Sepenggal kenangan sekedar cerita
Goresan samar buram
Dan putih senyum
Bertemu di kumal lipatan
Ada sejarah termaktub
Rentang panjang tentang waktu
Luka yang menguning karena tua
Disana tatap terpana
Ketika hati memandang takjub
Pikir menata setiap kenangan
Mengirim rindu lewat mata tanpa kejap
Terdiam karena semesta mengecil kerdil
Ingatan telah tuntas
Sisakan kosong yang asing
Foto kuletakkan di bufet berwarna kelupas
Gambarnya menatap bayangku lenyap dalam senyap
TITO SEMIAWAN
270621
----------<0>----------
BUNGA API MELETIK DI PERAPIAN
Lelatu meletik tinggalkan kobar
Sisakan bara berderak
Panasnya merajam kering
Perlahan jelaga naik
Menunggangi arus
Terpana di mulut cerobong tua
Berkejaran dengan asap
Menuju langit lepas
Lelatu berkedip lemah
Warnanya tersamar merah
Ikuti angin barat
Menerjang matahari
Naik turun terbawa sepoi
Sebelum panasnya padam
Sisakan duka abu
Dan jatuh di haribaan ibu bumi
TITO SEMIAWAN
270621
----------<0>----------
SETUA KETIKA MUDA
Ketika waktu berdebar liar
Langkah merambah dataran sejarah
Hati berdegup riang dan terpana
Laku menjejak lintasi batas aman
Siang kian panjang kerana bincang mengguncang
Malam menggantang mimpi di para usia
Jemari lentik memetik pucuk kesombongan
Sematkan pongah di tipis dada
Kaki kadang menginjak kubang
Paya kotor berlumur jebak
Lumpur memercik mata terpejam
Namun tekad injak onak singkirkan halang
Matahari lingsir panasnya mengerut kulit
Tahun sisakan garis jejak yang panjang
Kesadaran mencoba menoleh bayang
Hakikat hanya setua ketika muda
TITO SEMIAWAN
270621
----------<0>----------
PERNAHKAH KAU LIHAT HUJAN?
Pernahkah kau lihat hujan?
Di langit ia mengerang
Di bumi tenggelam
Membawa tarian gemericik
Menjadi tirai antara pandang
Menetap di kaca berembun
Berkejaran dengan basah
Asyik menabuh teritis dengan rintik
Membasuh kuning daun tua
Menggenangi halaman dengan harap
Menggenggam petir pada gelegar
Mengantar dingin tertiup angin
Menyimpan sisa kuyup malam
Dan getir putik buah
Merekah rahasia pada kelam
Di kuncup biji bertunas putih
Mencangking kabar jauh
Menyapa rindu yang kering
TITO SEMIAWAN
110721
----------<0>----------
BINCANG ANGIN
Datangmu teja temaram
Menari di pucuk daun tenggelam
Kucermati celotehmu di para senja
Kadang berdesir halus di beranda
Kabar telah lenyap kepak sayap
Jauh karena jarak yang senyap
Kebenaran tak lekang sebab derai
Secangkir kopi diteguk di tiap bisik
Satu ketika hembusannya mengajuk
Lain ketika berseru hingga menderu
Tapi helai tak lalai menyambangi
Sambil menebar melati wangi
Jika temani sore telah tunai
Angin mengibas halus pipi
Kemudian terbang melenggang
Tinggalkan aku, kopi dan lengang
TITO SEMIAWAN
110721
----------<0>----------
KEPADA IBU BUMI
Ketika kaki menginjak ranah belukar
Ibu menjadi bumi, keringat dan harap
Di mana pun jejak duka menuju
Bumi membasuhnya dengan air mata ibu
Ketika hati memilih senyap
Ibu merapal mantra bumi
Andai langkah bergegas dan sesat
Bumi tersungkur meratapi kasih ibu
Ketika kesah menggapai kaki langit
Ibu mendekap bumi yang miring
Semua kenang yang hilang terbilang
Bumi meruwat nasibnya dengan nasab ibu
Ketika arah menggores kembali
Ibu menabur doa dengan sesaji bumi
Setiap kata yang terlampir janji
Bumi tertunduk mengajuk kasih ibu
TITO SEMIAWAN
110721
----------<0>----------
IMPIAN KEBEBASAN YANG MEMATIKAN
Terkadang awan melukis diri melampaui imajinasi
Warnanya pun berubah-ubah sesuai sudut pandang
Dengan heroik mencuri warna emas milik matahari
Dan menyematkan putih pada biru langit
Dengan lembut selimuti bulan hingga sinarnya terbungkus rindu
Terkadang warna adalah kombinasi darah, kelam dan kilau kemilau
Membentuk busur pelangi di awan hujan
Simpulnya tertanam di awal mimpi
Dan ujungnya tenggelam di kubangan sekeruh lumpur
Terkadang jarak tertindih waktu hingga ruang berganti dengan lekas
Setiap fragmen tiada jeda hanya meloncat berpindah kisah
Waktu yang menindih tak pernah melewati mimpi
Hanya berkutat di penjara dimensi
Terkadang cerita sebagai monochrome yang sama
Ketakutan yang semakin sadis intensitasnya
Berbaur menjadi kenyataan setiap tualang
Menyisakan keringat dingin dan terperangkap di dasar khayal
Ketika mimpi yang bergerak liar telah kembali teduh
Mata belalakkan di gelap hangat kamar
Mencoba menangkap kelebat sinar yang mengedip di balik kelambu
Tubuh terbujur tiada gerak menolak setiap sinyal otak
Dada terasa menghimpit menahan tekanan beban
Nafas memburu karena sesak mencekik
Namun kesadaran penuh mengawasi setiap inci tubuh
TITO SEMIAWAN
040721
----------<0>----------
PERTAMA KALI KU LIHAT WAJAHMU
Kau duduk di ujung sofa tiada nyaman
Wajah tertunduk dan pandang mengurai lantai
Jari saling meremas menepis malu
Terlindung jilbab, tubuh mengerut
Melipat ruang tamu yang pucat lampu
Berusaha sembunyikan kikuk
Nduk, suara bariton Abah memecah
Bayi rewel minta tetek
Anak kecil bermain dan bertengkar
Berebut permen dan kue
Seorang wanita berkipas menyibak panas
Yang lain saling bercakap berbisik
Pria setengah tua gelisah
Seorang pemuda diam ditemani asap rokok
Kakak adik duduk bersanding
Bude dan Bulik membawa hantaran
Oom serta Tante bau parfum refill dan keringat
Semua terdiam dan tiba-tiba senyap
Dengan bersamaan mereka memandang ke satu arah
Nduk, ini Kangmas datang dengan keluarganya
Hendak nontoni kamu
Kenalkan mereka semua
Ini Kangmas calonku pilihan
Ayah dan ibu berdua
Sanak kadang dan kakak adik
Saudara, tetangga, sahabat
Perlahan kau mengangkat kepala
Mata tetap menatap petak lantai
Bibir terkatup ujungnya digigit
Wajah putihmu menyimpan malu
Beberapa lembar rambut mengintip
Dengan sedikit getar senyum
Kau pudarkan wajah seluruh ruang
Dan aku hanya bisa berucap
"Subhanallaah!!!"
TITO SEMIAWAN
040721
----------<0>----------
PADA MULANYA
Langit luas ditinggikan tiada tiang
Dikerubungi bintang terang gemilang
Bulan tua teriris sabit
Waktu kehilangan jejak, mengendap
Suara adalah malam yang kelam
Seorang lelaki, berwajah mulia bertubuh pualam
Matanya teduh pada pandang
Merah warna tangis rindu
Menatap dengan hati yang gelisah
Dalam diam dalam hening
Merenung sunyi menghitung sepi
Lelaki berwajah mulia diam
Memandang temaram dinding gua
Membunuh sepi dengan api kecil
Bayangnya bergerak ikuti kedip
Pikirannya menjelajahi beting
Meraih cipta dalam bening
Pikirnya memeta kaumnya
Tentang adab silang adatnya
Dimana dosa dan doa telah berselingkuh
Marah bersanding ramah
Kata melawan pedang
Tipu menjadi tujuan
Cinta membawa aib
Bayi perempuan dikubur bawa malu
Istri ayah di jima' senilai harta
Judi dan khamr sifat mendaging
Melacur budaya dan biasa
Mencari suami akibat undi
Bermegah dengan kosong sombong
Merawat tamu selayak raja
Menderma seolah angin lalu
Berucap bijak bestari
Nama menjadi pertaruhan bangga
Kabilah tumpah darah demi angkuh
Harga diri seutuh nyawa
Ketika tenggelam dalam lamunan pencarian
Mata batin menatap kebenaran asali
Tiba-tiba selarik sinar menerobos angkasa raya
Dengan sayap dewata menutup langit
Lelaki kudus melangkah anggun menuju gua
Ruh utusan Maha Benar
Ia melangkah dengan tetap menuju lelaki berwajah mulia
Di depannya Ia berdiri tegak dan berkata, "Bacalah!"
Dengan takut dan gemetar lelaki berwajah mulia menjawab,
"Aku tidak bisa membaca"
Sekali lagi lelaki kudus berkata ,"Bacalah!"
"Aku tak bisa membaca", tukas lelaki berwajah mulia sangsi
"Bacalah!"
"Aku tidak bisa membaca", tetap jawab tiada ubah
Tiba-tiba lelaki kudus melangkah
Dekati lelaki berwajah mulia
Lalu dipeluknya dengan erat
Hingga nafas tertahan
Keringat mengalir
Takut mengerut
Di dada lelaki berwajah mulia seolah mengalir
Bunyi surgawi menghujam hati
Kelapangan terasa pada pikir
Kudus malam itu ditoreh
Segala keindahan menjadi suci
Akal budi tunduk menerima wejang langit
Lelaki kudus utusan Maha Benar kemudian bersabda
"Bacalah! Dengan nama Rabbmu yang menciptakan"
"Menciptakan dari selapis kepal daging"
"Bacalah! demi kemuliaan Rabbmu"
"Dzat yang mengajarkan dengan perantaraan kalam"
"Mengajarkan hambaNya apa-apa yang belum dan tidak diketahuinya"
Takut dan gugup menjadikan diam
Debat hanya jawab pasti
Pengetahuan itu meluncur begitu saja pada lelaki berwajah mulia
Tiap hurufnya tertancap dalam di benak dan hati
Seperti bisikan nurani nirwana
Zarah Ilahiah penuhi atmosfer gua
Tiap ucap menjadi lekat di lidah
Tak ada hapus yang menghalang
Setelah genap ucap
Lelaki kudus terangkat ke langit
Diiringi percikan kemuliaan
Serta nafiri kerinduan surga
Dan sayap-sayap keindahan
Membentang sejauh semesta
Di dalam kekosongan yang khusyu
Lelaki berwajah mulia bergegas
Tinggalkan bekal, takut dan kejut
Berlari jauhi gua
Menuju peluk hangat istri tercinta
Perlindungan rumah nan aman
TITO SEMIAWAN
180721
GENGGAMLAH TANGANKU SEKEJAP
Genggamlah tanganku sekejap
Hangatnya ingatkan pergumulan rindu
Sepatah kata dua mengusik malu
Memberi rona jambon di tiap senyum
Likat hati menjadi getar
Mata tiada pandang menghadang
Tak langkah tinggal hadap
Hilang tanggalkan kenang
Genggamlah tanganku sekejap
Hari terasa paling siang
Malam lebih kelam menghujam
Kuncup tersirat harap ucap
Marah dan pertengkaran kecil tersua
Sebab cemburu bersanding senyum
Perhatian jadi rajut cumbu madu
Semua lapang segala terbilang
Genggamlah tanganku sekejap
Waktu tak bisa menghitung dirinya
Ketika hari saling mengasingkan
Sebab janji telah ucap tiada rawat
Malam tetap tanpa bintang
Sibuk adalah mantra pamungkas
Mengurai anyaman cinta
Jadi serpihan rutinitas yang menggigit
Genggamlah tanganku sekejap
Mari kita memandang untuk terakhir
Sebelum bayang jauhi hari
Mencari benar yang asing
Tinggalkan koyakan kecewa
Tentukan arah pedih
Tempat kenang hati dan luka
Dan lepaslah genggammu selamanya
TITO SEMIAWAN
250721
----------<0>----------
BERDIRI DALAM HUJAN
Wajahku terpapar kelabu hujan
Derasnya menyingkap hingga teritis
Asar melingkupi langit kota
Dan azan terhalang lintasi mihrab
Titik air merajam kulit, pedas
Merintih di atap yang sirap
Amarah langit muntahkan silau petir
Hujan meredam, kenang menghilang
Sekian waktu langit telah teralir getir
Kelabu tiada beranjak karena senja
tembok menggigil memeluk percik menitik
Aku melangkah tinggalkan gerimis sendiri
TITO SEMIAWAN
250721
----------<0>----------
TITO SEMIAWAN |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar