MASIH ADA ESOK
Yuni Tri Wahyu
Bergegas hapus air mata, tukar dengan keringat
Simpan jerih dalam kotak wasiat
Untuk generasi penerus negeri
Masih ada esok, jangan peras tandas
Biarkan tetap mekar kuncup-kuncup kembang setaman
Hingga aroma wangi berkesinambungan
Lepas serakah merekah di dada panas
Kelestarian alam terjaga keseimbangan
Masih ada esok, tinggalkan warisan kesuburan demi anak-cucu nanti
Tangerang, 30 November 2021
MEMBEDAKAN
Yuni Tri Wahyu
Masih saja bergulir kata, membedakan dalam persahabatan
Sahabat macam apa mengulik perbedaan
Bukankah beda menyampaikan pendapat adalah keindahan sesungguhnya
Belajar memahami aneka makna karya, tak semudah paparkan cerita
Racik kata resep istimewa dengan cara masing-masing
Lalu bukankah cukup nikmati, suka resapi tidak suka abaikan
Mudah bukan, tanpa harus mengasah lebih tajam cara "membedakan"
Tangerang, 28 November 2021
MEMAPAH DENDAM
Yuni Tri Wahyu
Setia eram dendam di rahang dusta
Enggan menapak tilasi jejak luka tertinggal
Junjung pembenaran injak kebenaran
Sedalam pemikiran diri, meski lukai nurani
Telisik titik lemah genggam sebagai kekuatan
Menusuk dari belakang
Seusai tuding salah, tutupi kesalahan berulang
Picik licik rangkai alibi demi menang sendiri
Seiring berjalannya waktu, aku remas tunas benci, terkemas dalam bingkai ikhlas
Agar kesumat lepas dan mekarlah bunga bahagia
Namun mengapa kau tetap memapah dendam
Atas kekalahan rebut hati ini kembali
Setelah tersembur sumpah serapah ludah basi, lidahmu sendiri
Cobalah mengerti, takdir cukup di sini
Biarkan aku pergi menyongsong pelangi di sudut sunyi
Terimalah pilihanmu, memapah dendam rejam ambisi bersamanya
Tangerang, 07 Desember 2021
IKHLAS ATAS TITAHNYA
Yuni Tri Wahyu
Seharian aku membujukmu dengan rayuan tersyahdu. Kusapa hatimu dengan sentuhan paling kasih. Engkau hanya tersenyum teramat tipis dan kembali menunduk menatapi tanah basah oleh rerintik hujan.
Namun kueja isyarat dari pandangan netramu berbulir sendu. Tergetar jemari, perlahan dan tersendat mulai menari. Semakin gemulai merangkai aksara-aksara. Terlahirlah berpasang-pasang puisi. Tentang lara paling nestapa yang sedang dilakoni.
Gerakannya secepat angin, seiring deras air pada kedua telaga. Pecah, tumpah meruah, aksara bercampur banjir di kedua pipimu. Luahkan lepaskan tanpa ragu, akan kutampung dalam senandung sendu berjubah pilu. Untuk kita gubah dalam sebaris kata bertajuk ikhlas atas titah-Nya.
Tangerang, 06 Desember 2020
TITIK RASA
Yuni Tri Wahyu
Melewati puncak prahara
Bergelut maut dalam kemelut rasa
Aku pemenang yang terkalahkan kesunyian paling lara
Di antara harapan dan realita
Asa terus berkelana mengejar isyarat
Jantung hati lunglai, sekarat
Tak ada lagi daya bergeliat
Ketika kuasa-Nya terpahat
Jeda tidak lagi berarti menanti
Aksara-aksara bungkam dalam sepi
Kalimat-kalimat melupa kesumat
Berhenti pada titik kekuasaan Sang Pemberi Rahmat
Tangerang, 06 Desember 2020
TELAH CUKUP
Yuni Tri Wahyu
Musafir tak lagi berkelana
Aksara telah terasah, tajam
Menembus gelap penyekat tawa
Tak semua mulut bertutur nyata
Kiasan bermain indah, membidik sengketa
Tikam nurani demi ambisi entah
Sudah kujelajah selaksa lembah
Nyatanya bedebah bersumpah
Sepi tunjukkan terang
Buka topeng berlapis senyum khianat
Sahajanya nyata temani sunyi
Melukis senja dengan tinta hitam, kanvas putih berkilauan
Sinar kejujuran telah cukup kudapatkan darimu, duhaiku
Tangerang, 19 Desember 2021
SEMESTINYA
Yuni Tri Wahyu
Semestinya cukup mengaminkan. Tak usah tanya kemana sepi menepi. Karena jawabnya ada di relung hati.
Andai saja sejenak terjeda warna, tidak akan pudar rasa. Mengapa harus terlupa ikatan pada tiang keyakinan, tetap bersimpul selamanya.
Hanya kasih-Nya mengubah segala. Merah hitam putih pun kelabu. Semestinya nikmati hangat secangkir inspirasi, meski pahit mengendap dalam gigil.
Sepi setia dekap sunyi. Akan selalu bergandeng tangan menuju hening. Percayalah akan kepastian Ilahi.
Tangerang, 15 Desember 2021
SEPI MENEPI
Yuni Tri Wahyu
Sejumput tanya membayangi langkah
Kemana sepi hendak menepi
Mungkinkah sunyi akan tetap sendiri
Menanti hening hingga usai mimpi
Perlahan terasa, sepi kian menepi
Tenggelam di antara hiruk pikuk bumi
Sementara sunyi larut dalam perdebatan angan
Kemudian tersenyum, entah apa terpikirkan
Tangerang, 15 Desember 2021
ADA APA
Yuni Tri Wahyu
Sungguh aku tak pernah ingin bertanya, ada apa dengan sepi. Bagiku adalah sempurnanya sunyi mendekap hening.
Tapi mengapa sekelebat resah menghambat riwayat. Aku terdiam menyimak angin. Adakah rindu bersambut lelah, atau mulai renggang tiang keyakinan, entah. Sebisa mungkin kencangkan temali agar pelangi kian nyata terlukis di lengkung alis.
Ada apa, apakah tempurung kepala mulai terisi cairan basi?. Atau santan mengental hingga takut lengkapi sajian, sedap hayalan.
Tangerang, 20122021
#tarianjemari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar