PESAN DARI BUMI
Din
Sepertinya Tuhan sudah tak mau lagi mendengar keluhku
Beribu malam kuketuk pintu langit
Bersujud di bawah kakiNya
Tapi selalu saja hanya tangisku yang terdengar pilu
Din
Tolong katakan pada Tuhan
Aku sudah benar benar lelah
Aku ingin tidur dan istirahat dengan tenang
Gk, 20200701
(Genoveva Manuhara)
DENDAM
Tuan
Lihatlah hujan deras yang jatuh di perigi
Seperti itulah derasnya amarah yang kutampung di ceruk hati
Dada ini, Tuan
Terbuat dari lempeng baja
Yang setiap hari kuasah pada batu derita
Kutempa dengan nyala dendam membara
Sebentar lagi akan menjelma jadi anak panah bertuba
Tuan
Aku terlalu sibuk melentur busur
Melatih otot tangan dan bahu
Hingga kebal dari bujuk rayu
Tuan
Tunggulah janji baktiku
Aku mau dengan tangan kecilku
Membungkam mulut jahatmu
Lalu merobek dada angkuhmu
Dan mengantar rohmu pada penciptamu
Gk, 20200630
(Genoveva Manuhara)
MALAM DURJANA
Lalu siapa yang peduli
Saat hati berdarah
Dan detak jantung terhenti
Rindu ini tak lagi punya arti
Ranting kering patah tergapai mesra
Dalam pelukan cinta penuh dusta
Saat ikrar suci terkoyak di malam penuh durjana
Keranda cinta tersedia penuh taburan kembang siksa
Dan alunan improla menangisi hati yang mati terkubur abadi
Gk, 20200622
(Genoveva Manuhara)
SIAPA
Siapa yang telah mengkhianati rindu
Hingga lebam dadaku menahan cemburu
Siapa yang telah mendustai rasa
Sampai perih hatiku meredam kesumatnya
Siapa yang telah mencuri jingga
Kini senjaku hampa tanpa kerlingnya
Gk, 20200623
(Genoveva Manuhara)
PERAWAN DUNGU
Tanganku rindu menulis tentangmu
Mataku mengembun luruh karena sebelah hatiku terluka oleh senyummu
Logikaku berseru-seru menolak pesonamu
Aku perawan dungu yang mencoba mengeja aksara di matamu
Menerka arah angin dari deru nafasmu
Mengantongi beribu tanya dari dustamu
Aku perawan dungu belajar bijaksana dari orang orang sepertimu
Gk, 20200711
(Genoveva Manuhara)
CERITAKU
Dadamu senyaman peraduan
Tempatku baringkan rindu tanpa dendam
Ingin lelap dalam dekapmu yang hangat
Tanpa bayang luka masa silam
Ah, mungkinkah itu
Menyatukan dua keping hati dalam bejana kaca yang telah retak terbelah dua
Sedang rembulan jumawa menampik cahaya dari sang surya
Lalu aku tertegun seketika
Baru kini kusadari kita hanya dua keping hati yang mencoba berlakon di pentas sandiwara
Kita telah lupa ada Sutradara yang mengatur jalan cerita
Aku tertunduk lesu meratapi kemalanganku
Sepertinya bahagia bukan jadi akhir kisahku dalam ceritamu
Gk, 20200708
(Genoveva Manuhara)
ADA DAN TIADA
Pagiku bercerita tentang embun yang ranum di bibirmu
Bibir dengan senyum rekah yang mampu mengusir resahku
Meski samar engkau selalu hadir di hidupku
Menumbuhkan jamur jamur rindu yang kemudian membatu
Kita dua insan dalam labirin rasa
Berputar putar dari jaman purba hingga jaman corona
Entah salah siapa
Bila bersatunya raga hanya berupa fatamorgana
Memilikimu bagaikan merentang imaji yang samar
Penuh kenyataan yang ternyata hanya maya
Memelukmu sama sulitnya dengan mencuri jingga di kala senja
Engkau ada juga tiada
Namun telah kau beri arti bagiku
Bagi hidupku
Gk, 20200706
(Genoveva Manuhara)
BODOHNYA AKU
Aku ingin banyak belajar darimu
Menulis kata sederhana terbaca begitu istimewa
Aku perempuan sederhana
Tak bisa meramu kata menggurat aksara
Aku hanya wanita bodoh pengagum senja
Berkali aku tersandung sendu
Jatuh pada lubang prasangka yang kucuri rangkaian diksi
Ah, bodohnya aku tak bisa menterjemahkan bahasa kalbu yang kau tulis dalam lontar sejarah hidupku
Gk,20200720
(Genoveva Manuhara)
SEPI
Senja berbisik mesra pada malam
Mengucap salam perpisahan sambil mengibaskan warna jingga
Hitam merayap perlahan
Gelap pun datang
Memandang langit aku mencium batas sunyi
Merangkak angan dalam kejenuhan hati
Air mata dan rindu berpadu hingga sesak napasku
Gk, 20200719
(Genoveva Manuhara)
PUISI MATI
Puisiku mati
Ketika telingaku tak bisa mendengar tangisku lagi
Semua rasa hanya mengendap di dada
Aku hanya bisa menerka
Lagumu lagu cinta
Tangismu tangis rindu
Aku hanya bisa merasa, rasamu sungguh jauh berbeda
Puisiku mati
Ketika kata kataku kehilangan makna
Aku tak bisa lagi menerka ke mana arah cinta
Luka demi luka menumpuk di dada
Semua menggiringku pada rasa yang hampa
Sungguh aku tak bisa membaca matamu yang penuh dusta
Puisiku mati
Ketika dusta kau tebar di sepanjang musim
Angin mengguncang hati
Tegar pun luluh tangisku runtuh
Aku hanya bisa membisu
Memanen luka luka dalam kesumat dendam yang lebam membiru
Puisiku mati ketika aku kehilangan arti hadirmu di sisi
Gk, 20200715
(Genoveva Manuhara)
TERIKAT
Aku pipit kecil yang bersarang di pucuk perdu Menyesap embun yang jatuh dari bibirmu
Mestinya aku menari mengikuti jejakmu
Namun Mangal Sutra emas telah mengikat kakiku
Mestinya aku terbang mengikuti kata hati
Mengejar mimpi bahagia sampai puncak inginku Menuruni lembah harapan mengekalkan janji pada altar suci
Tapi aku menyadari rasa tak bisa diperjuangkan dari satu sisi
Segala musim berlalu mendera hatiku yang piatu
Cuaca mengajarkan bersyukur atas takdir yang tertulis di hidupku
Aku masih hidup dengan hati terbelah seribu
Aku tetap setia pada janji suci meski hatiku mati
Gk, 20200714
(Genoveva Manuhara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar