UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Jumat, 08 Oktober 2021

Kumpulan Puisi Romy Sastra - MUZIKA RINDU UNTUKMU RATNA


MUZIKA RINDU UNTUKMU RATNA

singgah dan berlalu terkenang
pada perjalanan malam bandung selatan
jejakku serupa anomali mengais kehidupan
masa membujang di ranjang kemiskinan

antara pangalengan cibiru tempat tinggalku
kulalui tubuhmu berwajah embun
di alun-alun ciparay rumah tuhan berdiri megah
wajah teduhku basuh dan menyembah

sudah lama 'ku terbaring kini terjaga
setelah mimpi melaju beribu kilometer
kampung kutinggalkan di sumatra
pergi rantaukan nasib menanam cita
di tanah sunda cinta berkisah

aku berpetualang di senyummu mojang
lamunanku diiringi muzika seruling rindu
bersenyawa di titinada mengalun sayang
musim berputar tiga dekade membeku

gadis mojang kukenali namanya: ratna
kenangan kita berjelaga di lebak biru
bersanding rumahmu di kaki nini dan cula

kasih menyemai kisah tentang kau dan aku
kita yang dulu pernah bersatu lalu berpisah
pintu memori terkunci kubuka kembali
kubawa enam bait puisi mengingatimu ratna
sungguh pun begitu
kanvas kisah kucipta di sastra nusa widhita adalah kemistri yang tersisa

Jakarta, 1 April 2021




BERKACA BATIN


keluar dari kebisingan menilik energi sunyi. membaca rasa di daun-daun mati, di akar-akar ada puisi alam pilin memilin. lalu, aku mencari makna di antara air dan angin, wajah dikenali pada si empunya hati. bercermin di kedalaman batin rupa cahaya nampak tak abstrak, cinta menyublim

Romy Sastra
Jakarta, 13 Oktober 2021




MIMPI BERTEMU KEKASIH
Romy Sastra


doa-doa bertarung seiring tasbih sepanjang permana tak berbilang siang malam adalah gemuruh. laju napas iringi perjalanan tauhid 'ku bersujud. hadirnya rasa rindu pada pertemuan:

duduk bersila bak tapa lingga mencari ketenangan di keheningan. menuju puncak perjamuan malam yang mabuk, dada langit berhias arasy diri bertamu memeluk bumi. aku taklim di pesona daim tatapan khair

syahdu syahdan irama kalam merayu,
memandang biru pada bintang-bintang, satu bintang gemilang dikelilingi kerlip aurora. jiwaku berjumpa cahaya sebentuk mim, lalu merupa. sosok berjubah hijau keluar dari kerlip satu bintang yang gemilang, dan ia turun ke bumi lesap sekejap di peraduan lelap, tepat di dadaku batin berseru:

wahai umat yang merindu, aku datang kepadamu sekalian titipkan pesan. ikutilah sunahku! kau akan memperoleh keselamatan dunia akhirat. suasana takjub suara menyapa lembut

di sisi lain, sosok gaib tak berwujud menuntun perjalanan, apakah ini salah satu suara batin mendampingi perjalanan hati dan berkata:

itu rasulullah turun ke muka bumi wahai yang tertidur, ikuti jejak langkah di mana dan ke mana yang berjubah hijau itu berpijak. maka, seseorang itu akan mendapatkan syafaat ilmu yang baik dan mendapatkan kebahagiaan serta keselamatan hidup di dunia dan di akhirat

aku tertegun di petunjuk suara langit tak berwujud. lantas, aku mengikuti jejak-jejak langkah berjubah hijau berada di depanku. serasa telapak kaki ini menginjak salju merasuk ke seluruh tubuh pasrah, aku terpukau lembutnya jejak ini ya, allah

suara gaib itu kembali berseru:
ikuti pemberhentian di mana rasulullah berdiri! berdirilah di tempat jejaknya terpatri! dan duduklah di mana rasulullah duduk tasyahud

aku kian takjub perhatikan di antara dua petunjuk suara dan arah langkah berjubah berada. suara gaib tak berwujud beri isyarat taat

suara itu berpesan lagi:
sesiapa yang ikut berteduh di bawah pohon yang berjubah hijau dudukin, ia akan memperoleh kebahagiaan rezeki dunia penuh berkah

dari jarak tujuh langkah di depanku yang berjubah hijau dikelilingi cahaya, dia berhenti berteduh dan bersandar pada pohon mati, di gersangnya jalan-jalan yang ia lalui, di setiap jejak-jejak langkah kakinya tumbuh rumput-rumput menghijau menimbulkan kesuburan pada alam gersang

lalu, yang berjubah hijau pergi dari pemberhentian di bawah pohon mati, seketika pohon merimbun berbuah lebat. rasa yang takjub mengikuti jejak rasul bersandar di pohon meranting dedaunnya telah tumbuh subur dan berbuah. anehnya, buah pohon itu seketika menjadi ranum mewangi

dan suara ghaib kembali berpesan;
ke mana arah lenyapnya rasulullah itu menghilang, dalam perjalanan malam menempuh fajar, dan dalam perjalanan siang menempuh senja. maka, ikutilah perjalanannya dan di mana beliau menghilang dari tatapan. jikalau engkau mampu hilang bersama tenggelamnya di mana rasulullah itu lenyap, dan seseorang itu akan mencapai kesempurnaan ilmu dia hidup hingga ke jannah, seperti mana khidir diberkati ilmu allah dan berumur panjang tak berhingga

dengan linangan air mata membasahi pipi, rasa rindu serindu-rindunya. aku menatap rasul berada di tepian telaga biru, lenyapnya sosok yang berjubah hijau di hadapanku ke dalam telaga cahaya. tangisku pecah dalam kerinduan ingin bersamanya selalu memanggil yang telah hilang dari tatapan tersedu-sedu. aku merinduimu ya, kekasih....

Jakarta, 19 Oktober 2021
Salam Maulidur Rasul



MONOLOG NASIHAT DIRI
Romy Sastra


kicauan manis bak burung bernyanyi
tak berparung memaksa bersiul
khutbah terhormat seperti dewa mabuk
jubah yang indah bersolek duniawi
sayangnya tak bermaruah langit

mengintip cinta di malam hari
bagaikan kunang-kunang menari
melayang kelip seketika padam
di mana rindu bersembunyi?
sedangkan ruang diri tak pernah dibuka
yang ada kelam
Asyik terpesona godaan

lalu, hasrat impian terkikis
dibawa debu-debu jalanan
kurelakan melepas kepalsuan rindu
memilih berkubangan lumpur hidup
menatap kesucian
mencoba tak jahat pada kenangan

rasa nan jujur guru batinku pada diri
menyilam makna jiwa yang suci
membuang jauh-jauh prasangka buruk
tak membuat cela
kuhidang seuntai sajak semoga dicerna
berharap tak dicampakkan begitu saja

uhh... sia-sia beo berkicau
kepada si dungu memamah bisu
lebih baik berkaca pada malu
tak rusak sejarah ditorehkan

kenapa ego diri bagai resi dewa dewi
seakan tahu sabda merasa telah fitrah
percuma terlahir jadi manusia
jika aku tak mampu pahami diri sendiri
tercipta dari setetes darah hina dibanggakan
itu pun dititipkan sementara

oh, diri
diri seakan alimin
berkopiah tak bermahkota ilmu
beriman tapi tak yakin
oh, dungu
diri seakan halimah
tak bertudung tiada malu
masih sok tahu

uh, berilmu tak berhikmah
berpayung tak berteduh
berharta tak bersedekah
bersedekah tapi tak rela
memberi selalu pamrih
berwibawa gagah tak berkharisma
cantik rupawan tak menawan
hidup tak bertujuan lunglai di tepi jalan
makan lahap tak kenyang berserakan
beragama label indentitas semata
berilmu tak mampu mewejang makna
memahami kalimah tak bertuah
selalu dahaga
beribadah seakan tahu jalanya surga
ah, nistanya

berlayar tak berdermaga
terombang-ambing gamang dirasa
mendaki seakan tahu makna ketinggian
berjalan di jalan datar tersandung
kesakitan
mengalir air ke hilir tak ke muara
berkaca diri tak nampak rupa
terkilas wajah di cermin yang retak
diri bodoh seakan paham rahasia hati

duh, diri
ke mana lara 'kan dibawa
sedangkan sakit sedikit saja menangis
tersenyum tak merekah
tertawa miring raut wajah melukis iba

berpikirlah sesaat duhai diri!
"karena berpikir lebih baik daripada beribadah berpuluh tahun lamanya"
biar tak tersesat jalan
semoga dewasa diri di kearifan budi
kuarahkan langkah ke suatu tujuan
biar tak sia-sia hidup dalam perjalanan

seyogyanya, memahamilah dikau diri!
walau sekejap saja
'kan didapatkan seribu makna

Jakarta, 16 Oktober 2019




PERTARUNGAN


kota yang dibangun nero, lalu kemudian dibakar demi sensasi kepuasan hati pada estetis puisi adalah nafsu yang bertarung di antara hitam dan putih mengabaikan logis. dan sebaliknya, merdu daud mengajak burung-burung gunung-gunung takzim bersenandung. istana bermegah di dada zaman sebentuk ketaatan menjaga tabut diyakini kunci ketenangan. sampai saat ini bersilang sengkarut mencari jawaban kunci-kunci tuhan

ajsam dialiri telaga surgawi, di sekilingnya berbunga mutiara menghiasi tatapan, suara lirih tasbih di dada mengetuk arasy diri, tersaingi di nada eksotis pada malam yang telanjang aku berenang dan bertarung menuju pergulatan iman

lalu, api di dalam diri mencoba membakar istana yang sudah dibangun bertiang alif. seketika itu bara kupadamkan mentransformasikannya api jadi cahaya, maka tampaklah kebenaran setelah aku mati berjuang membunuh ego sendiri meraih tropy cinta, kutaburkan bubuk rindu memadamkan kegilaan nero berkuasa pada nafsu buta. merdu daud kujaga sejurus sabda tak putus gemuruh di dada

di tubuh terhimpun amanah menjaga fitrah. seringkali diri kalah dan menang adalah keniscayaan pertarungan hati dan nafsu berkompetisi, apa yang dipilih? kaki sebelah tertusuk duri sebelahnya dirantai besi, duhai diri si pengelana puisi? teruslah melaju membawa budi seiring hati menuju destinasi ketenangan: sampai

Romy Sastra
Kedoya Jakarta, 22 Oktober 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar