UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Jumat, 16 April 2021

Kumpulan Puisi Romy Sastra - SUARA PEDAGANG TROTOAR



KEPARAT

aku mencium musim sedari fajar sebelum pagi tiba. ibuku dan bapakku menanam bibit di halaman. lalu tumbuh subur tubuh zaman berpayung risau sepanjang matahari 'kan tenggelam. putik-putik berjatuhan dioyak lindu limbubu bibirmu sembilu bak miang menyilam lidah, cacing-cacing masuk ke mata. akankah halaman itu rusak setelah cinta bertakhta? mari menjaganya

kau tahu? aku telah mengecup panji terikat di keningku. lalu kuikatkan di keningmu adalah perjanjian sumpah pemuda pemudi itu, sumpah kemistri bergaung di dada pertiwi sepanjang masa, selalulah berjabat mesra. wahai penyebar hoax dan proxy? kau semacam misteri mengoyak simetri pancasila, kukecam kau di madah puisiku si keparat bangsa!!

Romy Sastra
Jakarta, 15 April 2021



AKU MENDENGAR INDONESIA
Romy Sastra


aku mendengar suara indonesia dari puncak gunung dan lembah, tetesan hulu mengalir ke muara, udara berhembus sejuk. betapa damainya alam ini dinyanyikan burung-burung di pucuk pinus, dan ranting-ranting lapuk. sawah ladang digarap petani setiap hari, demi kelangsungan hidup anak negeri sedari dulu.

aku mendengar suara indonesia dari pelosok desa, radio yang kudengar tempo dulu ketika larut malam, membawaku hanyut pada kisah kolosal: saur sepuh, satria madangkara sampai siti nurbaya. cerita klasik usai, warta mengudara, kehidupan di sana-sini penuh tikai. aku terusik di gelombang frekuensi dari warta corong-corong kota; aku mulai resah.

aku mendengar suara indonesia dari orasi jalanan, betapa dasyatnya suatu perubahan di zaman ini. mataku terbelalak, indonesia berbenah katanya. kota-kota berkompetisi teknologi, para pemodal bermain teka-teki,
adakala untung rugi. akan tetapi yang culas sudah meraup untung lebih dulu di balik transaksi. tiba-tiba kongsi pecah perang strategi, demonstrasi berlaku; delik demokrasi jahanam!

aku mendengar suara indonesia di layar gadget yang kusentuh, haru dadaku iba, mataku mulai basah. mendengar suara indonesia dari teriak ketidakadilan, korupsi merajalela, dan lainnya. mereka lupa budaya gelap jalan pulang ke ranah, sejarah dibutakan peradaban. sebab kepentingan mereka diutamakan, aku pun bertanya; bagaimana nasib anak cucu kita nanti? indonesia ini jangan tergadai.

Jakarta, 2 Juni 2020



SUARA PEDAGANG TROTOAR
Romy Sastra


tiga sepuluh, tiga sepuluh, tiga sepuluh.
pilihlah pak, pilihlah bu!
mari mari kumpul pikir-pikir pelita hati ragu-ragu rampung,
duhai si rintik hujan gerimis, harga ekonomis.

ah, si pedagang lamis berkata manis menarik pembeli mencari untung.
menawarkan barang di trotoar
berkoar dengan sehelai selendang di dada bertopi lusuh. baju kuyup embun jatuh dari jidat, basahi debu jalanan bersorak kesetanan.

tiga sepuluh, tiga sepuluh, tiga sepuluh.
pilihlah pak, pilihlah bu!
mari kumpul - mari kumpul: cianjur, jatinegara, tanah abang, pasar pagi.
terlanjur ibu belanja rusak barang boleh kembali.
tiga sepuluh, tiga sepuluh, tiga sepuluh, pilihlah pak, pilihlah bu!
mantra dilumat kepala ngebul
suara burung kenari di terik mentari
menimang sesuap nasi.

amat-amat pelita amat dari jauh nona berlari
si nona datang lamat-lamat bernyanyi
biar lambat asal selamat dalam telor jodoh menanti. si batang singkong gersang memandang langit, berharap tumbuh di bulan, bumi sudah gersang didiami aku bermimpi; apakah di bulan ada kehidupan?

pedagang trotoar rugi besar lapaknya digusur satuan pamong bawa pentung pedagang termenung: aku gagal melipat untung

Jakarta, 8 Juni 2020



KAKI LIMA
Romy Sastra


terpal tepi jalan alas kehidupan terjal,
kaum-kaum marjinal menikmati secangkir kopi disruput pagi sebatang rokok ngebul.
baru saja berbenah dekorasi demi senada rupiah. lencana di dadamu punggawa ratu,
seakan berjalan di karpet merah. segerombolan hantu menghardikku,
aku terbirit-birit ke balik pintu.

kaki lima bermandi peluh derai air mata
mengutip remah-remah nan tumpah dari para pembeli. meski sudah terbiasa menantang terik, kau tanpa ampun melibas pencari nafkah delik atasan, aturan sudah dikeluarkan ucapmu; sumbu tungkuku tak ngebul,
malah kau padamkan sebelum hidup.

wahai si gulana gulaiku tumpah,
aku resah; pamong membawa pentung,
dapurku disiksa.

Jakarta, 5 Juni 2020



SANTRI MENCARI CINTA
Romy Sastra


perjalanan malam di ruang batin
duduk bersunyi
melipat langit menuju arasy diri
bertasbih asyik dimabuk tuak ilahi

duhai mursyid,
tunjukkan pikirku pada jalan keselamatan!
biarkan nafsuku terpenjara suci
lalu, langit terbuka
bulan bintang matahari beserta kosmik
semuanya kerlip hadir menyinari

dan mursyid
menundukkan si kepala batu ke telaga cinta
luruh segala noda bergayut di dada

mursyid berseru:
berjalanlah kau santriku di bumi allah!
tempuh pahit getir hidup ini adalah ibadah
sedangkan dadanya kau pijak tak menjerit: pasrah

setelah mencicipi wejangan hakiki
jiwaku kembali pulang berenang di malam panjang

sadarku,
duduk makrifatullah memanglah indah

Jkt, 130421



LONCENG KEMATIAN
Romy Sastra


deru ruh gelisah tubuh membisu
kala takdir hayat terhenti pada janji
lonceng kematian tiba di liang rongga
lonceng tak berdenging diam sudah
satu per satu ruh di badan luruh
mendahului kematian segala tubuh

ruh tunggal akhir kepergian
meninggalkan bangkai
segala cita-cita harus tergadai
terhenti diamuk senja
tenggelam layaran tak lagi berdian

liang sami' sunyi
kelopak mata melotot
netra batin tak lagi berkerlip
gunung thursina ciut kerontang
ari disentuh bak salju tergelincir pilu
dahaga alang kepalang meminta air idaman
selera makan lahap tak lagi tertelan
yang dimakan bayang-bayang

lonceng kematian datang menakutkan
el-maut tak kenal iba
rupanya merontokkan bulu roma
kerjanya seperti menghempas gunung merapi
memuntahkan lahar ke segala nadi

takut, sungguh menakutkan
ke mana lolongan pedih berlari
se-isi bumi masa bodo
berharap tetesan doa ahlul bait membisik
tak jua tertolong
lonceng kematian tetap jua terjadi

sakit, sungguh menyakitkan perpisahan
tiada yang lebih sakit dari sakitnya kematian
gelap, tiada yang lebih gelap dipayungi nisan
nan tersisa hanya sesalan

Jakarta, 08 April 2021



PAGEBLUK
Romy Sastra


aroma dupa di pendopo paguron eyang santa
menguar ke seantero pengajian malam
kidung mengalun di sela-sela angin
dibaca santri diselubung kain sarung
penuh takzim pada titah yakin di batin

aroma dupa menusuk hidung
bersenyawa doa mengetuk pintu langit meminta
santri menyatukan rasa pada kalam ilahi
wahai pagebluk menyuruk di balik tirai kehidupan, enyahlah, enyahlah, enyahlah...

eyang santa juru kunci pintu tuah menangis, setelah kembali berdialog gaib
dari alam antah berantah tentang corona

angin berputar mengelilingi altar
dialog tingkat tinggi terjadi pada eyang santa,
dan virus mewujud cahaya;

santa, ketahuilah!
aku si pagebluk diperintah meminta nyawa kepada sesiapa yang tak waspada
biyen-biyen aku diciptakan dari sabda api membakari jantung hati menungso
"esuk lara, sore mati, sore lara, esuk mati"
aku datang kembali pada zaman ini
lewat teknologi yang terukur
santet global yang teratur

air mata eyang santa bercucuran
tangannya gemetar memutar tasbih
tumbal tak dapat dielakan, penularan menjadi-jadi.

eyang santa bermantra sampai ke titik tertinggi memohon pada rabbi
ampunkan kami ya allah
pinjamkan hamba penangkal pagebluk mewabah
satu isyarat batin diterima di puncak doa;
tawakal suci total
pagebluk tunduk dengan sendirinya

eyang santa dan santri merenung malam hari
kenapa rumah tuhan kok sepi?
purnamakan iman nyala di badan
aku menampar zaman puisi diciptakan

Jakarta, 6 April 2020



MUZIK BERNYAWA
Romy Sastra

tubuhku terhimpun atma
lahir telanjang
mengalun muzik bernyawa
dan jadi gelandang
mengenali arah
ke mana hendak berpulang?

aku hidup di lembah
menghuni gua
berlari di keramaian
pujiku bertitinada ya hu

setumpuk kertas memori diri
sedari awal tertulis online
siapa pemeran digital itu?
selalu membuntuti
bukan bayangan

Jakarta, 6 April 2021



PENDAKIAN

kujelang rantau menuju kematian
shaum menghimpun seluruh pelaku rindu
perjalanan malam merafal doa-doa taubah pintu langit tak pernah terkunci
tasbihku diayun melodi cinta

aku nisbahkan pendakian menatap kesucian mengurai rantai keimanan
sepanjang laju duduk diam
tubuh gemetar nafsu terpenjara
seberapa jauh malam kutempuh?
ya'qilun, yatafakarun, wa yatazakarun
: aku fana

Romy Sastra
Jakarta, 22 April 2021



RA KARTINI

lilin tak nyala di dalam rumah
mata pribumi ditutupi kolonial
kartini dirantai di bilik sunyi
hatinya kelap-kelip menerangi
generasi buta aksara
dibodohi penjajah

kartini bertanya pada kiyai:
di mana pintu langit berada?
kiyai terpana dan resah
mau menjabarkan pintu-pintu langit
sayangnya, tangan kiyai dibelenggu belanda
bibir terkunci mewejang kalam

kartini, kau pijar dari jepara
emansipasi wanita melawan penjajah
wanita di masamu dibutakan belanda
kau datang sebagai pencerah
dengan tinta hingga ke meja dakwah
merdekakan kebodohan menuntut ilmu

semboyan itu:
"habis gelap terbitlah terang"
kartini, kau kukenang

Romy Sastra
Jakarta 20,04,2021
Menyambut 21 April Hari Kartini



TUALANG MEMBACA MAKNA

ingatan membuka lembaran dalil
tentang layaran terkembang pengabdian
sedari awal koloni mengingatkan pulang
aubade alam menyatu di setiap perjalanan
roh menyingkap tabir pintu mati
haus lapar tubuh getar puji syahdu syahdan
perjuangan mesti ditaklukan
hitam putih bergandengan

sajadah menyambut karibnya doa
jiwa merindu tengah malam
desah tasbih menjangkau tiang-tiang langit
memujamu cinta

ramadan melatih diri tawadu'
ikhtiar meraih kemenangan
belajar sadar lelaku dijaga
tualang membaca makna
sebelum ajal benar-benar tiba

Romy Sastra
Jakarta, 25 April 2021




MUZIKA YA HU

asmaning izzati kuseru lirih
hati, jantung, nadi bertasbih
adalah partitur mengalun luhur
di antara debur sepanjang jalur getih
: ya hu

Romy Sastra




KEMARUK

aku datangi saung mursyid di tepian samudra
bertelanjang dada tak berkopiah
tutur guru dituruti
aku dungu manggut-manggut manut

diri bermusyafir renungi pasir-pasir di pesisir
bertaburan hikmah di segala pikir
jiwaku karam tak basah dan terpesona

aku pinta rahasia kunci kematian pada sabda:
lubang dunia itu berada di mana guru?
ia pejamkan netra tak bermantera lidah
melainkan takwa saja.
ah, tak cukup petunjuk memasuki ranah

kudekap guru erat-erat
pituduh luruh pada selembar surat wasiat
satu-satu eja kalam dibuka
guru bisikkan rahasia gaib tentang hening
sukmaku fana tahali belajar mati

kubuka gerbang baitullah kubunuh inderawi
kuintip cinta ke dalam tafakur terpancar nur
benak beriak bersusun sebentuk baitul makmur
duduk bersila bak budha menatap nirwana
tiada bermantera tak berkomat-kamit
yang diajarkan tuan guru dituruti
seketika gumpalan pelita hadirkan kejora
menerangi alam batin seperti lampu pesta
tercipta di keheningan sesaat
pada jalan makrifat

aku dan nafsuku
berpacu mengejar tempat tertinggi
pada kasta-kasta iman menggoda diri
adalah menatap kerlip maha megah
di puncak fana menyimak yang sejati
atau labirin menyesatkan di balik tirai ilusi?
aku yakin musyahadah cinta menyapa

segala nafsu lelah terbakar sirna
di keheningan malam di wajah wujudullah
indahnya cinta bertaburan cahaya
ke mana 'ku menatap dia selalu ada
: hu dzatullah
aku mabuk kemaruk dengannya

aku dan diriku bertakhali rahsi
membunuh hasrat doa tiada yang kupinta
selain menatapnya saja
terus kupeluk cinta dan kupeluk
padahal sedari dulu cinta berpagut
pada janji yang tak pernah diingkari
bahwa jiwa ini tak berjarak dengan laisa kamiselihi

aku haru, dosa-dosa seakan berguguran
tubuhku runtuh bergemetaran
pada terjawabnya asholatu daimullah
semoga itu pertanda ibadahku diterima
innallaha latukhliful mii'aad
dalam khyusuk yang klimaks bertajali
aku dan diriku lebur dan mati
fana menyentuh maha rasa bersatu padu
ya, yang ada hanyalah dia maha cinta
kesaksian dahaga;
esok dan seterusnya aku datang lagi
terima kasih guru sejati

Romy Sastra
Ngawi, 27 Mei 2021



SELAMAT JALAN IBU
Romy Sastra


ibu...
selamat jalan bu
perjalananmu telah usai
suratanmu telah sampai
seorang anak menghantarkan kepergianmu
yang pulang kemarin ke tanah asal
dalam doa memilu pasrah

ibu...
selamat jalan bu
tersenyumlah di sana
pengabdian anakmu belum selesai
meski hidupnya dirundung sansai
ambillah selimut suci
pada amal yang dulu kau semai
saatnya kini kau pakai

ibu...
selamat jalan bu
anakmu titipkan puisi di atas nisan
kembang setaman mewangi
rindu kami dalam diam
sebab jarak telah jauh
tubuh yang tak lagi utuh
melati putih, tumbuh tumbuhlah
sebagai pengganti

ibu...
selamat jalan bu
satu tembang pernah kau dendangkan
dalam ayunan kala 'ku bayi
tangisan awal pengisi dunia
tangisan terakhir mengetuk pintu langit
pada doa kukirimkan bakti

ibu...
selamat jalan bu
selendang yang kau pakai dulu
kini berganti di pundak kami
teringat pada janjimu
melanjutkan kehidupan
tentang cucumu yang kau kasihi

ibu...
selamat jalan bu
damailah di sana
semoga berbahagia di haribaan-Nya
kelak nisan kita berdampingan
tunas-tunas tumbuh di teras bertangga
tirta surgawi teteskan duhai generasi
bacakan ayat-ayat suci
di tanah berdebu
silih berganti

HR RoS
Jkt 7718



KUNCI SURGA ITU
Romy Sastra


ayah....
ragamu bagaikan otot kawat bertulang besi
kasih sayangmu menetes di sekujur tubuh
jatuh menyirami
suburkan tanah tunaskan cinta
di dadamu pelita, di pundak jua amanah
di jejakmu kami melangkah
meski surga tak berada di telapak kakimu
dikau ayah, sosok imam di dalam keluarga
engkaulah kunci pintu-pintu surga itu

ayah....
pada tongkat petuah-petuah cinta
engkau tuntun kami ke jannah
dengan belaianmu,
seperti terlindungi berada di tangan raja
raja yang menyayangi, mencintai rakyatnya
bangga kami padamu ayah
seperti bangga pada ibu juga
engkau sosok langit memayungi mayapada
dan ibu sosok bumi melahirkan cinta

HR RoS
Jakarta, 070718
Momen jembatan tugu Bayang



SABDA AZALI
Romy Sastra


Empat anasir berpadu
Menjadi koloni buat tubuh
Nur Muhammad telah dulu bersaksi
Hu Dzatullah
Asyhadu alla ilaha illallah

Segalanya bermula dari alam kosong,
yang ada DzatNya
Nur Qun Hu Dzullah
Di dalam kandungan Qun Nur Muhammad dari pada DzatNya

Berkuasanya Dzat kepada sifat
Tidak Aku jadikan engkau wahai Muhammad,
melainkan rahmat untuk sekalian alam

Berfirman Rabbani pada sifatullah
Teteskan air nuktahmu wahai NurKu!

Nur mani menjadikan cahaya putih,
kepada air

Nur madi menjadikan cahaya hitam,
kepada bumi

Nur wadi menjadikan cahaya merah,
kepada api

Nur maningkem menjadikan cahaya kuning,
kepada angin

Tiada kosong telah terisi wajibul wujud

Bersabda sifatullah:
iyakun kun jadi, jadilah engkau Jibril
penguasa bumi

Bersabda sifatullah:
iyakun payakun jadi, jadilah engkau Mikail
penguasa air

Bersabda sifatullah:
iyakun payakun jadi, jadilah engkau Israfil
penguasa angin

Bersabda sifatullah:
iyakun payakun jadi, jadilah engkau Izrail
penguasa api

Kepada Adam tercipta sebagai insan kamil
Jadi khalifah di muka bumi dari anasir suci
Tiada upaya semua tercipta mengabdi

Adam papah tak memiliki daya
Sabda Rabbani titipkan karsani kepada Jibril,
Ya Jibril!
Bawalah karsani ini ke Adam
Lalu Jibril mentaati titah Tuhannya.
Karsani ditiupkan ke tubuh Adam
Adam berdaya
Apa yang ada di dunia ini menyerah
Idajil tak terima

Daya keimanan Adam pada keinginan
Menjadikan rasa mecumbui nafsu duniawi

Karsani tertancap di ubun
Tembus ke dubur jadi abu
Berjalan di bumi Allah
Gelisah tak berpenamping
Dari keinginan tercipta Hawa
Tempat bermanja dan terlena
Sesungguhnya surga dan neraka itu
Nyata ada di dunia dan di dalam jiwa ini

HR RoS
Jakarta, 050718



NUSANTARA BERISTANA HANTU
Romy Sastra


kemarin bumiku cerah
tiba-tiba berwajah murung
suram sudah,
sang surya seakan malu
menampakkan terik di dada ibu
enggan menyinari mayapada
nusantara berkabut di dinding hari
berkoloni misteri, seakan kiamat hampir tiba

kabut ... kini jadi napasku
kauajarkan ilalang melihat mentari
pada wajah resah gelapnya pertiwi
apakah kiasan itu
pertanda ada makna yang tersirat
mata hati insani telah buta
memandang cahaya ilahi
pada gelapnya kearifan budi
yang menghiasi religi dan nurani

uhh ... entahlah, aku juga tertanya?
yang jelas kini,
nusantara tertutup kabut
dari bisnis serakah
di negeri khatulistiwa

'kutengadahkan tatapan ke ruang angkasa'

di sini,
ladang sawah kami terhampar
sejauh mata memandang
melirik ke dinding bukit
melayang pandang ke samudra biru
gelap sudah negeriku

di sana,
perkantoran menjulang tinggi
asri dan mewah
menjadi wajah metropolitan
bersolek teknologi

birokrasi di meja penguasa tumpang tindih bersama pengusaha meminta jerih
ilalang mati, anak-anaknya tumbuh berdiri
lalu, ia menuntut
dan tuan-tuan takut
saling tuduh menuduh siapa
mengapa hutan pertiwi terbakar?!
semuanya pengkhianat bungkam
tertutup oleh penjilat malam
ruang itu jadi temaram

potret khatulistiwa
bak peninggalan negeri inca tak berpenghuni
nusantara benar-benar berkabut misteri
seperti beristana hantu di setiap hari

nusantara ini kaya bung
tapi kenapa penghuninya lara
ozon sudah parah berkabut
dicipta oleh tangan-tangan serakah

kekuasaan dibeli
segelintir oknum dan perwira disewa
seperti bermain petak umpet saja
bangsat sialan persetan!!
sumpah serapah anak bangsa sampai berbusa
dan negeri sebelah meludah
tak lagi didengar oleh pengusaha

di sini ..., di tanah ini
lembayung tidung merintih santun
aku ini laraaaaaa....
tak jua didengar oleh para penguasa yang bertopeng dewa
seperti terlelap sudah di istana alenka

"wahai para punggawa bangsa
kau berserakkan di mana-mana,
perisai pertiwi dari sabang sampai merauke
bangkitlah!!"

uuhhhhh ....
Ketika pesta seremonial berbaris sesaat
komando sigap
punggawa loreng dilepas
dari barak berkendaraan tank baja
berpuluh ribu di keramaian kota

bila nasib nusantara berpesta derita
terjajah oleh keserakahan segelintir pengusaha
si punggawa loreng bersembunyi di mana?!

wacana intrik komando bela negara
santer didengungkan
mau dibawa ke mana potensi intrik itu?
lihatlah di depan mata!
musuh nyata telah menyesakan dada
tak kaugubrisss....

"hai loreng ....?!"
kau perisai negeri
ketika ibu pertiwi terbakar
air mata anak bangsa kering
kau seakan buta dan tuli
hanya dilepas seratus lebih saja
beralasan tunggu komando dari raja

mmm ....
para ahli peneliti belajar eksperimen
tak jua menuntun jalan terangi kegelapan
hanya solusi ke-ilmuan basa-basi saja
robek saja bukumu buang ke comberan

di mana tanggung jawabmu kini?
wahai ... manusia setengah dewa
yang duduk di kursi empuk
di dalam istana-istana megah
kinerjamu, seakan menatap bisu
ke dinding putih
terpukau indahnya lentera mewah
tak sadar diri dimakan sumpah
pigura wayang di dinding birokrasi
mengintip mencibir yang berdasi
nan duduk santun telah dungu
seakan tak bermaruah lagi

mana janjimu tuan?!
amanah di pundakmu tak dilaksanakan
janji kemakmuran dalam orasi pemilu
dulu kaudengung-dengungkan
mmmmm,
kini jabatan itu telah kausandang
kinerja seakan berwibawa pontang-panting
bergeleriya hanya intrik sesaat saja

olalaaaaa ....

aku cerobong tinta dalam seni
penyambung lidah derita rakyatnya
berorasi puisi
mengetuk nurani yang telah dungu
bangkitlah kau putra-putri pertiwi
yang berkompetisi dengan ikrar tepati janji
jerat para bedebah negeri ini
ambil saja hartanya dan telanjangi....

HR RoS
Jakarta, 4 Juli 2018



KEKASIH YANG PERGI KE DALAM DIRI
Romy Sastra


Tatapan bertanya pada langit,
"Di mana istana Tuhan berada?"
Lantas, langit tersenyum luas, seluas mata memandang, terpana.

Wahai langit,
"Ke mana perginya kekasihku yang tercinta?"
Langit menjawab,
"Tanyalah pada hatimu, wahai si hamba yang lara!"

Lalu, seraut wajah tertunduk menatap mata hati, berbisik pada jiwa.

Duhai jiwa,
"Ke mana perginya kekasihku yang tercinta?"
Hati pun tersenyum, seakan menitip isyarat, shaumlah sepanjang hari dan zikir.
Ternyata, kekasih itu bersemayam di dalam diri, kekasih itu tak berlalu jauh.
Ia berada pada rumah-rumah yang fakir, berjubah pada jiwa-jiwa yang bertakwa.

HR RoS
Jkt, 280618



ZIARAH PERJALANAN
Romy Sastra


pulang kampung menemui jejak tanah asal
di sana darah tertumpah
pulang bukan sekadar kenang
sujudkan kepala batu di kaki ibu
yang selama ini pembangkang
memohon pintu surga terbuka lebar

dan berkeliling kampung bertelanjang dada
adakah noda hitam masih melekat di dalamnya?

lalu, menyapa satu-satu yang bersua
mengetuk pintu-pintu rumah
uluk salam, jemari ulurkan
berpagut erat lekat
bersatu bidang itu dengan bidang tanah asal
risau luruh, rindu tumpah di sudut mata
lelehan di pipi jadi embun suci

nasihat di sisi ibu
merantaulah kau nak!
tapi, jangan lupa
diankan keningmu di atas sajadah

semoga perciknya menyinari mata hatimu
kelak kau pulang ke ranah abadi
obor telah kau pegang di kegelapan
mengenang tanah asal ziarah perjalanan
kenang-kenanglah kematian

HR RoS
Ngawi 250618



MUSAFIR RINDU
Romy Sastra


ajnabi mencari kisah dalam rasa
berkelana menyisir angin di pesisir pantai
berkenalan dengan camar yang kesasar
bercumbu rayu pada kedasih
di mana tuju 'kan berlabuh
sekuntum rindu telah mekar di pucuk perdu
sedangkan selasih semerbak pada sunyi

ajnabi mencari kisah berkeliling rasa
berkelana menyisir angan inginkan tujuan
di dermaga cinta mendapatkan titipan
tentang camar berjanji di sayap merpati
takkan mengingkari janji

duhai ajnabi
terbanglah terbang jauh
terbang tinggi ke balik awan
kelak kembali,
bawakan daku bulan ke pangkuan ini
berharap rindu temukan sekejap
saling tatap berpeluk erat

apakah perjalananmu ajnabi 'kan tersesat?

HR RoS
Ngawi, 240618



PELANGI DI MATA AYAH
Romy Sastra


ayah....
sudahlah bermain lumpur
hari sudah petang matahari hampir tenggelam
kodok dan jangkrik mulai bernyanyi

duhai anakku,
meski tubuh ayah terkubur lumpur
cangkul di tangan masih bisa ayah pacul
ayah akan tetap memacul
ayah akan pulang bila azan berkumandang
biarkan magrib bertandang
ayah sujudkan tubuh ringkih di pematang
semoga doa-doa ayah
mengembun di daun-daun kerontang

anakku,
ayah menunggu pelangi tiba
di mata ayah, ada rupamu menjelma
menjadi sosok ksatria di hari tua ayah

ayah....
darahmu mengalir di nadiku
pelitamu menyinari hati ini
aku anakmu akan tetap berbakti
meski mentari pagi tertutup awan
'kan kunyalakan pelita itu di lengan perkasa

ayah....
doakan ksatriamu memetik bintang
jika pelangi tak jua datang senja hari
pulanglah ayah, niscayaku tetap mengabdi
akulah darahmu, nan mengalir di sanubari
pada peluh itu,
mengucur membesarkan anak-anakmu

"terima kasih anakku,
dikau berjanji 'kan mengabdi"

HR RoS
Jakarta, 140718



KUSUMA CINTA
Romy Sastra


Rafflesia berbunga misteri
Wanginya mabuk dicium mati
Tumbuh di tanah sejarah
Bumi Fatmawati

Kusuma bangsa diasingkan
Sebab, orasinya membakar telinga penjajah
Belanda mencoba patahkan sayap Garuda
Biar tak terbang mengangkasa
Dibungkam tak bisu, semakin berapi-api

Kasih bersemi sembunyi di sanubari
Ingin mengikat noktah cinta pada Fatma
Dara tuan Hassan Din tokoh Muhammadiyah
Kusuma bangsa dimabuk asmara

... Fatma yang menyinarkan cahaya
Terangilah selalu jalan jiwaku
Supaya di bahagia raja
Dalam surganya cinta kasihmu ...

Bung ....
Jiwa bangsa ini lahir dari ideologimu
Meski jasad itu telah berdebu
Roh dan jasamu selalu hidup
Kami kenang selalu
Melanjutkan bakti pada negeri
Tersenyumlah menatap generasi
Mengisi kemerdekaan tunaikan janji

HR RoS
Jakarta, 070118



BUNG KARNO, CINTA SASTRA DAN SEJARAH
Romy Sastra


Pada sembilan noktah asmara tuan
Tidak mengumbar nikmat syahwat sesaat
Melainkan isyarat
Siti Oetari, Inggit Garnasih, Fatmawati
Hartini, Kartini Manoppo, Ratna Sari Dewi
Haryati, Yurike Sanger, Heldy Djafar

Tuan mengenali sejati
Telah paripurna masalah jiwa
Mengenal makraj diri tersusun sembilan wali
Tuan kaji dari Alif hingga bersaksi

Dalam hening mencipta
Sukma melayang tinggi
Menatap jauh ke langit ke tujuh
Uluk salam pada Garuda
Garuda menatap dengan gagah
Bawalah daku tuan, ke mayapada
Jadikan aku lambang negara

Sastra bangsa Wijaya Kusuma lahir
Dari titisan Dewa dan para Wali
Bung Karno putra titipan sang fajar
Lahir ketika gunung Kelud menggelegar
Memuntahkan lahar
Api semangat yang tak kunjung padam
Demi mempertahankan tanah pertiwi
Dari jajahan kolonialis

Di gedung putih kakek tua itu berkata
The world is Indonesia
Indonesia it is Java
Java is Bogor
Bung Karno dalam amanah
Cinta, sastra dan sejarah

HR RoS
Jakarta, 080118



AFORISME MARHAENIS
Romy Sastra


Relief batu hitam
Di samping nisan
Pada makam Bung Karno
Aksara epitaf seperti magnet menyeret
Bukan sekadar ornamen monumen
Tapi ada kekuatan magic membisik
Kutitipkan negeri ini padamu
Jaga sampai mati

Aforisme itu lahir dari alam
Tuhan titipkan jiwa pemimpin di pundakmu
Kau rangkul marhaen
Tanamkan satu bibit di dadanya
Negeri ini berbunga
Dipupuk dari ideologi Pancasila
Jangan layu dihembus pawana
Tegarlah
Bhinneka Tunggal Ika

HR RoS
Jakarta, 070118



RINDUKU KARAM
Romy Sastra


aku larung napas dalam rentak tak terpijak
bergetar nadiku, iringi puji-puji tasbih
kuhimpun sami' kukulum kalam
hentikan hayatan nafs sesak tak perduli
melebur ke ruang sukma diri
terbuka jendela bashiran
kututup lubang dunia, mati di dalam rasa

aku larung napas dalam rentak tak terpijak
bergetar seluruh tubuhku, jauhh rindu kupacu
berlayar di dalam jiwa, tubuhku diam
tatapan tak lagi bayangan
noda-noda cinta berhamburan yang melekat di kulit ari keraguan iman, berganti dengan nada-nada cinta mengasyikan

aku larung napas dalam rentak tak terpijak
nafsuku tenggelam dan mati menuju haribaan ternyata telah bersemayamnya maha kekasih
bersentuhan tak teraba asyik berkasihan
rinduku karam pada kematian nafsu menemui hakiki
pertemuanku terdampar di istananing Ilahi,
menikmati jamuan surgawi
rinduku adalah Ia sendiri
mahabbah-Nya tiba, aku terpana dan sirna

HR RoS
Jakarta, 02,06,18



DIRI MENCARI DIRI
Romy Sastra


diri mencari diri di shaum ramadan
pada haus dan lapar bergelora nafsu menatap hidangan kekasih nan bermain di angan dari kekangan segala ingin pada pertarungan iman dan batin di siang hari
ternyata nikmatmu wahai si penggoda, hanya di batas tenggorokan saja

diri mencari diri di shaum ramadan
di mana jamuan terlezat itu berada?
aku cari di kantin-kantin, kujejaki kuliner trotoar pinggir jalan, ternyata tak satu pun yang mampu pesona kuliner itu membuat aku terpana, dahaga semakin parah

diri mencari diri di shaum ramadan
mengikuti jejak-jejak wali bersufi, pada kajian lelaku menahan nafsu sepanjang roh menyelimuti, tak mau menyentuh aroma nikmat sesaat menggoda, rasa itu hanya bermain di ujung lidah, lapar kian terasa

diri mencari diri di shaum ramadan
kala malam tenggelamkan layaran ke sukma mencari dian, tafakurku dicubit pedih oleh hening, tak lagi memikirkan nafsu, yang kupikirkan perjumpaan kerinduan, betapa lezatnya rindu telah terhidang di dalam perjamuan cinta dalam perjalanan menuju istana, bertakhtanya kemewahan tiada tara
aku malu pada batinku, ternyata kuliner terlezat itu adalah makrifatullah

HR RoS
Jkt, 310518



MENATAP CINTA DENGAN KHUSYUK
Romy Sastra


aku datangi saung mursyid ke tepian samudra
bertelanjang dada tak berkopiah
tuturnya guru dituruti
santri dungu manggut-manggut manut

diri yang bermusyafir
merenungi pasir di pesisir
bertaburan hikmah di segala pikir
jiwaku karam tak basah melainkan terpesona

meminta rahasia kunci kematian pada sabda
lubang dunia itu, di mana berada guru?
ia pejamkan netra tak bermantera lidah
melainkan takwa saja
ah, tak cukup petunjuk memasuki ranah

kudekap tubuh guru erat-erat
pituduhnya luruh pada selembar surat wasiat
akhirnya, satu-satu eja kalam dibuka
dia bisikkan rahasia gaib tentang hening
sukmaku fana bertahali
aku belajar mati

menatap cinta sekejap ke dalam tafakur
terpancar nur
benak-benak tersusun di baitul makmur
dengan jalan membunuh inderawi
membuka gerbang baitullah
duduk bersila bak budha menatap nirwana
tiada bermantera tak berkomat-kamit
yang diajarkan tuan guru dituruti
kubawa hanya secercah rasa
seketika gumpalan pelita hadirnya kejora
menerangi alam batin seperti lampu pesta
tercipta dari keheningan sesaat
pada jalan makrifat

aku dan nafsu itu
berpacu mengejar tempat tertinggi
pada kasta-kasta iman menggoda diri
ialah menatap kerlip sang maha mega
di puncak fana terhenti
menyimak yang sejati
ataukah labirin menyesatkan di balik tirai ilusi

segala nafsu lelah terbakar sirna
di keheningan malam di wajah wujudullah
indah kerlip cinta bertaburan cahaya

aku dan diriku bertakhali rahsi
membunuh hasrat doa
tiada yang kupinta
selain ingin menatapnya saja
bahwa sesungguhnya Dia masih ada
aku memeluk laisa kamiselihi
padahal awas-Nya sedari dulu Hu memelukku
pada janji yang tak pernah diingkari-Nya
bahwa jiwa ini tak berjarak dengan Maha

aku haru,
dosa-dosa itu seakan berguguran
tubuhku runtuh bergemetaran
pada terjawabnya asholatu daimullah
semoga itu pertanda ibadahku diterima
innallaha latukhliful mii'aad
dalam khyusuk yang klimaks, bertajali
aku dan diriku lebur dan mati
fana menyentuh maha rasa
bersatu padu, yang ada hanya Dia

HR RoS
Jakarta, 27,05,2018



NEGERI SERIBU RAJA TAK BERISTANA
Romy Sastra

pusaka tua limpapeh rumah nan gadang
berselendang kasih sayang
mengapit
nan sembilan ruang,
ditingkah ayun tarian indang
semarak ranah minang tempo dulu
dalam tatanan bunda yang tersayang
lestari dalam kearifan zaman

rumah tua,
lapuk dimakan rayap
runtuh dimakan masa
adatnya terpatri sampai mati

seribu raja di negeri kami
hanya memiliki satu istana, ialah janji
tak bersinggasana mewah melainkan amanah tirani
dari penghulu raja bertongkat sakti
dengan satu tunjuk patuhi
pada isyarat panji dalam adat
elok budi kaum dalam titah dituruti
adat bersandi alur, alur bersandi patut
moto aturan bermula

tuanku ulama nan sakti,
menitipkan suluh pada generasi
selaras alam ranah minang dengan pelita
terangi umat dengan akidah tauhid
berdendang kasih sayang
adat bersandi syarak
syarak bersandi kitabullah

Umara nan cerdik pandai penata nagari,
maju bersama
penghulu perisai adat
ulama pembimbing budi
duduk se-iya sekata
melalui musyawarah mencapai mufakat
bak tiga tungku bergandeng tangan
sejarangan,
memasak tanak nasi dari jerih payah petani

bundo kanduang bersiul meminta angin
dari pesawahan hingga ke halaman rumah
bahwa dewi sri telah menari melambai
benih-benih nan disemai 'kan dipanen
sang dewi bersama peri cantik
si gadis pingit
belajar memegang nampan ayunan padi

peri yang terpingit di sembilan ruang
bertilam manja diasuh pituah di malam hari
cikal bakal penyimpan selendang lusuh
pada limpapeh rumah nan gadang

anak kanduang sibiran tulang
pelepas dahaga ayah bunda
jikalau besar nanti
peganglah amanah suci, hormati tuah tiga tungku sejarangan itu
biar tak binasa generasi dalam globalisasi

generasi muda,
otot kawat bertulang besi
berpikiran maju, pelita nagari
pegang erat-erat panji-panji adat
yang dikibarkan, semenjak Datuk Ketemenggungan dan datuk Perpatih Nan Sebatang, berkelana turun dari gunung merapai
datang menitipkan pusaka adat
dari babat alas sampai akhirat nanti

berdamailah bersama risalah
dalam filosofi ranah di tungku perapian
alamat hidup dalam adat tak bersilang sengketa
jaya bersama kemajuan teknologi
walau cabaran maruah selalu menghampiri datang silih berganti
di negeri seribu raja tak beristana
tetap berjaya tunduk pada pituah tetua
sepanjang adat tak tergerus oleh masa
di tepian bunda ranah minang nan tercinta

HR RoS
Jakarta, 240518
Di rumah gadang Abg Kuyut Iyut Fitra
Payakumbuh, 020518




TUHAN MAHA NYATA
Romy Sastra


Tuhan
tidak tidur
Ia melihat segala yang nyata dan ghaib
tak pernah ngantuk
sekejap tertidur lebur yang ada
raib seketika

Tuhan
tidak pernah makan
Ia bukan makhluk
padahal Ia lapar dan haus ingin disapa
Khalik, sumber nutrisi lahir dan batin
sesiapa yang ingin menyapa
maka datangilah
Ia dahaga ingin dikenal makrifatullah

Tuhan
Ia nyata dan tersembunyi
berwujud tak merupa
tersembunyi di pikiran yang dungu
nyata ada di hadapan yang merindu
di dalam jiwa dan dunia

Tuhan
Ia bukan alam mayapada
bukan benda
bukan juga cahaya
Ia Dzat Awas menyelimuti segala yang ada

Maka,
sadari rasa
Tuhan itu bersemayam di jiwa-jiwa yang peka

HR RoS
Jkt,240518



HUJAN TAK PERNAH SALAH
Romy Sastra


karena siklus semusim wajah iklim tersenyum
semestinya, berbahagialah bunga
jangan sesali tetesan menyirami sesaat
bumi gersang inginkan hujan basahi alam
sedangkan badai melanda akar cabari
kenapa bunga layu mengundang rusuh?

karena siklus semusim wajah iklim meranum
tentang hati nan rindu pada dekapan syahdu
jangan tangisi kepergian bayangan
yang pergi tak kembali lagi
bunga nan tumbuh diserang benalu
tak mungkin mekar lagi di taman hati

karena siklus semusim wajah iklim dingin
jangan bermain sayang pada kenang
ketika layaran tak lagi berlabuh
awan titipkan hujan membanjiri
gelombang menghadang perahu
aku karam dan mati
larungkan saja nisanku pada riak
biarkan pantai mewangi kembang setaman
ambai-ambai jadi bangkai dikubur sunyi

rindumu padamkan saja jika tak lagi ada rasa
jangan bermain di pantai fatamorgana
petikan memori kita biarkan terkunci mati
jangan tangisi takdir terjadi
relakan sebait doa kirimkan ke misteri
izinkan aku kekasih mendayung bahtera
berlayar bersama ilahi ....

HR RoS
Jakarta 110618



JIHAD SANG MUSAFIR
Romy Sastra


Tentang Ramadan yang diimpikan para insan
Kerinduan menumpuk di dalam jiwa
Musafir bertakwa, menyerahkan roda nasib
Memohon fitrah karena dosa
Memupuk rasa tauhid di setiap ibadah

Tentang Ramadan yang didamba
Amal-amal dipacu di setiap doa
Kala malam bermandi tangis
Musafir iktikaj lirih berharap maghfirah
Gugur segala noda, lahir kembali seperti bayi

Tentang Ramadan yang diinginkan
Jihad dikumandangkan bagi yang beriman
Musafir sampai di penghujung jalan
Hari raya tiba
Menyerahkan cinta di atas sajadah

Tentang Ramadan menyambut kemenangan
Setiap kehidupan tunduk pada Tuhan
Takbir tahlil tahmid dikumandangkan
Lautan syukur berhamburan, alam bergembira
Segala ciptaan bertasbih pada-Nya

HR RoS
Jakarta, 300518



EVALUASI BATIN
Romy Sastra


menyingkap tirai bangkai
berbau busuk di ruang hati
di batin ada hijab terperangkap
mencoba berjalan di tengah kampung
rela menelanjangi diri
pukullah tubuhku kawan
aku tak canggung
bakar saja dengan cercaan
dadaku tak peduli tikaman belati

dan aku terus berlari tak beralas kaki
tusuklah duri hingga telapakku bernanah
rela dibakar terik tak bercaping
ubunku mendidih,
mencari keteguhan batin
mencari ketenangan hidup
mencari kedamaian di dalam kematian

jika sudi
berikan aku payung
jalan ini masih jauh kutempuh
ragaku kehujanan tanpa perlindungan
pinjamkan aku selimut gigil kedinginan

pada anak-anak recehan kutebarkan
pada harta penggoda kuzakatkan
pada shaum kufitrahkan
pada solat kumakrifatkan
pada doa-doa kukhusyukan
pada kerabat senyuman kumekarkan
pada kenangan kusimpan rapi
pada aib kukurung di peti mati
lalu, cinta kutawarkan di sepanjang jalan
kasih sayang kupupuk di setiap hidangan

mereka bersorak hingga terbahak-bahak
telah memandang hina sebelah mata
pulanglah hai orang gila!
malumu sudah tidak ada
tempatmu si sinting di balik pintu!
jangan buat onar rumah kami mewah

lalu si sinting dalam pengembaraan cinta,
mendengar satu bisikan turun dari langit
malaikat uluk salam, berpesan:
duhai si sinting yang telah fitrah
bidadari-bidadari surga tergoda dengan jiwamu
parasmu indah telah berselimut sutra
mereka ingin melamarmu
duhai si bangsat yang tobat
anggur yang dulu kau teguk mabuk
telah kau tukar dengan tuak ilahi
tuhanmu tersenyum memandang kau gila
gila dari perjalanan mati tentang duniawi
baru saja kau jelang
kau pulang bertandang di ujung ramadan
hingga takbir berkumandang tak henti-henti
fitri wujud surgawi kau sandang kini

HR RoS
Ngawi 150618



SANG PEDANG MALAM
Karya Romy Sastra


Al fatih sang penakluk
derap langkah kudanya di medan tempur
terdengar rasulullah sebelum dia ada
pemuda nan gagah strategi perang
dengan sebilah pedang tauhid
di ujung-ujung malam bertahajud

Mehmed sang pembebas Konstantinopel
imperium Byzantium
sebaik-baiknya panglima di medan laga
Ia adalah sang suhud dengan jihad
mengekang kemewahan nafsu dunia
tak sekalipun alpa meninggalkan ibadah
tak sekalipun lalai mengasah cinta
dari pedang malam dengan doa
kepada maha raja penguasa semesta

Al fatih, dimana engkau kini
umat rindu kelahiran Al fatih berikutnya
sebagai sosok pembebas
pembawa kedamaian umat di dunia
Al-mahdi raja yang adil
Al-masih panglima yang dinanti
menumpas dajjal-dajjal yang bertahta di jalanan ....

HR RoS
Jakarta , 26102016



HIMNE RINDU
Oleh Romy Sastra


desah desau zikir mengalun syahdu
rentak napas membuncah kalbu
bibir diam perigi merindu
jatuh kecupan ke telaga kasih
yang di rindu serasa jauh
mencari maha kekasih yang bersemayam
tenggelam dalam hayalan
sesungguhnya Ia ada bersama diri

seperti kepiluan Adam mencari Hawa
terpisah karena dosa
siang malam merintih dan berdoa
di mana engkau kini
lara sudah jiwa ini berkawan sepi
bertahun-tahun mencarimu
namun dikau tak jua kutemui
aku rindu serindu-rindunya wahai kekasih

telah kulafaz doa berjuta kali
tak mengenal siang dan malam
pendakian kian tinggi
perjalanan semakin tandus
haus sudah rasa ini akan rindu
anggur yang kau tuang dulu memabukkanku
sampai kini aku dahaga rasa cinta
surga mengutukku alam pun bisu

berlari tak terpijak bumi
mendaki pendakian tak bergurun
menurun ke jurang terjal tak ada jalan
semua arah datar
yang dicari telah diberi
sayangnya diri tak menyadari
mahanya pemberian Illahi
dalam hidup ini

HR RoS
Jakarta 25102016



ABU-ABU NEGERIKU
Karya Romy Sastra


kabut bersama pelita
hanya terangi bilik saja
tak menerangi mayapada
di desa, lumbung sumber daya alam
telah teruk tak ada harga
nyaris mereka bunuh diri
mati bersama se-isi kebunnya

kabut bersama mentari
terik tertutup gedung tinggi
di tengah perkotaan
para penghuni, borjou bersuka cita
masa bodo derita di sana

abu-abu negeriku
para pemimpin berlomba pencitraan
di sisi lain korupsi kian merajalela
genderang perang di tabuh
lawan penistaan bangsa
ironis, aset bangsa di jual murah

dulu anak desa
hidup dengan getah karet dan sawit
kini anak desa
hidup dengan derita kian menjerit
berteriak, ooooiiiii ....
kapan harga karet dinaikkan
sudah tulikah di sana?
sedangkan ban sepeda harganya melangit

bedebah, abu-abu negeriku
jeritan rakyatnya,
bak lolongan serigala di malam buta
jangan salahkan penghuni rimba merajalela di jalanan suatu masa

abu-abu negeriku
mana manusia setengah dewa itu
yang mampu merubah nasib rakyatnya
dengan kesaktian janji manis

"aahh lelah .... figur seribu janji,
negeri ini kaya
di mangsa maling-maling berdasi ....

HR RoS
Jakarta, 24102016



SEPERTI BISU BERMIMPI
By Romy Sastra


lamunan diri dibisikan tutur bisu
dengan aksara yang tak meng-eja
berbisik seperti dalam mimpi
melekat tutur ke daun telinga
tak jua tahu makna rasa

mengartikan sendiri dengan teliti
semakin tak mengerti yang di-eja
makna aksara bisu terpana dungu
kerdip kening semakin tak menentu

berlalu tinggalkan sepi
mengayuh biduk jauh melaju
menuju samudera biru
bercerita bersama ombak
dinyanyikan sejuta bahasa riak
tak terasa pendayung patah
telah rapuh digilas waktu
kemana arah kan dituju, bingung sudah

pasrah pada takdir
berharap pelayaran kembali ke darat
akhirnya takdir menentukan keselamatan
sesampai di tepian
telah kembali ke pantai
jejaki pasir mengitari bibir pantai
gemulai langkah bercampur aduk
dengan galian ambai-ambai
jejak langkah tergerus riak malangnya nasib tak terurai

"Aahh ... berharap,
jejak kaki kokoh melukis tarian diri
berkicaunya sriti dan camar menari bernyanyi menghalau sepi
tak jua mampu mengusir sedih

"uuuhhh ...
ombak pantai kian melabuh gemuruh
jiwa yang telah resah semakin rusuh
berteriak sejadi-jadinya
sang kicauan akhirnya terbang menjauh
berlalu jauh dan jauuuhh
ke pulau yang tak berpenunggu

menggenggam setitik riak laut
kukecup
berharap dahagaku lebur
asin itu terasa madu

mencoba menanam bunga di jambangan
disiram rintik gerimis malam
pagi kulirik
bunga di jambangan hati
layu sebelum berkembang

"aahhh ... bunga di taman hati
tanah tandus gersang bermain hari
berguru kepada tegarnya ilalang
hidup di bumi kering terbakar api
ilalang tak tersiram embun
tetap siklus tunas muda berpucuk silih berganti

aku sang pemerhati mimpi
mencoba menterjemahkan arti
akankah mawar beduri
mampu mengikrar noktah
berkawan merpati merengkuh janji
pada larik puisi ini mengetuk rasa cinta
pada sesiapa yang merasa tak bisu ....

HR RoS
Jakarta, 23-10-2015, 09,02



NUSANTARA BERISTANA HANTU
Karya: Romy Sastra


"Kemaren bumi cerah,
tiba-tiba berwajah murung
suram,
sang surya seakan malu
menampakkan terik di tanah ini
menyinari alam mayapada
nusantara berkabut di dinding hari
berkoloni misteri, seakan kiamat hampir tiba.

"Kabut ... kau kini napasku,
kau ajarkan ilalang melihat mentari
pada wajah resah gelapannya pertiwi
apakah kiasan itu?
pertanda makna yang tersirat
mata hati insani telah buta,
memandang cahaya Illahi,
pada gelapnya kearifan budi
yang menghias religi dan nurani.

"Uuhh ... entahlah, aku juga tertanya?"
Yang jelas kini,
nusantara tertutup kabut
dari bisnis yang serakah,
di negeri khatulistiwa.

Kutengadahkan tatapan ke ruang angkasa
di sini,
ladang sawah kami terhampar
jauh mata memandang
melirik ke dinding bukit
melayang pandang ke samudera biru
gelap sudah.

Di sana,
perkantoran menjulang tinggi
asri dan mewah wajah metropolitan.

Birokrasi di meja penguasa tumpang tindih bersama pengusaha
saling tuduh menuduh siapa? mengapa hutan pertiwi terbakar?
semuanya pengkhianat bungkam tertutup oleh penjilat ....

HR RoS
Jakarta, 23-10-2015, 09,02




RUANG ITU TELAH GELAP


Potret khatulistiwa
bak peninggalan negeri Inca tak berpenghuni
nusantara berkabut misteri
seperti beristana hantu di setiap hari.

Nusantara ini kaya
tapi penghuninya lara ozon parah berkabut
di cipta oleh tangan-tangan serakah.

Kekuasaan di beli,
segelintir oknum dan perwira
seperti bermain petak umpet
bangsat sialan persetan,
sumpah serapah anak bangsa
dan negeri sebelah
tak lagi di dengar oleh pengusaha.

"Di sini ..., ditanah ini.
Mereka merintih santun,
aku ini lara!"
tak jua di dengar oleh para penguasa yang bertopeng Dewa
seperti terlelap sudah di istana Alenka.

Wahai para punggawa bangsa
kau berserakkan di mana-mana
perisai pertiwi dari Sabang sampai Merauke
bangkitlah!!"

"Uuuuuuuhhhhhhh ....
Ketika pesta seremonial
berbaris sesaat
komando sigap
punggawa loreng di lepas
dari barak berkendaraan tank baja berpuluh ribu di keramaian kota.

Bila nasib nusantara berpesta derita
terjajah oleh keserakahan segelintir pengusaha
sipunggawa loreng bersembunyi dimana??"

Wacana intrik komando bela negara
santer di dengungkan
mau di bawa kemana potensi intrik itu?
lihat di depanmata,
musuh nyata telah menyesakan dada
tak kau gubris.

"Hai loreng ..."
kau perisai negeri,
ketika ibu pertiwi terbakar
air mata anak bangsa menitis
kau seakan buta dan tuli
hanya di lepas seratus lebih saja
beralasan tunggu komando dari raja.

Mmmm ....
para ahli peneliti belajar sebagai eksperimen
tak jua menuntun jalan terangi kegelapan
hanya solusi ke-ilmuan basa-basi saja.

"Di mana tanggung jawabmu kini?
Wahai ... (......)
Yang duduk di kursi empuk
di dalam istana-istana megah
kinerjamu, seakan menatap bisu
ke dinding putih
terpukau indahnya lentera mewah
tak sadar diri,
figura potret wayang itu
mengintip mencibir yang berdasi
nan duduk santun telah dungu
seakan tak bermaruah.

Mana janjimu tuan?
amanah di pundakmu tak dilaksanakan"
janji kemakmuran dalam orasi pemilu
dulu kau dengung-dengungkan
mmmmm,
kini jabatan itu telah kau sandang
kinerja seakan berwibawa pontang-panting
bergeleriya hanya intrik sesaat saja.

Olalaaa ....

Aku cerobong tinta dalam seni
penyambung lidah derita rakyatnya.

Berorasi,
mengetuk nurani yang telah dungu
bangkitlah kau putra-putri pertiwi
yang berkompetisi dengan ikrar nurani
jerat saja para bedebah negeri ini ....

HR RoS
Jakarta, 23-10-2015, 15, 02



DERITA BORNEO, DAN SWARNADWIPA
Karya Romy Sastra


Swarnadwipa lara
Borneo pun tersiksa
duh,
rupa bumi itu kini
gersang,
bak Hiroshima dan Nagasaki.

Negeri Swarnadwipa tanah emas
borneo kayu wangi hutannya napas dunia
nasibmu kini telah tandus,
terjajah oleh kolonialis
pengusaha monster duniawi yang serakah.

Nusantara ini
seperti negeri di atas angin
diapit belahan benua dan samudera
tanah Syurgawi yang menjelma.

Polusi negeri ini telah miris
co2nya menyesakkan dada
duh, tanah pertiwi itu.
Daratan Sabah
Semenanjung Malaysia
Brunei dan Singapura
berkenduri atmosfir kumuh.

Atmosfir berkabut buruk
kenduri asap teruk bak azab menghantui,
jauh tatapan kelangit biru
mata seakan tertutup debu
jerebu menjadi nasib napas itu.

Ini negeri di atas angin
telah termisteri seperti penunggu makhluk jadi-jadian
ketika halilintar menggelegar
kilatan menyambar tak berhujan
bak Rahwana turun dari khayangan
menerkam mayapada.

Atmosfir bersiklus sadis
tanah Syailendra dan Kutai kartanegara
terjajah
oleh keserakahan si kaya
yang tak bermaruah ....

HR RoS
Jakarta, 01-11-2015
Nusantara dalam derita asap setiap tahun



ISTISQO TADAH HUJAN ITU
Karya Romy Sastra


Pagi ini sekejap berubah dari biasanya
gersang halaman rumah telah berlalu
lamunan pagiku,
berharap basahi alam kehidupan ini.

"Oooo ... daku duduk bersama malam, diam.
Mataku terpejam,
terlelap dalam angan yang merisaukan
miris, gerimis hari tak menitis lagi.

Dikala malam sunyi
sang malam bernyanyi sedih
tetiba awan berkoloni
bayu berbisik lirih
malam bernapas dalam kelam
butir-butir perlahan mengalir deras
dari dahaga panjang yang menjerit.

Jarum jam dunia berputar
takdir siklus azali mengucur rahmat illahi
dari kinanti istisqo doa-doa hati.

Berlalulah kau kabut
terbang menjauh ke atmosfir tinggi
mendunglah kau hari seketika
hujankan bumi ini.

Isi bumi swarnadwipa kini lara
rumput pun telah mati
tangkai-tangkai nan berputik layu
daun-daun berguguran jatuh ke bumi
urat-urat kehidupan tak lagi menjalar
tak kuat mencakar gersang.

Aku tadahkan doa ini pada-Mu ya Rabbi
turunkan rahmat-Mu kembali
hujankan alam ini sore nanti
semoga dedaunan riang bersama embun
biarkan hamba dan tumbuhan itu
hidup seribu tahun lagi.

Doa-doa yang terungkap
dalam iman
gersang mayapada ditingkah gelombang zaman
dari perubahan iklim yang merisaukan ....

HR RoS
Jakarta, 311016



MERETAS RINDU SENJA
Karya Romy Sastra


Menyulam bayangan senja
dengan tinta maya
pupuh syair kasih
kidungkan nada-nada syahdu.

Merajut rona pijar
melukis malam
berlalunya sang fajar
menyambut gemintang nan terang.

Berputiknya lentera malam
di taman kerinduan
tarian kunang-kunang berkeliaran
pelita menggantung di tiang jalanan
sinari kelam
dari temaran rindu tak berkesudahan.

Mencoba melarung rindu
diambang senja yang telah berlalu
meretas rindu malam
menuai lorong-lorong mimpi
yang singgah di hati.

"Aahh,
mengembara melacak mencari jejak
mengusir resah dalam kisah
memupuk kedewasaan dalam kearifan diri
setumpuk hayal
memandu kesetiaan hati.

Budi selalu mencabari minda resah
padahal,
setia itu tak pernah lelah.

Sentuhlah rasaku
kau kan kubingkai dalam figura indah
yang menghiasi kisah di dinding hati
sepanjang hari.

Senja telah berlalu
kugores tinta puisi ini ke pos maya
menyapa kasih dalam peraduan malam
biarkan siang ini jadi sinopsis hari.

Aku yang merindu di sudut senja
menghias malam yang kian kelam
semoga rindu ini
kunikmati dalam diam
yang kurindu bayang-bayang nan berlalu
meski yang dirindukan tak lagi berkenyataan.

HR RoS
Jakarta, 29-10-2015, 19,25



TANGISAN LAPAR DI PAGI HARI
Karya: Romy Sastra


Susu tak terbeli
rengek tangis bocah mengiris hati
bunda berduka hiba
dari jeratan hidup menjerit setiap hari
air jiwanya tandus sudah terbiasa ditingkah lara
dari kelaparan sikecil tumbuh remaja.

Bayi menangis tak karuan
seakan tak tahu apa yang diperbuat
air matanya kering dalam tangisan
bak lolongan sang kidung malam
yang tak kenampakan.

Siklus,
hujan pagi tak jua reda
dari curah semalam yang mencekam
bumi ini tak lagi gersang
tapi kenapa tanahnya tandus tak lagi menyuburkan
tanaman ubi di pelataran taman
yang dinanti telah mati digerogoti kegersangan nasib
tak mau bangkit lagi.

"Ooohhh,
sikecil lapar di kepagian hari
terlelap kembali dalam buaian
bunda,
menatap tungku perapian
air telah mendidih
yang di masak tetap sayuran angan.

"Duh,
nasib sibayi digendong kedukaan,
lelaplah nak!
Tunggulah ayahmu pulang membawa bingkisan
ayah dalam perjalanan malam di pelayaran.

Tangisanmu memancing rasa hiba ibu
tak mau jauh dari ayahmu
meski nasib ini takkan pernah berlalu
ibu kan selalu menunggu ayahmu pulang
membawa setitik harapan
demi menghalau perut yang menjerit kemiskinan ....

HR RoS
Jakarta, 29-10-2015, 07,53



TINTA RELIGI SENJA
Karya Romy Sastra


tarian tinta senja menulis syair
duduk tafakur mengeja pikir
siklus laju napas dalam zikir
hening menyulam aksara tak ber-huruf
duduk diam sukma terbang tinggi
bak kupu-kupu meninggalkan kepompong
terbang mencari setangkai bunga
mengisap madu

tarian madah memandu rasa rindu
sedu-sedan sebait doa mengubur pilu
menanti malam berpelita rembulan
cermin cinta yang selalu terlupakan
bukan sebatas hayal, yang dipikirkan

senja itu,
kaki langit menghias kabut
buliran warna lembayung seakan malu
kelam kian kelam merona banyu
para gembala senja memelas domba
seruling syahdu menuai rindu
diri yang telah jauh termangu
duduk di ujung senja kala itu
pasrah dalam doa
mengetuk suratan berbuah manis
dengan doa alur ilir tercurahkan kedamaian

wahai para pencinta surga
bangkitlah dari lamunanmu
kembalilah ke pondok kiyai penjara suci
songsong pelita obor memandu santri
berlari kecil ke surau mengejar pelita illahi
biar resah itu
perlahan menjauh pergi

HR RoS
Jakarta 28102016



NYANYIAN MALAM NAN BISU
Oleh Romy Sastra


kala malam
membuncah
kerinduan

nyanyian kasih
lirih sedih
dalam angan

dinginnya malam
bersama hembusan

biola sang bunian
sunyi tak bernada

mencekam
menakutkanku

gesekkan dedaunan
perlahan luruh
berjatuhan

nyanyian malam
nan bisu
semakin bisu

kisah yang hampir padam
tenggelam ke dalam
sipnosis satu malam

HR RoS
Jakarta, 02112016



RINDU-RINDU MIMPI
Karya Romy Sastra


Merintih berjalan tertatih sedih
kuterpaku di tengah padang yang sunyi
lirih menatap bianglala senja
nan merona indah.

Bertanya sendiri,
adakah purnama malan ini berpelita indah
tak merupa seperti yang di rasa.
"Aahh, sedih,
kabut rindu berkoloni dalam mimpi.

Menengadah menatap cakrawala jingga
berharap senja ini menitiskan rinai
biar luka yang tak berdarah ini terobati
damai bersama kisi-kisi yang tersisih.

"Duhh ... isak tangis ini, berhentilah!"
bulir-bulir yang menitis di pipi
redalah ....

Berdiri bersama bayangan diri
terdampar lara di senja yang merona
mencoba bertanya,
kepada sang surya yang mulai redup
adakah goresan sang malam melodikan nada-nada alam nan menghibur
biar nyanyian sang bunian tak memandu.

"Oohh .... rindu,
telah aku titipkan selimut kasih
kugenggam kini
dan aku persembahkan pada noktah cinta
menyemai kemesraan di taman memori
manakala rindu ini suatu masa kunyatakan
bergandeng seiring jalan dalam genggaman.

Sayangnya,
cabaran minda mengiringi laranya hati
hingga kerinduan yang disulam dikebiri
padahal,
pelita senja itu selalu kunyalakan
meski hidupmu berkilauan bertabur bintang
yang dikau pantas tuk disayangi.

Seiring tanya dalam bait-bait doa
aku hantarkan ibadah nan rela dalam cinta
lewat sajadah mendekap bayanganmu.

Cinta,
di mana kau kini berada
aku mencarimu di ujung lamunan
tak pernah kujumpa sebuah realita
padahal rupamu membayang
seakan menitip rindu ke angin lalu
rasa ini selalu kudekap
ilusi berbisik lirih
yang kurindu tak kan pernah kumiliki.

Lamunan senja
semakin jauh tinggalkan hayal diri
apakah paranoid rindu
telah menjadi bayanganku
pada rindu sinopsis malam
dalam bayangan sebuah mimpi ....

HR RoS
Jakarta, 02112016



DOA PUISIKU
By Romy Sastra


"Ya ... Rabb,
panggilan suara adzan itu
menggetarkan jiwaku
iramanya merdu
mengguncangkan kalbu.

Engkau ciptakan langit dan bumi
beserta kedua se-isinya
semuanya bertasbih memuji-Mu
semuanya sholat ke hadirat-Mu.

"Uuuhhhh ...
kenapa keningku ini
enggan sujud ke sajadah lusuh itu
Ya Rabb,
jangan ambil nyawa ini
sebelum hamba menemui-Mu.

Dosa ini sudah berceceran
Seakan tiada tempat lagi di badan
tertumpah membuih bak riak di lautan.

Ya Rabb,
hamba yakin
ampunanmu jauh lebih besar
dari samudera membentang
bahkan dari arsy sekalipun
maka,
ampunilah dosa-dosa hamba ya Allah.

Telah jauh kaki ini melangkah
meninggalkan arah
hamba takut murka-Mu Tuhan.

Saat ini,
izinkan rasa syukurku
menghiba pilu
teringat semua pemberian-Mu
tiada kurang sedikitpun rahmat itu
terimalah doa puisiku
genggamlah jiwa ini selalu.

Dalam helaan napas-napas tasbih
yang tersisa ini,
tak kusadari, helaan itu memuji-Mu
tasbih yang tiada henti
ia adalah sholat jatiku.

Kudatangi Engkau di setiap tarikh napas
rentak sopan beraturan jejak iman
bermusafir dari pagi hingga petang
ke senja, hingga malam tiba
sampai bertamu fajar dan sang surya
terimalah pertemuan helaan napas itu ya Rabb.

Itulah modal sujud hamba
sebagai bakti pada-Mu
meski kening ini lalai tersungkur
terimalah persembahan syair doaku.
"Ya Allah ... Ya Mujibbu ....

HR RoS
Jakarta, 06112016



ELEGI SENJA
By Romy Sastra


Belajar memahami diam
diam memendam rasa percuma
terlalu jauh garis pantai petang
jurang-jurang terjal membayangi langkah
langkah terhenti
di balik batu karang berpasir putih.

Sendiri dalam diam
memandangi kesunyian
Siluet nan hampir tenggelam
kirimkan kabar lewat pelangi
semoga kedamaian alam ini
bersahaja di beranda jiwa insani
memahami derap langkah kehidupan
nan kian gersang.

Dalam diksi senja menyendiri
menyalakan pelita dunia lewat tinta
sinari hati nan resah menghalau mimpi
kicauan camar hadirlah menghibur sepi.

Surya menerangi alam nan mendung
biar kehidupan dunia bersahaja dalam cinta
meski dalam diam
sang biola malam menuai rasa kecewa
tak senada gesekkan dengan nyanyian.

"Yaaaa ... pada suatu masa
siklus pelangi berganti lembayung
menari pada riak
bernyanyi sang nahkoda di dermaga senja.

Dermaga masih tetap berdiri di sana
menyambut gita hari
mengiringi simponi hati dalam doa
meskipun gelombang memandu jauh
jauh ke samudera biru
menyisakan buih di pantai nan sepi.

Tatapan harap terperap menatap pekat
yang selalu berarak linglungkan bayangan
cabaran itu tetaplah didekap
membuktikan kesejatian
merengkuh keinginan ....

HR RoS
Jakarta, 06112016



POTRET TOPENG
By Romy Sastra


Bukan aku dan realitaku yang sebenarnya.
Ia isyarat,
guratan potret dalam aspek kehidupan
sisi hari manusia tanpa disadari
apa adanya.

Sebelah mata memandang
terkesan hina
itulah kehidupan dalam kasta.

Bahkan kesombongan diri
tidak siap sama sekali
mengakuinya
syukurlah dikau selalu merasa sempurna ....

HR RoS
Jakarta, 05112016



BUNGA BERANDA SENJA
Oleh Romy Sastra


Sang gita dari balik jendela
menghantarkan syair-syair cinta
Juwita menyapa rindu
mencium kelopak bunga senja.

Kupu-kupu petang,
menari riang bersama bianglala
kumbang-kumbang jantan
mengiringi tarian dalam rayuan
pesonakan nyanyian asmaradana
pada tenggelamnya masa senja hampir tiba.

Sang Juwita masih berpeluh resah
menjajakan niaga di depan rumah
butir-butir peluh asa bercucuran
di sekujur badan
menyulam impian
dikau Juwita paras nan cantik
di balik tudung berwajah Humairah.

Sepasang mata bola melirik dari Jakarta
dengan sapaan manja
menggenggam senja sebait doa
teruntuk sang Juwita berjubah Srikandi
menyemai masa depan dengan senyuman
menanti figur sang iman
memandu jalan surgawi.

Lambaian bunga kertas di beranda rumah
indah bermekaran
menghias tatapan sianak dara
kabus-kabus menyeruak di seantero taman
ditingkah siklus jerebu rindu
rindu di balik jendela itu.

"Duhhhh ... di beranda pada suatu senja,
kusapa cinta lewat madah
menatap Juwita malam dengan asmara.

Sang gita berharap,
meminta senyuman mesra
dalam ayat-ayat cinta
setia dalam satu hati hingga ke ujung nyawa.

Kala malam tiba,
mimpi-mimpi bersanding dalam tidur
meski rasa itu dalam impian semu
berharap nikmatnya kecupan kekasih
walau itu hanya sebuah ilusi
ia sesuatu yang dinanti dari larik-larik puisi ...
.
HR RoS
Jakarta, 05-11-2015, 16,54



DARI HATI MENGINTIP NURANI
Karya Romy Sastra


Duduk bersila
menghitung jalan rotasi jari
ketika riyaddoh menggenggam tasbih
hening berkawan lafaz
tenggelam kedalam sunyi
dari hati mengintip nurani.

Duduk tafakur
langit-langit pat kulipat
merapat mengekang syahwat.

Cahaya-cahaya pengoda menyapa cinta
religi cinta Illahi
cabarin kemilau semu
semu dari nafsu-nafsu itu.

Laju napas bergulir santun
keluar masuk mencipta hikmah
hikmah penawar resah.

Asyik fana dalam diri
laju kalam memandu perjalanan
menyimak aksara rasa ke dinding mihrab hati
hentakkan dalam diam,
bak kuda sembrani
terbang membumbung tinggi.

Dalam perjalanan hati mencapai makam
makam alam diri.

Dari hati mengintip nurani
nurani diri berjubah budi
anugerah insani rahman rahim kekasih
bak kemilau lembayung teduh
bening indah memukau silau
sejuk tak tersentuh menyatu.

Dalam diri
asyik khusyuk membulir rindu
rindu kepada sang kekasih itu ....

HR RoS
Jakarta, 04,11,2015, 18,43



JENG, JENI TERTIPU CASSING HANDPHONE
karya Romy Sastra


Jeng memanggil si Jeni,
"Jeni ... sini kau!"

Iya Jeng, ada apa kau memanggilku?"
lihat ini Jeni, aku beli handphone baru ni.

Jeni menjawab,

handphone kamu yang lama di jual ya Jeng?

"Tidak ... ada kok.

"Loh ... mana handphonemu tu?"

Jeni semakin penasaran bertanya lagi?"
Jeng, bukankah handphone kamu yang lama warna hitam?

Iya, emang.

Apa ada kamu bawa sekarang kata si Jeni?"

Iya, aku bawa ni Jeni.

"Lo ... berarti hanphone kamu dua ya?
mana yang satu lagi?"

Si Jeng menjawab dengan santai,
ini dia yang aku pegang ini.

Sialan lu jeng," celoteh si Jeni,
handphone kamu di sulap jadi warna pink
cassingnya yang di ganti ya jeng?

hahahahahaaa, gelak si Jeng.

Iya Jeni,
spontan saja hati Jeni jengkel dibuatnya.

Emang warna handphoneku jadi dua
kalau aku bosan dengan warna pink ini,
aku ganti warna hitam lagi, hehe ....

Lirih jahilnya,
padahal aku tak punya duit
beli handphone baru
biar dinilai si Jeni itu,
aku banyak duit.
"Hehem ... belagunya aku.

Ah, aku tertipu ni,
gumam si Jeni.

Awas lu Jeng,"
gumam si Jeni dalam hati,
nanti aku kerjain juga kamu ....

HR RoS,
Jakarta , 08112016



RINTIHAN ZAMAN
Karya Romy Sastra


Goresan tinta senja
guratkan aksara rasa
melukis pigura jiwa

Siklus gersang
berganti musim hujan
roda kehidupan selalu dijalankan
namun nasib badan tetap saja menyedihkan

Tuhan,
aku sujudkan jiwa raga ini
kembali kepada-Mu
bukan aku meminta materi
melainkan semata-mata hanya mengabdi

Di sana,
lolongan kepedihan anak bangsa
tak lagi bersuara
seakan terbiasa dengan derita

Berjalannya peradaban rotasi kehidupan
kehidupan itu
dihantui kemiskinan yang tak berkesudahan

Raja dan punggawa serta abdi negara
figurnya seperti setengah Dewa
bersafari mewah berkuasa dalam tahta
tak lagi bisa di percaya

Sandiwara dunia semakin menggila
politik bak bom waktu
akan memicu perang saudara tiba-tiba

Akankah itu sebuah pertanda
ramalan Jayabaya menyapa nusantara
entahlah ....

Bertanya pada diri, tegarlah wahai hati
kehidupan ini kan terus berlanjut
ada masanya terhenti
ibarat jam dinding berputar mengiringi waktu

Dalam rintihan zaman anak negeri
di bawah bayang-bayang penguasa dan pengusaha

Di Desa,
nasib kehidupan para petualang alam
menyemai bibit berbuah tak berharga
ah, semakin kecewa saja ....

HR RoS
Jakarta, 08112016



MERPATI YANG TELAH PERGI INGIN KEMBALI
Karya Romy Sastra


Kau bagaikan jinak-jinak merpati
susah kutangkap
kuberlari dan terus berlari
mengejar jejak-jejak terbangmu
terbang tinggi jauh di awan

Kau terbang tinggi bernyanyi berdua
mesra di tangga hati yang lain
meliuk lambaikan sayapmu
di lingkaran pelangi indah itu

Kucoba mengukir pigura wajah cinta
dalam syair-syair yang menggoda
bercakap selalu
menyapa mesra
"haaiiii ... salam kenal cinta,
merpatimu terbang rendah

Jiwa nan tangguh luluh,
melirik seuntai senyum menyapa
ada apa dengan merpati yang telah pergi
akankah terbangmu kembali lagi
terbang ke sarangmu dulu
janganlah ....

Pada suatu ketika
tanya intrik senyum berbasa basi
bingkisan hati itu akhirnya menghampiri
aku menitip bait-bait memori
dalam coretan puisi
kau tersenyum kecut

Ketika telapak rela lambaikan pesona
terantuk sendu berikan tanda,
bahwa merpati itu
rela menjatuhkan sayapnya
penghias tari gemulaikan hatimu kembali

"Aahh .... aku pungut juga,
kuselipkan warna tinta di ujung sayapnya.
Bermadah,
kugubah syair menggelitik jiwa
untukmu kuberikan kidung rasa
tentang cinta bersemi kedua kali

Ketika genggaman
tak lagi lepas dari tangan
kau selalu menghadiahkan senyuman
dekapan bermanja mesra mempesona
aku terlena.

Merpati itu
telah hinggap di istana rasa, menggoda,
kau bersemilah cinta ....

HR RoS
Jakarta 13112016



TONGKAT TUA TELAH RAPUH
Karya Romy Sastra


"Ayahh ..."
perjalanan panjang telah kau lalui
berhentilah melangkah
duduk manislah di rumah
getir pahit manisnya kehidupan
jalan berliku menanjak menurun
terjal tandus berbatu kau tempuh

Kaki pecah melangkah di bawah terik mentari
demi memenuhi asa pelita tirani
nasi yang kami makan
dari peluh darahmu kami di besarkan

Ayahku,
impian tinggi menggebu
untuk buah hatimu
tegar berdiri dipaksa melangkah
tetap kau pintali benang merah hidup ini
berkaca diri berantai dengan masa lalu
bersama tiang-tiang lapuk terkubur sudah
meringis sedih di setiap letih
masa lalu yang telah bias
berlalu jauh meninggalkanmu
hilang ditelan masa, gagal dirundung duka

Kini,
putik-putik berbunga telah berbuah
kau masih saja tertatih payah dan lelah

Miris,
dikala senja menyapa
dada kau penuh menyeruak sebak
duduk di sudut rumah beranda tua
berpangku tongkat rapuh
diolok-olok cucu yang lugu

"Ah ... sedih,
nasi putih tak lagi berkuah
seduhan pagi tak lagi kau rasa
hanya asap putih mainan sepimu
kau linting dari jari jemarimu yang keriput

Ayaaahhh ...

Kau kini tak lagi tersenyum dengan dunia
bila malam tiba
air mata bercucuran
berbisik lirih menghiba
ya Allah,
sejahterakan jugalah anakku dimanapun ia berada
doamu masih tersisa

Getar-getar doamu
membangunkan sang penjaga malam
mengintip rintihan bunian lagi menyepi
kau menitipkan doa ke dalam misteri
memanggil anak yang tak pernah pulang
samudera mana yang ia arungi
batu dilempar arus tak beriak sampai kini gelombang tak jua menepi

Uuuhh,
seorang anak merantau
tinggalkan tumpah darah
tak pernah kembali lagi
usia senja telah meratap dalam cinta
meski ia kecewa
ayah, kau tetap sabar dalam doa

Duhaiii, mahkotaku yang telah hilang
entah kemana perginya
tak tahu kini di mana rimbanya
pulanglah nak!"
ayah menantimu di beranda senja ini
haruskah tanah merah kan kau temui nanti
wahai anakku ....

HR RoS
Jakarta, 13,11,2015, 08,42



DUALISME RINDU
Karya Romy Sastra


senja menyapa
garis batas samudera menepi
nun yang jauh di sana
melingkar tak berujung
sepi di pantai ini

bola mata dunia perlahan meredup
bulir-bulir lembayung hiasi pantai
senja kian berlalu

berdiri menatap pelangi
telah samar dari tatapan sunyi
menyusun jari jemari melingkari ubun
hening terpaku menuai rindu dunia
rindu nan kian membisu

berdiri
bertanya pada bayangan diri
sosok yang samar berbisik lewat hati
jawabannya lirih bak bisik misteri

wahai yang bodoh ini
harungi samudera jiwamu
kan kau dapatkan sejatinya rindu cahaya tenggelam itu kisi-kisi
siluet diri istananing hati

masuklah ke dalam goa rasa
hingga rindu-rindu semu sirna
tatapah rona cinta-Nya mewajah indah
disanalah rindu yang sempurna bermegah
dalam kesejatian cinta Illahiah ....

HR RoS
Jakarta,12-11-2015, 13,17



PERISAI YANG TERLUPAKANN
Karya Romy Sastra


Suliki Pandan Gadang
tumpah darah itu
cikal bakal sejarah sang putra
untuk sebuah kemerdekaan bangsa
dari penjajahan dunia

Suratan mengiringi perjuangan pemuda dalam sejarah,
jauh berkelana dari tanah bunda
antara asia dan eropa.

Tan malaka,
bergelirya tanpa kenal lelah
sang diplomasi strategi
dari kegelapan menuju terang
dari kebodohan zaman
pelitakan generasi dalam pendidikan alam

Perisai yang terhujat
dilupakan,
tertuduh terbang pada sayap kiri,
padahal kau berenang bak ikan
di tengah muara
mencari titik bening pada keruhnya suasana
kau saksi dibelakang sang orator
ketika dikumandangkan proklamasi

Tiang-tiang pendiri kemerdekaan
tokoh sejarah sang pengelana,
diintimidasi dari organisasi
dicari-cari kolonialis
dicaci maki oleh penguasa
tertuduh hipokrit politik

Di negeri sendiri dilupakan
dihormati di setiap langkah kakinya

Tan malaka
aset bangsa yang telah tiada
kiprah yang sejajar
dengan perjuangan tokoh-tokoh dunia

Polemik gugur di kaki gunung Wilis
bangkai yang telah berdebu
di makam itu
masih misteri akan dirimu

Sayangnya,
tanah misteri sang tokoh dikebiri
dimarjinalkan dari sejarah
tunggul nisan tua tak bernama
sendu hiba di pusara sunyi
sunyi dari keramaian zaman
dahaga dari penghormatan bangsa
Tan Malaka saksi sejarah pahlawanku ....

HR RoS
Jakarta, 12112016
puisi pahlawan untuk Tan Malaka



TERIMA KASIH PAHLAWANKU
Karya Romy Sastra


Padamu wahai pahlawan
kibarkan panji-panji di ujung bambu
bersuara lantang
MERDEKALAH NEGERIKU.

Mantera-mantera sakti dirafalkan
sebagai perisai diri
bertelanjang dada angkat senjata
orasi takbir penyemangat jihad
maju ke medan tempur
dengan otot kawat bertulang besi.

Dari negeri bernama nusantara
ketika itu sang punggawa
tetua tanah Jawa menitipkan pesan
negeri ini jangan sampai lengah
kelak tahta Juliana melebarkan sayapnya ke Nusantara
pertahankan sejengkal tanah ini
dari penjajahan Belanda.

Padamu wahai pahlawan,
benteng-benteng kemerdekaan
ceceran darahmu telah mengering
kering menjadi debu
debu-debu itu
pupuk organik tanah airku.

"Kini... jasa-jasamu, wahai pahlawan.
Tinggalkan kenangan
pusaramu di taman-makam itu
merintih sedih tak bersuara
revolusi dari segala sisi belum usai
justru tergadai.

Nisan-nisan berjejeran
disirami kembang setaman
bak arca merana
bermenung di dalam kesedihan.

Pahlawanku,
bukankah negeri ini telah merdeka
tapi kenapa masih terjajah?
oleh para bedebah itu.

Padamu wahai pahlawan
kutitip salam
setulus doa dikeharibaan Tuhan
semoga kau damai pahlawanku
sebagai jihad.

Putera-puteri terbaik perisai bangsa
baru kemaren rasanya kau tiada
masih terkenang sepasang mata bola
mengintai para penjajah
Veteran yang tersisa memikul derita
bersamamu negeri ini ada

Kau pahlawanku,
kan tetap kukenang selalu
menitipkan lembaran-lembaran berdarah
untuk pelajaran sejarah anak cucu
terima kasih jasamu wahai pahlawanku ....

HR RoS
Jakarta, 09-11-2015, 17,22
Mengenang 10 November hari pahlawan



DAUN-DAUN MUDA BERGUGURAN
Karya Romy Sastra


Tanah tandus tergerus siklus zaman
pohon tua bertunas
kembang berputik jadi idaman hati

Ketika budi dan religi dikebiri
make up cantik penghias diri
jajakan cinta di balik tirai malam

Wajah-wajah ayu berlenggok
bak bidadari dari kayangan
rela terhempas
jadi penghibur wanita malam

Segelas anggur
di tangan serigala-serigala rakus
bermata elang
di balik rerimbunan lampu eksotic
melirik mangsa kemayu jadikan teman mainan

Jelantik berkicau berbisik kecil
bermanja lirih
sangkar-sangkar kerlip
menambah suasana riang

House musik riuh menggugah syahwat
pasangan berlalu satu persatu memandu kasih
hilang dari kerumunan mencari tempat persembunyian

Malam-malam panjang
dalam keramaian di pinggir jalanan
dugem di awal malam
menambah asyiknya pesta konco-koncoan

Malam kian panjang
berhias lampu jalanan
beraroma mistik mewangi dari dukun langganan

Malam bertaburan bintang
daun-daun muda berguguran
jadi prostitusi jalanan

Pesta usai
cinta satu malam melenakan
daun-daun muda terdampar di tengah jalan
kembang muda berputik
tinggalkan kenangan
layu sebelum berkembang.

HR RoS
Jakarta, 11-11-2015, 11,51



TERSISIH IA SETIA
Karya Romy Sastra


Tak pandai menari lantai berjungkit
ketika gemulai tarian
tak selaras dengan nyanyian
jemari dan songket
terlilit selendang ungu
kan terjatuh malu

Kidung rindu mengalun merdu
merindu dibuai angin lalu
kidung tak lagi bernada cinta
nada bisu membungkam kalbu

Aksara cinta berbalut tinta
gelisah terluah di kertas madah
langkah kaki terhenti
bak musyafir kehilangan arah
dahaga di tengah samudera
tak tahu arah mana kan ditempuh lagi

"Aahh... rasa, tercabar di minda tanya
padahal musyafir cinta
masih setia dalam perjalanannya

Tinta jiwa ini
melukis misteri berbalut resah rasa
terlukis di bingkai setengah jadi
buruk sudah bayangan di depan mata

Wajah-wajah rindu
seperti berkaca di cermin retak
merupa tak membentuk indah
tertutup butir-butir kaca berserak
seakan rindu-rindu tak lagi tampak

Bertanya dalam diam
jawabannya bungkam
hanya makna yang bisa ku-eja
di setiap rindu yang kutunggu

Rindu telah ranum merona
menghela di sela napas-napas cinta
resah sudah

Dalam tanya resah menjawab sendiri
rindu ini masih seperti yang dulu
menunggumu sampai akhir hayatku
aku tak memelihara kembang lain
di taman hati
setiaku selalu
menggenggam noktah kasih
dalam bingkai setia
bersama dirimu setia sampai mati ....

HR RoS
Jakarta, 11112016



PERJALANAN RELIGI WUJUDKAN REALITI
Karya Romy Sastra

Berlari di dalam sunyi
yang dikejar bayang-bayang diri
ketika bayangan menyapa
susah dimengerti maknanya rasa

Bingung bertongkat dungu
onak gelisah membuncah pikir
dinding-dinding hati
tertutup tirai pelangi

Berjalan ke sebuah tujuan
bertanya di dalam kelam
meraba hati rasa berbicara
jawabannya ia, kenalilah diri.

Tuah khalifah bermadah isyarat
untuk menempuh ujung jalan
semestinya,
harus melalui pangkal jalan
pangkal jalan yang terdekat
adalah tetap diri sendiri.

Tertatih di lorong kenyataan
jalan itu tetap membingungkan
karena jubah keimanan
tercabik oleh ke munafikan

Ketika janjian berlabuh mencari kesungguhan,
roda kehidupan tetap berputar
ke sebuah haluan
haluan ke-tidak-berdayaan
kejayaan yang dicari adalah takdir pada suratan azali
tunggulah berikhtiar saja

Gelisah menari, jalan ini masih panjang
kehidupan ini,
seakan tersisa hanya satu malam
sedihnya,
ketika terjaga nanti
hidup ini sudah berlambang batu nisan

Jalan abadi yang di tempuh
adalah kesetiaan iman
bersatunya diri bersama Tuhan.

HR RoS
Jakarta, 14-11-2015, 16,20



MOTIVASI TEGAR BERDIRI
Karya Romy Sastra


Kenapa hiba yang kupelihara
sedangkan duka tak menyapa
meghapus rasa sedih
selagi masih bisa tersenyum

Pada suatu iklim
menitip embun ke dalam hujan
embun yang menyejukan
menyatu bersama dingin
sulit mencari perbedaan
telah tergerus banjir menghadang

Berpesta bersama penonton meriah
nyanyian sumbang tetap saja wah,
bersorak ria
ritme tak bersimponi nyanyian bak orasi
seakan kidung telah megah
bernyanyi indah,
padahal nada seperti bercerita saja

Lama sudah perjalanan ini dilalui
sedangkan nan di tempuh
ada di lubuk hati
berteriak sekeras-kerasnya
tetap saja suara itu bisu
berbicara tentang kepalsuan
tetap saja tak kan tahu keaslian

Mencoba merapikan larik tinta
ke dalam madah diksi pujangga
kiasan jiwa tetap termakna berbeda
aaahhh ....

Bertanya kepada diri,
diam bermenung dungu,
suara lirih berbisik tak tersentuh
eja dicerna semakin tak tahu jawabannya,
berjalan dengan satu tongkat
memandu ke arah martabat
jawabannya damai bersama haribaan
disanalah kedamaian bertahta tanpa bertingkah

Ketika bimbingan menuntun ke sebuah jalan
jalan terarah ke dalam maruah kehidupan
terima kasih bimbingan kesetian
optimis berharap
memandu ke dalam genggaman

Burung-burung terbang tinggi
melintasi cakrawala
jauh melaju di bawah langit biru
ketika lelah mengharungi angkasa
tetap saja sang burung pulang ke sarang
pertanda kodrat jiwa yang setia

Terima kasih kepada Tuhan, ucapkan alhamdulillah
terima kasih kepada ilham rasa,
tergores madah yang bermakna
menambah kekuatan tuk tegar berdiri
meski langkah tertatih ....

HR RoS
Jakarta, 14-11-2015, 09,45



BERLALULAH STRES
Karya Romy Sastra


Tak terpikirkan sesuatu kan terjadi
kekwatiran yang ditakutkan
perlahan-lahan menghampiri

Meski kaki tegar berdiri
bak ilalang di padang gersang
tetap saja bila di sulut api
dia akan membakari

Terik panas hujan menghadang
mahkotaku hanya berpayung angan
ketika terik membakar diri
tudungku seketika rasanya dihanguskan
bermandi peluh, pikiran kian rusuh

Kala guyuran menitis
payungku perlahan menipis
seketia itu juga habis
yang tersisa sedih

Pelita pagi, bersinarlah kau hari
biarkan kegelapan dunia berlalu pergi
hati yang gelisah ini
tenanglah kau kini
kan kusibak onak duri
menyeruak otak
semoga berlalulah kau stres!!

Menyingkirkan duri-duri itu
dengan puasa sunah hari ini
berharap jati diri kembali....

Puasa yuuukkk?"

HR RoS
Jakarta, 16-11-2015, 09,17



MALAM INI BISU
By Romy Sastra


Sendiri merengkuh sepi
damai bersama bayangan malam
dalam kelam, jauh di sudut hati
meluah rasa, melukis sunyi
sunyi dari kekasih.

Duuhh, malam ini
terasa sepi tanpa kau disisiku
aku gumam rindu
bersama dinginnya bayu
kau yang kurindu
jauh memandu angan.

Anganku menitip kidung resah
lewat diksi malam yang kian temaram
adakah kidung ini kau rasa.
Aaahh, entahlah....

Kucoba lelapkan diri
tuk menghalau bayangan semu
mata ini susah sekali terkatup
angan melayang tinggi
jauh beradu ke ruang bisu

Uuhhhh....

Tatapan ini semakin diam
memandang gumpalan malam
di dada langit
cakrawala menyibak awan
seakan gerimiskan hujan

Hujan,
kau titipkan kedinginan
yang tak berkesudahan di malam ini

Bertanya pada jam dinding yang berputar
tetap saja tak menemukan jawaban
yang tertinggal memori malam nan bisu
yang tersisa mimpi-mimpi semu
yang pergi tak kan kembali lagi....

HR RoS
Jakarta, 16-11-2015, 22,42



SEBATANG LINTING
Oleh Romy Sastra


Sebatang linting yang kuhirup
asyik mengusik kabut
di ruang yang berdebu

Jikalau aku mati
bukan karena asapmu
tapi karena ajalku

Lamunan terbang tinggi
hayalan berkoloni dalam memori
kurangkai diksi
jadikan berbagai syair-syair puisi

Asap, kau mainan dari penikmat
sahabat akrab
ketika lamunan berkawan angan
yang mengerti sepi ....

HR RoS.
Jkt 16112016



MENGEJAR ASA YANG TERSISA
Karya Romy Sastra


Pada suatu langkah
terhenti dalam tanya
jalan mana kan kutempuh
arah itu,
semua membingungkan

Tertunduk merenungi diri
merengkuh pilar-pilar akal
mengadu jauh ke lubuk hati
bukakanlah ya Illahi
belenggu keputusasaan ini

Bertanya pada pasir berbisik
di sela langkah kaki
jejak yang menapak
jadikan perjalanan diri
sejarah yang berarti
menghalau bayang-bayang nan menghantui
dari sebuah kegagalan obsesi

Kini,
hari-hariku berkawan hina
dibalut tinta memadah luah
dimamah rasa semakin tersiksa

Uuuhh,
kucoba mengenali diri
dengan situasi yang berbeda
skenariokan tawa
memaksa untuk senyum mesra
terhadap sebuah asa yang tersisa

Asa yang berlalu
telah bias jauh meninggalkan jejakku
seringkali duduk berkawan hening
hening itu menemaniku di bilik duka

Kutitip luah rasa
berbait setengah puisi dan sajak lara
kepada pembaca yang terkisah
dimanapun berada
adakah nasib kita sama?"
entahlahh ....

Selamat petang merengkuh senja
berharap malam berpurnama
semoga cerita tintaku tersampaikan
di lingkaran setia sahabat maya
meski malam tak berpurnama ....

HR RoS
Jakarta,15112016



DEBU-DEBU NIRMALA
Karya Romy Sastra


Bunga-bunga indah
bermekaran di kala senja
pada bintang malam
yang bertangkai di ranting cemara
dedaunan berbisik
melirik manik di lembayung yang mengintip.

Warna-warna jingga
kemilaunya pelangi itu
mengharu biru
kepada megahnya nirmala
Sunset merona ditingkah fajar

Nirmala suci tak bernoda
bak salju menumpang rindu
di atas bunga-bunga mekar dikala subuh

Nirmala debu beterbangan
melekat di setiap tempat
debu yang bermusyafir di setiap waktu
kau debu nirmala suci
menyentuhmu kusauk fitrah itu
bertayamum jejaki sajadah religi menumpang ke jalan realiti
di dalam jiwa ini

Bercinta merengkuh maha kekasih
rela berpeluh sendu
melingkari kasta-kasta hati nan bersih

Nirmala debu itu
berkoloni di singgasana hari
kala malam berotasi pagi
pagi berotasi senja
menengadah doa ke dalam Sukma

Berguru pada story kisah
setianya janji sang kekasih
mengikrar kasih seperti Romeo and Juliet
hidup dan mati bersama
berkawan setia dalam keniscayaan cinta.

HR RoS
Jkt,19112016



TERJAUH IA TERDEKAT
Oleh Romy Sastra


Duduk melipat lidah menyentuh langit
merenda rasa ke dalam jiwa
doa-doa bertarung di angkasa
berputar bermain bersama nebula
destinasi Tuhan perjalanan terjauh
padahal ia dekat sekali

Terbuka sembilan jendela rumah
nafsu-nafsu lepas mencari kesenangan
yang dicari tak jua menemukan jawaban
meski berkelana ke ujung dunia
yang ditemukan tetap kepalsuan

Menutup sembilan pintu diri
pada jejak-jejak wali
berpeluh mendaki makam keimanan
butiran zam-zam mengalir di segala pori
hidangan kalam jamuan asyik
menuju titik destinasi terjauh
yang dituju telah bertamu tak disadari

Kematian terindah senyum menatap cinta
meski El-maut datang menakutkan
tak gentar rubuhnya gunung thursina menimpa
tak ciut nyali meski gelap tertutup terik
sadar pada hayat sejati akan dijelang
rindu kematian adalah kwalitas iman

Sesungguhnya di dunia adalah tertidur
ketika terjaga nanti baru tahu destinasi

HR RoS
Jkt,18112016



DUKA PARIS SE UJUNG KUKU
Karya Romy Sastra

Pada satu keyakinan
setiap yang punya jiwa
ber-Tuhan
dalam satu tubuh anak Adam
memandu nafsu nafsu Syetan
hawa suci di kebiri
dari otak-otak hewan duniawi

Paris di guncang petasan, hanya petasan
satu dunia berempati berkoar
ketika Timur Tengah dijajah biadab
bom setiap hari menguncang kehidupan
ratusan ribu telah begelimpangan
seakan satu dunia tuli dan bisu.

"Uuhhhhh...
di mana keadilan itu??
adakah ini pertanda
risalah makna management
Illahi berbicara....
Ketika yang lemah dihancurkan
nan megah tak bersalah digulingkan
sang tokoh dunia kafir
berpesta seremonial
ia orasi tertawa kemenangan.

Duh,
kausalis alam berbicara dalam zaman
dalam setiap peradaban
sampai kehidupan selesai.

Lambang akidah bertumpu ke dada Ibrahim
para utusan risalah Tuhan
menyelaraskan akidah Illahi untuk alam
dari zaman ke zaman
sampai akhir zaman
yang beriman al mukminin bil ikhwan

Apalah yang kau inginkan
wahai kesombongan??
dunia dan hidup bak sebatang rokok
seketika akan padam.

Panji-panji aliran mengkultus doktrin
padahal doktrin kebenaran kalian
adalah kenistaan
seakan bertopeng paradigma kesucian.

Wahai penghuni bumi
kembalilah ke fitrah nurani
sucikan hati raihlah tuntunan Illahi.

Dalil-dalil sang utusan
janganlah di perdebatkan
berpeganglah ke dalam setiap bimbingan
para utusan-utusan itu
mengamanahkan
tentang ajaran kearifan alam dan budi
untuk sendi-sendi kehidupan.

Lawan Dajjal-Dajjal diri
pada nafsu yang bergayut
berkoloni dalam doktrin sesat
sesat menyesatkan.

Paris,
kau simpati itu
tragismu se ujung kuku
kau di cemooh dari negeri yang dihanguskan
dihancurkan oleh sekutu kemunafikan dunia
mereka mati satu tumbuh seribu
Turki berdarah, Syiria, Irak genosida, Ronghiya tak kalah parahnya
Afrika tertutup mata dari hiba
Palestina tertindas dari dulunya
seakan dunia masa bodo
ironisnya, negaraku tenang-tenang saja.

HR RoS
Jakarta, 18-11-2015, 11,20



NAHKODA BERLAYAR MALAM
Oleh Romy Sastra


Koloni awan melaju
berarak ke arah pelayaran itu
siklus badai tiba menghadang
mendung mengusik hujan
hujankan samudera biru

Lentera menara sayup redup
samar di tengah samudera
kerlip suluh jauh nun di sana
lampu-lampu pijar malam
di balik layar phinisi
menambah indahnya malam di samudera
sagara tak ber ujung di hempas
gelombang tinggi

Anak sekoci tersusun rapi
perisai awak phinisi
ketika badai menenggelamkan pelayaran
sekoci perisai diri tumpuan keselamatan

Angan memandang jauh ke negeri tak bertuan
malam panjang menyeruak kelam
nahkoda bermadah diksi dalam angan
menyusun aksara sukma
bak penyair di mabuk panggung
dalam seremonial pesta

Nahkoda menulis mantera untuk sang kekasih
menuju perjalanan malam
ke negeri impian
meninggalkan tanah kelahiran
menuju pantai Semenanjung harapan

Dalam lintasan laut jiran
mengharungi rasa persahabatan
gita mesra bersatu dalam genggaman
harapan berharap menjadi pujaan
pujaan jadi kekasih

Sang phinisi berlabuh di dermaga sepi
nahkoda bertanya kepada sekoci
di manakah tali noktah itu kan kutemui?
sampai saat ini,
alamat itu belum terjumpa jua
pelayaran itu tertuang di kertas madah saja.

HR RoS
Jakarta, 18-11-2015, 00,17



ASA YANG KIAN REDUP
By Romy Sastra


pesona senja
perlahan redup
redup menikam kelam

pelita diri
kian temaram

asa berangsur pergi
perlahan padam
dihempas cabaran kehidupan

untaian hati
serasa telah mengurung mimpi
senyap bersama angan

oh, Tuhan
pintaku kali ini
jangan ambil nyawaku
sebelum tobat kulakukan

izinkan hamba merengkuh cinta
di malam indah bersama diri
beradu cumbu lena berselimut kekasih

Engkaulah kekasih itu ya Illahi....

HR RoS
Jkt, 23112016



MENCERNA AKSARA BISU
Karya Romy Sastra

ketika bisu berbicara dalam diam
berkomat kamit seakan bermantera
eja mengundang tanya
bisakah aksaranya itu dimaknai
bercanda ria tanpa melukai

seperti beo pandai mengolok kata
berkicau,
bertanya kepada tuan nan bijak
adakah doa-doa penjara emas ini untukku
biar aku lepas terbang ke alam luas

siburung merak berkotek ayam
terbang menikung ke semak belukar
mencari kedamaian dalam keterasingan
takdir kekinian dan nanti
adalah azali hak azasi Tuhan

berbelok arah dari pengembaraan
berjuang tuk sebuah tujuan
seakan bergelirya,
mencari sebuah keutuhan yang sempurna

sibisu diam seribu kata
mencerna hidup dengan pasrah
belajar berjuta aksara bersama alam
meski lelah tertatih tersisih dari bising
hidup mengalah sikapnya bijaksana
seakan filsafat hidup sudah di cerna

memanglah, berfikir itu
lebih baik daripada beribadah berpuluh-puluh tahun lamanya

HR RoS
Jkt, 23112016



BIAS-BIAS KISAH
Oleh Romy Sastra


Kukirim kabar pada angin malam
membawa pesan lembayung senja
tentang sebuah kisah stanza cinta
yang kurindu tak lagi menyapa
sepi sudah

Malam,
Sibakkan awan itu
biarkan sipungguk rindukan rembulan

Sunyi,
jangan menyulam mimpi
meski kerlip tak menari di dada langit

Resah,
semoga berlalu pergi
usah tingkah menjadi duri dalam kisah

Kuhantarkan kabar tentang rindu
pada sulaman kasih berpayet indah
yang terkasih tak terkisah dalam noktah
ia diam saja, gagal sudah....

HR RoS
Jkt, 22/11/2016



PIGURA RINDU SENJA
Oleh Romy Sastra


Relief-relief tinta melukis megah
sastra senja memadah rasa
teruntuk yang merindu pada seribu kisah
berpacu umur kian melaju kan merapuh
membuncah irama kasih
dalam kidung seruling bambu

Senja kian menepi senandungkan warna
menatap pelangi sunset menari
pelangi melingkari iklim reliefkan misteri
di antara mendung dan cahaya

Kearifan stalaktit stalakmit menari diam
istana alami dalam goa merayu bidadari
tersenyumnya lukisan alam
sang permaisuri senja bersolek
menitip kembang setaman
ditingkah gairah mistik perpaduan sandi
Dewa Dewi malam turun ke bumi
bermandi riang di bawah sinar rembulan
Malam nan indah pancarkan kerlip nebula
menggugah jiwa
persembahan kearifan kosmik nan sempurna

Pigura senja berlapis debu nirmala
menyentuhnya kalam kekasih
ber-aroma surgawi dalam nada-nada cinta
rindu nan meranum di atas sajadah senja
para pencinta mencumbui maha cinta....

HR RoS
Jkt, 22/11/2016



BINTANGKU REDUP KARYANYA ABADI
By Romy Sastra

Di sini di tanah nan berdebu
kuberdiri sekejap
hayalkan memori dua dekade berlalu
kisah,
pada suatu era,
satu kembang berputik mewangi
tetiba dikau gugur
semestinya mekarmu bertahan lama
simpatiku berbuah kagum sekejap malang
kala itu,
daun-daun muda berduka
secepat itu kau kembali keharibaanNya
tragis kecelakaan diperjalanan misteri sulit terjawab
kenapa bunga idola gugur
meninggalkan seribu tanya tak terungkap
hingga namamu tertulis di batu nisan
bersama Honda D 27 AK
Aahh, membuka peti kenangan
sia-sia melukis malam harap berbintang
kenangan tertutup kabut pekat
kau bunga
telah lelap berselimut kain kafan
Ciamis dan Bandung, aku datang ke kotamu
dalam perjalanan malam
memanjatkan doa tuk bunga itu
semoga kau tenang dipangkuanNya

HR RoS
Ciamis, 21/112106, 00:26



CINTA BERSELIMUT KABUT
Karya Romy Sastra


Hidup dalam bayangan kekasih
bak musyafir mimpi
jejak kaku menyemai realita
asing di tingkah misteri diri
arah mana yang akan dilalui
tak sehaluan riak dan gelombang
padahal ia layaran di tengah samudera
yang mesti direnangi
diri malu menyatakan setia pada janji
tak kokoh dengan cabaran
kalah sudah sebelum berjuang

"Aahh...

Di sini lelah di sana pasrah
tak akan impian menjadi nyata
perjuangan yang tak pernah dihargai
tak dipahami arti sebuah setia
hanya menorehkan luka yang tak berdarah
lebih baik hidup sendiri

Cinta berselimut kabut
tak pernah merasakan bahagia
lebih baik menempuh jalan berpisah
daripada tersiksa selalu tertuduh hipokrit
biarlah laju mengejar yang di tunggu
semoga kabut
tak lagi mendekap mimpi burukku ....

HR RoS
Jakarta, 01102016



MAWAR PUTIH INI UNTUKMU
karya Romy Sastra

Mawar putih mekar kala senja
menambah indahnya taman hati
gugusan embun menyirami pagi
basahi rindu yang gersang setiap hari
kutitip setangkai mawar putih ini
menyapa dalam kerinduan

Pada setangkai mawar menitip ikrar setia
yang kupersembahkan ke persada maya
menulis melukis pigura cinta
merancang noktah ke bumi sabah

Laila cinta menitis kasih membingkai setia
Arjun bermusafir hari berjubah hina
bertongkat diri menatap asa

Kucabar rintang waktu dari kejauhan
melangkah di sahara gersang
meski tak berpayung
mendung di langit biru
menutup pelangi rinaikan hujan

Mawar putih ini untukmu
kupetik dari istana sastraku
merangkai syair hati untuk sang kekasih
terimalah apa adanya

Mawar putih,
ketika jabat tangan tak berpelukan
mawar putih ini terlepas dari hidangan
akankah rasa bahagia yang di nanti
mengakhiri story love Me
entahlah...?

Bila itu terjadi
aku menutup bunga cinta dikala senja
pagari hati menutup lembaran semi
dan kuakhiri kasih ini
berselimut sepi sampai tua nanti

HR RoS
Jakarta, 1-10-2015, 18-55



MALAM INI SETENGAH PURNAMA
Kary Romy Sastra


Malam gelap tiada kerlip sang kejora
langit sebak sunyi cuaca mendung
sunyi di peraduan malam
hayal jauh menggantung di bulan ke-emasan
purnama malu di balik awan

Bidadari-bidadari kayangan
tak turun ke bumi
enggan menampakan diri
yang biasa bersolek riang
di air terjun pemandian
ya pemandian hati air mata ini

Malam kian kelam
cemara berbisik di dahanan
angin rindu tak berkawan angan
berselimut malu dengan cabaran
kurengkuh malam dalam kedukaan
menyapa kasih dalam diam
kenapa tak ada jawaban

Diri,
kenapa kau majenun karena angan
yang selalu kau nyanyikan lagu rindu
lagu memori tempo dulu
iramanya akan membunuh rasamu
suara jangkrik pun bisu
entah malu berkawan dungu
aku tak tahu

Bulan,
purnamakanlah rupamu
biar kutahu
indahnya kesunyian itu
walau sunyi berkawan angan
luah rasa ini tetap bernyanyi tanpa nada
mengiringi malam meski tak bersuara
semogalah purnama itu indah
bertamu dalam lamunan cinta

Aku menanti purnama berseri
bila tak kudapat malam ini
ku tunggu esok satu malam lagi
semoga esok menyinari alam sunyi
biar malam esok aku tak lagi sepi
tak lagi sendiri
bernyanyi bersama kekasih

HR RoS
Jakarta, 01-10-2015, 22,45



JERITAN TAK BERSUARA
Karya Romy Sastra

Terngiang fikir tak berbisik
mencibir lidah tak menjulur
rasa sunyi diri
memekakkan telinga tak bernada
adakah tahta itu lebih ksatria dari patriot?

Penguasa penguasa dan pengusaha
sumber daya alam ini kian kerontang
kehidupan pribumi menjerit tak ketulungan
mengintiplah kau di balik jendela kekuasaanmu!
lihat kami di sini,
bak jamur hidup tak subur

Suara rakyat dimanipulasi
harapan mimpinya dikebiri
istana-istana berjejeran di tepi jalan
seperti rumah hantu tak bertuan

Jeritan tak bersuara bermuram durja
teruk perih merintih
luka tak berdarah tapi bernanah

Inflasi di depan mata
nurani penguasa berpaling muka
mengaku telah bekerja
padahal hanya bermain wacana
bibit masalah negeri
melengkapi sengsaranya bangsa ini

Wahai saudara yang terjajah di nusantara
bersuaralah demi janjinya
jangan biarkan hati ini lara
Sakit hati yang mendera setiap hari

Stroke stres badan akan kian sukses
terkapar di ranjang menunggu waktu

Bahagia anak neger itu...
di sandera oleh maling-maling berdasi
yang beristana di balik tembok rapuh
penguasa dan pengusaha mafia
tak punya maruah sedikit juga
membiarkan yang miskin mati perlahan
akankah negara ini diambang keruntuhan?

Tataplah wajah lara bangsa ini
di seberang istana mewahmu ....

HR RoS
Jakarta, 3-10-2015, 10,35



PUPUS
by Romy Sastra


Denting dawai rindu telah bisu
kuakui,
syair koyak ditingkah malu
pada cinta menghukum pilu
apa salahku pada dirimu
hingga kau campakkan
kado noktah setiaku
bahwa ikrar kasihku hanya untukmu.

"Kini...telah pupus sudah jejak kekasih
pada keputusan cinta yang diakhiri
yang dulu pernah kupersembahkan
lewat janji setia,
sampai ke ujung nyawa sekalipun
aku akan tetap setia selamanya.

Hingga kau tahu ikrarku
bukanlah mainan lidah yang tak bertulang.

"Kini...aku telah menikmati sunyi
tak lagi mau bercinta
janji itu kupenuhi.
Pada suatu masa umurku panjang
sayapku tak mampu terbang mendekapmu suatu saat nanti
maafkanlah ikrarku,
biarlah mimpi-mimpi jawaban terakhirku
bahwa aku telah bernoktah di sudut hatimu
ternyata tak dipahami.

"Aahh...benciilah aku selalu
tikam dengan sembilu tuduhanmu
aku sang hipokrit cinta
kuterima saja... tapi tak rela.

HR RoS
Jakarta,30092016



KETIKA SEDIH BERKAWAN SEPI
Karya Romy Sastra


Selimut malam resah berkipas kertas
sesak jiwa di lentera mungil
hening ning aning suara nyamuk bernyanyi
kukipas tubuh ringkih di malam sunyi lirih semakin sedih

Kala siang gersang mendayung hidup
selalu diamuk gelombang
jejak langkah tandus di bumi terasa sepi
kulangkahkan kaki tertatih
di bawah mentari yang kian terik

Perjalanan panjang menanti di ujung ajal
kehidupan mimpi dalam lingkaran misteri menakutkan sekali
hidup tak cukup bekal berselimut cahaya
dalam haribaan Illahi berkalang tanah
tersiksa dalam penantian panjang
di akhirat nanti sepanjang masa

Miris sedih dari kelakuan diri
terantuk pilu di gilas waktu
terjajah oleh roda kepalsuan
dari cabaran mimpi-mimpi

Ketika kisi singgah di hati
terhenti sejenak
dalam perjalanan menanam kasih

Kasih di tanam tak subur
berputik layu sebelum bersemi
berharap mimpi jadi realiti
hanya cerita manis di bibir saja

Aahhh,
kubiarkan sajalah ia jadi memori yang berarti
dan singgah lebih lama lagi
bermain riak di pantai indahnya hidup ini
meski kuhidup sendiri ....

HR RoS
Jakarta, 30-9-2015, 09,03



YA HU
karya Romy Sastra


Ya Hu napas itu
kukulum langit kulepas bayu
hilang menyemai rindu
membuka kosmik tertinggi
dalam perjalanan religi
mengabdi di atas sajadah duduk tafakur
memandu jejak wali
dalam keheningan diri

Tuah titah makrifat hati
sabda tuan guru
menuntun jalan-jalan Tuhan
pada rasa nafsu sembilan pintu
kututup saja semua jendela diri
biar nafsuku terkunci
meninggalkan warna pelangi senja
ia selalu menggoda tauhid cintaku
yang akan menutup langit purnama
bertamu di malam-malam rindu
bercumbu mesra bersama maha kekasih

Ya Hu
hembusan hamba surga pada hayat Ilallah
asyik memuji saban hari tak kenal lelah

Ha Hu
puji rasa pada tarikh qodim Ilallah
ya rasulullah

Hu Hu
makrifat itu dalam helaan napas
asholatu daimullah

Fanakan diri dalam sujud seribu satu malam
biar terbuka tirai sukma
bersemayamnya maha kekasih di jiwa ini

HR RoS
Jakarta, 03102016



PERAHU YANG TERKOYAK
Karya Romy Sastra


Mengalir tetesan embun malam
dari siklus gravitasi magnetik kosmik
lembut terasa hanya diulit mimpi
siang terik dahaga melaju resah

Embun duka tertumpah basah
menitis di sela pipi
bermuara ke telaga sunyi
riak menepi bersama gelombang
batu karang menghadang

Haluan hidup dalam bayangan abstrak
jamur-jamur harapan bermunculan
ya, hanya bayangan saja
dari sisa debu berterbangan
tumbuh tersisih di tunggul lapuk
tak tersentuh
rela malu dalam cibiran kasta
asing bergumam bernyanyi lara

Jalan ini masih panjang
terjal berliku langkah kaki berduri
arah merintang sudah menjadi hiasan hari

Menatap samudera tak berujung
jauh jalan pulang untuk kudayung
perahu terkoyak dihantam gelombang
malang sudah nasib sibadan diri
berpegangan bertongkat rapuh

HR RoS
Jakarta, 03102016



ANAKKU SAYANG
Karya Romy Sastra


Lilin kecil terangi sunyi
kerlipnya menari gemulai di meja mungil
kutatap langit kamar ini
diri terantuk di kelam waktu
kumenunduk jauh ke dalam rasa diri
terhempas rindu memeluk sibuah hati

Duhai darah daging yang kurengkuh
lenalah di pangkuan ibu
wangi kesturi
mewakili wangi keringatmu nak

Peluk cium ibu
menambah semangat hari
terik surya pagi menyinari alam
kerlip bianglala rupakan lembayung
konotasi pantulan di antara dua sejoli

Darah daging ini,
tak tersisih dari cabaran sembilu hidup
tak lekang dengan waktu yang merindu
tak terbakar dengan terik
kau kah itu nak

Menitis dari birahi kasih
Keringat bermandi hari
menjadikan kau bermain mimpi
dalam belaian hati

Kutatap bintang malam dalam pangkuan
jadilah kau salah satu bintang yang berkilauan
di antara bintang-bintang bertaburan

Anakku yang kurindu
buaian dendang pagi dan petang
cepatlah besar nak
kejarlah ibu berlari
mengikuti tirani pelangi
yang kian menyapa usia senja

Tari-kanlah lentik jemarimu
dengan kidung indah kau bernyanyi
biar cantik elok gemulai di panggung seni
semoga kau jadi bidadari idaman hati

HR RoS
Jakarta, 4-10-2015, 20,38



DETIK DETIK AJAL ITU
karya Romy Sastra


Unsur tubuh berselimut cahaya
cahaya yang mengikat
di antara Malaikat-Malaikat yang menjaga
enam puluh tiga Malaikat rahasia
rahasia kematian umur Rasulullah

Ketika Israil datang memanggil
cahaya itu ditarik di genggam balik
balik di hantar ke dzat Illahi Rabbi

Tubuh pasrah tiada berdaya
bulan sabit memerah di langit bashirah
gunung Thursina tak lagi megah
daun-daun cinta berguguran
pergulatan iman dipertaruhkan
dahsyatnya proses kematian

Bidadari cantik datang menggoda
mengaku dari surga
membawah secawan madu pelepas dahaga
cabaran iman maha dahsyat
di antara kematian yang baik ataukah tersesat

Detik-detik ajal roh tunggal risau
jiwa mendelik ke ranah tauhid
menunggu datang sang utusan Khalik
sakit menggigau dan galau

Akankah ajal terfitrah
dari kematian ilmu-Nya
terhidayah dengan amal ibadah?
ataukah tersesat tercabut dari akar-akarnya
terhempas lara
tak butuh meganya istana dunia
iman dungu tak tahu jalan pulang
bangkaiku resah
kejadian apa ini purnama tak lagi bercahaya

HR RoS
Jakarta, 04102016



KERETA SENJA TELAH BERLALU
Karya Romy Sastra


gugur bunga pahlawanku
tertembus peluru siang tadi
patriot mewangi di tanah pertiwi
meski engkau gugur
namamu tak meninggalkan bakti
pada tanah air ini

kereta senja telah berlalu
walau engkau tak pernah kujumpai
juangmu kuhargai
engkau pergi tak akan kembali lagi
mati satu tumbuh seribu
pengganti regenerasi itu

tunas-tunas tumbuh mewangi
suburlah dikau di taman hati
siklus zaman pengganti
pada gugur bunga pahlawanku

rindu kedamaian tiada lagi pertempuran
meski bangkai terkubur berkalang tanah
pahlawanku tetap ada dalam memori
kupersembahkan satu puisi untukmu
mengenang jasa di atas nisan sunyi
kukirim kembang setaman sebait doa
semoga dikau tak kecewa kepada kami
yang mengambil kesempatan kemerdekaan
dari pengorbanan keringat darah
jiwa dan raga perjuanganmu itu

HR RoS
Jakarta, 05102016



K A N D A S
Karya Romy Sastra


Lunglai langkah tertatih berjalan lirih
dari setitik harap terperap kasih
menyentuh bayangan tak tergenggam
tersesali tak terpikirkan

Suatu ujung tak bertepi
kandas penantian di awal jalan
aku telah melukis tinta kasih
demi menunai seribu janji
terakhiri kisah pada misteri

"Kini... tertanya dalam hati
akankah sisi hati telah terbagi
antara kau dan aku di sini dan di sana
di persimpangan jalan
kasihku kandas di rerumputan jalanan
kisah bias tak lagi bisa diharapkan

Deru-debu melulur peluh
basahi tubuh
di suatu pagi tempatku berhenti
kau yang selalu kutunggu di halte itu
tak pernah hadir lagi menyapaku
berlalu laju roda jepang beriring jalan
silih berganti
seperti masa di medan perang
bunyi deru mesin mengusik peraduan
yang kutunggu di jalan itu
tak jua ada penampakan

"Mmm...
seharian sudah menyulam hayal
yang di tunggu tak jua hadir memandu rindu
hingga lamunanku dibisikin warta
dari belibis tua
lewat di depanku senja tadi

Ternyata dikau telah berpulang keharibaan-Nya membawa peti mati, dalam takdir yang di buat sendiri
tuk menjauh pergi meninggalkanku
kandas sudah
rasa lemas memelas bergumam bisu
terpaku dalam tatapan duka
yang sangat lara
harus berbuat apa
separuh jiwa ini telah pergi selamanya

Story love me terkikis sedih tak terealiti
oleh kematian hati pada kekasih
yang tak mau di mengerti
dengan cabaran kasih yang teruji baja
padahal ia ada bersembunyi sudah

HR RoS
Jakarta, 5-10-2015, 08,26



MAWAR DI TAMAN HATI
by Romy Sastra


Kau kah itu mawar putih
izinkan kudekap wangimu
ke dalam pangkuan hati
kusiram dengan tinta kesuma
lestarikan kasih di taman maya
melukis ikrar di urat nadi

Mawar di taman hati
aku ingin kau mengenaliku
menyentuhku
memahamiku
rangkullah aku
dengan wewangian kelopak kembangmu

Mawar indah
bukan kutakut dahan berduri
walau semut-semut kecil kian menari
yang akan menggigit rengkuh jemari
tapi yang kusedihkan
bukan karena jurang penghalang
yang tak kuinginkan, melainkan
bunga layu sebelum berkembang

Malang,
kelopak indah dilingkari parit
parit berkawat melilit duri
kutancapkan jejak di padang ilalang
mencari telaga suci
bermandi dengan air kasih sayang
'tuk hadapi cabaran memori
dengan hati yang lapang

Mawar berduri
kembangmu perisai si kumbang jati
bunga itu
akan kugenggam erat
setangkai durinya janganlah melukai
kukecup kuncup pucukmu mekarlah
bersemilah menjaga lentera hati cinta
kunanti kau di senja ini
mekarlah kau mawar berduri
kau yang kurindui
semerbak mewangi di taman hati

HR RoS
Jakarta, 7-10-2015, 17,49



AKSARA SESAT
Karya Romy Sastra


Melintasi batas-batas jalan
dalam angan tak merupa
di jalan barisan lingkaran syetan
mantera itu tersesat
dalam perjalanan malam

Virus dunia ...
beristana di segitiga bermuda
mempengaruhi jiwa-jiwa manusia
untuk jadi pengikutnya
adakah tongkat pembunuh angkara
dalam nafsu yang bergelora.

"Ia ...
Poros-poros iman dipertahankan
bertongkat tauhid landasan al-qur'an
ketika lintasan kesesatan bertamu
asma suci tak dimaknakan
perisai lebur dalam kegelapan
terjerumus menembus ghaib
ke alam merakayangan

Sunyi dalam tatapan misteri
sidungu menggigau tak karuan
aksara abra kadabra termantera
bak kabut menyulam debu
terjajah perisai hati berjubah dajjal memayungi

Rafalan mantera tersesat tak terejawantah
kidung-kidung magic bersemi dalam ilusi
tak tahu makna
rancu dalam kedunguan

"Wahai ..."
Sang pengelana aksara sesat
kembalilah ke jalan santri
pada pondok-pondok kiyai
di paguron wali berhikmah karomah sakti

Tinggalkan kepalsuan godaan
raihlah khasanah sunah Anbiya
biar tak tersesat jalan
menjauhlah dari mantera perdukunan

Segitiga bermuda
kau memuntahkan laskar-laskar api dari nafsu duniawi
mewujud di hati serigala bermata satu
kau kibar panji-panji kemenangan
di setiap hati insani
mengawasi di setiap langkah-langkah
iman diri
dalam aksara mantera yang tersesat itu ....

HR Ros
Jakarta, 7-10-2015, 19,51



PELITA CINTA YANG REDUP
Oleh Romy Sastra


Panggung pesta di sorot lampu disc
opera laju tak bertajuk
nyanyian cinta tak berpenonton
hajatan jadi kelabu
biduan menanggung malu

Pijar-pijar lampu temaram
menari eksotis ke seantero taman
Sepasang kekasih
yang biasa asyik bercumbu mesra
di sudut hati
kini sepi sudah
kuncup diselimuti dinginnya angin malam

Bertanya dinda dari sudut hayal
adakah malam ini berpelangi kanda?
tidaklah dinda,
karena senja telah berganti malam
sedih sudah, sorotan pijar pesta itu redup
kelamnya akan menyapa
menutup cerita cinta kita.

Bila pelita itu padam
dengan tiupan angin malam
akankah cinta ini juga akan tenggelam
dari cabaran tak selarasnya kerinduan

"Mmm,
kekasih hati yang merayu sedih
peluklah dadaku kembali di malam ini
jangan kau lepaskan lagi.
Kasih,
kemesraan malam ini janganlah cepat berlalu
tataplah wajahku,
di sini ada rindu untukmu

Meski pelita itu kan redup
menutupi wajah rindu yang malu
Kuingin kecupan itu menyula mesra
biarkan ia jadi memori
sebagai teman hayalku
menyapa realiti mimpi
bersamamu wahai kekasih....

#storyhati
HR RoS
Jakarta, 8-10-2015, 20,48



BERMALAM DI BAITULLAH
Karya Romy Sastra


Perjalanan malam mengunjungi Ka'bah
dalam stanza suci berdoa
mengekang birahi,
melebur nafsu dengan asma tasbih
nafsu-nafsu yang mengitari diri
menghimpun di dalam ritual ibadah
pada tahajud cinta menuai ridha-Nya

Pertemuan suci di majelis diri
asyik fana ke dalam diam
kalam rindu menyapa jiwa
maha jiwa hadir bermahkota cahaya

Menziarahi makam-makam suci
terletak pada kasta iman
fana mendaki ke martabat alam diri
bertamu ke Baitullah
dengan kontak tajali
makrifat itu indah mati di dalam hidup
menuju Baitullah bersemayamnya Nurullah

Kerangka mesjid diri bertiang rapuh
hancur disapu bayu dari nafsu-nafsu
Ka'bah kokoh dari bangunan Ibrahim
panji-panji berkibar sebagai lambang suci
tanda kemenangan menanti akhir zaman

Gejolak akidah
berkompetisi pada kebenaran sepihak
sama-sama merasa benar sendiri
mengundang huru hara di tanah suci
mengetuk pintu ghaib dari pertapaan
pertapaan sang imam agung
Imam Mahdi

Imam Mahdi bangkit
menjawab salam orang-orang suci
akhir zaman akan bertamu
kencangkan sabuk pengaman dengan religi
semoga tak tertipu dengan kepalsuan panji

Bermalam di Baitullah
kutemui dalam fenomena mimpi yang misteri ....

HR RoS
Jakarta, 09-10-2015, 09-06



OPTIMIS YANG TERSISA
karya Romy Sastra


Gemulai jemari menyemai memori diksi meluah rasa yang tersisa
teruntuk ke suatu hati
hidangan tertitip dalam dekapan
impian diri pernah menuai sesalan
walau tangisan terakhirku masih tersisa
kutadah sebak membulir beku sudah
terkoyak menikam jantung di dada rindu

Kini, kuberjuang menjadi yang kau mau
meski hidupku
tak seindah purnama
tak secerah mentari
setidaknya aku masih punya cinta
kupersembahkan di masa senjaku
walau napas ini tersengal
demi menyediakan kado sederhana
ke arena hidupmu nanti

Hari berganti bulan,
bulan berganti tahun
jalan rindu masih setia kulalui
walau kelok berliku jurang menanti
kasih ini masih tersimpan
tak akan lepas dari genggaman

"Setialah...!

Biarkan tangisan terakhirku sendu
lara di ujung tanduk
ketika pesta maya ini usai
janji terpatri janganlah selesai
genggamlah setia cinta kita
bermahkota noktah di depan penghulu
kunanti dikau dengan setangkai melati putih
pertanda cinta ini masih bersemi
dalam bingkai setia untukmu
menyapa rindu sepanjang hari
meski aku diam membisu

Kasih,
jikalau tangisan terakhirku tak berhenti
pernah kecewa tak terkira
kini selalu membayangi mimpi
janganlah risau dikau
membungkus pesimis
tataplah dunia pagi
biarkan kelam tak berembulan
sang surya kan selalu menyinari

Berjuang menjadi yang kau pinta
hadapi cabaran yang ada
mengusik kesetiaan janji kekasih
aku masih di sini menulis melukis hati
menatap asa ke arena cita
kusambut mesra dengan tinta
pelita kasih kita pernah padam
pada pertengkaran
genggam eratlah rasa dunia kita
kutitip puisi untuk kekasih
jangan pesimis merobek hati
raihlah tunas-tunas bahagia kembali
berharap suatu ketika cinta bersemi
karena optimis ini masih tersisa
demi kebahagian antara kau dan aku
di sini dihatiku ....

HR RoS
Jakarta, 09102016



GERIMISLAH WAHAI HARI
karya Romy Sastra


Kapankah koloni awan menitis
membasuh bumi
sudah berapa banyak debu bertebaran
menutup muka berpeluh noda

Sentuhan jemari duka menulis kisah
melukis di tanah yang berdebu
wajah-wajah nan ayu di sketsa tinta
merupa indah tak bernama

Mengenal dunia lewat tinta maya
kabut-kabut kian pekat
di sketsa rindu berdebu madah

Gersangnya beranda hati
taman-taman kasih tergerus sedih

Ranting-ranting dahan berjatuhan
menimpa kembang gersang tak bertunas
gersang dari siklus musim
kapankah
pancaroba iklim berganti
yang suasana kerontang segeralah bersemi

Gumpalan awan
segeralah memecah mendung
titiskan gerimis suci
menyapu debu menyapa rindu
berharap,
titisan menyisakan embun
asrilah taman impian di muka buku

Hujan,
curahkanlah air langit
biar tunas-tunas daun berputik
mengganti kembang daun yang kering
sendu dan layu di alam rasa yang perih
semoga sejuk menyapa dunia cinta hati
di sana dan di sini ....

HR RoS
Jakarta 14-10-2015, 20,00



SAJAK ALAM MENGGAPAI RINDU
Karya Romy Sastra


Mendung nan tinggi rinaikan air suci
gravitasi langit berkoloni di awan tinggi
betapa hebatnya sebuah kekuatan
terpikirkan dalam lamunan
Engkau Tuhan adalah kerinduan

Rinai itu jatuh ke bumi
menyisakan embun di rerumputan
burung-burung nan bersolek
berkicau riang menyapa pasangan
sayap nan cantik memancing kemesraan
nyanyiannya lembut adalah kedamaian
tertiup angin lena di mabuk asmara
parung berkicau memanggil rindu
mari bersimponi bersamaku wahai kekasih
dengan larik rindu sepoinya angin surga

Aliran air di lembah mengalir ke muara
menyapa segala biota di telaga kering
senang riang gembira
daun-daun muda di gurun menari erotis
gersang telah menghilang
sang banyu menyemai segala rindu
dari rasa cinta kearifan maha cinta
dahaga di tanah kering subur sudah
sajak alam menggapai rindu
pada rinai yang menghapus segala dahaga
biarkan jiwa ini berpaling
dari kepalsuan cinta dunia
menghilang ke dalam ranah maha jiwa
tak ingin menduakan maha kekasih
asyik tak terusik
karam ke samudera cinta tertinggi
yang bertaburan mutiara nan indah
ya, di jiwa ini ....

HR RoS
Jakarta,13102016



RINDU INI
by Romy Sastra

Napas rindu ini
kutitipkan ke dalam rongga
pejamkan mata
melirik kerlip bintang di angkasa jiwa
jemari menari melukis langit biru
kanvaskan ide-ide bisu
merona syahdu di dada rindu.

"Rindu ini ..., kutitip lewat angin!
Memeluk bayangan indah
moleknya rupamu
kupeluk erat,
ucapkan, i miss you ....

Rindu ini setengah mati
kutanam kembang di lembayung hari
berharap tumbuh tegarlah meski tak kusirami.

Kisi-kisi hati meniti dalam diri
ingin kucicipi mesra
menjadi nostalgia untuk sang kekasih.

Rindu di tengah hari berpeluh lesu
tak kudapatkan nirwana cinta di siang ini
tak apalah.

"Aahh ..., biarlah!
Aku coba buka mata ini
dari pejam yang kelam
bayangan sisa kelam nan berbintang
perlahan menjauh pergi.

Akhirnya, rinduku semu dan layu
terdampar di ruang yang telah bisu
aku malu ....

HR RoS
Jakarta 13-10- 2016



MENGEJAR IMPIAN PALSU
Karya Romy Sastra


Jauh terpisah terasa dekat tak teraba
kugenggam bayangan rupa tak berwajah
malu pada diri tertunduk lesu
menghitung hari terasa lama kunanti
melirik impian terdinding fatamorgana
semakin biasnya yang tak ada

"Aahh...,tertawa sendiri
seolah mengolokkan mimpi
yang wajah selintas kisah tak terjamah
aku coba menerangi diri
dengan pelita hati
bangkitkan semangat meraih angan

Pelita hati,
menatap harap sinari obsesi
kucoba menutup luka yang tak berdarah
bernanah sudah oleh sembilu bibir nan tajam
Mencoba menerangi pekat di antara kelam
kelam dari remang-remangnya masa depan
masa depan tertutup berkoloni awan

Dalam duka
aku berguru pada hujan
yang menyirami arang hitam
tuk menghalau kabut terangi jalan hidup
tunggul kayu arang termenung membisu
menanti siklus tunas jamur berpucuklah

Kini,
dengan sisa-sisa kesabaran siang dan malam
aku berharap,
kuncup-kuncup nan enggan tumbuh mekarlah!
izinkan telapak ini menorehkan harapan
demi melanjutkan gita tirani kehidupan
meski jalan itu sulit kulalui
hidup seperti mengejar mimpi
yang seketika bias berlalu pergi ....

HR RoS
Jakarta, 12-10-2015, 08,37



PADAMU TUHAN
Oleh Romy Sastra


Indahnya ciptaan, lestarinya kedamaian
lukisan sang maha tinta
tak ada merupa sama
antara satu dengan lainnya

Sabda alam lembut bak sutera
pada simponi nada-nada biola hati
menyentuh rasa lenakan jiwa
firman-Nya tersurat dan tersirat
dalam lembaran kehidupan
menata cinta saling cinta mencintai
kasih-Nya suci saling sayang menyayangi
tak melukai tak menyakiti harmonis

Padamu Tuhan
kuserahkan segalanya hidup dan matiku
aku rindu serindu serindunya
bakti kasih kupuisikan kasmaran pada kekasih
yang memeluk tubuh ini siang malam
teraba tak tersentuh
terasa tak berwujud
tak berwarna
bening seperti embun menyentuh kaca

Engkau maha nyata tak disadari
pada dungunya pikir tak terpikirkan
ghaib tak diberi jalan menemuiMu

"Oohh...,Tuhan.
Hapuskan duka lara dan air mataku
langkah ini selalu tersesat jalan mencari-Mu
setelah kubuka jendela hati ini
Engkau menyelimuti kematian dan kehidupan
pada-Mu Tuhan hamba mengabdi
dengan gesekan nada tasbih
memuji kesucian-Mu,
sucikan noda di hati hamba ini
dengan ampunan-Mu ya Illahi Rabbi
terimalah rasa cintaku
izinkan hamba bersatu bersama-MU....

HR RoS
Jakarta, 11102016



DUKA PERNIKAHAN
karya Romy Sastra


pesta tak berpenonton
irama syair sumbang

kenduri pernikahan hati tergerus bisu
dalam janji suci yang memandu pilu

pesta itu akhirnya usai
panggung pengantin berubah sedih

air mata kasih menitis tak terbendung
dengan hadirnya sang mantan kekasih

menyaksikan ijab kabul di depan penghulu
dalam ikrar iringi tangis
yang mengharukan....

sang pengantin akhirnya pingsan
memilih di antara dua hati yang menghampiri

penghulu memandu nikah jadi terharu
berjabat tangan satu persatu
sedih sudah dalam ikrar noktah
pada cinta segitiga berbuah malu

HR RoS
Drama Kenduri Hati



LAMBAIAN TANGAN MISTERI
karya Romy Sastra

Menatap bayangan diri
sekelabat sunyi menampakkan misteri
dari seberang hati
dihamparan riak telaga biru

Ranting-ranting pinus berbisik
kembang kering berjatuhan
hembusan bayu lenakan rindu
kulirik dari semak belukar
ternyata bukan dikau yang hadir

Telaga sunyi,
menyiratkan mimpi tak berarti
diam menilik ilusi kekasih
kususuri bibir telaga lebih dekat lagi
aku melambaikan tangan, ternyata ...
aku berucap,
ya ampun.

Mataku terbelalak ngeri
yang berdiri itu ternyata peri cantik
rambut terurai kusut
alamaak, aku menjerit
bayangan itu bukan kekasih hati.

Tertanya gugup di suasana sunyi
akankah aku sudah paranoid
berilusi sunyi di telaga sepi
menatap rindu sunyi telah berlalu

Ah,
kuusap mata ini
terbangun dari tidur sesaat
ternyata aku hanya bermimpi

"Mmmm...,
wajahku layu terkulai lusuh
rasa malu diri dengan realiti hati
kucoba berkaca diri
ternyata wajahku lebih seram lagi

Aku sedih sudah
malu dari opera mimpi kekasih
kabur dari kisah adalah jalan
menyelesaikan masalah
tak melukai kenyataan yang ada....

HR RoS
Jakarta,10102016



GITA HARI
oleh Romy Sastra


Indahnya mentari pagi
menambah kemesraan di hati
pucuk bertunas siklus berganti
mekarlah kau bunga
jangan layu jadi kembang misteri

"Ooh, Mentari...?"
selalulah terangi cuaca setiap hari
biar yang kucari menampakan diri.

"Mendung...hadirlah di malam bisu
biar tak kulihat kedukaan di wajah rindu
malam lusa, purnamakan lamunanku
pada goresan malam menitip kasih
Izinkan kusambut kemesraan
dalam diksi di taman maya ini
berlalulah kabut ego menutup gita setia
izinkan embun pagi ini menyiram api
di belantara hati yang berunggun bara,
padamlah!!!
kusapa dikau semua, i love you...
i miss you....

HR RoS
Jakarta,10102015



BIAS-BIAS YANG TERSISA
Karya Romy Sastra


bodohnya aku
yang tak memahami bisu
makna rupa tak lagi mampu kuterka

menatap ke dada langit
jauhnya nirwana cinta
melukis di kertas basah tak bertinta
seni cerita akan menjadi bias
cerita cinta jadi bualan belaka
melaju seperti angin lalu
hilang bersama debu-debu
kuketuk dinding telinga
mendengarkan bisikan jiwa
jiwa telah paranoid
memilah-milah bahasa rasa
lamunan telah berpayah mendaki fikir
berjalan eja dicabaran hati
menghalau onak duri
membebaskan belenggu dungu

"aahh, kenapa kesetiaan itu
tak lagi bermakna rindu
rindu terkurung duka
lelah mati suri ke dalam mimpi
mencari jawaban misteri
selimut malam bermain asmara
bersama sisa-sisa cinta yang kupunya
walau kaki berdiri lunglai
berjalan sudah gontai
kenapa perjalanan ini tak jua usai
oh, nasib badan
aku yang biasa tegar
kini terjatuh tak berbaju malu
terhina dari susunan kata
seakan tak bermaruah
berserakkan tak lagi bermakna

pasrah bertelanjang dada
mati rasa terkubur ke pusara impian
sunyi ke belantara diri

meski mindaku buruk rupa
setia yang kupunya tak pernah sirna
dari sisa-sisa cinta di pusara kenangan
masih kuabadikan selalu
walau berakhir hidup ke ujung nyawa
ikrarku tetap seperti yang dulu
dengan bias-bias yang tersisa
mencintaimu sampai mati
hingga kain mori saksi perpisahan
antara kau dan aku di dunia ini

menyulam optimis di antara pesimis
realita ataukah fatalis ....

HR RoS
Jakarta, 19-10-2015. 18,15



KAUM YANG TAK DIAKUI
Karya Romy Sastra


Ronghiya
engkau juga manusia
bukan hamba yang nista
hewan saja masih disayangi
kenapa dikau selalu disakiti
ditindas, dibunuh, dibakar hidup-hidup
wanitamu diperkosa secara keji
anak-anakmu diculik dibuang tak berprikemanusiaan.

Para penindas tak memiliki welas asih
kau tau, negeri kami berbeda kepercayaan
beribu suku, beribu-ribu bahasa
kami hidup harmonis dengan demokrasi
tak ingin saling menyakiti.

Ronghiya
dibalik derita ada kejayaan
apakah Tuhan mempersiapkan generasimu dengan pembaharuan
belajarlah dengan sejarah
berbimbing tanganlah dengan pemerintah
satu payung berlindung bersama
satu rumah bersosialisasi antar rasa
dalam bingkai kekeluargaan bersahaja

jangan jadikan ego diri membakar persatuan
di Myanmar sana.

Bersatulah wahai umat manusia
di negara yang dulu Burma
dalam panji Budha dan risalah Islam
Islam rahmatan lil alamin
yang berjubah wibawa janganlah dikotori
sesungguhnya kalian bersaudara.

"Wahai ... yang berjubah wali, tak bersorban.

Sanghiyang Adi Budha
memancarkan sinarnya
mencipta Dhiyani Budhis.

Vairochana, sumber cahaya
Amitabha, cahaya tanpa batas
Aksobya, sumber ketenangan
Ratna Sambhawa, permata alam semesta
Amoasidhi, yang tak mengenal kegelapan.

Di mana ajaran suci itu dipusarakan
semestinya dikau penebar kedamaian
berkaca rasa dengan aksara Budha
jangan mau negaramu dihinggapi benalu
hingga hak-hak azasi tak lagi dikenali.

Ironisnya, dunia bungkam
PBB jadi banci, seakan tak berperan
buat apa lembaga itu
tak mengirimkan perdamaian
di mana kedamaian Ronghiya itu kini?
Seakan islam dikotomi
padahal politikmu homo homini lupus
hidup ini homo homini socius
saling membutuhkan berdampingan.
Satu suku di dunia akan dilenyapkan
dari tumpah darah sendiri
kau kaum yang tak diakui
dari para bedebah dalam suatu Bangsa ....

HR RoS
Jakarta, 19102016



YA, SUATU KETIKA
Oleh Romy Sastra


ketika
tinta
tak
lagi
berwarna

goresan
kutulis
dengan
rasa

lentera
padam
di
tangan

meski
aksaranya
tak
merupa

ia
lebih
indah
aku
maknakan
dalam
diam

tinta
sunyi
dengan
napas

pergi
bersama
misteri
menuju
kematian

tubuh
lebur
jadi
debu

nama
karya
adalah
sejarah
tertinggal
di
dunia

menjadi
pelanjut
tirani
sesudahnya ....

HR RoS
Jakarta, 18102016



JERITAN PERIH RAKYAT MERINTIH
Oleh Romy Sastra


kursi empuk di gedung megah
duduk gagah bersafari mewah
setengah kerja memburu harta
berkuasa dari bimbingan jelata

safari mewahmu dulu
diarak bak arjuna ke medan laga
menitip janji untuk kemakmuran bangsa

waktu berlalu
musim berganti
telah melangkah demi tugas itu
bertugas kamuflase saja
berbisnis memupuk uang saku

jelatamu kini
duduk termangu seperti dungu
tak berdaya
kebutuhan harga dikebiri
dari permainan birokrasi
ketika huru-hara terjadi
beralasan inflasi

birokrasi yang mengada-ada
saling menuduh tumpang tindih
culas membuka celah korupsi
memperkaya diri dari pungli

borjou borjou itu
berpenampilan mewah
seakan dunia miliknya
merasa tak tersentuh hukum
bebas memakai hukum rimba

jelita
masihkah kau dengar terompet orasi
suara-suara vokal membangun negeri
nyatanya kini kerja mereka terbengkalai
rakyat korban merintih kelaparan
oleh intrik penguasa
yang lupa akan janji-janji manis

amanah suci anak negeri terlantar
cabaran nurani tergadai tak dihiraukan
sibuk membesarkan partai

uuhh intrik
di mana tanggung jawabmu kini
kau yang bersafari
seperti lupa janji

lihatlah lorong-lorong negeri ini
rakyat menjerit

orasimu dulu hina
kau kata ekonomi terkini
terjajah inflasi dunia
"ternyata... ternyata, kau'' (.............)
bangsat

HR Ros
Jakarta 18-10-2015, 17,19



AKU BUKANLAH HIPOKRIT CINTA
Karya Romy Sastra


Kasih tersisih sedih
antara benci dan rindu
terpisah jarak mendekam pilu
kuntum-kuntum bunga mawar berguguran
mendiami taman layu sudah.

"Oh ... kembang lara, telah kuncup,
tak lagi berhias kasih"
kecewa rasa tersakiti menyisakan duri
kau pergi tinggal kenangan pahit
memupuk suburkan patah hati
yang tak pernah mau mengerti tentangku.
Setelah kau pergi,
aku terkurung di labuhan sepi
menatap bayangan diri
sedih menghela di ujung napas
ironi,
perpisahan kasih meretas ke ujung tanduk.

Kembang cantik teratai putih
tumbuh indah di telaga senja
ketika kasih tak lagi berputik
akankah berlalunya kisah kasih
menjadi bias-bias cinta di taman hati.

Bila kembang kantil
tak lagi beraroma wangi
gugur daunnya menyisakan ranting
kering biarlah kering
kusenyapkan diri ke dalam mimpi
relakanlah aku berkawan sepi
mengisi sisa-sisa hidup ini.

Mmm,
kasih tertatih perih
maruah tertuduh hipokrit cinta
padahal, budi pekertiku tidak mencipta pesona gombal
melainkan penghibur lara pada bunga-bunga kuncup sebagai kesetiakawanan saja
dalam tuntunan relief religi hati
sebuah makna nilai ibadah
potret jati diri yang kupunya.

Uuhhh,
aku tak sehina yang di duga
dan tak semudah yang di kira.

Aku menitipkan diksi kecewa
pada suatu hati
kuucapkan sekali lagi
aku masih di sini
mencintaimu kekasih ....

HR RoS
Jakarta, 17-10-2015, 17,08



AKU MASIH BERSAMA BAYANGANMU
by Romy Sastra


aku masih di sini mengenang mimpi
menulis catatan memori
menyulam bayanganmu dalam tidurku

sampai saat ini
mimpiku belum usai
aku masih bermain asmara bersama tinta
wanginya kembang indah
berdampingan dalam rindu
sayangnya tak terpisah dalam egomu
hingga kembangmu layu

kadang aku bertanya pada Tuhan
pantaskah aku Tuhan
mengukir mahligai indah bersama senja
hanya Engkaulah penentu takdir
antara kisah hidup dan misteri

jika jalan itu masih bisa kulalui
singkirkan jalan berduri
yang selalu menusuk langkah ini

jika aku masih ada di hatimu
genggam eratlah
pelita yang masih menyala di setiap puisiku
cindera mata yang pernah saling terhantar
jadilah perekat nada-nada rindu
dikala sepi menyapa rasa itu

aku selalu memandang mesra
kenangan bersamamu
meski hanya sebuah kenangan
dan kujadikan sebagai saksi sejarah dalam ibadahku

jika gita cinta itu masih bersemi
walau ia-nya bisu
aku kan tetap meniti jalan setia untukmu
suatu saat nanti
sehingga takdir mempertemukan kita kembali

HR RoS
Jakarta, 21-10-2015, 06, 14



JUWITA MALAM PULANG MALAM
karya Romy Sastra


Dongeng malam bersama kelam
dendangkan kidung rindu
bak sipungguk merindukan bulan
jauh mengintip di balik awan.

Juwita,
kau bersolek di pelataran pesta mewah
iringi lampu disk erotis
nada-nada indah lagu pembuka gairah
bangkitkan birahi sipatah hati
dengan alunan musik biola merdu
sang maniak malam mendekap kasih
indah bak di taman syurgawi.

Juwita,
kau membangkitkan lamunan hasrat mimpi
menyihir kembang memadu rindu
Juwita berbusana payet tanktop
melirik goda nafsu si hidung belang
memandu ke bilik rahasia berkasih sayang.

Langkah Juwita tertatih
dengan segelas whisky
membangkitkan semangat di bilik rahasia
di kelambu mewah.

Juwita menatap mesra
membawah arjuna melambung tinggi
ke nirwana cinta.

Juwita cinta sang penghibur malam
pulang malam,
terdampar ke dalam cinta satu malam.

HR RoS
Jakarta night club, 20-10-2015, 20,23



BIBIT PENCINTA NAN AGUNG
Karya Romy Sastra


"Azali cinta,
berjubah kasih mencurah rindu
pada kasta jiwa mengenal budi
antara terhijab dan nyata tetap mendapatkan tempat berpayung rasa
kala hujan basah andai kehausan
panas bergelora kekeringan
rumput-rumput bergoyang
lambaikan kedamaian
tertitip bayu merona syahdu
sempurnanya ciptaan Tuhanku.

Para pencinta nan agung
sampai saat ini masih memuji bertasbih
semenjak sabda tercipta
sedetik pun tak alpa.

Tuhan ciptakan surga nan indah
fitrah maha kekasih 'tuk sang khalifah
anai-anai melubangi urat nadi
menyemai syahwat membuai tangkai
sepoi diayun bayu kebiri
merayu menggoda rasa hina
pucuk-pucuk melambai tebarkan gairah
terpesona sudah dengan payet indah
membuai asmara kasih
asyik memadu rindu
bak kumbang mengisap madu kembang
tak sadarkan diri,
terkutuk sudah dari Illahi
menjerit menyesali tercampak ke mayapada
lara hiba menghunus pedang doa
berlari di malam buta antara safa dan marwa
mengetuk pintu arasy sang Maha bermain dalang.

Doa dipanjatkan,
rabbanaa zolamnaa amfusanaa wailam taghfirlanaa watarhamnaa lanakunanna minal koosirin.

"Duhai ... cinta,
di manakah kini kau berada?"
kembalilah mengisi sepiku
tandus haus lara lelah mencarimu.

Dikau Tuhan, yang kudambakan,
nan bersemayam dalam angan kedunguanku
bodohnya lena tergerus goda hina

Engkau mencipta nyata
tak terpikirkan Engkau ada di hatiku
kenapa iman diri ini kulengahkan.

Sabda sang utusan uluk salam
kala fajar berseru"
wahai jiwa nan lara, sujudkan ragamu menyapa tanah tandus nan suci cikal bakal terdirinya jasad itu.

Rengkuhlah doa debu-debu malam
bertayamum suci menyapu bulir yang menitis
buang jauh-jauh nebula rayu
dekaplah lafaz-lafaz hiba
biar tercurah kasih sayang-Nya.

Allahu akbar,
salam terucapkan kanan dan kiri
salamun kaulam mirrabirrahim
terbentang kembali keindahan semu
sang kekasih menyapa di antara fajar
kan berlalu pergi berganti pelita dunia.

Sang bibit dunia pencinta nan agung
berbahagia berkasih mesra serasa tak ingin berpisah lagi 'tuk selamanya.

HR RoS
Jakarta, 22102016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar