Selasa, 07 Juni 2022
Kumpulan Puisi Yuni Tri Wahyu - PEMILIK RASA
PEMILIK RASA
Yuni Tri Wahyu
Tentang rasa yang telah kita jaga, biarlah begini adanya. Tanpa beban dan kemewahan.
Mengalir sedemikian rupa, melupa hujatan pun tuntutan. Rasa itu milik kita, biarkan hati bicara. Mereka berkata apa, Allah tahu dan punya segalanya.
Duhai pemilik rasa, bahagiakan hati, hilangkan tanya kemana di mana langkah bermuara. Karena titah-Nya penentu daya upaya.
Tangerang, 03 Juni 2022
BAYANG-BAYANG MENGHADANG
Yuni Tri Wahyu
Selayaknya bayang-bayang di belakang mengikuti pergerakan. Namun engkau terkadang menghadang mendukung sekaligus menendqng. Entah apa tersembunyi di balik jubah indah, bisa jadi renda hitam terlipat d saku. Siap menjerat langkah.
Setulus terucap bulus kutangkap, kemudian kulepas perlahan. Sungguh bagiku laku lebih ramah dari pada bunga kata merekah.
Cukup hadirmu serupa bayang-bayang semu. Dan aku diam memandang sendu sebelum berlalu.
Tangerang, 02 Juni 2022
SENYUM DALAM DERAI TANGIS
Yuni Tri Wahyu
Ia menjumpaiku saat aku duduk di pematang menikmati rona jingga di ufuk barat. Bibirnya tersenyum dalam derai air mata. "Aku telah mengakhiri perjalanan setelah empat windu berlalu, selama itu luka telah memenjarakanku dengan tanda tanya, mengapa dia sanggup menikam jantungku sementara bunga-bunga kata dirangkai sempurna, memesona?" katanya di antara sedu sedan.
"Dia mengkhianatiku, menikah siri dengan perempuan itu di belakangku, kemudian dengan begitu mudahnya meminta maaf, akan meninggalkannya asal aku mau kembali padanya," lanjutnya sambil terisak.
"Andai bukan karena kedua putraku, telah aku tinggalkan dia di awal-awal tahun pernikahan kami, karena dia sungguh laki-laki tak tahu diri." lanjutnya kembali.
" Jangan biarkan aku menjadi orang jahat, hubungan kita sekarang hanyalah sebagai orang tua dari anak-anak, lebih baik engkau bersamanya, bukankah kalian sama-sama gila?" Begitulah dia mengakhiri cerita.
Aku hanya diam, menyediakan bahu dan telinga untuknya. Serta berdoa
" Semoga senyum dalam derai tangismu adalah awal dari kebahagiaan sejati. "
Tangerang, 30 Mei 2022
MENUNGGU TAKDIR
Yuni Tri Wahyu
Aroma kopi membangunkanku dari lelap semalam. Telah terhidang secangkir pekat kepulkan asap di atas meja kayu tua milik kita. Kulihat netramu berbinar saat simpul senyum terlukis.
"Bangunlah sayang, gegas tunaikan kewajiban." Katamu sambil menggelar sajadah.
Aku bangkit dari peraduan, bersuci sebelum sujud kepadaNya. Usai kita jalankan dua rakaat dan berzikir sebagaimana mestinya.
Engkau berdiri, "minumlah nikmati kehangatan pagi ini," katamu
"Nikmat sekali pahit ini, sayang." Jawabku
"Ini kopi pahit paling nikmat sepanjang perjalananku," katamu sambil menatapku penuh arti.
Kemudian kami reguk secangkir bersama. Kehangatan menjalari jiwa, bangkitkan semangat sambut hari. Berdua bergandengan melangkah, hingga sinar matahari menyadarkan bahwa kita harus berpisah untuk menunggu takdir berbicara.
Tangerang, 07 Juni 2022
AKU RINDU PADAMU
Yuni Tri Wahyu
Malam ini rintik gerimis, sepoi angin lembut membelai
Ada rindu tiba-tiba mengusik waktu
Menampikan wajahmu yang kaku
Menahan tangis tersimpan di sudut hati
Engkau berdiri di antara persimpangan dilema
Menyimpan selaksa luka bernanah di balik gaun elegi bermotif bunga-bunga
Merekah senyum bertutur santun bersahaja
Seakan derita hanyalah gurauan belaka
Di mana kini dirimu berada?
Tak terdengar berita lewat syair-syair misterius atau bahkan sedikit gila
Yang biasa mewarnai ruang-ruang karya
Sungguh aku rindu padamu, perempuan sunyi
Tangerang, 07 Mei 2022
BUAH MANIS
Yuni Tri Wahyu
Lingkaran tanya tetap mengelilingi perjalanan
Tidak perlu jawaban sebagai penyelesaian
Hanya kesungguhan menjalani sepenuh hati
Karena hasil akhir masih teka-teki
Berbaik sangka, perlahan teratasi
Satu demi satu berlalu
Meninggalkan buah manis
Tanpa ulat bersemayam, menyesap ikhlas
Tangerang, 09 Juni 2022
PERHELATAN BESAR
Yuni Tri Wahyu
Mengusung kisah kita dalam perhelatan besar, meriah
Bertabur bintang dari setiap titik gemerlap
Engkau adalah kejora masa itu pun saat ini
Sementara aku, bulan sabit sore hari di langit berselimut awan hitam
Perhelatan besar mempersembahkan perjalanan panjang yang kita tempuh
Mengapa masih berpijak kisah lama?
Kenangan berbingkai luka namun manisnya tetap terasa
Haruskah aku tersanjung merekah bunga cinta atau kembali tertunduk tersiram cemburu bayang silam?
Perhelatan besar kunanti penuh debar
Sisakan tanya bergemuruh di dada
"Kapankah waktu mengajakku berada di antara mereka?"
Aku menunduk, semakin dalam
Tangerang, 18 Juni 2022
PEMBURU PEMBENARAN
Yuni Tri Wahyu
Ia melangkah lurus tinggalkan jejak hitam yang tak hilang dimakan waktu. Abaikan suara-suara sekitar, bahkan rintih nurani. Memangkas segala rindang menyejukkan demi pembenaran atas diri sendiri. Jiwanya kerontang meski lima waktu tak pernah terlewat dilakukan.
Senyum sombong menikam kebenaran. Belahan jiwa dan darah daging hanyalah perlambang kehidupan. Baginya tak pernah salah, meski catatan perjalanan mengantarkan pada pusara tanpa nisan.
Ia pemburu pembenaran, bahkan kebenaran paling benar pun dijadikan topeng seribu rupa. Suatu saat, jika renta menelikung usia dan kegagahan tinggal cerita, mungkin kesadaran menghampiri atau cuma keajaiban-Nya mampu meruntuhkan karang di dada.
Tangerang, 17 Juni 2022
MEMELUK KENYATAAN
Yuni Tri Wahyu
Perempuan itu kembali menidurkan mimpi kemudian menyibak selimut angan. Bergegas singsingkan lengan khayalan. Berlari menjemput pagi tanpa peduli meski tanpa alas kaki.
Di antara kerikil dan duri, ia terus melangkah menapaki detik demi detik. "Saat terik menyapa peluhku harus sudah kering, agar dapat khusyuk sujud dalam empat rekaat." katanya sambil menyeka bulir-bulir di wajah.
Tampak senyum malu-malu berkembang di bibirnya yang kehitaman tersengat matahari. Ia teringat tentang mimpi semalam, berjumpa kekasih bayangan. Bergandengan menjemput senja berpelangi. Namun azan subuh menghentikan perjalanan. Ia terbangun, duduk memeluk kenyataan.
Tangerang, 14 Juni 2022
BERSAMA TANPA JUMPA
Yuni Tri Wahyu
Berlabuh di pantai cinta
Usai badai menghantam pelayaran
Biduk pecah berderak
Namun layar setia menuntun arah mata angin
Sepi tawarkan dahaga pada sunyi nan luka
Saling menggenggam derita
Kemudian melepas sebagai penghapus lara
Dengan seulas senyum ikhlas
Ketika hening riuh gumam doa
Menunduk jiwa bersyukur atas karuniaNya
Dihadirkan engkau lelaki sejati untukku
Bersama tanpa jumpa nyata mengaliri urat nadi
Tangerang, 21 Juni 2022
TERLEPAS JERAT DUSTA
Yuni Tri Wahyu
Masih berkubang pada gelap khilaf
Terlena bujuk nafsu khianat
Menikam nyali menghasut ambisi
Menuding kebenaran, sebagai salah tak terampuni
Berujar tentang bahagia, fatamorgana
Berselimut senyum mencekik nurani
Hidup tanpa beban, melumpuhkan kenyamanan
Undang problema, lari dari kenyataan
Menyiram pohon berharap bersemi kembali
Sedang akar telah mati ditebas keangkuhan diri
Mengungkung pergerakan, memupuk pertumbuhan
Sungguh hidup tinggal menunggu mati
Lantas untuk apa memaksa takdir
Biarkan bebas, terlepas jerat dusta
Tangerang, 20 Juni 2022
BERKACA
Yuni Tri Wahyu
Geriap rindu menari syahdu
Iringi perjalanan raih impian
Senandung doa bersandar satu keyakinan
Tersemat manis di palung kalbu
Berkaca kisah masa lalu
Noda menggenggam dosa tercatat pun ketidaksengajaan
Berulang bermunculan datang, usik sesal
Sadar diri mengeja kewarasan
Bersimpuh sujud tengadah urai bulir bening
Di sudut iba, padaMu aku kembali
Tunduk khusyuk benahi barisan salah
Kemudian hari, hati-hati langkahkan kaki
Tangerang, 23 Juni 2022
MEMELUK KARANG DENDAM DAN KEBENCIAN
Yuni Tri Wahyu
Perempuan luka menapaki derita sepanjang perjalanan
Sekian warsa terengah tanpa jeda
Abai peluh bernanah pada telapak kaki berkulit pembungkus tulang
Hatinya begitu nyeri, mengenang tikam kecam sayat kepedihan
Senyum merekah sejuk seumpama bulir embun
Sapa ramah sehangat sinar pagi
Tidak nampak lingkaran pahit membelenggu jiwa
Semangat berkobar menyuluh luluh sekitar
Hadirnya, sebuah kedamaian
Namun di balik pengelihatan, ia memeluk karang dendam dan kebencian
Mengarah satu demi satu dusta yang khianat
Manis hidangan racun tersimpan, mematikan
Hatinya terkubur melepuh melengkapi rapuh
Itu dulu, empat windu berlalu
Jejak luka perlahan mengering tertiup angin
Ketika DIA mengirim sosok sahaja pemilik rasa
Kasih sejati penawar nestapa
Melebur karang dendam dan kebencian, hingga ikhlas mendekap hening
Tangerang, 22 Juni 2022
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar