ELEGI RAJA MIMPI
Kita, pemimpi di puncak malam nan birahi
Bercengkerama dengan angin nan hinggap di reranting
Menelanjangi malam nan bermanik gemintang
Bersetubuh dengan tiap tetes gerimis nan gemulai
Aku hanya sepotong, dan engkau pun cuma sepenggal
Menari di tiap denyut nada nadi nan berirama binal
Lalu, kita pun berseteru pada sebentang sahara bisu
Kita hanya separuh, sisanya telah lama beku
Kita, raja dan ratu mimpi, yang dipatri pada singgasana nyata
Coba mengukir prasasti, pada dinding-dinding surgawi
Dengan tinta dari jelaga cahaya lentera penawar gulita
Tentang asa, tuk bakar renjana di puncak malam nan birahi
Karya : Ade Saputra Sunankaligandu
#DewaBumiRaflesia_31_08_20
NOKTAH DI JELAGA
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Kuntum renjana, di rimba dada
Menggurita, dari nadir hingga kulminasi
Lesakkan nyanyian rima rindu tanpa jeda
Penuhi tiap inci tanpa garis dimensi
Lalu, mengabu dilumat titik bara
Ketika ambigu tanpa cahaya lentera
Nanar, frekuwensi imaji tapaki alibi
Hanya setitik, noktah berjelaga di kain sari
Kini sepi, kidung mimpi-mimpi berlari pergi
Sirnakan rupa wajah-wajah elegi esok pagi
Tanggalkan, lencana di pundak sahaja
Yang tersisa, warna buta tak ter-eja
Biarkan, tetap di antara garis bumi dan langit
Hingga melebur dalam rintik rinai
Pecah remah, digerus awan yang menjerit
Lalu punah, sisakan arwah tiup serunai
#DewaBumiRaflesia_15_02_20
BUKAN BUNGA SEROJA
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Angin di beranda meniup punggung angan
Angan, yang kian membara pada suhu titik beku
Air muka mati ekspresi, bertopang tubuh kaku
Menggelinjang sukma, jamah lara tanpa persimpangan
Ah, aku terbiasa mati suri di secawan mimpi basi
Lalu bangkit dari pusara tanpa nama, pun karangan bunga
Himpun serpihan nyali di sekeping rentanya raga
Merayap di titik nadir, hingga kuasa berdiri di titik kulminasi
Angin, mari bercengkerama dalam diam
Diam yang punya arti, laksanamu di setiap hela napas
Biarkan aku diam, hingga yang tercabik usai disulam
Sambil kulambungkan pinta pada Sang pemilik aras
#DewaBumiRaflesia_28_06_20
LELAKI MATA BELATI
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Aku, bola mata belati sang penyamun
Binarnya, curi tiap inci rupa raga pendosa
Menjarah, hingga sudut relung paling rasa
Berkelana, tanpa bawa kitab qanun
Namun kini, binarnya tak lagi binal
Utuh bersimpuh, pada raga gemulai sintal
Pada seraut rupa indah paripurna
Pada kemilau cahaya renjana mempesona
Sungguh, bola mata yang belati
Telah berselongsong di dasar hati
Tak akan lagi mengembara
Karena seisi dunia, engkau tiada tara
DewaBumiRaflesia_13_03_20
Catatan : Qanun = undang-undang, peraturan, hukum, kaidah
WANITA BERHIJAB DUSTA
By. Ade saputra sunankaligandu
Lenggok melenggang di titian ilusi
Sedari pagi, mengejar halusinasi
Tentang pria nan perkasa
‘Tuk puaskan birahi tanpa sisa
Hujamkan belati, di dada para pecinta
Merampas napas, para punggawa
Hingga masa, berlalu tuk kembali berburu
Tak kenal tabu, menjaring mangsa baru
Cantikmu, kini telah pudar
Dimangsa usia nan kian senja
Ragamu, kini hanya terkapar
Dihimpit sakit tanpa jeda
DewaBumiRaflesia_10_03_20
PULANG
Malam,maafkan aku bila
Sejenak pernah dibuai lena
Solek molek lukisan mayapada
Terpedayaku pada sepenggal juwita
Bermanik binar gemintang di angkasa
Cantik menawan paras cakrawala
Malam, engkau hanya
Benalu sukma menuju semedi
Selimut kabut menuju elegi pagi
Penabur mashur mimpi-mimpi ilusi
Cemeti sepi pendera di jeruji tirani
Malam, aku alfa
Bahwa nyala lentera di depan netra warna nyata
Pemandu mata pena guratkan legenda
Memang remang, namun cerita perkasa direnda
Malam,aku akan selalu ada
Untuk jiwa - jiwa dahaga rupa cinta
Tiada henti jemari menari mengisi ruang asa
Malam, aku tetap setia
Mengunci temali ikrar maha cinta
Malam, rupaku, cintaku, ada untuk yang nyata
#DewaBumiRaflesia24_05_16
HUJAN DI MUSIM SEMI
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Ada hujan yang kubenci
Tetesnya basahi sudut retina
Sedangkan musim, belumlah berganti
Masih semi, di kelopak aneka bunga
Tetaplah di sini ...
Di bangku ayun, taman kasturi
Eja bersama tiap detak degup jantung
Getarnya, mampu leburkan gunung
Musimku, masih semi
Rona pelangi bersandar di bahu kiri
Semilir angin, kecup tiap helai rambut
Burung-burung bernyanyi saling sahut
Tetaplah di sini
Duduk bersama di taman kasturi
Nikmati syair melodi hati
Agar kau tahu, tiap nada punya arti
#DewaBumiRaflesia
Sulteng_Palu_15_11_19
NYANYIAN ANGIN DALAM LACI
BY. Ade Saputra Sunankaligandu
Ingin, kutanya angin nan jatuhkan putik di serbuk sari
Atau, pada awan nan tumpahkan hujan di beranda
Namun, aku terhimpit sekat ruang dimensi
Limbung, kaku, membeku laksana arca
Lalu, mengapa kau yang mati suri
Terkapar di altar, berkafan puisi
Kemudian bangkit, mencari alibi bertubi
Naif, aku hanya bisa diam tanpa ekspresi
Sudahlah, usah sebut aku pendusta
Karena dosaku, penuhi tiap kasta
Pun, usah kau tunjuk jalanan surgawi
Karena, tiketnya tak mampu kubeli
Biarkan, aku berkelana dalam laci
Memahat angin yang telah mati
Bersenggama bersama rima aksara
Hingga masa tak terhingga, atau anggap binasa
#DewaBumiRaflesia
Mamasa_30_07_19
LIS
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Lis ....
Masih berjelaga, di sudut retina
Masih hingar, di ruang memoar
Legenda usang di malam malam kita
Masih subur tak mampu kukubur
Lis ...
Sajak itu, kini tak lagi bijak
Meski kukemas di sekuntum rindu
Tentang desah nafas kita yang menderu
Udar dinginnya malam yang mencekik
Lis...
Kisah kita, bukan kisah Romeo dan Juliet
Namun, tentang rasa dari awal sebuah rasa
Entah itu sebagai cinta monyet
Lalu berakhir di indahnya kisah remaja
Lis...
Aku mencarimu di setiap sudut malam
Meski aku tahu, tak mungkin kujumpa
Aku, hanya ingin menatap dalam diam
Dengan gemuruh yang masih sama
#DewaBumiRaflesia_12_05_19
RIMBA AKSARA KITA
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Denting angin, tiup ubun-ubun malam
Jerit jangkrik, rimakan irama sama
Pun, gulita kian pongah menjelma
Semua, adalah puisi goresan alam
Sedang aku, masih letih tertatih
Dalam rimbunnya rimba aksara
Yang kusemai berbenih asih
Lalu subur menjadi belantara renjana
Biarkan, kueja tiap detak nada nadi
Menghitung langkah jejak telapak
Agar aku tahu, mimpi kita tak berjarak
Agar dapat kuramu, elegi di pintu pagi
Masihkah, kan kau tanya luas sahara
Sedang benih, telah jadi belantara
Menyatupadu, di rimba rindu
Meski dalam figura tabu
#DewaBumiRaflesia_31_05_19
TAPAKI TEMALI HATI
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Kita, di bait angan memintal tubuh
Menelisik dibisik semilir angin asa
Mengeja rupa senja di ufuk jingga
Akankah, menarik ujung rentang nan jauh
Kita, terperangkap jaring laba-laba
Dalam dimensi ruang hati
Rimakan detak nada nadi
Lalu kaku, membisu di jelaga buta
Pada senja ini
Aku masih menghitung bait puisi
Kan tetap ku tapaki
Hingga ujung utas tali
#DewaBumiRaflesia_24_03_19
NYANYIAN SEPI
Kutepis rindu yang mengiris
Di hela untaian napas
Namun, kian larut dibingkai malam
Kian ranum kasih dipendam
Meronta dengan sukma arca
Tertatih, merintih rasa pedih
Dimangsa gulita tanpa rupa
Dalam diam kuberserah
Kau, syair tanpa aksara cinta
Merenggut separuh asa
Dalam bait-bait sunyi
Tersirat guratan hati
Seperti senandung malam
Iramanya bisa kueja
Masih tentang berjuta asa
Yang tertinggal di lorong kelam
Oleh : Ade Saputra Sunankaligandu
#DewaBumiRaflesia_30_01_17
KISI-KISI KITA
Kita, tak lagi dipatri
Pada bait-bait rintihan imaji
Hitung melodi dawai kecapi
Dikuliti belati hari-hari sepi
Kita, telah kembali ukir waktu
Gelakkan tawa, hingga tak tersisa
Melebur Mahameru salju rindu
Buah karya bentangan antara
Kita, kan tetap begini
Rimakan bait-bait puisi hati
Di sepanjang jalanan elegi
Menuai bulir-bulir kasturi
Hingga, remah tumbuh di Sahara
Mekar bersemi di ujung senja
Bertabur bunga-bunga melati
Di atas pusara taman surgawi
By Ade Saputra Sunankaligandu
#DewaBumiRaflesia_12_01_19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar