PUING KISAH
Aku ingin membalut rindu dengan selimut lupa,
biar tak terbeban lagi
langit menadah keluh,
hingga bisu tak lagi
peningkan dahi malam
mentafsir makna resahnya
Dan kau,
kepakan sajalah sayap sayap pesonamu itu pada langit berjubah matahari, agar sepadan dengan taring taring tajam mu itu
ketika mencekram dahan kokohnya
Aku ingin mengkaligrafikan erang
di atas pasir kering pantai
biar keabadian aksara puisi geram itu tak lagi erat mencekram kisah
ketika ombak menghapusnya,
Dan kau bukan lagi batu kendala di akhir jejak ku melangkah
agar luka tak lagi bertahta di narasinya.
JKT.20*IsRa
PETUAH USANG
Mari kita berdiam diri saja nak,
usah lagi tegakan panji panji angkuh di deru badai yang bertaring belati
pada musim bertubir ambisi ini
Cengkram erat jemari hati pada puncak karang batin yang bertaut pada langit purba kesucian tuk
menahan gemuruhnya gelombang berlumpur pekat yang kan melantakan kemah roh kita
Usah lagi mengkubukan geram pada tiap jengkal hela nafas yang hanya tinggal sehelai serat waktu pada altar malam
Karena ia hanya akan mengubur nalar putih kita hingga menjadi kerangka lapuk yang tak mampu berdiri tegak, walau hanya oleh hembusan kepak kupu kupu yang melayang diatas ilalang kering
Usah lagi kita menanak keluh pada tungku keletihan nadi
karena bara matahari telah
tercerai panasnya ditelan salju kebekuan yang berjubah acuh disana
Jadikan batu cadas setiap bait bait doa untuk pondasi jejak kaki batin kita nak,
hingga kokoh menembus
sampai titik nadir jantung nirwana
Hingga bila hembusan akhir dari badai waktu yang jalang itu datang,
dada kita pun masih mampu
busung membentang
Baju jirahkan tekad mu itu nak
karena kita ada tuk jadi pemenang
bukan pecundang yang hanya berkubu ludah asam.
JKT.20*IsRa*
DARI TEPI HATI KAUM YANG TERSISIH
Bergelombang deru benak benak penyanjung hening
saat kekelaman malam kian menipis disela cerlang bias cahaya berwarna merah tembaga dari sang renta kala pemintal peluh
Ah,
kegentaran telah memburamkan matahati untuk kembali menjejakkan kaki nurani pada sahara garang waktu yang panas mendidih
sementara lengan mimpi tak lagi mampu mencengkram erat nyali
Lembar lembar asa hanya tinggal tersisa sebaris kosong pada kitab kusam nadi
semua telah sesak oleh sepah doa
ketika lambung kering bertasbih di atas sajadah keluh
Siang ini beri kami sekeping pasti dari yakin yang masih tersisa dialtar jiwa buat Mu Gusti,
ketika remah remah janji Mu itu bisa kami puisikan dalam senyum yang mengembang lelas
biar malam ini kami tak lagi mengebiri hati yang hampir mati
akan adanya Kau dan setiaMu yang menemani.
Karya : ISYAK RANGA
Jkt.21*IsRa*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar