UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Jumat, 12 Juli 2019

Kumpulan Puisi Samodera Berbirbisik - HARUS BAGAIMANA





HARUS BAGAIMANA
Samodera Berbisik


Berkali mengetuk hatimu, sayang
Berharap senyum terhidang
Menutup tikai bersarang
Melebur, lalu membuang

Tak semudah harapan
Engkau selalu abaikan
Seakan tiada membutuhkan
Apapun kuberikan

Harus bagaimana
Abaikan juga
Berlalu entah kemana
Atau menunggu mereda

Atma terluka
Sikapmu mendera
Jernih mengambangi netra
Senyum harus tercipta

Bisu membisu jua
Diam terdiam sapa
Tak tahu apa
Harus bagaimana

Tgr, 11072019



SENYUM YANG SAMA
Karya: Samodera Berbisik


Rembulan sabit bersembunyi pada sepasang bibirmu. Bersinar dikelam malam. Berpendar menembus jantungku, yang risau. Getarku masih terasa mendekap sukma, sebisa diri menghalau rasa

Masih senyum yang sama, ketika aku terpana oleh pesona. Manis merontokkan lara, yang melekat pada ranting-ranting pohon nestapa.
Berguguran daun-daun kering nan luka, meluruh bersama bumi, menghumus tak bersisa

Telah lama hilang dari pandangan, namun tetap terbingkai dalam kenang menggenangi jiwa. Senyum yang sama, hadir kembali menyapa duka tak terbagi. dan aku... bersenandung memburai kidung pilu. Senduku membiru akan hadimu

"Duhai pemilik senyum yang sama, beberapa purnama berlalu, akankah menghapus kembali darah dan nanah hatiku, kemudian mengecup lembut dengan tulusmu yang pernah engkau sembunyikan dariku?" Begitulah rupanya suara hatiku penuh harap

Pada rembulan yang menyapa pekat, engkau pulang. Meninggalkan jejak silam tak terlupakan, kurasakan senyum yang sama tersungging begitu manisnya

Tagerang, 11 Juli 2019
#imajinasipenghiburhati



MUNGKIN
Karya: Samodera Berbisik


Bagimu, arti hadirku mungkin tak seindah dulu
Hatiku, tak penting lagi untuk memeluk rindu
Engkau membiarkan
aku menunggu
Malam berpeluh bisu

Kekasih, betapa perih sukma ini
Memeluk rindumu tak bertepi
Namun, engkau seakan tak peduli
Seolah aku hanya pengisi sepi

Terlanjur sudah, kuncup yang kau siram bermekaran
Lalu kini terabaikan
Apakah ini sebuah jawaban
Bahwa aku hanyalah persinggahan

Aku menganyam helai cinta, dengan memintal sungguh
Pada ketulusan yang terus kukayuh
Merajut asa, dalam untaian rasa terasuh
Dengan linangan doa, aku bersimpuh

Haruskah aku melepas hatimu dari genggaman
Membiarkan berlalu, menyisakan erangan
Yang mungkin, sengaja engkau lakukan
Menghindari sebuah pertemuan

Aku relakan, bila memang dirimu meninggalkan
Semua kenangan yang telah kita genangkan
Dalam temali hati yang telah kita simpulkan
Dengan melalui berbagai cobaan

Aku masih sangat berharap
Rasaku hanyalah mimpi lelap
Dan esok saat mata terbuka engkau masih mendekap
Hatiku yang runduk tiarap

Kuharap ini hanya mungkin
Bukan sengaja, engkau bersikap dingin
Sesungguh karya menyita ingin
Yang tak sempat menyapa batin

Tangerang, 10 Juli 2019



BIARKAN
Karya: Samodera Berbisik


Biarkan begini, usah lagi mencoba menari dalam gemulai aksara rindu. Aku telah berusaha meramu dalam racikan paling syahdu untuk merayu hatimu. Namun engkau masih mengabaikan, dan... akupun tersedu pilu
.
"Apakah engkau tak tahu, atau sengaja tak mengerti, rindu ini selalu menyeru namamu?" Bisik hatiku, memecah kehampaan jiwa
.
Takkan lagi, aku bersenandung merdu, biarlah pawana berlalu tanpa aku pinta menghembuskan nafas cinta
.
Janji kita tak lagi sama, engkau telah merubahnya dalam prasangka, sementara rasaku kian nyata
.
"Wahai sepasang netra, yang telah melumpuhkan keangkuhan, mengapa kini engkau abaikan, kerinduan yang engkau tanam pada ladang hati ini?" Tanyaku kembali dalam lirih
.
Tak ada sebuah jawaban, sepi menuntun sunyi yang semakin tak pasti. Akupun larut dalam pergumulan sengit isi cangkang kepala dan belaian jiwa
.
Biarkan!, biarkan begini, tak perlu lagi mencari pasti. Jalani saja nikmatnya perih ini, tanpa tanya jua air mata

Tangerang, 10 Juli 2019



RUMAH HATI
Karya: Samodera Berbisik


Berjalanlah, mengembara dalam indahnya pesona. Sesapilah kuntum bunga berbagai warna. Nikmatilah keindahan pandangan mata
.
Aku yakin jiwa tak buta, rasa tiada dusta, dan cinta membawa kembali ke rumah hati kita
Meski telah tersesat, dalam belantara lebat, dan petualangan telah menyekat. Namun rindu terus berkelebat tanpa isyarat
Kekasih, pulanglah ke rumah hati. Disitulah kebahagiaan sejati. Meski telah menyakiti paling sakit tanpa kompromi, ia akan selau ada ruang untuk kembali
.
Usaikan petualangan, karena pada akhirnya hanya menyulitkan. Menguliti kebahagiaan tanpa perasaan, membungkam nurani dalam kebimbangan
.
Raciklah rindu dalam ramuan kasih sayang, lupakan tikai yang mengguncang. Melangkahlah tenang, kemudian berjalanlah dengan tujuan rumah hati, untuk pulang

Tangerang, 09 Juli 2019



AKU SELALU MENUNGGUMU
Karya: Samodera Berbisik


Aku tetap menunggumu, meski malam semakin membisu. Andai engkau tak datang hingga pagi menjelang, rinduku tak akan tenggelam

Padamu, aku telah berjanji menyayangi sepenuh hati, apapun adanya dirimu. Meskipun setiaku bukanlah ketulusan dari engkau, pemilik hati

Hanya namamu, terpatri disanubari, tepat di pusat pertemuan jantung, hati, juga paru-paru, meski empedu melengkapi

Cinta yang kuberi sepenuh hati, entah yang kuterima, aku tak peduli. Karena janji adalah kata hati yang tak mungkin teringkari

Aku akan selalu menunggumu tanpa ragu, andaipun engkau tak akan lagi menghampiri. Biarlah kunikmati sendiri keindahan yang pernah engkau beri

Tangerang, 09 Juli 2019



SALAH SIAPA
Karya: Samodera Berbisik


Terpatahkan sudah, jalinan persahabatan, karena keegoisan, kesalah fahaman.
Amarah meraung menikam, merobek keindahan, bara api tersulut memecah emosi, bertikai pada masalah tak berarti
.
Dia kembali menerjang dalam lolongan, bagai tak punya hati. Aku terdiam tak peduli. Meredam dalam bisu, menggerogoti sanubari. Semua karenamu, tak memberi alasan semesti ucapan. Kau putar balikkan kenyataan
.
Aku tak bisa menyelesaikan, karena engkau terbungkam. Dan dia semakin meradang, sementara diri hanya diam tak mengerti, harus bagaimana mensikapi
Aku terpojokkan, diamku semakin membuatmu di atas angin kebenaran, bukan aku pelaku utama, tapi kamu sumber segala cerita, membalik lidah menutupi salah
.
Aku tahu dengan pasti, kamulah biang keladi. Bukan aku, juga dia. Semua menggantung di angkasa, dengan saling prasangka tanpa jeda
.
Akupun enggan menjelaskannya, karena aku malas mendengar lolongannya yang seperti serigala. Aku tutup mata dan telinga, berdiam diri dengan makianmu yang semakin basi
.
Entahlah... aku tak peduli semua telah terjadi. Tak ingin juga membela diri, bila hanya menyulut emosi
.
Hatiku terasa sakit, selayaknya membencimu, tapi aku tak mampu, menumbuhkannya.Justru kerinduan memeluk sukma, mendekapnya semakin hangat. Lalu salah siapa? Rasa rindukah, aku, kamu atau dia?

Tangerang, 08 Juli 2019



SANGAT MENCINTAIMU
Karya: Samodera Berbisik

Malam ini bintang tak berkerlip, rembulanpun enggan tersenyum, sang bayu hanya malu-malu menggenggam ujung daun. Aku tertegun dari lamunan, tentangmu
.
Hari demi hari kulewati, bersamamu menguntai aksara-aksara makna, merangkai diksi segenap rasa. Larik-larik manja, menyentuh palung paragraf cinta, dan menyatu dalam sebuah puisi bahagia
.
Bibirku tersenyum, jantungku berdetak tak beraturan, hatiku gemetar menahan rasa berdebar, menggema dalam rongga jiwa. Setiap kudesahkan nafas cinta, seiring nadiku berdenyut, begitu lembut membelai pusat rasa. Aku telah jatuh cinta... yang sebenar-benarnya cinta
.
Engkau telah menyatu dalam rasa, berpadu dalam rindu, aku tak bisa berpaling darimu. Karena aku sangat mencintaimu, duhai PUISIKU

Tangerang, 08 Juli 2019



TAK HILANG
Samodera Berbisik


Terkira kenang
Sebatas bayang
Hilang
Waktu terbilang

Menepis emosi
Sejenak menepi
Diam sembunyi
Sepi

Hadir rindu
Datang menyeru
Memeluk kalbu

Tak hilang
Menghilang
Untuk sayang

Tangerang, 07072019



PECINTA TAK DICINTA
Karya: Samodera Berbisik


Benih ketulusan tersemai
Tunas kerinduan bergerai
Menghiasai lahan damai
Indah tertata merantai

Kusirami tanpa ragu
Rasa hati selalu berseru
Merdu merayu pilu
Terdengar begitu syahdu

Akulah sang penebar cinta
Memeluk tanpa dusta
Mendekap dalam setia
Namun... bukanlah tercinta

Semua terasa pahit
Menoreh sayatan rindu yang sakit
Membuat sukma terjepit
Seiring waktu kian melilit

Biarlah asa selalu terluka
Tapi rasa akan selalu terjaga
Meski dusta terus menyelimutinya
Karena aku pecinta yang tak dicinta

Tangerang, 07Juli 2019
#temanngopipagi



RINDU MEMANGGILMU CINTA
Karya: Samodera Berbisik


Kemarahan menyekat
Rindu yang terjerat
Pada cinta terikat
Hati bertarekat

Terduduk pada gejoak
Hati terus terlonjak
Mengurai rindu tersibak
Pada keangkuhan terkuak

Rindu memanggilmu, cinta
Pada palung menyiksa
Tapi logika berbicara
Usah bersimpuh rendahkan rasa

Biar bergemuruh mendebar atma
Menepi rindu pada gulungan sukma
Dan cinta bermain menyelimuti jiwa
Indah bersimphony irama senada

Peluk rindu dalam dekap cinta
Hangat tiada pernah sirna
Memenuhi ruang tak bersisa
Oleh namamu tanpa jeda

Tangerang, 06 Juli 2019



RINDU YANG KELABU
Karya: Samodera Berbisik


Awan hitam memayungi senja berjelaga, langit biru tersapu mendung, tak ada lagi jingga merona, berarak gelap, menggulung angkasa saat rinduku berbalas dusta
.
Engkau, hati yang kupuja dengan ketulusan tak bersekat, adalah penyulam rasa penjerat. Aku tak kuasa melawan manis madu rayumu, terkulai dekap hangat yang bisu
.
Tak ada lagi rindu merdu membiru, kelabu telah menggantikan warna hatiku. Telaga teduh yang terpancar pada sepasang netramu, memancar lidah api, siap mengoyak kedunguanku
.
Tersadar aku, setelah petir menyambar, menyentak khayalan, dan tangispun pecah, perih, mengiris jejak perjalanan
.
Kubiarkan kini rinduku yang kelabu, berdebu atau bahkan menjadi abu, tak perlu penyeka membersihkannya.
Biarlah waktu akan membawa, entah kemana

Tangerang, 06 Juli 2019



BUNGA EDELWESE
Karya: Samodera Berbisik


Sederhana
Tiada aroma
Tak mudah mendapatkanya
Perjuangan menguras tenaga

Lambang keabadian
Seperti cinta dalam ketulusan
Meski tak mudah dalam genggaman
Ia akan selalu tersimpan pada kenangan

Bunga edelwese dariku
Luruh diujung cemburu
Terpuruk pada rindu yang layu
Gugur seiring semilir sang bayu

Dan engkau membiarkan berlalu
Tanpa seucap kata... bisu
Bunga edelwese kini tersenyum pilu
Mengingat rasa yang dungu

Tangerang, 05 Juli 2019



PELANGI DI ATAS LANGIT-MU
Karya: Samodera Berbisik


Akan terlihat lebih indah, jika pelangi terlihat di atas langit kepalamu. Keindahan memukau pandangan. Meski mungkin lebih indah warna warni lembaran hati
.
Bercermin pada gambar diri, agar tak mengenal kata lelah berihktiar, memadu padankan segala bentuk kekurangan, tanpa harus mengiris perih
.
Lembar lembar buku kalbu yang tersayat pilu, dari waktu yang selalu berdetak tanpa jemu, tersusun dalam agenda yang telah berdebu
.
Melambai pada angin untuk menghembuskan semilirnya, menerbangkan debu debu luka yang melekat pada duka yang menganga
.
Menengadah jemari jemari bertasbih doa, mengharap tetes -tetes air suci, membasuh segala pinta durhaka
.
Tak perlu merendahkan gelisah, memandang indah pelangi di atas kepala orang lain. Karena sesungguhnya hal terindah adalah setiap goresan luka berdarah yang tertoreh pada lembar-lembar sukma
.
Masih ada waktu, untuk menggapai suatu keindahan hakiki, karena yang terindah adalah pelangi di atas langit-Mu

Tangerang, 05 Juli 2019



KUTUTUP KISAHMU
Karya: Samodera Berbisik


Malam ini, terukir bulan sabit dilengkung bibirku, dan bintang kejora telah tersemat dicangkang kepala. Keheningan yang begitu indah untuk aku menyelasaikan kisah bersamamu
.
Selarik sinar berpijar, menembusi ruang hati. Bilik-bilik sepi bernyanyi melantunkan tembang kenangan. Terbingkai sudah potret-potret rindu bersamamu. Kusimpan rapat dalam pusara kalbu kemudian nisan telah kutancapkan, bertuliskan namamu
.
Keranda telah membawa kesunyian pada akhir sebuah perjalanan cinta tulus bermadu, namun selimut menghangati dengan manik-manik racun berbisa, yang membuatku sekarat disamping gundukan tanah merah, terkubur jiwamu.
Maka ijinkanlah, kututup kisahmu
.
Terbangun aku dari sekarat rindu, ternyata aku masih ada di sini, sendiri menjalani hari tanpa cintamu lagi. Engkau telah pergi membawa separuh nafasku, meninggalkan sekuntum kamboja dalam palung nadi
.
Selamat jalan cinta, indahlah engkau dialam sana, bersama jua ruh sang pendusta. Akan kututup kisahmu tanpa air mata

Tangerang, 05 Juli 2019



TAK PEDULI LAGI
Karya: Samodera Berbisik


Dilema cinta telah meracuni hati
Logika tak berfungsi lagi
Angan mengembara, menembus imajinasi
Bermain dalam mimpi sembunyi

Kuncup-kuncup diksi bermekaran
Bunga-bunga aksara bersolek berebutan
Menggoda pujangga pujaan
Untuk menempati puisi pilihan

Entahlah... semua telah terjadi
Aku mencintaimu itu pasti
Sulit terhindari suara hati ini
Tapi aku tak peduli lagi

Engkau telah abaikan dalam kepedulian
Tersenyum penuh permainan
Menguntai rasa indah dalam kekalutan
Dan puisiku berantakkan

Aku tak peduli lagi tentangmu
Terserah apa maumu
Bukan lagi menjadi urusanku
Karena aku hanya ingin menjamu puisi, penuh rindu

Tangerang, 04 Juli 2019



TERUNTUK RINDUKU
Karya: Samodera berbisik


Rindu kurangkai sebegitu sederhana
Tak perlu membara
Tak jua menggelora
Apa adanya

Engkau yang di sana
Kuyakin rasamu sama
Seperti nyanyian jiwa
Bersatu dalam nada

Mengalun seirama simphony alam
Memecah kelam
Indah tergenggam
Tanpa menunggu senja tenggelam

Aku tenang menjalani hari Bersama senyummu berseri
Memeluk sepenuh hati
Asaku yang dulu tersakiti

Teruntuk rinduku
Aku selalu memujamu
Tanpa ragu
Padamu menyeru

Tangerang, 03 Juli 2019



TUHAN BANTU AKU MELUPAKAN DIA
Karya: Samodera Berbisik


Sekuat tenaga aku menahan jemari untuk tak lagi menarikan aksara rindu. Perlahan harus mampu berlalu darimu

Terlalu sakit menjaga hati untukmu, menghimpit rindu yang selalu menyusupi relung kalbu. Menyusuri setiap cemburu yang seharusnya tak terburu. Aku terjebak pada rasa yang tak tertebak, dan ternyata menghadirkan sesak

Tuhan, bantu aku melupakan dia. Buanglah rasa ini dari sanubari. Aku tak ingin dia hadir lagi mencabiki hati perih ini, menorehkan kisah manis mengiris tangis. Aku ingin seperti dulu berbahagia dalam sunyi, tertawa bersama sepi, tetapi tak tersakiti oleh sakit yang menjerit

Tuhan tolong, bantu aku melupakan dia. Menghilangkan setiap titik titik kerinduan tentangnya, bersama cerita yang telah terangkai disudut jiwa

Tuhan, hanya kuasa-Mu merubah semua, bantu aku melupakan dia

Tangerang, 03 Juli 2019



SETIANYA SANG BUAYA
Karya: Samodera Berbisik


Aku tahu sebenarnya tahu, siapa dirimu. Tapi aku tetap ada untukmu. Kau mencintaiku tapi tak juga melepaskannya. Karena ibamu telah menjeratnya, serta menjeratmu oleh rasa kasihan dan peduli tentang cerita lara yang ia usung kehadapanmu
.
Aku merasakan ketulusanmu, menikmati belai lembutmu, juga kejujuranmu tentang semua kisah dukamu. Engkau tak pernah mendustaiku, namun kejujuran itu, menyakiti hati ini
.
Aku sajikan secangkir kopi, sesendok rindu, tak lupa aku taburi sejumput cemburu untuk secawan hatimu. Agar engkau memahami sungguhku padamu
.
Aku tahu engkau setia, dan tak mungkin berpaling dariku, namun akupun tahu itu setianya sang buaya

Tangerang, 02 Juli 2019



KEMARAU DI BULAN JULI
Karya: Samodera Berbisik


Kering, panas, menyergap gelisah. Tak sedikitpun tetes embun tertinggal diujung daun. Petak-petak retak, tak bisa dibajak. Tandus, terbengkalai bersama ilalang kering patah berderak
.
Andai setitik api, singgah lalu dihembus geram sang bayu... Hangus! Terbakar menjadi abu, kemudian terbang menyebar kelilip
,
Oooh kemarau di bulan juli, mengeringnya selembar hati. Tak ada tinta untuk menuliskan aksara, apalagi sebuah cerita cinta. Lembar terbiar kosong, merana dalam lusuh yang gemuruh
.
Sekerat keyakinan rindu, mengikat hasrat, menggali sedemikian dalam dan melelahkan. Berharap, masih ada setetes mata air di kedalaman bumi, yang tak terjangkau ukuran nalar, namun dapat ditemui atas izin ilahi robbi
.
Sebening embun pagi, mengalir jernih tetes-tetes air, dari kedalaman hati... menyirami kemarau di bulan Juli

Tangerang, 02Juli 2019



CINTA AKAN PULANG
Karya: Samodera Berbisik


Biarkan deru laju mengejar rasa
Mengembara mencari beda
Usah risau dalam gulana
Lantunkan saja sebait doa

Tak perlu ragu mengeja waktu
Membelengu rindu dalam cemburu
Memasung jiwa dalam lugu yang dungu
Karena keyakinan memeluk kalbu

Tak perlu mengerang
Kala petang menjelang
Tak jua kau datang
Membawa segenggam asa tenang

Pandanglah bunga- bunga indah
Kecup dan rasakan putiknya dengan gagah
Pada akhirnya cinta akan pulang kerumah
Bukan sekedar menginap atau pun singgah

Tangerang, 02 Juli 2019



MEMECAH KESUNYIAN
Karya: Samodera Berbisik


Kita masih menuangkan rindu, yang sempat mengumpal ditikam kekesalan. Hatiku yang lara, berlalumu untuk memberi ruang pikirku. Ternyata menumpahkan rindu, bergelora memecah kesunyian
.
Rasa mengikat hati, sedemikian kuat. Dan kembalilah rindu berjingkat, menembus pekat. Mengecupi semua sekat menyekat, nikmat
.
"Kekasih, jangan biarkan aku memeluk sepi sendiri. Dekaplah dalam hangatnya pancaran netra. Sembunyikan aku, dalam ketuduhan jiwamu." Lirih bibirku gemetar, berujar
.
Engkaupun tersenyum, mengembangkan lengan, mendekap kehangatan. Aku rebahkan segala gundah, didadamu nan bidang. Tak ada suara, tanpa pula aksara, nafas kita menyatu berirama perlahan, namun berhasil memecah kesunyian

Tangerang, 02 Juli 2019



SENJA BERJELAGA
Karya; Samodera Berbisik


Senja yang merona berselimut jelaga, awan pun ikut menutupi. Namun pesonanya tetap memukau berpasang-pasang mata
.
Seperti perjalanan aksara sang perempuan puisi, selalu menggoreskan tinta berjuta lara, namun kekuatan cintanya tak pernah luntur sedetik jua
.
Ia berjalan, menyusuri setiap hati yang dirundung sepi, melewati lorong-lorong kepedihan untuk sekedar menebar senyum hati, tanpa harus terbalasi. Meski terkadang ketulusunya, menykiti diri. Ia tak akan pernah berhenti melangkahkan kaki
.
Sudut-sudut menyudut sering saling sikut, tak menghadirkan rasa takut, langkah berlanjut, tangan mengulur sepenuh salut
.
Tak jarang, tangan tergandeng olehnya, mencakar wajahnya, menorehkan cidera hati, tanpa kata tiada aksara, ia berlalu dengan senyum manis
.
Biarlah hati, terluka, namun bahagia terpancar dari netra untuk sesama. Seperti senja yang berjelaga, tetap menyimpan keindahan jua

Tangerang, 01Juli 2019



PUISI HATI
Karya: Samodera Berbisik


Jarak bukanlah sekat, dimana kenang akan selalu menjadi asa untuk sebuah penantian, pertemuan dalam perpisahan

Peredaran musim, membawa kisah yang terpenggal oleh selembar keegoisan. Bergantinya matahari membenam menyambut rembulan, begitu juga sebaliknya, meluluhkan busungnya dada karang yang kini dipenuhi pesona hijau lumut, nampak indah dalam pandangan

Sang pawana menghembuskan kesejukan, merapatkan jarak yang pernah tersekat. Meracik diksi menjadi kisah dalam puisi, melupakan sepenggal debat, tentang inspirasi dalam imajinasi

Pertemuan, telah menyatukan kembali aksara-aksara makna yang sempat kehilangan arti, dan kini semua kembali, menguntai diksi-diksi dalam puisi hati

Tangerang, 30 Juni 2019



CUKUP
Karya: Samodera Berbisik


Aku telah memilih hatimu
Menempati dalamnya samudraku
Meski logika menghentikan rindu
Namun jiwaku, padamu selalu tertuju

Pandai engkau meramu kata
Membuatku terlena
Melupakan segala lara
Sementara ku tahu, semua dusta

Cukup, jangan datang kembali
Semua sudah terlewati
Aku, kamu luapan imajinasi
Yang tak mungkin memasti

Pergilah, menjemput harap
Yang nyata dalam siap
Dan itu bukan aku bersigap
Karena kini sudah terlelap

Cukup, sampai disini
Aku tak mau mengiringi
Langkahmu tak pasti
Hingga aku tertusuk duri

Tangerang, 30 Juni 2019



PESONA SENJA
Karya: Samodera Berbisik


Senja masih menyisakan pesonanya, meski hatiku tak kuasa menikmati, karena petang akan merebut tanpa bertaut
.
Berpasang mata memuja, di seantero cakrawala. Keindahan senja meronakan jingga
.
Seandainya diri mencoba menelaah tentang senja, yang sejatinya lambang keuzuran. Di mana suatu masa untuk kita lebih mendalamkan sujud, menjemput keabadian
.
Begitu juga suatu bentuk untuk sebuah puji syukur, masih mempunyai detik berdetak pada kemudahan sebelum gulita menyulitkan pandangan
.
Bagaimana diri memposisikan senja, tak ada batasan untuk menguraikan cermin diri pada tindak dalam laku keseharian
.
Nikmati, resapi, keindahan pesona senja dengan cara sendiri... tanpa harus terbebani oleh kericuhan argumentasi

Tangerang, 29 Juni 2019



SEKELEBAT BAYANG
Karya: Samodera Berbisik


Kereta terus melaju bersama gerbong waktu. Rel-rel berbaris rapi jalani kriterianya tanpa tanya. Saling menyatu dalam memisah fungsi
.
Stasiun adalah sebuah transit atau berakhirnya tujuan. Aku tak akan pernah membiarkan satu gerbongmu, tertinggal dalam peron hatiku
.
Tak perlu lagi menjatuhkan tiketmu dihadapanku, karena tak akan pernah kuraih untuk kembalikan padamu. Segeralah ambil sebelum terinjak oleh jejak
.
Melajulah sekelebat bayang, janganlah mengharap asa terdekap. Masih ada stasiun transit lain, Sebelum sampai pada pemenang tujuan

Tangerang, 29 Juni 2019



KEJORA
Karya: Samodera Berbisik


Perempuan puisi bersenandung, melantunkan kidung doa, dalam kerinduan hati. Selarik demi selarik tertata penuh cinta. Berharap sepenuh asa, akan hadir sang kejora
.
Tuhan menyempurnakan, sang kejora berkerlip, tersenyum begitu manis. Menyentuh kedalaman atma. Hatinya membuncah, memecah kesunyian
.
Kejora meluapkan kehangatan, memeluk gigil pilu nan sendu. Dan... perempuan puisi, menunduk tersipu
.
Malam sunyi tak lagi sepi, kejora selalu menemani, melewati rintih pedih yang telah menindih
.
Perempuan puisi melintasi malam, menaburkan bunga-bunga kerinduan. Menguntai dalam bait-bait doa ketulusan. Kemudian, mengaminkan pada asa cinta kejora, adalah anugerah titah-Nya

Tangerang, 29 Juni 2019



SIAPA PECUNDANG ITU
Karya: Samodera Berbisik


Dusta, berdusta, mendusta, menutupi setumpuk dosa.
Tertawa terbahak, seperti orang bijak.
Sejatinya telah menginjak, mengoyak, tanpa layak. Lalu kemana sirnanya nurani ?
Mungkinkah sebuah hidangan basi, mengepulkan asap?
Sungguh teramat indah, dalam pandangan.
Memukau, berpasang mata, buta tanpa rasa

Kau... pecundang itu. Benarkah?

Lalu, Aku...Membalas, menenggelamkan diri, dalam kubangan dosa yang berdusta. Bukankah tiada berbeda? Pecundang... sama

Aku... Atau, kau ...
Pecundang itu?
Siapa sebenarnya?
Entahlah, yang kutahu pecundang, berbalas mempercundang diri. Lalu... siapa yang menghakimi?

Tangerang, 28 Juni 2019



ATMAKU
Karya: Samodera Berbisik


Engkau, yang mengisi hari hati tanpa jemu. Aku selalu ingin bersamamu, melukiskan warna pelangi. Mengukir kelam dengan bait-bait kidung syahdu
.
Engkau atmaku, bersamamu sepanjang waktu, menyatukan asa rindu. Kita arungi samodera, dalam rasa dan doa
.
Tak perlu lagi bertanya, mengapa...
Jawabnya ada dipalung nadi. Berdenyut, sedalam nafas berhembus, namamu tersebut
.
Kusapa malam, terlantun doa untukmu. Mengalir begitu jernih, tanpa sedikitpun terselip pilu.
Syahdu, seirama merayu rindu
Selamat tidur.... kekasih hati. Rebahkan raga, rebahkan jiwa. Aku selalu ada tanpa terminta, karena engkau, atmaku

Tangerang, 28 Juni 2029



KEPAKKAN SAYAP-SAYAP KECILMU
Karya: Samodera Berbisik


Tersenyumlah sayang
Bawalah terbang
Segala cerita usang
Lalu lepas dan buang

Kepakkan sayap-sayap kecilmu
Mengangkasalah, arungi waktu
Mencari bintang yang engkau tuju
Petik, dan bawalah kehadapanku

Usah meragui
Doaku menyertai
Kesuksesan, keberkahan ilahi robbi
Milikmu pasti

Putri kecilku yang Ayu
Hari ini, bertambah usiamu
Maafkan aku
Belum mampu, menyematkan purnama kalbu

Sementara malam, semakin hening
Kejora pun enggan bergeming
Dan.. tasbih- tasbih masih terlantun miring
Tawakallah terpenting

Kepakkan sayap- sayap kecilmu, nak
Jangan tengok lagi, hati telah terkoyak
Semua akan berubah, dalam bijak
Sehingga hidup mematut layak

Tangerang, 28 Juni 2019
#Hbdpturipembayunku



MENGERAMI LARA
Karya: Samodera Berbisik


Sayat demi sayat, yang engkau goreskan, telah melingkari palung jiwa. Seperti mata rantai, tak terputus dalam kurun hitungan degub waktu

.
Engkau lukiskan luka tiada jeda, pada kanvas hati, kusam mencekam. Tiada patut, engkau merajut benang kusut, pada kalbu semrawut.
Tanpa pikir, terukir pahatan getir, tak hendak menyingkir, meski rindu berakhir
.

"Apakah engkau tahu eraman aksara-aksara nestapa yang teruntai, telah menjadi bait-bait manis, menitis dalam reinkarnasi puisi tegar, setangguh batu karang?" Bertanya lirih menyayat, sang perempuan puisi. Dan... engkau tetap diam membisu.

.
Nestapa paling derita telah berlalu, langkah terayun tanpa lagi mengerami lara. Senyumnya mekar, bak kelopak, semerbak wangi bunga. Tetapi sayang sekali, tidak... untukmu lagi. Dia terbang bersama bintang kejora, menembus cakrawala

Tangerang 26 Juni 2019



NAMAMU DALAM DOAKU
Karya: Samodera Berbisik


Mengalir tulus, untaian lirih
Sebaris doa tiada tersisih
Tentang engkau yang terpilih
Mengisi hari, hati saling silih

Dimana, kemana raga mengembara
Hatimu ada di sini, dalam palung jiwa
Mendekap begitu kuat tanpa jeda
Memeluk tanpa berlalu sedetik jua

Berjuanglah, akan selalu ada doa tulusku menemani
Memelukmu sepenuh hati
Jangan pernah menyerah apapun terjadi
Gapai rezeki dalam keberkahan ilahi robbi

Namamu dalam doaku
Setiap waktu
Tiada jemu
Aku panjatkan selalu

Tangerang, 26 Juni 2019



SINYAL RINDU
Karya: Samodera Berbisik

Keberadaanmu tanpa sinyal
Rindu berdesak menjejal
Menyeruak lembut, lalu mengepal
Dan kembali dalam lipatan rajut pintal

Tak bersua suara, tiada temu aksara
Rindu semakin membara, menyapa jiwa
Sinyal rasa kita tetap indah berbunga
Meski dimensi waktu, sedang menjaga

Kusebut, namamu selalu
Dalam hembus nafasku
Disetiap lantun doa, tanpa ragu
Dirimu kurindu

Sinyal rindu menghalangi
Hati saling mematri
Esok saat kita jumpa lagi
Rindu terpungkasi

Tangerang, 25 Juni 2019



CIDAHA
Karya: Samodera Berbisik


Kini tak lagi terpapar memapar rasa
Biarlah tersimpan saja
Pada kedalaman samudra atma
Adamu cidaha, tak akan sirna

Enggan diri berkisah
Jikalau menyapa gundah
Atau prasangka salah
Cidaha akan selalu indah

Kuramu berupa aksara hati
Membubuhi titik, koma, imajinasi
Aku padamu dalam nadi diksi
Terkemas panggilan nafas puisi

Aku meragu, dalam rayu lakumu
Namun, begitu yakin membelai sukma rindu
Meski bagimu adalah senyum cerita lucu
Untuk mengakhiri klimaks puisiku

Tangerang, 25 Juni 2019



BERDIANG RINDU
Karya: Samodera Berbisik


Aku bakar pemantik cinta di atas tungku, untukmu berdiang, lepas penat jiwa.

Masihkah rayumu semu, atau hiasan tutur lentur melebur debar debur. Sungguh terkadang meraguku, bertanya pada geliat waktu

Nyatamu memeluk rindu, menggeliat remang petang bersamaku. Kita ukir lencana cinta, di palung samudera atma. Berdua kita mengecup sunyi terpatri

Berdiang rindu, engkau dan aku menghempas gigil dalam beludru biru. Habiskan malam hingga fajar menjelang

Tangerang, 24 Juni 2019



PERBINCANGAN VC
Karya: Samodera Berbisik


Sore telah memanggil, namun terik masih asik berbincang pada langit. Ketika kudengar nada dering pada selulerku, dan namamu muncul pada screen. Kita bersua, bertatap, meski tersekat layar kaca

Kita berbincang, segala cerita tak berjudul, atau lebih tepat kusebut ngalor ngidul. "Kalau kamu, memilih dia, ibarat terlepas dari mulut singa masuk mulut buaya, mending juga singa tak akan mungkin memakan anaknya, coba kalau buaya mana peduli sama anaknya?." Celotehku di tengah perbincangan.
"Ooo, gitu ya?." Jawabmu santai. Tetapi kemudian, tawa kami berderai memecah terik

Tak terasa, begitu indah perbincangan vc kita, terutama saat mata bertemu pandang, semua kekata, raib entah kemana, karena hati yang berbicara. Dan perbincangan terhenti, saat baterai tak kuat lagi menahan kantuk

Selamat jalan, kubiarkan Lion membawamu terbang, menjauh dari pandangan, untuk tetap tinggal dalam hati.
Aku tutup perbincangan vc, dengan untaian doa ketulusan, untukmu, sang pemenang

Tangerang, 23 Juni 2019



SEBELUM MENGERJAP
Karya: Samodera Berbisik


Jumpa sekejap
Lembut kau usap
Rinduku, tersingkap
Oleh kecupmu, yang hinggap

Lewat suara hati
Kita mengusir sepi
Menimang hasrat diri
Pada ketulusan sejati

Kesederhanaan indah
Terus merekah
Mengubur gundah
Menyisakan senyum ceriah

Engkau, memeluk dengan seribu cumbu
Menghadirkan rindu tanpa ragu
Bergumul, tiada jemu
Menghabiskan waktu

Nada kasihmu, membuatku terlelap
Nikmat, dalam dekap
Kemesraan sempurna terserap
Sebelum mengerjap

Tangerang, 23 Juni 2019
#terimakasihcinta



PENYAIR SUNYI
Karya: Samodera Berbisik


Akulah, Sang penyair sunyi, tanpa hati, tiada perasaan menemani. Setiap bait, adalah seruan kedukaan. Puisiku, pun tak lebih dari nyanyian kematian. Cinta yang kutawarkan laksana taburan kamboja.
Persahabatan, terhidang adalah belati-belati siap menikam. Ketulusan, yang kubanggakan tak lain dari sembilu menyayat kalbu.

Usah, usah engkau dekati aku lagi. Lihat tanganku. sigap menggalikan pusara. yang akan menuliskan namamu, dalam nisan di atasnya.

Kuundang pekat, untuk memayungi kebahagiaanmu. Kupahatkan duka, teramat luka di jantungmu, kemudian dengan busung dada, kutinggalkan dirimu begitu saja

Enyahlah, sebelum aku penggal kepalamu. Mungkin itu lebih baik, dari pada suatu saat terkapar sekarat diujung hatiku yang tak punya perasaan

Salam dariku penyair sunyi berselimut sepi

Tangerang, 22 Juni 2019



LELAKI TAK BANYAK KATA
Karya: Samodera Berbisik


Engkau, telah meluluh-lantakkan persendian angkuhku. Melebur busung karang hati ini. mematahkan pohon menjulang menatap langit
.
Dirimu hadir dalam gumpalan kebekuan. Tersenyum tipis, mencairkan bola salju. Aku... tak kuasa mengelak ketika lenganmu menggamit, kemudian membawa dalam dekapan hangat
.
Lelaki tak banyak kata, tetapi begitu rapi mengemas cinta, dalam bungkus kasih berpita sayang. Memberikan kado sederhana, namun indah untuk perempuan dalam kesunyian
.
Mereka menari beriring ritme ketulusan, begitu harmoni tanpa gemerisik musik berdenting dalam permainan.
.
Lelaki tak banyak kata mengakhiri kisah nestapa. Mengecup setiap bagian lara yang mengerami bilik- bilik sunyi sang pujaan hati. Tanpa aksara ataupun seribu pawarta. Cukup dengan seulas senyum dari hatinya

Tangerang, 21 Juni 2019



SEPATAH KATAMU
Karya: Samodera Berbisik


Aku melipat malam
Kerinduan tenggelam
Di balik sisa purnama yang tergenggam
Saat aku, kamu saling menyelam

Sejenak kita terpisah
Mengurai gemulai resah
Dan ... rindu menyapa gundah
Pada senyum yang pecah

Sepatah katamu berseru
Aku bangkit penuh rindu
Meski kemudian kembali berlalu
Setidaknya pengobat sendu

Kulafazkan doa keselamatan
Untukmu kekasih pujaan
Segala dayamu dalam kesuksesan
Dengan segala keberkahan

Aku selalu menunggu
Rindu menyentuh kalbu
Cintamu yang kumau
Meski hanya sepatah katamu

Tangerang, 20 Juni 2019



PANTAI CINTA KITA
Karya: Samodera Berbisik


Berjalan berdua, menyatukan jemari diksi
Menata aksara, bait berganti alinea puisi
Bukan hanya untaian imajinasi
Namun, kidung suara hati

Di pantai cinta
Kita pahatkan rasa, tanpa aksara
Saling memandang penuh makna
Aku dan kamu, menggenggam asmara

Duhai kekasihku, tersenyumlah selalu
Lupakan, endapan luka menyayat pilu
Kita bergandeng menimang waktu
Memangku rindu nan menggebu

Malam ini kita tunggu gemerlapnya kejora
Menemani indahnya purnama
Rebahkan jiwa, berpeluk rasa
Berpagut mesra, di pantai cinta kita

Tangerang, 19 Juni 2019



SENAFAS RINDU
Karya: Samodera Berbisik


Tak ada istimewa
Mengalir begitu rupa
Seperti daun terhembus pawana
Menari tanpa aba-aba

Degub waktu berlalu
Aku, merayu ragu
Akan cinta yang engkau seru
Ternyata biru berpadu

Tanpa aksara berucap manis
Senyummu teramat tipis
Namun, dekapmu begitu romantis
Membuat hati enggan menepis

Detik berbilang satu
Mengikat rangkaian waktu
Palung nadi tertuju
Bersama senafas rindu

Tangerang, 19 Juni 2019



TAK TERPUNGKIRI
Karya: Samodera Berbisik


Rindu bergelayut manja
Pada lengan purnama
Menyapa gemintang tanpa kata
Hanya rasa yang berkumandang makna

Lelaki cinta memeluk perempuan lara
Berdekap dalam tangis bahagia
Melebur kisah pahitnya cerita
Hadirkan setitik ketulusan jiwa

Berpadu rindu membungkus geliat serpih
Tanpa isyarat mengurai senandung lirih
Menuntaskan rangkuman episode terpilih
Dalam fragmen bertajuk perih

Tak terpungkiri, hadirmu membawa seribu pijar
Dalam kerapuhan yang tergelar
Membekukan setiap pilar
Pada bilik-bilik sunyi tak bergelar

Alur perjalanan panjang, aku dan kamu bertaut
Bersentuh dalam gelora berpagut
Mengalir indah hingga terhanyut
Bermuara dalam detak satu denyut

Rinduku kini tak terpungkiri
Padamu lelaki penyulam hati
Meminang rasa tak terkendali
Setelah mengukir cinta dengan sebentuk janji

Tangerang, 18 Juni 2019



KEPADAMU RINDU
Karya: Samodera Berbisik


Sejauh mungkin meninggalkanmu
Setebal apapun menyelimuti kalbu
Seberapa daya melupakanmu
Aku tak mampu

Mengelak
Dari yang terkuak
Meski abstrak
Tetap berpijak

Engkau penguasa
Rasa jiwa
Sejuta rasa
Menggelora

Kukunci
Mengisi sanubari
Tetap mengaliri
Tanpa henti

Kepadamu rindu
Atma berseru
Tiada ragu
Nyata memelukku

Tangerang, 18 Juni 2019



KESAKITAN DALAM KESETIAAN
Karya: Samodera Berbisik


Bertahan dalam kesetiaan adalah sebuah kesakitan. Mengiris begitu perih dalam rerasa yang menyayat jiwa. Bertahan untuk keutuhan dalam sebuah kerapuhan

Pilu terus menguras sendu, hingga air mata tak lagi mampu terbuka. Dan.... kebekuan menguasai jiwa.
Menjelma menjadi batu karang, kokoh tak tergoyahkan ombak tak berjeda

Kesetiaan adalah suatu pilihan, karena mendua pun hanya menambah luka. Kenikmatan sementara yang pada akhirnya semakin jauh terperosok dalam kubangan dosa

Biarlah hidup dalam hampa. Sunyi...sepi...menjadi penguasa. Tak perlu lagi mengharap datangnya cinta, karena semua hanyalah dusta

Sudah cukup aku terluka.
Akan kutenun sendiri hikayat cinta bersama nafas dan denyut nadi, bidadari-bidadari kecilku

Perlahan aku meninggalkan gejolak asmara, dalam rangakaian
kisah yang tersisa. Biarlah semua menjadi kenang usang, meski tak mudah terbuang

Ya robb... hapuskan semua tentang dia. Aku hanya ingin cinta dan
Kasih sayang-Mu yang mengusai jiwa raga ini.
Agar tak lagi kurasakan kesakitan dalam kesetiaan

Tangerang, 17 Juni 2019



SINGGAH KENANG
Karya: Samodera Berbisik


Rindu yang telah terbingkai di palung nadi, sekilas melintas tanpa permisi. Senyummu bermain di kelopak netra, membelai atma dalam semburat hening

Melupakanmu, ibarat menahan laju angin, atau bahkan menghentikan terbitnya sang mentari.
Sedangkan merindukanmu, tak ubah mengharap hujan di musim kemarau. Andaipun gerimis datang, tak lebih menyapa permukaan bumi, lalu mengering dalam terik

Aku tahu, semua hanyalah singgah kenang yang tak mungkin menjadi sungguh dalam tenang, karena engkau sekejap bayang

Tangerang, 16 Juni 2019



BERJABAT ERAT BERSAHABAT
Samodera Berbisik


Biarkan semua berbicara apa adanya kenyataan
Tanpa tanya dan tak perlu dipertanyakan
Jalani bila memang patut diperjuangkan
Lupakan bila ternyata menyakitkan

Peristiwa adalah kisah
Beriring resah yang gundah
Atau tawa dalam renyah
Yang kemudian menyatu dalam pasrah

Kecintaan hanya berbicara melalui hati
Meski terkadang terangkai dalam seribu puisi
Namun cinta yang sesungguhnya adalah milik sang Illahi
Dan... kita hanya mampu menjalani

Teruntuk engkau yang berada di lembah sunyi
Meski bergelimang rasa berseri
Aku akan selalu ada untuk menemani
Bukan untuk memiliki, namun mendekap gejolak hati

Mari kita rangkai aksara-aksara hati
Teruntai dalam diksi-diksi puisi
Antara engkau dan aku memadu inspirasi
Dalam balutan kasih sayang sejati

Tanpa pinta yang meminta hasrat
Tak bersyarat nan mengikat
Biarkan mengaluri cerita tiada bersekat
Engkau dan aku berjabat, erat bersahabat

Tangerang, 16 Juni 2019
#AASspecialSB



SUTRADARA AKSARA
Samodera Berbisik


Aku, selembar hati lusuh
Dengan ketulusan utuh
Mengalir tanpa kisruh
Meski sejujurnya rapuh

Menyambut jabatmu, tanpa ambigu
Sebenig embun pagi tak berdebu
Menatap netramu segenap rindu
Namun, ternyata engkau tak ubah arca bergincu

Sehingga aksara tak punya makna
Menguap seiring asap, terhembus pawana
Senyumku begitu lara
Kedunguan memasung rasa, dan aku terlena

Terbuai dalam tatapan bermaskara
Ketulusan tinggallah cerita
Aku pemeran utama, tak bernyawa
Dan engkau, tetaplah sutradara aksara

Tangerang, 15 Juni 2019



BAYI-BAYI PUISI
Samodera Berbisik


Aku pernah berjanji, akan melahirkan bayi-bayi puisi untukmu sang pujangga. Saat kau tanamkan benih-benih diksi dalam rahimku, ketika aku sangat membutuhkanmu, engkau pulang ke peraduanmu. Meninggalkan rindu menyayat pilu. Aku terjerembab dalam kubangan kedukaan, bersama kandungan yang semakin membesar
.
Aku tertatih melangkah menyusuri pematang gundah nan resah. Kesunyian menemaniku hingga terlahirlah bayi-bayi puisi kita
.
Gema adzan tak engkau perdengarkan pada awal nafas mereka di dunia, dan aku yang melakukannya
.
"Lihatlah sang pukangga, bayi-bayi puisi kita tumbuh bak bunga sedang mekar, harum mewangi dalam harapan, indah memukau pandangan.' Berkata perempuan puisi dalam hati. Tubuh ringkihnya terbungkuk ditelan waktu
.
"Sang pujangga tak inginkah engkau menyentuh mereka dengan aksara-aksara indah yang dulu pernah menyanjungku?." Berkata lirih perempuan puisi dalam gelap malam keheningan
.
Aku mendengar kemarin engkau menitipkan salam pada semilir angin. Bayi-bayi puisi kita mengharap hadirmu, untuk menyentuhkan bait-bait rindu. Sesungguhnya karena dirimulah mereka ada. Keperkasaanmu yang mebuat mereka, bayi-bayi puisi kita terlahir di dunia sastra

Tangerang, 14 Juni 2019
#mengundangimajinasi



DIAMMU GEMURUHKU
Samodera Berbisik


Terlalu rumit mencecapi rasa yang kau hidangkan
Begitu lembut aku mengunyah, namun tetap tak mudah tertelan
Tetapi...harus melewati pencernaan
Sementara aromanya menyesakkan pernafasan

Diammu adalah gemuruhku
Berbagai prasangka bermain pada cangkang kepala, hingga berseteru
Memacu berdebatan kalbu
Dan engkau tetap membisu, kemudian berlalu

Senja semakin pilu, sementara petang menusuk kalbu
Terduduk aku pada selembar beludru
Berhiaskan sulaman ragu

Kutunggu waktu ketika aksaramu tereja
Entah seberapa lamanya
Biarlah kesabaran menjawabnya
Dan...aku, kamu masihkah kita?

Tangerang, 14 Juni 2019



SEPENGGAL MALAM
Samodera Berbisik


Sepenggal malam tak tertuntaskan
Cerita menggantung di tengah puncak alur menyebalkan
Engkau berlalu tanpa pesan
Meninggalkan aku yang kehausan

Mengapa selalu terjadi
Kisah penantian dalam pertengahan inti
Engkau berlari tiada pamit lagi
Hingga pagi datang engkau tak kembali
Seharusnya tak usah engkau memulai
Rangkaian cerita menekuk mimpi

Sepenggal malam ini akan terulang
Pada akhirnya engkau kan pulang
Dan aku menunduk seperti pecundang
Duduk bersimpuh bukti kalah perang

Ketulusan, haruskah seperti kisah sepenggal malam
Menggantung bak purnama dalam sekam
Dan jeritan hatipun hanyalah pengisi kelam
Saat engkau rebahkan resah merejam

Aku akan akhiri saja sepenggal cerita malam yang kau puja
Karena semua tak kan berakhir hasrat asa
Dan ... aku pemeran utama tak bernyawa

Selamat pagi cinta
Usah kembali menyambut purnama
Biasnya telah menutup cerita
Aku dan kamu fatamorgana

Tangerang, 14 Juni 2019



SERIBU KATA CINTA
Samodera Berbisik


Kepada engkau yang telah melipat kerinduan hatiku, jangan lagi hadirkan cemburu hanya untuk menyapa resah. Biarkan telaga netramu tetap bening penuh keteduhan. Dan aku terus menyelami kedalamannya tanpa keraguan
.
Meski sebegitu rapat temali menyekat hati, biarlah kita nikmati tanpa harus menyakiti. Apa yang telah merapatkan jiwa kita adalah suatu keindahan meski titik tabu sebagai tiang penyangga. Aku tak berdaya melawan rindu yang kutahu menentang logika, dan engkaupun sama adanya
.
Seribu kata cinta telah kutuliskan dalam sajak-sajak perjalananku, namun tak jua mampu mengusaikan rindu yang semakin membiru memburu keheningan malam.
.
Pengembaraan perempuan puisi menimba aksara, tersesat oleh seribu kata cinta. Elegi telah menjadi melodi. Sementara semua imajinasi berlari lintang pukang tak tentu arah, meninggalkannya tanpa permisi. Ia pun berpeluk rindu dalam merdu
.
Seribu kata cinta telah mengisi kedalaman hati samodera, bergaung dalam dekapan keteduhan sang mata telaga dengan segala kejernihannya

Perempuan puisi tak lagi sunyi, seribu kata cinta telah menemani perjalanan panjangnya, untuk terus dan terus menimba aksara-aksara bermakna dalam merangkai kisah pengembaraan

Tangerang, 14 Juni 2019
#Ambangfajar
#bersamaAAS




PELANGI DI AMBANG SENJA
Samodera Berbisik


Sepenggal kisah telah terlewati
Sekian cerita menyerpih lara hati
Perjalanan memeluk sunyi
Tersaruk caruk maruk menusuk hati

Aku berkaca pada air keruh
Kepahitan bak topan bergemuruh
Tersandung pada duka teramat riuh
Tersudut dalam noktah berpeluh

Kuterima dengan senyum keikhlasan
Takdir hidup dalam genggaman
Tanpa lagi ajukan pertanyaan
Karena semestinya tiada jawaban

Sungguh tiada sangka meraba jiwa
Ketika engkau datang, membawa ketulusan rasa
Kucoba abaikan semua
Namun senyummu, mengeram di jiwa

Hari berlalu, aneka warna memenuhi lembar cerita
Aku dan kamu, berpagut dalam kisah asmara
Netra terkesima, menyentuh lembut palungnya sukma
Saat kau lukiskan, pelangi di ujung senja

Tangerang, 13 Juni 2019



KUSEBUT ENGKAU CINTA
Samodera Berbisik


Datang menyentuh jiwa
Tanpa undang, tiada sangka
Bersembunyi di sisi jiwa
Mengalun bersama nafas nyata
Menari di setiap langkah raga

Engkau mencipta belantara indah
Untuk aku sejenak melepas gundah
Rimbamu begitu lebat menggugah
Dan aku tersesat dalam rindu membuncah

Kau bisikkan rasa yang tak menyatu logika
Namun begitu nyata mengikat sukma
Aku tak kuasa menghindarinya
Dan tatapan netramu menembus jantung, mendebar setiap getar atma

Ketika getar kita sama rasa
Sementara raga tak akan mungkin bersama
Biarlah hanya hati yang bicara
Dan... kusebut engkau cinta

Tangerang, 12 Juni 2019
#ass



KEBAHAGIAAN ABADI
Samodera Berbisik


Semerbak mewangi melati terpancar dari saku hati, memenuhi nurani. Sementara getar jiwa, menyapa keresahan tanpa jeda. "Bertanda apakah ini?, semoga hanya rerasa tak bermakna." Lirih berkata Perempuan Puisi

Lemas serasa seluruh persendian, saat pawarta mengiyakan tentang Ibundamu yang telah tiada

Beliau telah mengusaikan waktu, dan kembali kepada Sang Penguasa masa

Sahabat terbaikku, bukan air mata yang engkau tuangkan, tapi lantunan doa untuk kebahagiaan ibunda tercinta yang tiada lelah tersenandung dari hatimu terdalam

Tangan Gusti Allah telah menuntun beliau kedalam pangkuan-Nya. Berikan keikhlasanmu melepas Ibunda, untuk menjemput kebahagiaan AbadI

Salam dariku, Perempuan Puisi

Tangerang, 11 06 2019
#Teruntuksahabatterbaikku TAK



SIRNA
Samodera Berbisik


Satu demi satu tlah berlalu
Kepedulian tentangku bersapa semu
Kubiarkan hilang dengan tanpa kucari kemerisiknya dendang
Maaf...
takkan ada pongah berlupa pada kata

Aku hanya menyata dalam diam pada kesunyian
Biarlah kebekukan menggenapi indahnya rasa
Biarlah rindu tak lagi menentram dalam jiwa
sebab segala arah sudah begitu lelah

Aku berpasrah dengan segenap keadaan
Ku lepas keadaan paling kecewa hingga sirna
Ku hempaskan segala angan kegundahan
Hingga menjadi kesunyian yang paling kukagumkan

Tangerang, 11 06 2019
#Apresiasisahabat #semogaberkenan



KECEWA LAGI
Samodera Berbisik


Teriris perih rasa kalbu
Mengharu biru rindu
Ingin mendengar suaramu
Namun berlalu tanpa ragu

Secuil sesak menyempil, menyeruak bijak
Engkau lupakan semestinya kata layak
Keindahan hanya saat bermula hendak
Kini semua hanya kata berdebu dalam injak

Aku telah terperdaya dalam keteduhan pengembang kata
Terkulai dalam ketulusan yang sempurna
Dan... semua hanya berujung kecewa... lagi kecewa
Berulang menerpa, remuk di jiwa

Aku tak akan lagi mengibarkan kerinduan
Semua tak lebih dari isapan
Hanya menunggu yang bisa ku lakukan
Dengan perlahan memangkas keyakinan

Akan kutata kembali bilik sunyi
Mencoba menghilangkanmu dari jejak hati
Dengan senyuman yang teramat sepi
Karena aku tak mau kecewa lagi

Tersenyumlah engkau seindah pelangi
Aku akan menari tanpa musik mengiringi
Membelah sunyi dengan irama inspirasi
Mencipta kembali puisi elegi

Tangerang,10 Juni 2019
#AAS&SB



KUTITPKAN RINDU KU
Samodera Berbisik


Kepada gemintang di tengah kelam
Kusapa engkau dengan senandung buram
Ketika rinduku tak kunjung padam
Sementara rembulan masih temaram
Aku terdiam, sementara gelora tak bertepian
Mengusik setiap bait yang tak ter eja impian
Masihkah ananta kusuma bermekaran
Di hatimu duhai kekasih pujaan

Kutitipkan rinduku kepada ernawa
Dan... senyum sang aruna
Dengarkan gemuruh kehangatannya
Semoga terdekap olehmu, cinta

Malam ini aku tak ingin bersua
Agar kerinduan semakin nyata
Begitu jua seterusnya
Mungkin aku berlalu saja

Kutitipkan rinduku
kepada setiap puisi
Yang mungkin terdengar sepi
Sebagai adyana diri
Hingga engkau menyadari, tulusnya hati ini

Tangerang, 09 06 2019
#ASS&SB



MEMELUK SUNYI
Samodera Berbisik


Riuh itu tak ubah gemuruh
Berhembus menembus luruh
Berpacu mengambang jatuh
Sebisa menyeka peluh

Meluapkan sejumput rasa
Bergelora membahana
Tertawa menyambut air mata
Bahagia menyapa lara

Indahnya permainan aksara
Tentang ketulusan menyampuli manik netra
Bermula kecupan mesra
Menenun uraian bulir air mata

Memeluk sunyi menyudut sepi
Usah lagi memahat hati
Pada ujung kisah luka menemani
Perih semakin pedih dalam sujud sejati

Aksara menggennggam diksi
Bait-bait menggapai mimpi
Pada busungnya keyakinan diri
Terkulai berakhir memeluk sunyi

Tangerang, 08 Juni 2019



BAGIAN NAFASMU
Samodera Berbisik


Ketika mengepakkan sayap rapuhnya, nyeri... perih mendera. Tertinggal luka bidikan panah berbisa.Teramat dalam, tajam, merejam sukma

"Biarkan aku menjadi bulu sayap dalam sejarah hidupmu." Berkata lirih dalam ketegasan sang elang

Merpati kecil terus mengitari gagana. Menghembuskan sesak rongga jiwa.
"Aku hanya ingin menjadi bagian nafasmu, selalu ada setiap engkau menggoreskan kata indah." Kembali sang elang berbisik mensejajari kepakannya. Sementara ia hanya sekilas tersenyum

"Pergilang elang, terbanglah ke bulan, usah pedulikan aku lagi. Engkau akan lelah bersamaku, sayapku telah patah tak akan kembali mampu menembus awan." Jawab sang merpati dengan senyum misteri.
"Aku hanya ingin menemanimu saat ini, dan semoga andai kita tak lagi bersua engkau tetap tahu tentangku, karena aku adalah bagian nafasmu." Jawab sang elang dengan sorot netra teduhnya

Merpati kecil mengalirkan bulir-bulir bening. Hatinya menelusuri nabastala dan.... ia semakin tergugu dalam haru

Tangerang, 08 06 2019
#TS&SB
#Gagana=langit
#Nabastala=awang-awang




MENEPI NYERI
Samodera Berbisik


Seperti kecubung berlarung di bilik tegun
Serasa dalam menyayatkan luka kedalam perihnya qalbuku
Merobek tepat di pualam jantung anggunku
Duduk dalam pilu
Memeluk lara yang merejam jiwa

Aku masih sempat terus berdoa
Memanjatkan kearifan rasa bersukma
Semoga segala bahagia membetah di setiap jejakmu
Dan beralihkan dusta banggamu menjadi laksana cita

Biar kunikmati segala sendiri menuai kesejatian hakiki
Hingga semua pedih yang kau bingkis menjadi titian mahligai kesetiaan
Menuju keindahan deru napas yang abadi

Tangerang, 08 06 2019






KOPI PAHIT
Karya: Samodera Berbisik


Selamat pagi bahagia
Senyummu menyemangati rasa
Aku melangkah tanpa lagi ada luka
Menatap harap rajutan asa

Kopi pahit yang terhidang
Adalah inspirasi berjuang
Tergenggam kenang untuk menang
Mengalahkan prahara menghadang

Secangkir kopi pahit
Mengurai seribu rasa sakit
Tak lagi resah menjerit
Karena cerita luka hanya tercakar kulit

Kopi pahitku meramu rindu
Akan sebuah kisah lalu
Saat kita berpadu haru
Menguntai sajak syahdu

Kini kunikmati dalam senyuman
Begitu manis buah kepahitan
Di dadamu tulus tersimpan
Arti sebuah keindahan

Tangerang, 27Juli 2019
#secangkirkopipahit





MENGEJA AKSARA
Karya: Samodera Berbisik


Mengeja kembali setiap aksara yang tertulis pada lembar-lembar kisah perjalanan. Cerita-cerita indah tertuang membuahkan kepahitan dalam kenyataan. Sementara bait bait nestapa, menyimpan kekuatan menghadapi segala rintangan
.
Gulali tak selamanya manis terkecap, begitupun antawali tak semestinya pahit dalam sesap
.
Seperti kupu-kupu yang begitu indah dalam pandangan, tak tersangka berawal ulat menjijikan, membutuhkan proses panjang dalam metamorfosis kehidupan.
Coba kita bandingkan dengan keindahan raflesia arnoldi, memukau berpasang netra, namun ternyata menyimpan bangkai dalam indra penciuaman
.
Aku mengeja aksara cinta berbumbu rindu membara, menerbangkan seribu angan, indah membuai asa. Namun ternyata semua dusta yang terpenjara dalam kubangan nestapa. Janji janji yang tercipta dalam pemanis aksara
.
Entahlah... sampai kapan sang pengobral janji menyadari, kemudian memunguti ceceran pemikat, untuk diikat dalam suatu tarekat, dan insaf dalam munajat. Kepada Sang Maha Pemberi harkat dan Martabat
.
Aku terhenti mengeja aksara, pada kalimat Persahabatan Sejati. Kutumpahkan sesak yang menyesaki hati dalam bulir-bulir yang membanjiri ceruk lesung pipi
.
Ternyata aku masih memiliki. Sebuah kekuatan dalam melawan kepahitan. Dan... kalian adalah dinar yang menerangi gelapnya kebohongan, pelita sederhana, namun tak pernah padam meski riuh puyuh menggemuruh menghembus kebersamaan, persahabatan sejati

Tangerang, 27 Juli 2019





REMBULAN TERSENYUM
Karya: Samodera Berbisik


Reranting begitu bangga menopang, menemani dedaunan menari, lembut dalam belaian semilir angin
.
Rindu tak terpungkasi oleh waktu, meski badai telah memisahkan. Seperti embun yang selalu bergelayut manja di ujung daun, meski matahari segera mengecup tuntas, sebelum terik menyapa
.
Senja akan selalu datang di penghujung hari dengan sejuta pesona, sebelum malam menjemput untuk kembali mengantarkan selaksa doa di tengah keheningan
.
Malam terasa begitu hening... mengecupi sunyi, menggigil jiwa pemuisi. Ia begitu merindukan senyum hangat sang pujangga
.
Larik-larik aksara resah, menunggu kedatangan bait-bait rindu, untuk menyempurnakan puisi cinta yang merona dalam kidung asmarandana
.
Jantungnya berdegub kencang tak beraturan, ketika sang pujangga melepaskan anak panah dari dada busurnya.
Terlepas, dan...aaaahhhh menancap tepat di palung yang paling jantung. Nafas tersengal, seolah waktunya hampir usai
.
Rembulan itu tersenyum, melihat sang bintang berkerlip mempesona. Menyapa hasrat untuk menyematkan diksi bermakna, pada cerita cinta pemuisi dan sang pujangga

Tangerang, 26 Juli 2019
#pujanggamengupastanpamengiris
#Hadirdisoreyangemas





SIRNA
Samodera Berbisik


Cinta merindu
Cemburu meragu
Prasangka membenci dendam
Patah berderak
Remuk menyerpih puing
Berdebu dihembus sang bayu

Tangerang, 26072019





Puisi_Empat_Larik
TERBAIK
By Samodera Berbisik

Seribu uji telah terlewati
Serbuan gelombang tak lupa menerjang
Sayatan demi sayatan mengiris perih
Namun tetap menemani, tersenyum setulus hati

Tangerang, 26 Juli 2019





Puisi_Empat_Larik
SAHABAT SEJATI
By Samodera Berbisik


Ketika duka merayapi keruhnya hati
Engkau datang membawa senyum ketulusan
Tanpa harus cerita ataupun berubah sikap
Tertangkap isyarat dalam geliat aksara

Tangerang, 25 Juli 2019





SENJA MENJEMPUT MALAM
Karya: Samodera Berbisik


Tak pernah terhirau
Olehku yang silau
Akan pesona memukau
Menghilangkan segala risau

Ternyata begitu indah
Senja memancarkan jingga merekah
Menghibur hati yang gundah
Melegakagan sebentuk resah

Ternyata langit menawarkan kerinduan
Untuk meletakkan sejenak beban
Dan senja adalah pilihan
Untuk menghembuskan nafas kepenatan

Kuharap ada pelangi di ujung senja
Menemaniku menjemput malam bersama
Bersujud dan melantunkan doa
Setelah adzan magrib membahana

Tangerang, 24 Juli 2019





SELAMAT PAGI KEJUJURAN
Karya: Samodera Berbisik

Telah kuurai simpul-simpul benang kusut. Meruwetkan isi cangkang kepala, mengoyak pertahanan jiwa. Kini semua telah aku mengerti, kenapa janjimu teringkari. Jungkir balik engkau memburu rindu masa lalu, untuk kembali dalam dekapan. Dan... aku terabaikan

.
Aksara-aksara indah tak ubah debu-debu menderu, sirna bersama hembusan sang bayu. Sementara aku memujamu tanpa jeda, seiring nafas mengaliri denyut nadi. Hmmmm.....bodohnya aku, terbelenggu dalam rindu kelabu

.
Sang pewarta telah mengabarkan kepadaku, tentang kisah menguak persembunyiaanmu. Terjawab sudah seribu pertanyaan hati, tanpa harus bertanya lagi

.
Maaf... aku tak ingin lagi berkubang gelisah. Pada indahnya dusta yang telah kau bangun bersama ketulusanku. Nikmatilah sendiri permainan api yang kau nyalakan, pada daun-daun kering yang berserakan

.
Biarkan kupunguti remahan kisah kita, kemudian kukubur pada pusara cinta, bernisan dusta. Agar aku tak perlu mengingatmu untuk kembali menziarahi

.
Selamat pagi kejujuran. Kusambut engkau dengan senyuman. Marilah bersamaku melanjutakan perjalanan panjang. Meninggalkan jejak petualangan yang menyakitkan. Lihatlah keindahan ada diujung kenyataan

Tangerang, 25 Juli 2019





JEJAK PETUALANGAN
Karya: Samodera Berbisik


Seindah pelangi mewarnai hari
Sebening embun menyejuki hati
Senyum begitu manis, bak gulali
Meluluhkan keangkuhan hati

Rayu tertebar disegala penjuru
Luluh dalam rindu, juga cemburu
Seperti angin berhembus, secepat berlalu
Tinggalah penyesalan mengingat kisah yang dungu

Kekaguman meremang gamang
Ketika kenang hanyalah isapan usang
Sementara rasa telah tertanam, tenang
Menyusupi dalamnya isi ruang

Salah... sebuah kesalahan
Memberikan segenap ketulusan
Karena bukan itu yang dibutuhkan
Tetapi hanya jejak petualangan

Bersama Ade Saputra Sunankaligandu
Tangerang, 24 Juli 2019





KERINDUAN MALAM
Karya: Samodera Berbisik


Di ujung sepertiga malam kurebahkan segala gundah yang mengerami jiwa. Tangisku pecah tak bersuara. Mengalir deras butir-butir bening dari telaga netra. Dengan gemetar dan terpatah-patah aku lantunkan bait-bait doa. "Ya robb... ampunilah segala kekhilafan, yang selama ini membuat jauh berkelana dalam semu, dan ternyata adalah pilu membelenggu."

Terisak dan terus terisak aku menyebut Asma-Mu. Tak ada kedamaian dalam setiap lembar perjalanan, tiada kutemukan cinta yang mencinta menemani keperihan. Dan hanya pada-Mu, bersama kasih sayang-Mu, sejatinya kutemukan

Aku hanyalah debu rindu yang segera lenyap terhembus angin. Beterbangan menyusup di celah dedaunan, menunggu hujan menghempaskan

Titik demi titik hitam menggariskan noda dalam kanvas kehidupan. Terlukis dosa dosa, mengusik kedamaian. Aku hanyalah lakon dari sebuah fragmen menyesakkan, dan tetap harus terperankan. Kini usai sudah pementasan, tersudut menyulut kalut berlanjut dalam kenyataan

Kemana tempat kembali? dimana harus kucari? menuangkan genangan kegetiran. Kalau tidak di sini, pada kerinduan malam. Keheningannya, membuat tersimpuh, luruh di atas sajadah, menggumamkan segala pinta dalam air mata. Dan lihatlah di langit, rembulan ikut bertasbih. Pertanda semesta ikut mengaminkan. Lalu.. kemana aku selama ini menyembunyikan nikmat-Nya, dan sibuk mengeja kekhufuran yang durjana

Di ujung sepertiga malam kembali kuketuk kerinduan kepada-Mu ya Allah, penguasa segala rasa

Tangerang, 24 Juli 2019





MENCINTAI DALAM DOA
Karya: Samodera Berbisik


Telah kulakukan segala upaya, untuk membuatmu tinggal. Namun, engkau menginginkan menjadi kenang. Disaat kuncup berkembang. Rindu bergelayut pilu dalam renungan, tapi kini kupasrahkan dalam keikhlasan

Ada sebuah ketulusan, yang mengajarkan tentang keikhlasan, untuk mencintaimu dalam doa. Karena disitulah tak akan pernah ada arti kehilangan

Duhai engkau yang telah memiliki hati ini, kupeluk dirimu dalam setiap doa. Agar selalu indah menemani perjalanan panjang, menuju keabadian

Kebahagiaan telah merayapi hati. Senyumpun melengkapi. Tiada lagi cemburu merayu pilu, ataupun prasangka menyiksa lara. Aku telah ikhlas. Mencintaimu dalam doa

Tangerang, 23 Juli 2019





#Puisi_Empat_Larik
IKHLAS
By Samodera Berbisik


Telah Engkau berikan rasa yang begitu indah
Mewarnai lembaran diary diri
Ambilah kembali tanpa kesakitan
Bila ternyata hanyalah fatamorgana selembar kepahitan

Tangerang, 23 Juli 2019





PELOSOK HATI
Karya: Samodera Berbisik


Sinar cinta yang terpancar dari sepasang netramu, menembusi setiap pelosok hatiku. Sehingga menghangati kebekuan yang paling beku

Kuharap tak ada lagi halilintar menyambar rindu yang cemburu. Dan pijarpun akan selalu bersinar dalam perjalanan kita

Sebuah prasangka mengundang tikai, menggores perihnya selembar atma, Namun cinta mengecupi setiap luka. Melerai lahar, mengerami jiwa

Maafkan segala kekata yang membuat terluka, duhai sang rindu. Biarlah kini aku memujamu dengan jarak dan waktu

Pelosok hatiku terpenuhi namamu, indah mewarnai taman kalbu. Dan pijarmu menerangi bilik-bilik remang gamang. Sehingga terang benderang

Tangerang, 22 Juli 2019





KUPUJA TANPA JEDA
Karya: Samodera Berbisik


Tersemat hangat
Meski waktu telah melipat
Di sanubari engkau melekat
Memeluk begitu kuat

Kupuja tanpa jeda
Dapatkah dirimu mengeja isyarat makna
Kukirim lewat berjuta aksara
Teriring dalam lantunan doa

Duhai penghuni sanubari
Masihkah setitik rindu menghampiri
Ataukah lenyap bersama keangkuhan diri
Lalu menari bersama mimpi

Kutunggu engkau di ruang rindu
Setelah lelah berpetualang mengejar semu
Pintu hatiku selalu terbuka untukmu
Suatu saat akan terdengar ketukan pulangmu

Tangerang, 22 Juli 2019





TUAN PERINDU
Karya: Samodera Berbisik


Hadirmu menyesapi setiap titik aksara dalam kalimat lara. Alinea-alinea luka selalu tereja, oleh senyum menawan. Kemudian puisi cinta tercipta, untukmu tuan perindu

Malam kelam bertabur bintang, dan rembulan utuh menyempurnakan purnama. Saat aku dan kamu saling menatap dalam diam, aaahhh... jantung berdegup tak beraturan, menggetarkan larik-larik lirik yang berbaris rapi. Berjejer tanpa spasi. Menyatu lupakan koma dan titik. Berdesakan menghimpit puisi sang tuan perindu

Malam, kini begitu rupawan. Menerjemahkan kerinduan mendalam, yang terpendam dalam kawah kebisuan. Tuan perindu, marilah kita tumpahkan lahar membara, dalam pergumulan aksara, agar diksi kita menyemburkan luapan puisi cinta

Akulah bidadari yang sebenarnya engkau cari selama ini, untuk mengandung aksara-aksara cinta, melahirkan bayi-bayi bermata diksi. Merangkai kisah asmara, dalam puisi bermakna untukmu...Tuan Perindu

Tangerang, 22 Juli 2019



KEPADA SELEMBAR HATI
Karya: Samodera Berbisik

Bertanya pada malam nan hening, dimanakah sebenarnya rindu itu berada?. Apakah bersama semilir angin...ataukah tersembunyi manis diantara kerlip bintang. Tak ada satupun aku dapatkan Karena sesungguhnya dia menyelimuti perasaan

Kepada selembar hati yang telah menyejuki jiwa ini, kepadamu ingin kuluahkan segenap rasa rindu nan merdu. Peluklah untuk menemani tidurmu, jangan terlepas hingga kumandang adzan membangunkan lelap

Hatiku terus menyeru namamu, melantunkan kidung rindu, meski kutabuh tanpa suara. Kudendang tanpa genderang, kupetik tanpa terpekik, kutiup tanpa tertutup

Terhitung detik yang masih terus berdetak, kuhapus semua tentang ambigu, kulepas segala bias dan berpijarlah engkau duhai selembar hati. Menyinari gelapnya bilik sunyi, dengan tulus yang pernah engkau paparkan saat aku tak hirau hadirmu

Kini rotasi hatiku mungkin tertakdir berhenti di sini, dalam dekap kasihmu, pemilik selembar hati

Tangerang, 20 Juli 2019



DIARY BIRU
Karya: Samodera Berbisik


Kubuka lembar pertama pada diary biru. Tersenyum aku sebelum menggoreska aksara aksara, mengawali buku baru hatiku

Matahari masih malas beranjak dari peraduan, embun begitu manja bergelayut diujung daun. Angin berhembus basah menyejuki hatiku.

Kutinggalkan semua kenang pada pekatnya malam. Pagi ini aku melangkah dengan senyuman, menyambut matahari yang malu malu mengintip dari celah dedaunan

Tak ada lagi debu menyesaki nafas, tak jua darah mengaliri denyut nadi. Melepas semua resah. Menutup elegi, untuk mencipta melodi bersimponi indah dengan tarian rerumputan

Selembar hati telah menyadarkan aku dengan tafsir-tafsirnya. Untuk mensyukuri nikmat, dan tak lelap dalam luka.
Menjalani yang telah tergariskan tanpa harus berkubang duka

Kubuka diary biru, untuk hari yang lebih indah. Yang akan kutuliskan aksara-aksara makna, tentang nikmatnya luka yang telah terlewatkan

Tangerang, 20 Juli 2019



EPISODE RINDU YANG TERPENGGAL
Karya: Samodera Berbisik


Pancaran netramu teduh, menyejuki remah-remah gelisah. Sekuntum kisah nestapa yang menyapa bait aksara cinta merekah dalam resah

Ada sebutir rasa, menyetir getir perjalanan rindu yang tertunduk kelu. Saat bibirmu mengecup bisu pada tanya yang semakin meragu

Prasangka mencacah lincah, meremas kemas, tanpa menunggu kesabaran jawaban dari kekatamu, karena engkau hanya diam serupa batu

Tersadar aku, ketika engkau berlalu tanpa jejak. Meninggalkan tanya yang berserak. Aku mencoba memunguti puing-puing kisah asmara kita, dalam hening kedap suara

Ternyata telah sampai pada episode rindu yang terpenggal, aku jatuh terkapar memapar getar. Kemudian nafasku lenyap! Aku mati terbungkus tanya yang tak pernah terjawab olehmu. Terkubur sudah pada pusara kalbu

Inilah episode rindu yang terpenggal, berakhir pada kematian hati. Sepi... Sunyi mengiringi

Tangerang, 19 Juli 2019



#Puisi _Empat_Larik
HENING
Oleh: Samodera Berbisik


Menyapa keheningan malam
Kegundahan batin terlepaskan
Dalam tengadah doa penuh harapan
Bermunajat dengan keikhlasan

Tangerang, 19Juli 2019
#mohonkrisannya



BERJABAT SENYUM
Karya: Samodera Berbisik


Sang musafir aksara kembali menjamu malam, bersama kenang yang terus menyapa sukma. Ketika senyumnya menjabat, begitu erat samudra jiwa

Sang pujangga, masih terbingkai pada figura rasa, tersimpan manis di lubuk terdalam sisi kalbu. Kini ia datang kembali, menyapa pada kerling netra, bening menyejukkan gulana." Aaaahh, tenanglah,,, jangan berdebar, nanti ia mendengar." Berkata sang musafir aksara kepada hatinya

Sungguh tak mudah ia menenangkan gema hatinya, sebisa mungkin munutupi gejolak rasa, tereja jua, oleh sang pujangga

Dan mereka kembali berjabat senyum bermakna. Tanpa aksara, tiada suara hanya debar hati saling berkejaran menyekat rasa. Duuuhhh...seperti terlepas melepas jantung pada hati mereka

Sejenak, sang musafir aksara terlupa pada rindu kelabu, cinta yang ambigu, tergerus sapa bisu
.
Hatinya merintih perih, ketika pesannya terbaca tiada terjawab, rindu berdendang dalam kumandang yang menghilang
.
Biarlah...rindu itu menjadi bisu dan cintapun mulai meragu, tak perlu lagi membuat kelu.
.
Ia hanya ingin berjabat senyum ketulusan, bersama indahnya persahabatan

Tangerang, 13 Juli 2019



KUSIMPAN RINDU DI BILIK SUNYI
Karya: Samodera Berbisik


Duhai... engkau yang telah menanam bunga dihatiku. Mengapa berlalu saat kuncup itu sedang mekar. Dan membiarkan kelopaknya mengering, lalu lepas satu persatu dihembus angin

Engkau tahu pasti. Ketulusan hati ini, namun mengapa tega mengabaikan, untuk mengejar bunga lebih indah dalam pandangan.
Kau tebarkan sejuta rayuan pemikat, untuk mengikat cintamu yang laknat

Aku tahu mulutmu manis berbisa, siap membuat jiwa jiwa terkapar! tunduk dalam kepalsuan cinta yang kau puja dengan sejuta pesona. Akupun tahu kau tak akan pernah punya cinta. Bukan banyak cinta, bahkan untuk dirimu sendiripun tiada. Apalagi cinta terhadap Sang Maha Pencipta

Kau sibuk dengan mengarang seribu dusta hanya untuk mendapat cinta yang sesaat saja

Suatu saat nanti akan terjatuh, terperosok pada lubang yang engkau gali sendiri. Disitulah kau akan fahami, hanya akulah pemilik ketulusan yang sebenarnya kau cari, meski kini tercampakkan tak terperi

Biarlah kusimpan rindu dalam diam. Teruskanlah petualanganmu, mengecupi setiap putik sari yang kau ingini. Lepaskan semua hasrat pada cinta semu yang kau mau

Aku akan menunggu jatuhmu dengan ketulusanku, dan kusimpan rindu dibilik sunyi

Tangerang, 19 Juli 2019



MENELUSURI JEJAK PUISIKU
Karya: Samodera Berbisik

Terkenang kembali saat langkah aksaraku tertatih, senyum diksimu menggamit lengan imajinanasi. Memapah paragraf demi seuntai puisi, yang ternyata masih sangat mentah

Perjalanan detik tak lelah berdetak. Menyusuri setiap jejak, tertunduk aku dalam senyum tersipu. Engkau... yah hanya kamu, menemani langkah patahku. Memunguti ceceran aksara terbungkus pilu. Senyum manis selalu mengecupi serpih serpih luka perih

Suatu saat, engkau merangkai bunga. Terangkai indah bersama kumbang penyesapnya. Aku terlena dalam indahnya rasa. Terkulai dalam selimut hangat dekap rindu, namun engkau menghapus jejak dengan apresiasi ambigu. Aku berlalu memeluk segala pilu, juga puisiku yang dungu

Jejak puisiku tertinggal pada paragraf terpenggal. Dan senyummu serupa bayang kelam, membayangi kerinduan mencekam. Aku berlari sejauh mungkin darimu. Membawa sebait kecewa yang meluka

Sendiri... Aku menyapa sepi, menyanjung sunyi dengan beribu diksi. Imajinasimu menginspirasi, kurangkai dalam larik larik nan asyik hanya untuk mengusik bulir bening serupa rinai rerintik

Engkau datang kembali saat langkahku mulai tegak. Senyummu masih semanis sewaktu lampau. Rindu membelenggu yang tersimpan dalam bilik hati menyeru kembali, meski kutahu hatiku telah terisi oleh syair rindu yang merapuh, terseret cemburu bak angin puyuh

Irama hatiku tak seindah bait rindu yang tergores dalam seribu puisi. Karena prosa pengembaraan tak jua temukan harapan. Meski aku telah menempuh perjalanan panjang menelusuri jejak puisiku

Tangerang, 19 Juli 2019



MENYAYANGI DENGAN MENJAUHI
Karya: Samodera Berbisik


Janji yan pernah terucap tak akan teringkar. Menyayangi apa adamu, itu ketulusanku. Meski kutahu tak ada lagi rindu hatimu untukku.

Melepas adalah caraku menyayangi. Menjauh untuk membuat bahagia dengan petualanganmu.

Duhaiku... dirimu akan selalu mengisi bilik sepi, sepasang telaga netra itu tetap menyejuki, meski beningnya telah mengeruh.

Diriku serupa bayang, ada tiada tergenggam. Jauh dekapan, berpijar tak terlihat pandang. Senyumku kebisuan yang mengelilingi jejakmu.

Rindu hatiku, diri ini akan selalu menyayangi dengan menjauhi. Usah tanya lagi mengapa begini. Itulah caraku membahagiakan hati.

Tangerang, 18 Juli 2019



LELAKI RENTA PELUKIS JIWA
Karya: Samodera Berbisik


Ia lelaki penuh pesona. Mampu melipat jarak pandang, menekuk ingatan, melengkungkan besi kesadaran... sungguh luar biasa

Dibalik kaca mata rentanya terpijar lahar rindu. Menyudut sunyi meninspirasi puisi sepi, begitu indah terpatri dalam palung kalbu

Ia adalah embun tak mengenal fajar dan pagi.Tak gentar siang melirik terik. Suatu keindahan senja menyambut malam yang selalu meneteskan buliran-buliran bening. Berkilau walau diremang cuaca, bahkan sekelas badaipun teredam dalam lantunan doa-doa tulusnya

Lelaki renta pelukis jiwa terpatri tak mampu terganti, meski sekuat tenaga aku mendustai nurani untuk mengganti sosoknya dari lubuk hati

Ia telah menjadi api bagi kelas perasaan. Memberangus segala logika. Menyelimuti puisi sepi meski serupa bayang yang tergenggam dalam imajinasi. Bersembunyi manis semanis senyum termanis. Bak gulali meleleh diujung kecap... bibir seksi

Aku begitu merindukan hadirnya kembali. Mendekap aksara aksara gulana. Meski kutahu rinduku tak akan pernah bersambut aku tetap memuja. Indah mewarnai kanvas hati, karena ia lelaki renta pelukis jiwa

Tangerang, 17 Juli 2019



KUTUTUP KISAHKU BERSAMAMU
Karya: Samodera Berbisik


Kemarin langit hatiku berselimut kabut. Saat cuekmu mengacuhkan rasaku. Terpikir oleh isi cangkang kepala, " Akankah salah telah kucipta pada atmamu?."

Kini kabut telah larut ditelan kemelut. Bukan aku yang bersalah, tapi hatimu yang memburu petualangan rindu. Melepas anak panah dari busurnya untuk menancapkan gejolak asmara pada rusa rusa betina.

Kuhapus aksara-aksara cinta dari diary hatiku. Kemudian kututup kisah bersamamu.

Saat tangan kananmu memelukku, tangan kirimu mencari tangan lain untuk kau genggam. Hati menuntun tanganku untuk merabanya. Dan...aku bangkit, melepaskan pelukan, kuraih kedua tangan kalian, " Bersatulah dalam kebahagiaan," tersungging senyumku penuh kepuasan.

Lepas sudah, sesak menyesakkan jiwa, terungkap halimun yang tersembunyi pada kelit melilit mulut buaya.

Kututup kisah bersamamu, dan aku adalah pemenangnya.

Tangerang, 16 Juli 2019



BERLALU MEMELUK RINDU
Karya: Samodera Berbisik


Perih mengiris hati, semakin menganga luka tertoreh dijiwa, ketika lantunan rindu menerobos ruang kosong kedap udara. Bergaung menyesaki dada. Riuh bergemuruh menyapu runtuh bendungan air netra.

Telah kulantunkan kidung-kidung suara jiwa. Untuk mengetuk palung hatimu, namun hanya nada pilu menyambut kebisuan dinding kalbu.

Aku akan berlalu memeluk rindu, tanpa senyum. Tak jua melambai sayonara, karena hatimu akan terus tersemat di relung paling palung samudra cinta. Tertunduk aku menahan jatuhnya tetes tetes bening, yang tersembunyi pada semburat hening.

Biarlah kurasakan sendiri, nikmatnya perih ini. Kulangitkan doa untuk kebahagianmu, meski tanpa aku. Kakiku tak akan pernah goyah berpijak bumi, meski telah kau patahkan hati ini. Aku pamit melanjutkan perjalanan sunyi. Berlalu memeluk rindu.

Tangerang, 16 Juli 2019



TERBENAM DALAM KEBISUAN
Karya: Samodera Berbisik


Tiada guna aku meramu serbuk-serbuk rindu, tak jua berarti meracik putik-putik nan asyik, karena semua tak ubah asap, tak tersesap, dan... lenyap dalam senyap

Aku menjamu malam dengan seutuh kerinduan, namun begitu cepat terbenam dalam kebisuan. Tak perlu lagi kuperjuangkan, bila engaku ingin meninggalkan. Biarlah semua kudekap dalam kenangan

Tak ingin aku terbenam dalam kebisuan, sangat menyesakkan!. Tinggalah tangan menengadah dalam kepasrahan
.
Bila memang masih ada setitik rasamu untukku datanglah tanpa terpinta, dan bila memang engkau ingin berlalu pergilah tanpa penyesalan. Suatu saat nanti ketulusanku tak temukan pengganti, dan engkau ingin kembali. Mungkin aku sudah pergi, membawa luka nestapanya derita hati
.
Maafkan aku, memilih jalan ini. Aku tak ingin sirna terbenam dalam kebisuan

Tangerang, 16 Juli 2019



JEJAK PUISIMU
Karya; Samodera Berbisik


Kukenang kembali prasasti jejakmu, tertinggal dibilik sunyi hati ini. Diksi itu mengecup mesra, jiwa puisi-puisi sepi. Lembut membuai asa beku, mencair dalam kehangatan aksara nan syahdu
.
Secangkir kopi pahit, menemani tarian jemari, menguntai kalimat seindah pelangi, diatas pucuk dedauanan

Lelaki puisi memeluk mimpi perempuan penyanjung sunyi, untuk melahirkan bayi- bayi puisi, tanpa menjamahi

Kini aku sendiri, menyusuri jejak lelaki puisi, ampas kopi pahitnya terbiar di bibir cangkir, tak ingin terseka oleh embun yang menetesi ujung dedaunan

Suara hati terdengar teramat lirih, mengiris perih, " Andai saja engkau mengakui, aku pernah menjadi beberapa lembar jejak puisimu."

Tangerang, 15 Juli 2019



TUAN CUEK
Karya: Samodera Berbisik


Sungguh greget, menguji kesabaran. Kala itu, begitu lembut, perhatian, dan sangat romantis, menjerat hati. Setelah terkapar, mengelepar, ia berubah, acuh jutek cuek, mmm menggemaskan

Tuan cuek, andai saja rasaku tak nyata, ingin aku menjauh sejauh pandangan membentang samudra

Engkau tahu tulus yang kujamu, untuk mengecup rindu. Dan kepercayaan itu ada untukku darimu

Aku yakin masih ada rindu, sejauh waktu berdetak dalam karya sesibuk agenda. Aku tak mungkin melepas pada bias, meski terasa teramat pedas

Tuan cuek tersimpan manis dalam triplek, berbingkai senyum kerinduan tanpa efek. Aku... padamu, menyatu jarak tanpa sorak. Diam menggenggam tentram

Tangerang, 14 Juli 2019



MENGULITI LUKA
Karya: Samodera Berbisik


Tertutup sudah kisah usang, menggenang kenang, terbentang menggoncang, menyerang pertahanan

Engkau berlalu dari dalamya palung rindu, meninggalkan luka teramat menyayat.
Dalam jangkauan netra engkau membinasakan diri dari ketulusan tersaji. "Mengapa tak sekalian termutilasi, tercacah menjadi serpih-serpih pecah?" Berkata jiwaku dalam gundah

Aku memungut sebilah sembilu, menguliti luka yang telah kau goreskan di selembar hati nan pilu

Aku bakar luka yang terkuliti, hingga menjadi abu. Kemudian kubawa berlari, menerbangkan ke awan kelabu, berhamburan, lenyap tertelan jurang kecongkakan

Detik berganti menyapa waktu, kulit baru sedia bertemu cerita baru, tanpa kenang pun, air mata penyesalan. Menjemput impian, bersama senyum kemenangan

Tangerang, 30 Juli 2019



KERINDUAN MALAM
Karya: Samodera Berbisik


Di ujung sepertiga malam kurebahkan segala gundah yang mengerami jiwa. Tangisku pecah tak bersuara. Mengalir deras butir-butir bening dari telaga netra. Dengan gemetar dan terpatah-patah aku lantunkan bait-bait doa. "Ya robb... ampunilah segala kekhilafan, yang selama ini membuat jauh berkelana dalam semu, dan ternyata adalah pilu membelenggu."

Terisak dan terus terisak aku menyebut Asma-Mu. Tak ada kedamaian dalam setiap lembar perjalanan, tiada kutemukan cinta yang mencinta menemani keperihan. Dan hanya pada-Mu, bersama kasih sayang-Mu, sejatinya kutemukan

Aku hanyalah debu rindu yang segera lenyap terhembus angin. Beterbangan menyusup di celah dedaunan, menunggu hujan menghempaskan

Titik demi titik hitam menggariskan noda dalam kanvas kehidupan. Terlukis dosa dosa, mengusik kedamaian. Aku hanyalah lakon dari sebuah fragmen menyesakkan, dan tetap harus terperankan. Kini usai sudah pementasan, tersudut menyulut kalut berlanjut dalam kenyataan

Kemana tempat kembali? dimana harus kucari? menuangkan genangan kegetiran. Kalau tidak di sini, pada kerinduan malam. Keheningannya, membuat tersimpuh, luruh di atas sajadah, menggumamkan segala pinta dalam air mata. Dan lihatlah di langit, rembulan ikut bertasbih. Pertanda semesta ikut mengaminkan. Lalu.. kemana aku selama ini menyembunyikan nikmat-Nya, dan sibuk mengeja kekhufuran yang durjana

Di ujung sepertiga malam kembali kuketuk kerinduan kepada-Mu ya Allah, penguasa segala rasa

Tangerang, 24 Juli 2019


Puisi_Empat_Larik
KEJORA
By Samodera Berbisik

Awan hitam memayungi langit
Membuat malam semakin pekat
Namun kerlip kejora menemaniku
Hingga fajar menjelang

Tangerang, 30 Juli 2019



NYANYIAN RINDU SANG CAMAR
Karya: Samodera Berbisik


Sunyi itu indah, kala samudera berbisik, buih-buih bersenandung doa. Riak berkejaran, bak tarian rindu sang camar

Sejenak sang camar terhenti, untuk menyaksikan buih dan riak berkecipak, mengelus, lalu mengecupi bibir pantai nan indah, berpasir putih

Seiring desah angin, menyampaikan salam rinduku padamu. Duhai samudera berbisiklah tentang cinta

Angin masih memeluk salam rindumu untukku. Ia masih ingin menikmati sendiri, tanpa mau berbagi denganku. Atau... aku yang beku, tak mampu menangkap isyaratmu, duhai sang camar?
.
Rindu, cinta, telah melukai hatiku, sangat dalam, sehingga aku tak sanggup mengobati, bahkan sekedar menerjemahkannya
.
Hempaskanlah segala resah, jangan pernah malu untuk mengecup kuntum rinduku
.
Entahlah...
Aku tak tahu, apakah masih mampu untuk mengecup kuntum rindu
.
Aku akan bersabar memapah, menggamit lenganmu, membawa terbang mengitari keindahan. Memelukmu dalam dekapan ketulusan

Tangerang, 29 Juli 2019
#terimakasihsangcamar




Tidak ada komentar:

Posting Komentar