KARENA KAU KU PUJA
Sampai berapa banyak bejana erangku itu kau tampung di jalangnya dusta
yang kau pigurakan itu diatas asap
Gurat kan itu di puncak lelasmu
menyayat ikhlas ku ketika memuja mu, hingga bila ternyata pucuk pucuk angin yang kau genggam itu mematahkan mimpi ,
engkau tak terlalu terluka
Berharap sajalah sesal itu kan bersayap
dan rungu benakmu berdinding batu
hingga bila belati malu itu menghujam, engkau telah terbang
dan pekaknya duka terhuyung tumbang
Setidaknya takdirku tak merutuk bodohnya ku
ketika engkau ku pualamkan
dan kau tertawalah
karna luka itu masih erat ku dekap
dengan cinta yang hampir lumat
JKT.20*IsRa*
PESONA RINDU
Ceritamu tentang teduhnya bebukitan yang berngarai biru
bangkitkan lenaku pada teduhnya bias sinar di matamu
Apakah itu engkau roh yang tercipta dari keteduhan semilir sejuk di bebukitan itu puan?
/
Seringai indah senyumanmu
memancarkan bulir bulir air dari pancuran bambu yg tertumpah di sela bebatuan hingga
menerpa lembut rerumputan
Disela riang tarian kepak indah kupu kupu yang berpupur pelangi,
ah sejuk terasa sukma di dekap pesonamu
/
Teruslah bercerita nona,
hingga lelapku di buai desahmu menutup segenap pori poriku
pada jalang rembulan penebar rindu
JKT20*IsRa*
Telah seberapa lama kita menodai jubah putih Tuhan?
Jubah kita itu kepunyaanNya
yang acap kali dalam bangga kita mengenakannya sambil berdiri diatas sejadah putih diatas panggung opera matahari yang bertaring darah hingga kepayang dalam tatapan samudra takjub,
dari lidah lidah yang juga berbalut debu
Entah terpicing,
entah dalam nyalang mata yang telanjang
terus dan terus kita melumurinya dengan debu serapah kemunafikan dan keluh keluh dari api amarah yang kita hembuskan sendiri pada tungku jiwa,
hingga terbakar kulit ari nurani putih,
lalu dalam topeng basah kesedihan
kita kaligrafikan itu ukiran doa doa berserat emas, insan yang terzholimi
Kita acap bercermin diatas pembenaran yang kita puisikan itu dengan aksara embun pagi
Namun sejuknya laksana bara yang terhembus
yang keluar dari tungku panas dapur hati kita,
hingga mengering pucuk pucuk ilalang nurani
legamkan lembah lembah jiwa yang sejatinya berpelangi,
keringkan tirta ngarai ngarai miniatur surgawi
Ah,
Jubah Tuhan kah itu?
bukankah jubahNya itu mengerami siang dan malam segala raga kering kita yang telanjang dengan cinta yang tidak memandang sebelah mata ?
Seharusnya jubahNya yang kita kenakan itu menghangati kutub kebekuan jiwa jiwa yang terpenjara kesedihan,kelaparan dan teraniaya cambuk problema
Seharusnya jubah yang kita kenakan itu menjadi mercusuar bagi biduk biduk kecil yang terombang ambing di samudera kelam kehidupan.
Seharusnya Dia yang bangga
atau kita yang Bangga?
Aduhai..
Tuhan dalam benak yang acap kali diperkosa dengan kehendak kita yang papa
Jkt.20*IsRa*
KETIKA KAU ITU BUTIRAN RINDU
Puan,
kau alasan ku
berlayar menantang ombak
dengan nyali yang telanjang
menuju dermaga jiwa mu
JKT.210820
BERHALA
Terkurung
tanya memasung
sekotak Pandora hening
merahim misteri bising
Temali angin
terpintal di atas benak
lalu mengerang sesak
menghamba di bawah kaki badai
Mendakwa rajah waktu
sebagai belati penyayat keluh
padukan kelam meraja hayat
lalu membaptis nadi, wajah yang terzholimi
Dahi langit berkerut
Matahari dan bintang terpana
mata panah keluh bersepuh serapah melesat deras menghujam ke jantungnya
" Mengapa kita yang jadi terdakwa !"
tanya langit kepada sang pengendali
waktu
Bukankah kemudi mereka yang pegang dan jalur hasrat
mereka yang buat dengan jemari egonya ?
Hingga terjerat oleh temali problema
yang mereka pintal sendiri
di bawah bayang bayang suluh nafsu
yang mereka kaligrafi kan itu kafilah
penyanjung makna
Langit tak pernah memasung
langit tak pernah mampasak
tenda raga
labirin tanya itu sendiri yang berhalakan makna MERDEKA
JKT.21820*IsRa*
DAWAI YANG TERPUTUS NADA
Aku paduka kan saja kau puan sebagai gentar bertiara kelam
di relung paling bertabu
dengan jerat rerumputan
berserabut duri
agar nyali meluluhkan rindu
ketika jemari resah tertikam di pelataranmu
Malam mengerucut tajam
menekan hingga terbenam
artevak janji sang candra meremah puting bulir embun
Parodi lembah berilalang api
membakar partiture gita
yang mensketsakan deburan ombak
mencumbu bibir pantai
dalam birahi binal camar
memagut langit
Lihat puan,
jejak jejak berdebu itu
telah melaknat angan
ketika kau menjadi narasi badai
pada lembar lembar asap
diksi ku tuk kokohkan rajah takdir
merapuh di sana,
di sudut tergetas doa yang terguram
Jkt.20*IsRa*
PERGULATAN BENAK
Genap semusim,
secawan tuba itu tereguk
tanpa kawal ikhlas
pahit menyetubuhi paksa matahati
Lalu kepada siapa geram berlabuh
bila tirai tirai netra terbungkus kumparan cahaya perak berhulu matahari
hingga melegam bisu disudut hening jiwa
Seluas benak memaknai khilaf
telah terkuliti batin hingga telanjang
terantai diatas bebukitan beku
hingga tak mampu lagi lidah berjubah sanggah
menghantam jalangnya rajah waktu
Ketika waktu yang bertoga angkuh mendakwa nurani hingga mengkerut gentar nyali berdiri menatap kokohnya langit bergincu asap
lunglai tercerai kaligrafi makna dari pelataran kitab bernarasi penghamba
Duh Gusti,
lenganMu kah yang erat menekan
hingga tenda lapuk ini merebah lelah
di kumparan bara kesah
Atau berlaksa rancu di bahu waktu yang
terkulai patah,
getas tergerus lembabnya embun berdebu jalang yang dalam sengaja manja tertimang.
Ah pergulatan ini melabirinkan tanya.
Jkt.20*IsRa*
PERGULATAN BENAK
Genap semusim,
secawan tuba itu tereguk
tanpa kawal ikhlas
pahit menyetubuhi paksa matahati
Lalu kepada siapa geram berlabuh
bila tirai tirai netra terbungkus kumparan cahaya perak berhulu matahari
hingga melegam bisu disudut hening jiwa
Seluas benak memaknai khilaf
telah terkuliti batin hingga telanjang
terantai diatas bebukitan beku
hingga tak mampu lagi lidah berjubah sanggah
menghantam jalangnya rajah waktu
Ketika waktu yang bertoga angkuh mendakwa nurani hingga mengkerut gentar nyali berdiri menatap kokohnya langit bergincu asap
lunglai tercerai kaligrafi makna dari pelataran kitab bernarasi penghamba
Duh Gusti,
lenganMu kah yang erat menekan
hingga tenda lapuk ini merebah lelah
di kumparan bara kesah
Atau berlaksa rancu di bahu waktu yang
terkulai patah,
getas tergerus lembabnya embun berdebu jalang yang dalam sengaja manja tertimang.
Ah pergulatan ini melabirinkan tanya.
Jkt.20*IsRa*
MANiFESTASI HAYAT
Sajak sejak jejak menjejak
mengawal awal maklumat
perihal desah lelah membelah tanya,
gelap petang silih menantang
Sajak sejak sehela masam
mengepal geram payah menikam
hulu jawab terurai buram
sejak sajak kusam waktu terjulang
Sajak sajak jejak berhulu petang
kemarau berjubah mengurai kabut
berdendang lantang mengebiri awan
tinggal kenang mengusik pulang
Sajak sejuk serpihan bulan
sejak jejak terkurung ruang
bersama sunyi tak beratap api
terbata kata melarung gaung
Maka jadilah keluh bersajak
menjejak abadi berabad detak
hingga retak melaknat penat
di secawan asap, altar berkarat
JKT.20*IsRa*
KETIKA BARA MERAJANG EMBUN
Dimana tajimu embun
bila api yang tergenggam lebih menyejukkan hingga menciptakan berhala kepatutan
yang berjubahkan langit kelam
lalu dalam ikhlas terkhatamkan sudah kitab alpa dibawah bayang bayang matahari
Baranya yang menari nari binal
pada kerongkongan berlumut duri
semakin mengkokohkan tahta ego
tegak menggantang asap perih
Aduhai,
neraca hayat jadi tak seimbang
berlaksa laksa serapah bakti menghantam
kubu kubu nurani,
hingga bayi bayi pualam putih langit berguguran dari rahim rahim waktu
Lihatlah pada lembah dan ngarai waktu
telah berfosil sejarah bulan bergincu madu
yang dulu gitakan kidung kidung perawan
ihwalkan kesetiaan malam menjemput peluh dan keluh dari lambung lambung berdebu
Dimana tajimu sejuk
telah patahkan sayap sayap putih mu
hingga lumpuh dan tak mampu lagi terbang menjaring bulir bulir salju diatas puncak seribu bintang
Ah..
ataukan telah retak bejana batin
hingga kesia sian nyinyir tertawa
melihat narasi harap yang berjubah asap
itu semakin memudar diatas artevak.
pasir pantai sukma kita
Lalu berjuta juta bangkai doa itu
tergeletak kering
di atas sahara sesal
ketika bulir bulir embun
tercerai sejuknya.
Jkt.20*IsRa*
BULUH YANG PATAH
Atas nama hening yang semakin terbiasa dengan mu , telah tercipta kitab beraksara api
dari serpihan waktu yang patah
di tangkai reranting kering huma nadi
Beribu erang membatu
telah memeterai langit benak
menabukan keluh menadah iba
memajaskan bayang bertuan diatas sinaran rembulan yang bergincu debu
Ikhlas melantunkan ayat-ayat kesunyian
di altar malam,
hingga semakin mengokohkan benteng afatis
di atas bongkahan luka, yang mesra kau dekap erat dengan jemari geram
Atas nama hening yang membungkam lidah lidah pelangi bernyanyi
Dia menabuh genderang muak
paradigma birunya terpancang beku
rindu tak lagi menjarah keluh
Jkt.20*IsRa*
--------------------
Bergelombang
samudera hening
meliuk,
mengoyak tirai nyali
gigil merajam perih
''Karena kau bajingan terindah ku"
Ah bajingan manis kamu,
mengapa kau buat aku terikat tak bergerak dihadirmu.
semestinya tak kau tinggalkan separuh kerlingmu dipersimpangan jejak ku,
hingga aku memungutnya dan racunmu terhirup di jiwa,
hingga sendi ku lemah tak berdaya tuk lari dari sengat pesonamu
""
Duh bajingan penebar rindu kamu itu,
setiap malam aku sibuk mengais keping bayangmu ditimbunan cahaya bintang,
laksana puzzle yang harus tersusun,
hingga sempurna mu penuhi ruang ruang angan ku
Kau tau bajingan penyadap resah ku,
karena mu
telah tersita rangkaian
iklas waktu ku disana
""
Ah bajingan indah kamu,
kau buat letihkutertawa
melihat raga bodoh ini merangkak di serambi rindu,
lewati pematang kering berdebu
hingga pengapkan nafasku menghirup aroma binal manjamu
""
Ah..
bajingan pengunci sukma kamu itu..
rinduku
teraniaya degub jantung
yang bertalu, iringi senandung mu
lantunkan mantra pikat penjaring
bias sinar yang hanya tertuju
pada mu
"
Ah bajingan beralis busur pelangi kamu itu,
anak panahmu deras menyalip
gerak ku
dan aku terkunci diruang jantungku
hanya tuk mencumbu
bayang mu
:
:::::::::::::::::::::::::::::::
==jkt.20*IsRa*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar