UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Kamis, 02 Desember 2021

Kumpulan Puisi Romy Sastra - PERGI UNTUK KEMBALI


PERGI UNTUK KEMBALI

november telah pergi menuju musim angin
sejauh jejak yang lindap

dan angin itu berkisah pada desember
di sepanjang musim dingin berharap

taklah di akhir tahun ini kedinginan
apalagi bibir kehausan
hujan akan mencurah

ternyata yang pergi
tak benar-benar pergi dari ingatan
sebab di tahun berikutnya
dia kembali lagi

aku masih di sini setia menatap
sudilah selimutmu kupinjam

Romy Sastra
Jkt, 2-12-'21



KUTULIS PUISI DI WAJAHMU KARTIKA
Romy Sastra


kartika?
kau selalu bertanya,
perihal madah yang kugubah
padahal belum usai kutulis diksi untukmu
pada puisi yang kaupinta
kanvas hati berbunga

sudut mataku basah rindu yang parah
kutunggu hadirmu selalu
kau menyimpan sebentuk violet
melingkar di seraut wajah kudamba
rupamu menyilau taman sari bersanggul
: kartika? kau kucinta

aku pun bertanya kartika,
seberapa tegar kau cabari terik?
senja masih panjang kita jelang
aku rela berkayuh lelah di riak berdansa
sanggupkah kau tabah arungi samudra?

baiklah kartika!
madahku telah selesai kugubah
yang akan aku persembahkan padamu
terimalah meski belum sempurna

aku yakin kau memahami
puisi untukmu bukan kata-kata semata
melainkan pengorbanan dan kesetiaan
aku berusaha pada yang kaupinta

Jakarta, 1 Desember 2021



puis icermin
TANGIS BULAN NOVEMBER


"Nak, itu cuma hujan renyai sekejap," kata Mak. Namun, kata Ayah.

"Hujan begini kita akan susah, mana bisa nak menoreh pokok getah, sedangkan pokoknya basah."

Anak-anak perlu makan, hutang sudah bertempek-tempek di kedai jiran. Berulangkali langkah ke kedai Cina Ali didatangi untuk berhutang keperluan hidup musim hujan ini. Beras, minyak, ikan kering, gula, biskuit, masuk catatan buku harian hutang di kedai, hingga tiga lima bertumpuk dan... sansai. Kadang-kadang malu menebal di muka kena sindir Cina Ali, sebab hutang kian bertambah ramai.

Hidup seorang anak estet dalam kelompok adik-beradik sulit. Tapi, hujan itu hanya lima huruf, ia mampu membuat jiwa luruh di musim rusuh yang mengguyur.

Meski gelisah
jiwa gundah
hati bercelaru.

Aku meyakinkan pada Mak, Ayah dan adik-adik mulai tumbuh dewasa.

"Sabarlah sekejap ya, Mak, Ayah serta adik! Musim hujan adakalanya datang silih berganti, adakalanya hidup ini menuai cabaran perit."

Walaupun begitu, kita tetap tabah melakoni hidup ini dengan kasih pahit perit. Tak ada soal apa-apa, anggaplah ia ibadah ujian dari yang Mahakuasa.

Biarkan hari menitis turun dari pagi hingga ke petang, sesekali melewati sampai malam bagaikan ada titik resah tak mahu hilang. Renyainya bersambung terus sampai malam.
Hati menangis bersama deraian air hujan. November antara hujan dan resah, air mata mengalir ke bulan berikutnya.

Dingin, biarlah kulalui kisah hidup ini dideru angin, tanpa berpisah dengan kekasih selamanya. Aamiin....

Adyra Az-zahra feat Romy Sastra
KL, Jkt 29-11-17




BETAPA BAKTIMU ACEH MEMBANGUN NEGARA INI

Kawan, aku membaca rentetan perjalanan Aceh sedari silam,
hingga kemerdekaan.
Lalu tenggelam diselimuti tsunami.

Kini aku bertanya?
Katamu kita harus bangkit,
dari konflik percakapan yang rumit.
Sebab kesakitan tak kunjung ada obat, hanya kontemplasi mampu menjernihkan lautan

Kawan, kau telah berkisah
sepanjang sejarah untuk negerimu, bahkan untuk bangsa ini.
Betapa baktimu Aceh,
membangun Indonesia merdeka.
Tak kumaksud mengungkit yang diberi,
melainkan jasmerah itu dikunci

Kawan, Aceh harus bangkit!
Harus bangkit!
Seperti mana Sultan Ali Mughayat Syah, hingga Sultan Iskandar Muda,
dan Laksamana Malayahati
menumpas Cornelis de Houtman.
Kita ingin, kita ingin!
Aceh berada di pusaran perjalanan
kemerdekaan bangsa Indonesia ini. Sehingga angsa putih tak lagi bersedih

Bangkitlah kawan!
Bangkit menuju peradaban baru untukmu

Mmm... mie Aceh!
Pesan aku semangkok juang
mengisi pedasnya tualang
pada sejarahmu tak hilang.
Aku membaca Aceh dari orasi trotoar ini, mari bersimponi!

Romy Sastra
Jakarta, 20 November 2021



TIKUS BOCOR HALUS


harimau mengaum lapar di gurun
serigala mengintai sisa-sisa bangkai
capung-capung menari di taman ilalang
kuda berlari kencang mengejar awan
joki terjungkal di tanah lapang
badak dungu membisu di tepi kolam
singa tepuk jidat di istana
pening aku bah negara kian susah
kebutuhan rakyat ditelan mentah-mentah

ah, aneh memang tingkah sutradara
trik licik disusun rapi di balik layar
opera dunia kian menggila
dalang mencibir sudut bibir kurang ajar
bukankah meja dipakai tuan,
membuat undang-undang negara?
: anti korupsi

apakah tuan-tuan lapar sekali?
menunggu giliran jatah
kinerja tawar menawar
ya, tunggu sajalah!
jatah itu ada bagi sama rata
ternyata senjata makan tuan
silet di lidah telah mengiris

padahal tuan punya hati punya rasa,
punya keluarga tak malukah?
ketika rapat menyusun amanat,
tuan duduk di kursi empuk berjubah dewa
dikau mengantuk
tikus bulus bocor halus terkutuk

tuan, titah rakyat dititipkan di pundakmu
kenapa dilengahkan begitu saja?
apakah tuan mencari dunia membeli dunia?
sedangkan janji-janji di pentas demokrasi
masih segar rakyat ingat sampai kini

tikus-tikus berdasi tak bermaruah lagi
malu sudah di selangkangan duniawi

Romy Sastra
Jakarta, 15 Desember 2021



SHOHIBUL CINTA

di dada ini ada mim
tertulis di titisan batin;
pada nun
menyingkap kesadaran menuju bakti
di mana jalan ke mekah;
datangi, sembah!
darah-darah menetes di setiap insan

duhai jiwa-jiwa yang diberkahi
hulurkan tangan sambut salam
kenali sejarah dilingkari ka'bah;
wajah cinta merupa

abu bakar, umar, usman, ali
engkau literasi darah dan akidah
semenjak tercipta dari sabda
tiang-tiang tubuh rasulullah
iman takwa dibawa-bawa;
shohibul cinta

meminta pada yang kuasa,
doa dikabulkan;
izinkan aku berjumpa darah asal kukenali
betapa cintaku rinduku membara
memeluk leluhur di surga;
bukan mimpi

aisyah,
kau si manja kemerah-merahan
inginku selalu tersenyum sepertimu
khumairah di tengah malam
pinjamkan aku senyuman

Romy Sastra
Jakarta, 13 Desember 2021




KELANA SUFI

memasuki rumah kekasih melalui tujuh pintu
salam diucapkan jari-jari disatukan
duduk yang khyusuk kaki dirapatkan
seperti pencinta kemaruk mencari tuhan

ketukan pertama berdiri;
pelita dibawa-bawa ke dalam sukma
membunuh anasir nafsu dengan cahaya
belajar mati nawaitu diam
ajsam menyimpan permata di ruang rahasia
dan pintu itu terbuka
permata-permata di jalanan berkilauan

memasuki rumah kekasih melalui tujuh pintu
pada ketukan kedua;
debar-debar tak karuan
sebab kematian telah diundang
berkutat melawan ketakutan
antara iman dan godaan

memasuki rumah kekasih melalui tujuh pintu
pada ketukan ketiga;
aku berkidung rindu
merayu tak membohongi laku
puji-pujian asyik di titik batin
meniti ihdinash shirathal mustaqiim
memasuki rumah kekasih melalui tujuh pintu
pada ketukan keempat;
menari mencari kekasih
menari seperti tari-tarian kincir angin
gemulai memutari Ka'bah berharap sampai
memasuki rumah kekasih melalui tujuh pintu
pada ketukan kelima;
tirai-tirai kehidupan terbuka
sedangkan alif sudah menunggu tamu sebelum khalifah tiba

memasuki rumah kekasih melalui tujuh pintu
pada ketukan keenam;
khalifah uluk salam
aku bersalaman di dalam ranah
"salamun qoulam mirrobbirrohim"
wahdah terang membuncah
satu tangga lagi menuju istana cinta
bendera kemerdekaan sudah di depan mata
tiada lagi memuja asma yang ada fana

memasuki rumah kekasih melalui tujuh pintu
pada ketukan ketujuh;
telah pasrah segala daya
tiada daya dan upaya lahaulawalaquata ....
laisa kamisilihi tersaksi tiada lagi warna
kekasihku menyelimuti segala yang ada

dan cinta itu nyata, makrifatullah

Romy Sastra
Jakarta, 24-12-2021



PESIMIS

kekhawatiran pada kemarau telah berlalu, siklus sebagai pertanda musim yang dibawa angin, debu-debu berhamburan bersemayam di mata, aku buta sekejap dari bayangan. kaukah itu cinta menitip bunga lalu mengatup?

kekhawatiran pada hujan terbukti dingin, yang semestinya kau hangatkan tubuhku rindu, dan rasamu sudah hambar dengan sendirinya. itu kutahu, karena tarian angin tak lagi gemulai di pucuk perdu. cinta masa lalu telah beku, membuat jiwaku trauma akan kekasih berakhir pilu. ah, mantan kau adalah kenangan.

kekhawatiran pada kekinian jadi langkah pesimis di rasa fatalis, dan aku kalah bertarung sebelum tiba di finish.

Romy Sastra
Jakarta, 23 Desember 2019



AKU MEMBACAMU YOGYAKARTA

taman-taman bersanggul, jalan sebentuk belut berkelit di tanah yang sempit. sebab ranah dimomong titah, tugu bermenung bak lingga menatap buta. sedangkan syahwat teknologi bersolek kemajuan. kekhawatiran meramal kemiskinan pada pertumbuhan beringin diasapi vulkanik rumah-rumah kosong. kultur luhung adalah feodal dianut nunut sedari silam, nenek moyang menanam padi di keramaian.

aku membacamu yogya dengan mata terbelalak penuh cinta, kudekap erat ke dalam sunyi mencari dian di persemadian diri, seperti jiwaku pulang. di diriku dan di dirimu bunga subur bergelombang di batok, derai melingkar di kening. kesimaku pada kusuma itu adalah langkok yang tanak berpinak untukmu dan untukku jejaki membaca wijaya perjuangan menuju bestari kearifanmu sultan di tangan yang istimewa menjaga maruah, kukuh menghadang imperialisme.

yogya, kau berada di pusaran api dan samudra. halilintar kecamuk di awan menyiratkan kereta misteri sedang berlari membawa gerimis menyiram taman bersanggul panjang itu kemarin diguyur debu. aku bersila di atas kastil hati menatap kemistri jawi dan minang sama-sama memiliki pasak bumi berapi membahang.

"yogya? kelak izinkan aku kembali lagi ke ranahmu nan asri itu."

Romy Sastra
Jakarta, 22 Desember 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar