UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Kamis, 22 April 2021

Kumpulan Puisi Sita Aulliya - MIMPI SANG PUTRI



~MIMPI SANG PUTRI~

Raden Ayu,
Dari kiriman layang,
Yang dirangkum dalam "Door Duisternis Tot Licht"
Hingga terlahir "Habis Gelap Terbitlah Terang"
Betapa mimpi besar telah berkobar
Dari peliknya tradisi yang harus kau jalani

Raden Ayu,
Luka dan kekecewaan yang kau pendam
Tentang rendahnya status sosial kaum perempuan
Ingin kau teriakkan
Ingin kau dobrak dan jungkirkan
Dalam kesetaraan dan persamaan
Namun, lagi lagi kungkungan adat kembali menjerat.

Raden Ayu,
Kau yang terlahir dari kaum priyayi kehormatan
Toh tak kuasa menolak budaya pingitan
Kemudian harus kawin dalam paksaan
Bahkan harus siap lahir batin untuk diduakan
Tanpa berhak menolak, apalagi menyentuh bangku pendidikan.

Raden Ayu,
Ketika sang Bupati Rembang meminangmu
Kemudian kau tunduk sebagai bakti kasih untuk ramamu
Bahkan prinsip patriaki yang kau tentang. Sengaja kau gantung di selendang
Dengan harapan, ilalang ilalang kekolotan itu bisa kau terjang.

Raden Ayu,
Kau menang
Balai pengajaran yang kau impikan
Terwujud untuk kaum perempuan yang kau perjuangkan
Meski di usia muda kau menutup mata
Namamu harum mewangi di persada nusantara.

Raden Ayu,
Andai saja bisa kau saksikan
Betapa juangmu tak sia sia
Telah lahir Kartini Kartini muda
Yang tangguh berdiri sama tinggi dengan wibawa dan pesonanya
Sebagai srikandi yang bermartabat atas kodratnya.

Lisse
21/04/2021



SEMBURAT JINGGA NUSANTARA

Aku mendengar,
Suara suara genderang westernisasi
Menyeruak masuk di gerbang gerbang pertiwi
Lalu mengikat kaki tangan anak anak negeri
Untuk meliukkan tubuhnya mengikuti hentakan tetabuhan
Yang jauh dari akar dan kultur ketimuran
Inikah yang kau sebut kemoderenan?
Inikah yang kau junjung dan banggakan?
Sementara ke elokan tari piring, kecak dan serimpi
Begitu memikat sarat dengan pesan etnik tradisi.

Aku melihat,
Balutan balutan raga yang jauh dari adibusana
Berjejal memenuhi penjuru nusantara
Lalu menelanjangi tubuh tubuh anak bangsa
Untuk menyampirkan sandang mereka sebagai panutan
Yang bertolak dengan budaya keanggunan
Inikah yang kau anggap kiblat?
Inikah yang kau anggap bisa meninggikan derajat?
Sementara kain batik, kebaya sarung dan tenun ikat
Begitu kharismatik sebagai warisan leluhur dan adat.

Aku merasakan,
Tingkah polah yang seolah jauh dari negeri ketimuran
Mereka yang menjadi pemuja kebebasan
Lalu tenggelam dalam liarnya rimba pergaulan
Atas nama modernisasi, emansipasi pun kesetaraan
Mereka memenggal nilai unggah ungguh dan kesopanan
Inikah wajah keramahanmu kini?
Inikah caramu menyambut uluran jemari?
Sementara gotong royong, soyo rogo dan wedangan
Begitu kental guyub dalam persaudaraan.

Kemudian,
Angin membawa kabar tentang negeri pelangi
Yang penuh warna warni dan loh jinawi
Burung burung mendendangkan kicauan sembari terbang
Mewartakan kemolekan bumi waris budaya nenek moyang
Tentang tanah tanah yang bak surga
Tentang desir semilir yang segar mempesona
Tentang air mengalir yang jernih bagai tanpa muara
Dan tentang semua yang kita punya, yang silaukan mata dunia
Sebelum semua menjadi sejarah yang tinggal cerita
Singsingkan lengan dan berbenahlah
Cintai dan kembali gauli dengan gairah
Karena di ufuk mentari terbit, ada semburat jingga Nusantara.

Lisse Nederland
07/02/2021



SEMUA KARENA CORONA

Dulu,
Saat namanya baru menyebar
Seketika dunia dibuat gempar
Kemudian bermacam teori dan strategi dibangun tumpang tindih
Di atas pengetahuan dan penelitian yang masih ringkih
Dunia kalang kabut
Kemudian semua menjadi semrawut

Dulu,
Saat namanya baru menyebar
Seluruh kuping seolah dipaksa untuk mendengar
Tentang nyawa nyawa yang meregang
Yang grafiknya terus menjulang
Padahal tidak semua yang mati karena terserang
Tetapi media membombardir berita dengan luar biasa
Dilanjutkan oleh jari jari asal coppy tanpa tahu kebenarannya.

Kemudian,
Para pemimpin mulai membuat kebijakan
Yang terkadang berubah ubah semaunya
Dan belum tentu dipatuhi oleh rakyatnya
Pakai masker biar virus tidak menular
Cuci tangan biar virus tidak menyebar
Jaga jarak biar virus tidak memapar
Jumlah kerumunan dibatasi
Bahkan hampir saja semua dikunci
Untuk tinggal di rumah berdiam diri
Apakah kemudian semuanya berhenti?
Apakah kemudian semuanya selesai?

Tentu saja tidak,
Semua sendi kehidupan terkena dampak
Rakyat menjerit, dililit biaya hidup yang kian sulit
Ekonomi terjerat putaran jual beli yang sekarat
Sementara rumah sakit sudah muntah kelebihan pesakit
Belum lagi para tenaga kesehatan yang tumbang
sebagai suhada yang gugur di medan perang Mengabdikan jiwa raganya
Di bawah sumpah profesinya.
Dunia bergelut dengan ancaman
Wabah virus yang mematikan
Corona menjadi berita kematian
Yang mengerikan.

Tetapi,
Dikalut dan compang campingnya kesiapan melawan pandemie ini
Ada saja mereka yang doyan meminum air mata, keringat dan darah saudaranya.
Ada saja mereka yang berpesta memakan daging dan menggerogoti tulang saudaranya.
Apakah nyenyak tidurnya?
mereka yang berbantal beras sumbangan yang bukan untuk perutnya.
Apakah tenang hatinya?
Mereka yang hidup dengan uang bantuan yang bukan untuk dirinya.

Inikah tradisi yang tak bisa dikebiri
Sunat menyunat hak rakyat oleh oknum keparat
Dari atas mengucur deras
Sampai di bawah hanya tinggal ampas
Mungkin masih ada beberapa yang punya hati
Dengan menyampaikan amanah tanpa korupsi
Tetapi, bisakah semua bantuan transparansi
Sampai kepada yang berhak mendapatkan subsidi

Ahhh....semua karena korona
Semua menjadi berbeda
Cara berjabat
Cara berdebat
Cara bertemu
Cara bertamu
Semua karena korona

Lisse, Nederland
Maret 2021



DO'A UNTUK NANGGALA 402


Mereka tak pernah pergi
Mereka tak pernah mati
Tetapi mereka telah syahid
Sebagai bakti sumpah prajurit

Syahid....syahid...syahidlah ksatria bangsa
Berjuta kepala menunduk dalam do'a
Berjuta mulut melantun lafaz lafazNYA
Bertegar jiwa mengiringi jalanmu para suhada

Lautan Bali,
Memeluk jasadmu dalam keabadian
Gelombangmu menjadi tanah kubur tak bernisan
Dan suara suara camar menjadi salvo pengiring kepergian

Tentang tenggelamnya Nanggala 402
Selamat jalan pahlawan
Purna tugasmu di bulan suci
Disanalah surgamu menanti

Lisse Nederland
25/04/2021




BAPAK

Bapak,
Dilenganmu yang kekar
Dulu, tempatku bersandar
Sesekali kau lepaskan tanganmu
Agar kuberani melangkahkan kakiku
Kemudian tapak itu kian laju
Hingga bisa berlari tanpa jemu
Kau tersenyum sambil berkata
"Sejengkal langkah adalah awal panjangnya perjalanan"

Bapak,
Kala itu hujan turun membasahi bumi
Gigil dan dingin menyelimuti
Lalu tanganmu mendekap kami
Meski ibarat dari ranting basah, tetap kau nyalakan api
Dengan pijar yang tak pernah mati
Kau tersenyum sambil berkata
"Kehangatan tak selalu dari yang menyala"

Bapak,
Lalu, muncul lengkung pelangi
Diujung kaki langit setelah hujan usai
Kau sentuh dagu kami agar tegak berdiri
Untuk melihat betapa besar kuasa Illahi
Untuk menyaksikan perbedaan rupa yang serasi
Sebelum keindahan warna itu pergi
Kau tersenyum, sambil berkata
"Kelak kau akan mengerti"

Bapak,
Lalu rembulan bertandang
Dari terang yang beranjak petang
Kau gelar tilam bantal dan selendang
Lalu kau biarkan mata kami terpejam
Seperti malam yang merangkak hitam
Dengan setia matamu terjaga
Menunggui kami yang terbuai dalam lena
Kau tersenyum, sambil berkata
"Bermimpilah dalam tidurmu Nak, tetapi raihlah dalam nyatamu"

Bapak, ... kaulah pemilik rinduku

Karya : Sita Aulliya
Kamis 24 Juni 2021



MEREKA DATANG

Lelaki itu datang,
Dengan sepiring hidangan yang dikerat dari daging tubuhnya.
Dengan segelas minuman yang diperas dari peluh keringatnya.
Namun, tak ada perih ataupun luka
Sebaris senyum mengembang hiasi bibirnya

Perempuan itu datang,
Membawa selimut yang dikelupas dari kulit tubuhnya
Dengan kayu bakar yang dipikul dari tulang tulangnya
Namun, tak ada darah ataupun air mata
Sebaris senyum mengembang hiasi bibirnya

Kemudian,
Jemari mereka bergenggaman
Sujud tawaduk kepada pemilik kehidupan
Berharap lengan dan tangan tangannya
Pun punggung dan kaki kakinya
Mampu untuk terus memintal kapas menjadi sutra
Kemudian merajutnya menjadi penutup raga yang bermahkota
Untuk anak anaknya.

"Yaaa,...Lelaki dan perempuan itu
Adalah Bapak dan Emakku
Pemilik segala rinduku"


Karya : Sita Aulliya
19/05/2021
#Edisi
#NumpakBis
#DiluarBasahGerimis



RINDU FITRI-MU

Kini gema takbir telah berkumandang bersahutan,
Seluruh muslim riang menyambut hari kemenangan,
Suka cita bersama handai taulan,
Saling peluk melepas kerinduan,
Saling jabat membuka pintu kemaafan,
Saling cerita melengkapi indah kebersamaan

Emak, bapak....
Tahun ini, kembali aku masih disini.
Belum mampu kucium keriput tanganmu,
Belum mampu kusimpuh di kakimu,
Untuk memohon ampunan atas salah ucap dan lakuku.

Emak, bapak.....
Tahun ini, masih seperti tahun tahun kemarin.
Ada perih dan nelangsa melingkar batin.
Ada kerinduan yang menyeruak di kalbu,
Rindu tentang raut bahagia orang tuaku,
Rindu tentang aneka cerita saudaraku,
Rindu tentang kunjung kunjung merabatku,
Juga rindu tentang lezatnya masakanmu.

Emak, bapak......
Walau mampu kudengar suaramu,
Beri pengampunan atas khilafku,
Namun, demi Allah... tak mampu kubendung air mataku,
Tak mampu kusimpan duka kesepianku,
Tak mampu kueja kata, betapa ingin kuhamburkan ragaku dalam dekap pelukmu.
Dan merasakan khusuk tulus ikhlas di hari fitriMu....

"Allahu Akbar...Allahu Akbar ....Allahu Akbar
Laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar,Allahu Akbar walillaahil hamd"

(Tentang sebuah kisah, pada jiwa jiwa yang jauh di perantauan )
Karya : Sita Aulliya
Kamis, 13 Mei 2021



~NAFAS KEMERDEKAAN~

Jauh di seberang lautan
Derap langkah bocah bocah ingusan,
Yang mungkin belum bertumbuh bulu dilekuk badan,
Bak jenderal kecil yang memanggul senapan
Menatap nanar tiada gentar
Tanpa peduli debu dan lidah api yang masih berkobar.
Dendam dan kebencian
Seolah menjadi kudapan pagi yang harus ditelan
Dari kematian kematian prahara perang
Darah menjadi lautan dari nyawa nyawa yang meregang
Karena baginya kemerdekaan adalah harga diri tertinggi
Meski harus menghadang peluru ranjau hingga terbujur mati

Sebegitu tinggikah egomu?
Hingga tak sudi kau tundukkan kepalamu
Sudah matikah rasamu?
Hingga kau tuli dengan jerit tangis sesamamu
Akan sampai kapan gemuruh pertikaian kau dengungkan?
Tak inginkah telingamu mendengar merdu tiup seruling para sufi?
Lalu bersama menari dalam gerakan batin nurani.
Tak terbayangkah olehmu indahnya pagi tanpa desing senjata?
Lalu bersama menikmati hangatnya pasir lembah yang berkilau cahaya.
Wahai engkau yang biasa bersuara
Kenapa kini tak mampu berbicara

Wahai engkau yang biasa berucap
Kenapa kini mulutmu enggan bercakap
Matikah batin jiwamu?
Sehingga nyawa tiada berharga lagi
Sehingga nestapa kau anggap gurun sunyi
Bila kemenangan tertinggi adalah menerima perbedaan
Sanggupkah dadamu menampung aneka suara dan rupa?
Bila kekuatan tertinggi adalah mampu memaafkan
Sanggupkah dadamu meremuk redamkan segala dendam angkara?

Dan biarkan dunia mengidungkan perdamaian
Duduklah,... buat aturan dan berundinglah
Agar kau tahu bahwa damai itu indah
Lalu biarkan dunia bernyanyi tanpa sengketa
Cobalah,...redam amarah dan berjabatlah
Agar kau tahu bahwa saling kecam itu gerah
Jangan lagi baku bantai dan terpecah
Mencari alibi tanpa mau mengalah
Apalagi mengaku salah
Mari,...
Hidupkan empati dan bangun kepedulian
Atas dasar cinta kasih kemanusiaan
Bersama kita hirup nafas kemerdekaan

Karya : Sita Aulliya
Sabtu, 03 Juli 2021

SITA AULLIYA





Tidak ada komentar:

Posting Komentar