UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Minggu, 07 November 2021

Kumpulan Puisi Romy Sastra - BUNGA SENJA MENARI


 
EKSPEDISI BATIN
Romy Sastra


Sebelum perjalanan itu sampai di batas ketidakberdayaan, aku telah menabur seribu satu kerikil di setiap pemberhentian. Di batinku amati burung-burung langit mengepak sayap, seperti kilauan samudra diterpa matahari yang akan condong ke Barat

Aku bertandang lebih jauh lagi menyusuri misykat-misykat hati. Kuda sembraniku berjingkrak menembusi garis finish pacuan. Rentak mengguncang tangga-tangga langit dalam keheningan. Duduk sila kian menjadi-jadi, dan matilah aku di dalam kepasrahan

Satu sabda menggema:
"Duhai anak keturunanku? Di sini raja diraja Sulaiman bertakhta, ia menguasai kerajaan langit dan bumi, sehingga semua kerajaan itu tunduk padanya. Tuhan Robbul Izati menganugerahkan kerajaan agung padanya."

Sabda kedua berbisik:
"Duhai anak keturunanku? Apa yang telah kau saksikan di sepanjang perjalanan ini kau kubawa terbang. Saksikanlah! Ini alam maha cahaya, kau bergelumun di segara hijau, sumber rahmatan lil alamin. Di sini Rasulullah bertakhta, dan aku terpana. Kematianku telah sampai di gerbang Maha Megah.

"Salamun Qoulam Mirrabbirrahim. Duhai si pencari cinta? Masuklah ke dalam rahmatKu! Aku adalah Aku di hati yang tahu, 'Innani Ana Allahu La ilaha illa Ana Fa'budni Wa Aqimisshalah Lizikri'. Maka, bertasbihlah sepanjang permana di dalam kematian menuju keabadian!"

Jakarta, 3 November 2021



BUNGA SENJA MENARI

kautitipkan dagumu di pundaku
satu dekapan tak ingin lepas
seonggok ranum bercumbu

lalu kemayang berurai
jemari membelai syahdu
aku mabuk dicumbu nikmat

padahal sebelumnya
tak mengembun daun di taman
mungkin angin barat memutar haluan
mengirim awan ke timur

kenapa bunga senja berputik?
ilalang memilih jalan mati
mengalah dari skenario hati

semua telah tergadai
pada catatan tak berbingkai
aku lalai menggiring misi
yang sejatinya adalah obsesi puisi

bunga senja menari

Romy Sastra
Jakarta, 2 November 2021



SALJU MENJADI BARA


dan aku adalah salju pada bekumu
di pertemuan kutub bersimpang
kita sama-sama dingin menjadi ingin
sebentuk magnet menyeret
mencair mengaliri desah di bibir

lama 'ku terpaku
tentang sinar berpendar
sebentuk mata kucing menerkam
aku membeli gula di wajahmu
semut-semut mati

lalu tatapan berpaling
sebab asmara bergelut nista
cahaya dibiarkan padam di dada
mengutuk anak keturunan
di sebuah wadah

salju berubah bara api
membakar tirani diri
dunia gelap
pada kemesraan sesaat
tilam permadani hati
menjadi kotor dan rusak

Romy Sastra
Jakarta, 2 November 2021



SETIA


cinta kusuburkan di tanah rantau, sebelum musim berputik kampung halaman tumpuan. di mana dulu jejak kanak-kanak kulukiskan semenjak darah tertumpah di rumah tua, aku digadangkan

aku bukanlah batu yang jatuh ke lubuk, pada riak di atas telaga bayangan menari. terbiasa menantang gelombang
meski layaran diamuk badai
ah, tak mengapa

aku berterima kasih pada terik mengajarkan bayangan pulang mengikuti diri. karena rindu yang kupupuk tak berbenalu dan selalu segar dalam ingatan

aku berterima kasih pada kekasih memupuk cinta penuh perjuangan,
tak sia-sia suratan melahirkan kenyataan

aku berterima kasih pada kebaikan alam menuntunku tak jemu di sepanjang kisah. sampai saat ini aku masih setia
tongkat itu kubawa-bawa

Romy Sastra
Jakarta, 1 November 2021



NYANYIAN ANGSA PUTIH


mengenangmu silam
pukul 7.59 menit minggu pagi
lempeng bumi patah
suara gemuruh keranda misteri
dibawa gelombang ke daratan

sebelumnya
angsa putih mewarta el-maut
bertengger di atas sekoci
berdiri di tiang pancang bersilang
kiamat itu akan tiba
ikan-ikan menghilang di kedalaman
apa yang terjadi?

lolongan kematian tak tertolong
bangkai-bangkai berserakan
setelah semua reda
tulang belulang bersisa
tsunami di balik rahasia

jangan lagi aceh itu menangis
sebab tangis dikubur sunyi
tersenyumlah!

kini angsa putih menadah doa di telaga

lempeng?
kupinjamkan tulangku padamu
teguhlah!
jangan biarkan tubuh kami memilu
sebab keranda kematian
telah ditahlilkan sepanjang doa
aku memadam isak di pusara
meski ayah, ibu, kakak
dan dik nong tak lagi kujumpa
al-fatihah....

Romy Sastra
Jakarta, 29 Oktober 2021



KEMUNING
Romy Sastra & Julia Ikin


#_RoS
Barangkali aku lelah
Izinkan aku duduk dulu di sini, di pembaringan harum kemuning. Kakiku patah berkali-kali menuju seribu kota tak tahu arah. Kutuju seraut wajah atas nama persahabatan: rupamu berdian.

Mengenalimu kemuning

Sementara, peraduan yang kutuju telah ditunggu pujangga yang lain. Tak mengapa, aku terlambat menyapamu. Masihkah semadah puisiku disambut mesra? Aku patah....

Bukalah matamu kemuning tatap wajahku!

Aku sepi melampaui angan pada rembulan, rupamu yang berdian terangi jalanku! Rupaku kelam kesasar menuju purnama. Oh, kemuning di taman nirmala merengkuh senja. Terimalah kedatanganku atas kekurangan yang kubawa-bawa. Aku percaya wangimu suburkan jiwa.

#_Julia
Kufahami sebuah luah

Silakan rebah segala gundahmu di ribaan hamparan ikhlasku, kau kelana yang lelah. Akan kuusap lelehan di dahimu mengucur sukma, jangan ketar di bibir terkatup bicara: kupinjamkan kau nada.
Kau ingin mengenali kemuning?

Kenapa kau pertanyakan taman hatiku, jika hanya kau temui segugus gamam. Tidakkah mencukupi sebuah jawapan tersusun pada bait madahku? Kau menuduh pujangga yang entah bermain kisah denganku sebelum kau tiba.
Kau fahami kata bersambut dariku maknai! Jangan resah.

Pada sorot silu ini

Di kaki senja aku menanti kedatangan ajnabi, dan kubuka netraku tatap wajahmu kelam, purnamaku mengerti nurani. Tentang perkhabaran rasa, betapa ingin aku baluti sepi, meski hanya dapat terluah pada bait-bait diksi.
Kuterima hadirmu layaknya haruman mewangi kemuning di sudut hati.

Jakarta-Johor, 27-10-2020



SUMPAH PEMUDA

dulu ia nusantara
indonesia ini belum ada
negeri yang makmur subur dan kaya
dijaga tuah kearifan raja-raja

lalu ekspedisi rempah-rempah
menjelajahi belahan benua
tiba-tiba si mata biru
perut nusantara diperkosa
pertiwi berdarah raja-raja itu kalah
ada yang tergoda
ada juga bermaruah

putra putri bersatu
untuk satukan tanah air
satu bangsa satu bahasa
lahir indonesia

kibarkan semangat juang di dada pertiwi
dari suku mana kita berasal
dari tanah mana engkau berdiri
kita satu nadi
satu panji merah putih

dengan puisi yang menggelora
atas nama sumpah pemuda
berdiri indonesia

setelah indonesia berlari
mungkinkah ia akan terjungkal
di tangan kolonial bangsa sendiri?

aku bertanya pada panji merah putih
masihkah berkibar di dada generasi?

Romy Sastra
Jakarta, 28-10-2021
menyambut hari sumpah pemuda




TEGAR

"aku telah merindukanmu jauh sebelum tatapanku tak kunjung dimaknai. hingga pada suatu kesempatan, aku menyampaikan keinginan, ternyata aku tak jua siap. sebab aku selalu mundur, bagaimana aku bisa memilikimu yang selalu meragu. seiring waktu berlalu, kau kutemui didekap cinta yang fitrah. aku pasrah tak ingin menyunting rasa di balik bayangan mengajarkanku tahu diri. tapi, aku percaya pada kemistri. suatu saat misteri menjadi realiti, dan itu terbukti. akhirnya kau sadari, kita dipertemukan takdir dunia berpanggung rindu yang berpalung, meski kebahagiaan sering berpaling karena kerap tak serenada, dan aku selalu tabah digesek biola di setiap madah yang kugubah menyampaikan bait-bait indah. padahal kebahagiaan adalah impian yang dicita-citakan, ternyata selalu patah berkali-kali memahamimu, aku belajar tegar di mata binar memandangmu cinta. tapi, ya adakala redup, sebab awan yang berarak mengoyak iklim bernarasi menyibak rasi di dadamu kekasih. biarlah bentuk kesalahpahaman riak sebentuk kisah mendewasakanku adalah hikmah menuju kesejatian hati mencintaimu apa adanya. moga kau mengerti, ujian ini mencabariku untuk setia padamu sampai mati, mengertilah bestari!"

Romy Sastra
Jakarta, 14 November 2021



HEROIK
Romy Sastra


Kurang lebih sore pukul 14:50, tanggal 11 November 2021. Saya baru saja turun dari bus di pintu tol Kebon Jeruk Jakarta Barat, sehabis perjalanan dari Purwakarta Jawa Barat.

Saya keluar dari jalan tol menuju flay over jalan umum menunggu grab datang hendak pulang. Dari jauh saya melihat sosok lelaki muda berumur 25 tahun, duduk di besi bibir jembatan menghadap ke jalan tol. Pikir saya, apakah itu orang lagi shooting iklan apa? Duduk di tengah jembatan. Saya abaikan saja, karena saya fokus pada grab motor lewat yang saya pesan. Tiba-tiba ada pejalan kaki dua perempuan pulang kerja menyapa saya: "Abang, tolong itu orang! Saya lewat tadi dia menangis di tengah jembatan itu mau terjun kayaknya." Spontan saya kaget.

Lalu, saya mencoba mendekati dari ujung jembatan menuju tengah jembatan. Sedangkan di ujung jembatan di sebelah lelaki itu, orang sudah ramai menunggu dia mau bunuh diri, karena orang ramai di sebelahnya itu takut mencegah orang hendak bunuh diri karena tak mau ambil risiko hukum sebagai saksi.

Saya langkahkan kaki saya pelan-pelan, tapi pasti menuju lelaki itu, seiring pikiran saya membuat perhitungan. Kalau saya peluk ini orang dan saya tarik gak kuat terlepas dari rangkulan saya, maka dia terjun bebas ke aspal jalan tol. Risikonya saya, saya tentu disangka orang telah mendorong atau menjorokin lelaki ini ke jalan tol, hukuman menanti 20 tahun penjara kurang lebih. Tapi jika saya menariknya gagal, saya ketarik dengan kekuatan dia karena rangkulan saya gak kuat, maka saya pun ketarik ikut terjun bebas ke jalan tol berdua, lebih sial lagi, kan?

Dengan refleks sifat gentle man saya penuh perhitungan. Saya merangkul perutnya kuat-kuat, lalu saya tarik tubuhnya ke tubuh saya ke jalan umum ke atas trotoar, saya bergulat berdua dengannya. Spontan para penonton dan tukang grab berdatangan membantu saya, dan kemacetan terjadi tiba-tiba. Saya interogasi identitasnya, ada gak dia KTP atau MayKad. Ternyata dia punya, lelaki itu saya naikin ke motor, dan dibawa dengan motor vixionnya ke arah polsek Tanjung Duren oleh salah seorang yang sudi membantu saya dan si korban di suasana orang berkerumun, dan seseorang itu pun ikut menyelamatkan motornya, serta dikawal sama kawan yang bawa motor si korban. Di tengah perjalanan di atas motor bertiga, saya memegang si korban lelaki itu di belakang yang bawa motor menuju kantor polisi. Saya pikir dan tanya sama yang bawa motor.

"Mas kejadian ini di wilayah hukum kepolisian Kebon Jeruk, lah kenapa dibawa ke Polsek Tanjung Duren?"

Dan yang bawa motor menjawab pertanyaan saya.

"Terlanjur kita lewat arah Tanjung Duren ini, Bang." kata yang bawa motor si korban. Saya diam dan ikuti aja, sambil ketawa karena dia gak paham aturan.

Nah, sesampai di kantor polsek Tanjung Duren, spontan polisi jaga tanya. "Ada apa ini?" Kami menjawab, "Ada percobaan mau bunuh diri lelaki ini pak di jembatan Flay Over Kebon Jeruk." Polisi jaga menyarankan, "Bawa kasus ini laporannya ke polsek Kebon Jeruk aja, sebab kejadiannya di sana!"

Dan kami keluar dari ruang laporan, memilih rehat di luar kantor polisi, lelaki yang hendak mau bunuh diri itu gak lepas dari pegangan saya. Maka saya dan orang yang membantu saya cari solusi. Nah, jalan satu-satunya kita hubungi keluarganya, pas yang jawab adik kandung lelaki itu dan kekasihnya. Di ujung suara, mereka kami suruh datang ke destinasi polsek Tanjung Duren. Dua jam mereka datang berdua dari rumahnya di Pulo Gadung Jakarta Timur.

Akhirnya jalan yang saya tempuh tidak jadi saya bawa ke polsek Kebon Jeruk, karena akan ribet urusannya di tangan polisi, saya pun sebagai aktor sekaligus saksi membuang energi saja dan tersita waktu saya ke depannya berurusan sama polisi. Sedangkan yang membantu saya pamit pada saya pulang ke rumahnya, tinggal kami berempat. Lelaki itu saya tanya:

"Dik, kamu orang mana? Kenapa kamu bisa seperti ini hendak mau bunuh diri loncat dari jembatan ke jalan tol, dan tanganmu juga disilet begitu?"

Lelaki itu menjawab dengan gemetar dan derai air mata: "Saya sudah empat tahun berpacaran dan saya ditinggalkannya oleh pacar saya." Alamak kata saya dengan nada geram bercampur kasihan.

"Hanya karena perempuan kau jadi kayak gini? Siapa namamu, Dik?"

"Nama saya Putra Bang!" jawab dia.

"Ah cinta, kadang bisa buat orang gelap mata dan gelap hati kalau berpikir tak lagi logis." bisik saya dalam hati.

Lantas aku bertanya pada kekasihnya ternyata gadis berdarah Ambon bernama Elis. Sedangkan lelaki itu berdarah Nias bernama Putra.

"Putra? Aku gak mau menanya perihal masalahmu lebih jauh, tapi aku cukup paham hal beginian."

"Iya Bang, saya dah empat tahun berpacaran, sudah saya curahkan kesetiaan saya semuanya pada pacar saya. Tiba-tiba dia menghilang empat hari pergi dengan lelaki lain tanpa ada kabar."

"Lalu, hanya karena persoalan kamu ditinggal pacar mau bunuh diri?! Bego kali kau ini Putra. Padahal kau seorang mahasiswa."

"Kenapa gak loncat aja kamu spontan tadi ke bawah jembatan itu?" tanyaku lagi.

"Saya masih ingat mama lagi kena stroke di kampung, Bang. Makanya pikiran saya bertarung di antara dendam sama pacar dan kasihan sama adik-adik dan orang tua."

Singkat cerita

Saya tanya mereka berdua, "Apakah kalian masih saling mencintai?" Masih bang jawab mereka.

"Lalu, berdirilah kalian! Bersalaman dan berpelukan saling memaafkan!"

Refleks mereka bersalaman dan berpelukan, dan di akhir perdamaian. Saya titip sama dik Elis. "Tolong rawat cinta pacarmu ini ya, Dik! Ini lelaki baik lo dan terbukti cintanya sama kamu, rela bunuh diri."

Akhirnya mereka berdamai dalam tangis yang sansai, aku memalingkan muka gak mau ikut terkisah dalam hal badai konflik seperti ini dikurung awan gelap masalah yang tak terurai.

Aku pamit dan senja tiba, adik Elis memesankan grab untuk saya ke alamat rumah saya, karena handphone saya sudah habis baterainya. Grab motor datang, tiba-tiba dik Elis menyodorkan selembar uang kertas berwarna merah ke saya.

Saya menolak dengan spontan. "Jangan dik!" kata saya.

"Terima saja Bang!" rengek dik Elis

"Abang telah menyelamatkan nyawa kekasih saya sebagai sosok penyelamat."

Saya menjawab: "Dik, jangan Abang dikasih duit, Abang ikhlas menolong Putra pacarmu tadi hingga ketemu kamu. Abang gak mau nilai ibadah ini jadi rusak karena upah."

"Terima saja Abang!" katanya lagi

"Nah, kalau gitu kamu memaksa, dalam kepercayaan saya gak boleh menolak rezeki. Oke Abang terima ya Dik duit selembar merah ini."

Pesan saya pada kalian berdua:

Belajarlah bercinta seperti cinta Layla dan Qais, karena Qais menjadi majenun pada Layla terpisah untuk selamanya, hingga nisan mereka berdampingan tanpa bertemu semenjak awal ketemu dan dipisahkan di dunia. Batu nisan jadi saksi noktah bisu Layla Qais, dan ruhnya bersatu dengan Sang Maha Cinta. Jangan broken heart karena gak berkomunikasi selama empat hari saja sudah galau akut menjurus maut yang tak patut.

Dan kami berpisah grab sudah menunggu lama, sepanjang jalan saya di atas motor grab menuju ke rumah, saya menatap langit jingga, ada aurora senja di tengah bisingnya suara kota, langit itu seakan tersenyum menatapku. Terima kasih duhai sosok si heroik Romy Sastra, kau sebagai penyelamat kepada orang yang hampir mengakhiri hidupnya karena cinta.

Jakarta, 11 November 2021



NEGERI YANG BERTUBUH KOSMOPOLITAN

...aku runduk dan diam menatap buih menari di sepanjang sejarah. gerbangmu barus bersambut ucap salam: "salamun qoulam mirrobbirrohim" salam kepada ras-ras menuju arus ekspedisi ke pedalaman, bumi aceh tanah yang dijanjikan pelita wali allah berwajah serambi mekah. kubuka tabulasi hati dari kisah yang bermula adalah mim. negeri bertubuh kosmopolitan menjadi nanggroe aceh darussalam. sultan ali mughayat syah babat alas dirikan kerajaan: aceh berjaya, hingga estafet kejayaan itu menghilir bergulir ke tangan sultan iskandar muda. tuah tak tidur aceh bersuluh akidah...

Romy Sastra
Jakarta, 9 November 2021



KONTEMPLASI

pada gejolak angkara manusia, aku melihat warna hitam abu-abu juga putih. namun aku lebih menyukai warna merah delima berkilau indah, dan kubawa keliling dunia dengan warna yang ada, sampai aku pulang menuju senja. diam sejenak mengaduk onak yang sejatinya hidup hanya mengabdi dan menunggu. setelah semua tiba lalu sirna, semua warna menjadi debu tak berdaya di hadapan-Nya. aku bertanya pada diriku: kutu berlari di jerami dian padam di mana tongkat?

Romy Sastra
Jkt, 9-11-'21



JULIET ZAMAN NOW

juliet?
cintamu gugusan api di dada romeo
degup jantung berpacu iringi gelora
rela tenggelam demi kesetiaan

seperti kesetiaan layla dan qays
berakhir tak saling memiliki
cinta abadinya bersanding di batu nisan
roh bersatu di alam keabadian
si majnun pencinta yang lara
masih kesepian

lalu aku bukanlah shah jahan
yang bisa membangun taj mahal
untukmu mumtaz
sebagai lambang kejayaan dan,
kesetiaan dikenang anak keturunan

aku adalah tarian angin
bermain riak di pesisiran
aku adalah bayang-bayang
singgah di kala senja
masihkah kau ingat nama kita?
pernah dilukis di sudut bening berjanji
harap noktah tersimpan rapih di jambangan
ternyata digerus sengkarut tak karuan

romeo juliet, layla dan qays
aku cemburu padamu
kisah cinta kau di abad-abad yang lalu
dicatatkan sepanjang zaman

juliet zaman now
memiliki kisah cinta yang pandai
romeo kekinian dirundung sansai

layla?
qaysmu masih setia

Romy Sastra
Jakarta, 7 November 2022


Tidak ada komentar:

Posting Komentar