Selasa, 30 Juli 2019
Kumpulan Puisi Rasyid riza - KEBENARAN
KEBENARAN
Lafaznya qalam musa seteguh tursina, terucap lisan dibibir ibrahim, dihadapkan didepan keberhalaan yang rapuh. Nyala api mendingini oleh inayat
Kebenaran itupun diteruskan dengan lidah masyitah, gelegakk kawah berubah menjadi bunga bunga salju, dipuncak bara syahadat.
Menyatakannya pahit
Di manis kan dengan hikmah
Qalam diasah hingga tajam dengan raut cinta, kasih Rasulallah membaitkan kebenaran dengan tauladan sirah hasanah
Sungguh kebenaran itu harapan ummah
Rasyid riza
30072019
Tanjungbalai
Multazam ku titip doa
Ya aziz ya Ghaffar
Allahummaj A'lhu Hajjam Mabrura Wa Zambam Maghfura wa Sa'yam Masykura
Berdoa di Multazam
Sabar membingkai iman
Berdoa dimultazam
Titisan air mata dan dup dap jantung bergetar
Ianya sejernih zam zam
Hasrat dan qolbu menembus kelangit
Sebaik doa amiin
Rasyid riza
30072019
Tanjungbalai
Perlepasan Calhaj 2019
Kumpulan Puisi Sonia - KAU TELAGA RINDU HATI
GLOBAL NOW
By; Sonia
Heran...
Mata...telinga ini mendengar bahkan melihat
Nyata yang tiada tersangka
Tiada tipu tipu daya iniah global now
Aku...
Yang kalian hina setiap kata,membincangkan
Aku setiap lekuk tubuh sikap ku
Sadarkah kalian..,tahukah kalian
Di luar sana masih ada yang lebih dari ku
Sikap lekuk tubuh tak pandang usia
Wajah yang tak muda dan tak pantas dipandang lagi
Global now...
Usia senja menjadi puber terkini
Yang tak mau kalah dengan anak muda,
Bahkan janda atau ibu ibu global now
Global now mengubah segala tatanan hidup manusia dari baby hingga usia senja
Miris nyata ketimbang saya
Tapi kenapa kalian risau..
Bak dunia akan meledak seketika
Lihat jeli....
Andai angin bisa berkata.,
Ia akan mengatakan,
Oma" tak mau kalah nyentrik
Dan tak malu usia..
Stop....
Buly aku...,
Jika kau tak mampu seperti global now
Tapi...hp mu canggih untuk membuly dan mengkomen siapa saja
Lekuk tubuh terlihat lah..,
Celana dan baju ketat lah..,
Penampilan terlalu menarik mata adam lah
Seperti PSK di luaran lah
Ya...itulah celoteh kejam mu
Yang niat untuk sama tapi takut tak mampu
Bahkan malu dan sok sucimu
Kembali global now...
Drartis semua ufuk manusia berubah.
Dan stop buly karna diri kita sendiri tak jauh dari duri kedustaan duniawi
Hijab mu tak menjamin,al quran mu tak jadi patokan mu,bahkan hati mu
Pandai kau semua namun tak mengerti maksutnya sama saja dusta
Kita sama sama global now penuh dosa
Nyata bukan dosa..itu bodohnya manusia
Punya akal sehat tapi tak guna
Tahu hidup Banyak pilihan tapi meronta
Mencibir tapi tercibir
Hijab tak jadi jaminan di masa kini
Karna hanya menghargai
Sebaliknya aku wanita yang kalian cibir
Penuh dosa yang tak daya
Global now itu pilihan...
Karna hanya tuhan yang akan tentukan
Dosa cibiran mu adalah aib mu yang kau simpan dalam hatimu
Ini global now tua menjadi muda
Tak gencar aku dengan mu
Karna melihat dengan nyata
Yentrik masa tua di global now
Rembang 29,juli 2019
Terinspirasi selalu disetiap mata ku###penyair dalam detik inspirasiku##terbaik tapi salah di mata muππefek lapar Lagiπ€€πππππ
Seng ke tandai maaf yo gen melu baca ae konco laparπππππππππππ
---------------------------------------------------
Mampir golek banyu tombo ketelak
Sambi nyawang dudo joko pas tepak
Ra nyongko rai ganteng kok peak
Tak guyu memsem mbekakak
Luput entu enggal ngakak
Marang kawulo engkang jeplak
Emang dasar dompet cepak
Modal tor cekak
Klambi rapi celono leci
Tas gedi ra mbejaji
Rai ra iso madani
Mergo duwet ceki
Tak sawang tak rungokno
Tak pandang tak dongakno
Murah rezeki kuoso maringi
Limpah ruah ra ngrugeni
Ileng jas rapi
Ileng montor scopy
Yo iku wong dompet ceki
π€£π€£π€£π€¦efek lor sedulor tak ombenane iki sek gen rodok sadar lorπ€£gen gak kemakiπ€£
KAU TELAGA RINDU HATI
By; Sonia
Kau..,
Ternantikan dalam anggan
Menjerit dalam penantian
Membujur kehasratan
Terbanting waktu kerinduan
Dya...
Sorek wajah terlihat pucat mayat
Bola mata berbinar tanggis
Selaput membengkak oleh mu
Sadarkah kau itu.?
Bak telaga rindu dalam kemarahan
Yang telah usang dalam penantian
Bersirat ruas panas gunung hati
Menjalar ke segala benih
Kau....
Lihat aku penuh kesal
Tetap setia tersenyum untuk mu
Mengharap pengertian mu
Agar kau toleh wajah sendu ku
Kau...
Tertulis dalam kata ku
Dalam bisik relung hati
Tergambar jelas dibenak
Tak terhapus oleh waktu
Namun..,
Kau tak sadar akan itu
Masih dengan mau mu
Mengertilah dengan ku
Dan jangan kau telat api rindu
Percayalah.rindu ini tetap ada
Segala asa terpamparkan untuk mu
Maka,jagalah biar tak menelan luka
Tersopoh raga tiada ku rasa
SI PENGGEMIS JALAN KOTA
By; Sonia
Tak daya..,
Menggais rezeki menyusuri jalanan
Hanya mendapat seihklasnya
Panas terik terasa menyayat kulit
Masa ku..
Hidup tanpa seorang anak
Berteman istri yang tak kuat lagi
Tiada tempat keluh kita
Modal berjalan menyusuri ramai kota
Demi menghidupi istri tercinta
Rapuh jiwa ini,tak kuat lagi tenaga ku
Bekerja berat terpaksa seperti ini
Sedikit istirahat untuk pulihkan tenaga
Melihat seberapa banyak rezeki ku dapat
Segelas es teh penghilang dahaga
Bahagia pulang dengan banyak uang
Sungguh..,capek dengan hasil
Dapat ku nikmati bersama nanti
Dan esok kembali menggais lagi
Inilah aku si pengemis jalan kota
Lasem 23, juli 2019
Time;12.05
TATAP SETIA DI PAGI KU
By; Sonia
Aku...,
Yang setia dengan mu
Meski tatap ini menghadap semua
Bola mata hanya ada kamu
Percaya kah kau..,
Jika aku butuh engkau
Yakinkah engkau dengan aku
Hm..,
Ini hidup ku
Apa yang kau tahu,itulah aku
Tiada takut.
Tentang apa yang kau mengerti
Dengan aku tetap setia
Duduk menanti kehadiran mu
Lamunan menatap jalanan
Berharap pertama yang ku tatap kamu
Tapi sungguh itu salah
Teryata secangkir kopi panas
Hahaha..
Setia ku..,
Hangat ku..
Pagi ku dan tatap ku
Hanya secangkir kopi
Dan bukan wajah mu
Rembang 22,juli 2019
Time;09.33
SENANDUNG RINDU
By; Sonia
Tak ada yang tahu
Berapa banyak rindu ini
Karena semua terasa hampa
Tak terkelik dalam kata
Semua tertera asa rindu
Yang bersenandung
Tak tergapai,tak pula tercapai
Senandung rindu menggelayuti
Merusak suasana tidur ku
Memberontak dalam malamku
Akankah ada ujung rindu ini.?
Jika ada hadirkan untuk ku
Agar aku dapat berkata padanya
Berapa lama aku menunggu
Berapa banyak ku tulis kata rindu
Berapa banyak menahan air mata
Dan semuatak dapat terbayar
Yang hanya sekilas saja
Senandung rindu
Terlalu indah untuknya
Sulit ku dapati
Tuhan...
Tolong sampaikan slalu
Rindu ini kepadanya
Aku yang merindukan setiap waktu
Rembang 20,juli 2019
Time;11.00 wib
KARENA MU
By; Sonia
Dan...,
Karena kamu menjadi inspirasi
Menemani setiap selang waktu
Tiada hari tak bersama mu
Karena mu..,
Inspirasi indah tercipta
Hitungan detik tertulis
Dimana pun kau menyertai ku
Melekat selalu di bibir manis ku
Kenikmatan dengan mu
Ceria ria hari hari ku
Disaat apapun kau ada
Sejuta rasa lekat di bibir
Sentuhan hangat tercipta
Karena mu hari hari berbeda
Penuh semangat dan imajinasi
Warna berbeda setiap hari
Luapan bahagia tertuangkan
Sedih pun tak ada
Karenamu kau bersama selalu
-------------------------------------
Menanti dalam waktu tiada ujung
Merindu bak debu berterbangan
Angin pengapus rindu
Kini sudah tiada lagi
Reba layup di rindu asa
Tersenyum manis dengan hayal
Tergambar samar raut wajah semu
Dalam detik kerinduan
Keras hati untuk percaya
Sesungguhnya aku tak mampu
Air mata tertahan rindu
Luapan wajah manis pun tak sirna
Engkau yang ku rindu
Dalam bayang menggelayu
Ingin ku sebut nama mu setiap waktu
Bahwa hati ini merindumu
RINDU KU
By; Sonia
Minggu, 28 Juli 2019
TERLALU PENAT
Aku ingin beristirahat...
Karena Tubuhku sudah terlalu penat..
Mataku pun sudah terlalu berat...
Dan tak sanggup lagi untuk menatap..
Berkata-kata pun sudah tak sanggup untuk diucap...
Biarkanlah dulu aku tertidur..
Biarkanlah semua masalahku kuhancur jadi lebur..
Jangan Bangunkan aku...
Disaat mimpi indah ku menemani tidurku..
Puisi : " TERLALU PENAT "
Karya ; Bang Toyyib Sibarani
KOTA KU
Kotaku adalah Surgaku.
Tak pernah ku lupakan rindu akan dirimu.
Kotaku nan indah bak surgawi.
Tempat lahirnya para Qori-Qori.
Juga tempat lahirnya Seniman Sendiri sendiri.
Tempat ku bermain di sungai Silau
Serta tempatku memancing di sungai Asahan
Kotaku di dialiri kedua sungai yang mengalir deras.
Kota nan indah serta kaya sumber daya alamnya.
Kerinduan masyarakatnya akan budaya daerahnya.
Kotaku sebagai pembawa kehangatan bersama seluruh keluarga.
Hembusan angin laut dan pantai pasirnya.
Menambah indah dalam darah masyarakatnya
Rakyatnya ramah dan bersahaja.
Demikian adatnya memukau jiwa.
Puisi :
### Kota Ku ###
Karya : Tan Ahmad Sibarani
BINGKAI HIDUP
Aku yang berjalan
Engkau yang berlayar
Saksi...
Di panduan insani
Bergema,gejolak
Hati nurani memata
Ada yang terasa?
Berbincang pada bayang-bayang
Silam,melubuk senja
Membatasi...
Hari-hari yang tak tercatat
Buyung di benak mereka
Bersuka cita di ratap hari
Terangi sebentar,enggan di dalam gelap
Betah keki...
Di tunggu maki
Seperti tertidur,
Ikan yang tidur.
Insan yang tertutup
BINGKAI HIDUP
Karya : Isa Suhanda
KERESAHAN HATI
Ditengah hari hari Yang Sunyi.
Ku duduk terpaku diatas kursi.
Memandang Langit yang Tinggi.
Dikala ku menoleh ke kanan dan kiri.
Ku terbayang keindahan kehidupan duniawi.
Saat kucoba untuk instropeksi diri.
Masih banyak yang harus ku bekali diri ini.
Untuk menghadap Sang Ilahi Rabbi disaat nyawa akan keluar dari Diri.
Terkadang kusadari bahwa Perjuangan ini harus mempunyai Generasi untuk mencari kebenaran yang hakiki.
Wahai insan bumi Pertiwi.
Gelapnya Bumi ini pernah kah kau sadari.
Pernah kah kau bersusah hati.?
## KERESAHAN HATI ##
Oleh : Ahmad Effendi Sibarani
IGAU SUNYI
Senja telah datang
Keheningan menimpa segala tiba
Kesunyiannya mengajakku mengembara
Selaksa jiwa terbang dalam moksa
Pada segala jiwa kucurahkan segala rasa
Adakah kegelisahan ini
kegelisahan engkau juga?
IGAU SUNYI_
_Kepada : Jiwa Senja_
Asahan, 01 Juni 2019
_Muara Senja_
Kumpulan Puisi Iis Yuhartini - PUISI CINTA UNTUKMU
PUISI CINTA UNTUKMU
Sebait doa
untuk seraut wajah
penuh inspirasi
semoga pulih kembali
Ibu Risma Harini
Kartini di jaman merdeka
tiada kenal lelah
warnai tanah Indonesia
Wanita penuh dedikasi
mengukir banyak prestasi
semoga sehat kembali
terus berkarya untuk negeri
Senyum bersahaja
terukir di dinding jiwa
wanita lembut berhati baja
semoga dalam lindunganNya
Bekasi, 020719
TANAH NIRWANA
Mari
duduk bersama
satukan selaksa asa
genggam hangat cahaya cinta
Singkirkan semua keakuan diri
merasa paling sempurna
hancur tatanan
kebangsaan
Indonesia
tanah nirwana
perbedaan begitu indah
negeri ramah berbudi bahasa
Berpegang tangan ciptakan harmoni
bersatu membangun negeri
nikmati indahnya
merdeka
Bekasi, 240619
GENERASI YANG HILANG
Miris melihatmu
penerus bangsa ini
resah mencari jati diri
tiada pegangan untuk meniti
Orang tua berlari kian kemari
mencari harta duniawi
hingga lupa si buah hati
minta perhatian untuk di cintai
Mereka mencari dunia sendiri
lepaskan semua kecewa hati
tertawa dalam pelukan narkoba
begitu mesra memberi sensasi
Sebuah generasi hilang
hanya karena keegoisan
hancur harta tak terbilang
anak adalah harta termahal
Peluklah mereka penuh cinta
kehangatan kasih tiada dua
bekali agama sebagai tiangnya
agar anak negeri tidak mati sia-sia
Bekasi, 200619
BERSAHABAT DENGAN ALAM
Lihatlah hutan lebat negeri ini
kini sudah kehilangan bentuk
di gunduli tangan-tangan kotor
demi rupiah dan mengumbar nafsu
Bumi pertiwi sudah banyak kehilangan
sungai-sungai tercemar bermacam limbah
sawah dan ladang berganti ribuan rumah
tiada lagi resapan air bila datang hujan
Bencana kembali melanda negeri
menghancurkan semua yang ada
penderitaan dan jerit tangis kematian
menggulung habis alam sekitar
Akankah kesadaran datang
mulailah bersahabat dengan alam
agar bencana tidak lagi menerjang
Bekasi, 190619
RIAK KEHIDUPAN
Aku melihatmu
para penyanyi jalanan
mainkan gitar penuh syahdu
menjual suara berharap rupiah
Berlari menuju bis kota
rasa lelah tiada dirasa
demi sebungkus nasi hari ini
karena perut takkenal kompromi
Sulitnya mencari kerja
apalagi tak punya ijasah
tiada biaya untuk sekolah
semakin tergilas roda kehidupan
Hanya itu yang bisa di kerjakan
daripada mengemis tadahkan tangan
atau mencuri milik orang
Inilah riak kehidupan
Bekasi, 190619
GENERASI TERSISIH
Senyum menggantung
kau beri untukku
ketika pagi kita bertemu
gadis kecil pedagang asongan
Tubuh kurus tinggal tulang
trenyuh mata memandang
kau sekuat karang
walau lelah kuat menerjang
Tatapmu begitu tajam
memandang kehidupan
kau generasi tersisih
semoga dapat meraih mimpi
Bekasi, 140619
KITA CIPTAKAN HARMONI
Duduklah di sini
bersamaku seperti kemarin
bercerita tentang rasa
pada tanah air tercinta
Kita memang berbeda
budaya, agama dan raga
namun satu jiwa
dalam Bhinneka Tunggal Ika
Kita ciptakan harmoni
jangan lagi menanam benci
hanya mengotori relung hati
mohon lindungan pada Illahi
Negeri ini berdiri dengan cinta
tangan tulus pejuang bangsa
bersimbah darah dan air mata
tanpa bertanya suku dan agama
Pegang lembut tanganku
tatapan kita masih seperti dulu
penuh kasih tanpa emosi
kembali bersama warnai hari
Tataplah wajah ibu Pertiwi
kibarkan tinggi merah putih
padamu negeri kami berjanji
menjaga NKRI sepenuh hati
Bekasi, 130619
PERJALANAN WAKTU
Menapaki jalan sunyi
entah apa yang kucari
aku ingin menyepi
nikmati ketenangan diri
Dalam keramaian
penuh suka ceria
canda dan gelak tawa
selalu saja merasa hampa
Bahagia apa yang kucari
begitu banyak yang menyayangi
warnai indah relung jiwa
nikmat mana lagi yang aku dustakan
Aku ingin sendiri
menikmati irama hati
menyusuri masa lalu
merindu perjalanan waktu
Sedikit waktu tersisa
kutatap cermin diri
sebuah wajah merindu cahaya
ya Illahi bersyukur atas semua rahmat-Mu
Bekasi, 120619
JEJAK PERJALANAN
Masih saja
terlihat di pelupuk mata
senyuman teramat manis
kau berikan selalu untukku
Detak dada tak berirama
ketika kau menatapku mesra
bersemi bunga cinta
tak pernah kuduga sebelumnya
Lembar cerita kita usai
untaian tercerai berai
waktu meluluh lantakkan
kau dan aku tidak di persatukan
Jejak perjalanan
meninggalkan kenangan
tidak mudah terhapus
meski usia termakan waktu
Ketika sunyi datang
senyummu kembali menyapa
masih terlihat manis
aku tersenyum memeluk angan
Bekasi, 120619
PENYAIR BERSAHAJA
Kunikmati goresanmu
aksara sederhana
namun tepat mengetuk jiwa
aku selalu merindu
Kau penyair bersahaja
guruku di laman maya
percikan semangat di dada
untukku merangkai aksara
Aku si pemula
penikmat goresan bermakna
selalu hanyut dalam cerita
para penyair sastra maya
Kembali kulahap
puisimu di laman maya
duhai penyair bersahaja
halus budimu bagai tetesan embun
Bekasi, 130619
Kumpulan Puisi LUmbang KAyung - KARENA DIRINYA
# KARENA DIRINYA #
KINI KAMI KIAN GIAT BEKERJA,
DIMANA TEMPAT KAMI BERADA,
LUPAKAN TAHTA SEMENTARA ,
TAMPA PANDANG USIA DALAM BEKERJA SAMA.
KINI KAMI LEBIH DEWASA,
TAK LAGI BERMANJA MANJA,
MENHHORMATI YANG LEBIH TUA,
SOPAN SANTUN DI DALAM BERBAHASA,
WALAU BERBEDA SUKU ADAT BUDAYA DAN AGAMA,
MEMELUK ERAT SANG GARUDA PANCASILA.
SEMUA INI KARENA ADA DIRINYA,
YANG MEMBUAT CONTOH TAULADAN DI MANA SAJA,
DIA BAPAK PRESIDEN Ir H JOKOWIDODO YANG BERSIPAT MULIA.
DI NEGARA KESATUAN REPOBLIK INDONESIA TERCINTA.
LUmbang KAyung
Tanjung Balai Asahan 19:06:2019
# BAGAIKAN BPK SUKARNO HATTA #
Bila kamu masih dapat Mengingat,
Ingatlah perjuangan Bpk Suekarno Hatta,
Iya berjuang demi kemerdekaan hak rakyat Indonesia,
hingga Menjadi Seorang Proklamator tercinta,
Yang Jujur, Lugu, Adil, Bijak Sana Dan Sederhana.
Coba tanyalah Hati kecil kita,
Jauh di relung hati yang tak dapat kita pungkiri,
Siapakah yang kini seperti dia?,
Dia kini yang begitu dekat kapada rakyatnya,
Dia yang kembangkan pembangunan di mana mana,
Dia masih bersama kita di Negara Indonesia Tercinta,
Yang bekerja dan terus bekerja untuk kita,
Dengan kerja kerja nyatanya.
Apakah dia Pak Joko Widodo yang Seperti Bpk Suekarno Hatta?.
Aku menjawab,
YA,,,,,.
By : LUmbang KAyung
Tanjung Balai Asahan 08:06:2019
Minggu, 14 Juli 2019
Kumpulan Puisi Suyatri Yatri - DISKUSI SARAPAN PAGI
Puncak Ranah menggumpal awan
Mencicipi aroma hutan
Membentang pemandangan alam
Sempurna ciptaan-Nya
29 Juni 2019
FITRAH
:Suyatri Yatri
Lelah memaknai siluet rasa
Menganasir setatap netra
Retinaku menangkap bayang
Melangkapkan fitrah di minda
Rohul, 25 Juni 2019
DISKUSI SARAPAN PAGI
Karya: Suyatri Yatri
Diam, bukan berarti tak paham
Aku menyimak dari ruang jiwa setiap kata
Alur bergerak menikmati sajian di atas meja
Sejuta gagasan tertuang di sini
Bukan sekadar sarapan
Melainkan sederet ide menitik di piring-piring karya
Genangan air menetralkan rasa di gelas kaca
Hati tertegun mendengar celoteh pagi bermakna
Yah, secepat rasa akan tersimpan di memori kenang
Bahwa kita pernah duduk bersama di sini
Diskusikan pelangi di langit megah
Bergerak walau gerimis menetes di jalanan literasi
Atau terik panas mentari menyengat semangat berkarya
Takkan surut di sepetak meja saja
Ini bukan omong kosong melainkan impian dan cita yang harus dibuktikan
Hebat bukan hanya terucap
Cerdas bukan hanya juara
Melainkan lahirnya motivasi untuk meningkatkan kualitas diri
Rohul, 23 Juni 2019
NYALA CAHAYA HARAPAN
Karya: suyatri Yatri
Dari sini langkah telah terjejak
Mencicipi rasa bukan hanya mimpi
Menitipkan harapan dari secawan makna
Mengurai kebekuan dari diam tanpa berbuat apapun
Di titik inilah cahaya dinyalakan
Bukan ilusi dari penyamaran terindikasi
Namun menguatkan tekad untuk menjadi pijaran bermakna
Di gerbang keyakinan membungkus cita
Di sinilah
Tertuang sejuta keindahan
Membangun impian menjadi rasi bintang berjajar megah
Bukan hanya sekadar menumpang bayang
Namun memberi bekas titik yang terbuktikan
Di lembaran kebaikan yang termanfaatkan
Pekanbaru 21 Juni 2019
HARAPAN LITERASI
Karya: Suyatri Yatri
Secawan makna dari sebuah harapan
Senyum menyulam sederet kata untuk dilukiskan
Pertemuan bukan kesakitan
Namun kebaikan menjadi payung
bahwa kita diikat oleh tali literasi
Saat kenangan menjadi titik perpisahan
Bukan tersebab benci dari rasa yang disembunyikan
Karena kita memiliki kewajiban yang harus digerakkan
Hati mencari jeda di antara riuhnya celoteh kosong tanpa berbuat apapun
Namun berkembang rencana
Menggumpal ide dibawa pulang
Akan dipersembahkan pada kuntuman bunga yang menawan
Agar kita bisa mencium aroma keberhasilan
Kecerdasan untuk belajar sepanjang hayat
sebab bekal ikhlas menuju dermaga abadi
Rokan Hulu 20 Juni 2019
LANGIT MINDA
karya : Suyatri Yatri
Kerap rancu menabuh mimpi
Meneguh di minda
Meresap makna
Menggenang serpihan
memintal jiwa
Anulir diri
dari sebentuk tafsir
Labuhkan rasa
Di tepian dermaga sunyi
Langit saru
digegas rindu
Berkemas
di antara perjalanan
Rohul, 18 Juni 2019
SENYUM DALAM KENANG
karya : Suyatri Yatri
Saat rasa semakin menekan
dan malu mengatakan
kupandangi rembulan
lewat angin malam kubisikan pesan
Rindu yang hadir mengambang di permukaan lautan
Mengingat senyummu di antara debur ombak
Menitipkan cinta pada pantai
Ach ... bayang dalam kenang tak jua menghilang
Rohul, 17062019
DIA MENJADI TUJUAN CINTA
karya : Suyatri Yatri
Sepi terukir di gelapnya malam
Senandung gerimis telah berhenti
Aku masih termangu memandang bintang kerlip berhamburan di langit
Menghitung setiap waktu
Menggantang makna berpaut rindu
Kau masih saja memberi cinta
tanpa jeda
meski sekepal salah mengendap di jiwa
Tiada tertandingi rasamu dalam kasih
Sebab insan sering salah memilih
Sementara genggaman tangan terus menggapai ikhlas
dari rasa yang tak terbatas
Masih pantaskah aku menatap tengadah
Meminta rezeki tanpa usaha
Takkan hadir seketika saat pikiran gelisah
Doa dan tawakal seiring jalan dalam meminta
Dia menjadi tujuan cinta
Sekembalinya pengembaraan menuju cahaya-Nya
Atas izin-Nya menyauk takdir
Jiwa berbekal ilmu mengikat sabar dan syukur memyuburkan ikhlas
Rokan Hulu,16 Juni 2019
TELAGA ASA
karya : Suyatri Yatri
Menyauk rindu di telaga kenangan
Kisah kembali menyeruak di lembaran makna
Di sini, aku mengkaji rasa yang tersisa
Dari balik gabak ada tetesan hujan yang merinai petang
Gelap turun menutupi duka
Dan angan berdiri di antara fatamorgana
Jalan harus dipilih
Sementara kaki terseok-seok mengitari arah yang dituju
Diam masih setia menemani tanpa air mata
Sebab rindu begitu erat berpagut
Tiada lekang dari waktu walau jarak tak tertempuh
Setatap netra masih saja manis terasa
Saat senyum mengembangkan arti romansa
Kuntuman bersemi memberi kedamaian hati
Aku menggandeng tanganmu
Menggenggam jemari dengan berbisik pelan
"Kutambatkan belahan jiwaku di hatimu agar setia ini menjadi sandaran kepercayaan atas cinta suci"
Rokan Hulu, 11 Mei 2019
HUJAN RINDU
karya : Suyatri Yatri
Hujan semakin mendebarkan rindu
Saat perbukitan memutih tertutup kabut
Kunikmati sejarah yang melenggang di titik rawan
Sementara sinar mentari cemburu meredupkan rasa menyaksikan tetesan bening
Berbisik mesra di rengkah tanah
Kadang kicauan burung tak lagi bergumam di reranting
Mungkin bosan meniti angan setiap celotehnya tak lagi memberi kedamaian
Atau muak dengan keributan terjadi antara petir dan kilat saling bersahutan
Cukuplah buram bersandar di cakrawala
Tak perlu marah pada rumah tanpa jendela
Sebab asa tak berwujud mengartikan keberpihakan waktu pada pintu
Biarkan terbuka lebar
Agar kejujuran tak tertimbun di denyut nadi
Akhirnya pecah seribu tak kembali
Menitipkan cinta pada satu jiwa
mengikatkan setia pada kepercayaan segalanya
Niscaya biru langit tetap tersenyum memilih cinta sejati hingga syukur pun diterima berlapang hati
Rokan Hulu, 11 Mei 2019
MERAPAL JIWA
Telah kutenggelamkan raga di jantung bumi
Agar tak terlihat gabak membingkai senja
Telah kupenggal luka di dada langit
Agar tak hanyut di keranda waktu
Sehimpun kata tertutupi prasangka
Hingga mengambang salah di bibir saat bicara
Ku hiasi nisan agar tak lagi dijelang
Biarkan mati dalam kenang
Setakat makna direngkuh sayang
Sendiri merapal bayang
Sujud jiwa di antara jelatang
Dalam kepasrahan
Cahaya-Nya memberi penerangan
Rohul, 28072019
Pekik Camar Aksara Jingga
HUKUM PETIR
Karya : Suyatri Yatri
Langit tampak sendu, gabak menggantung di tirai awan. Sesekali kilat mengejutkan dari sisi tak terduga. Angin pun tak kalah riuhnya menghempaskan pepohonan hingga tumbang berserakan. Sungguh jiwa bumi kalut menyaksikan kenyataan ini. Tak bisa ditahan walau Tuhan telah disandarkan dedoa. Masih juga kecamuk tak bisa dihentikan.
Kesedihan terlihat di raut wajah dedaun yang tak berdaya dalam keributan terjadi. Ia selalu dipersalahkan bila berhamburan tak tentu arah. Diam-diam ia selusupkan tubuhnya di antara rengkah tanah agar tak terbaca dosanya.
Debu pun ikut menutupi tubuhnya sebagai pelindung jiwa.
"Di manakah lembaran rongsokan yang memerihkan mataku," tanya guruh sombong berkacak pinggang.
Tak satu pun mampu menjawab. Cacing pun lari terbirit-birit takut. Bebatuan bungkam seribu kata. Pedang pun terhunus dengan tatapan tajam mata mengancam. Jenuh memelintirkan rasa. Dusta telah berkumpul di telaga. Kejernihan air tak lagi memberi kesejukan jiwa. Terasa panas hingga diri harus meninggalkan negeri kemunafikan sebab hukum petir mencambuk dasyat hingga menghitam dan membakar apa pun di hadapan. Tak peduli benar dipertaruhkan.
Akhirnya sekarat menghampiri dalam sakit luar biasa tertahan tanpa dokter memberi obat terbaik dan kematian terjadi oleh doktrin
Rohul, 19 Juli 2019
CAHAYA CINTA
Karya : Suyatri Yatri
segugus bintang berpijar
kerlip memberi tanda
tak terujar
menitipkan cinta
pada jiwa
lanskap alam terukir
: saat hati berzikir
di bawah cahaya
gemercik sungai mengalir
berpadu cinta
tafakur tersentuh takbir
Rokan Hulu, 18 Juli 2019
SEPENGGAL PESAN SENJA
Karya : Suyatri Yatri
Gabak menggantung erat di hamparan senja
Memaknai guratan awan
Sedetik waktu menggiring rasa
Malam turun dengan tubuh penuh luka
Sepenggal pesan dititipkan lewat perenungan jiwa
: Saat kutinggalkan jejak di rengkah tanah, inginku, kau berpakaian budi dalam kesederhanaan diri
Tak perlu mendongak layaknya gagak dalam gelap melengkingkan suara
Tanpa mengindahkan waktu tersisa
Dia, tak pernah meninggalkanmu dalam kelemahan hati
Sebab cahaya-Nya lebih berarti mengikat cinta dalam keabadian
Rokan Hulu, 17 Juli 2019
MERENTANG DOA
Suyatri Yatri
Berdiri di antara bara
Antara bahagia dan luka
Antara suka dan duka
Dua hal berbeda
Saat menjemput asa
Belati tertikam di dada
Hati kecil berkata
Haruskah mengikuti kata jiwa
Sementara mentari terik menghanguskan raga
Seperti makan simalakama
Memilih jalan bersimpang dua
Di antara serapah, lahirlah dilema
Dari letupan kecil menjadi larva
Merentang segala doa
Agar jalan terbuka
Allah Mahakuasa
Segala berkah dari kasih-Nya
Rohul, 15 Juli 2019
AYAH
: Suyatri Yatri
Dia adalah ayah
Dari setapak makna
Dititikkan tanda
Dia adalah sahabat
Dengan ramah senandungkan kisah
Saat jeda kelakarnya pun pecah
Dia adalah pahlawan
Berdiri gagah
Berjuang meniti kehidupan
Dia adalah panutan
Menebar benih di setiap bedeng-bedeng ladang
Menyuburkan kebaikan di denyut nadi
Rohul, 30 Juli 2019
ANYAMAN
:Suyatri Yatri
Malam,
telah dituliskan rasa
saat jemari lentik menyulam makna
lembaran pandan menyusuri lajur
hingga anyaman tergelar rapi
Guratan kehidupan tergambar di kerut wajah
senyum masih saja terlukis di bibir manis
saat nyanyian memintal waktu
biarkan tradisi menitipkan sejarah
kelak, setiap jejak menyimpan kisah
dinding, tiang, dan lantai membisikkan cerita
Pagaruyung, 4 Mei 2020
SUYATRI YATRI |
Sabtu, 13 Juli 2019
SAHABAT
Malam bukan hanya hadirkan kesunyian
Namun malampun menyajikan indah serta syahdunya saat bercengkrama dengan Sang Rabb
Jabat dan peluk erat dalam jiwa
untuk kalian sahabat hatiku
Karena kalian adalah anugerah indah dariNya..
Inshaa Allah
Karya :
Jenk Yulva
Kumpulan Puisi Isha - SENJA TERTOREH LUKA
I Sha
Awan hitam, menyimpan keajaiban
Dimana bulir air berubah menjadi tetesan
Dan,pelangi menjelma usai reda hujan
Fatamorgana alam yang menakjubkan
Pun adanya senja
Selalu dinanti, meski hadir sekejap mata
Dimana aurora tercipta
Berselimut rona merah jingga
Siluet perempuan, membias di ufuk senja
Ia menari, meliuk patah-patah
Dengan selendang berdarah
Hatinya terluka, tersayat kata cinta
Berderai di sudut retina
Bulir-bulir bening membasahi
Renjana merajam, menikam hati
Iapun terkulai, memucat, seakan mati
Palembang, 20 Juni 2019
INTRINSIC MOTIVATION
I Sha
Akan kutemukan bahagia
Bersama hadirnya cinta
Rindu ibarat kemarau
Perlu awan kasih sayang
Untuk mengubah mendung nestapa
Menjadi hujan berkah, dari Sang Pencipta
Menaiki tangga kehidupan
Menghadapi segala cobaan
Tergelincir, jatuh terluka, kesakitan
Sudah pernah kurasakan
Aku tetap bangkit, tersenyum
Bahagia itu sederhana
Yang lalu, adalah pelajaran
Cari tujuan hidup, pikirkan masa depan
Palembang, 19 Juni 2019
TANGIS REMBULAN
By : I Sha
Sinar rembulan terjatuh di telaga
Dalam beningnya air terlukis
Wajah candradewi yang mengiba
Tersirat rindu yang tak pernah habis
Sebongkah batu membuat riak
Yang terlempar dari tepian
Lukisan candradewi pun terkoyak
Ketika terbelah tenangnya permukaan
Candradewi menatap ke bawah
Kali ini menangis pasrah
Wajahnya tertutup oleh mendung
Dan lukisannya tergulung
Hancur ... oleh rintik yang berjatuhan
Malam semakin gemetar
Tanpa hangat sinar rembulan
Hingga pagi menjemput fajar
Palembang, 15 Juni 2019
PURNAMA MEMINTA
I Sha
Purnama meminta pada telaga
Agar bening air menjadi cermin
Untuk biaskan wajah bercahaya
Di malam yang dingin
Purnama meminta pada dahan
Untuk menyibak dedaunan
Sinarnya ingin menerangi jalan
Menjauhkan malam dari kegelapan
Rembulan telah purnama
Esok ia akan tertoreh luka
Tak inginkah engkau mendengar?
Pinta rembulan yang terakhir ...
Purnama meminta ...
Bercengkrama dengan semesta
Sebelum sabit, merebut rona
Memakan separuh wajahnya
Palembang, 15 Juni 2019
TAK LAGI SAMA
By : I Sha
Menikam jiwa
Belati cinta
Membunuh rindu
Dibatas waktu
Tangisku ...
Bukan karena menyerah sayang
Aku tersesat pada labirin aksaramu
Yang tak lagi gersang
Engkau ...
Tak lagi sama
Aku ...
Tak lagi menjadi muara
Jarak ...
Pisahkan temali hati kita
Akupun tersentak ...
Hatimu telah dipenuhi curiga
Biarlah ...
Belati cinta tercipta dari curiga
Menikam jiwa, tanpa salah
Takkan kumengelak, meski aku menderita
Renjana menemani
Lelapku dalam imajinasi
Tak lagi kau kuimpi
Karena diri telah kau benci
Palembang, 14 Juni 2019
MENATAP PURNAMA MERINDU
By : I Sha
Kasih ... ingatkah engkau
Dibawah guyuran cahaya purnama merindu
Bernaung kelamnya malam nan sunyi
Kita mengikat temali hati
Senyummu memanggut ragu
Kasih sayangmu serupa jubah rindu
Bibirmu lantunkan rintihan elegi
Dendangkan rasa yang tersembunyi
Menatap langit bertabur aurora
Dalam hati terangkai doa
Jemari kau genggam dalam mimpi
Harap bersama tapaki kehidupan nanti
Dibawah guyuran cahaya purnama merindu
Pedarkan indahnya raut wajahmu
Bimbing aku duhai kekasih
Jangan biarkan diriku bersedih
Palembang, 07 Juni 2019
SATU, HANYA DALAM HITUNGAN
I Sha
Aku, ialah senja, yang redup
Ronaku habis, diraup
Oleh mendung tak berdosa
Yang hadir, tanpa kuduga
Engkau, ialah fajar
Memerah saga, beraroma segar
Esok yang selalu dinanti
Iringi geliat penghuni semesta ini
Putaran waktu takkan pertemukan
Senja dan fajar, berjauhan
Meski menyatu, dalam hitungan
Namun, selamanya tak dapat disatukan
Lupakan aku
Bahagialah di jalanmu
Anugerah kan senantiasa mengalir
Kita, lewati lintasan, sesuai takdir
Palembang, 12 Juli 2018
ASMARA TERPENDAM
I Sha
Hembusan nafasmu, hangat menerpa
Saat tak ada jarak antara kita
Detak jantung satukan rasa
Debar kian meronta
Malam kian menghitam
Udara dingin menyelimuti
Ingin, kulabuhkan asmara terpendam
Bersamamu, kekasih hati
Palembang, 25 Juli 2019
SENJA KALI INI
I Sha
Semilir angin dingin membelai
Pelepah nyiur melambai-lambai
Seekor perkutut hinggap di tangkai
Mencengkram erat pertahankan diri
Senja kali ini, sendu perkutut bernyanyi
Gelisah, menanti yang tak pasti
Kala kelam kian menyambangi
Pasangannya tak jua menghampiri
Ah, tersesat dimanakah kini?
Kekasih yang sehidup semati
Mungkinkah tak ingat lagi?
Bahwa di dahan ini, tempat untuk kembali
Senja kali ini, perkutut memutar badan kesana-kemari
Kepakkan sayap, melayang pergi
Mencari sang pujaan hati
Berharap, malam ini jangan sampai tidur sendiri
Palembang, 23 Juli 2019
SEPENGGAL BAIT UNTUKMU
I Sha
Sejak awal kita berjumpa
Dengan senang aku terkunci di hatimu
Mendekapmu dengan penuh cinta
Untuk waktu yang lama
Meski sempat goyah karena terpaan rindu
Dan angin pun menjadi sebuah lagu
Aku akan tetap berada di sisimu
Palembang,17 Juli 2019
KEPEDIHAN
I Sha
Kusesap, darah yang mengalir
Tertahan di kerongkongan, anyir
Mencoba bangkit, tapi tergelincir
Inilah hidupku yang getir
Kau merengkuh, coba menopang tubuh
Kutepis, aku tak butuh
Luka lama belum sembuh
Memaafkanmu, buatku hina menyeluruh
Perih, hancur rasaku
Kehilangan separuh nafasku
Terpisah dengan jantung hatiku
Adalah siksa sepanjang waktu
Aku akan mendaki kembali
Meski luka di sana-sini
Akan kurebut kebahagiaan yang tercuri
Palembang, 29 Juli 2019
I SHA (ZAMROTIN) |
Kumpulan Puisi Yosu Sunaryo - DI SEBUAH KOTA BINTANG
Karya YS Sunaryo
orang-orang selubung
selimut bertudung sarung
bertarung dengan dingin
dan terjang angin
sejak sergap musim
gigil cuaca membelaimu
hari-hari mengeram waktu
menetas sajak di ruang musala
suarakan sebenar-benarnya cinta
biar telanjang dari mewah benda
asalkan sarung lindungi sebatang raga
sebagai pakaian nyaman paling jiwa
juga kain penjaga kedap suara
dari bising nyanyian alpa
sebabkan pikir bisa berpaling
seperti hari-hari kemarin
tudung itu kerapkali dituding kampungan
namun dikucilnya panjang kenikmatan
ingatkan tak tanggal sembahyang
pada wajah-wajah sederhana
tutupi gila badan dunia
dari bolong celana
teruslah bersarung orang-orang sahaja
walau kemolekan dandanan tertawa
tetapi tudungmu mengusir nestapa
para biasa pelahap hawa panas
berebut api di gelap pentas
sarung penyaring kebudayaan
agar gerak zaman tak gegar
disambar sombong halilintar
Bandung, 23 Juni 2019
DI SEBUAH KOTA BINTANG
Karya YS Sunaryo
kembali ke kota ini
menggantungkan tulang-belulang
hinggga gumpal menjadi daging
tetapi hati seringkali
ditutupi ragam pedih
namun kami diamkan dalam
baris ketidakberdayaan
sebab kecamuk kota
beraduk dengan laju cita
maka dibuat gembira
di tipis bibir saja
kota ini tabur kerlip bintang
seringkali saling berbenturan
bekasnya perihkan pandangan
orang-orang di kolong jembatan
berhamburan mengejar mimpi
dibagi di atas sebuah kursi
berkelahi, berjudi
ada yang mati
dan bukan kota kalian bayangkan
mudahkan ongkos kehidupan
di sini tak henti degup
lenyap atau hidup
daging kami memang tumbuhs
namun jiwa dicekam letus rusuh
ketika musim bintang tandang
di beda-beda sudut pandang
kami selalu sekumpulan korban
yang mudah dipersalahkan
oleh kitab keamanan
bacaan para Tuan
Jakarta, 8 Juni 2019
TANYA SAJA PADA APA
Karya YS Sunaryo
apa tak apa-apa
Tuhan disembah di atas berserak
tulang belulang bangkai manusia
korban keganasan dibinatangkan
seperti anjing-anjing dan kucing-kucing yang liar kelaparan
apa tak mengapa-mengapa
manusia dipuja di atas injak
kebenaran firman-firman
dituhankan segala-galanya
dan tiada batasnya
sebagai sesembahan
apa ada di mana-mana
telah tuli, buta dan lupa
Tuhan tertukar dengan manusia
dan manusia memakan Tuhan
di atas meja jamuan kekuasaan
apa bisa bertanya-tanya
siapa-siapa kita
lihat saja bagaimana
apa-apa yang ada
menjadi apa
Bandung, 29 April
(Dalam Belaian Bulan - 1)
BERSIAPLAH PERANG
Karya YS Sunaryo
Bersiaplah kita perang
tandang demi paling menang
sebab bertubi-tubi kekalahan
telah berbulan-bulan
Kalah oleh amuk diri sendiri
hingga cedera kebeningan hati
hari-hari menempuh judi
mengunyah berahi
Sedang di luar sana
goda mengarak kita tanpa daya
dalam selaput catatan dosa
lama kehilangan hakikat cinta
Maka janganlah ditunda
berperang pilihan satu-satunya
melawan nafsu begitu liar
dengan senjata lapar
Perang penuh keberanian
sebulan utuhkan kesabaran
karena ini perang terbesar
tak sekadar sesumbar
Bahkan Badar tak ada apa-apanya
bila kita henti nyala saling mencela
dari sisa perang kemarin tak seberapa
bersama orang-orang tak berpuasa
Bandung, 26 April 2019
PUASA ITU PEKIK MERDEKA
Karya YS Sunaryo
satu hari menjelang ramadan
bidan kemerdekaan dipersiapkan
sedang bom di Horisima diledakkan
satu hari memasuki puasa sebulan
Indonesia saat itu
berpuasa adalah menuju
jembatan kemerdekaan bersatu
pada jiwa raga para negarawan
tak terhitung haus dan lapar
dan ratusan tahun bersabar
rasakan berjuta-juta kematian
rakyat di pinggir-pinggir jalan
santapan anjing-anjing liar
sembilan ramadan mekar
merah putih gagah naik berkibar
perut lapar telah memenangkan
cengkram hawa nafsu penjajahan
membungkam mulut keserakahan
antar kita, tak ada pertengkaran
ramadan anugerah persatuan
merdekakan rakyat dari sembunyi
takut menyembah pada Tuhan
bebaskan pemilik negeri dari lahan
penuh kemelaratan dan kebodohan
mereka berbaris dalam puasa
demi Indonesia segenap bisa
jadikan ramadan lokomotif perubahan
berbekal agung keyakinan dan pikiran
menuju satu dua sisi mata uang
adalah penting taati ajaran Tuhan
dan bakti bagi semua kemanusiaan
bukan untuk golongan-golongan
lantang tajam bagi kepentingan
bagi diri sendiri dan kroni
merobek kitab suci
khianati konstitusi
adakah hendak dimerdekakan
atau deru jibaku diberdayakan
dari puasa yang kini dijalankan
Bandung, 17 Mei 2019
Izin belajar
MALU-MALU MEMBUKA PINTU
Karya YS Sunaryo
warung-warung itu
malu-malu membuka pintu
sedang jendela ditutup kelambu
semestinya masuklah para musafir
dan ibu-ibu yang baru melahirkan
dua di antara dibolehkan makan
sembunyi sepanjang ramadan
tetapi tak sedikit hawa nafsu
merobek-robek rasa malu
melahap rakus kehormatan
di jantung puasa sebulan
tak sedikit orang tak mau menang
dengan enggan ke medan perang
padahal sebentar menahan lapar
sebentar bisa bersabar
kadang malu-malu memilukan
tinggalkan luka-luka kekalahan
dalam pegang teguh keimanan
pun pada lomba kebaikan
Bandung, 14 Mei 2019
MATI PUASA
Karya YS Sunaryo
sahur melahap dengkur
Tak ada jibaku tempur
jiwa sudah lama tertidur
belum meliang kubur
padahal badan telah bangkai
tetapi keranda belum sampai
kecuali jelma ketakutan-ketakutan
sepanjang jalan ramadan
o, budak permainan
minuman dan makanan
mulut membunuh puasa
sepanjang masa
Bandung, 13 Mei 2019
Kumpulan Puisi Tiana Rosalina - HARI BERPELANGI
Assalamualaikum wr wb
HARI_BERPELANGI
Ada sejumput rasa mengendap dalam jiwa,
Entah tak tau bagaimana memberi makna
Ia bergetar lembut mendamaikan jiwa
Selalu teringat pada sebuah nama
Hatikupun bertanya?
Apakah dia mengerti jua apa yang aku rasa
Rasa rinduku sudah tak mampu aku eja
Seakan mimpi membawa kembara di ujung surga
Aku merindu melintasi cakrawala
Dan bertanya pada malam adakah dia menemani asa menggoda
Di hening sunyi sepi di depan beranda
Aku selalu menanti akankah bayangannya tiba
Aku tak tau apakah kau kekasih yang kudamba
Atau hanya sebatas rasa gelisah mengisi ruang sukma
Atau memang kau asa masa depan memuja
Semoga Tuhan menunjukkan kebenaran nyata
Bandung, 17 06 2019
Assalamualaikum wr wb
SEDIHKU TAK PERNAH BERHENTI
Seraut sedih tertumpah
Tabuan hardik jalan jelang pergi
Terbentang, meski Ku'tahu akan hal ini
Berada pada tiap jenkal pijak lara saga
Di luang detik mematahkan sedu mata
Di antara degup bernada pilu menyanyikan decak hati
Nuansa ruang terus membayangi
Lembaran penuh cemas di lilitan pikir meninggalkanmu
Setiap bulir rinduku jatuh, tanpa dusta
Mendebat temu Kala menikmati waktu
Sejuta anggun lirih luruh di belanga bebait ini
Kini hanya kata sepi penuh linangan membanjiri
Aku yang terlebih sedih
Dalam lirih bersimpul perih
Bdg, 10 juni 2019
Kumpulan Puisi Retno Rengganis - LOVE PRAYER BEADS
NERACA LANGKAH BERDIASPORA
Karya : Retno Rengganis
Seperti semilir angin sepoi
laun kutinggalkan dikau
pelan tapi pasti
Perjalanan dalam petualangan kaki ini
seharusnya memang waktunya pergi
mencari jejak yang hilang dari ciptaan reinkarnasi
Kamu adalah cerita sepotong singgah
saat aku lelah
Tatkala hembusan harapan tiada lagi dalam genggaman
maka kidung hati ini mulai runcah
melodinya bagai petikan harpa patah
Biarlah kembali aku mengukir kata
dari bulir air mata
karena memang aku harus tetap menjadi diriku
Misterinya aku
suatu kisah yang tak pernah usai
hanyutnya asa dari bayang silam
Terus berjalan dan berjalan
dari jauh gending asmaradana
lamat-lamat menghipnotis
langkah
aroma wangi kemuning menambah
mabuk kepayang
aku harus datang pada sisi pintu
gerbang
usah kau panggil namaku lagi
usah berteriak meratap tangis
sebab....
kisahku denganmu telah tergaris usai
dari perjalanan bermain tepuk
marawis
Selaksa jiwa dalam lautan dendam
mendengar ucapmu yang telak
menikam
tiada patutlah aku berhandai-handai lagi
pada mimpi
Kini jauh semakin jauh
langkah kaki
menyusuri malam, siang dan pagi
Namamu tentu telah terhapus
menjadi kenangan
wajahmu di telan kemunafikan
angkuhmu
Maafkan, maafkan jika aku pernah ada
apalah daya
aku telanjur kembali rana
Kini hujan semakin menjadi tirai pembatas
rintiknya menimang rima luka
Jauh, menjauhlah
sebab aku sudah terlalu jauh
untuk dapat kau sentuh
Biarlah rindu-rindu menangis rengsa
genangan pedih dan duka telah menjadi puisi hitam
dan....
inilah namanya
neraca perjalanan cinta
berdiaspora.
Cepu 14-6-2019.
IMAJIKU
Karya : Retno Rengganis
Aku wanita batu menjelma
bidadari ungu
tersungkur dalam kubangan
pilu
Namun tangan-tanganku selaksa
duri perdu
bisa membenamkan gejolakmu
dalam tungku birahiku
Luapan kasih dalam jiwa ini
bagai gemuruh badai asmara
menjemput kepayang
Untuk memporandakan hasratmu
hingga jantung kalbu
Coba kau lihat cahaya mataku
sebening baiduri
meraja bagai mantra
pemikat hati
Pelukanku selaksa ilalang bergoyang
Namun....
bila menyentuh selembut
beludru
Dan kau!
akan jatuh dalam pinanganku
wahai pejantan
dungu
Aku wanita batu menjelma kedasih
perayu hasratmu yang menggebu
bagai biduk talu-talu
Usah heran, usah meragu
karena daku incaran syair asmara
swargaloka
setitik madu santapan para pujangga
Aku wanita batu menjelma kupu-kupu
penyatu bait-bait cinta dibuai kasih
pengakuan
ketimbang bermesra-mesra di ranjang biru
Dengar wahai dikau sang pejantan
menggembarai semesta itu
butuh detik di putaran waktu
Fasih merayu dalam juta aksara puisi
tetapi tiada dapat menjelma sebagai pelipur
sama saja lacur!
Aku akan melayang-layang seantero jagat
melepas penat dari juta tahun tenggelam
Membawa amanah menabur benih kebajikan
pada lembah
pada ngarai
pada labirin
Aku wanita batu menjelma sang sahih
bangun dari bertapa
untuk menyampaikan kilafan batin
dendamku
bila asmara itu bukan luahan birahi
semata
Kau harus percaya bila cinta adalah bagian keyakinan
bagian terpendam begitu dalam
rahasia yang luput dari pandangan
di sukmalah, kekasih, cinta dan keimanan bersemayam
Demi lengkung langit tempat Tuhan memayung semesta ( jagad raya )
aku mengajakmu wahai sang pejantan
Menuju lorong lenggang berentang kenang
di mana rindu menghubungkan terjauh pada Sang terindu
Kemudian berkholwat, menghayati kepedihan dalam mengingat riwayat-riwatat
sebab itulah sejatinya cinta kasih,
bila aku melupakan sesaat adalah
keperihan hakekat.
NB :
Dan inilah kesamaran puisiku
Cari maknanya, selami kedalaman arti tautan aksaraku oke.
Cepu 10-6-2019.
LOVE PRAYER BEADS
( Tasbih Cinta )
Karya : Retno Rengganis
indahnya engkau adalah jalan cinta
kulihat engkau adalah bintang
kulihat engkau adalah matahari
kulihat engkau adalah rembulan
di sini pada tahta rumput hijau
kurebahkan rindu cinta
ketika lelah sepanjang perjalanan
aku diam memandang langit
tanpa engkau
hidup macam apa kujalani?
dan engkau
cahaya yang kupahami
sinaran rindu jiwa ini.
Cepu 23-7-2019
SYAIR PUISI SAJAKKU
Karya : Retno Rengganis
Ini bukan janji atau mimpi
Patahan ranting kuanyam menjadi sajak
Gemeretak
Melagukan suara diksi desir hati
Tentang rindu pada daun-daun
Yang gugur
Biarlah menjadi irama
Rimanya kuikat sebagai doa
Berbaris-baris bahasa
Indah penuh makna
di langit.
Cepu 26-7-2019
RETNO RENGGANIS |
Kumpulan Puisi Puji Astuti - KITA ADALAH SEPENGGAL RASA
Karya : Puji Astuti
Sementara kenangan telah menepi
Hati ini masih terpaut di sini
Menggantungkan sepetak mimpi
Mungkinkah masih ada waktu untuk berbagi
Hari yang lalu seperti sebuah penggalan cerita
Begitu riuh dengan dengung untaian asmara
Membutakan kedua mata kita
Sedangkan nurani meneriakkan luka
Kita adalah sepenggal rasa
Korban dari indahnya cinta semu
Gigil geloranya telah membekukan pelepah kalbu
Sebujur rindu melarutkan segumpal kelu
Ujung jari tak lagi gemulai
Membungkam segala imaji
Setitik air mata menetes di belahan pipi
Inilah bentuk berhentinya sebuah mimpi
Jogja, 09.07.2019
JARAK PERPADUAN CINTA
By : Puji Astuti
Kemarin hati berjalan sendiri
tanpa kegelisahan merusak rasa
berlenggang seutuhnya sesuai asa
bermimpi di kesenggangan nyata
Hari ini mulai ada geming
angan melambung membuih impian
seindah putik bunga menebar aroma
senyum tersembunyi di bilik jiwa
Sedetik panah cinta menggumpalkan hati
perjuangan panjang mulai menanti
bagaimana tidak?
membui rindu tuk kita bisa bertemu
Bertahanlah wahai percik-percik cinta
jangan sampai perpaduan jadi berantakan
untai saja benang menjadi permadani
seiring waktu kan mengurai rentang jarak ini
Jogja, 17.06.2019
Tema : Dermaga Hati
Judul : IMPIANKU
Karya : Puji Astuti
Tangan kita masih tergenggam erat
Saat melintasi jalanan basah kemarin
Sungguh suatu kebahagiaan tiada tara
Memilikimu dengan seutuhnya
Aku memilihmu karena kebaikan, ketulusan di hatimu
Untuk bisa selalu menjadi sandaran pedih dan lenaku
Sementara harapan-harapan ini tumbuh di antara waktu yang terlewati
Menjadikan nyata impianku dan mematri janji suci
Saat ini kau ada di sini
Bersanding, membimbing dan tetap menggandeng jemariku
Menapaki hari dengan keiklasan tuk menggapai ridho-Nya
Tanpa melemahkan rasa kala kerikil tajam memijak lara
Kulabuhkan asa
Di dermaga hati kita ini
Memasungkan segala curiga
Memanahkan pucuk-pucuk anak panah asmara
Jogja, 21.07.2019
Tema : Belanja
Judul : MEMETIK MAKNA
Karya : Puji Astuti
Sepanjang hari kita bernapas lega
Menikmati dengan tanpa membelinya
Kenikmatan tiada tara lagi
Untuk kelangsungan hidup ini
Lidah mengecap dengan rasa
Manis asin pahit pun ada
Saatnya kita mengucap syukur
Atas karunia yang tak bisa diukur
Renungkan duhai hati dan kalbu
Seberapa harta jika untuk membayar belanja semua itu
Tinggal kita taat atas semua perintah-Nya
Terbayar lunaslah segala beban yang ada
Detik-detik terlewati
Usia bertambah tak berhenti
Hindari iri dan dengki
Agar selamat dalam perjalanan ini
Jogja, 30.07.2019
Tema : Trauma Perpisahan Yang Terpaksa
Judul : LUKAKU
Karya : Puji Astuti
Kutatap kedua matamu lekat-lekat
Ada cinta yang menggelora di sana
Penuh semangat hidup dalam mengarungi perjalanan ini
Bersamaku, itu yang selalu ada di hati
Kita jalani rindu dengan segenap dera di dada
Seakan tak akan pernah terpisahkan
Manis, pahit, getir dan terombang ambing keadaan
Sekuat rasa kita bertahan
Sayangku ....
Gelombang pasang itu datang
Mencoba merentangkan genggaman jemari yang terikat
Meluluh lantakkan semua impian
Menggulung lembaran harapan
Terlepas sudah jalinan tangan
Terhempas kesakitan kini kurasakan
Kau pergi bersujud pada orang tua
Berbakti melebihi nyawamu sendiri
Lukaku juga menjadi lukamu
Membekas sampai di jurang dasar kalbu
Begitu menghancurkan gerbang-gerbang keinginan
Hingga trauma perpisahan terpaksa seperti ini
membayangi jejak kakiku untuk mencari cinta lagi
Jogja, 03.07.2019
KUJAGA SELALU
Karya : Puji Astuti
Begitu resah seperti kehilangan sesuatu
Gerah di dalam dada
Bingung tak tahu harus bagaimana
Inikah perasaan sebenarnya?
Memikirkanmu itu pasti
Selalu terbayang apa yang terjadi siang tadi
Tatapan mata kita beradu sekian detik lamanya
Meninggalkan debar di hati tiada terkira
Lamunan mulai mengusik
Jeda waktu seakan semakin pendek
Mengeja namamu bergetar bibirku
Seakan ada kecemasan di kalbu
Aku punya rahasia
Orang lain tak akan menyangka
Kujaga selalu untuk diriku
Sampai nanti akhirnya terbuka tabir cinta syahdu untukmu
Jogja, 22.07.2019
IMPIAN LELAKI TUA
Karya : Puji Astuti
Pematang itu masih penuh rumput hijau
Gemericik suara di sela sudutnya menganga
Membawa luapan air dari pengairan
Merata di sepanjang haluan sawah
Lelaki tua duduk bersila
Menepis hawa panas dengan capingnya
Memandang betapa perjuangan ini hampir usai
Menggenggam pucuk batang padi yang mulai menunduk berisi
Dinginnya air kendi di teguk perlahan
Kenikmatan tiada tara mengaliri tenggorokan
Sebungkus nasi berlauk ikan asin
Sejumput demi sejumput dilahap dengan irama sepadan
Terbagi waktu sorenya untuk segera beranjak
Menuju sepetak ladang tak jauh dari pekarangan belakang rumah
Jagung terberai beranjak meninggi
Menyembulkan buah berbenang emas
Lelaki tua memanggul cangkul
Senja temaram menyinari kaki letihnya
Menuju rumah tempat menyandarkan lelah
Tertidur menuai mimpi untuk esok hari
Jogja, 25.07.2019
PUJI ASTUTI |
Kumpulan Puisi Sauqy - RIP KENANGAN
Judul: MOKSA
karya: Sauqy
Hanya ruang kecil di hati
Selepas indah berganti resah
Tersisa janji dengan kepingan mimpi
Pernah terucap namun tak tertera
Kini sebatas ilusi dalam ruang sepi
Masih membayang dalam ingatan
Akan terus ada namun tak berada
Semacam hidup tak bernyawa
Bagai bintang jatuh tak dapat bertahan
Hancur kemudian musnah
Melepaskan tanpa kerelaan
Seperti asa dalam puing sisa-sisa
Terkubur tak akan pernah hilang
Terbakar tak jadi arang
Tak akan musnah di telan bumi
Tersimpan dalam hati merintih di atas nisan
15 06 19
RIP KENANGAN
KARYA :SAUQY
Tentang qhalbu yang mengendap di pelupuk rindu
Terasa hebat saat tetes air mata meratap sebagai lisan
Terukir dalam setiap helai kertas dan membekas
Tersaji hanya untukmu dariku yang terlelap dalam mimpi burukmu
Tak akan pernah habis meski tersirat dalam surat
Tetap terjaga dan tebukus rapi tak tersayat
Terungkap sudah jalinan hasrat rahasia dalam niat
Terlalu singkat tuhan mengikat lalu pergi bagai kilat
Selamat jalan wahai kenangan
Semoga tuhan memberi penerangan
Secuil doaku demi sebongkah harapan
Selamanya tak akan tergantikan
Sauqy ,12 06 19
Jumat, 12 Juli 2019
Kumpulan Puisi Ayu Ashari - BUKALAH MATAMU
BUKALAH MATAMU
Oleh Ayu Ashari
Aku yang datang padamu malam ini,
bukanlah syair yang bermain dalam sisa hujan,
atau tembang kenangan penuh luka
yang acap kali ku dendangkan
dari bibirku
tapi, tentang sebutir air mata
yang ingin menjelma jadi rindu
untuk kembali mendayung perahu di atas sungai berbatu,
sambil melewati daun-daun hijau
atau musim bangau terbang
ke selatan.
Duhai, jangan kau makamkan dihatimu
cinta kita yang lestari tak terperi
biarlah ia tumbuh bagai bunga bermekaran
agar seekor kupu kupu dapat hinggap di pucuknya.
Dan naikklah engkau
ke anak tangga rumah panggung di tepi sungai itu
engkau dapat melihat
bulan sedang merenda alam
dengan cahayanya
Membuat kunang kunang menepi ke balik belukar
Lantaran sinarnya kalah terang
Bukalah penutup ke dua matamu
Nikmati saja keindahan malam ini
Pun rindu menggiring kita menyatu
Tinggalkan saja ia yang menjarahmu dengan trick licik
Lalu kerap menyayatmu dengan sembilu.
O, sebutir air di kelopak mata
angin bertiup menguak sunyi
Mari kita lupakan saja luka lama
agar arus membawa kita kembali
pada malam bermandikan purnama
Medan,1007019
BERDAMAILAH DENGAN ALAM MAYA
Oleh Ayu Ashari
Duhai engkau yang tengah bergelut dengan diri mu sendiri
Mendekatlah pada gugusan keindahan aksara puisi
Jeda lah sedikit waktu
Mari kita nikmati buaian angin
Yang membawa kesejukkan bagi
Jiwamu yang kepanasan
Agar untaian kata yang kau lontarkan tidak semakin mengotori hatimu yang buram
Berdamailah dengan alam maya yang penuh warna
Tak perlu kau musuhi apa yang tak kau suka
Sebab bintang dan rembulanpun tak pernah mau tau apa yang kau suka
Hingga kau dapat merasakan
Betapa indah nya pelangi yang rupa rupa warna melengkung menyatu di angkasa
O, damai, damaikanlah hati para penjudi duniawi
Padamkan lah bara yang membara di dada nya.
Supaya dunia tak bersengketa
Medan,0907019
RINDU TELAH TERSAMPAIKAN
Oleh Ayu Ashari
Subuh baru saja mencium fajar
Aku duduk di kursi barisan belakang
di stasiun bis, kerinduanku akan kampung halaman
membuat ku tak sabar menunggu hingga hari menjelang terang
Mendung, angin berhembus kencang pagi itu
membuatku mengeratkan jaketku
pada tubuh rapat-rapat
dan menambah sebo diatas hijabku
lantaran dingin merambati seluruh wajah
Susana stasiun lengang dan sepi
para pengamen dan tuna wisma
beralaskan selembar kardus berwajah pasi
masih terlelap dalam lelah
Sementara para penumpang
mulai berdatangan dari berbagai arah.
setengah jam menunggu dari pukul setengah enam
pemberitahuan terdengar
jika semua penumpang menaiki bis
yang akan membawa ke tujuan,
Aku bergegas naik
dan menduduki bangku sesuai petunjuk
yang tertera dikarcisku
Kumasukan koper kecilku dibagasi
yang ada atas kepala ku
kemudian perlahan bis bergerak
aku menikmati segala pemandangan pada subuh sepanjang perjalanan,
Satu jam berlalu bis memasuki stasiun Binjai,
Aku turun lalu meneruskan perjalanan
Dengan menaiki angkot selama 1 jam perjalanan
Untuk menuju kebun lada.
Tak sabar rasanya hati ku
Untuk menaiki anak tangga rumah kayu
peninggalan kakek ku.
Saat itu udara segar datang dari lambain daun-daun melambai burung-burung tampak bermain
di ranting-ranting, suling gembala
terdengar bersahutan, petani ramai menuai padi
anak-anak berlarian mengejar layang-layang
oh, pemandangan yang tak lagi dapat ku temui
di hiruk pikuknya kota
Hampir dua jam aku berjalan
mengitari perkampungan
matahari semakin tinggi
aku pun berteduh di bawah sebatang pohon rindang
sambil kupandangi kolam ikan warisan dari atas perbukitan
Ya, begitu banyak puisi yang ku tinggalkan
Kini tersesat di balik semak belukar
dan hari ini rindu ku pun telah tersampaikan.
Medan,0907019
SELAMAT PAGI BURUNG
Oleh Ayu Ashari
Selamat pagi burung di dahan kayu,
semoga fajar dapat membawamu
untuk bertemu dengan rumahmu
yang pahit karena madu yang kau hisap berubah menjadi empedu.
Selamat pagi burung di dahan,
walau ranah mu terukir di batu karang
dan hutan mu sepi karena daun-daun berguguran
kau selalu menyulam wangi pagi
dengan halus jaring rambutmu.
Selamat pagi burung di dahan
pabila kelak engkau bersimpuh,
kemudian tak kembali lagi
akan kuingat selalu kicaumu
Yang acap kali membangunkan ku dari mimpi burukku
Selamat pagi burung
Kepak sayapmu menghiasi angkasa
Dalam arunganmu mencari
Perladangan tempat kau bertandang
Dan menikmati biji kacang
Selamat pagi burung
Semoga kau menemukan
Sebuah sarang tak bertuan
Tempat kau istirah kala malam telah datang
Menghangatkan tubuh menghalau dingin sang embun
Medan, 0707019
PERSEMBUNYIAN TERAKHIR
Oleh Ayu Ashari
Kau yang tak bisa kuselamatkan.
dari guyuran hujan bulan Juli malam ini
cobalah kau baca dongeng sederhana
yang selalu kau simpan dalam saku bajumu
jika engkau merasa malu
biarlah malam hilang di tanah gersang
dan di bawah reruntuhan perang bathinmu
Barangkali itulah pesan
ketika musim hujan diam-diam sempurna
mengomeli mereka yang mulai pikun.
Suatu pagi kupungut buah ara
berusaha membersihkan getahnya yang menempel
namun engkau selalu saja diam
Bersembunyi di bawah sebatang pohon
yang rerantingnya gemetaran di hembus angin
“Di situlah persembunyian singkatmu kini berakhir.”
Dan akan ku semedikan puisi puisiku tentangmu
Ku biarkan tertimbun di bawah nisan bertajuk kenangan
Jangan berharap ada air mata ataupun luka yang menggores di detik berikutnya
kita sama mengerti
Setiap musim berganti akan tumbuh tunas baru
yang akan kembali menghiasi taman rindu
Medan,0707019
SURAT DI ATAS MEJA TAMU
Oleh Ayu Ashari
Bangun dari tidur
melihat sepucuk surat bersampul merah hati di atas meja
di samping segelas kopi, tertimpa sinar mentari
karena aku tau siapa pengirimnya aku memutar-mutar surat itu,
lalu meremas-remasnya kemudian ku buang lewat jendela.
Rasanya kelengangan demi kelengangan
masih saja muncul di perladangan sepi.
kehilangan demi kehilangan
selalu hadir setiap waktu.
sementara cuaca senantiasa membawa rindu
yang menggayuti bulu-bulu pelupuk mata.
mata rindu, mata sepi,
mata yang selalu berlari
Tahun ini aku akan terus menulis tentang seikat bunga,
meski daun-daun nya gugur
dan tinggal tangkai-tangkainya yang cidera.
"Adakah pagi dan purnama datang juga?
di bilik rumah ku puisi kan tentang
Laki-laki dan mimpi, suaranya tinggal sunyi,
malam merekam misteri di antara tahiyat
dan gerisik mukenaku lamat-lamat lewat
Sebuah bola lampu lima wat menyala
tergantung di pojok kamar bersawang hitam
Ku letakkan tanganku
di atas bayangan-bayangannya
nampak seperti ingin memberi pesan
" Bulan sepotong kini gemetar dibalut luka"
Luka nanah yang kian memborok di palung dada akibat pengkhianatan cinta yang tak beda dengan pengkhianatannya padaku.
Sementara lukisan dirinya telah ku buang jauh di tengah samudra terdampar di himpitan batu karang
Dan kini hanya tinggal ziarah di nisan
Ku kira tak perlu lagi kau kirim surat padaku, sebab apapun itu aku tak mau tau.
Medan, 0607019
-------------------------------------------------------------------------------------------
Selamat malam sayang
Mari kita jeda waktu
Jangan biarkan harun melati
Dari dalam kelambu
Terlalu lama menunggu
Untuk kita hiasi
dengan debar jantung
yang berpadu rasa dalam pelukan
Ayu Ashari
Medan 0607019
SEPI DAN KUDUS
Oleh Ayu Ashari
Bagai padang terbengkalai lupa
belukar dan kemenyan
tumbuh dan berbunga.
tapi jangan gegaskan tuk tindak mesra
karena sepi ku kudus, harumku hilang
di tahun terakhir musim semi.
Bagian dari malam adalah :
menahan bagian kita dari pagi
dan kusadari itu, kemudian
biarkan ia tetap mengalir dan tersedan,
meski semuanya ada di antara
apa yang mengelupas dari tubuhku
juga dari jari-jari tanganku.
Tapi engkau yang selalu memberiku kenangan
pun tak membiarkan segalanya jadi kenangan
kendati aku sering tersesat
sewaktu duduk sendiri, atau
saat terjaga malam-malam untuk menulis
segala apa yang merekah pada bunga.
Malam kereta melaju menembus hujan tanpa diriku
dan berapa banyak jalan yang harus ketempuh
untuk sekedar mampir dan minum kopi.
Tapi, di kemarau terkelam sepanjang tahun ini.
di tengah-tengah kobaran api
kalimat-kalimatku adalah sungai
yang selalu mengaliri hatiku yang terbakar.
Medan,0307019
SEPI DAN KUDUS
Oleh Ayu Ashari
Bagai padang terbengkalai lupa
belukar dan kemenyan
tumbuh dan berbunga.
tapi jangan gegaskan tuk tindak mesra
karena sepi ku kudus, harumku hilang
di tahun terakhir musim semi.
Bagian dari malam adalah :
menahan bagian kita dari pagi
dan kusadari itu, kemudian
biarkan ia tetap mengalir dan tersedan,
meski semuanya ada di antara
apa yang mengelupas dari tubuhku
juga dari jari-jari tanganku.
Tapi engkau yang selalu memberiku kenangan
pun tak membiarkan segalanya jadi kenangan
kendati aku sering tersesat
sewaktu duduk sendiri, atau
saat terjaga malam-malam untuk menulis
segala apa yang merekah pada bunga.
Malam kereta melaju menembus hujan tanpa diriku
dan berapa banyak jalan yang harus ketempuh
untuk sekedar mampir dan minum kopi.
Tapi, di kemarau terkelam sepanjang tahun ini.
di tengah-tengah kobaran api
kalimat-kalimatku adalah sungai
yang selalu mengaliri hatiku yang terbakar.
Medan,0307019
BERI AKU WAKTU SEDIKIT LAGI SAJA
Oleh Ayu Ashari
Pagi datang mengemas mimpi para petualang malam
Menyimpan misteri dalam lipatan selimut
Menina bobok kan khayal pada tepukkan bantal
Bergegaslah para hasrat memburu peluh di bawah terik mentari
Sedang aku tengah melumpuh hingga lupa kapan terakhir aku menanak nasi, mematikan bara dalam tungku bekas memasak hidanganku
Ketika asa mnggulir dalam riuh ketakutan akan datangnya esok hari yang masih memburam bayang
aku hanya bisa termangu menatap jalan setapakku penuh lubang dan berdebu
Sementara buku buku jemari semakin memurba keriput
Dan garis garis halus wajahku kian menyata.
Harum tanah semakin menyengat menusuk hidung pada penciumanku yang kian melemah
Aku sadar waktu kian mepet untuk berpulang
Pada hamparan padang yang luas dimana bayang bayang berjubah putih melambaikan tangan untuk bertemu dengan ibu bapakku, kakakku atau leluhurku
Yang sejak malam tadi membisikkan rayuan mengajakku bacakan puisi puisi indahku pada mereka
Ah, aku ingin pulang tapi anakku belum siap kutinggalkan
Maka tatkala azan subuh menggema aku memohon pada Tuhanku
Untuk sedikit lagi di beri waktu hingga jika telah tiba anakku tak lagi gamang sebab ia telah berpegang
tapi dapatkan sedikit saja virus berhenti untuk melahap sendi, lantas membebaskan aku dari kebuasannya, entahlah!
Medan, 0307019
KUSIMPAN KAMU DI MEMORIKU
Oleh Ayu Ashari
Saat malam dihiasi rembulan,
saat itu pula akan kuselamatkan suaraku yang lembut bernama sajak aku pun tak sempat pula memikirkan bagaimana pendapat orang
ketika aku harus membawa seikat mawar di lepas malam.
Dan tatkala daun-daun bunga masih basah di halaman,
angin yang menghembus membawa harum tanah,
sepatah ayat Al-Fatihah menerobos ke telinga menjaga kan ku
sekalipun dengan segala tabah aku semayamkan mimpi ku ke dalam cawan merah jambu
masih kusimpan kenangan tentangmu di album memori ku yang terindah
Seberapapun kemesraan sepanjang umur yang membawa pilu tak tersembuhkan,
meski itu urusan nanti,
ketika cinta membawanya ke peraduan dengan mesra.
Kedua tanganku tetap ku buka
Seperti terbukanya hatiku
Biar pun masih asing bagi ku
Percayalah
Tat kala pagi mencium hari
Saat itu pula ku kecup keningmu
Membangunkan mu dari lelapmu
Bersama harum kopi kusaji dimeja samping ranjang kita
Dan kau tau
Walau entah berapa musim kulalui tanpamu
Namun figuramu masih terpajang denga rapi di sudut relung hati
Medan,0307019
Jampi
Langit mengunyah matahari
Menenggelamkan dengan mantra mantra suci
Lalu menyemburkan tampilan gulita bumi.
Inilah nyata malam
Yang meletakkan jari diatas pelupuk mata setiap insan,
Semua harus terpejam, begitu ungkapnya.
Saat bumi terlelap, malam meniup pelupuk mataku agar terbuka.
Hidungku disentil dengan penuh gemas.
Aku melotot, aku kesal
Kenapa malam bangunkanku,
Lalu ia berbisik mesra ke telingaku.
Ia ingin membawaku pergi ke tepian pantai, begitu katanya.
Malam nakal,
Ia sengaja lenakan alam untuk kemudian menculikku.
Angin laut menyibak rambutku,
Aku terlena
Malam mendengus membacakan mantra mantra indah padaku.
Aku mulai jenu
Kucubit pinggang malam,
Malam menggeliat
Tawanya kering
Mantranya mengubah buih pantai menjadi api mengepulkan asap hitam.
Aku tercekat,
Aku ingin berlari tapi kakilu terpaku.
Malam seram
Wajahnya muram
Dia menelan semua cahaya temaram,
Lalu aku terdiam
Kupeluk kedua lulutku yang bergetar ketakutan, entah apa rencana malam
Hingga aku di bawa untuk kemudian di hempaskan.
Aku menghela nafas, aku duduk bersimpuh di alam malam.
Aku baru saja menapaki mimpi yang melelahkan.
Mimpi yang temui bahkan sebelum tidurku,
Mimpi yang ingin ku tinggalkan
Jauh lalui batas malam
PENCARIAN
Oleh Ayu Ashari
Langit tampak biru terang
Bumi disirami sinar garang sang surya
Tapi keadaan tak senantiasa
Seperti apa yang terlukis mayapada
Di sudut lain nabastala
Kabut menggelayut tak kasat mata
Memburam penuh nestapa
Soneta bermakna luka luka
Mengurung sendu tak terlepas jua
Merangkum cerita seorang anak manusia
Berjalan bersama buah hatinya
Mencari arti hidup yang tiada rupa
Menentang ribuan prasangka
Madah hanyalah bayangan tak nyata
Medan, 0207019
MENGAPA
Oleh Ayu Ashari
Hai mentari
sinarmu sungguh cerah
Menyusup dari balik tirai jendela
Hari yang indah penuh warna
Tapi mengapa
hatiku tak seceria wajah pagi ini
Ruangku redup seolah tanpa cahaya
Hampa seakan tiada udara
Sunyi meski kicau burung riang bernyanyi
Ah, mengapa
akupun tak tau jawabannya
Ada rasa kehilangan di dalam dada
Tapi apa?
Entahlah mengapa?
Medan, 0207019
DUDUK BERAYUN, BERSANDAR PADA SENJA
Oleh : Ayu Ashari
Sungguh waktu yang cukup lama
sebab setiap awalan hanyalah sebuah lanjutan
dari kitab yang tak sepenuhnya terbuka
sedang angin selalu membukanya perlahan
agar aku segera membacanya.
ada sesuatu yang hilang sekaligus tertangkap
dari semak masa kanak-kanakku,
aku ingin sebuah tempat, di mana kelak
dapat bersandar bersama senja
meski langit biru, dahanan hijau,
ladagang-ladang jagung kuning
selalu bertikai lantaran tak ada cinta kasih
yang hinggap dari satu bahu ke bahu lainnya.
O, rerumputan musim semi
bulan purnama di ranah hijau,
ranting-ranting merunduk berat
bersama lembutnya hijau muda.
sedang rindu ke padamu selalu menyelinap
memasuki tirai dan kelambu,
yang lama menunggu, meski harus kuhalau
segala ingin yang datang memaksa
untuk masuk lewat jendela kamarku.
Dalam kemurnian
ingin aku kembali ke batas-batas waktu,
agar Tuhan selalu mengajarkanku
kearifan surgawi kepada lidah-lidah fana
yang senentiasa menacapkan belati,
kala semua telah jadi taman yang berbunga.
Kan kucecap kesementaraan masa beliaku,
walau tak pernah kudapati secangkir susu
yang kerap kurindukan senantiasa pergi berkelana
untuk menempuh jauh tanpa peta dan arah angin.
Bersamamu aku akan ikut mengembala domba
melintasi padang rumput agar segalanya
tak lagi koyak moyak sambil kurangkai jalan-jalan
di antara padang-padang liar dan kota-kota
yang selalu membawa janji seperti wangi kesturi.
Duduk berayun dengan angin,
naik turun penuh kerikil, dan menghardik segala sepi,
membangunkan bintang-bintang di bawah awan purnama.
ya, bisikan kasih pujangga kan bangkitkan betah
untuk sampai pada sebuah danau yang selama ini kurindukan
Medan,.30062019
puisi yang akan terbit di antologi SUARA HATI
PUJANGGA
Oleh Ayu Ashari
Duhai pujangga
Di mana kah kini
Engkau bersembunyi
Meninggalkan sejuta puisi
Mengambang di langit langit hati
Memisteri pada buramnya diksi
Aku tak dapat memahami
Gerangan apa yang tengah kau lakoni?
"Aku merindumu di sini"
Medan, 2906019
BURUNG BURUNG MALAM
Oleh Ayu Ashari
Mengapa burung burung malam
Tak pernah jemu mengetuk
Jendela kamarku
Sedang lampu tak pernah kunyalakan
Dan tirai tak pernah kusingkap
Haruskah ku maki
Dan bertindak kejam membunuhnya?
Medan, 2906019
SEBUAH MIMPI
Oleh Ayu Ashari
Malam hari laut merasa kesepian, karena tak ada perahu yang melintas
Pun tak ada ombak yang meyambangi batu-batu karang
maka tergulinglah segala cerita yang hendak kubawa
bersama kabut dan geram asin air laut yang menghampiri ujung-ujung pantai
Subuh hilang pada pagi yang hendak datang,
tapi burung-burung camar yang kulihat
seperti enggan terbang untuk menyambutnya,
mungkin ini karena semalam ia rasakan
jika laut sepi dan angin sepanjang malam memainkan hujan yang hendak turun.
Oh, mengapa tak percaya,
Bahwa mimpi itu meyakinkan
seperti matahari yang senantiasa terbit di pagi hari
Membawa sisa embun yang turun tadi malam
Mengganti dingin menjadi kehangatan
Medan, 290619
SEBUAH MIMPI
Oleh Ayu Ashari
Malam hari laut merasa kesepian, karena tak ada perahu yang melintas
Pun tak ada ombak yang meyambangi batu-batu karang
maka tergulinglah segala cerita yang hendak kubawa
bersama kabut dan geram asin air laut yang menghampiri ujung-ujung pantai
Subuh hilang pada pagi yang hendak datang,
tapi burung-burung camar yang kulihat
seperti enggan terbang untuk menyambutnya,
mungkin ini karena semalam ia rasakan
jika laut sepi dan angin sepanjang malam memainkan hujan yang hendak turun.
Oh, mengapa tak percaya,
Bahwa mimpi itu meyakinkan
seperti matahari yang senantiasa terbit di pagi hari
Membawa sisa embun yang turun tadi malam
Mengganti dingin menjadi kehangatan
Medan, 290619
YOU ARE MY HERO
Oleh Ayu Ashari
Lama kita tak bertemu
Rindu yang terkurung
Kini membuncah
Tak dapat kucegah
Ah pertemuan yang indah
Di graha yang indah
Kita saling bercerita banyak hal
Politik sedang terjadi
ekonomi yang membaik
Juga perkembangan buah hati
Aku bahagia sangat bahagia
Engkau adalah cinta yang menyatu dalam darah
Tak akan terpisah
Hingga maut merenggut nyawa
Engkau pelindung ku
You are my hero
Bersamamu aku tumbuh
Medan, 2806019
MALAM
Oleh Ayu Ashari
Dimanakah malam menitip embun
Tatkala subuh yang sayub menyambut mata langit yang mulai mengintip
Di balik daun
Di dalam selimut kabut
atau kah
di lekuk lekuk sungai?
Lalu merayu purnama
Juga gemintang untuk menemaninya menghabiskan waktu mengusir kesunyian pada putaran berikutnya
Bercumbu di pelataran nabastala
Menyisir pesisir gulita
Lupakan embun sebab embun terlalu dingin untuk mengusir gigil
Ah, malam
Kau pinang segala rupa
Di wajah mu yang kelam
Lalu pergi lontar kan seribu alasan
Kau ukir selaksa misteri paling puisi
Tinggalkan perih yang tiada terperi
Lalu pergi tak perduli
Pura pura bego masa bodo.
Duh malam
Mengapa kini kau begitu kejam
Menyeretku pada keliaran angan
Sendiri tanpa teman
Medan,2806019
MALAM
Oleh Ayu Ashari
Dimanakah malam menitip embun
Tatkala subuh yang sayub menyambut mata langit yang mulai mengintip
Di balik daun
Di dalam selimut kabut
atau kah
di lekuk lekuk sungai?
Lalu merayu purnama
Juga gemintang untuk menemaninya menghabiskan waktu mengusir kesunyian pada putaran berikutnya
Bercumbu di pelataran nabastala
Menyisir pesisir gulita
Lupakan embun sebab embun terlalu dingin untuk mengusir gigil
Ah, malam
Kau pinang segala rupa
Di wajah mu yang kelam
Lalu pergi lontar kan seribu alasan
Kau ukir selaksa misteri paling puisi
Tinggalkan perih yang tiada terperi
Lalu pergi tak perduli
Pura pura bego masa bodo.
Duh malam
Mengapa kini kau begitu kejam
Menyeretku pada keliaran angan
Sendiri tanpa teman
Medan,2806019
BINGUNG
Oleh Ayu Ashari
Aku ingin pergi
Menjauh dari mu
Agar kau tak dapat
Melihatku lagi
Sekalipun punggungku
Lebih baik
Aku pergi
Meski kakiku
Terseot lumpuh
Dari pada
Hatiku kian
melepuh
Ah, apakah aku
Harus pergi
Sedang lagu
Rindu tak berhenti
Bersenandung di kalbu
Ya, mungkin aku
Harus pergi
Melupakan semua
Mimpi mimpi
Tidak
aku tak harus pergi
Sebab cinta
Masih bersemi
Tapi
Apakah dia
Masih peduli
Entahlah
Apakah aku
Harus pergi
Atau
Tetap di sini
Medan, 2706019
MENGAHAPUS TIRANI
( ODE untuk Neng)
Oleh Ayu Ashari
Neng
Dekaplah erat ke dua jantungmu
Lindungilah ia dari panas dan hujan
Atau angin yang berhembus berubah arah tiada menentu
Tutuplah kedua telinga mu neng
Bukalah ketika seruan Nya memanggil,
Tutuplah kedua matamu dengan dua tapakmu
Tak perlu engkau melihat wajah wajah hitam mulut merot memandang sinis ke arahmu
Dan bukalah hanya untuk menatap jalan mu ke depan.
Neng
Jangan kecilkan hati mu
Hanya karena kepicikkan otak otak kecil yang mengambil keuntungan kecil dari orang kecil
Sesungguhnya mereka itu manusia kerdil
Hapus lah setiap titik rinai yang merembas dari netra mu
Tak perlu sedu sedan itu
Simpan saja luka luka di palung terdalam hati mu
Agar jantung mu tak merasakan kepedihan mu
Neng bangkitlah
Kepalkan kedua tangan mu
Terjang tirany ke angkuhan
Tantanglah sang waktu yang sombong
Hapus ketidak adilan yang mengendus ke arah mu
Berdiri lah tegak,
angkat wajahmu di hadapan
manusia kardus yang malu malu tapi rakus
Tunjukkan pada mereka bahwa engkau bukanlah wanita lemah yang mudah di tindas
Neng tersenyumlah
Teruslah tengadahkan tangan mu
Dari Arsy Nya Ia tak akan membiarkan mu sendiri menjalani ujian ini
bukankah kita yakin bahwa Ia tak akan memberi apa yang tidak sanggup kita jalani?
jangan bosan dan berhenti
mintalah pada Nya agar imam mu kembali
Menakhodai bahtera mu ke jalan Illahi
Neng
Hidup bukanlah tentang menang atau kalah
Tapi tentang benar atau salah
Dan Neng
Tabah lah bagai bumi
Sabarlah laksana mentari
Ikhlas lah seikhlas udara
Tulus lah setulus bintang
Aku ada untuk mendukungmu
Medan, 2606019
SALAM SENJA
Oleh Ayu Ashari
Kepadamu wahai, taman yang menampung ribuan kembang di pelataran petangku
Salam hujan ku sampaikan sebagai guliran syairmu di kidung kita
Memilin sebilah rindu yang melarung
luka senja yang menggunung
Lalu menggubahnya menjadi kubah langit berpelangi
Menebar seharum janji di tepian asa yang menghampar
Aku telah menambatkan harap di sini
Di mana telah ku labuhkan bahtera kasih di lautan matamu,
Mata yang mengisyaratkan betapa kita akan menjalani setapak itu
Jalanan penuh krikil dan sunyi
Kemudian kita akan menghalau badai di hamparan langit
Mengayuh nirwana yang telah memendarkan ribuan cahaya di jajaran hati kita
Pun seraup melati yang merangkai riasan ruang berwarna
Dan luahan cinta kubentang untukmu di pelabuhan hati yang pernah ku titip pada senja terdahulu,
senja sunyi yang telah memaki rasa di sepadan waktu.
Medan, 2506019
DALAM PELUKAN BATU-BATU
Oleh Ayu Ashari
Ia turun membasuh kemarau
di dekat arus yang turun dan tertidur
zarah-zarah debu tercium aroma garam dan lumut laut.
kesendirian buatnya adalah
hal kecil di bandingkan sebatang ranting
dengan sejumlah daun di atasnya.
Dalam perjalanan panjang yang akan datang
akan ia persembahkan di altar-altar penuh takzim
agar setiap kali suara-Nya memanggil
dapat ia simak,
meski harus dihadang ombak-ombak
yang bergulingan tinggi lalu pecah
membawa aroma burung-burung gagak
yang berterbangan di bawah awan merah marun
untuk menuju makanan
O, di mana dapat ia petik
jika musim semi saja menggeretak
dalam pelukan batu-batu.
Dan jerit camar teredam riuh bayu
Semua itu adalah mimpi buruk yang bersemedi dalam lelap di malam sunyi
yang tak terurai sebelum waktu kehadiran Nya
Bersama sekeranjang mahar untuk membawa ia pada pelukan persada
Medan, 2306019
MENJELMA HUJAN
Oleh Ayu Ashari
Malam ini hujan turun!
bayanganmu menjelma hujan
dan setiap jejak yang kutinggalkan
adalalah erangan yang tak
pernah memberi apapun, kecuali
duka rintik hujan dari langit kelabu lembut
lalu pecah di atas gelombang.
Aku coba mendaki bukit perancah karang
yang basah oleh kenangan, namun
air mata yang menitik dari matamu
melembabkan kenangan tentang nyala api
yang tak pernah padam
Untuk inilah,
dengan denyut nadi yang gemetar
kubacakan sebuah sajak agar kemolekan bara
dalam dagingmu yang pernah hilang
dapat menjelma kembali dalam dirimu.
yang tampak oleh mataku letih dan putus asa.
Medan,2306019
DEJAVU
Oleh Ayu Ashari
Bulan yang memukau sesaat lagi akan datang
Tapi mawar menjadi risau
Sebab Angin berhembus tak berdesau
wajah langit terlihat memerah saga ke abu abuan
awan pun berarak tak beraturan
Suasana terasa lengang mencekam
Dan waktu berputar terasa lamban
Rasanya keadaan ini pernah ku alami
Pada masa yang entah
Jantung biramakan tempo allegro
Sesaat kemudian berubah moderato
Silih berganti pada nada tak pasti
Apakah ini pertanda berlusin cemas akan kembali pulang?
Lantaran bulan hanya sebatas kenangan
Ingin menyibak kabut di tengah lautan
dalam kecemasan ini
diam-diam menetes hujan yang tak henti henti
Memburamkan ronamu pada jarak pandang terbatasi
Sementara desakan di dada kian menjadi
memecah segala hasratku
untuk menulis syair sederhana
tentang aku yang selalu merindu
ingin bertemu cahaya
di antara pohon-pohon yang tumbuh
di samping pulau
Lalu ku coba menelusuri pantai tubuhmu dengan puisi
Namun relung langit menjadi sesak menghimpit sukma
sedang dengung suaramu terus menggema
menyusup hati, seperti pantai tanpa debur ombak
sepi tiada penghuni
Ah, aku kembali terperangkap Dejavu
Menatap nanar pada episode baru merangkai kisah melo klasik
tentang seruni di langit jingga
yang mendawaikan pesona gita
hingga kelamku memabukkan nyawa
dan memisah sukma.
Medan 2206019
EPESODE YANG HILANG
Oleh Ayu Ashari
duduk sendiri di bangku
sukma terjepit di antara batu-batu
karena di depan ku Lorca tua
di palu sepi dan kelu.
sejak dulu aku menunggu
walau arca pecah di angkasa
tapi, bisakah hari ini atau lusa
engkau kembali menjelma sedikit saja
sebab saat ini, aku sedang menunggu senja
yang tak habis-habis selalu kupertanyakan :
“kenapa cuaca hari ini terlalu buruk buat ku”
sementara matamu, selalu bertanya-tanya
mengapa begitu tiba-tiba.
sahut degup jantungku
yang lembut seperti laut di pantai sepi.
akan kukirim isyarat merah ke arah matamu
agar sewaktu aku bersandar pada senja
kesedihan di tanah ini hilang beriring air hujan
yang datang dari lantai mataku.
ah, mungkin sebaiknya
kutinggalkan saja kota kelahiranku
sebab, ia telah hilang
bersama kokok ayam jantan
yang sudah lama jadi tradisi.
Medan 2006019
PEREMPUAN PEREMPUAN BERWAJAH KAPAS
Oleh Ayu Ashari
Perempuan berwajah kapas
Mennggerai tawa lepas
di tengah pesta bertema bebas
Di bawah pengaruh minuman keras
Tingkahnya tak waras
Tak hanya yang belia
Yang setengah baya pun ada
Berdandan ala madona
Cantik mempesona
Memikat hati para pria
Dari yang muda hingga yang tua
Mata mata melirik ke arah mereka
Tersesat di pikiran yang entah apa
Perempuan berwajah kapas
Bersembunyi di bilik balik pentas
Menyublim asap dari tabung gelas
Bercengkrama di polah yang tak pantas
Kebodohan merasuki pikiran
Merambah kegilaan di luar kesadaran
Tanggalkan pakaian
Tarian erotis membumbung puncak angan
Memecah nikmat di hempasan gairah tak bertuan
Perempuan berwajah kapas
Bergelut rasa was was
Tubuh mulai meranggas
Sendi sendi lemas
Gigil semakin mengganas
Kala bius mulai kandas
Berkeliaran mencari sasaran
Apa saja yang bisa menjadi andalan
Demi terpenuhi tuntutan
Body diberdayakan
Transaksi sana sini
Campak kan harga diri
Cinta seakan tak punya arti
Hati telah mati
Tertutupi nafsu duniawi
Hidup bak kelelawar
Malam keluar
Siang tepar
Tak peduli si kecil meringis menahan lapar
Tak tahu si kakak bergaul tak wajar
O, perempuan perempuan berwajah kapas
mencari kesenangan tak pernah puas
Aku memandang mu dengan wajah mapas
Tak pernahkah terlintas
Usia mu di ambang batas
Waktu mu dengan sekejap bisa saja tuntas
kemolekan tak lagi berbekas
Dalam gulungan mori berbantal kapas
Maka kembalilah pada asas legilitas
Sebelum terlambat
Dan engkau semakin tersesat
Jalanilah hidup penuh rahmat
Medan,1906019
CERMIN
Oleh Ayu Ashari
Ku sendiri bercermin di heningnya sepi
Terlukis bayangan hitam menggurat di lintasan lazuardi
Ada kesenduan di sana
Kelelahan terlihat jelas dalam perjalan meniti putaran waktu menuju malam berpurnama
Yang masih saja berselaput mega
Secawan madu telah tersaji
Tak pernah tercicipi
Sebab bulan yang di nanti
Tak kunjung menghampiri
Sementara bintang kian resah
Merindukan kehadiran matahari membiaskan cahaya di cakrawala
Yang akan membimbingnya mengitari poros bumi.
Hati berbisik bertanya
Sampai kapan renjana terkurung di dalam bejana
Di banjiri tetesan hujan yang mengalir mengikuti lekuk rona
Lalu membeku tanpa makna
Daun daun yang merimbunpun turut meranggas tanpa sebab
Bahkan perahu yang telah di persiapkan
Mungkin tak akan berlayar menuju pantai harapan
Lantaran samudra telah kehilangan gelombang yang menjadi surut tanpa hembusan angin
Rasanya
Tiada lagi yang dapat ku tuang dalam bait bait puisi
Rangkaian kata yang terjalin tanpa intuisi
Mengumpul di ujung lidah bersama liur yang membasi.
Tiada diksi sama sekali
Ah, Entahlah
sampai kapan
Aku terlilit konflik yang sama
Merejam jiwa ku yang sahaya
Meluluh lantakkan hati ku yang jumawa
Sedang cermin semakin memburam bayang
Medan,1806019
PUING PUING
Oleh Ayu Ashari
Akhirnya
Pecah sudah
Sebuah kristal
yang selama ini
ku jaga
Sedang di dalamnya
Ku simpan
berjuta kisah
Berjuta rahasia
Penuh luka
Elegi yang
Ku tulis
Dengan tinta
Derai air mata
Dan pecahan
Itu menyayat
Luka
Penuh darah
Hujatan dusta
Di wajah
Tanpa ampun
Dan memberi
Celah untuk
Kususun kembali
Sedemikian rupa
Dengan pledoi
Ku kutipi
Butir butir
Pecahan itu
Dan ku simpan
Menjadi batu
Sebagai nisan
Kematian jiwa ku
Kebodohan telah
Menghancurkan diri
Sesal ini
Akan abadi
Tanpa daya
mengerogoti cinta
yang paling Puisi
Tapi biarlah
Kini menjadi
Cermin buram
Sebuah perjalanan
Medan,1606019
SUDAHLAH SAYANG
Oleh Ayu Ashari
Malam kian larut
Tidurlah sayang
Sudahi saja dulu
Segala beban
Masih ada esok
Yang akan menjelang
Ayolah sayang
Ranjang wangi
Telah menanti
Untuk di geluti
Bermain gelombang
Di alam mimpi
Jangan sayang
Jangan biarkan
Bantal sepi
Tanpa di cumbui
Guling kedinginan
Tak di peluki
Ah, sayang
Lupakan sejenak
Ambisi
Yang menyesak
Sudah saatnya
Istirahat
Seiring senja
Yang kian mengikat
Dan
Biarkan mereka
Mewarisi
Apa yang
telah di mulai
Ikhlaskanlah tongkat
Jangan sampai
Berkarat
Izinkan
Dilanjutkan
Apa yang
Di canangkan
Agar pertiwi
Menjadi
Negri mandiri
Medan,1606019
RUANG RINDU
Oleh Ayu Ashari
Engkau telah membebaskanku dari segala sentuhan malam itu
Bahkan rayuan dashat kubiarkan membeku di tepi bulan
Dan di antara kita tak ada yang bertanya ;
"Apa yang terjadi"
Karena darahku telah mengalir
Di ujung belati bersama air hujan
Ia telah menculik hasratku
Entah di mana di sembunyikan
Namun suara suling mendendangkan mimpi lewat catatan yang selalu membuka ruang rindu bernama cinta
Untuknya
Malam itu
Hujan jatuh di celah celah daun
ketika langit hendak pagi
Dari seribu pelayaran mimpi
Tak habis habisnya menggoda dahaga
Kau cermati langit
"Mau hujan katamu"
Sedang di halaman
Bunga bunga bermekaran
Seakan ikut mengerti
Jika rinduku nanti
Akan dipagari wangi
Yang datang berulang ulang kali
Sedang di lumbung matamu
Selalu menyimpan rindu
Untuk dilihat
Di depan sebuah cermin.
Medan, 1506019
BULAN PECAH DI LANGIT
Oleh Ayu Ashari
Selamat malam wahai awan mempelai kelam
matahari pergi tinggalkan rumput hijau
Domba menepi di ujung sungai menanti purnama
Makanlah aku
selagi kau bisa merasakan dagingku
lalu tanamlah tulang-tulangku
pada buih sungai
agar ia kembali tumbuh
pada api yang belum padam
tapi jangan engkau gali kubur untukku
karena tulangku nanti akan jadi batu.
O, wajah bulan pecah di langit,
bintang-bintang di campakkan
seribu hujan turun tak henti
tinggal satu keluh menanti.
Lonceng apa bunyi semalam
hingga sampai pagi hari.
Akankah kemarau akan tiba,!
Dan anak domba berlarian bersembunyi
di bawah pohon sebatang melati
yang memberi kerindangan
Menebar harum menutupi bau busuk bandot tua
Dan sinar mentari yang menghunus kulit ari
Berdiam lah di bawah ketiak ibu
Lelaplah diatas dada ku
Medan, 130619
PERCAYALAH LELAKIKU
Oleh Ayu Ashari
Tak dapatkah kau rasakan
Kidung indah tat kala bayu mencumbu pucuk bambu?
Beriring instrumen tetesan rinai yang jatuh ke tempayan
Gemericiknya memcah kesunyian malam
Dalam geliat tarian di atas panggung
yang kita ciptakan
Telah kita peluk bulan
mengapa engkau masih merasakan kesendirian
Menyeretmu pada kesepian yang entah
Ah, lelaki ku
Apa lagi yang harus ku lakukan
Agar kabut tak lagi menyelimuti bola matamu
Dan gerimis tak mengalir di sudut netramu
Bicaralah padaku
Jangan diam saja di sudutmu pilu
Andai saja kau lebih mendalami
Engkau akan memahami
Bagaimana aku melukis
dirimu di dalam hatiku yang paling puisi.
Lelakiku percayalah
"Kau pun menginginkanmu"
Medan, 1106019
KU KETUK PINTU NURANI
Oleh Ayu Ashari
(Elegi di hari minggu)
Langit cerah di hari minggu tak terlihat sedikitpun gumpalan awan,
Kebahagiaan menyelimuti ruang hati
Tuk bertemu dan bersendagurau pada pertemuan yang telah di nanti
Namun
Ntah bagaimana lenyap
Segala rasa
Lantas hati bertanya dalam keluh
Di depan ruang yang kosong
Kemanakah saudara saudaraku yang lain
Untuk memberikan senyum
Di pertemuan yang hanya dua kali dalam setahun
Tak dapatkah mereka sedikit meluangkan waktu
Bukankah kita bagai sebatang pohon
Berdiri teguh pada cabang dan rimbun daun yang berbunga
Dan pertemuan ini
Adalah nyanyian kegembiraan ketika angin berhembus berkesiur lagu kan tembang kenangan untuk bercengkrama
Bagaimana jika daun daun kita yang melayang, jatuh berserakan entah kemana bahkan tidak saling mengenal
Hingga di pertemukan dalam prahara
Bunga sari bersatu dengan putik benih yang sama
Sedang kan benih itu adalah hal yang akan menjadi petaka
Entahlah
Aku tak dapat melukis bayangan kelabu dari keadaan itu
Hanya kesadaran setulus ikhlas yang ku ketuk di nurani kalian
Ya, pertemuan di hari minggu tetap berlalu
Meski kami lalui bersama gerimis di kelopak mata.
Entah mungkin ini buat kalian
Sekedar basa basi yang selalu kalian bawa
sementara kesunyian kami ada di hati kalian
Suatu hari di hari minggu
Kami tak pandir menunggu di depan pintu
Dengan pedang yang menyala
Yang sebenarnya telah melukai hati kami
Biarlah semuanya jadi khotbah di hari minggu bersama bau busuk udara karena tiap langkah yang kami miliki sebenarnya telah menjadi harum mawar di hari kami berjumpa.
Barangkali di hati kalian tak ada lagi debur ombak untuk membawa perahu sampai ke pantai yang telah kami datangi lebih dahulu.
Medan,1006019
@sepupu
MERINDU
Oleh Ayu Ashari
Senja nan rawan
Ku kulum keindahan
Di kesendirian
Pada gelap kuberharap
Lukisan wajahmu menyelinap
Diantara gugusan bintang yang gemerlap
Aku merindu mu
Medan, 0706019
DI PUNCAK LARIK
Oleh Ayu Ashari
Ketika engkau tersesat
dalam perjalanan mu,
mampirlah ke rumah ku
sebab dingin saat ini
sedang putus asa penuh pasi
sekali pun daun-daun
melandaikan harumnya
kemudian gugur ke tanah,
lalu berbisik
Layaknya puisi ku yang diam
di puncak larik
Dan aku belum sempat mengunjungimu
lantaran peta yang ada dalam saku
tulisannya ruwet tak terbaca
“Ah, sepertinya :
dingin tak kunjung mengerti juga.”
Kalau saat ini kau sedang berburu
mengintai kijang betina yang dahaga
Sebab kemarau panjang mengakibatkan sungai di belantara mulai kerontang
Bahkan mungkin kau tak akan pernah pulang
Meski tanah kelahiran mulai pecah dan patah menanti mu
untuk menimba air dari sumur purba di perladangan sepi yang kau tinggalkan
Sekedar memercikkan kesejukan
Namun bila mungkin
Kau telah lelah dalam perburuan
Datang lah pada ku
Akan ku tunjukkan jalan
Agar kau tak lagi kesasar
Percayalah
Tanganku masih terbentang untuk memelukmu
Melesapkan rindu sambil ku simak dongeng perburuanmu
Hingga dingin yang membeku menjadi kehangatan yang mengalir ke seluruh tubuh
Jikalau kau tak ingin pulang
Janganlah kau rubah madah di puncak larik puisi
Yang kau eja diatas pentas
Medan, 2607019
KEMBALI PULANG
Oleh Ayu Ashari
1//
Diamlah sejenak saja
Biar ku nikmati
Nyanyian nyeri batang sendi
Lembutnya panas menyengat diri
Namun gigil yang menjelma menusuk pori-pori
Di bawah pelukan selimut
Ku layangkan pandang keluar jendela
Daun daun yang mengering
dan ranting ranting lapuk
mulai berguguran menyentuh tanah
Bahkan seekor burung pun tiba tiba jatuh dari dahan menggelepar lalu diam tak bergerak
Ya, apapun itu pada akhirnya akan kembali ke tanah
Seperti juga aku
Mataku masih menatap keluar jendela
Ku lihat mentari memudar cahaya
Ataukah pandangan ku yang semakin nanar
Lamat lamat sekelebat bayang saling menyambar
Putih lalu hitam
Dalam perjalanan menuju ke abadian
Medan,2107019
KEMBALI PULANG
Oleh Ayu Ashari
2//
Ah, dimanakah aku kini?
Kesadaranku silih berganti
aku mencium wangi kesturi
Bubuk cendana seolah menyengat hidung dari sela sela pakaian mori
Apakah aku telah pergi?
Dapatkah aku melarikan diri?
Tapi bukankah
Lari itu sekali kali tidak berguna bagiku,
Jika aku lari dari kematian,
Dan jika pun aku melalaikan kematian
Aku tidak juga mengecap kesenangan kecuali sekejap saja
Entahlah
Fikiranku meracau
Kesadaranku sesekali hilang lalu kembali
Sementara panas dan gigil saling menghantam
Darah mengalir dari rongga hidung aku hanya berpasrah
apabila telah tiba waktunya yang di tentukan bagiku, tidaklah aku dapat
mengundurnya barang sasaatpun dan tidak pula mendahuluinya
Sepi kian mencekam
Detik pun tak lagi terdengar
Aku tersesat di rimba yang entah
tak tau arah jalan pulang
Kuingat sebuah danau
saat kubersihkan tubuh
bersama ikan-ikan kecil
dan percikan cahaya
yang datang dari
sela -sela daun,
Sementara burung-burung
yang menari di hamparan mega
menawarkan diri untuk
mengantarku pulang
karena senja telah masuk
perangkap awan terbentang.
mengecup bibir waktu
Meski bulan juli menyeringai seolah tak ingin ku tapaki lagi
Medan, 2107019
SEBUAH RINDU
Oleh Ayu Ashari
Sebuah kota lahir di sudut matamu
seperti ada rindu di sana,
di teduhi aroma senja
dan cahaya dalam satu kecupan.
Tat kala langit bercahaya jingga
burung pun terbang digembalakan angin,
ombak bergemuruh menyapa karang
ketika engkau melihat tentang
: rumah dan jembatan panjang membentang di tanah seberang.
dalam hening menatap sekali lagi
ingin rasanya ku lengkapi lukisan itu dengan wangi mawar atau melati
agar ia dapat menjelma rindu
di antara dendang laut
dan camar yang hendak pulang
tapi, katamu.
alangkah dalam rindu yang ku punya
dengan memasuki hutan kata di hatimu
menyusuri diksi demi diksi
pada puisimu malam ini
yang kau petik dari kenangan debur ombak
dan pasir-pasir pantai.
Oh, banyak yang harus kulakukan bersamamu
memotong segala luka yang berdetak
dan melatih kembali agar sesuatu mejadi arti
di pulau yang akan kita jaga bersama
Sambil mengkidungkan tembang lestari alam
mengiringi degub jantung waktu
Dan
Disini jika pagi engkau terjaga
Dari cederamu bawalah aku kembali tenggelam di bening matamu
Agar tak ada berisik suara
Atau teriakan lantang dari serumpun bambu
Mungkin ini cerita sederhana
melekat dalam hidup yang akan kita lalui
Medan 2019
DI PUNCAK LARIK
Oleh Ayu Ashari
Ketika engkau tersesat
dalam perjalanan mu,
mampirlah ke rumah ku
sebab dingin saat ini
sedang putus asa penuh pasi
sekali pun daun-daun
melandaikan harumnya
kemudian gugur ke tanah,
lalu berbisik
Layaknya puisi ku yang diam
di puncak larik
Dan aku belum sempat mengunjungimu
lantaran peta yang ada dalam saku
tulisannya ruwet tak terbaca
“Ah, sepertinya :
dingin tak kunjung mengerti juga.”
Kalau saat ini kau sedang berburu
mengintai kijang betina yang dahaga
Sebab kemarau panjang mengakibatkan sungai di belantara mulai kerontang
Bahkan mungkin kau tak akan pernah pulang
Meski tanah kelahiran mulai pecah dan patah menanti mu
untuk menimba air dari sumur purba di perladangan sepi yang kau tinggalkan
Sekedar memercikkan kesejukan
Namun bila mungkin
Kau telah lelah dalam perburuan
Datang lah pada ku
Akan ku tunjukkan jalan
Agar kau tak lagi kesasar
Percayalah
Tanganku masih terbentang untuk memelukmu
Melesapkan rindu sambil ku simak dongeng perburuanmu
Hingga dingin yang membeku menjadi kehangatan yang mengalir ke seluruh tubuh
Jikalau kau tak ingin pulang
Janganlah kau rubah madah di puncak larik puisi
Yang kau eja diatas pentas
Medan, 2607019
AYU ASHARI |