauh ke samudra tak bertepi, naik ke angkasa tak berujung langit tertinggi.

Aku diam dan fana menapaki jejak-jejak malam tak terpijak, terjungkal ke dasar tak tersentuh, terbang melampaui ubunku. Aku menatap tatapan menyelimuti hakikatku, memuji yang qadim tersembunyi dan realiti. Ya, di dalam jiwa ini.

Aku bercumbu mesra bersama diri, meski sendiri bukan mimpi melainkan daim itu tajali. Aku lenyap senyap tak ingin bangkit lagi, indahnya kematian bertemu keabadian berasa surgawi, tak jauh tujuan temui makrifat Ilahi, cukup satu napas 'kan terbuka arasy.

Jakarta, 29 September 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar