purnama merupa di wajah anggun
aku tertegun
dan rambutmu tergerai angin
aku ingin bermain
meloncat mataku memandangmu
pada busung bersarung renda
di balik terali jariku bernoda
sepintas birahi tak mampu kututupi
andai jengkol tua itu bisa kupetik
kurebus pipih lalu kupecak
sebentuk belut bergayut
seleraku terbuka
lapar lahap kurang ajar
aku terlelap
di mana sarungku tertinggal
linglung sekejap berkhayal
nakalku tergoda
pada lenggokmu hawa
Romy Sastra
Jakarta, 1721
MILAD YANG KUSEMBUNYIKAN
Romy Sastra
pundak memikul beban kehidupan
perjalanan adalah kenduri sunyi tuju destinasi
tubuhku sarat rapuh seperti tunggul
: perlahan runtuh
aku membaca perihal umur
merayap-rayap di hujung jari
sudah berapa lama cicipi hidangan suratan?
setengah abad meminjam dunia
kelak pulang memikul derita
ataukah memeluk jariyah yang disimpan sedari baligh
telapak tangan jadi saksi pengabdian
di masa tiba hari ulang tahunku bertanya:
memoar diri kusembunyikan
aku bermadah puisi pada tatapan sunyi
deretan tangga-tangga umur dijejaki
terasa payah melaju, kereta hampir tiba
aku tak punya kue tart lezat
dan lilin berwarna di meja penjamuan
dan juga tak punya bunga-bunga indah
untuk dipersembahkan di hari ulang tahunku
sedangkan lilin di tangan ini
sudah terlebih dulu leleh
aku hanya bisa merangkai bait-bait patah
tak bermakna di dinding maya
sebab bunga pemberian darimu tak ada
ataukah layu sudah?
doa-doa ikhlas bertarung di bilik hati
sejurus iktibar seyakin ikhtiar
menempuh sisa umur kian sarat
dan daun-daunku gugur satu-satu
aku menunggumu mahabbah
Jakarta, 15 Juli 2021
OBITUARI JEMBATAN RATAPAN IBU
Romy Sastra
Kurangkai kisahmu pejuang, senja itu lampu togok baru dinyalakan, sebait doa dilafalkan keharibaan. Tuhan, perang ini adalah pembebasan negeriku menuju kemerdekaan dari penjajah. Lalu ditiup bambu runcing dalam hening yang geming menuju puncak keyakinan. Peluh mengaliri kolam pori menerobos malam menandakan jihad akan dimulai.
Si Buyung terhuyung berjalan memanggul bambu runcing, berkawan pasukan diiringi bayangan diri di setiap jejak langkah adalah Allah, Allah, Allah... Allahu Akbar...!! Kisah bapak dan anak bergerilya seiring riak sungai Batang Agam yang tenang, tiba-tiba bergejolak di hulu mengaliri jantung-jantung kehidupan di bumi Minang sepanjang alur menghilir subur tak surut bertempur meski akan gugur
Panji tauhid dikibarkan di lidah tak patah bersimpul tinta darah yang tumpah. Dadanya koyak adalah palkah arungi segara kematian. Pejuang itu akhirnya sahid di ujung bedil serdadu ditembusi mesiu, tubuhnya ambruk tangis pecah bersimbah air mata di atas jembatan kisah disematkan. Dayu pilu dan pekik yang rentak membakar semangat Payakumbuh nan tumbuh dari juang yang berpulang ke ranah tak berpaling taburkan bunga di pembaringan sejarah
Kisah dibentang togok tak padam membaca silam. Sejarah itu tentangmu obituari pejuang dan 'Jembatan Ratapan Ibu' yang kokoh sepanjang zaman, aku runduk mengenang.
Jakarta, 12-12-2020
TAKZIM
Sin ... aku bertanya pada gelombang magnet berarus di jemarku. Kutempelkan logam mulia bermata pisau menoreh sebilah lidah bersabda suci: Ya, Hu.... Wahyu mencatatkan perjalanan Mim mengisi ruh semesta mewujud, Ya.
Nun ... cahayamu sebentuk kristal berpendar, bermula dari sejatinya Awas. Menyorot fanaku sadar menyaksikan gerbang Kekasih sebelum aku daim. Tatapanku takzim mengaminkan rindunya pertemuan di ruang batin.
Alif Lam Mim
kupinjam tongkatmu semalam
Aku karam....
Romy Sastra
Jakarta, 10 Juli 2021
EDUKASI BERHANTU
perjalanan dunia
menyimpan catatan zaman
sejarah mencatat luka-luka dan air mata
peperangan membingungkan
wabah pandemi menjadi-jadi
grafik tak lagi menghitung ujung jari
tentang seberapa banyak yang korban?
tukang jagal menghantui di balik pintu
musuh tak kelihatan
debar-debar ketakutan setiap negeri
kawalan demi kawalan menjadi edukasi:
stay-at-home, work from home, pray from home
physical distancing, and new normal, ppkm
rakyat diperintah mematuhi aturan
patuh diikat bak kerbau melenguh
mengajak kita bisa lawan corona
duduk di rumah sementara waktu
ikuti saja edkuasi berhantu
biarkan badai berlalu
dan semestinya musibah jadi renungan
mengajarkan umat manusia waspada
mengajarkan arti peduli, berbagi, bersuci
aku hanyut tafakur diri menuju mata hati
memohon ya, ilahi; enyahlah pandemi!
Romy Sastra
Jakarta, 24 Juli 2021
PALKAMU KUPINJAM
nakhoda ... izin geladak kapalmu kutumpang
memandang segara damai berdansa
aku tahu, layaran itu tak mudah
adakala badai kecamuk ombak mengamuk
aku tak resah
nakhoda ... cintamu berpalka mengarung cita
sepanjang kisah di dermaga
adalah generasi yang tangguh pengganti
di mana uzur berhias mahkota dua warna
arus bersilih
nakhoda ... palkamu kupinjam
jika sudi kau, aku membagi waktu
jelajahi warna biru di bening rasa
dan senyuman laut seganding muara
adalah kasih bertaut tak menjurus mabuk
nakhoda ... sudilah kiranya
pinjaman itu tak kupulangkan
sebab impianku tak sudah di selimut malam
aku mengabdi dan karam
Romy Sastra
Jakarta, 22 Juli 2021
BUMI YANG TERGADAI
seawal iktibar digelar peradaban berpendar
di tanah purba tak berpenghuni
bulan meminjam cahaya pada matahari tiba-tba buku bermenung di kepala pengkaji
tanah archaeikum menantang terik berevolusi
prokariot disorot iklim adalah kehidupan -
berjalan menggenggam sebongkah embrio
seiring sabda menuju bumi berkisah arah:
alam bernisbi sejurus sungsang
batang tumbuh tumbang tunggul berjamur
palkah temukan kaum berlayar
bersandar teknologi di perjamuan mabuk
geming menilik sunyi yang gemilang
sekilas menengok ke belakang tentang -
sejarah silam merungkai masa depan
menggenggam android
bumi ini kecil tergadai
tatapan hampa pada megah-megah
tuhan bermahkota warna dipuja lupa muasal
padahal hu dzatullah mencipta tak sia-sia
sedari awal - akhir cinta dihantui apokaliptik
mesin pembunuh menabur maut lalu musnah
kelak kau dan aku berpisah kita ada di mana?
aku menemukan tongkat makrifat
taklah debu menangis, alif itu kupegang.
Romy Sastra
Jakarta, 17 Juli 2021
LONCENG KEMATIAN
Karya Romy Sastra
Deru ruh gelisah diam membisu
kala takdir hayat terhenti pada janji
lonceng kematian akan tiba di liang rongga
lonceng tak berdenging diam sudah
satu persatu ruh di badan luruh
mendahului kematian segala tubuh
ruh tunggal akhir kepergian
meninggalkan bangkai
Liang sami' sunyi
kelopak mata melotot
netra bathin tak lagi berkerlip
gunung Thursina ciut kerontang
ari disentuh bak salju tergelincir pilu
dahaga alang kepalang meminta air idaman
selera makan lahap tak lagi tertelan
yang dimakan bayang-bayang
Lonceng kematian, menakutkan
El-maut tak kenal hiba
rupanya merontokkan bulu roma
kerjanya seperti menghempas gunung merapi
memuntahkan lahar ke segala nadi
takut, sungguh menakutkan
ke mana lolongan pedih berlari
se-isi bumi masa bodo
berharap tetesan doa ahlul bait membisik
tak jua tertolong
lonceng kematian tetap jua terjadi
HR RoS
Jakarta, 02012017
JENDELA SAHABAT NAN INDAH
Karya Romy Sastra
Daun-daun kering menatap senja
setangkai bunga di ambang embun
pelangi jingga menitip kilau
rona-rona mempesona jiwa
damai melingkari mayapada
Bertanya kicauan pada rama-rama
terbanglah berayun riang bersama kami
sebentar lagi terik meredup
putri malu buka tabir kehijauan
simponikan kedamaian senja pada malahayati
meski kehadirannya semu
tapi ia menitip rasa bersama embun.
Embun mengurai lembayung
di atas tetesan daun
pelangi berlalu,
koloni embun syahdu di atas daun keladi
walau seketika akan terjatuh
tetesan menyirami bumi dengan air cinta
Desah senja melukis rasa
bersama tinta
kupuisikan saja secarik madah lewat sastra
ketika resah membungkam luah
dimanakah ruhani puisi dipusarakan
tak lagi dimaknakan
Satu pesan cinta
lewat jendela puisi senja ini
genggamlah rasa toleransi,
satu cinta, satu hati, satu kasih
bersemi ke lubuk hati
dalam pigura kasih sayang
sesama insan.
"Yuukk, kita berbimbing tangan...
HR RoS
Jkt, 30122016
MENGGAPAI BINTANG DI BALIK AWAN
Oleh Romy Sastra
Hidup bak berjalan di atas lumpur
mengejar kembang teratai
nan tumbuh subur di atas air
semakin melangkah kaki kian terkulai
Teratai tumbuh indah, sayangnya,
akar tak berpegangan ke dasar tanah
ketika banjir melanda
teratai itu,
ikut pula berenang ke muara.
Hidup bagaikan musafir di sahara tandus
haus,
obsesi terkikis tergerus nasib
satu cemeti terselip di hati ini
ialah keyakinan iman
menggapai bintang-bintang malam
meski malam tak berembulan
purnama redup di balik awan
Tinta sastra terhempas
di lingkaran kebimbangan masa depan
jalan mana kan kutempuh semua arah buntu
Jakarta berjuta kerlip tebar pesona
menjanjikan intan berlian di sisi mereka
kupetik hanya sebongkah suasa
berharap sepuhan jadi emas permata
Kapan bintang jatuh di tangan
genggaman seakan enggan menadah
biarkan peluh bermandi luka
asal maruah tak tergadai begitu saja.
HR RoS
Jakarta, 30-12-2016
PADA SUATU SENJA DI DERMAGA TELUK BAYUR
Karya Romy Sastra
Di dermaga rindu tangis pecah
tinggalkan ranah bunda
sedih ditikam senja
kala layar bersiar laju menuju riak
lambaian nahkoda isyaratkan kepergian
irama camar bersiulan
titipkan pesan pada angin malam.
Dermaga pun tak lagi tampak di kejauhan
sayup-sayup kutatapi bendera menari
iringi kepergian kapal melaju
ke samudera biru.
Gejolak jiwa terpana
gundah meretas samudera, seketika pilu.
Terpaku, ranah bunda memanggilku.
Jiwa tertahan di antara simalakama
terus berlalu ataukah kembali pulang
sedih menikam kalbu.
Nyiur melambai di pesisir pantai
seakan iringi kepergian nahkoda itu
camar bersiul mencicit perit
merayu memanggil kelana, kembalilah ke tanah bunda wahai darah muda!"
Bisik sang bayu semilir lirih
Biarkan takdir berlalu
senja jingga lenakan tubuh dibuai gelombang menghadang.
"Sapa sang kidung malam berdendang,
"Ooi... Ranah Minang nan denai cinto,
larek sansai di tanah Jao
jaan tapian nan ditangisi
bialah rantau den pajauah.
Pada suatu senja di Teluk Bayur permai
saksi sejarah perjalanan si anak dagang
ketika asa cinta nan dulu pernah diungkai
terbangkalai sudah,
tak tahu rimbanya sampai saat ini
asmara hilang ditelan bayangan gelombang.
Teluk Bayur di pesisir pantai Sumatera Barat
saksi sejarah dermaga tua dari zaman penjajah
dalam era peradaban cinta Siti Nurbaya.
Dermaga tua jadi saksi memori rindu
sebuah rindu yang kini tak lagi dijumpai
memori nan berlalu telah membisu
tinta bermadah di kertas maya
kupuisikan sebuah history
dalam lamunan di kesendirian hati
melukis sastra sisa-sisa cerita yang tak sudah
Ketika masa remaja mengikat kasih
pergi tinggalkan pantai barat Sumatera melaju ke tanah Jawa
memori titipkan sejarah tak bermakna.
Selamat tinggal teluk bayur permai
kudatangi dikau kembali
menyapa kenangan lewat tinta ini....
HR RoS
Jakarta,29122016
SAJAK SASTRA GITA PELANGI
Karya Romy Sastra
i
tunggul tua melapuk berdebu,
bertahun-tahun ditebas ditinggal pergi
rela lebur dimakan waktu,
bias perlahan diterpa bayu,
meski tunas tak berganti,
organik di batang berharap suburkan ladang,
sedih menyapa riuh burung murai bernyanyi
tinggalkan benih noda tapi suci pada takdir gersang berharap subur,
siklus tunas nan enggan tumbuh, hanya berganti jamur-jamur cendawan
penghias sepi walau tak menarik
ii
pada poetry jiwa kabarkan pesan seni
teruntuk punggawa sastrawan sastrawati
lencana seremonial seni tak berarti
di pundak regenerasi terima sajalah
penghibur rasa pada tinta sastra nan rela
aksara luah menjulang ke langit tinggi
tak bertangga menembus kosmik jiwa
iii
sadari,
ketika angkasa berpelangi
koloni awan nan berarak,
jangan enggan menitik basahi gersang
lama sudah menghadang,
ilalang nan bertahun-tahun dahaga
tetap hidup tak lekang dengan panas
tak lapuk ditingkah hujan
tak mati meski kering kerontang
iv
berguru pada semut merah nan beriring jalan
seiya sekata saling menyapa tak menikam maruah
bersama meruntuhkan gunung
tak menimbulkan bencana
bergandeng tangan
ciptakan istana nan megah
tak ingin menyakiti diganggu membela diri
v
sastra gita pelangi menitip bahasa seni
sastra cinta bersemi
tak melebar cerita gombal suatu hati,
melainkan menghibur pada banyak hati
yang mau memahami rasa puisi saja
tak menggadaikan ego semaunya
membiarkan alur ke hilir menuju muara
vi
warna-warni bianglala jingga adalah simponi gesekan dentingan biola kearifan sabda nada alam gemuruh riuh bangunkan pertapaan Dewi menyulang banyu di pemandian mistik aromakan kembang melati
vii
sastra gita pelangiku memadah kiasan
saling berbagi tanpa pamrih
bak air mengalir tak ingin kering
disauk musafir alam
bak embusan angin sepoikan dedaunan
meski dahan kan patah
ranting-ranting berjatuhan
viii
menari riak seayun ombak
tak menikam perahu
meski badai datang menerpa samudera
jangan tangisi nahkoda melepas sauh,
bukan ia menakuti pelayaran kan oleng
waspada diri jubah kearifan ilmu pengetahuannya,
jangan sampai laju doa tenggelam
sebelum cemas sirna tiba di dermaga
ix
kita nikmati sajalah liukan nyiur di pantai
berhias menambah hembusan
camar-camar bernyanyi kepakan sayap
tarikan gemulai menari di dada sagara
meski panggung tak berpenonton ceria
x
terdiam menatap barisan pasir membentang
tak berujung tumpang tindih
tak menyalahkan satu sama lain
berdamai pada poetry rasa
ia gesekan poetry sabda maha jiwa
HR RoS
Jakarta,28122016
HITAM DI ANTARA KERLIP
Oleh Romy Sastra
Hitam dalam temaram
khayalkan sesuatu angan
bunga tak berputik jadi buah
bayang-bayang penghias rasa saja.
Cerita hidup yang tak mungkin dilupakan
konsep manajemen Tuhan
meski kelam kian kelam
kerlip hati,
terangi pekat dalam diri
berharap,
hadirnya secercah cahaya dalam diam.
Tatapan yang pasrah tapi tak rela
menitip asa bisu pada sastra puisi tak diakui
"Aahh,
biarlah cerita mainan mimpi saja
tak mengapa....
HR RoS
Jkt,28122016
LAJU UJUNG JALAN
Karya Romy Sastra
Jalan hidup nan pernah dilalui
setumpuk beban di pundak merintih,
walau berat dipikul tersenyum,
tersisa cerita pada lembaran memori.
Singgah di persimpangan sesaat
seakan tersesat pada pilihan membayangi
jalan itu hanyalah hayalan mimpi
mimpi yang tak terurai
terbengkalainya jenjang study
mendewasakan diri langkah tertatih.
Kekinian,
adalah takdir yang pasti
nikmati saja yang real jangan kotori
pada pilihan hati,
tak ingin terjebak konsep fatalis
berdamai bersama laju azali
apa yang terjadi,
jadikan segala aktiviti ibadah saja.
Karena hidup ini kan berakhir
ujung jalan di depan menganga
jangan sampai tergelincir
berpegang pada keyakinan terarah.
Tongkat keimanan melaju
pada pikir dan hati
rasa yang jujur meski pahit ditelan manis
berharap berbuah cerita
jadi bibit tirani yang bersahaja
waspada harga terindah....
HR RoS
Jakarta, 28122016
DASAWARSA USIA
By Romy Sastra
Empat dasawarsa usia jejaki dunia
2017 di ambang selamat datang
tinggalkan kenangan 2016.
Lembaran demi lembaran diri
membentang semenjak lahir
hingga di kepagian hari
menempuh senja menanti jingga
Saat ini,
dawai biola hidup
masih mengalun merdu
petikan irama kasih
dari maha pengasih.
Perjalanan diri
mengintai hari
cabaran demi cabaran
kubingkai ke dalam mimpi
jadikan sebuah history.
Mimpi demi mimpi telah usai
terbangun dari lelap nan sekejap
opera impian diri hanyalah keniscayaan
bukan hayalan malam
asa obsesi tetap jadi memori.
Kini,
gita usia berada di ujung tanduk
masa senja merona jingga
bekal selimut kubur tak jua diraih
sedangkan,
story memori telah jauh berlalu pergi
dan tak akan mungkin kembali lagi.
"Ya,
satu nan diharapkan sebuah kepastian
kesetiaan hidup dalam amal
pelipur lara di akhirat nanti.
Realiti asa setialah menempuh senja
sampai menutup mata
meski hidup ini seribu tahun lagi
ataukah esok hari,
kita pulang ke kampung halaman abadi.
HR RoS
Jakarta, 27122016
SASTRA GELISAH
By Romy Sastra
Gelisah menikam resah
tinta alam pudarkan senja
pikiran linglung menuai bingung
tubuh lunglai tak berdaya
jerih di urat nadi
hampir tak berdenyut.
Ada apa gerangan ini wahai sebab
sendiri tertanya diam tak tahu
entah lelah ataukah? "Uuhh..."
Malam ini,
dungu menyulam bisu
biarkan aksara tubuh
berselimut debar tak menentu.
Pada suatu warta bayu
menembus sepoi energikan rindu
pada sesuatu jejak tak terpijak
tersentuh tak teraba
bayang-bayang kisah perlahan menari pergi
pergilah dikau kan pergi
rela laju tak seiring jalan.
Berkaca lamunan pada sejarah
tertunai kearifan realiti diri
nan pernah mengusik resah
menuai bingung
mencoba tersenyum saja
berharap semangat terbarukan
menatap esok pagi
mentari kan menyinari kembali
Kidung syair nyanyikan sepi
lewat nada puisi
storykan semut merah menyapa mesra
nan berbaris di dinding setia
gita beriringlah bersama tinta
bergandeng tangan menyapa sastra....
HR RoS
Jkt, 26,12,2016
HARMONI LEMBARAN MIMPI
Karya Romy Sastra
Kidung malam membungkam bisu
lembaran hayal kuputar
dentingan jam dinding, tiingg....
Buka lipatan sajadah malam
dalam malam bersujud tahajud
kudekap mihrab iman
roda napas berjalan
sampai di penghujung jalan.
Lelah pasrah lelap bertasbih
harmonikan mimpi indah
menghalau lembah sunyi.
Lelap nan bermakna ibadah
dalam genggaman Illahi Rabbi
puja-puji selimut tidur
peraduan lembut dalam sukmaku
bersemayam bersama awasnya Dia
izinkan tubuh linglung lunglai
menggapai maha daya cinta.
Puji asyik,
tercipta di keheningan religi malam
malam nan nikmat bersetubuh rindu
bercinta bersamaNya
IA maha kekasih itu....
HR RoS
Jkt, 26122016
GEJOLAK RINDU SEMUSIM SALJU
By Romy Sastra
rindu semusim salju
hadir menyapa
menunggu dikau
di balik jendela hati
yang merindu masih belum bertamu
di sini,
putik bunga cinta merekah
menanti dikau kekasih
di taman asmara
kasih,
lihatlah di ranting cemara itu
bertengger merpati putih
dalam ayunan bayu
menyulam rindu
bersiul mengikrar kata
tak akan mengingkari janji
bunga cemara menghiasi salju
dalam sepoinya rindu
adakah gelora rindumu untukku
bergejolak di kejauhan bisu
labuhkan saja cinta di peraduan kasih
dermaga janji bertemu antara dua hati
setia menempuh bahtera
meski tenggelam bagaikan kisah
Romeo dan Juliet
kasih,
datanglah sesaat saja dalam lamunan
dekaplah tubuhku ini
biar kurasakan kehangatan geloramu
kecupan bibir merah bercinta
meski beradu dalam mimpi
mimpi indah bersamamu
setia kasih dalam noktah hati
untukmu selamanya
nan tercinta ilusi puisi saja
HR RoS
Jakarta, 09-01-2017
GENOSIDA UMAT DI BUMI SYIRIA
Karya Romy Sastra
Air mata mereka tak lagi bening
tapi sudah darah,
tubuhnya sudah kering
tidak lagi bernyawa,
tanah yang diberkahi telah tandus
sudah dibumi-hanguskan.
Haus lapar sampai pada kematian
obat-obatan semua diboikot
pemimpin di sana tidak lagi punya jiwa
sudah watak serigala.
Pembunuhan,
kejam brutal biadab tak lagi manusiawi.
Homo homini lupus,
manusia adalah serigala bagi manusia yang lainnya.
Ya Allah
Kerukunan itu telah musnah
perbedaan ideologi antara Suni dan Syiah,
di manakah kedamaianmu kini
oh, Suriah?
Kompleks kepentingan merajalela
hipokrit dunia ketiga menikam dari belakang
efek politik keserakahan musang berbulu domba
bak binatang buas di hutan belantara
siapa yang kuat dia berkuasa.
Duh, pemimpin Perserikatan Bangsa-Bangsa
di mana telingamu kini,
seakan tuli.
Kenapa lembagamu lemah tak berdaya,
dikau melihat media seakan buta
pelayananmu hanya seremonial saja
tak menyentuh ranah perdamaian
tindakkanmu,
seperti pecundang pasang kuda-kuda.
Robohkan saja gedung putih itu
karena tak lagi berfungsi dengan semestinya.
Kini,
jeritan umat di Suriah pilu
kehidupannya terhempas ke jurang yang terdalam
menakutkan.
GENOSIDA, pembantaian di mana-mana
tak lagi punya nurani
tak berprikemanusiaan,
hanya karena sebuah jabatan
tak kau pikirkan balasan Tuhan.
Politik binatang telah membutakan akidah
adakah engkau Dajjal-Dajjal itu?
Menangis sang utusan di makam suci
ia tak bisa berbuat apa apa
padahal sang Nabi,
menitipkan hukum risalah Illahi yang harus dipedomani.
Berdamailah kau kini,
wahai Suni dan Syiah
jangan ikuti alur history Iblis
kau manusia punya hati....
HR RoS
Jakarta, 08-01-2017
SANG UTUSAN
Karya Romy Sastra
aliran jiwa
urat nadi bernyawa
magenta warna darah merah
sempurna insan kamil unsur tubuh bersatu anasir hidup manusia
Adam
khalifah
di dunia
bapak segala tubuh Nabi
HR RoS
Jakarta, 07-01-2017
(Campuran kata dan suku kata)
LUKISAN MALAM
Oleh Romy Sastra
Malam ini syahdu
kuraih secarik kertas putih
lukiskan aksara malam
diam dalam kelam
merindukan kenangan
Menyusun bisikkan bathin
ke kawah rasa
rindu menikam pilu
terluah di kesendirian
meskipun hamparan malam
berkabut bisu dalam tatapan
Pada alam nan sunyi
sejuk tubuh bermandi embun
mendung melingkari galaxi
butir-butir kejora
yang biasa menampakkan kerlip
telah hilang di balik awan
Lukisan malam tak bergambar
merupa rasa ke dalam tinta
syairkan senandung riuh pada bayu
kejora redup
malam temaram kian kelam
tak berpurnama mendung sudah
Lukisan malam bias tak berkenyataan
kanvas pudar magenta jiwa buyar
cakrawala bertabuh dentuman
pertanda akan turun hujan
takut berselimut dingin
malam kian mencekam
menakutkanku
lukisan malam angan-angan
HR RoS
Jkt, 07012017
BERLAYAR RINDU
Karya Romy Sastra
Tutup lubang dunia
ia jendela penggoda
kenali rumah sejati
temui kematian
hingga wafat tak berkafan
Makam diri bercahaya megah
nisan berasma cinta
tak lelah menggali tanah
liang sembilan pasungkan
getar nadi jangan hiraukan
hingga sesak sekejap jangan risau
di sana pintu maha hidup menyapa.
Bukalah dada asmara
leburkan ego di tiang ampunan
rengkuh rasa sentuh awasNya
Ia magnet menuntun usaha tak sia-sia
tak berjarak sedikitpun dari yang ada
bercumbu di setiap pesta
panggung kerlip tak berlilin
merona seperti purnama
Bercinta bersama kekasih sejati
dalam kelambu rindu
detik-detik memandu laju
dengan kereta kencana tak berkuda
terbang tinggi membubung
bersayap aurora cinta
langit dan bumi bersatu di dagu
Ia menyelimuti ruang dan waktu
Ingin tahu mutiara terindah
jangan takut dalamnya sagara
berlayarlah, hingga fana
telanjangi jiwa jangan bernafsu
biarkan bidadari menyapa menggoda
Renangi saja tanpa ragu-ragu
pakai tongkat petunjuk jalan
biar tak tersesat bertamu
ke dalam istana tak berkaca
kemilau bertumpuk dalam tatapan
tak runtuh di himpit nafsu
mandilah dengan tirta cahaya terindah
nafs diri pasrah bersatu padu pada tajali itu
HR RoS
Jakarta, 06-01-2017
SETANGKAI KEMBANG RINDU
Karya Romy Sastra
Seribu satu cerita telah kuluahkan
memetik sebuah kisah
yang takkan mungkin kulupakan
Pada setangkai nan merekah
menitip aroma wangi
sekuntum bunga berseri
satu kelopak jatuh ke bumi
mencium hanyirnya jejak musafir
Baru saja kemaren
simphoni rindu kudendangkan
kini,
nada rindu itu telah sumbang
pada sebuah keadaan
yang sulit dimengerti karena berjauhan.
Bila cintaku adalah deritamu
maka campakkan noktah hati ini ke samudera terjauh
biarlah riak gelombang menenggelamkan jejak layaran mimpi
Ketika luka hati tak berdarah
menitis sebak derai airmata
jadikan ia embun 'tuk membasuh laramu
Setangkai kembang rindu
kau bungkam ke dalam lamunan sepi
jangan kau anggap wanginya
sebuah kepalsuan bingkai kekasih
kenapa dikau layu suburlah
jadilah penghibur setia musafir rindu
bersemilah cinta, mekar selalu....
HR RoS
Jakarta, 06,01,2017
KISI-KISI YANG TERSISIH
Karya Romy Sastra
Mengais asa di sisi peraduan mimpi
jerih,
Malam telah bertamu membawa serpihan
rinai,
Duduk sejenak di sandaran hati
diam,
Memandang langit masih berarak
sebak,
Samudera beriak diterpa bayu
gamang,
Pelayaran oleng ke dermaga tepi
sayup-sayup sampai.
Telah kularung tinta seperti magenta
pelangi,
Tuliskan syair-syair puisi pada maya
bercerita,
Senandungkan lagu memori
resah,
Mencoba mengukur bayangan diri
Walau tak pernah sama dalam kisi-kisi hati
Roda waktu mengilas masa tentang impian
Tenggelam sudah ke dalam catatan kelam
seperti malam tak berembulan
Lepas yang semu berlalulah
Sisa-sisa obsesi menganyam realiti
Hingga ke ujung usia
Berbakti saja pada suratan takdir
selamanya....
HR RoS
Jakarta, 05012017
PIGURA TINTA FATAMORGANA
Karya Romy Sastra
Melukis di atas air
kanvaskan rupa diri
bertinta rasa
Terlukis wajah-wajah nan indah
merona syahdu
rupa ini,
di bingkai banyu
tergambar tak merealiti dalam sukmaku
Hayal menatap jauh
ke lubuk hati yang terdalam
rasa gundah,
tak kutemukan warna cinta
dalam pigura kancah telaga
Berlari dan terus berlari
mengejar bayangan diri
kakiku tersandung
langkah seketika terhenti
Di sudut senja,
tak kutemukan warna pelangi
telah lelah diri,
pasrah mewujud
di singgasana senja ini
Ke mana kan kubawa lara
telah lama lara kularung
ke dalam belantara doa
Bisikkan sang bunian jiwa
menyadarkanku pada suatu petunjuk,
berhentilah dikau berkelana
wahai sang pujangga hati
Padahal yang kau cari
sudah ada di depan mata
Genggamlah gita pelangi duniamu
walau ronanya hanya sesaat saja
tapi ia indah untuk dinikmati
bersama noktah cinta itu
Dalam hening,
sekejap melukis bayang
kugoreskan tinta hati
ke dalam kertas bermadah rasa
kidungkan syair-syair rasa
yang tak kunjung merupa
HR RoS
Jakarta, 5-1-2017
MATI DI DALAM HIDUP MENCARINYA
Karya Romy Sastra
Mendaki gunung tertinggi
menurun terjal lembah sunyi
singkirkan semak belukar
kerikil bebatuan menusuk jejak perih
lalui saja!
Dahaga meminum asma cinta
lapar terasa kenyang menganyam yakin
lewat tasbih memandu laju
mabuk bersenandung asmara kasih
di altar religi sufi
asyik bercumbu bersama diri
Kala cinta berselimut duka
jangan risau
kasihNya takkan ke mana
kala rindu menikam pilu
jangan merajuk
sayangNya tak terkira
kala dosa sebesar dunia
bertobatlah!
ampunanNya melebihi bumi dan arasy
Tuhan
telah aku jalani perjalanan hari
tak kutemukan jejak abadi
aku mati mencariMu
dalam tajali jejak wali maha nyata sekali
kukejar Engkau,
Dikau menghampiri dengan berlari
aku terpesona cinta
terbungkus kafan kalimah cahayaNya.
HR RoS
Jkt,04012017
SEJARAH
Karya Romy Sastra
#Format Subuh
Adam Hawa
Tercampak dari Surga Allah
Karena dosa tergoda Iblis
Menyesali tiada guna
Bertobat meminta pengampunan diri
#Format Zhuhur
Teguhnya iman dan tauhid
Ibrahim tak terbakar api
Api padam seketika
Wahyu turun perintahkan salat
Salat kewajiban
#Format Ashar
Nabi Yunus dimakan ikan
Ikan itu mati
Nabi Yunus selamatkan diri
Bersatunya badan
Asal usul kejadian salat
#Format Maghrib
Nuh ditimpa banjir
Anak istri tak tertolong
Karena kafir
Nabi bertobat banjir surut
Sempurnanya hidung dan mulut
#Format Isya
Derita Musa kalah perang
Harkiya menang
Nabi susah wahyu turun
Perintahkan salat prajurit teguh
Kemenangan umat diraih
HR-RoS
Jakarta,04.01.2017
Catatan kaki: menurut sebagian pengamat sejarah, asal-usul kejadian salat Maghrib awalnya juga dari Nabi Isa as, wallahu'alam bswb.
SKETSA TETESAN DARAH CINTA
Karya Romy Sastra
Pertemuan sebuah rasa
membuncah asyik,
membulir makraj makraj cinta
dalam cumbu asmaradana
membuai sayang
terlena jerih di puncak kasih
Fitrah bersabda dalam qolam,
sari rasa bersemayam bersama sulbi
tetesan darah cinta berkoloni ke dalam garbah.
Bersatunya wadi, madi, mani, manigkem
dikontak oleh rahmatan Nur Murhammad
jadikan si jabang bayi
berjanji kan mengabdi
Satu langkah insani berada ke dalam syurga
memuji menyapa cinta bertasbih
Menitis ke dunia menjadi khalifah
sebagai regenerasi cinta
apakah akan jadi baik atau celakakah?
HR RoS
Jkt,04012017
PELANGI TAK SELALU INDAH
Karya Romy Sastra
Semburat hari membulir pagi
daun-daun menari lenggok bak bidadari
capung terbang bergoyang
menanti bianglala hadir merupa
fajar redup embun bias tertutup debu
Netra dunia sinari lembah sunyi
di sana dan di sini iklim tak sama
gejolak hari melakon cerita usang
rona silih berganti dalam siklus masa
pelangi adakala tak selalu indah
di antara cerita lama dan kekinian
jelas berbeda
Di sini langitku berkabut
menutup jendela biru
ruang mega keabu-abuan
seduhan kopi tak manis kuhidangkan
dunia disapa tertawan kebisuan
seperti opera tak berpenonton
pentas tertutup layar
seakan tak memahami alur cerita seni
skenario salah tingkah sudah
Bait-bait tinta bersimpuh tertoreh lusuh
pelangi tak sempurna mewarnai lingkaran
dentuman menghapus jejak kabut pagi
terik hadir seperti purnama di malam hari
Kabut pekat akhirnya
rinaikan sebak di dada langit
nuansa pagi tak berseri
pada puisi ini bercerita tentang pelangi
yang tak selalu indah
pada cakrawala dunia
HR RoS
Jakarta, 03.01.2017
DARAH DUKA BOCAH, DUNIA TAK BERTELINGA TAK BERMATA
Karya Romy Sastra
Duka lara nestapa miris
hancur berantakan bermandi darah
SADIS.
Ada apakah gerangan tragedi ini
berjuta jiwa terbantai
dari manusia-manusia bengis
Ya Allah...
Aku menengadah jauh ke labirin jiwa
kurangkai syair puisi hiba
beribu tanya?
di manakah kedamaian dunia kini dicampakkan
Jeritan anak tak beribu tak lagi di rindu
jeritan yatim piatu kian pilu
ironis,
bibit-bibit pun mati musnah berdebu
Riak pasir terpijak di pinggir jalan berbisik
bertanya pipit pada ilalang
tegarlah berdiri meski tanah ini gersang
bom waktu membakar padang
kota-kota hangus tak bertuan
malang.
Geruduk si bengis peluru mortil
berkenderaan berlapis baja
hanya membantai anak-anak kecoa
Kau meniup abu di tungku api
yang tak membara
apa makna pembantaian itu?
hidup ini hanya sebuah ladang ibadah
kenapa kau buat seperti opera kepentingan usia seumur jagung
bukalah matamu, wahai monster berjubah Dewa
dengarkan jeritan tangis mereka.
Genosida kau budayakan di tanah yang diberkahi
tanah mereka berlumuran darah
tanah yang rela dilumuri noda.
Ya Tuhan,
Sudahilah pertempuran itu
damaikan bumi ini
biarkan mereka berlari
mengejar impian cinta-Mu.
Ataukah Engkau lenyapkan sajalah
bumi ini seketika
hingga darah bocah tak berdosa itu
tak tercecer ke mana-mana
Ya Allah....
HR RoS
Jakarta, 11-1-2016. 21,16
PESAN CINTA TERAKHIR
Karya Romy Sastra
Menatap wajah nan ayu
di balik langit-langit kamar ini
merupa tak berwujud abstrak
bukan ia kuntilanak
tetapi sesuatu yang pernah hadir dalam hidupku
Sepucuk surat titipkan pada angin
sampaikan pesan cinta
labuhkan mimpi kepada impian
ternyata angan-angan
Rongga ini masih bernapas
menghela warna dunia
malahayati cinta masih tersisa
bertamulah walau hanya sesaat saja
Kasih yang telah pergi
pergi yang tak kembali lagi
pesan cinta terakhir itu
masih terngiang hingga kini
Telah lelah kaki melangkah
jejak tak menapak lunglai sudah
tangan kaku melingkari tubuh
aku yang dulu pernah menggenggam erat tanganmu
kini layu
Bibir kelu,
menitipkan harapan nan tersisa
adakah dikau masih merindukan daku
lewat aksara jendela angin
di bilik pembaringan
semoga kidung resah ini tak fatalis
terhantar ke beranda hatimu
berputiklah bunga cantik janganlah layu dikau malu
Kasih,
kuburlah dendam membara itu tenggelamkan bersama sepi
tinggalkan cerita lama
rajut kembali mahadaya cinta
jangan asa pesimis tubuh jadi melemah
hapuslah sisa-sisa air mata itu
bernyanyilah bersama pagi ini
ceria kembali.
Isyarat napasku melafazkan cinta
teruntukmu,
berbahagialah dikau hendaknya
sepeninggalku
aku tak pergi untuk selamanya
hanya sesaat saja
Aku hanya pergi ke alam keheningan
tak berbatas tak ber-ujung
padam tenggelam,
sunyi berbalut iman dalam religi
Pergi tinggalkan dunia cinta sementara
izinkan daku mencari cinta abadi
bersemayam ke dalam haribaan Illahi
HR RoS
Jakarta,11-1-2017
JANUARI KELABU
Karya Romy Sastra
Seribu satu cerita tertoreh
bersama kasih menyulam rindu
siklus tahun berganti
semusim rindu telah sunyi
kembang yang dulu indah mekar mewangi
kini layu sudah
Kenangan membeku
kau lukis sejarah yang berbeda
di penghujung cerita kisah berlalu
pertengahan Januari kisah kelabu
kau pergi meninggalkan gita cinta
yang kupupuk membara
hingga teronggok jadi abu.
Semusim saja kembang itu mekar
belumlah berputik kelopak berguguran
jatuh ke bumi
di pertengahan Januari ini
kau pahat bibirmu menyapa rindu biarlah,
aku terima meski kisah tak rela.
Ikrarku menyulam kasih
takkan kulanggar seumur hidupku
kau larung kisah ke dalam sunyi
membawa rinduku menganyam bisu.
Menadah bulir yang menitis
ke telapak tangan rela
biarlah pelangi menari menghias rasa
jikalau kisah ini kan berakhir
berakhirlah....
HR RoS
Jakarta 12-1-2017
KETIKA JALAN LICIN
By Romy Sastra
Sudah dibisikkan oleh angin
jangan berjalan di hari hujan
jalan yang kau tempuh licin
diam dulu sekejap tunggu rinai reda
petir masih kilatkan apinya
payung pun tak kau bawa
Bertahan pada suatu keadaan
ke hati-hatian
jangan berkaca diri dengan bayangan
jejak laju langkah kan terhalang kelam
memilih adalah pertimbangan
supaya tak terjerumus kedua kali
ke dalam lobang yang sama
Berpikirlah,
pilihan yang terbaik ada di tangan
bersabarlah,
suratan tak terhapus meski arah itu buntu
berikhtiar jalan menuju keberhasilan
jangan menumpang dagu
yang hujan ada masa jalan tak licin
biarkan takdir berbicara
tunduklah pada ketentuaNya
HR RoS
Jakarta, 11-01-2017
ANJING KESAYANGAN
Karya Romy Sastra
telah aku tarik rentang tali temali
berjarak jauh kupintal mendekat
nan terikat pada simpul pohon rimbun
akar mencakar di ujung kuku
tak melukai dada ibu
pucuk melambai menyentuh arasy
sebagai saksi laju perjalanan kereta
nan acapkali singgah di berbagai stasiun
ketika perjalanan usai
menempuh titian dunia
pengadilan menunggu di meja maha hakim
di sana terjawab perkara rahasia
nan bersembunyi sunyi
di lembaran hari
berkawan dengan dua ekor anjing kesayangan
kuberi nama Iman dan Tauhid
napas anjing setia berhias di setiap laku
tak melolong hanya diam
berbicara bisu
roda kereta berantai besi
rel berbantal baja
pergi bermusyafir membawa cinta
terikat di dada tuan si empu
dua ekor kesayangan bersimpuh
di atas sajadah membentang di setiap laku
pada jejak-jejak santri
menuju dermaga abadi
HR RoS
Jakarta, 10-01-2017
TEROPONG BATIN BERDARAH
By Romy Sastra
Wahyu tertutup sudah di garis batas anbiya
tak ada lagi warta hakiki selain sabda
petuah wali keramat nan bertuah
bisu di pusara mimpi
adakala wangsit dipercaya.
Jibril tak turun lagi ke muka bumi
membawa pesan ILLAHI
setia saja pada titah awal berlaku
sunatullah.
Khidir masih bertapa bisu
di garis pantai tak bertepi
memandang sagara lepas tak berujung
pusara segitiga bermuda dahaga sudah
memuntahkan lahar api ke seantero dunia
teropong batin berdarah.
Semalam,
seribu satu lafaz kukirimkan ke langit
langit mendung,
gumpalan awan hitam menyelimuti malam
rinainya berdarah di bumi nusantara
adakah gejolak di depan mata
bom waktu meledak tiba-tiba?
"Ah... resah,
biarlah takdir mengiringi pelangi
semogalah tumbuh benih-benih tirani
yang memayungi buana
cakrawala pagi menyinari dunia kembali
di negeri pertiwi tanah emas.
Pertapaan rasa puisiku berharap
koloni awan hitam rinaikan darah
tak menatap lagi
bersinarlah wahai dunia....
HR RoS
Jakarta,17012017
ROMANSA CINTA YANG TELAH SIRNA
By Romy Sastra
Sekuntum kembang nan mengembang
biasa mekar di beranda senja
kala malam tiba
setia dingin berselimut embun
tak resah sepi
meski kelopak gugur bersama angin.
Rona senja telah berlalu
sepoi bayu melambai sedih
sayang,
aroma asmara basi sudah tak mewangi
romansa cinta sirna
tak lagi tersenyum manis.
Wajah cantik nan ayu menghilang
tenggelam ke pusara bisu
seakan sinar ayunya redup
bisu membungkam rindu.
Romansa cinta yang dulu bersemi
nan selalu kusirami
kini mati.
Kenapa mesti sunyi bersolek sedih
kenapa juga mesti terluka
padahal belati ego tak kupakai
membunuh naluri
aku selalu bertasbih
gelorakan kasih untukmu
tak kau sadari.
Ah, dikau tetap diam seribu bahasa
membiarkan romansa rindu menjadi basi
Kembang senja nan mekar, mekarlah!
jika kelopak tak layu
meski kemarau hari mengamit hati
biarkan taman itu gersang
bertahan seperti ilalang di tengah padang
biarkan burung-burung kecil bernyanyi
siulkan parung bangunkan yang bermenung.
Belailah rasa sedih
bersapa mesra dalam canda maya
biarkan kehangatan kasih
berkoloni dalam dekapan cinta.
Jangan bisu tersia-sia menyulam pilu
tak lagi membuncah tawa
seakan kau menanam tebu di tepi bibir
manisnya belum ditelan
pohonnya kau biarkan mati.
Kini,
Romansa rindu telah dimamah senja
Layu sudah
malam berselimut dingin
ya dinginlah
biarkan cerita berakhir
tak meninggalkan benci
suatu masa memori menyapa
biarkan magenta hati berwarna
izinkan simponi kasih bernada kembali....
HR RoS
Jakarta, 13/01/2017
SEMUA TENTANGKU
By Romy Sastra
Berkaca diri pada bayangan silam
menatap hayal dalam kelam
aku majenun paranoid
dalam gugusan cahaya temaram
Dihantui goresan yang menikam
kala gundah membuncah lara
sulaman yang selalu dirobek
ditenun kembali dengan tabah
menjadi gaun-gaun cinta
Semua tentangku,
salah menumpuk dalam tuduhan pahit
aku terima saja meski sakit
kan kucabari ke-egoan bara api
membakar ranting-ranting patah
dalam gentingnya tali buaian kasih
masih tersisa setetes embun
"tuk basahi gejolak tak pernah sudah
Jalan nan berlumpur
pada jejak yang telah goyah
arah mana kan dilalui lagi
jalan itu basah semua, ternoda
Pertemuan sudah tak semesti
genggaman jemari tak lagi mesra
asmara berbunga benalu
titian kasih terurai pada benang merah
melaju gita cinta di arah yang tak sama
Sekuntum bunga nan pernah harum
menutup rindu
larung sajalah rasa menyulam bisu
jika kertas tak mampu membungkus bara
"Ahh... satu kisah
dalam makna lingkaran cinta
jalinan menjadi sia-sia saja....
HR RoS
Jkt,24/01/2017
FATAMORGANA RINDU
Karya Romy Sastra
Lembayung kasih tertutup mendung
pagi ini,
rintik-rintik hari menitis berkepanjangan
semakin mencekam sunyi
dalam alunan memori
Labuhkan tatapan ke kertas lusuh
Memadah bayangan fatamorgana rindu
kutulis dengan tinta rasa memamah sukma lara
"Oh, rindu,
dikau tak lagi nyanyikan nada merdu
kala dulu menyapa dengan mesra
pada nada-nada kasih yang syahdu
telah terbungkus pilu
ke mana kan kucari bayangan rindu
telah semu jadi realiti imaji diri
Semburat luka semakin menganga
tak kenal lagi darah yang mengalir
luka disayat sembilu
tak lagi kurasa bulir yang biasa menitis
kala sedih menyapa hatiku
Rasa itu telah hambar
ditikam fatamorgana rindu
yang kian beku
mimpi semalam telah usai
pergi bersama kepalsuan kekasih
Dalam masa yang tersisa ini
mengadu dalam doa
berbahagialah rindu-rindu
nan dulu pernah kusemai
ke dalam noktah cinta bersamanya
Meski noktah hidupmu gersang berkabut
bayangan hari yang tak lagi bermentari
lalui saja kisah cinta meski pahit
berbahagialah duka....
HR RoS
Jkt,23/01/2017
BUNGA-BUNGA MIMPI
By Romy Sastra
Skenario hari tentang senja kan pergi
sisakan sunset di kaki langit
menuai malam lelap berselimut mimpi
cerminan diri pada rona hati
terbawa ke dalam layar bayangan tidur
Tentang sekuntum bunga senja
mimosa pudica tertumpang butiran embun
layu tak tersentuh, malu
bunga-bunga mimpi tenggelam tak berkenyataan
Ooh, kabut petang, iringi merpati pulang
malam hampir tiba
sedangkan bidadari enggan merupa
adakah benar bunga-bunga mimpi
kan kembali menari, entahlah....
HR RoS
Jkt, 22/01/2017
DI STASIUN SEPI
By Romy Sastra
Pada penantian yang lelah
kereta telah berlalu
lewati stasiun pagi itu
termangu pada sebuah kenyataan
ditinggalkan oleh penantian
yang membosankan.
Semburat debu melukis di wajah lusuh
pagi nan ayu
siklus cuaca cerah berubah mendung
di cakrawala hati yang gundah
bingung.
Lelah menunggu sesuatu yang tak tertunggu
bergumam,
"Mmm... pegang erat jemari
tertindih di kening
imaji terhempas pada lamunan pagi
mendung hati rinaikan diri
pegangan jemari terlepas
genggaman bias.
Dalam lelap duduk sandarkan mimpi
biarlah kereta itu berlalu pergi
tinggalkan daku di sudut duka
Duh,
berurai air mata kecewa
di stasiun yang sepi
kuusap bulir perlahan menitis
menghapus kisah pagi
seakan tak pernah ada resah terjadi
Kereta berlalu sejauh mungkin
dan tak akan mungkin kembali lagi
keterminal sepi
laju kisah masinis tinggalkan merpati
sayap patah sendiri
HR RoS
Jakarta 21/01/2017
I B U
By Romy Sastra
Kudapati kabar tentangmu
dari adinda
kau kini tergeletak payah
di pembaringan tidurmu ibu.
Ada apa gerangan ini ya Illahi
bak petir menyambar di siang hari
air mata langit seketika menitis
seiring tangis membuncah
mengiris batin di lorong hati.
"Ya, Rabb....
Pertemukan aku dengan ibuku selagi nyawanya masih bersahabat di badan.
Pada tinta petang ini
aku menyusun berita syair lara
yang ke sekian kalinya mengudara
kukabarkan pada seorang ibu
yang melahirkanku.
Ibu
Tataplah dunia ini dengan napas
jangan bisu mengundang haru cinta yang masih tersisa pada buah hati
nan berada di tanah Jawa
kembali ke ranah tepian mandi
sauk seteguk wudu' membasuh ruh
berdoalah selalu.
Terpisah jarak di lingkar samudera
antara tanah Jawa dan Sumatera
kan kuarungi sagara itu
melintasi cakrawala berkabut
dalam tatapan yang sendu
senja yang akan meredup.
Siang tadi aku mendengar suaramu ibu
di ujung telphon bernada lirih
di larung sunyi menyapa bilik hati
suara terbata-bata memanggil
"Romy... pulanglah nak!"
ibu sudah payah kini.
Seketika suara itu perlahan membisu
sekejap ananda bagaikan anak yang dungu
tak menentu,
apa yang harus diperbuat
resah berlari kepada suatu tempat
berlari dan terus berlari
mengejar bayangan senap terperap
yang melintasi sekejap
hanya keyakinan
bahwa cinta itu masih segar terasa
"Tuk didekap erat.
Terpaku lelah di sudut rasa
pada pelarian yang tak terarah
peluh dan air mata mencucur
kusujud sektika di sebuah mushala,
ya Allah... ya Allah... ya Allah....
............... .............
............... .............
pertemukan ranting berhamburan
di lingsir warta kejauhan
antara Padang dan Jakarta
ingin bertemu pada ibunda
terkapar di ranjang pesakitan
astaghfirullah....
HR RoS
#BERDUKA
Jakarta 21-1-2016, 16,00
MAKNA SEBUAH KISAH
By Romy Sastra
Kedewasaan cinta mewaspadai rasa adalah makna tak terhingga
kecemburuan menyesak di balik kisah
kebodohan nan dungu dipelihara
kearifan jiwa pada yang ada
titipan maruah langit yang sempurna
Semburat larik membuncah kata
maknai aksara dengan seksama
hadiah kebahagiaan senyuman mesra
penjarakan fatamorgana pada doa
biarkan ilusi menjauh pergi
Analisis arti klimaks sempurnakan kasih
memahami larik tersembunyi
tiada bayu berhembus tak menitipkan
syahdu
tiada banyu mengalir tak suburkan
malahayati
Oohh,
Pucuk-pucuk cemara berguguran jatuh ke bumi
seperti angan melayang
tak karuan jadi paranoid
jangan pungut kisah yang telah mati
biarkan debu meretas jadi aurora suci
tak sia-sia janji azali iringi kehidupan
berdamai bersama takdir
mengukir renda jubah wibawa bersahaja
Jauh mata memandang tertikam kosong
bayangan seketika hilang dari tatapan
jangan paranoid dihidangkan
sempurnakan kisah tersenyumlah
Berdiri di jejak yang tak pasti
biarkanlah azali menjadi misteri
satu kekuatan yang tersisa
potret-potret sejarah jadi cinderela
tatapan terpigura
ke dalam bingkai-bingkai kisah selaksa
sentuh mahadaya tersembunyi
mengiringi langkah hari
tersenyumlah wahai diri
bergurulah pada rasa Illahi
Ia mursyid sejati.
HR RoS
Jakarta, 20/01/2017
BERSELINGKUH DENGAN SASTRA
By Romy Sastra
Telah lama kubungkam cinta
pada rongga dada
payet-payet asmara berjatuhan
biarkan saja selendang rindu koyak.
Lentik tarian diksi mengisi kosa hati
sendu kidung imaji pelepas dahaga sunyi
menyusun bahtera dalam nahkoda jiwa
mengitari rasa dunia seni kata.
Pada ego diri membingkai seni
meluah rasio imaginasikan jiwa
leburkan lamunan
larung hayal ke atmosfir jingga
jingga pelangi cinta puisi bermadah.
Aku telah lama terpikat sastra
semenjak darah tertumpah ke dunia
kala itu,
sang Maha Jiwa
menitip poetic pada rahim ibuku
tinta menggantung di labirin misteri diri
berkaca pada alam memetik kearifan.
Cerminan rasa diri ini pada dunia
tertegun tertunduk dalam lamunan
indahnya stalaktit stalagmit renda larik
sulaman alam sastra para pujangga
terpesona gitakan seni kerdilku
meski tak menarik.
"Oohh, ternyata sukmaku
berselingkuh bersama hayalan
di malam-malam yang sunyi
menghitung bintang di langit tinggi
adakah kerlip jatuh menimpa tinta
jadi aksara, aahhh....
Kala siang menyapa hati
teliti asyik bercinta melirik larik
tintakan syair-syair gila.
Seringkali kuabaikan pesona
pada noktah malam yang realita
memilih berselingkuh melalui puisi
menyusun realiti sastra itu
jadikan bahtera ke dua
bersanding pada impian tak berkonflik.
Si empu cinta Romy sastra,
jujur; tak banyak pahama aksara sastra
aku bercumbu saja dengan madah
terlintas begitu saja.
Berselingkuh dengan sastra
memanglah berbeda.
HR RoS
Jakarta,19/01/2017
NAN TERLUPAKAN
Karya Romy Sastra
Rajut terkoyak sulaman rapuh
Roda waktu menjajah lara
Terbuka benang memori di album lusuh
Hari berlalu musim berganti
Kidung jiwa leraikan resah
Rindu bertamu di tepian hati
Lembaran asmara telah kubencii
Aku kalah pada gita cinta pelangi
Tak memihak pada sebutir embun
Pergi sajalah kisah jangan datang lagi
Rawat kenangan dan lupakan kekecewaan
Tatap laju ke depan meski rasa itu pahit
Berdamai bersama jiwa tinggalkan dendam
Lupakan kisah sedih yang dulu
Kisah kasih yang tak sampai
Memang noktah kita telah berbeda
Tak lagi bisa bersatu
Hilang jangan dikenang lagi
Biarlah rindu-rindu terbang bersama debu
Nan pergi biarlah pergi....
HR RoS
Jkt,18012017
ISAK DI UJUNG MALAM
Oleh Romy Sastra
Berkawan sunyi, diam merenungi perjalanan hidup,
perjalanan ini hampir sampai di penghujung jalan
dalam hening menghitung noda, terbuncah pada pundak yang tak pernah amanah,
seribu sujud tundukkan kepala batu,
berharap dosa-dosa berguguran.
Berjuta zikir kulabuhkan pada hitungan jari
mencari dan mencari titik temu penyesalan diri,
di mana telaga suci haribaan,
'tuk kusauk menyirami dekil nan bernoda di sepanjang hari.
Tertatih memetik kembang kerlip
nan tumbuh di sanubari, sebelum jasad berlabuh di dermaga asmara kasih ayah bunda.
Malam ini terasa singkat kulayari, samudera kian jauh membentang,
kerlip malam nan indah di ruang jiwa tak jua menyapa. Adakah itu tanda-tanda umur kian menepi di lingga yoni diri.
Aahh, bercucuran air pancuran di sela pipi, telaga diri basahkan rasa. Sesal membaju malu padamu ya Rabbi, isak tangis di ujung malam
tak mendapat tempat dalam genggaman-Mu Tuhan, fajar mulai menyingsing, embun merayap di dedaunan, ratapan sesal mengikis dosa tak kuakhiri, sebelum Engkau ya Illahi menerima taubatku.
Air mata ini berlinang, hamba yakin. Engkau kekasih tersayang, tersenyum menatap isak penyesalan dosa menutup hati hamba.
Rahmat- ampuanan-Mu nan agung, melebihi besarnya dari dunia dan segala isi serta arasy.
Engkau ya Rabb, labuhan terindah hidup dan matiku, jangan cabut nyawa ini sebelum ampunan Engkau berikan
taubat hamba pada-Mu terimalah
ampunan itu
serahkan....
HR RoS
Jakarta, 7122016
NEGERI DAGELAN DI PENTAS DEMOKRASI
By Romy Sastra
Orasi janji dagelan mimpi
merasa diri para putera puteri terbaik bangsa
pembawa risalah tirani kejayaan sang tetuah
padahal monster-monster pemakan darah
pengisap sumber daya alam tak bermaruah.
Bak kereta api melaju tanpa hambatan
cerobong asap membubung tinggi jauh ke balik awan
asap lenyap seakan tak berpolusi.
Rel itu lurus
sistem sudah maksimal
tapi kenapa sang masinis kereta seakan dungu di kursi goyang
seperti tak tahu rambu-rambu
kereta bangsa ini kan anjlok
menghantam kelangsungan
kehidupan rakyatnya.
Kehidupan rakyatnya kini
sudah lelah, lapar, gundah
dihantui ketakutan masa depan
lihatlah di sudut-sudut kampung itu
derita telah berurai sebak duka
tak tertengok sedikit jua oleh masinis kereta bangsa
hasil keringatnya tak berharga nilai jual lagi,
mereka bertahan dengan cara alami tak korupsi.
Masa berganti
semusim telah terlewati
periode kantong baju safari
bergelimang materi
dari intrik-intrik hipokrit birokrasi.
Kuda Sembrani berlari kencang
arungi perjalanan malam
mencari padang bulan di tengah kelam
sijoki asyik melirik mendengarkan jangkrik bernyanyi
di keramaian malam
simponi nada luka tak dihiraukan
hingga sijoki tertanya dalam lelah kebingungan,
lembah apa ini?
damai tapi gersang.
Tanah negeri subur
pagi bibit ditanam sore dipetik berbuah ranum, tapi kenapa buah dicicipi hasilnya tak melepaskan dahaga.
Yang bersafari mewah duduk di meja kaca
perutmu telah buncit kekenyangan
bersandar di sofa empuk
tak ingatkah orasi janjimu dulu
kontrak politik kau gadang-gadangkan
demi kemajuan negeri impian
kau buat rakyat terlelap dalam mimpi semalam.
Wahai para bedebah
kini kau berpesta pora
mmmm...
tetap janjimu bak manusia setengah dewa
ternyata bualan saja.
Orasi memukau sukma pendukung
hingga dipercaya saja
kami sokong engkau ke tempat terpuji
nyatanya kami dikibuli, alamak, Jera....
Uuuhhhh...
tetap saja kalau sudah berjaya
manusia yang setengah dewa itu kongkalingkong berebut jatah papa berebut saham, intrik sitikus kian rakus.
Dalam negeri nan berkenduri dagelan
pesta demokrasi semusim telah berjalan
bedebah semakin euoporia dengan jamuan mewah
simiskin tetap saja susah.
Bambu runcing masih berdarah
di tiang-tiang bendera
oleh para pahlawan itu
masih segar dalam sejarah.
Menangis jiwa para pejuang
di nisan tua
mengenang nasib bangsa
ketika terjajah kolonial
kolonial itu,
adalah putera puteri bangsanya sendiri
tanah bunda di tangan para bedebah
semakin menggila....
HR RoS
Jakarta, 7-12-2015. 10,38
RINAI MEMBULIR LARA
Karya Romy Sastra
berselimut malam dalam hujan
sendiri berdiri menatap awan
lorong malam pelita jalanan
redalah,
wahai air mata langit
cukup sudah bulir-bulir menitis
jangan tambah lagi dinginmu
hujan malam,
izinkan kunang-kunang
menyongsong kelam
biar pelita bertaburan
oh, angan
belajar diri menyibak sebak
temukan jejak optimis
kibaskan pesimis
biar fatalis tak menyentuh jerih
brtanya dalam tengadah
ya Allah
kapankah derita ini kan berakhir
telah kupacu potensi diri
'tuk meraih obsesi
demi sebuah impian
tetap impian itu tak terkejar
karena malam kian kelam
satu asa tersisih
tersisa optimis merengkuh fajar
embun menyingsing pagi
malam berlalu
HR RoS
Jakarta, 6
BERCUMBU BERSAMA SENJA
Karya Romy Sastra
pada senja nan gerimis
melukis rintik di balik awan
kulukis syair manis gemulaikan jemari
larik cantik tak bertujuan
hentikan sejenak hayalan kosong
senja kian temaram
kulipat saja kertas memori
menempuh malam kerlip
basuh seraut wajah
kan kudaki jalan-jalan haribaan
memandu iman
bercumbu bersama senja
buka jendela langit
petikkan kembang jiwa
kilauan manik manikam kalbu
terpana sesaat di atas sajadah biru
menatap sagara tak bertepi
bercumbu rindu memeluk sukmaku
berbisik komat-kamit
mencari wajah kekasih
sang kekasih itu
ya Illahi Rabbi
HR RoS
Jkt, 6122016
122016
RINDU YANG TAK KEMBALI
By Romy Sastra
Untukmu kenangan yang terlupakan, senandung rindu merayu kisah yang pernah bersemi, telah padam, lembaran usang berharap jadi bahagia, menggoda rindu kembali. Pernah sesaat berkasih sayang di tengah jalan kisah terkhianati berbuah kecewa. Di peraduan sajak senja merona, kugubah nama sesuatu pernah kunyanyikan di pentas kekasih, singgah di hati sang kekasih yang tersisih.
Di jalan memori kuberdiri, hayal menatap sekelabat bayangan abstrak, tetiba pergi meninggalkan tanya, adakah pertanda rindu masa silam kembali lagi. Aahh, paranoid, kenapa tak pernah hilang? Ilusi kisah yang menyedihkan pada suatu pilihan di persimpangan jalan, meninggalkan kepedihan luka tak berdarah tentang cinta setengah hati terbagi antara harap emas dan suasa.
Risau mendera menatap kisah terkubur dalam peti terkunci mati, rindu di antara rasa menyapa pada lamunan sunyi terasa semu disemai sepoi mamiri, rindu ternyata tak kembali.
Pada kekasih yang dulu terjalin janji tuk menoktah ikrar hati sampai bersemi hingga ke nisan tanah merah, jejak-jejak tinta kususuri tak lagi tampak jalan tuk mencari rupa cinta, karena tertutup kabus pekat di dinding kebisuan. Rindunya pun tak pernah beri kabar lagi, apakah ia telah pulang selama-lamanya menghadap Illahi, ataukah sudah bahagia bersama kehidupan yang diimpikan pada kilauan emas, mencampakkan suasa tak berharga.
"Aahh... biarlah rindu tak kembali
jikalau harap terperap berbuah senap,
sengaja jalan memori kubuka dalam lamunan tiba-tiba.
Bahwa satu hati pernah kecewa, meski pintu maaf selalu diberi
tak jua menjadi penyelesaian konflik-konflik perasaan pernah terjadi.
Testimoni potret kisah nan lara
jadi sinopsis kecewa....
HR RoS
Jkt, 4122016
RINDU BERLALU
Oleh Romy Sastra
Menempuh satu kisah perjalanan
dalam dekade rindu dilewati
mengenalmu,
tak seperti jalan biasa
yang pernah dilalui.
Jalan itu kini,
terkikis arus bulir bening
mencair menitis di pipi
sampai saat ini,
tak mengerti makna sebuah rindu.
Kuakui,
persembahanku memang tak sempurna
menjaga maruah langit
langit rasa diri
yang selalu menyesak rongga dada.
Pada setangkai bunga layu
telapak tangan rela membiarkan kepergian kisah
berlalulah!
Jika memang kan berlalu
pusarakanlah rindu-rindu itu
ke dalam senyap
sampai ke ujung waktu.
Doaku spesial untukmu
berbahagialah dikau bersama impian
ku-tersenyum menyulam sunyi tuk melupakanmu
meski kutahu,
kau yang selalu mengintip rindu
di balik jemari kasih.
Rindu-rindu yang terdampar kekinian
dalam lorong-lorong waktu
tak berpenghuni
sepi,
biarlah sepi.
Dalam dekade rindu nan berlalu
memori rindu telah bisu
menghargai pilihan takdir
memanglah,
tak mungkin kertas membungkus api.
HR RoS
Jakarta,4122016
AKU DAN PUISI
Karya Romy Sastra
Kepingan retak pecahan kaca berserak
lirik rupa diri sebatas seni
pigura menarik di bingkai
meski gambar tak cantik.
Langkah tinta tertatih
menyentuh daun usang layu
larik seakan sulit dimengerti
belajar diksi bersolek syair
pada kertas nan lusuh.
Memadah rasa,
bukanlah sebagai penulis ulung
torehan tinta seakan gombalis
eja diri bercerita dalam kaca maya
bukanlah memadah rayu
melainkan,
irama sukma nan mendayu.
Kau objek itu, imaji"
bukanlah bayangan semu
realita suratku,
bertaut dalam bingkai hati
berdirilah!
sebagai penonton yang syahdu.
Kau dan aku
berkoloni,
dalam kearifan cinta seni puisi
ku-ingin,
pahamilah bingkai cerita
semestinya,
berbahagialah kita hendaknya.
Puisiku,
adalah aksara diksi bisu saja
dengan tinta menitip rasa
pada lembaran memori
bak alunan gending mendayu
melenakan kepekaan kalbu,
di beranda muka buku.
Kularung sastra pagi hingga senja
melukis pelangi berdinding hari
selagi kehidupan berselimut di badan
puisi adalah poetic Illahi.
HR RoS
Jakarta, 4122016
AKSI JIHAD NAN DAMAI
Oleh Romy Sastra
Tongkat iman menjulang tinggi
tiang pancang ihsan menuju arasy
doa-doa bertarung di langit
komando di pimpin nurani
menuju medan tempur
memerangi bratayuda
dari nafsu-nafsu angkara murka.
Langit cerah Jibril tersenyum
mencurahkan tetesan telaga surga
bukan rinai kutukkan
tapi rahmat menyejukkan
Jakarta berjihad menitipkan doa
berdamai bersama-sama.
Konsep tauhid
dalam bhinneka tunggal ika
malaikat-malaikat memandu bersayap putih-putih
antara tugu monas
seirama nuansa alam Masjidil haram
megahnya panji-panji akidah
para hipokrit malu menutup muka.
Jakarta berbenah
ukhuwah ikon demokrasi islami
Rasulullah demokrasi sejati
demi semua umat di muka bumi ini.
HR RoS
Jakarta, 3122106
#moment_212
TEGAR DAN PASRAH
Karya Romy Sastra
Gerimis malam
menyisakan embun pagi
basuh wajah lusuh
seuntai syair resah
bertanya?
adakah kasihmu,
masih bernoktah cinta.
Di jendela hati hayal menari
tinta rasa menulis di atas kertas putih
memadah tanya resah pasrah.
Embun pagi nan rela,
bias ditiup bayu
kembang cantik di taman cinta
layu sudah.
Jika bunga tak lagi berputik
tak sanggup melawan virus benalu
yang selalu membunuh
kesuburan pohon rindu
gugurlah!"
Pucuk-pucuk pinus berembus
di lembah jiwa nan rakus
ilalang kaku tak dapat berteduh
gagak tua,
berkoar mencari mangsa
menceracau bak siulan dungu
mengundang hadirnya sesuatu.
Bayu rayu pesona debu
menggoda kepalsuan
dari balik intrik cinta
tanah-tanah tandus
berserakkan ranting yang telah patah.
Daun-daun akhirnya gugur
berjatuhan di bakar terik
dalam kepanasan kehujanan
tetap siburung gagak bertengger mengintai mangsa yang semakin teruk.
Pasrah,
meski bermandi luka
berpegang getir di tali nan rapuh
dalam doa panjatkan secercah asa
selagi pelita tak padam dalam keputus-asaan
tegar meskipun lelah....
HR RoS
Jakarta, 3122106
GETAR-GETAR BERMADAH
Karya Romy Sastra
rasa hiba berduka tiba-tiba
hayalan resah melambung tinggi
tak bisa kupusarakan
tinta sastra ini
rehat tak lena
jiwak gelisah membuncah
bibir bergetar meluah sesuatu
dalam bisu
bercerita sendiri
tentang testimoni memori
akankah
tinta obsesi ini
semakin jauh ketinggalan kereta
entahlah,
kucoba menulis kembali
mengejar mimpi-mimpi ilusi
ilusi nan selalu berbisik
terpanggil jiwa sastra diri
memadah bayangan sukma
kala malam berselimut kelam
malam ini
menitis air mata langit
di balik jendela sastra
membulir hujan kasih
berkoloni purnama
ada apakah gerangan malam ini
dalam hujan berembulan
aahhh, entahlah
HR RoS
Jkt, 1122016
CINDAI NAN ELOK
By Romy Sastra
Burung Jelantik cantik bercicit riang
berenang di atas cawan dalam sangkar Tuan.
Cindai-cindai nan elok
selendang bersulam payet manis
jemari lentik
melenggok tarian sapin Melayu.
Kenduri
bertilam manik benang emas
pelaminan eksotis
di hiasi kembang idaman
beradu tatapan bersama Tuan.
Tudung songket
melingkari panggul-panggul penari
rentak panggung berputar melingkar
berjoget riang berdendang
seakan mabuk kepayang.
Dalam dekapan rindu
kenduri satu malam
bak bidadari memadu kasih
Dalam semusim purnama.
Cindai tarian kenduri budaya lama
storykan kejayaan tatapan sejiran
berjaya dalam seniman
sebuah peradaban yang dibanggakan.
Satu jiwa
satu hati
satu rasa.
Berpadu
dalam kearifan madah-madah cinta.
HR RoS
Jakarta, 30112016
PERGI UNTUK KEMBALI
Oleh Romy Sastra
semusim kau pergi
kembalilah
aku kan setia menanti
tunas-tunas tlah berputik
yang dinanti tak kunjung datang
pasrah sudah kini
jika kepergian tak ingin kembali
lena diri dalam lelah
biarlah
rasa diri,
sunyi bersama malam berkawan angan
diam di kesendirian kelam
menyeru rindu tak lagi bertamu
rembulan telah berlalu
hilang di balik awan
putri malam,
berlalulah sejauh mungkin
jika awan hitam tak mampu kau sibak
tak mungkin tatapan mengejar jejak malammu
bila semusim kau kan pergi
pergilah tuk kembali lagi
aku tetap menunggu di ruang rindu
selamat malam kesunyian
selamat pagi kehidupan
ceria bersama mentari nan cerah
bahagia memetik gita menempuh senja
HR RoS
Jkt, 30112016
SALAM SENJA DARI JAKARTA
By Romy Sastra
merengkuh senja
dalam rindu-rindu yang sendu
tentang kisah yang dulu telah beku
awan hitam berlalu pergi
menutup dada langit
koloni hitam pecah jadi putih
menitip pesan pada hujan
rinduku masih seperti yang dulu
sisa-sisa air mata langit
menyisakan embun di dedaunan
melukis jingga
di kedamaian suasana senja hari
senja kian temaram
membawa rasa
bersatu memandu iman
bersenandung bersama putri malam
ku-intip,
kusapa
cinta
kasih
sayang
rindu
salam senja dari Jakarta
tuk sahabat semua...
dalam bingkai
salam satu hati, satu jiwa
di mana saja berada
kupuisikan rinduku untukmu di sana....
HR RoS
Jkt, 29112016
SETIA BERSEMBUNYI
By Romy Sastra
Deru debu bergemuruh
luruh dihempas bayu
butir-butir pasir berbisik
gemercik di langkah sang musyafir
jejak-jejak itu
bias disapu ambai-ambai pantai
tak meninggalkan benci
Camar,
kenapa dikau
bersembunyi di balik nyiur
beribu tanya memamah rasa
kapankah,
pesta pantai kan berakhir indah
tak menggerus kearifan biota alam
biarkan permai menari sepanjang zaman.
Teduhan nyiur di pantai
sepasang camar membelai kasih
menoktah cinta memandu ikrar setia
sepanjang hidupnya.
Setia riak dan gelombang
sama-sama berbuai menggulung kasih sayang
hingga menyisih ke tepi bibir pantai berbuih
dinanti nyanyian serunai pasir putih
desiran angin saksi kisahkan sunyi
berkoloni setia meski ia tak bermakna.
Berkaca pada Romeo dan Juliet
mati bersama dalam samudera cinta
setianya menjadi simpul
jalinan asmara kawula muda
dalam kicauan riak kasta
pesta dunia nan bermegah....
HR RoS
Jkt, 2811206
BUNGA NAN LAYU
Karya Romy Sastra
Di musim hujan tanah kerontang
daun-daun kering berguguran
berharap kelopak mekar berputik tak jadi
bunga impian jatuh bertaburan
Dahan tegar tak sempat menitip pesan
pada ranting berbuah sayang
genggaman gagal di tengah jalan
layu sebelum berkembang
yang tersisa lembaran usang
masih tergenggam kini
Cita-cita padam bersama angan
kucoba berdamai dengan resah
di dermaga lamunan diri
memahami lika-liku jalan azali
sedari dulu sampai akhir hayat nanti
meski lelah berpayah pada gita
layulah bunga tak tersesali
rela hati menyulam sepi
bias ke dalam mimpi
HR RoS
Jkt, 25/11/2016
ANGANKU BIAS
By Romy Sastra
Menyulam perca jadikan selimut cinta
renda-renda berpayet asmara
kembang tirai menjuntai jatuh ke lantai
angan ingin bias di telan hujan angin
langit bayangan kian teruk
menambah kelamnya harapan.
Pada masa huru hara angin
nan tak bersahabat,
remuk redam untaian kasih menikam malu
bukan tak kokoh berdiri di tebing cabaran,
dari pada gamang,
lebih baik berbalik arah
menatap kehidupan yang pasti
menata realita ke ujung nyawa.
Oohh,
pada ejaan tersurat di lembaran memori,
tak menjadi serat asmaradana kasih
langit berkabut,
bulan malu,
bintang pun enggan,
kerlipkan manik manikam malam.
Oh awan yang berarak,
sampaikan rasa rindu nan bisu pada hujan,
menyirami noktah kasih yang tersisih
noktah hati tak kesampaian
meski tali layang-layang masih kupegang
rindu-rindu masih menari sendu.
Senandung kisah mengalun merdu
dengan gesekkan biola tua,
senja kian menepi ke bibir malam
nyanyian camar iringi gemuruh
riak gelombang menghadang.
Berdiri menatap sunyi
di bibir pantai hayalan,
terlelap menikmati megahnya ciptaan.
Sadar akan takdir kekinian telah di tangan
kusulam saja tirai kenyataan,
meski benang-benangnya tak berwarna
tak berenda megah....
HR RoS
Jkt, 27112016
ASEAN IMPOTEN
Oleh Romy Sastra
Forum persatuan perdamaian Asean
tentang rasa kemanusiaan
tuk Rohingya impoten
label organisasi bagai seremonial saja
jika bencong dan banci
masih berjuang tuk hidup bernyanyi
tentang budaya cantik dan eksotic dalam lagu
Asean pengecut tak berkuku, uuhh malu.
Alasan klasik dibuat dalam konfrensi
tak intervensi internal sebuah negeri
seperti tergigit lidah
di mana tanggung jawab sosial dan kemanusian itu,
kau beri label serumpun
dalam wadah kebersamaan solusi bertetangga
demi kemaslahatan umat
berbagai agama dalam suatu bangsa
kau seakan tak berdaya
hak azasi manusia
dikebiri oleh penguasa Iblis.
Pemerintah Myanmar
sahabat Asean tak berbudi
ironis,
diplomasi negara yang bersahaja loyo
nyaris tak ada solusi jitu
seperti gigi ompong tak bertaring
malu-malu kucing penakut
hanya mampu mengintip tikus di lobang semut
Aku tak percaya Asean kini
nyatanya, genosida suatu kaum dibiarkan begitu saja.
Asean tak bertaring impoten sudah
seperti bencong alias banci kaleng
di tengah keramaian kota.
Save Rohingya.
HR RoS
Jakarta, 28112016
LENTERA DUNIA
By Romy Sastra
Sabda guru memandu
ejanya menitip aksara pada tunas bangsa
jalan terjal berliku jejaki ruang kosong
bocah bermimpi berlari mencari cahaya
jamur bermenung di tunggul tua
tanpa pupuk ketrampilan hidup
ditingkah kebodohan zaman
lentera dunia hadir menerangi gelap
pahlawan tanpa tanda jasa
Terima kasih guru
pendidikan kau ajarkan
dari taraf eja menjadi sarjana
soko guru perisai kemajuan
di kepalamu lentera dunia menyala
cahaya ilmu nan tak kunjung padam
Ki Hajar Dewantara,
semboyanmu:
tut wuri handayani
ing madya mangun karsa
ing ngarsa sungtulada
( di belakang memberi dorongan,
di tengah mencipta peluang berprakasa,
di depan memberi teladan )
Guru,
dikau kukenang selalu
dari kecilku sampai tutup usia nanti
walau jasadmu berkalang tanah
torehan jasamu kemilau abadi
meski dunia kembali gelap
cahaya ilmu janganlah berakhir
HR RoS
Jkt, 25/11/2016
mengenang hari guru
TOPENG-TOPENG DEWA
Karya Romy Sastra
Intrik birahi kapitalis
mencengkram dunia
politikus dungu bermain catur
semua merasa jadi raja
pengamat ilmuan pun
seremonial teori saja
Sang penguasa
jadi penonton sayembara
selir-selir punya tahta pengusaha gerilya
asal raja senang, kenyang dapat jatah
kacung-kacung bebas berpesta pora
raja seakan bertopeng dewa
pentas politik semua berkoar benar
padahal hipokrit memalukan
Sang pecundang tak punya tempat
seperti obor pahlawan kesiangan
padahal ia intrik-intrik politik gerilya
berbahaya untuk sebuah bangsa
Barak-barak partai
menyusun konspirasi tingkat tinggi
bak sikecil belajar main petak umpet
mencari titik noda berbuat makar
Nyanyian gita cinta tanah air itu
hanya seni paduan suara saja
seperti pertunjukan opera
pepesan kosong belaka
Bung!!!!
di mana realita janjimu?"
katanya,
amanah itu
di pundak manusia setengah dewa
akan mensejahterahkan rakyatnya
Anak negeri ini lapar bung
hasil tani dan kebun tiada harga lagi
negeri ini kaya
kenapa kolonialis yang berjaya
katanya putera bangsa ini pintar
tapi kenapa bisa di bodohin juga
Uuuhhhh,
emang dasarnya bodoh.
Coba pelajari sejarah
jangan sekali-kali lupa jasmerah itu
sang tokoh silam berjuang untuk bangsanya
Kini,
tuan-tuan telah berjaya
berjuang untuk rumah tanggamu saja
itupun jalan yang salah
kau korupsi di mana-mana
Para tokoh pahlawan kemerdekaan
sedih hiba, berduka di haribaan-Nya
di nisan tua itu....
HR RoS
Jakarta, 25/11/2016
SENJA YANG RANUM
Karya Romy Sastra
kala petang berselimut jingga
kupetik setangkai bunga
aroma semerbak
melekat di hidung tak mancung
tirai-tirai pelangi
menyibak kelopak senja
bunga berputik rindu
jauh bersemayam di lubuk hatiku
kutatap warna kasih lewat pelangi
yang melingkari samudera biru
merona syahdu di senja nan ranum
pada penghujung hari memandu malam
aku menyapa dunia
dari sang penulis senja
salam ukhuwah dalam rasa
bersatu di dunia maya
dimanapun sahabat itu berada
kutitip salam sastra
kepada sahabat setia
wahai para pujangga tinta
lewat beranda senja yang ranum
satu rasa satu hati
dalam sastra tinta berkoloni
ketika usia sudah sampai di ujung jalan
alamat badan berkalang tanah
nama tertoreh di dinding nisan
bila karya bernilai sejarah
nama kan terlukis di alam dunia
berbahagialah menyulam cerita senja
walau lelah menyusun larik-larik aksara jiwa
Salam senja dari Jakarta
HR RoS
25-11-2015, 17,25
YANG
Oleh Romy Sastra
Yang,
kenapa hujan ini,
rintiknya tak kunjung reda
kupu-kupu enggan terbang
burung-burung tak bersiul
hujan semakin panjang
Yang,
hangatkan jiwa kita dekapan sayang
jangan tingkah berbuah lara
menyulam benang kusut semakin teruk
berpayung kita berdua
berlain rasa
serumah berjauhan hati
Yang,
tataplah wajah rindu kita
biar kudekap dikau
ke dada cinta
Tinta langit menggores pilu
basahi luka kian berdarah
semestinya hujan membasuh luka
jalan rindu tak lagi bisa dilalui
Yang,
senja telah berlalu hujan tak jua reda
lembayung rindu kemilauan kalbu
berdampingan kita berdua tak lagi mesra
Mentari pagi bersinar kembali
iklim senja telah berlalu
jangan gundah memamah rasa
menikam bahagia kita
Kutanya dikau di bawah payung hitam ini
masih hangatkan dekapan kita
pada goresan tinta memadah tanya
akankah kita hidup berdua selamanya
dalam suka maupun duka?
Yang,
meonglah!
jangan dikau diam saja....
HR RoS
Jkt, 24112016
DERMAGA MAHA CINTA
Karya Romy Sastra
Rebah sujud lebur totalis
jubah sufisme pasrah syauq
bertongkat alif, taqwa meraih ridha
fakir lapar mencicipi saum zikir
dahaga menyauk tirta cinta
mabuk bercumbu rindu
asyik fana tak tergoda
Menyingkap tirai-tirai hati
membelah maha sagara jiwa
pendayung rasa menyilami titik pesona
aqli dan naqli mentarikh pada rona
melaju seperti riak dihempas debur
Menatap kerlip petala membuncah
teraba tak tersentuh
menyuguhkan segala warna
menyingkirkan swakwasangka
memilih yang bukan cahaya
Sang jiwa menyapa maha jiwa
bermegah,
bersatulah Ia
manunggal ana anta, anta ana
Aku engkau, engkau Aku
bersatu padu
Dialah segala sesuatu itu
HR RoS
Jkt,13122016
KUNCUP MENGATUP MEKAR KEMBALI
Karya Romy Sastra
Kembang kasih semusim berbunga
iklim tak bersahabat bibit tumbuh sedih
Berharap siklus berganti suburkan kembali.
Tangkai layu berputik gugur
daun-daun jatuh ke tanah
sakwasangka pada bayu
tertuduh tak menentu.
Padahal tiada hujan apalagi terik
embun membias dahaga tiba
teruk hati membuncah gundah
membakar malayahati kasih.
Pigura-pigura tak berkaca
kertas madah lusuh pudar warnanya
apalah daya jemari sang kanvas
karya tercipta tebar pesona
tak dihargai hanya tontonan saja.
Bercumbu rama-rama aroma semerbak
hinggap disambut kelopak malang
kumbang-kumbang berdendang
mengisap madu lalu terbang.
Aahh, bunga sedih layu tak mekar
kuncup-kuncup mengatup harap berbuah
ditingkah kebohongan janji manis
sang lebah.
Rela kembang tak mekar lagi
daripada jadi opera semusim
terputus tirani cantik di taman kekasih
lembaran berganti pada bibit alami
tumbuh liar
siap hidup hadapi cabaran
meski tak lagi dikecup mesra
terlena belaian mematikan.
HR RoS
Jkt, 12122016
TERTANYA RINDU DALAM HIBA
Karya Romy Sastra
Sastra cinta di pelaminan mimpi
desah hasrat melukis pelangi
mimpi-mimpi titipkan cerita buaian imaji
tentang kisah sepucuk surat tak sampai
pada kekasih hati.
Aahh, titik peluh basahi diksi
laju perjalanan kereta senja
anjlok di perbatasan kota
berlari mengejar kupu-kupu rindu
terkejar, ia menari pergi
tinggalkan kenangan pada suatu janji.
Dalam perjalanan hidup
cahaya harapan tak menerangi jalanku.
Gelisah,
seakan berpegang tongkat rapuh.
Sudah lama kaki berjalan
tertatih menyulam kasih raih seribu mimpi.
Debu-debu jalanan berkabut
Melintasi arah muara tinta
memadah talenta sastra
tertanya diri pada dinding bisu
kapankah jendela bahagia terbuka
menghiba pada tanya,
kuas-kuas kanvas merupa pigura tak berwajah.
Melukis tanya di dalam rasa
dikala sedih menimpa tubuh
ramuan rindu,
kenapa bisu?" Ya, dikau bisu.
Tak menyapa sama sekali
Semestinya," berceritalah.
Uuuuhhh...
Camar bermuram durja di pantai sunyi
seruling rindu di pelayaran kisah kasih
labuhkan cerita pada samudera maya
membangunkan lelah
dikeheningan sukma lara.
Duhai, awan yang berarak senja
bawalah daku ke samudera terjauh
biar kuhidup dalam masa senja ini yang tak lagi menoktah rindu.
Aku kini,
mencoba membiasakan hidup
tak lagi bernyanyi di pantai semu dengan camar-camar itu
biasakan sepi menyulam hari
tanpa kicauan camar itu lagi.
Tinta cinta melukis senja pudar warnanya
jika kembang rindu kan layu
layulah....
HR RoS
Jakarta-11122016
SERULING PECAH TAK BERNADA
Karya Romy Sastra
seruling rindu bertanya pada angin
ke mana sepoi berlalu
titipkan pesan di hati nyonya
lentikkan jemari lambaikan tangan
adakah nyanyian rindu pada janji
yang dulu di koar-koarkan
untuk gita sebuah rasa
seruling bambu bertanya pada merdu
hembusan napas gembala senja
titipkan rasa pada semut merah
beriring jalan menyapa mesra
kenapa tahta tuan tak berjaya
satu juta semut meruntuhkan singgasana
seruling malam bertanya pada lagu
kidung mendayu lenakan kalbu
nyanyian malam kian sedih
pungguk merindu bulan berlalu
mengurai cerita kasih yang tak sampai
puisiku untuk si nyonya itu
pesankan pada arjuna nan bertahta
di singgasana mewah di tengah kota
kebahagian masa depan negeriku
semakin diterkam elang-elang serakah
kaki tangan berlenggok tak bertelinga
terpedaya sudah pada benalu tak kenal malu
langit kian rendah
kaki tuan menginjak wibawa sendiri
siang berganti malam
terik padam malam temaram
ibu memanggil pulang
kembang setaman mewangi
berbaktilah,
kenapa torehan jasa dibiarkan ternoda
ketika sejarah dikenang tak berguna
HR RoS
Jkt,15122016
AURORA CINTA MEMUDAR
Karya Romy Sastra
Aurora cinta nan dulu indah
bermegah berkilau di kelopak senja
atmosfir redup tergerus pada iklim
kabus mendung tatapan bingung
cahaya jingga memudar
di rotasi peredaran galaxi langit
menghujani bulir di balik selimut awan
Lilin-lilin kecil ini perlahan padam
pelitanya tak menerangi selimut malam
dikala rindu menepi ke bibir tinta
tak lagi bercerita tentang cinta
Pada suatu hati kecewa
gerhana sudah
tertutup aurora rindu menikam kalbu
kerlip nebula berkabut
mimpi-mimpi usai
tinggalkan kenangan pahit
pada jalinan sumpah benang emas
simpul mengikat atas nama Tuhan
tak lagi bisa dipertahankan
Akankah kisah terkutuk
oleh kicauan merpati mengingkari janji
sayap-sayap asa patah sudah
'Uuhhh, entahlah
termisteri dalam takdir
Pada suatu angan jauh di awan
pernah mencintai sepenuh hati tak memiliki
kisah seperti riak laut pasang surut
irama sagara mendebur pantai
pelayaran Dewa Ruci mengikrar janji
arungi samudera biru
rela hidup dan mati diayun gelombang
karam sudah
bersekoci fatamorgana cinta
bersauh laju di riak nan pasrah
Bertanya diri ke dalam doa
hiduplah seperti batu karang,
kokoh silih berganti dihempas keangkuhan
teguh tak runtuh dengan cabaran
Nyatanya ia juga bisa rapuh
dihempas hujan airmata langit
kepingan batu karang hancur tergerus terkoyak tersusun ke bibir pantai
tenggelam ke samudera terdalam
jadi butiran pasir ditikam gelombang
Dan takkan mungkin bangkit lagi
biarlah semua itu terjadi
terukir pasrah
mengikuti takdir antara kita
HR RoS
Jkt,14122016
SELAMAT TINGGAL MEMORI
By Romy Sastra
tiga ratus enam puluh lima hari terlewati
suka duka hidangan diri tersenyum pahit
ditelan dinikmati
ya, cerita tahun ini kan berakhir
merajut tahun depan
dengan suasana yang berbeda
meski ia masih misteri
dasawarsa cinta dan hidup menari
pahit manis dirasakan
cabaran demi cabaran tetap dihadapi
kisah kasih mendewasakan diri kita
jadikan makna sebuah kehidupan
mimpi-mimpi indah telah usai
jauh berlalu pergi
terima sajalah walau ia tak kembali lagi
meski sisa-sisa cinta masih ada
pelihara story sepanjang hidup bersahaja
biarkan memori menari bisu
tak kibarkan lagi kesetiaan hati
bingkai saja bayangan semu kita
menari bersama hayal
kisah tak lagi bersemi sudah jadi biasa
ah, tak mengapa
doaku,
berbahagialah bersama realitimu
semoga dikau ceria selalu
pada suatu ketika
purnama kan bersinar kembali
kutunggu kehadiran nyanyian rindu
membangunkan nyenyak tidurku
memetik bintang di balik layar malam
dikala purnama terkembang menemani galaxi
kicauan malam janganlah diam
berdendanglah mengisi sepi
meski kita tak bersama lagi
HR RoS
Jkt, 23-12-16
RINDU KAMI YA RASUL
Karya Romy Sastra
Purnama bersama bintang
mengitari galaxi biru
malam ini kututup mata rapat-apat
syahwat diri kubungkam.
Getarkan alunan shalawat nabi
peluh mencucur di tubuh
kemilau manik kerlip di langit tinggi
indah bak kenduri seribu satu malam
bertempat di arsy jiwa ini.
Hatiku lebur mengejar purnama
Purnama itu pun menatap sukma
sukmaku terpukau
menyaksikan kemilau sang kekasih
hadir di sagara cahaya berjubah hijau
pesona kewibawaan sang utusan.
Jiwa-jiwa nan tenang merindu
mengenang lahirnya figur sang bintang
berjuta gemintang
satu bintang menyinari malam hingga ke siang
dari azali hingga akhir zaman
titah petunjuknya penerang jalan
syafa'at yang dirindukan.
Bibit jagad mayapada lahir ke dunia
utusan penyempurna akhlak manusia
rahmatan lil alamin.
Rindu kami ya rasul,
di malam maulid sang pendosa bertamu
berharap syafa'atmu
kubuka rahasia cinta
bershalawat dengan sunah
di majelismu ya rasulullah.
Rasul itu,
hadir bersemayam dalam rasa
diutus oleh rasa yang sejati
sang maha raja Ar-Rabbani.
Musthafa,
dikau pembaharu akidah
dari zaman jahiliyah
hingga dunia berpurnama agama.
Bermula dari azali sifatnya Illahi
berkiprah sampai ke ujung dunia
hingga akhirat nanti.
Ya rasul, rindu kami akan syafa'at itu
titipkan selendang cinta kasih sayangmu
di neraca amal pelebur dosa
di Padang Masyar nan dahaga
ijinkan kami bersimpuh memanggil namamu
bershalawat,
Allahumma sholli 'alaa Muhammad,
wa'alaa aali Muhammad....
HR RoS
Jakarta, 23,12,16
DOA PUISI UNTUK IBU
Karya: Romy Sastra
Satu tangkai kembang rindu
kupersembahkan di akhir tahun
dalam keheningan malam,
aku sujudkan tubuh letih ke hadirat kalbu
memanggil dalam iringi doa
ya Allah... sampaikan rindu ini kepada ibuku.
"Ibu....
Telah jauh kaki melangkah
perih sedih bumi kupijak
namun nasib badan tak jua berubah.
Diri ini telah bermandi peluh
mengais asa berkelana di lorong masa dan waktu
yang tertinggal kini lamunan pilu
menyambut hari jadimu.
Aku tersadar ibu,
jauh lebih perih deritamu
yang pernah kau cabari dulu membesarkan anak-anakmu.
"Oh, Ibu"
kala malam mata berurai sebak
teringat masa pahitnya derita dulu
masa-masa membesarkan buah hati
mencari sesuap nasi untuk kami,
dalam kelam menengadah doa.
Bersujud,
ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku ya Allah.
"Ibu,
Di hari kenangan ini
aku menangis rindu
setumpuk pilu tercucur ke dalam napas
kupandangi raut wajah tiranimu
menitis rintik bening di depan kaca
pipi anakmu juga telah keriput
menyamai raut wajahmu ibu.
Doaku,
berbahagialah engkau selalu
di usia senjamu yang telah ranum itu.
Ananda tahu,
andaikan gunung Merbabu jadi intan berlian
tak kan bisa membalas jasamu ibu.
Satu kesempatan dalam sastra
kutitip larik doa puisi sastra untukmu
air mata hiba berhentilah menitis
bergantilah dengan air mata bahagia
titip salam rindu padamu ibu
maafkan atas semua kekhilafan anakmu.
'Oh, ibuku....
HR RoS
Jakarta 22-12-16
Dalam rangka ultah mengenang 22 Desember hari ibu
HITAM PUTIH DENDAM ABADI
Karya: Romy Sastra
Azali,
perencanaan Illahi
tatkala sabda ditutur
dua kekasih takjub sujud
dalam keharuan dan pertanyaan.
Malaikat ditanya manut
Idajil protes tak nunut.
Dosa pertama kali terjadi
dalam fakta Illahi ialah pembangkang.
Maha raja mencipta wilayah
insan kamil sebagai khalifahNya
Idajil tak terima, terkutuklah.
Sang khalifah dihinakan
di bisikan nafsu
terjadilah dosa kedua.
Malangnya nasib Adam dan Hawa
tercampak ke dunia
dalam kurun waktu sangat panjang
bertemunya kembali yang merindui dikala fajar
berpelukkan dalam tangis kerinduan yang mengharukan.
Di tanah tandus
dimulailah tirani kehidupan alam
rumah pertama dibangun Baitullah
terlahir bibit kehidupan Habil dan Qabil
iri dengki membuncah dari persaingan jodoh
pembunuhan di antara mereka berdua
tak kenal hiba.
Iri dengki,
dosa ketiga dan dosa pertama di dunia terjadi.
Idajil si dendam abadi skenariokan kebencian.
Berlalunya waktu
hingga di kehidupan Syits
tirani peradaban terkotak antara
Anwar dan Anwas
oleh kelicikan Idajil meminjam benih Syits
berjayanya kisah kayangan dan mayapada
pesta bratayuda membahana luka
Zaman terus berlanjut
di setiap sendi-sendi kehidupan
mengintip kemungkaran berkompetisi
hingga pada suatu zaman ke zaman berikutnya.
Kini,
di ambang penantian sudah dimulai
pertarungan abadi
dendam hitam putih selalu terjadi.
Antara Imam Mahdi dan Dajjal adalah
Idajil itu sendiri kan kembali.
Waspadalah...
ia ada di sekeliling kita
bahkan melaju di dalam peredaraan darah.
Berpeganglah kepada satu tongkat,
La illaha ilallah....
tawakalah kepadaNya!
siapapun anda.
Hingga kemenangan di sana kan diraih
kembalilah ke predikat fitrah insan kamil
hingga jannah menanti memanggil
kesenangan abadi di sana....
Amin.
HR RoS
Jakarta 21-12-16
RASA DINGIN HANGATKAN KEMBALI
By Romy Sastra
Tarik napas lepaskan perlahan
bergulung asap gelombang menguap
pagi serasa dingin
hembusan bayu memeluk rindu
embun syahdu tertutup salju
Dingin,
di mana selimut hati kau simpan
hanya diam membisu seperti batu pualam
aku ingin kehangatan
senyumlah
Semalam rinduku bertamu
berharap bayangan mimpi denganmu
dalam lelap berunggun
tak terasa nyala itu padam
mimpi angan bias
tak kutemui sesosok bayangan kekasih
tersisih pergi tinggalkan kenangan
Reality cerita kita yang dulu
seperti bualan saja
kenapa kisah tak kau cerna
hingga jadi debu tak berarti
berharap history jadi permata
Ketika takdir menyatukan kita lagi
rasa itu janganlah basi
bersemi pada suatu masa
masa kelam tenggelamkan
rindu janganlah layu
kisah kita barukan kembali
Jangan dingin menjadi dendam
kembalilah menebar senyuman
kupetik kembang mekar
persembahkan aroma mewangi
bersama lagi menatap mentari
secercah pelita menerangi hati
senyumlah kekasih
pelangi hati ini masih berwarna-warni
menyapa hari meski duniamu berkabut
ku kan selalu merindui
HR RoS
Jakarta,17122016
PERJALANAN KISAH SEMUSIM BERGUGURAN
By Romy Sastra
Pada suatu siklus menyapa iklim
siklus perjalanan semusim
musim berganti keniscayaan rotasi takdir
Ketika musim semi berhias
pucuk berbunga lalu berputik
berbuah ranum
daun terlepas berguguran
ranting meranggas sepi kedinginan
Dingin,
telah dingin lamunan di balik bukit asmara
kicauan burung pun tak lagi
bernyanyi enggan
enggan bersiul di ranting dahan
sayap kuyup berlumuran hujan
dingin tak tertahankan
Semusim telah berlalu memandu rindu
dalam aksara tinta bermadah cinta
memamah sukma pada kekasih berpadu
rindu-rindunya sudah bisu
kearifan jiwa ternoda
tak dimaknai rasa nan dulu sepenuh hati
Berharap moment lama bermakna
untuk sebuah kedewasaan diri
menyulam masa usia senja
dalam bahtera masa-masa bercinta
Kubingkai sajalah cerita indah ini
menjadi sejarah
tersusun dalam pigura kaca maya
kugenggam sajalah jemariku
tanpa ada gandengan jemarimu lagi
salam sejahtera ini masih tersisa
mengikat certia,
meski rasa tak peluk cium mesra
yang dulu terkenang indah
dendam masih kau simpan
tak mengapa
'Ya, kusimpan sajalah cerita itu
di keindahan madah-madah sastra
dari Jakarta menitipkan rasa puisi cinta
yang pernah kecewa
HR RoS
Jkt, 17122016
DARAH ALEPPO BERCUCURAN
By Romy Sastra
Negeri yang diberkati tak nyaman lagi
haru hiba membuncah di dada
ke mana luka kan diobati
perban putih tak cukup membalut darah
embun pagi berganti debu
angin berubah bunyi meciu
warna langit berkabut
jalan-jalan penuh ranjau
genderang perang kapan kan berakhir
sudahlah
Dunia diam,
doa tak mampu melebur badai berlalu
tangisan kian pilu
genosida semakin gila,
tubuh berbalut jubah diperkosa
bangkai tua muda jadi abu
Tuhan,
langit ini seakan runtuh
runtuhlah!
kiamat sudah terjadi
perang ini lebih dahsyat dari neraka
jeritan akhirat,
masih ada dispensasi amal terselip
jeritan konflik ini pelik, pedih
Bumi Aleppo hangus tak bertuan
penguasa-penguasa bermata satu
menciptakan gaduh
apa yang kau cari wahai dajjal
di tanah ini,
berdamailah walau sesaat saja
ijinkan anak kami bernapas
memandang langit biru
kenapa kabut menyelimuti seantero negeriku
takut kami melebihi dari el-maut bertamu
Aleppo sejarah terburuk di tanah tandus
tak terdengar lagi
di telinga pemimpin berbudi
seakan telah tuli
seperti tak bisa bersuara bisu sudah
Aleppo itu kini berdarah-darah
HR RoS
Jkt,16122016
SALAT
By Romy Sastra
#format subuh
denyut jantung
ya hu salat jati
kenali diri dengan ilmu
menuju Illahi Rabbi
biar tak tersesat jalan
#format zhuhur
tunaikan kewajiban baca niat
berdiri ruku' sujud duduk
berdoa lalu mengaji
jadilah hamba yang teladan
al-quran tuntunan
#format ashar
jalan pulang semakin dekat
kembang setaman mewangi
el-maut tak kenal kompromi
segera bertobat
sebelum terlambat menyesal nanti
#format maghrib
senja telah tiba
anak santri pergi mengaji
bulan purnama
tengah malam salat tahajud
berdoa padaMu ya Allah
#format isya
salat adalah jembatan diri
mengenal Tuhan
Makhluk dan Khalik bersatu
syariat tarikat hakikat makrifat
islam iman ihsan
HR RoS
Jkt,16122016
Saya Romy Sastra mengucapkan:
Selamat Merayakan Hari Puisi Indonesia 26 Juli 2021 yang ke 9. Kepada sahabat semua pencinta puisi di mana saja berada.
Adalah dari hakikat gesekan hasrat serta irama puisi terbentuk embrio saya tercipta. Lalu realitasnya terlahir dan berkembang berpetualang mencari identitas diri pada karya sastra yang saya geluti.
Dan merayakan hari puisi bagi saya adalah bagian kontemplasi seni, mengenang, mengenali, memahami makna kata-kata yang dimadah seperti membuka pandora yang selama ini menulis di kesendirian, bahkan di keramaian. Menyelami sunyi menggoreskan ilhami jadikan lembaran-lembaran puisi.
Selamat Hari Puisi Indonesia 2021
Romy Sastra
Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar