Jumat, 07 Januari 2022
Kumpulan Puisi Yuni Tri Wahyu - TITIK API
MATANG KARBITAN
Yuni Tri Wahyu
Baru melewati hitungan jari purnama sembunyi
Masih tebal kulit sealis isi
Ambisi meledak berdesak keakuan
Dipetik kecil, hijau jauh kesetaraan
Diperam sejuta paksa
Indah warna kuning berkilauan
Tak peduli pahit dirasakan
Matang karbitan adanya
Ketika cuaca tak sejalan, hitam berbintik perlahan
Lantas kerontang disapa terik
Getas, remuk dalam genggaman
Masihkah sanggup jadi daya tarik?
Tangerang, 05 Januari 2022
BADUT KENTUT SEMAPUT
Yuni Tri Wahyu
Dia berperan mengasah kelucuan bisu. Terbahak di atas panggung pilu. Buah rangkaian dusta membabi buta, tahun berganti windu. Berlapis bagai kue bolu.
Nampak mengundang selera, padahal telurnya sudah busuk. Namun bahan penyerta memesona penikmat rasa gila.
Dia suguhkan kemasan tawa bertabur air mata lara. Sepiring irisan kepedihan ditimbun gulungan jerat maksiat.
Tidak aku sangka, pemilik luka bisa juga berperan ceria, mengikuti jalan ceritanya. Dibawakan semangkok tawa berkuah air mata yang telah mengendap di jantung lebam.
Dia bodoh sekali, disantap lahap, tanpa memainkan perasaan. Oh si badut kentut, semaput. Kekenyangan makan hidangan racikan sendiri.
Tangerang, 04 Januari 2022
CUKUP KAMU
Yuni Tri Wahyu
Mengapa harus menulis mimpi tentang indah pelangi, sedangkan sahaja adalah kasih sejati. Cukup kamu melengkapi kekuranganku.
Mari kita riwayatkan perjalanan dengan sepi, sunyi pun diam tenggelam dalam hening abadi.
Tangerang, 01Januari 2022
TITIK API
Yuni Tri Wahyu
Masih berpijar titik api di hati
Sekuat apa padamkan bara
Siram luka, tidak semudah rekah bibir
Rona bunga ikhlas, membias
Wajar, bergegas hapus lebam
Terselip arang pembakaran
Perlahan jadi abu
Menunggu angin terbangkan ke segala penjuru
Sekejap saja diam, lantas membingkai cerita silam
Dalam album perenungan
Melepas titik api
Hingga mati, nanti
T, 31122021
DARI SISI MANA
Yuni Tri Wahyu
Bagai labirin kata tertata, terbata eja makna. Dari sisi mana memulai rangkai kalimat. Setiap tersemat serupa tikaman hujat. Terkulai ingin sebelum mengurai rasa.
T, 27122021
SEBUAH PILIHAN
Yuni Tri Wahyu
Telah jatuh hati pada sebuah pilihan
Memeluk sepi dengan bulir kristal bening
Berguguran basahi ranum bibir
Perlahan mengeja bait sunyi sejati
Kekasih, masih pantaskah mengetuk hidayah
Sementara jemari terlalu lincah menarikan serapah
Memuji birahi diksi nikmati bunga-bunga ambisi
Lantas diam asah rasa, simpan rapat riwayat
Kasih, aku ikhlas atas sebuah pilihan
Melipat jarak, gantung harapan pada-Nya
Jika kebersamaan aksara menyiksa jiwa
Biarlah kini kita bersua dalam doa
Semoga tiang keyakinan tak pernah goyah diterjang badai prasangka
Mengikat kian erat, simpul mati seusai sengketa bercengkrama
Air mata hadirkan senyum dan tawa
Tangerang, 22 Januari 2022
DAUN-DAUN BERGUGURAN
Yuni Tri Wahyu
Tiba saat musim berganti
Daun-daun berguguran
Di bawah pohon berbaur tanah basah
Terbang besama angin, entah di mana jatuh
Tangkai diam menunggu semi indahkan perjalanan
Tak ada yang sejati menunggu abadi
Proses panjang berbeda catat riwayat
Aku, kamu, dia, mereka punya peranan masing-masing
Lakoni tanpa saling tuding, eratkan kelingking
Satu tujuan lengkapi kekurangan
Lepas curiga buang prasangka
Bergandeng tangan,saksikan daun-daun berguguran
Tangerang, 16 Januari 2022
RIMBA TANYA
Yuni Tri Wahyu
Aku sempat tersesat di rimba tanya
Bergulat dengan kemungkinan kalah menang
Melawan rindu sendu beku terjeda waktu
Menunggu uluran kasih-Nya tegaskan jawaban
Tiang keyakinan kita tetap tegak
Meski senyum sejenak berurai rintik perih terkoyak
Tergores ujung pedang egois
Hingga bercak darah melukis wajah gelap
Dalam palung cinta sedalam kasih-Nya
Sembunyikan luka menjelma ikhlas menerima
Apapun kehendak Sang Maha
Tumbuhkan kembali tunas setia, jawaban atas rimba tanya
Tangerang, 26 Januari 2022
RINDU BEKU
Yuni Tri Wahyu
Badai berlalu kelu
Rindu baku beku
Waktu tersudut di dada pilu
Meringkuk berselimut kabut sendu
Urai riwayat lara purba
Berjejal penuhi rongga jiwa
Menggema bersahutan tikam kenyataan
Rintih kesah sekedar nyanyian
Wahai pemilik segala, garis itu nyata adanya
Membentang sekat langkah kita
Tidak terbantah, meski jemari menari campurkan warna-warni dunia
Hitam putih tetap utama
Terlukis dalam kanvas kehidupan
Merangkai kisah tak berkesudahan
Pada akhirnya siapa dipersalahkan
Jika rindu lahirkan kebekuan
Tangerang, 25 Januari 2022
SABAR YANG DURHAKA
Yuni Tri Wahyu
Menjunjung pembenaran tikam nalar
Simpan di dada dendam sebagai bara siap berkobar
Bakar diam terpandang sabar
Tahan gejolak beranak pinak di rahim lara
Tumpahkanlah panas pada jiwa sepi ini
Agar kembali riuh pergulatan silam
Katamu, membuka pintu selebar kemungkinan
Aku melepas sesak sekian lama perjalanan
Perlahan senyum tulus yang engkau bungkus selembar kasih sayang, menyejukkan
Aku terdiam larut dalam berdebatan nurani
Engkau benar, untuk apa aku memelihara titik api
Jika hanya membakar diri sendiri
Lantas engkau menggamit lenganku
Basuhlah segala pilu dengan air wudhu
Aku tunggu di sudut hening, arah kiblat
Kita habiskan sunyi dalam sujud kepada-Nya, melepas sabar yang durhaka
Tangerang, 13 Januari 2022
EJALAH
Yuni Tri Wahyu
Simak segala rasa apa tertangkap jiwa
Pesan sunyi bermadah rangkaian kata
Cibir mampir kulum senyum
Tanya penuhi tempurung kepala, atau bahkan abai melenggang tenang
Tidak mengubah makna, begini adanya
Misterius, simpan selaksa pilu pada sepi, diam
Ejalah, kulepas anak -anak puisi dari ayunan
Terbiar tanpa busana
Bebas pakaikan selayak yang kalian suka
Aku, hening
Tangerang, 14 Januari 2022
MELIPAT RIWAYAT
Yuni Tri wahyu
Aku meliipat riwayat kepedihan
Larung jauh pada samudera kesabaran
Seiring senyum lepas
Antakan kemana bermuara
Sebelum sepi datang, ikhlas sekedar kias berias
Hibur redam bara bakar luka
Bersandar pada tiang rapuh
Asa rubuh terhantam gemuruh badai kehidupan
Berlalu kisah pedih tanpa suara
Simpan gema bersahutan di rongga dada
Sunyi diam memeluk hening
Sepertiga malam basah air mata, tumpah penuhi sajadah tua
Tangerang, 12 Januari 2022
KETIKA JEMARI RENTA BERKATA
Yuni Tri Wahyu
Perjalanan melangkahi warsa, berpacu selaksa pilu
Ada rindu mengharu biru terdengar merdu pun sendu menyayat kalbu
Memburu lenguh lengah bercermin waktu lampau
Melukis garis tipis sketsa wajah galau
Di belahan jiwa mana lagi sembunyikan luka
Semua celah terbuka apa adanya
Selarik dusta satu demi satu terkuak sempurna
Seberapa kuat manusia menahan, jika kehendak-Nya berkuasa
Ketika jemari renta berkata, alam raya hening
Simak rangkaian cerita tentang bangkit sebuah nama
Dari belenggu sakit erami jiwa
Sepi sunyi diam merapal doa, mengalir bulir bening
Tangerang, 10 Januari 2022
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar