Diamku merayapi kalimat-kalimat
setiap hurufnya adalah kelopak mawar
bersatu jiwa pada semesta
cintaku dalam dada berkobar
-kenapa ia datang bersorak sorai
seperti dalam sebuah pesta
membiarkan aku mabok?-
Lalu, ia berkata: "kau kepayang
dalam semesta luka, menyeret jiwamu
mengejar sepuluh hari terakhir
dari alif’’
Temanggung, 14052021
TRAGEDI
-Ken Arok, Ken Dedes, Loh Gawe, Tunggul Amatung,
Empu Gandring dan Kebo ijo
Sebuah episode paling dramatis sepanjang sejarah raja-raja jawa-
Keris sakti, seperti sinar memancar kembali
Di cakrawala ia berputar-putar
Haus darah !
Seperti ketika Ken Arok merebutnya dari Empu Gandring
Kemudian menusukkan ke lambung Tunggul Ametung
Kebo Ijo sebagai tumbalnya
Loh Gawe menusuk uluhati Ken Arok dengan tuah
‘’Ken Dedes adalah ibu raja-raja Jawa’’
Napsu berkuasa dan sahwat Ken Arok terpesona
Menikam permaisuri Tunggul Ametung
Dengan keliaran hasrat memeluk bumi
Sebagai Sang Rajasa Amurwabhumi
Melahirkan wangsa penguasa Jawa Dwipa Mandala
Seperti menjelma kembali dipermukaan bumi
Hari ini beribu keris Empu Gandring
merambah segala sudut berkeping
menusuk dan merobek
menebar tragedi kemanusiaan
kemanunggalan semesta, hati dan alkhalik, ruh dan raga pun roboh
Diantara berjuta kebutaan
Yang lapar dan dahaga di sebuah peta tak bertuan
: kita hanyalah sisa tenaga terhuyung sampai lepas nyawa
Berkubang kata berdarah tak bermakna
Parakan 1983/Temanggung 2019
REMBULAN MENANGIS
Mestinya purnama menggelantungkan rindu
nyanyi cinta semesta hening merebahkan resah
Bukan seperti ini
: sinar menjelma air mata
Rembulan mengigil gemetaran
Pertikaian dihamparan sahwat berkuasa
Berhembus seperti badai
Menguncang guncang penjuru negeri
Purnamaku memandangi negeri tercabik
Menangis ia
Menangis ia
Aku gemetaran tak bersuara
Bersama purnamaku terisak
Dalih agama dijadikan tumbal
Untuk membangkitkan sahwat angkara
Seperti lelaki kesetanan
Pada perempuan jalang
:penuh napsu membabi buta
Bagi kenikmatan sesaat
Di ranjang kacau balau
Nafas seperti kerbau
Temanggung 2019
SAKIT TAK BERUJUNG
Warisan terindah
Yang bisa kuberikan padamu
Usai menjelajah musim
Tak habis-habisnya
hanya Berbagi ketabahan
-mengingatkan aku pada lelaki sunyi
Merenda ngungun
Tak pernah habis
Menggingau pada malam-malamnya
Meletakkan senjanya
Pada hamparan langit temaram
Rebah tubuhnya
Rindu mengenang
Masa tenggelam
Rindu
Rindu rupa pada sunyi menggelepar
Pada malam penghabisan penuh dzikir-
Aku letakkan senja
Pada sakit tak berujung
hampir hilang keberanian
mengatakan
:esok kita masih
Menebas masa bukan ?
Aku selalu teringat lelaki sunyi
Mengendap-endap melewati lorong kabut
Ia selalu bilang padaku
:anakku jangan terpisah dari larutnya malam
Kenanglah masa dengan air mata
Sebelum kehilangan rembulan dan matahari
Dan angin melaut tak pernah kembali
Aku relakan senja menggelembungkan sunyi
Pada rintik hujan menusuk-nusuk bumi
Perih tak terelakkan
Seperti lelaki sunyi itu
-setiap senja
rebahan diatas rimbunnya dedaunan rindu
sambil menandai wajah anak-anaknya
dengan ujung jari gemetaran
menuliskan sajak-sajak cintanya-
Karya : Mohammad As'adi
Temanggung 2019
CINTA SEMESTA,DOAKU MENGALIR
Langit basah
doaku mengalir dalam mimpi menatapmu dengan mata sembab
: Ya allah, Engkau bukakan tabir dan kabut baginya, sisipkan aroma mawar melatimu dalam rumah penuh taman dan kolam ikan. Jangan lelapkan aku dalam keterasingan melegamkan kesadaran memeluk Mu selalu
Langit temaram
: Nyali pupus merindukan tamu tak pernah datang, menghela dan menerkam, seperti angin pancaroba mengigilkan pada malam-malamku sendiri, dan meniupkan nafas terpatah menggetarkan jantung hampir tak berdenyut
Lalu apa lagi?
: tetap saja impian menenggelamkan kata dalam sajak-sajakku untuk menggapai gamisMu di sebaran langit, menggapai gaun tipis bidadariku dalam lintasan cahaya, sesekali mendebarkan, sesekali menikam dan menghentak kesadaran merebahkan semua letih dan perihku, doaku terus menerpa dedaunan, berkendara angin.
Meniti sunyi tak kunjung henti
: seperti menari-nari, sunyi langit –ah ! beginilah ketika aku harus menerima kehadiran seberkas cinta, menatap dari jauh kekasihku yang sedekat nadi. Mendengarkah engkau degup impian untuk membawamu pergi sambil mengayuh perahu kita menuju pelabuhan kecil –hidup nyaman dan tenteram-?
Mataku jalang menatap doa-doaku
: tak henti kata terucap, lewat sajak dan mulut terkatub. Hati…ah! kenapa terluka? Doaku dari luka untuk semua luka, doaku dari sakit untuk semua yang sakit.Doaku dari sepi untuk kesunyian. Kutatap dengan jalang doa-doaku, sampaikah ia ?
Ya Raaab, hampiri orang-orang terkasihku. Kalau Engkau memberi luka, tikamkan pada lukaku, karena jiwaku adalah luka dan biarkan dengan jalang luka itu menjelangku sampai penghabisan waktu.
Sekarang, biarkan tatapanku melewati waktu menimang cinta yang memancarkan jiwa dan batin sebersih ketika ia dilahirkan, lalu mengalirkan cintanya padaku pada semesta anak-anak kami.
Temanggung 2005/2019
TAK ADA PEMBATAS
Ia merambat
Menguntai malam dan kabut
Gigil pegunungan menghembuskan angin
‘’kau merenggut jiwaku
dalam petaka yang tak pernah kutahu
sampai kapan aku berhenti memeluknya’’
Menimang rindu dan kelu memilukan
Tak ada
Memang tak ada perbatasan itu
Semesta maha luas
Tak ada pembatasnya
Air mata, kegembiraan
Tak ada pembatasnya
-menangislah wahai
dan tertawalah
kita terus menimang bayi-bayi kita
dalam ketidakpastian tanpa batas –
Temanggung 2001/2019
KITA TERBATA
Kita terbata
sanubari lepas dari kalbu
kalbu menjelma debu
cucuran air mata kita percuma
Ketika sujud dalam cahaya tak kunjung tergapai ?
-Rebana
Rebana kehidupan menipis-nepis impian dan harapan
Menjelmakan angin tanpa suara
Daun tanpa risik
bulan ngungun sendirian
Tak ada cinta mendebarkan
Aku jadi teringat sahabatku
Pengembara di lautan
Merindukan perempuannya
Dan selalu berkabar
: Aku berayun-ayun selalu
Pada awan di atas lautan ganas
-tidak
Tidak seperti pelayaran kita dulu
Dari Padangbai –Lembar
Tenang tak berombak
Memandangi lumba-lumba
Menyambut kita
Menarikan tari Wura Bongi Monca
Aku selalu berayun-ayun
Pada ombak sunyiku
Aku acapkali merasa
Sendirian dipuncak mercu suar-
Ya …kita makin terbata
Angin merapatkan dedaunan
Dalam gemersik tak bersuara
-Penderitaan semua orangkah
Kesunyian seperti ini ?
Ia mengalir seperti sungai
Dari pegunungan kejantung kota
Kau kulihat kembali berdiri di hadapanku
Mata cekung rambut sebahu
Sebait puisi ya sebait puisi
Kau kembalikan padaku
Aku tersedu
Akhirnya kau lelehkan air mata
‘’pencarian kita tak pernah usai
Kita bertemu dan kembali terpisah’’ katamu
Lukaku kembali tersayat
Seperti mimpi, setelah lupa panjang
Cinta dan kepedihan jadi satu
Puisiku meyusuri rindu selalu
Temanggung 2001/2019
HANYA KITA YANG MENGERTI
Ini bukan perahu sang juru selamat Nuh yang agung
Ini perahu sarat gegap gempita kehancuran semesta
Jiwa tak lagi berhati dan hati tak berjiwa
Inilah kita sebuah negeri tak berhenti dalam kalut
Kejujuran adalah rahasia tak terkatakan
-perahu kita makin oleng sayang
tualangku yang hendak beristirah
Tak menemukan tempat berlabuh
Yang tenang, cakrawala gaduh selalu
Hanya cintamu menghamili segala resahku
Di padang kerontang menjelmakan sabana berbunga
Melahirkan berjuta embun –
Perahu kita memang begitu sarat derita
Anak-anak tak sempat berunding lagi
untuk perang-perangan
Di malam purnama dan padang-padang hijau
Siang malam langit bertebaran burung-burung gagak
:mereka adalah penguasa negeri
Merebut arena perang-perangan anak–anak kita
Dalam pertikaian
dengan mata nanar mengusirnya
dari ladang-ladang terbuka
ah Jangan kau bertanya- kenapa begitu-
- dulu kita begitu akrab –ujarmu
Perahu kita oleng kekiri dan kekanan
Nakhoda tak berani menatap laut begelombang
Para kelasi berlari kesana kemari
Berteriak - ini itu-
Menyelematkan diri
Melupakan penumpang tak lagi berdiri
Diatas dek bergelimpangan
Lalu kehormatan macam apa bakal kita miliki?
-Masihkah pengharapan muncul di setiap dada anak-anak?
Keadilan hanya kata sakit jiwa
Negeri merdeka sesungguhnya
hanya mimpi anak-anak
Kita menanti kebijakan langit
tersekap dalam jam-jam menegangkan-
Perahu laju mengembangkan layar
Tak peduli ombak menggarang
Bersama cucuran keringat dan ketakutan
Perahu laju mengejar matahari membara
Di langit kusam tersedu
Malam-malam kita bernyanyi
menyanyikan jiwa setengah gila
kita bernyanyi menyanyikan gending keresahan
menyanyikan rindu pengharapan
anak-anak kita
ya anak-anak kita menyanyikan rindu kegembiraaan
Terbebas dari segala beban
-ah sayangku,air mata ini
Bukan mengenang derita cinta
Atau tertusuk badik kehidupan
Tapi karena negeri untuk tempat berlabuh
Menjelma keangkaraan napsu membara
:hanya kita yang mengerti
Kejujuran adalah semesta
Bukan pidato-pidato sakit jiwa
Menjebak anak-anak kita
Dalam permainan kata
Para penjaga negeri
Temanggung 2019
MALAM MU WAHAI
Terbanglah aku sendiri
Kerinduan menebang kerinduan
Gusti allah..tak layakkah aku Kau temui
Dalam malam kodar Mu ?
Masuklah Engkau dalam ruang tersisa
Dengan pesona Mu
Ketika langit menjelma
Bermiliar sajak
Terbanglah aku
Terbanglah aku
Dalam bulan tak bergerak
Dalam langit tak bersuara
:Malam Mu wahai
Segerakan menimang
Aku yang tak pernah
Menoreh cinta sejatiku
Sepanjang waktu
Yang pergi
Sepertinya aku
Orang asing
Hendak bertamu
Menemui kekasih terlupa
Rindu menggasing
Dalam peluk cemas
Kekasihku
Tak segera menjelang
Temanggung 2019
MALAM RAMADHANKU
Malam Ramadhanku
Membentangkan cermin
Wajahku seringai
Dosa menindih
Aku terbirit-birit
:Masihkah Kau beri aku
Waktu
Seperti ketika aku
Tersedu
Di Padang pasir berbatu
Arafah yang tersedu
Tengelam dalam rindu
Cinta menyatu
Melata bersama tasbihku ?
Temanggung2019
(sajak-sajak dalam pegolakan
tulisan antara tahun 1980-1985)
TUMBANG
1
Mendadak jalan terputus
gelap gulita
lentera membakar cinta kita
2
Bahagia tinggal sebatas kata
Terukir pada kehampaan
Aku merasa
Rindu tak bakal sampai padanya
Aku menepi
Sendiri di tengah kota
Lalu siapa bahagia ?
Akupun tidak, ibuku ? ayahku ?
Atau perempuanku
Yang kadang aku melihatnya
Seperti bunga seruni
Di tepi pantai
Rambutnya tergerai
Melambai-lambai ?
Semuanya berlinangan
Air mata mendamba
Kehidupan dalam bayang
Disangka keabadian
3
Hanya mata hati berdetak
Pada sepi bergumpal
Tenggelamkan bayangmu
Dalam gumpalan kabut
-Serenada
Indahnya tak lagi memesona
Tenggelamkan senja
Matikan cahaya bulan-
Rentangan panjang waktu
Cepat beringsut
Pada hari-hari
Kian gelap
4
Tuhan siapa kan jemput aku?
Daun-daun berguguran
Berserakan di bumi Mu
Tiada keabadian buat mereka
begitu pula aku
Siapa kan jemput aku
Dan ia yang makin tersedu?
Tuhan siapa kan beri kasih ?
Tidak ada perempuan pujaan di sisiku
untuk hanya sekejap bersatu
Dalam rindu kutunggu sinar matanya
seperti api
membangkitkan
Yang tumbang
5
Karena Engkau ada harap
Kasih tiada kasih selain Engkau
Jatuh tiada jatuh selain karena Engkau
Tiada aku selain Engkau
Tiada tetumbuhan tumbuh
Karena Engkau ada
Kasih inipun tumbuh karena tumbuh
Kulihat Engkau dalam ruang
dan waktuku
Kulihat aku
Pada ku
Kulihat kehidupan
Tumbang
Dan dari matamu kulihat
Segalanya !
6
Bumi
Bumi Mu
Dimana bumi Mu
bebas sengketa?
Bumi
Bumi Mu
Bumiku rimba-rimba
Bumiku hilang sirna
Dibawanya ke pertikaian
Jiwa tak pernah bersatu
Bumi
Bumi Ku
Bumi perempuan pujaan
Tikamkan kegundahan
Bulan dan matahari mengerang
Cintaku jauh di seberang
Tenggelamkan kapalku
Di antara gairah rindu
Senja dan malammu
tikamkan badik
Mimpiku luka darah
Bumi Mu ! Bumi Ku!
Allah
Kembalikan kami
Pada kasih merindu
Seperti ibu bapa kami
Memadu kasih karena kasih Mu
Hilang sirna dari sengketa
7
Doa-doaku
Tak henti menyusuri
Rentang cakrawala dan samodra
mencoba mencium ruh Mu
Berkali-kali
Dalam perihnya gelombang cinta
-ah
Terlampau jauh aku
Gapaian tak sampai-sampai
Berayun-ayun
Dihina malam-malam sungsang
-ah bunga seruni
Bunga seruniku
Cintaku
Raib dalam tak tahu
Dan aku tak tahu
Kenapa kita berebut
Racun dan maut ?
Malioboro 1981/Temanggung 2019
MENANGISLAH
Menangislah mengeja makna dari alif
Seperti kelahiranku pada sepi malam
Tangis menggetarkan semesta
Hadir untuk mengalirkan ribuan doa
Desah nafas menitipkan rindu selalu
Tanah lah tempat menunggu mendebu kembali jadi tanah
Aku titipkan aku titipkan segala rupaku
Malam Qodar senantiasa menjadi tangis dan penghambaan
Hamparan sunyi langit menggetarkan hati
Kerinduan tak menepi
Munajat sempurna tak henti tak sampai
Munajat sempurna tangis merenda harap
:Merayap…..
Aku masih merayap menuju sampai
Pada tulang belulang musnah
Menangislah…
Dan setiap jiwaku mendekap resah
Menimbang api dan air
Dalam hamparan kealpaan
: Aku ingin beranjak
Melepas kelu
Bermalam di Arafah
Sebelum waktuku
Menebaskan kegelapan
Aku tetap merindukan
Arafahku
Sampai batas waktu
Aku tetap merindukan
Rumah Mu
Dan bersujud berlama-lama
Di Nabawi
Berpeluk hangat
Menyapa selalu
:Assalamulaika ya Rasulku
Menangislah…
Temanggung 2019
MOHAMMAD AS'ADI |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar