BIRUNYA RINDUKU
By : Etin Rohaetin
Terdiam memaparkan bulan jatuh di pelukan malam
Tanpa terang tanpa guratan
Bening suara dendangan
Mengalun buahkan lamunan
Lelah dihantui mimpi nyaris mati
Tergantung di langit tak menapak bumi
Mengambang di tengah masa terlewati
Rindu yang purna
Beri aku indahnya rasa
Kutepiskan gundah bukalah tiraimu
Biarkan resah terbang bersama debu
Kutuangkan tintaku di lembar agenda
Aku belajar menuai manis akhiri mimpi
Sungguh kepadamu kelak kulabuhkan
Andai kasihmu nyata untukku
Rindu ini membiru
Bekasi, 03 Oktober 2021
AJARI AKU
Etin Rohaetin
Setelah sekian lama terlena
Ketika saja terbersit dalam benak
Saat kejenuhan melanda raga
Ingin rasanya kutumpahkan kecamuk
Namun tak ingin hadirkan kekejaman tutur
Biarkan jemariku menari mengisahkan
Sesuatu yang membebani nurani
Pada sebuah wadah leluasa 'ku berulah
Hingga tak sengaja tarian pena berkata
Pada pakem untaian indah berulang tereja
Entah mengapa aku terpana kagum terbuai
Terlintas sejenak ....
Khayalku melayang tak tumbang Merengkuh tutur pitutur beralur
Begitulah celoteh penaku pada jiwa
Yang tak pernah terima
Bahwa dirinya adalah perangkai kata
Membahana badai siratkan makna
Dan kalbuku lirih berucap penuh harap
Ajari aku duhai pujangga....
Sajak itu belum selesai kurangkai.
Bekasi, 27 Maret 2021
CELOTEH KAPUR TULIS, SPIDOL DAN TEKNOLOGI
Etin Rohaetin
Jari-jari mungil menyapa
Pinjamkan aku tinta purba
Menulis melukis cita meraih cahaya
Pada parafrasa putih terpotong-potong
Adalah menggaris jendela dunia
Membaca keterbatasan mengeja tanya
Tubuh remuk tak berbentuk berbubuk
Lalu, debu putih berceloteh:
Biarlah aku tepar terlempar dikepung bingar
Namun aku tak marah apalagi kecewa
Tubuhku kering ramping tak berdaging
Telah banyak kilauan mutiara digaris
Di tajam torehan warnaku berseri
Generasi-generasi yang berlari
Dan akhirnya semua berganti
Dunia pamerkan kecanggihan teknologi
Bersolek transisi bertransformasi cantik
Adalah futuristik dari tinta hitam
Si debu putih berpesan:
Aku hanyalah sebentuk kenangan
Satu yang tak boleh kalian lupakan
Bukti nyata hadirku sedari awal ciptakan cendikia
Harumkan bangsa di kancah dunia
Kapur tulis mengakhiri kisah miris
Spidol tersenyum manis
Dan teknologi berkompetisi di ujung lari
Bekasi, 6 Oktober 2021
AJARI AKU
Etin Rohaetin
Setelah sekian lama terlena
Ketika saja terbersit dalam benak
Saat kejenuhan melanda raga
Ingin rasanya kutumpahkan kecamuk
Namun tak ingin hadirkan kekejaman tutur
Biarkan jemariku menari mengisahkan
Sesuatu yang membebani nurani
Pada sebuah wadah leluasa 'ku berulah
Hingga tak sengaja tarian pena berkata
Pada pakem untaian indah berulang tereja
Entah mengapa aku terpana kagum terbuai
Terlintas sejenak ....
Khayalku melayang tak tumbang Merengkuh tutur pitutur beralur
Begitulah celoteh penaku pada jiwa
Yang tak pernah terima
Bahwa dirinya adalah perangkai kata
Membahana badai siratkan makna
Dan kalbuku lirih berucap penuh harap
Ajari aku duhai pujangga....
Sajak itu belum selesai kurangkai.
Bekasi, 27 Maret 2021
PERTARUNGAN
Etin Rohaetin
Oleh karena sebuah titah paduka
Tak mampu kugelengkan kepala menolaknya
Yang ada anggukan ragu mewakili cemasku
Mampukah aku mengemban amanah maha guru?
Ragaku seakan remuk kecamuk
Tanpa jeda mengolah makalah agar tak mentah
Berbekal semangat segenggam tekad membulat
Kulampaui jalan terjal berliku terus berpacu
Kubuang jemu berlagu lekat di langkahku
Lalu ....
Tak jarang suara sumbang menghadang
Bahkan diri pun larut carut marut nyaris mengkerut
Melihat begitu dahsyat geliat di arena debat
Tampilkan kehebatan gelagat setiap utusan
Riuh tepukan menggelegar penuhi ruangan
Dan aku berada pada dua kesempatan berjaya atau tumbang yang kelak kusandang?
Hanya sepotong doa keyakinan sebagai penopang
Reda sudah suara genderang perang tanda berakhir pertarungan
Tiada sabar menanti yang kelak berkumandang
Debar gemuruh berselimut peluh basahi tubuh
Menunggu hitungan tingkat mengecil berakhir
Aku tersentak sontak dari ketegangan
Ada namaku terbilang gamblang lantang
Dan aku tercengang
Bekasi, 28 Februari 2021
IBU MENITIP PUISI DI MATA CINTA
Duhai sayang harapan bunda seorang
Cinta ini bak mentari pagi terangi bumi
Tak lelah semangatimu sepanjang hari
Kubangunkan tubuh mungil berulangkali
: dulu kau bayi
Didekap selimut hangat dibungkus rapat
Bisik rayu mendarat lembut di telingamu
Berharap geliat jingkat memandu niat
Jadikanmu bertekad bulat
: berjalanlah!
Duhai sayang harapan bunda semata wayang
Lihatlah mentari pagi perlahan meninggi
Kau bangkit segera melangit
Buka mata buka telinga buka langkah
Buku dunia menanti kau eja
: kau tumbuh dewasa
Singsingkan lengan gandeng erat kemitraan
Hentakkan kaki gagah sejurus amanah
Biarkan cita berjibaku di ragam keunikan
Raih gemerlap menuju kemenangan
: berlarilah!
Duhai sayang harapan bunda sepanjang masa
Tataplah wajah bundamu, nak!
Ketika senja berpayung raga
Jerih peluh bersabung jantung
Menata hidup berbekal gigih kau raih
Adalah pundakmu bertarung
Dalam dekap bunda berharap;
Cucuku yang kutimang-timang
Melambung doa puja pada pencipta
Semoga masa depanmu gemilang nak
Bagaimana tirani darahku tak hilang
Satu pesan untukmu selalu
: camkan dalam-dalam!
Nak, bunda tak sanggup jika kau berpaling
Malang kau undang serupa Malin Kundang
Air susu ibu mengiring sepanjang jalan
Jangan balas air fitrah menuba
Kelak senja tiba di seraut wajah ibu tiada
Kembang setaman selimuti nisan
Basuh pusara ibu berurai air mata doa
Biar tenang bangkai berkalang tanah
Selimut putih jariyahmu yang ibu damba
Anakku? oh, buah hatiku
Setulus pinta di balik senyum purna
Ibumu menitip puisi di mata cinta
Bekasi, 12 Oktober 2021
MARI BERHITUNG NAK
Etin Rohaetin
Nak, buka lembaran putih itu
Kau tulis angka-angka
Bagi kurang kali dan tambah
Di mana pertanyaanmu?
Ibu menjawab dengan cinta
Satu ditambah satu: dua katamu
Adalah jawaban Ibu, tidak Nak
Bisa lebih khidmat
Tapi, kata Ibu adalah tiga
Tak mengajak kau tersesat
Sebab dua adalah fakta
Yang satu adalah logika kau cari!
Berkembangnya semantik futuristik
Maka berkembanglah Nak!
Seperti buah yang dibelah-belah
Berbagi tidak lagi ukurannya sama
Tetapi telah menjadi kreativitas
Jadilah kau anak cerdas
Angka-angka itu berkata
Memang aku adalah fakta
Al Khawarizmi telah menyumbangkan kecerdasan otak manusia
Maka bacalah!
Bekasi, 18 Oktober 2021
GELAS-GELAS KOSONG
Etin Rohaetin
Teko berkata
Aku adalah tubuh yang bertelaga
Berperigi mencucur tirta
Mendekatlah gelas kosong
Jika kau tak mampu beranjak
Diam sajalah
Teko bertanya
Sudah berapa lama kau membisu?
Duhai yang dahaga
Genggamlah gelas kosong itu
Bawalah dia menari
Dekatkan di bibirku
Dan cinta mengalir
Menyisir alur menghilir
Oase rasa sirna
Sebab kebekuan telah mencair
Ya, aku telaga rasa
Penyejuk hati yang gelisah
Dahagamu terlerai sudah
Teko selesai beramanah
Gelas-gelas itu basah
Bekasi, 17 Oktober 2021
SONATA YANG BERPANGGUNG
Etin Rohaetin
Jalanan berliku
Seperti tangga nada lagu
Kulalui kehidupan tanpa paksaan
Suara yang kudendangkan adalah
Partitur luhur mengalun merdu
Daun-daun menari
Embun bersembunyi di mataku
Asyik saja suara disumbangkan
Denting berdetak kaki berjingkrak
Beriring irama mozaik empat musim
Menyentuh sukma
Sonataku berpanggung
Sebentuk kidung memanggilmu
Dan aku berkisah melalui seriosa
Agar sepi berlabuh seremoni
Mari bernyanyi
Seperti matamu menatap tubuh lekuk
Di seluruh paras tak mengutuk
Ya, sonata yang berpanggung
Perpaduan rasa kau dan aku
Bekasi, 16 Oktober 2021
ETIN ROHAETIN |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar