UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Selasa, 07 Juni 2022

Kumpulan Puisi Romy Sastra - MENOREH YANG TERSISIH


 
DIALOG EMBRIO


Menanam benih di rahim yang sunyi, ketika cinta berlabuh dari segala rindu ayah dan ibu, bersatunya kasih sayang jadi embrio si jabang ditimang-timang
Denyut-denyut nadi seirama jantung berpacu memuji Ilahi, seperti derap langkah kuda berlari, berharap jerih berbuah manis. Si jabang terus tumbuh dari getih hidup unsur saripati, ruh Ilahi ditiupkan embrio kasih akhirnya menjadi sosok insani

Bertanya Ilahi pada si jabang bayi dalam gua garba yang sunyi:

"Fulan, Aku ciptakan engkau jadi hambaKu, apakah engkau akan mengabdi padaKu kelak? Sebab rahmatKu akan mengiringi kehidupanmu di negeri fana. Seiring itu, surga dan neraka Aku sediakan nanti di sana. Di setiap ciptaanKu segalanya berpasang-pasangan."

Lantas, tak satu pun pertanyaan Tuhannya ditolak si jabang bayi di dalam rahim yang sunyi. Si jabang menari-nari dengan nyanyian nadi dan detak jantung terus gemuruh memuji, "ya hu, ya hu, ya hu, ya Ilahiku...."

Fulan menerima segala suratan dan dicatatkan segala takdirnya ke kitab lahul mahfudz

Pada masanya tiba, khalifah itu lahir ke dunia fana. Ada yang diam seperti masih terasa nyaman dengan belaian buaian. Ada yang bingung, lalu menangis histeris. Panas, panas, panasssss.... "Aku di mana Tuhan?" histeris itu diam

Sahabatnya datang menghampiri dan memeluk dengan gurauan, satu senyuman terbuka. Apakah itu senyuman ibadah, ataukah senyuman geli melenakan kehidupannya digoda di negeri fana yang menipu sementara ini?

Ah, fulan? Kembalilah ke fitrah! Alam barzakh selalu menanti. Rahim ibumu yang dulu sunyi, akan lebih sunyi lagi di kuburan itu nanti

Romy Sastra
Jakarta, 4 Juni 2022



MENOREH YANG TERSISIH


riwayatmu kelabu di mata prabu
temaram matahari kuncup bestari
sejarah berhalimun tugu berpancang
kubaca purba di catatan kolonial
kultus mengutuk darah mengering
daun jati berserakan mengalas saksi
pejuang berpulang ke generasi

menoreh itu tersisih
menoreh memanggil di kejauhan
sehelai daun tembakau jadi dupa
yang berkisah sendratari
adalah agung sedayu
api di bukit menoreh tak kunjung padam
jasadmu berdian wahai pahlawan
kemboja itu berwarna merah putih: merdeka

Romy Sastra
Jakarta, 2 Februari 2022




PUNGGAWA MEMBACA MUSIM

istana dibangun membatu
bersandar raja-raja di dinding mewah
asyik meminang waktu
punggawa membaca musim
nusantara kelak mungkinkah berkabung,
atau membubung?

mataku pesimis menatap dia
sebab sedari dulu
wajah ibu pasi diperkosa serigala
alam pasrah tubuhnya dikoyak serakah
gali carilah permata di sana sini
semesta indonesia ini kaya bung!!
berharap dijaga seluruh tumpah darah
dan tak lagi kemerdekaan itu ternoda
kupuja dikau cinta

Romy Sastra
Jakarta, 28 Januari 2022




HIPOTESIS
Romy Sastra


Aku mengenang kisah memanah rasa lewat suara maya ke daun telingamu. Kupinang jantung hati dengan diksi pekasih, dan kutaburkan kembang mawar beraroma segar kau kudekap. Seiring perjalanan waktu di setiap titik temu kita bercumbu, kau masih saja meragu tentang kesetiaanku padamu. Sering kau bertanya: di mana aku berdiri sebelum senja datang? Dan ke mana bayanganku rebah memanjang? Kujawab: bayanganku lurus mengikuti arahku berpetualang. Kau cinta adalah kisah yang kurangkai seiring takdir, meski perjalanan lelah kita tempuh menuju kesaksian di depan penghulu, tapi arah yang kita tuju selalu buntu. Pada akhirnya, bunga yang kutaburkan itu kini mengembun kusauk kuteguk mabuk rindu tak terlerai tanpa noktah, cinta kita berada di antara hipotesis realita ada dan tiada. Bila suatu masa titik temu tak nyata, izinkan aku mencintai sampai ke ujung nyawa, aku mendambamu cinta.

Jakarta, 3 Juni 2022



RESENSI MASA
Romy Sastra


waktu yang lesap
pagi lenyap menuju senyap
terik sudah di ambang batas
kertas-kertas sarat terbakar
di mataku dan di matamu
teknologi berperan mengajarkan tulisan;
mendwonload pengetahuan

masa itu tiba
setelah tualang zaman berpulang
era menentukan nasib
resensi di setiap waktu
aku membaca perkembangan

dunia setajam pisau
sekelabat mata berpacu
rupa menunggu pengakhiran
sudah selesaikah perjalanan?
dan nama jadi sejarah
pelaku zaman berkarya yang tak mati

Jakarta, 19 November 2020



ONLINE
Romy Sastra


akankah karib tergadai asyik di dunia maya?
siang malam menyetubuhi paras indahnya
layar kaca menyimpan warna
gadgetku perkosa
mata merah padam layar buram

dunia berkembang
bahkan melaju melampaui bulan
kita yang berpijak di bumi
manggut-manggut menatap layaran
semuanya serba instan:

belanja online, bekerja online,
berhubungan sanak saudara online,
bercinta pun online
apakah ke neraka ke surga juga online?
ya, semua serba online

adalah tantangan zaman kita memilah
padahal teknologi ilahi jauh lebih canggih
sekedip mata tersedia
lalu, kubuka sajadah jiwa
gadget hakiki merupa

Jakarta, 18 November 2020



KERANGKA TUBUHKU BACA

dari mana asal tubuhku bersandi?
nur bermula
menyatu tulang sulbi dan
sebidang lapang sumur memancur
di fitrah dada hawa
urat temali melilit nadi
getih mengalir
berkoloni di segumpal darah

surat rahasia dibuka
karya dzat mengurai garba
pujian tauhid hu dzatullah
nur dan mim bersaksi

situs diri dikaji sampai tamat
adalah artefak ayat-ayat ilahi
hakikat tubuhku adam
rohku muhammad
mewujud bandusa dibawa-bawa

senja tiba
kematian bergapura di sudut mata
di mana jalan menuju ka'bah?
kerangka tubuhku baca
makrifatullah

Romy Sastra
Jakarta, 09 Februari 2021



DISTORSI


skenario misi tuan dibentuk membubuhi bulan sabit, seakan menggantung di tiang-tiang arsy menghiasi diri, sedangkan hati beranomali. tuan tahu kan arti kesetiaan ilalang? setia yang tak pamrih menuai jerih perih. sebatang ilalang apalah di terik mata memerah saga, meski tandus kurus, tapi ia mampu tumbuh tak disuguhi fulus mulus bulus

aku bukan si peminum tuak yang suka kepayang, aku adalah takdir dilahirkan mengiring nasib bernisbi di jejak kaki melangkah semenjak titah bertuah ayah bunda titipkan: jangan gamang nak berjalan di titian bambu, dan tidur di papan sehelai! bulan sabit itu akan berevolusi menuju purnama

lalu, aroma angin membusuk dari pintu ke pintu mengetuk yang tertidur tahu, aku mengutukmu di atas kesaksian sumpahku, kau membuat distorsi sendiri tak realiti

Romy Sastra
Jakarta, 16 Juni 2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar